laporan kel 5b batik
Post on 27-Jun-2015
351 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN MATA KULIAH ANTROPOLOGI KU- 4184
Kearifan Lokal Batik Sebagai Budaya Asli Indonesia
Disusun oleh :
Kelompok 5b
MATA KULIAH DASAR UMUM SOSIOTEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seni kriya di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Kondisi geografis dan
geopolitis sangat memungkinkan tumbuhnya karya seni yang beranekaragam yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke. Semuanya merupakan ciri khas budaya
tradisional masyarakatnya. Batik merupakan salah satu dari seni kriya yang menjadi cirri
khas budaya Nusantara.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di
masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata
pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan
selanjutnya meluas menjadi pekerjaan untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik
yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang
digemari, baik wanita maupun pria.
Kedekatan batik dengan kehidupan masyarakat Jawa telah
menjadikannya bagian hidup yang tak terpisahkan. Melalui selembar
kain dengan goresan warna lembut terlukis di atasnya, bisa terlihat
gambaran hidup masyarakat Jawa secara keseluruhan. Itulah yang
membuat batik menjadi karya seni sangat istimewa. Baik dalam proses
pembuatan, filosofi yang terkandung, hingga etika dan tata cara
pemakaiannya. Sebagai pusaka warisan leluhur, proses pembuatan
kain batik dilakukan dengan melibatkan seluruh indera perasa.
Merunut jauh ke belakang, kain yang bersumber dari dalam kraton dan
menjadi ageman dalem ingkang sinuwun ini, tak jarang dibuat melalui
serangkaian ritual tertentu. Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh
berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas,
dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik kini
menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan para penjajah.
1.2 Judul
Penelitian ini kami beri judul “Kearifan Lokal Batik Sebagai Budaya Asli Indonesia”
1.3 Identifikasi Masalah
Batik merupakan salah satu hasil karya kearifan lokal yang memiliki nilai seni
tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama.
Batik telah mengalami pergeseran nilai makna, baik kain batik tradisional dan
modern
1.4 Rumusan Masalah
Apakah keterkaitan kesenian batik dengan 7 unsur kebudayaan universal?
Bagaimana pergeseran nilai makna kain batik tradisional dan modern di
Indonesia?
Bagaimana kesenian kain batik dapat digolongkan sebagai salah satu kearifanan
lokal kriya Indonesia?
Bagaimana sejarah Batik Indonesia?
1.5 Tujuan
1. Mengkaji karya seni kain batik dilihat dari 7 unsur kebudayaan : Bahasa,
Kesenian, Religi, Sistem kemasyarakatan, Sistem mata pencaharian dan ekonomi,
Sistem pengetahuan, dan Sistem teknologi.
2. Mengetahui nilai-nilai sejarah dari budaya batik Indonesia.
3. Mengetahui pergeseran nilai makna kain batik tradisional dan modern di
Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam laporan ini, ada beberapa teori kebudayaan yang kami gunakan, yaitu:
2.1 Teori difusi Smith dan Perry
Teori difusi Smith dan Perry Mereka mengajukan bahwa dalam sejarah
kebudayaan dunia pada zaman purbakala pernah terjadi suatu peristiwa difusi yang besar
yang berpangkal dimesir, yang bergerak kearah timur dan yang meliputi jarak yang
sangat jauh, yaitu kedaerah-daerah disekitar lautan tengah, ke Afrika, India, Indonesia,
Polinesia dan Amerika. Teori ini sering disebut HeliolithicTheory.
2.2 Teori Fungsionalisme oleh Malinowski
Teori Fungsionalisme oleh Malinowski bahwa segala kegiatan kebudayaan
itusebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keperluan naluri
makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
2.3 Isi kebudayaan menurut C. Kluckholn
Kluckholn mengelompokkan unsur kebudayaan ke dalam tujuh unsur, yaitu.
1. Sistem peralatan & perlengkapan hidup.
2. Sistem mata pencaharian.
3. Sistem kemasyarakatan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem pengetahuan.
7. Sistem religi.
2.4 Teori Difusi Inofasi Kebudayaan
Teori Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi
baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada
tahun1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan
difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran
dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.Teori difusi Kebudayaan Mengenai
gejala persamaan kebudayaan ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa persamaan
dari kebudayaan itu disebabkan karena tingkat yang sama dipermukaan bumi, mungkin
dalam hal ini yang dimaksud dengan persamaan adalah persamaan dalam hal berpikir,
membuat suatu alat dan lain-lain. Selain pendapat diatas ada juga suatu pendapat yang
menyatakan bahwa gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan diberbagai tempat
disebabkan karena persebaran atau difusi dari unsur-unsur itu ketempat/daerah lainnya.
Persebaran ini dapat terjadi sebagai akibat dari aktifitas yang dilakukan oleh manusia,
misalnya ketika beberapa orang berdagang kesuatu daerah dengan membawa alat-alat,
barang hasil produksi local mereka. Sementara daerah yang didatangi tidak menolak
produk kebudayaan yang dibawa oleh pendatang tadi maka dalam hal ini proses difusi
telah terjadi dengan baik tanpa adanya suatu pemaksaan. Dan pada saat kebudayaan baru
tersebut diterima oleh oleh masyarakat setempat maka proses akulturasi kebudayaan
dapat berjalan dengan baik. Sebagai akibat dari akulturasi ini maka alat, produk dari hasil
kebudayaan masyarakat pendatang juga turut diterima tanpa harus meninggalkan
kebudayaan lama.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian yang kami lakukan melalui dua metode yakni sebagai berikut:
3.1 Studi Literatur
Literatur yang kami gunakan sebagai metode penelitian berasal dari teori-teori di
internet dan buku yang menunjang penelitian kami.
3.2 Metoda Wawancara
Pengambilan data untuk kepentingan makalah ini dilakukan dengan cara
wawancara.Wawancara merupakan tanya jawab langsung dengan koresponden.
Wawancara dilakukan kepada narasumber yakni ibu Ken Atik dosen program studi kriya
FSRD ITB dan juga kepada 3 orang mahasiswa. Wawancara mencakup seluruh aspek
umum dalam batik dan seni kriya. Diantaranya mengenai sejarah batik, klaim batik oleh
Malaysia, dan sejauh mana nilai-nilai makna dari batik itu bergeser.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Batik
Batik secara bahasa berasal dari bahasa Jawa yakni “amba” yang berarti menulis dan
“titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam”
(wax) yang diaplikasikan ke atas kain. Batik adalah merupakan satu dari jenis kriya. Seni
kriya adalah kegiatan seni yang menitik-beratkan kepada keterampilan tangan dan fungsi
untuk mengolah bahan baku yang sering ditemukan di lingkungan menjadi benda-benda
yang tidak hanya bernilai pakai, tetapi juga bernilai estetetsi. Kriya bisa "meminjam"
banyak pengetahuan dalam seni rupa murni seperti cara mematung atau mengukir untuk
menghasilkan produk, namun tetap dengan tidak terlalu berkonsentrasi kepada kepuasan
emosi seperti lazim terjadi misalnya pada karya lukis dan patung. Kriya juga lebih sering
mengikuti tradisi daripada penemuan yang sering ditemukan secara individu oleh seorang
pengrajin.
Seni kriya di Nusantara sangat beragam bentuk dan jenisnya. Kondisi geografis dan
geopolitis sangat memungkinkan tumbuhnya karya seni yang beranekaragam yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke. Semuanya merupakan ciri khas budaya
tradisional masyarakatnya.
Berdasarkan jenisnya, seni kriya di Nusantara dikelompokkan menjadi:
1. Seni kerajinan kulit, adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari kulit
yang sudah dimasak, kulit mentah atau kulit sintetis. Contohnya: tas, sepatu,
wayang dan lain-lain.
2. Seni kerajinan logam, ialah kerajinan yang menggunakan bahan logam seperti
besi, perunggu, emas, perak. Sedangkan teknik yang digunakan biasanya
menggunakan sistem cor, ukir, tempa atau sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Contohnya pisau, barang aksesoris, dan lain-lain.
3. Seni ukir kayu, yaitu kerajinan yang menggunakan bahan dari kayu yang
dikerjakan atau dibentuk menggunakan tatah ukir. Kayu yang biasanya digunakan
adalah: kayu jati, mahoni, waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel,
relief dan lain-lain.
4. Seni kerajinan anyaman, kerajinan ini biasanya menggunakan bahan rotan,
bambu, daun lontar, daun pandan, serat pohon, pohon pisang, enceng gondok, dll.
Contohnya: topi, tas, keranjang dan lain-lain.
5. Seni kerajinan batik, yaitu seni membuat pola hias di atas kain dengan proses
teknik tulis (casting) atau teknik cetak (printing). Contohnya: baju, gaun dan lain-
lain.
6. Seni kerajinan keramik, adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku dari
tanah liat yang melalui proses sedemikian rupa (dipijit, butsir, pilin, pembakaran
dan glasir) sehingga menghasilkan barang atau benda pakai dan benda hias yang
indah. Contohnya: gerabah, piring dan lain-lain.
Batik adalah salah satu dari jenis kriya yang memiliki nilai seni tinggi dan telah
menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-
perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik
sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan
eksklusif perempuan. Batik mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik
pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari
kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing.
Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk
penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai
keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh
UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2
Oktober, 2009.
Gambar. Beberapa contoh batik di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan
Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan,
pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian
pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah
dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-
raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat
Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-
XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik
cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun
kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa
adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh
tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.
Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi
salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan
hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para
pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka
kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-
masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas
menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.
Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi
pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang
dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Batik yang telah menjadi
kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung.
Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa
dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan
perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat
perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan
Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa
dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya
Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau
tunduk kepada kerajaan Majapahit.
Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati,
Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang
sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara
kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang
bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli. Meskipun
pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar
sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di
daerah ini. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung
berikutnya lebih dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta. Didalam berkecamuknya
clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro
maka sebagian dari pasukan-pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri kearah timur dan
sampai sekarang bernama Majan. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman
kemerdekaan ini desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala
desanya seorang kiyai yang statusnya Uirun-temurun.Pembuatan batik Majan ini
merupakan naluri (peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu.
Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo, yang kisahnya
berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Riwayat Batik. Disebutkan
masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama
Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang
keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden Katong adik dari Raden Patah.
Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo dan petilasan yang ada
sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan. Perkembangan selanjutanya, di
Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau
yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain
mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan
kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden
Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton
Solo.Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan kraton. Oleh karena putri
keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti
oleh pengiring-pengiringnya. disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar
dipesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni bafik keluar dari kraton menuju ke
Ponorogo. Pemuda-pemudi yang dididik di Tegalsari ini kalau sudah keluar, dalam
masyarakat akan menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan
dan agama.
Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia pertama yang
dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal
abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya
pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan
kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo. Akibat dikenalnya batik cap maka
produksi Ponorogo setelah perang dunia petama sampai pecahnya perang dunia kedua
terkenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap kasar
Ponorogo kemudian terkenal seluruh Indonesia. Dari kerjaan-kerajaan di Solo dan
Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya
di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di
dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat batik
dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan.
Sama halnya dengan pembatikan di Pekalongan. Para pengikut Pangeran
Diponegoro yang menetap di daerah ini kemudian mengembangkan usaha batik di
sekitara daerah pantai ini, yaitu selain di daerah Pekalongan sendiri, batik tumbuh pesat
di Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Adanya pembatikan di daerah-daerah ini
hampir bersamaan dengan pembatikan daerah-daerah lainnya yaitu sekitar abad ke-XIX.
Perkembangan pembatikan didaerah-daerah luar selain dari Yogyakarta dan Solo erat
hubungannya dengan perkembangan sejarah kerajaan Yogya dan Solo. Meluasnya
pembatikan keluar dari kraton setelah berakhirnya perang Diponegoro dan banyaknya
keluarga kraton yang pindah kedaerah-daerah luar Yogya dan Solo karena tidak mau
kejasama dengan pemerintah kolonial. Keluarga kraton itu membawa pengikut-
pengikutnya kedaerah baru itu dan ditempat itu kerajinan batik terus dilanjutkan dan
kemudian menjadi pekerjaan untuk pencaharian.
Corak batik di daerah baru ini disesuaikan pula dengan keadaan daerah
sekitarnya. Pekalongan khususnya dilihat dari proses dan designya banyak dipengaruhi
oleh batik dari Demak. Sampai awal abad ke-XX proses pembatikan yang dikenal ialah
batik tulis dengan bahan morinya buatan dalam negeri dan juga sebagian import. Setelah
perang dunia kesatu baru dikenal pembikinan batik cap dan pemakaian obat-obat luar
negeri buatan Jerman dan Inggris. Pada awal abad ke-20 pertama kali dikenal di
Pekajangan ialah pertenunan yang menghasilkan stagen dan benangnya dipintal sendiri
secara sederhana. Beberapa tahun belakangan baru dikenal pembatikan yang dikerjakan
oleh orang-orang yang bekerja disektor pertenunan ini. Pertumbuhan dan perkembangan
pembatikan lebih pesat dari pertenunan stagen dan pernah buruh-buruh pabrik gula di
Wonopringgo dan Tirto lari ke perusahaan-perusahaan batik, karena upahnya lebih tinggi
dari pabrik gula.
Pembatikan dikenal di Jawa Barat sekitar abad ke-XIX setelah selesainya
peperangan Diponegoro, dimana pengikut-pengikut Diponegoro banyak yang
meninggalkan Yogyakarta, menuju ke selatan. Sebagian ada yang menetap didaerah
Banyumas dan sebagian ada yang meneruskan perjalanan ke selatan dan menetap di
Ciamis dan Tasikmalaya sekarang. Mereka ini merantau dengan keluargany a dan
ditempat baru menetap menjadi penduduk dan melanjutkan tata cara hidup dan
pekerjaannya. Sebagian dari mereka ada yang ahli dalam pembatikan sebagai pekerjaan
kerajinan rumah tangga bagi kaum wanita. Lama kelamaan pekerjaan ini bisa
berkembang pada penduduk sekitarnya akibat adanya pergaulan sehari-hari atau
hubungan keluarga. Bahan-bahan yang dipakai untuk kainnya hasil tenunan sendiri dan
bahan catnya dibuat dari pohon seperti: mengkudu, pohon tom, dan sebagainya.
Motif batik hasil Ciamis adalah campuran dari batik Jawa Tengah dan pengaruh
daerah sendiri terutama motif dan warna Garutan. Sampai awal-awal abad ke-XX
pembatikan di Ciamis berkembang sedikit demi sedikit, dari kebutuhan sendiri menjadi
produksi pasaran. Sedang di daerah Cirebon batik ada kaintannya dengan kerajaan yang
ada di aerah ini, yaitu Kanoman, Kasepuahn dan Keprabonan. Sumber utama batik
Cirebon, kasusnya sama seperti yang di Yogyakarta dan Solo. Batik muncul lingkungan
kraton, dan dibawa keluar oleh abdi dalem yang bertempat tinggal di luar kraton. Raja-
raja jaman dulu senang dengan lukisan-lukisan dan sebelum dikenal benang katun,
lukisan itu ditempatkan pada daun lontar. Hal itu terjadi sekitar abad ke-XIII. Ini ada
kaitannya dengan corak-corak batik di atas tenunan. Ciri khas batik Cirebonan sebagaian
besar bermotifkan gambar yang lambang hutan dan margasatwa. Sedangkan adanya motif
laut karena dipengaruhioleh alam pemikiran Cina, dimana kesultanan Cirebon dahulu
pernah menyunting putri Cina. Sementra batik Cirebonan yang bergambar garuda karena
dipengaruhi oleh motif batik Yogya dan Solo.
Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar Jawa, maka batik
kemudian berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar
Jawa, daerah Sumatera Barat misalnya, khususnya daerah Padang, adalah daerah yang
jauh dari pusat pembatikan dikota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa berkembang
didaerah ini. Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum
perang dunia kesatu, terutama batik-batik produksi Pekalongan (saaingnya) dan Solo
serta Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun
tangan yang terkenal “tenun Silungkang” dan “tenun plekat”. Pembatikan mulai
berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang, dimana sejak putusnya hubungan
antara Sumatera dengan Jawa waktu pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan
batik yang ada pada pedagang-pedagang batik sudah habis dan konsumen perlu batik
untuk pakaian sehari-hari mereka. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, dimana
hubungan antara kedua pulau bertambah sukar, akibat blokade-blokade Belanda, maka
pedagang-pedagang batik yang biasa hubungan dengan pulau Jawa mencari jalan untuk
membuat batik sendiri. Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari
batik-batik yang dibuat di Jawa, maka ditirulah pembuatan pola-polanya dan ditrapkan
pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu
dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir, damar dan sebagainya. Bahan
kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik
pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946. Setelah
daerah Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan tahun 1949, banyak
pedagang-pedagang batik membuka perusahaan-perusahaan/bengkel batik dengan
bahannya didapat dari Singapore melalui pelabuhan Padang dan Pakanbaru. Dengan
masuknya batik ke daerah melayu maka masuk pulalah kebudayaan batik ke daerah
Malaysia.
Sejarah batik Malaysia telah memulai tradisi pembuatan batik tradisional dengan
menggunakan ubi kentang sejak awal tahun 1900. Batik diperkenalkan secara resmi di
negara Malaysia di Kelantan yang berdekatan dengan kepulauan Bangka Belitung. Batik
yang paling populer ialah jenis Batik Pelangi yang motifnya jauh berbeda dengam motif
batik Indonesia. Setiap hari Kamis, semua pegawai negeri lelaki di Malaysia diharuskan
memakai baju batik Malaysia mulai 17 Januari 2000 untuk mempopulerkan batik sebagai
kebudayaan di Negara Malaysia.
Gambar. Batik Pelangi
4.2 Batik Dilihat Dari Sistem Bahasa
Batik memiliki makna tersirat dari setiap motif dan coraknya, hal ini di tujukan
sebagai symbol-simbol di masa lalu. Beberapa contoh dari makna di balik motif batik
diantaranya:
Motif Sido Mukti
Di dalam kain batik sidomukti ini juga terdiri dari beberapa motif, diantaranya yang
terpenting dan yang utama adalah motif ukel (bentuknya seperti huruf koma), semakin
kecil ukelnya maka semakin tinggi mutu seninya. Selain itu, kain ini dihias dengan kotak-
kotak yang bergambar kupu-kupu dan semacam kereta pengantin yang ditandu dengan
bahu. Sido bermakna terus menerus atau menjadi, mukti berarti hidup dalam
berkecukupan dan kebahagiaan (Soewardi, 2008).
Gambar. Motif Sidomukti
Motif Parang Klitik
Mensimbolkan perilaku halus dan bijaksana. Dulu motif ini hanya dikenakan
oleh para putri raja.
Gambar. Motif Parang Klitik
4.3 Batik Dilihat Dari Sistem Religi (Kepercayaan)
Pembuatan kain batik dilakukan dengan melibatkan seluruh indera perasa. Kain Batik
yang bersumber dari dalam keraton, dibuat sendiri oleh sinuwun, permaisuri atau putri-
putri keraton, dibantu oleh abdi dalem melalui serangkaian ritual-ritual tertentu menurut
kepercayaan keraton. Seperti nglakoni yang terwujud dalam puasa dengan mengurangi
diri dari makan, minum, tidur, dan kesenangan duniawi yang lain, serta bersemedi. Hal
ini dilakukan untuk mendapatkan ilham dalam menciptakan motif batik.
4.4 Batik Dilihat Dari Teknologi
Pada awalnya batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas
yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera,
poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin
dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk
motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah
dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai
dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna
lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik
dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin
Sistem Peralatan dan Teknologi dalam Teknik-teknik Membatik kini di bagi menjadi
tiga yakni:
a. Batik Tulis
Batik tulis merupakan teknik kain yang dihias dengan teksture dan corak batik
langsung menggunakan tangan. Batik tulis memliki ciri-ciri sebagai berikut::
Bentuk gambar/desain pada batik tulis lebih luwes dengan ukuran garis motif
yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap.
Gambar batik tulis bisa dilihat pada kedua sisi kain nampak lebih rata (tembus
bolak-balik) khusus bagi batik tulis yang halus.
Warna dasar kain biasanya lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan
motif (batik tulis putihan/tembokan). Setiap potongan gambar (ragam hias) yang
diulang pada lembar kain biasanya tidak akan pernah sama bentuk dan ukurannya
(asimetris).
b. Batik Celup
Merupakan teknik mencorak batik dengan cara mencelup kain kedalam pewarna
sebanyak beberapa kali. Bagian yang dilindung dari pewarna akan dicorak dengan
menggunakan lilit dan damar
c. Batik Cap
Merupakan teknik membatik dengan mengunakan cap yang telah diukir motif
batik. Kain yang telah ada dihias dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk
dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga) . Kain putih akan di cap dengan
corak batik.
4.5 Batik Dilihat Dari Sistem Kemasyarakatan
Pada mulanya, batik hanya dikenakan oleh para bangsawan di Keraton. Batik
dikenakan oleh para bangsawan pada acara-acara tertentu, masing-masing acara
mempunyai corak batik atau design batik yang berbeda-beda. Batik juga diidentikan
dengan kecantikan wanita mengingat dalam masa kerajaan di Jawa kecantikan wanita
juga di ukur dengan kepandaian dalam membuat batik dengan menggunakan canting .
4.6 Batik Dilihat Dari Sistem Pendidikan
Sejak beberapa puluh tahun yang lalu, batik dijadikan salah satu seragam resmi dalam
dunia pendidikan. Kini telah banyak dibuka sekolah informal yang mengajarkan berbagai
teknik membatik. Batik pun mengalami Pergeseran Nilai-nilai budaya antara Batik
Tradisional dan Batik Modern,
Pada zaman daulu batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa
corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Corak atau tekstur adalah sifat
permukaan. Sering juga disebut sebagai nilai raba meskipun tidak harus dikenal atau
dihayati melalui rabaan. Tekstur mencakup keduanya yakni tekstur nyata dan tekstur
semu. Tekstur nyata yaitu tekstur permukaan suatu material yang jika diraba hasilnya
seperti apa yang terlihat. Sebaliknya tekstur semu atau tekstur visual yaitu tekstur yang
wujudnya berbeda antara apa yang terlihat dengan kenyataannyaNamun batik pesisir
menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya,
para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga
mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada
batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti
bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda),
termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap
mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena
biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
Menurut Gunawan, Ketua Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman, Solo
berpendapat bahwa “Orang yang mengetahui dan memahami bagaimana proses
membatik akan menghargai batik.” Sayangnya, sekarang ini banyak orang menikmati
hasil dari batik, terutama lewat busana, tetapi tidak banyak yang mengetahui, apalagi
mengerti/memahami proses membatik, terlebih makna-makna motif batik. Hanya sedikit
yang bisa membedakan mana batik tulis halus, batik cap, dan tekstil bermotif batik
(printing).
4.7 Sistem Mata Penceharian
Dalam dua tahun terakhir ini, kain batik menjadi lebih mudah untuk dibuat dalam
skala besar menggunakan teknologi yang semakin canggih. Hal tersebut didorong oleh
permintaan pasar yang semakin meningkat terutama setelah batik dikukuhkan sebagai
hasil budaya Indonesia oleh UNESCO. Harga kain batik relatif, untuk batik tulis, harga
bergantung pada tingkat kesulitan ukiran batik. Sedangkan untuk batik printing, atau
batik cap, harga relatif jauh lebih murah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa kesimpulan yang bisa
diambil antara lain:
Sistem mata pencaharian, sejak penggunaan batik tidak terbatas kaum bangsawan
saja, batik menjadi salah satu sumber mata pencaharian
Sistem kemasyarakatan, pada mulanya kain batik hanya digunakan oleh kaum
bangsawan saja
Sistem religi, pada mulanya pembuatan batik selalu disertai dengan ritual-ritual
tertentu.
Sistem Kesenian, kain batik merupakan karya seni yang ditorehkan diatas kain.
Sistem Bahasa, kain batik memiliki makna-makna tersendiri dibalik motifnya.
Nilai makna kain batik tradisional dan modern di Indonesia sangat bergeser.
5.2 Saran
Cerminkalah identitas Bangsa, tidak hanya dari penampilan luarnya saja, namun
juga dari akhlak anak bangsa yang cerdas, sopan,ramah,santun, dan berbudi luhur.
Cintai dan lestarikanlah seluruh keanekaragaman budaya bangsa Indonesia yang
kaya akan makna dan khasanahnya.
BAB VI
HASIL DISKUSI DI KELAS
6.1 Pertanyaan Satu
Mengapa Indonesia tidak mengklaim batik sebagai warisan bangsa dari dulu?
Jawab:
Karena dahulu belum ada Negara lain yang mengklaim batik sebagai budayanya,
terutama batik Malaysia meskipun dilihat dari corak dan motif batik yang popular di
Malaysia jauh bebeda dengan motif batik Indonesia, namun klaim Malaysia atas batik
sungguh tidak pantas karena batik sendiri berasal dari bahasa Jawa.
6.2 Pertanyaan Dua
Batik yang pertama kali ada di Indonesia jenis batik apa? Sejarahnya bagaimana?
Jawab:
Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan
Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan,
pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram. Berdasarkan
data yang ada batik Mojokerto merupakan sentra batik pertama pada masa kerajaaan
Majapahit sehingga kemungkinan batik pertama di Indonesia berasal dari sana
6.3 Pertanyaan Ketiga
Tolong jelaskan arti dari motif- motif batik yang ada di Slide?
Jawab:
Motif Parang Rusak atau Lereng
Lereng berasal dari kata mereng (lerengbukit).Motif sakral yang hanya digunakan
di lingkungan kraton.Sejarah motif ini diawali ketika terjadi pelarian keluarga kerajaan
dari Kraton Kartasura. Para keluarga Raja terpaksa bersembunyi di daerah pegunungan
agar terhindar dari bahaya.
Motif Truntum
Mengandung makna tumbuh dan berkembang. Dipakai saat seseorang menggelar
pesta hajatan. Sejarah motif ini berawal dari pada saat Istri dari Pakubuwana V sedang
diacuhkan oleh Raja, Beliau merenung dan memandangi bintang, lalu menuangkan apa
yang dilihatnya dengan menggunakan chanting.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, H.P., K.J. Peterson, dan F.W. Adams. 1999. Culture in South East Asia. Oregon
State University.Pupon. 1992 . Sinar Tani.
Keesing, Roger M. Teori-Teori Tentang Budaya. Jurnal Antropologi No 52
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi –Jilid 1, cetakan kedua, Jakarta: Rineka
Cipta.
Musthofa Chabib. Handout Antropologi.
Soelaeman, M.Munandar (Cetakan ke-4). 2000. Ilmu sosial dasar. Bandung: Refika
Aditama.
top related