lapbul djkpi februari 2014.pdf
Post on 19-Jan-2017
247 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
Periode Februari 2014
Kata Pengantar
Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.
Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.
Terima kasih.
Jakarta, Februari 2014
DIREKTORAT JENDERAL KPI
ii
Periode Februari 2014
iii
Periode Februari 2014
Ringkasan Eksekutif Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional pada bulan Februari 2014, antara lain:
Sidang TRIPS Council WTO
Sidang diselenggarakan tanggal 25-26 Februari 2014 membahas 17 mata agenda baik
yang bersifat reguler maupun mata agenda baru usulan anggota, di antaranya:
Notifications Under Provisions of the Agreement; Non Violation and Situation Complaints
(NVSC); Contribution of Intellectual Property to Facilitate the Transfer of Environmentally
Rational Technology; dan Concerns with Respect to Measures Related to Plain Packaging
of Tobacco Products and Their Compatibility with the TRIPS Agreement.
Six Bilateral Economic Working Groups Ministerial Meeting Indonesia-Singapore dan
Koordinasi Revitalisasi SIJORI
Six Bilateral Economic Working Groups Ministerial Meeting Indonesia-Singapore
bertujuan mendiskusikan dan menetapkan kesepakatan Joint Report to Leader on the
Bilateral Economic Working Groups The Republic of Indonesia and The Republic of
Singapore, dilaksanakan pada tanggal 10-11 februari 2014 di Singapura. Sementar Rapat
koordinasi Revitalisasi SIJORI pada tanggal 12-13 Februari di Johor Bahru, Kota Tinggi,
Malaysia.
BIMP-EAGA Strategic Planning Meeting 2014 and Special Senior Officials’ Meeting
Disampaikan dalam pertemmuan ini, upaya penguatan BIMP-EAGA yaitu: continue
coordination and convergence between and among clusters; cluster should develop
project prorosal; and private sectors to work closely with clusters. Pertemuan juga
ditujukan untuk membahas priority projects/activities/programmes dalam lingkup Kerja
sama BIMP-EAGA di tahun 2014.
Pertemuan the 25th High Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI)
Pertemuan membahas: (i) Public Communication on the AEC 2015; (ii) AEC Post 2015; (iii)
AEC Scorecard Phase 4; (v) ASEAN Economic Community: A Work in Progress; (vi) HLTF-EI
Recommendations to the 46th ASEAN Economic Ministers Meeting; (vii) Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP); dan (viii) Strengthening of the ASEAN
Secretariat.
iv
Periode Februari 2014
The ASEAN Economic Ministers’ Retreat and Related Meetings
AEM Retreat merupakan pertemuan rutin para Menteri guna membahan hal-hal penting
yang memerlukan keputusan untuk ditindaklanjuti oleh SEOM atau ASEAN Secretariat.
Rangkaian didahului SEOM Preparatory Meeting dan AEM Working Dinner, dilanjutkan
pertemuan mengenai AEC Scorecard, ASEAN Framework on Equitable Economic
Development, ASEAN Medical Device Directive (AMDD), ASEAN Agreements and Protocols
dan sejumlah pertemuan lainnya.
50th Asian and Pacific Coconut Community (APCC) Session
Pada sidang yang diselenggarakan pada 11-14 Februari 2014 di Pohnpei, Federated States
of Micronesia. Tiap-tiap negara anggota mempresentasikan kebijakan dan programnya
terkait perkelapaan. Indonesia menyampaikan program peremajaan dengan
menggunakan benih unggul untuk mengatasi rendahnya produktivitas dan banyaknya
tanaman tua.
APEC First Senior Officials Meeting (SOM I)
APEC First Senior Officials Meeting (SOM I) and Related Meetings telah diselenggarakan di
Ningbo, RRT pada 15-28 Februari 2014. Selain menghadiri pertemuan SOM 1, Delri juga
melakukan pertemuan bilateral dengan RRT, Peru, Filipina, Chinese Taipei, PNG, Australia
dan Amerika Serikat serta mengikuti pertemuan ASEAN Caucus, ASEAN-Jepang Breatfast
Meeting dan ASEAN-RRT. Sebelum pelaksanaan SOM 1, Delri telah menghadiri pula
pertemuan Friends of the Chair (FotC) on Connectivity.
3rd Meeting of the Committee for Economic Cooperation (COMCEC) Trade Working
Group
Mengangkat tema "Facilitating the Intra-OIC Trade: Improving Efficiency of the Customs
Procedures in the OIC Member States", disampaikan bahwa COMCEC Strategy bertujuan
menjadikan COMCEC sebagai forum berbasis pengetahuan yang akan memproduksi dan
menyebarkan informasi/pengetahuan dan menyediakan platform untuk anggotanya.
Intersessional Meeting Indonesia-EFTA CEPA
Pertemuan telah membahas naskah consolidated draft Chapter CCB artikel per artikel dan
berhasil menyetujui sejumlah poin, di antaranya terkait frekuensi pertemuan sub-
committee CCB serta pertemuan pertama sub-committee. Juga diadakan pemaparan
rencana aksi proposal program kerja sama teknik yang tercantum dalam list of Indonesian
Proposal for Capacity Building.
Joint Commision Meeting (JCM) ke-4 RI-AS
Joint Commission Meeting (JCM) IV Rl - AS telah dilaksanakan pada hari ini, Senin 17
Februari 2014, bertempat di ruang Nusantara, Kementerian Luar Negeri. Forum ini
merupakan tindak lanjut dari hasil kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia tahun
2010.
v
Periode Februari 2014
Indonesia – Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) ke-7
Perundingan ke-7 yang diselenggarakan pada tangggal 21-28 Februari 2014 di Seoul,
Korea Selatan ini belum berhasil menyelesaikan package deal di bidang Trade in Goods
dan Investment yang merupakan deal breaker dari penyelesaian seluruh draft text
perjanjian IKCEPA.
77th Meeting of the ASEAN Coordinating Committee on Services and Related Meetings
Pertemuan membahas sejumlah isu backtracking commitment di Mode 3, terkait dengan
Foreign Equity Participation (FEP) untuk beberapa subsektor dalam AFAS Paket 9
Myanmar. Pertremuan juga mencatat 6 (enam) negara anggota ASEAN telah
menyelesaikan/ memenuhi threshold AFAS Paket 9 yaitu Kamboja, Laos, Malaysia,
Myanmar, Singapura dan Thailand.
Pertemuan APEC Group on Services (GOS)
Pertemuan tanggal 23 Februari 2014 di Ningbo, RRT ini terdiri dari sejumlah mata agenda,
antara lain: APEC 2014 Priorities; CTI 2014 Work Program; Transparency in Services
Sectors; Trade in Services Statistics; Workshop FISIM, Workshop on Retailing Services; Self-
funded Symposium oleh Australia; APEC Busniess Advisory Council dan GOS Convenor
Chairmanship for 2014-2015.
World Trade Organization (WTO) Services Meetings
Sebagai bagian dari rangkaian Sidang Services Cluster pada tanggal 25–26 Februari 2014,
di Sekretariat WTO, Jenewa telah dilangsungkan pertemuan empat badan bawahan
Council for Trade in Services yaitu Working Party on GATS Rules (WPGR), Working Party
on Domestic Regulation (WPDR) dan Committee on Trade in Financial Services (CTFS).
Konsinyering Penyusunan Peta jabatan dan Form Data Pegawai
Pertemuan bertujuan melakukan penataan pegawai di mana setiap unit Eselon II
berkewajiban menysusn peta jabatan dan mengisi form data PNS sebagai data kekuatan
pegawai di unit kerja Ditjen KPI.
Workshop Keuangan Negara Ditjen KPI
Workshop diselenggarakan untuk meningkatkan pengentahuan dan pemahanman bagi
para pengelola keuangan agar diperoleh pengelolaan yang lebih tertib dan administrasi
keuangan yang lebih baik serta dapat meminimalisasi kesalahan-kesalahan dalam rangka
mendukung terciptanya laporan keuangan yang akuntabel.
Pertemuan Penyusunan LAKIP Ditjen KPI
Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 23-25 Februari 2014, di Bogor dengan tujuan
Workshop dilaksanakan menyusun LAK Ditjen KPI Tahun Anggaran 2013, dihadiri para
Pejabat Eselon III, IV, Kasubbag TU dan Pelaksana dari masing-masing unit di lingkungan
Ditjen KPI yang menangani Penyusunan LAK.
vi
Periode Februari 2014
Daftar Isi
KATA PENGANTAR I
RINGKASAN EKSEKUTIF III
DAFTAR ISI VI
DAFTAR GAMBAR VIII
BAB I KINERJA 1
A. PENINGKATAN KERJA SAMA DAN PERUNDINGAN MULTILATERAL 1
1. Sidang TRIPS Council-WTO ................................................................................................. 1
B. PENINGKATAN KERJA SAMA DAN PERUNDINGAN ASEAN 4
1. Six Bilateral Economic Working Groups Ministerial Meeting Indonesia-Singapore dan Koordinasi Revitalisasi SIJORI ...................................................................................................... 4
2. BIMP-EAGA Strategic Planning Meeting 2014 and Special Senior Officials’ Meeting ....... 7
3. Pertemuan the 25th High Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) .. 10
4. The ASEAN Economic Ministers’ Retreat and Related Meetings ..................................... 13
C. PENINGKATAN KERJA SAMA DAN PERUNDINGAN APEC DAN ORGANISASI INTERNASIONAL LAINNYA 21
1. 50th Asian and Pacific Coconut Community (APCC) Session ............................................ 21
2. APEC First Senior Officials Meeting (SOM I) and Related Meetings ................................. 24
3. 3rd Meeting of the Committee for Economic Cooperation (COMCEC) Trade Working Group ........................................................................................................................................ 33
D. PENINGKATAN KERJA SAMA DAN PERUNDINGAN BILATERAL 36
1. Intersessional Meeting Indonesia-EFTA CEPA .................................................................. 36
2. Joint Commision Meeting (JCM) ke-4 RI-AS ..................................................................... 37
3. Indonesia – Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) ke-7 ...... 39
E. PENINGKATAN KERJA SAMA PERDAGANGAN JASA 45
1. 77th Meeting of the ASEAN Coordinating Committee on Services and Related Meeting 45
2. Pertemuan APEC Group on Services (GOS) ...................................................................... 47
3. World Trade Organization (WTO) Services Meetings ...................................................... 50
F. PENINGKATAN PERAN DAN KEMAMPUAN DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL 56
1. Konsinyering Penyusunan Peta Jabatan dan Form Data Pegawai ................................... 56
2. Workshop Keuangan Negara Ditjen KPI ........................................................................... 57
3. Pertemuan Penyusunan LAKIP Ditjen KPI ........................................................................ 57
vii
Periode Februari 2014
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT 58
A. KENDALA DAN PERMASALAHAN 58
B. TINDAK LANJUT PENYELESAIAN 58
BAB III PENUTUP 60
viii
Periode Februari 2014
Daftar Gambar GAMBAR 1 SIX BILATERAL ECONOMIC WORKING GROUPS MINISTERIAL MEETING INDONESIA -
SINGAPORE .......................................................................................................... 5
GAMBAR 2 BIMP-EAGA STRATEGIC PLANNING MEETING 2014 ................................................. 8
GAMBAR 3 ASEAN HLTF-EI, 17-18 FEBRUARI 2014 .................................................................. 12
GAMBAR 4 20TH ASEAN ECONOMIC MINISTERS’ RETREAT DI SINGAPURA ............................... 13
GAMBAR 5 PERTEMUAN BILATERAL INDONESIA-SINGAPURA DI SELA-SELA 20TH AEM RETREAT . 19
GAMBAR 6 APEC SOM 1 AND RELATED MEETINGS ................................................................. 27
GAMBAR 7 KONSINYERING PENYUSUNAN PETA JABATAN DAN FORM DATA PEGAWAI .......... 56
GAMBAR 8 PERTEMUAN PENYUSUNAN LAKIP DITJEN KPI ...................................................... 57
1
Periode Februari 2014
BAB I KINERJA
A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral
1. Sidang TRIPS Council-WTO
Sidang TRIPS Council diselenggarakan tanggal 25-26 Februari 2014
membahas 17 mata agenda baik yang bersifat reguler maupun
mata agenda baru usulan anggota. Sidang dihadiri oleh Delri dari
Kemendag, Kemenlu dan unsur PTRI Jenewa.
Notifications Under
Provisions of the
Agreement
Ketua memberikan informasi mengenai sejumlah anggota yang
telah menyampaikan notifikasi peraturan domestik terkait HKI,
antara lain: Australia, Kolombia, Taiwan, Gambia, Korea dan Swiss.
Ketua kembali mengimbau seluruh anggota untuk dapat
menyampaikan notifikasi atas semua peraturan terkait HKI
termasuk amandemen-nya. Sebagai informasi, saat ini Indonesia
sedang dalam proses amandemen sejumlah peraturan HKI dan
RUU Hak Cipta akan mulai dibahas dengan DPR pada bulan Juni
2014.
Review of the Provisions
of Article 27.3(b);
Relationship Between the
TRIPS Agreement and the
Convention of Biological
Diversity (CBD);
Protection of Traditional
Knowledge and Folklore
Pada mata agenda ini, pemri kembali menyampaikan intervensi
mengenai pentingnya ketentuan mandatory disclosure
requirement untuk meningkatkan transparansi dan mencegah
penyalahgunaan Sumber Daya Genetik (SDG) dan pengetahuan
tradisional terkait serta pemberian paten yang keliru (erroneous
patent). Oleh karena itu, sebagai proponen dokumen W/59
Indonesia mendukung amandemen TRIPS Agreement untuk
mengakomodir hal tersebut.
Selain Indonesia, sejumlah anggota juga memberikan pandangan
serupa seperti Angola, India, China, Bangladesh, Peru, Afrika
Selatan dan Kolombia. Amerika Serikat kembali menyampaikan
penolakan atas perlunya amandemen TRIPS Agreement.
Ditambahkan, anggota WTO yang menjadi proponen W/59 justru
sebagian besar hingga kini belum melakukan ratifikasi atas
Protokol Nagoya.
Non Violation and
Situation Complaints
(NVSC)
Ketua menyampaikan bahwa KTM ke-9 Bali telah memperpanjang
moratorium NVSC terhadap TRIPS Agreement hingga KTM ke-10.
Anggota diharapkan dapat melakukan pembahasan secara intensif
untuk mencari cakupan dan modalitas pemberlakuan NVSC.
2
Periode Februari 2014
Amerika Serikat dan Swiss kembali menyampaikan bahwa NVSC
relevan diterapkan terhadap TRIPS Agreement. Amerika Serikat
menyatakan bahwa perpanjangan moratorium harus dilakukan
dengan consensus, jika tidak ada konsensus maka otomatis
berlaku. Swiss menambahkan bahwa ketentuan pasal 64.3 TRIPS
Agreement harus diartikan bahwa cakupan dan modalitas NVSC
sudah ada dan oleh karenanya dapat diberlakukan terhadap TRIPS
Agreement. Jika ada tambahan cakupan dan modalitas lainnya
maka anggota yang bersangkutan diminta menyampaikan
proposalnya.
Mayoritas anggota berpandangan bahwa mereka tidak sepakat
dengan pemberlakuan NVSC terhadap TRIPS Agreement.
Argumentasi yang disampaikan antara lain:
TRIPS Agreement berbeda dengan GATT dan GATS yang
merupakan persetujuan terkait dengan akses pasar. TRIPS
Agreement bersifat sui generis dan mengatur standar
minimum perlindungan dan penegakan HKI.
Pemberlakuan NVSC akan mencederai fleksibilitas yang ada
dalam TRIPS Agreement misalnya terkait dengan kesehatan
masyarakat.
Moratorium NVSC terus berlaku jika tidak ada konsensus
terhadap cakupan dan modalitas yang diberlakukan.
Mengajak anggota dapat kembali mempelajari dokumen
IP/C/W/385 yang disampaikan oleh sejumlah berkembang.
Contribution of
Intellectual Property to
Facilitate the Transfer of
Environmentally Rational
Technology
Merupakan mata agenda usulan Ekuador yang diusulkan sejak
sidang TRIPS Council bulan Juni 2013 (dokumen IP/C/W/585)
dengan tujuan agar Anggota dapat melakukan diskusi terkait
peran HKI dalam menunjang alih teknologi khususnya
Environmentally Sound Technologies (ESTs) untuk menghadapi
dampak perubahan iklim.
Ekuador kembali menyampaikan pandangan bahwa HKI khususnya
paten berpotensi menghambat alih teknologi dari Environmentally
Rational Technology. HKI dapat menghambat akses dan
menciptakan biaya mahal bagi negara berkembang dalam upaya
memerangi dampak perubahan iklim. Sejumlah negara
berkembang kembali menyampaikan dukungannya agar proposal
Ekuador dapat dibahas dalam TRIPS Council.
Negara maju seperti AS, UE, Jepang, Swiss dan Australia kembali
menyampaikan pandangan bahwa HKI bukan hambatan
melainkan insentif bagi teknologi dan transfer teknologi. Banyak
faktor lain yang diperlukan untuk mendukung alih teknologi
seperti peraturan yang memadai, infrastruktur yang baik dan
3
Periode Februari 2014
rendahnya biaya paten.
Swiss dan Australia memanfaatkan agenda ini untuk
mempromosikan inisiatif yang telah dilakukan oleh 14 anggota
WTO pada pertemuan WEF di Davos bulan Januari 2014 untuk
memulai perundingan plurilateral atas Environmental Goods
(EGs). Keempat belas anggota WTO tersebut adalah Australia;
Kanada; China; Kosta Rika; UE; Hong Kong, China; Jepang; Korea;
Selandia Baru; Norwegia; Singapura; Swiss; Taiwan; dan AS.
Basis perundingannya adalah 54 produk EGs list APEC dan
ditujukan membentuk Environmental Goods Agreement. Guna
mencapai critical mass agar diberlakukan secara MFN kepada
seluruh anggota WTO, mereka mengajak anggota lainnya untuk
bergabung dalam inisiatif tersebut. Sebagai informasi, critical
mass kerap dianggap telah terpenuhi bila mencapai angka 90%
dan saat ini persentase perdagangan EGs dari kelompok tersebut
terhadap perdagangan EGs global telah mencapai 86%.
Concerns with Respect to
Measures Related to Plain
Packaging of Tobacco
Products and Their
Compatibility with the
TRIPS Agreement
Merupakan mata agenda yang diusulkan Kuba untuk mengkritisi
kebijakan kemasan polos atas produk tembakau yang telah
diterapkan Australia dan akan diikuti beberapa negara lainnya
seperti Selandia Baru, Irlandia, Inggris dan Uni Eropa. Sejumlah
anggota yang menentang kebijakan tersebut seperti Kuba,
Honduras, Republik Dominika, Ukraina, Nikaragua dan Nigeria
menyampaikan intervensi yang intinya antara lain:
1. Kebijakan tersebut dipandang bertentangan dengan TBT
Agreement dan TRIPS Agreement;
2. Mengakui atau tidak mempertanyakan hak Australia dan
anggota lainnya untuk melindungi kesehatan masyarakat,
namun kebijakan tersebut akan berdampak luas pada sosial
ekonomi negara; dan
3. meminta anggota lain yang berencana untuk menerapkan
kebijakan yang sama untuk menunggu hasil proses
penyelesaian sengketa yang sedang berlangsung di WTO.
Sebagai catatan, saat ini 5 (lima) anggota yaitu Ukraina,
Honduras, Republik Dominika, Kuba, dan Indonesia telah
secara resmi menjadi complainant atas kebijakan Australia
tersebut.
Pada kesempatan ini, Pemri turut menyampaikan intervensi untuk
mendukung negara-negara tersebut karena kebijakan kemasan
polos dipandang berpotensi memberikan dampak serius terhadap
industri dan petani domestik. Pemri juga meminta agar anggota
lain yang akan menerapkan kebijakan serupa untuk
mempertimbangkan kembali rencananya dan mencari alternatif
4
Periode Februari 2014
kebijakan lain yang konsisten dengan aturan WTO.
Australia menyampaikan bahwa proses penyelesaian sengketa
yang sedang berlangsung saat ini antara Australia dan para
complainant tidak boleh menjadi penghambat anggota lain untuk
menerapkan kebijakan pengendalian tembakau dan mencapai
legitimate objective-nya yaitu melindungi kesehatan masyarakat.
Dukungan terhadap kebijakan plain packaging datang dari
Selandia Baru, Uruguay, Kanada dan Swiss.
Khusus untuk Selandia Baru, mereka menyampaikan
perkembangan proses legislasi domestik kebijakan plain
packaging di mana saat ini Smoke-Free Environment (Tobacco
Plain Packaging) Amendment Bill telah disampaikan kepada
Parlemen. Sesuai prosedur legislasi domestik dan kewajiban
dalam TBT Agreement, Selandia Baru telah melakukan notifikasi
melalui Committee on TBT dengan nomor dokumen
G/TBT/N/NZL/62.add.1 tertanggal 17 Februari 2014. Anggota
WTO yang ingin memberikan tanggapan diberikan batas waktu
hingga 18 April 2014.
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN
1. Six Bilateral Economic Working Groups Ministerial Meeting Indonesia-Singapore dan Koordinasi Revitalisasi SIJORI
Six Bilateral Economic Working Groups Ministerial Meeting
Indonesia-Singapore, telah dilaksanakan pada tanggal 10 - 11
Februari 2014 di Singapura. Sementara Rapat Koordinasi
Revitalisasi SIJORI pada tanggal 12-13 Februari 2014 di Johor
Bahru, Kota Tinggi, Malaysia.
Six Bilateral Economic
Working Groups
Ministerial Meeting
Pertemuan yang ditandatangani oleh Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian dan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura.
Pertemuan ini didahului dengan rapat internal Delegasi Indonesia
di KBRI Singapura.
Pertemuan didahului dengan rapat koordinasi internal di KBRI
Singapura pada tanggal 10 Februari 2014, yang bertujuan untuk
menyempurnakan isi Draft Joint Report on the Bilateral Economic
Working Groups Indonesia-Singapore yang membawahi beberapa
working group yaitu WG BBK, WG Investments, WG Air
Connectivity, WG Tourism, WG Manpower dan WG Agribusiness.
Draft joint report to Leader secara internal disepakati dan
selanjutnya pada tanggal 11 Februari 2014 dibawa ke forum
Ministerial Meeting untuk disepakati bersama Rl-Singapura.
5
Periode Februari 2014
Gambar 1
Six Bilateral Economic Working Groups Ministerial Meeting Indonesia - Singapore
Pada naskah Joint Report to Leader ini, disepakati untuk setiap
Working Group agar membuat rencana aksi tindak lanjut
kerjasama antara Indonesia dan Singapura. WG BBK dan KEK
lainnya, perlu secara bersama sama mendorong BP Batam, BP
Bintan dan BP Karimun untuk secara kolektif membawa investasi
baru ke kawasan tersebut sampai akhir tahun 2014; WG on
Investments, pada tahun 2014 akan menangani proyek terbaru
dengan lembaga terkait seperti PLN, Pelindo dan Angkasa Pura,
kepada perusahaan Singapura untuk proyek infrastruktur MP3EI
dan memfasilitasi kemungkinan kerjasama dengan perusahaan
Indonesia; WG on Air Connectivity, kedua belah pihak sepakat
untuk melanjutkan identifikasi peluang pertumbuhan lintasan
udara kedua belah pihak dalam rangka pelayanan jasa
penerbangan antara Indonesia dan Singapura; WG on Tourism,
Kedua belah pihak akan melanjutkan kerjasama untuk saling
berbagi pengalaman pada MICE dan mendorong Capacity
building untuk industri MICE, Indonesia dan Singapura
mendorong yang lain seperti yang ditujuankan dari sebelum dan
sesudah kegiatan tour MICE; WG on Manpower, kedua belah
pihak akan melanjutkan kerjasama untuk berbagi pengalaman
pada managemen tripartis dan manpower.
Rapat Koordinasi
Revitalisasi SIJORI
Rapat Koordinasi Revitalisasi SIJORI, dipimpin oleh Bapak Herman
Prayitno, Duta Besar Rl untuk Malaysia, Bapak Taufiqur Rijal,
Konsul General Rl untuk Johor Bahru-Malaysia, turut hadir dalam
pertemuan tersebut adalah perwakilan dari Direktorat Kerja
Sama ASEAN, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Koordinator Bidang Prekonomian, BKPM, Kementerian Luar
Negeri, Pemerintah Provinsi Kepri, staf dari KBRI Malaysia dan
Atase Perdagangan Rl untuk Malaysia, Otoritas Batam.
6
Periode Februari 2014
Rapat koordinasi ini bertujuan untuk menindaklanjuti amanat
para pimpinan Rl dan Malaysia terkait revitalisasi kerjasama
SIJORI sebagaimana hasil pertemuan ke -10 konsultasi Tahunan
RI-Malaysia pada 19 Oesember 2013 di Jakarta.
Pertemuan SIJORI tidak menghasilkan kesimpulan atau
kesepakatan, dikarenakan pertemuan ini merupakan yang
pertama kalinya setelah sekian lama kerangka SIJORI ini mati
suri, namun dari pertemuan tersebut terdapat beberapa
masukan yang disampaikan oleh KJRI Johor, KBRI Malaysia, KBRI
Singapore, BKPM, Pemerintah Kepri dan Kementerian
Perdagangan. Pada intinya semua informasi dan masukan
dimaksudkan untuk membangun kembali kerjasama SIJORI ini
dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya untuk
Indonesia, terutama dikawasan Kepulauan Riau.
Informasi dan masukan disampaikan oleh perwakilan
Kementerian Perdagangan, selain data dan informasi
perdagangan Indonesia-Singapore dan Indonesia-Malaysia, juga
disampaikan dukungan Kementerian Perdagangan terkait
dengan pemberian pelimpahan kewenangan penerbitan
perizinan impor produk hortikultura kepada Badan Pengusahaan
BBK melalui Permendag no. 06/M-DAG/PCR/1/2013. Serta
presentasi informasi pengembangan Zona Free Trade Iquique
(ZOFRI) Chile. Kawasan Bebas Iquique didirikan pada tanggal 25
Juni 1975, terletak di daerah utara Chile, sejauh 1.853 km dari
Santiago dan berbatasan dengan negara tetangga Peru, Bolivia
dan Argentina, serta berdekatan dengan Brasil bagian barat dan
Paraguay yang keduanya dapat ditempuh dengan jalan darat.
Pada tahun 1990 otoritas kawasan bebas tersebut diserahkan
kepada perusahaan Iquique Free Trade Zone Inc. (ZOFRI S.A.).
Saham pemerintah Chile di ZOFRI S.A. sebesar 71,2% dan sisanya
dimiliki oleh perusahaan-perusahaan swasta Chile. Kawasan
Bebas Iquique lebih mendalam antara lain, luas Zofri sekitar 200
hektar yang terbagi atas tempat terbuka, 87 ha; sektor industri,
56 ha; dan tempat terlindung (berpagar) seluas 57 hektar. Selain
itu dijelaskan bahwa selain sebagai Otoritas ZOFRI, bidang usaha
ZOFRI SA lainnya adalah Real Estate; Shopping Mall dan Logistic
Service dengan memiliki gudang penyimpanan barang seluas
16.000 m2, semua bisnis tersebut berada di lingkungan Kawasan
Bebas Iquique, serta juga mengelola Kawasan Industri Khusus
"Chacalluta Park" di kota Arica yang berdekatan dengan kota
Iquique. Presentasi ini dimaksudkan sebagai bahan masukan
untuk menjadi perbandingan dan pertimbangan dalam
pengembangan kawasan Ekonomi Khusus BBK, terkait dengan
7
Periode Februari 2014
informasi ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
sebagai host meminta agar dapat disampaikan secara formal
kepada pimpinan Kemenko Perekonomian Rl.
Peserta rapat juga melakukan kunjungan pada tanggal 13
Februari 2014 ke kawan industri Iskandar, di kantor ISDA tersebut
dilakukan presentasi oleh otoritas ISDA terkait pengembangan
kawasan ISDA. Kunjungan ini dimaksudkan untuk melihat lebih
dekat kawasan industri Iskandar untuk dapat dijadikan bahan
perbandingan dalam kerangka pengembangan kawasan Batam,
Bintan dan Karimun.
2. BIMP-EAGA Strategic Planning Meeting 2014 and Special Senior Officials’ Meeting
BIMP-EAGA Strategic -Planning Meeting 2014 and Special Senior
Officials' Meeting diselenggarakan pada tanggal 10-13 Februari
2014 di Davao City, Filipina. Pertemuan diselenggarakan sebagai
kelanjutan dari pertemuan BIMP-EAGA Strategic Planning
Meeting 2013 yang telah diselenggarakan pada tanggal 7-9
Januari 2013 di Kota Kinabalu, Malaysia. Selain itu, pertemuan
ditujukan untuk membahas priority projects/activities/
programmes dalam lingkup Kerja sama BIMP-EAGA di tahun 2014
Ini.
BIMP-EAGA Strategic Planning Meeting 2014
Dalam pertemuan ini, disampaikan menyampaikan beberapa hal
penting yang harus dilakukan guna penguatan BIMP-EAGA, yaitu:
continue coordination and convergence between and among
clusters; cluster should develop project prorosal; and private
sectors to work closely with clusters. Chair juga menyampaikan
expected outcome dari pertemuan: i) to identify 2014 BIMP-EAGA
Target Deliverables; ii) to prepare the Operational and Work Plans
for the 2014 programs and projects of each cluster and working
group, dan iii) developing the draft manual of BJMP EAGA Project
Implementation. Pada pertemuan ini juga disampaikan paparan
mengenai BIMP-EAGA & IMT-GT Trade Fair and Business Leaders'
Conference yang akan dilaksanakan pada tanggal 23-26 Oktober
2014 di Davao City, Filipina.
8
Periode Februari 2014
Gambar 2
BIMP-EAGA Strategic Planning Meeting 2014
Plennary Session:
Highlights of the 17th
BlMP EAGA MM
Paparan mengenai Highlights of the 17th BIMP-EAGA MM
disampaikan oleh BIMP-FC. Hal-hal yang dipaparkan dalam
pertemuan ini terdiri dari: 2012-2016 BIMP-EAGA
Implementation Blueprint, duster initiatives, engagement with
private sector, BIMP-EAGA Facilitation Center, cooperation with
strategic partner and development partners. Terkait dengan
Cluster on Trade and Investment Facilitation (CTIF), hal yang
ditekankan adalah completion of the scoping study on the
"Protection: of Borneo Island from Quarantine Pests towards one
Borneo SPS system”, strengthen collaboration and cooperation
among the member countries corridor initiatives, dan BIMP-EAGA
Statistical Profile on Trade, Investment and Tourism yang akan
disampaikan pada pertemuan 1001 BIMP-EAGA Summit.
Plennary Session: ASEAN
Economic Community and
Subreaional Cooperation
Paparan disampaikan oleh ASEAN Secretariat (ASEC). Hal penting
dalam paparan tersebut adaiah perlunya penguatan struktur
organisasi dan mekanisme koordinasi yang dapat dicapai melalui
fasilitasi sharing dan diskusi tentang master plan, roadmaps and
sector studies sebagai input dalam planning and investment
programming", pelaksanaan annual consultation meeting antara
ASEC dan BIMP-EAGA; workshop and seminars; share date; serta
extend institutional links to relevant sectoral bodies of ASEAN and
the subregional programs.
Selain itu turut disampaikan pula kerja sarna antara BIMP-EAGA
dan ASEAN dalam bentuk: i) ADB TA 7718: Promoting Links and
Improving Coordination Among the GMS, BIMP-EAGA, JMT-GT
and ASEAN yang dilaksanakan pada 2 Oktober 2012 di ASEC,
Jakarta (Stakeholder Consultation) dan 27 November 2012 di
Bangkok (Regional Consultation Workshop), dan ii) ASEAN
Secretariat-BlMP-EAGA Consultation pada bulan Maret 2013
bertempat di ASEC.
9
Periode Februari 2014
Manual of the BIMP-
EAGA Protect
Implementation (ABD)
ADB menyampaikan paparan mengenai BIMP-EAGA Project Cycle
Manual yang memiliki tujuan sebagai: i) pedoman untuk
perencanaan, pemilihan, dan implementasi proyek-proyek BIMP-
EAGA; ii) result-based monitoring agar terukur hasil dan manfaat
proyek yang dilaksanakan; dan iii) spesifikasi tanggung jawab dan
akuntabilitas dari para stakeholders.
Breakout Session Breakout session untuk Cluster on Trade and Investment
Facilitation (CTlF) dilaksanakan pada tanggal 11-12 Februari 2014
dan dipimpin oleh Direktur Kerjar Sama ASEAN Kementerian
Perdagangan serta dihadiri oleh perwakilan dari CTIF, Small
Medium Enterprises Development Working Group (SMED WG)
dan Customs, Immigration, Quarantine, and Security Working
Group (ClQS WG).
Pertemuan tersebut rnenghasilkan beberapa kesepakatan, yaitu:
On-going Project
Promoting trade and investment through comprehensive and
sound information program:
Proyek tersebut berada di bawah CTIF dan terbagi ke dalam
2 jenis, yaitu: (i) compilation of the BIMP-EAGA Trade,
Investment Statistical Profile termasuk di dalamnya
kompilasi data tentang ekonomi makro, perdagangan,
investasi, dan pariwisata periode 2009-2012; dan (ii)
expansion of BIMP-GAGA Trade, Investment, ad tourism
Statistical Profile yang turut memasukkan kompilasi data
tentang ekonomi makro, perdagangan, investasi, dan
pariwisata untuk periode 2013, data perdagangan dan
investasi dari Development Partners (China and Japan), top
ten traded commodities, serta iriformasi atas kebijakan dan
insentif dari masing-masing negara anggota BIMP-EAGA.
Increase BIMP-EAGA SME Trade and Investments (BIMP-
EAGA SME promotion, Business Matching and Conference):
Proyek tersebut berada di bawah SMED WG, dan akan
dilaksanakan melalui penyelenggaraan exposition, trade fair,
dan International Expo. Para negara anggota BIMP-EAGA
perlu untuk menyampaikan 10 private sectors untuk
mengikuti acara tersebut. Proyek ini masih membutuhkan
endorsement dari BIMP-EAGA Ministers.
Increase BIMP-EAGA SME Trade and Investments (BIMP-
EAGA SME promotion, Business Matching and Conference)
Proyek ini juga masuk ke dalam lingkup SMED WG dan
menekankan pada access to market.
Recognition of SMEs - Top 200 BIMP-EAGA recognized SMEs
10
Periode Februari 2014
Proyek ini berada di bawah SMED WG dan akan dilaksanakan
dengan menyampaikan daftar 50 SMEs dari "masing-masing
negara sebelum 30 Maret 2014.
New Project
Establishment of BIMP-EAGA Trade, Investment, and
Tourism, Database Task Force (BTITD-TF)
1st BTITD-TF akan dibentuk pada 2nd CTIF Meeting pada
bulan September 2014 di Sabah, Malaysia. Adapun concept
paper project tersebut akan disampaikan ke SOM guna
mendapatkan persetujuan.
Assessment on the performance of the BIMP EAGA CIQS
Working Group
Proyek tersebut dibawah CIQS WG dan bertujuan untuk:
nurturing existing and proposed trade links. Proyek tersebut
akan dilaksanakan dengan menjalarikan survei, konsultasi,
dan publikasi dari' hasil studi
Pertemuan ini juga menyepakati untuk rutin melaksanakan
diskusi dengan BIMP-EAGA private sectors guna mendapatkan
feedback untuk Cluster agar dapat mernfasilitasi perdagangan
dan investasi dengan lebih baik. Pertemuan lebih lanjut
menyepakatj untuk membuka kembali dialogue dengan private
sector pada Cluster meeting selanjutnya guna merribicarakan
beberapa kegiatan/proyefc dari CIQS WG yang terhenti.
Special Senior Officials’ Meeting (SOM)
Special SOM dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2014 dihadiri
oleh para SOs, Clusters, WGs, National Secretariat (NS), BIMP-FC
dan Asian Development Bank (ADB). Dalam pertemuan tersebut,
masing-masing Cluster menyampaikan paparan mengenai
projects yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 ini. Terkait
dengan CTiF, SOM menyampaikan usulan mengenai pembuatan
“buy-able investment projects package” guna mendorong
aktivitas investasi di BIMP-EAGA, Lebih lanjut CTIF diharapkan
dapat memperkuat kerja sama dan koordinasi dengan Transport
Cluster dalam establishment of General Santos/Davao-Bitung
route, mengingat project tersebut merupakan salah satu dari
priority projects 41 kedua Clusters.
3. Pertemuan the 25th High Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI)
Pertemuan HLTF-EI Ke-25 diselenggarakan pada tanggal 17-18
Februari 2014 di Yangon, Myanmar membahas: (i) Public
Communication on the AEC 2015; (ii) AEC Post 2015; (iii) AEC
Scorecard Phase 4; (v) ASEAN Economic Community: A Work in
Progress; (vi) HLTF-EI Recommendations to the 46th ASEAN
11
Periode Februari 2014
Economic Ministers Meeting; (vii) Regional Comprehensive
Economic Partnership (RCEP); dan (viii) Strengthening of the
ASEAN Secretariat.
Public Communication on
AEC 2015
Pertemuan membahas dan memberikan catatan atas draft
komunikasi publik AEC 2015 yang disusun Sekretariat ASEAN
antara lain: (i) agar mencakup seluruh elemen AEC; (ii) penekanan
bahwa tahun 2015 hanya bagian dari perjalanan panjang ASEAN;
(ii) agar disusun beberapa versi untuk berbagai pemangku
kepentingan seperti UKM, pelajar, petani dan pekerja; (iii) agar
diberikan penjelasan yang lebih komprehensif bagi perusahaan
besar; (iv) agar menggunakan ilustrasi yang lebih tepat untuk
memperkuat pesan kunci yang ingin disampaikan. Selanjutnya,
Pertemuan sepakat agar Sekretariat ASEAN dapat
menyempurnakan draft tersebut dengan fokus kepada masukan
yang telah diberikan oleh Task Force.
AEC Post 2015 Pertemuan membahas 2 (dua) kertas kerja mengenai konsep
visioner AEC Post 2015 yang disusun masing-masing oleh ERIA
dan RSIS-ISEAS. ERIA menekankan pada kerangka kerja bagi
perluasan dan pendalaman dari seluruh Pilar AEC 2015 menuju
ASEAN Miracle 2030, sedangkan RSIS-ISEAS menekankan pada
visi misi ASEAN 2025, target baru dan menitikberatkan beberapa
Pilar AEC. Kedua paper menyampaikan berbagai rekomendasi dan
target pencapaian masing-masing.
Beberapa catatan dari HLTF atas kertas kerja tersebut antara lain:
(i) perlunya penjabaran yang lebih spesifik baik tantangan
ataupun hasil yang berimbang bagi seluruh negara anggota; (ii)
lebih adaptif terhadap dinamika internal ASEAN dan global
setidaknya untuk satu dekade kedepan; (iii) perlunya sasaran dan
langkah yang ambisius (bold targets and measures). Selanjutnya
HLTF sepakat membentuk kelompok kerja dari negara anggota
untuk menyusun kertas kerja visioner AEC post 2015 dengan
kerangka waktu hingga 2025. Malaysia akan bertindak sebagai
ketua kelompok kerja dan diharapkan seluruh negara anggota
menyampaikan kontak utamanya kepada Sekretariat ASEAN
selambat-lambatnya tanggal 25 Februari 2014. Kelompok kerja
bersama Sekretariat ASEAN perlu menyusun rencana kerja dan
menggunakan kajian dari ERIA dan RSIS-ISEAS sebagai referensi.
Pertemuan sepakat agar kelompok kerja dapat melaporkan hasil
awalnya pada bulan Juli 2014.
12
Periode Februari 2014
Gambar 3
ASEAN HLTF-EI, 17-18 Februari 2014
AEC Scorecard Phase 4 Pertemuan membahas paparan ERIA mengenai 6 (enam) kajian
yang ditujukan sebagai analisis implementasi dan hambatan AEC
melalui konsultasi intensif dengan pemangku kepentingan untuk
mendapatkan rekomendasi spesifik. Kajian meliputi NTMs,
fasilitasi perdagangan, liberalisasi jasa, liberalisasi investasi, MRA
jasa profesional dan pergerakan tenaga terampil dan standard
kesesuaian. HLTF memberikan arahan agar 6 kajian tersebut
dilakukan secara pararel dan diselesaikan pada bulan September
2014.
ASEAN Economic
Community: A Work in
Progress
Pertemuan mencatat laporan ISEAS mengenai kilasan singkat
kemajuan AEC yang mengulas tentang pencapaian, tantangan
dan langkah kritikal yang perlu dilakukan selanjutnya. HLTF lebih
lanjut mencatat bahwa kilasan singkat tersebut telah
dipublikasikan oleh ADB dan ISEAS.
Regional Comprehensive
Economic Partnership (RCEP)
Indonesia selaku Ketua Komite Perundingan RCEP menyampaikan
perkembangan negosiasi RCEP termasuk adanya proposal dari
berbagai Negara AFPs (ASEAN FTA Partners) untuk mengangkat
isu-isu baru seperti SMEs, government procurement dan food.
HLTF sepakat agar: (i) ASEAN fokus perdagangan barang, jasa,
investasi dan kerjasama ekonomi dan teknik sebagai prioritas
utama; (ii) menempatkan aspek lain seperti persaingan, HKI,
penyelesaian sengketa sebagai prioritas berikutnya; (iii)
meningkatkan soliditas dengan tetap mengacu kepada prinsip,
elemen dan pendekatan yang digunakan dalam perjanjian
internal ASEAN ataupun ASEAN Plus 1 FTAs; (iv) Sekretariat
ASEAN memberi dukungan penuh kepada setiap kelompok kerja
yang ada; (v) tidak membentuk kelompok kerja baru.
HLTF-EI Recommendations
to the 46th AEM Meeting
HLTF-EI sepakat untuk merekomendasi kepada AEM beberapa hal
yaitu: (i) Penyusunan Komunikasi Publik tentang AEC yang lebih
13
Periode Februari 2014
tepat sasaran; (ii) Fokus pada Perundingan RCEP; (iii)
Pembentukan Working Group untuk penanganan AEC post 2015;
(iv) pertanyaan negara anggota ASEAN terkait Trade Policy
Review di WTO suatu negara anggota ASEAN lainnya dapat
dikoordinir dengan baik vide ASEAN Geneva Committee, dan (vi)
penguatan kelembagaan Sekretariat ASEAN.
Strengthening of the ASEAN
Secretariat
Memperhatikan perkembangan ASEAN pasca 2015, pertemuan
sepakat bahwa untuk meningkatkan daya dukung Sekretariat
ASEAN maka upaya penguatan kelembagaan Sekretariat ASEAN
merupakan hal yang mutlak dilakukan secara sistematis.
4. The ASEAN Economic Ministers’ Retreat and Related Meetings
Pertemuan AEM (ASEAN Economic Minister) Retreat ke-20
berlangsung pada tanggal 26-27 Februari 2014 di Singapura.
Pertemuan didahului dengan SEOM Preparatory Meeting dan
AEM Working Dinner pada tanggal 26 Februari 2014. Pertemuan
ini merupakan pertemuan rutin para Menteri dalam format
retreat guna membahas hal-hal penting yang memerlukan
keputusan maupun arahan untuk ditindaklanjuti oleh SEOM
dan/atau Sekretariat ASEAN.
Gambar 4
20th ASEAN Economic Ministers’ Retreat di Singapura
Prep-SEOM for the 20th AEM Meeting
AEC Scorecard SEOM mencatat laporan Sekretariat ASEAN bahwa pada bulan
Agustus 2013, nilai rata-rata scorecard menurun dari sebesar
79,7% (279/71) menjadi 72,3% (300/115) pada Desember 2013.
Penurunan nilai ini akibat banyak perubahan measures baik yang
diusulkan dimasukkan ataupun dikeluarkan dari scorecard AEC
oleh sectoral bodies di bawah pilar AEC. Untuk menghindari
pandangan dan pertanyaan publik yang pada akhirnya
memberikan dampak serius bagi kredibiltas pencapaian AEC
2015, pertemuan sepakat agar menggunakan AEC Scorecard per
bulan Agustus 2013. Sedangkan penghitungan scorecard untuk
tahun 2014 dan 2015 akan disusun kembali secara tersendiri.
14
Periode Februari 2014
Untuk itu Sekretariat ASEAN akan melakukan pendataan ulang list
of measures untuk target 2014 – 2015 yang akan dibahas pada
pertemuan SEOM 2/45 bulan April 2014 di Solo, Indonesia.
ASEAN Framework on
Equitable Economic
Development
Sebagai tindaklanjut kesediaan Bank Dunia untuk membantu
memfasilitasi operasionalisasi prakarsa AFEED, SEOM menyetujui
proposal World Bank mengenai AFEED Monitoring Product (AMP)
yang akan dipergunakan untuk mengamati perkembangan
equitable economic development di masing-masing negara
anggota ASEAN. AMP ini akan dikembangkan lebih lanjut untuk
dilaporkan kepada Leaders pada KTT ke-24 ASEAN pada bulan
Mei 2014.
Other Matters Pertemuan mencatat mengenai rencana pertemuan Joint
Preparatory Meeting (JPM) and related meetings dan ASEAN
Coordinating Council Working Group yang secara khusus akan
membahas visi ASEAN pasca 2015 pada tanggal 25 – 26 Maret
2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar. Salah satu agenda pertemuan
JPM adalah pembahasan draft statement for the 24th ASEAN
Summit yang saat ini masih menunggu masukan dan tanggapan
dari AMS. SEOM menyampaikan pandangannya bahwa tanggal
pertemuan JPM berdekatan dengan perundingan RCEP maka
negara anggota ASEAN akan mengirimkan masing-masing
wakilnya untuk hadir pada pertemuan dimaksud.
Terkait dengan OECD Technical Assiatance on Public-Private
Partnership Framework, diharapkan agar SEOM dapat
mempertimbangkan untuk menyetujui usulan project dimaksud.
ASEAN Medical Device
Directive (AMDD)
Pertemuan mencatat bahwa rencana penandatanganan AMDD
pada pertemuan AEM Retreat ini tertunda karena beberapa
negara anggota ASEAN termasuk Indonesia masih menyelesaikan
prosedur internal dalam negeri masing-masing.
AEM Working Dinner
ASEAN-India Trade and
Investment Centre
Pertemuan para Menteri sepakat atas rekomendasi SEOM untuk
meleburkan usulan pembentukan ASEAN-India Trade and
Investment Center kedalam ASEAN-India Center, hal ini mengingat
di beberapa kerja sama ASEAN+1 FTAs lainnya seluruh kegiatan
baik promosi perdagangan, investasi, pariwisata, dan lainnya
dilakukan secara terpusat dalam satu Center.
AEM Roadshow to
Canada
Indonesia sebagai Country Coordinator kerja sama ASEAN-Canada
menyampaikan rencana pelaksanaan AEM Road Show to Canada
yang kemudian disepakati pelaksanakan pada minggu pertama
Juni 2014, dengan program yang dipersingkat 1 hari dari rencana
awal dengan tujuan kota Toronto dan Vancover serta tema yang
15
Periode Februari 2014
digunakan adalah connectivity antara ASEAN dengan Canada.
Mengingat kendala waktu beberapa Menteri ASEAN, Pertemuan
sepakat menggunakan format Troika yang terdiri dari Country
Coordinator (Indonesia), ASEAN Chairman 2014 (Myanmar) dan
Sekjen ASEAN. Pertemuan juga menyepakati usulan Indonesia
untuk mengikutsertakan dunia usaha hingga maksimal 5 wakil per
negara anggota ASEAN. Pertemuan juga meminta agar terdapat
pembagian tugas di antara negara anggota ASEAN pada rangkaian
program roadshow dimaksud.
Agenda Pilot case studies
on non-tariff
measures/non-tariff
barriers
Pertemuan mencatat perkembangan penanganan pilot projects
NTMs/NTBs yang telah dipilih oleh masing-masing Negara
Anggota ASEAN. Dari total 6 kasus pilot project, tercatat bahwa 2
kasus sudah terselesaikan yaitu dengan Kamboja dan Filipina dari
3 kasus dimana Indonesia sebagai complaining/reporting country.
Sedangkan 1 kasus lain sebagai responding country saat ini
Indonesia masih dalam proses pembahasan dengan Malaysia.
Pertemuan menekankan kembali bahwa penanganan hambatan
teknis akibat adanya NTMs/NTBs harus diselesaikan secara
berkelanjutan, komprehensif dan transparan. Pada kesempatan
ini, Indonesia mengusulkan perlunya penanganan yang intensif
ditingkat kelompok kerja CCA (Coordinating Committee on ATIGA)
antara lain dengan meningkatkan koordinasi fungsi fasilitasi
perdagangan dengan sectoral bodies lainnya.
The 20th AEM Retreat
Myanmar’s ASEAN
Chairmanship deliverables
for 2014
Para Menteri Ekonomi ASEAN mendukung prioritas capaian tahun
2014 di bawah kepemimpinan Myanmar. Prioritas capaian
tersebut adalah: (i) Post-2015 Vision; (ii) Financial Integration; (iii)
Strategic Plan of Action on Food Security under ASEAN Integration
on Food Security (AIFS); (iv) ASEAN Good Aquaculture Practices
Standards; (v) Public Private Partnership (PPP) Framework; (vi)
Key Messaging for AEC 2015; (vii) Operationalization of AFEED;
(viii) Development of a model for SME Credit Rating Agencies; (ix)
Establishment of SME Service Centres with Sub-regional and
Regional Linkages; (x) Signing ASEAN Agreements & Protocols.
ASEAN Agreements and
Protocols
Pertemuan mencatat beberapa perjanjian/protokol di bawah
koordinasi AEM yang perlu diselesaikan dan ditandatangani pada
tahun 2014, yaitu: (i) ASEAN Medical Device Directive (AMDD); (ii)
ASEAN MRA on Accountancy; (iii) ASEAN-India Trade in Services
and Investment Agreements; (3) Protocol to Implement the 9th
AFAS Package; (4) Protocol to Amend ACIA; (5) Protocol to Amend
the Agreement Establishing the AANZFTA; (6) Protocol to
incorporate the Chapters on Trade in Services, MNP, and
16
Periode Februari 2014
Investment in the AJCEP.
Di samping itu terdapat beberapa perjanjian/protokol di bawah
koordinasi AEC, namun berada di luar lingkup AEM, yang perlu
diselesaikan dan ditandatangani pada tahun 2014, yaitu: (1)
Protocol 2 & 7 of AFAGIT; (2) ASEAN-China MOU on SPS
Cooperation; (3) Protocol to Implement 6th Package of Financial
Services Commitments under AFAS; (4) Agreement on the
Establishment of ASEAN Coordinating Centre for Animal Health
and Zoonosis; (5) MOU on ASEAN Cooperation Mechanism for
Joint Spill Preparedness and Response (OSRAP).
Para Menteri Ekonomi ASEAN berpandangan bahwa prioritas
capaian dan kegiatan di bawah Kepemimpinan Myanmar tahun
2014 perlu mendapat atensi khusus dan didukung penuh oleh
negara anggota ASEAN mengingat batas waktu realisasi AEC
2015. Dari beberapa prioritas capaian Myanmar, Menteri
Ekonomi ASEAN sepakat bahwa peningkatan keterlibatan UKM
dan pembangunan infrastruktur melalui skema PPP harus
mendapat prioritas. Selain itu, Menteri Ekonomi ASEAN
menegaskan bahwa ASEAN harus fokus untuk menyelesaikan
kesepakatan terkait dengan komitmen AFAS paket 9 karena
keberhasilan pemenuhan tersebut akan mempengaruhi
pemenuhan AFAS paket berikutnya pada tahun 2015.
The 20th HLTF-EI
recommendations to the
AEM
Pertemuan menyetujui rekomendasi hasil pertemuan ke-20 HLTF-
EI yang disampaikan kepada para Menteri Ekonomi ASEAN,
antara lain mengenai: (a) penyusunan draft “key message” yang
akan digunakan sebagai media komunikasi nasional dan regional
menjelang terbentuknya AEC 2015; (b) memberikan pengawasan
terhadap perundingan RCEP untuk memastikan sentralitas
ASEAN; (c) mempertimbangkan rekomendasi untuk membentuk
working group yang diketuai oleh Malaysia untuk membahas
kajian yang dilakukan oleh ERIA mengenai “Moving ASEAN and
AEC Beyond 2015,” dan studi dari RSIS/ISEAS mengenai “Vision
Paper on the AEC Beyond 2015”; (d) usulan ERIA untuk melakukan
studi tentang AEC Scorecard Tahap ke-4 mengenai langkah-
langkah yang ditempuh ASEAN untuk melanjutkan Implementasi
AEC Blueprint; (e) mekanisme Trade Policy Review (TPR) di WTO;
dan (f) memperkuat Sekretariat ASEAN dengan dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada.
Dalam kesempatan pembahasan agenda tersebut, Indonesia
menyampaikan pandangannya mengenai masih sangat
rendahnya pemahaman masyarakat mengenai ASEAN baik
ditingkat nasional ataupun regional ASEAN. Menyikapi kondisi
17
Periode Februari 2014
tersebut Indonesia menekankan perlunya upaya edukasi yang
lebih ekstensif dan intensif kepada publik/pemangku
kepentingan. Salah satu upaya yang diusulkan Indonesia adalah
melaksanakan comedown to the public oleh para menteri
ekonomi ASEAN ke berbagai kota di ASEAN untuk berinteraksi
dengan pemangku kepentingan di ASEAN. Hal ini mendapat
tanggapan positif dari semua menteri ASEAN dan perlu dijajagi
kemungkinannya dalam tempo yang tidak terlalu lama.
AEC Post 2015 Para Menteri Ekonomi ASEAN menegaskan bahwa target 2015
bukan merupakan batas akhir untuk menyelesaikan semua
inisiatif dalam merealisasikan AEC. Untuk itu pembahasan isu
ASEAN pasca 2015, harus lebih diperluas dan diperkuat
khususnya dalam aspek single market and production base guna
mencapai kesinambungan pembangunan ekonomi regional yang
berkelanjutan, serta meningkatkan peran ASEAN di Asia timur
dan ekonomi global. Para Menteri juga mendukung rencana
pembentukan Working Group untuk membahas dan
mengembangkan draft kerangka kerja untuk meningkatkan
integrasi ekonomi ASEAN sepuluh tahun mendatang (AEC 2016-
2025) yang telah diadopsi oleh para Kepala Negara ASEAN
mengenai ASEAN Community’s Post 2015 Vision pada KTT ASEAN
di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam tahun 2013 lalu.
Diharapkan working group dapat menghasilkan kerangka
landasan yang konstruktif bagi proses integrasi ekonomi ASEAN
untuk periode sepuluh tahun kedepan.
Regional Comprehensive
Economic Partnership
Pertemuan sepakat bahwa penyelesaian RCEP merupakan
prioritas utama ASEAN, sedangkan agenda kerja sama ASEAN+1
FTAs perlu menyesuaikan dengan prioritas tersebut. Pertemuan
mencatat perkembangan perundingan RCEP meskipun seluruh
negara anggota ASEAN dihadapkan pada berbagai keterbatasan
sumberdaya. Brunei menyampaikan perlunya ASEAN
memanfaatkan dinamika politik dan ekonomi di kawasan saat ini
khusus di wilayah Asia Timur. Hampir seluruh negara anggota
menekankan kembali area utama yang terdapat dalam Guiding
Principle, sementara Singapura berpandangan bahwa
pembahasan area tambahan lain dan pembentukan kelompok
kerjanya perlu tetap dibuka. AEM sepakat untuk tetap
memelihara dan menjaga momentum yang baik dalam negosiasi
untuk menuntaskan negosiasi RCEP pada akhir tahun 2015.
Agenda Review of the
ASEAN+1 FTAs
Para Menteri Ekonomi ASEAN membahas usulan SEOM terkait
strategic approach dalam implementasi ASEAN+1 FTAs vis-a-vis
RCEP. Pertemuan sepakat atas beberapa hal, yaitu: (i)
memberikan prioritas terhadap perundingan RCEP untuk dapat
18
Periode Februari 2014
diselesaikan pada akhir tahun 2015; (ii) memahami dampak dan
kesulitan apabila menghentikan secara penuh pelaksanaan
pertemuan ASEAN+1 FTAs. Oleh karena itu, pembahasan atas
beberapa inisiatif/usulan dari Para Mitra Dialog terkait
permasalahan implementasi perlu disusun berdasarkan asas
prioritas dan diutamakan bagi yang memberikan manfaat
terbesar bagi ASEAN secara keseluruhan, serta tetap membuka
peluang untuk membentuk working group dalam perundingan
RCEP.
Pertemuan turut sepakat atas prioritas yang perlu dilakukan oleh
ASEAN pada tahun 2014 di dalam kerangka ASEAN+1 FTAs, yaitu:
a. ASEAN-Japan CEP: menyelesaikan perundingan Perdagangan
Jasa dan Investasi dengan target penandatanganan pada
November 2014;
b. ASEAN-India FTA: menandatangani Persetujuan
Perdagangan Jasa dan Investasi pada Agustus 2014;
c. ASEAN-Korea FTA: menyusun prioritas capaian untuk
Pertemuan ASEAN-Korea Commemorative Summit yang akan
diselenggarakan pada Desember 2014;
d. AANZFTA: melanjutkan serangkaian kegiatan dalam program
built-in agenda FTA;
e. ACFTA: menyelesaikan pembahasan mengenai elemen-
elemen terkait rencana upgrade ACFTA;
f. AHKFTA: perundingan untuk dilaksanakan pada awal tahun
2014.
Informal Meeting mengenai Prakarsa Indonesia di Fora
APEC
Proposal Indonesia di
forum APEC
Indonesia telah melakukan Pertemuan Informal dengan 6 (enam)
negara anggota ASEAN yang juga termasuk negara anggota APEC
(Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand,
Vietnam) untuk meminta dukungan terkait implementasi dari
prakarsa Indonesia tentang “Promoting Products which
Contribute to Sustainable and Inclusive Growth through Rural
Development and Poverty Alleviation” yang telah disetujui oleh
para Kepala Negara APEC tahun 2013 lalu. Langkah tersebut
ditempuh dalam rangka memperjuangkan sektor unggulan
Indonesia baik di tingkat regional dan internasional sekaligus
mendorong peningkatan ekspor non-migas nasional.
Lima dari enam negara anggota ASEAN menyatakan dukungan
kecuali Thailand yang harus menunggu perkembangan situasi
domestik serta kajian lebih lanjut atas prakarsa tersebut. Brunei
mendukung dan menyarankan agar Indonesia dapat melakukan
19
Periode Februari 2014
pendekatan ke China selaku Chair APEC 2014. Malaysia
mendukung dan akan memberikan masukan atas bagi proses
implementasi prakarsa dengan catatan Indonesia dapat
memberikan beberapa timbal balik atas dukungan yang diperoleh
dari Malaysia. Singapura mendukung dan secara khusus
Indonesia mengharapkan agar Singapura dapat menyuarakan
realisasi dari prakarsa ini kepada negara-negara lain. Philippine
mendukung upaya Indonesia namun demikian tetap perlu
melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan sektor
pertaniannya. Vietnam mendukung dan akan memberikan
masukan bagi proposal tersebut
Bilateral Indonesia-
Singapura
Menteri Perdagangan Indonesia dan Singapura melakukan
pertemuan bilateral untuk meningkatkan kerja sama bilateral
khususnya terkait dengan upaya pengembangan kerja sama
kawasan Batam-Bintan-Karimun dengan fokus pengembangan di
wilayah Batam dalam rangka meningkatkan total perdagangan
antara kedua belah pihak. Dalam kesempatan tersebut Indonesia
kembali menyampaikan permintaan dukungan dan bantuan
penuh dari Singapura atas implementasi prakarsa APEC mengenai
“Promoting Products which Contribute to Sustainable and
Inclusive Growth through Rural Development and Poverty
Alleviation. Sebagai timbal balik Singapura juga menyampaikan
permintaan agar Indonesia dapat membantu mengatasi 2 (dua)
yang saat ini tengah terjadi di Batam yaitu (i) masalah perburuhan
serta (ii) status tanah yang digunakan berbagai perusahaan/
investor asing akibat adanya klaim dari Kemenhut atas sebagian
besar tanah di Batam sebagai daerah yang peruntukan bagi
konservasi alam. Indonesia mencatat masukan Singapura dan
akan menindaklanjuti di tingkat pusat atas dua hal tersebut.
Gambar 5
Pertemuan Bilateral Indonesia-Singapura di sela-sela 20th AEM Retreat
20
Periode Februari 2014
Pertemuan ASEAN Caucus untuk ASEAN-Hong Kong FTA
Pertemuan ASEAN Caucus ASEAN-Hong Kong FTA telah
dilaksanakan secara paralel dengan Pertemuan Preparatory
SEOM untuk pertemuan ke-20 AEM Retreat. Hal ini merupakan
bentuk tindak lanjut atas arahan SEOM 1/45 untuk membahas
lebih lanjut Scoping Paper dan Term of Reference rencana
perundingan ASEAN-Hong Kong FTA.
Pertemuan membahas dua dokumen yaitu Scoping Paper dan
Term Of Reference AHKFTA, khususnya elemen yang terkait
liberalisasi tarif perdagangan barang, ketentuan asal barang,
hambatan non-tarif, prosedur kepabeanan dan fasilitasi
perdagangan, TBT dan SPS, perdagangan jasa, mekanisme
dispute, institutional issues, horizontal issues, dan economic and
technical cooperation. Terkait pembahasan atas elemen tersebut,
ASEAN sepakat atas beberapa hal antara lain:
a. Melakukan perubahan dan menyesuaikan cakupan
perundingan sesuai dengan ketentuan yang disepakati di
perundingan WTO dan ASEAN+1 FTAs;
b. Menggabungkan pembahasan perundingan investasi
menjadi satu bagian dalam perundingan;
c. Menghapus pengaturan mengenai trade remedies dan
intelectual property;
d. Merubah elemen Non-Tariff Barriers menjadi Non-Tariff
Measures.
e. Menetapkan referensi mengenai pengaturan special and
differential treatment berdasarkan kesepakatan yang
diformulasikan di perundingan RCEP.
f. Tidak mencantumkan jadwal pertemuan dan target
penyelesaian perundingan yang semula diharapkan dapat
selesai pada tahun 2015.
Pertemuan mencatat pandangan dari beberapa Negara Anggota
ASEAN untuk dapat melihat rencana perundingan AHKFTA ini dari
spektrum yang lebih luas dengan mengupayakan pembukaan
akses pasar China melalui Hong Kong. Hal ini mengingat produk
yang berasal dari Hong Kong sebagian besar merupakan re-
ekspor dari China. Selain itu perlu dilakukan joint scoping exercise
untuk melakukan pemetaan atas kebijakan strategis masing-
masing AMS dalam mewujudkan ASEAN-Hong Kong FTA.
Terkait hal tersebut, Pertemuan sepakat untuk memberikan
rekomendasi kepada SEOM sebagai berikut:
21
Periode Februari 2014
a. Untuk segera melangsungkan pertemuan ASEAN-Hong Kong
Preparatory Meeting guna membahas scope and coverage
dan term of reference perundingan AHKFTA;
b. Pertemuan Preparatory Meeting tersebut diharapkan dapat
memberikan rekomendasi kepada Pertemuan SEOM-Hong
Kong Consultations terkait upaya pembentukan arsitektur
perundingan ASEAN-Hong Kong untuk selanjutnya dapat
dijadikan dasar dimulainya perundingan AHKFTA.
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya
1. 50th Asian and Pacific Coconut Community (APCC) Session
Sidang Asian and Pacific Coconut Community (APCC) ke-50
diselenggarakan pada tanggal 11-14 Februari 2014 di Pohnpei,
Federated States of Micronesia.
Situasi Perkelapaan
Negara Anggota
Tiap-tiap negara anggota mempresentasikan kebijakan dan
programnya terkait perkelapaan. Adapun hal-hal yang menjadi
perhatian antara lain:
Indonesia: untuk mengatasi rendahnya produktivitas dan
banyaknya tanaman tua, Kementerian Pertanian melaksanakan
program peremajaan dengan menggunakan benih unggul.
Program ini didukung oleh Balai Penelitian Palma yang
menyediakan benih unggul di sentra produksi kelapa dan
teknologi budidaya termasuk pengendalian hama penyakit dan
pola jarak tanam kelapa yang lebih efisien. Terkait ekspor, data
sampai September 2013 menunjukkan adanya penurunan ekspor
baik dari nilai maupun volume produk-produk ekspor seperti
kopra, minyak kelapa dan desiccated coconut sedangkan untuk
coconut shell charcoal mengalami peningkatan.
Indonesia memperhatikan bahwa negara-negara anggota APCC,
pemasok 84% produk kelapa dunia, memiliki kesamaan program
untuk meningkatkan produksi kelapa tetapi kurang memiliki
program untuk menjaga tingkat harga produk kelapa di pasar
internasional. Untuk itu, kami mengusulkan agar APCC memiliki
program bersama untuk menetapkan harga komoditas kelapa
yang wajar di pasar internasional, sebagai bagian dari tujuan APCC
untuk memberikan manfaat bagi petani.
India: memperluas program rejuvenasi dan peremajaan tanaman
kelapa, membentuk Coconut Producers Society dan Coconut
Producers Federations di mana integrasi dari Coconut Producers
Federations akan membentuk Farmer Producer Company. Untuk
mengatasi kurangnya tenaga kerja ahli untuk memanen kelapa
maka dilakukan pelatihan bagi golongan muda dalam program
22
Periode Februari 2014
Friend of Coconut Tree (FoTC). Di bidang penelitian dan
pengembangan, India melakukan pendekatan Technology Mission
on Coconut (TMoC).
Malaysia: permintaan terhadap kelapa di Malaysia meningkat
seiring dengan meningkatnya konsumsi per kapita sampai 25
butir/tahun, Kementerian Pertanian melakukan program
peremajaan menggunakan benih unggul (MATAG – Malayan
Tagalan).
Thailand: permintaan terhadap fresh coconut meningkat karena
kurangnya produksi di dalam negeri. Program untuk
meningkatkan produktivitas antara lain mendorong penggunaan
produk kelapa bernilai tambah dan mempromosikan manfaat
produk kelapa dari sudut pandang kesehatan.
Situasi Perkelapaan Dunia Produksi kelapa tahun 2013 adalah 11,32 juta ton dan produksi
tahun 2014 diperkirakan menurun sekitar 1% menjadi 11,19 juta
ton. Hal disebabkan antara lain oleh banyaknya peralihan area
kelapa ke komoditi lain di Indonesia dan bencana topan Haiyan di
Filipina yang merusak 15 juta pohon kelapa.
Minyak kelapa dengan produksi di tahun 2013 sebesar 3,52 juta
ton terus mengalami kompetisi dengan minyak-minyak lainnya
seperti minyak sawit. Untuk tetap dapat berkompetisi, diperlukan
adanya kepastian supply untuk pasar produk edible dan non-edible
serta perlu mendorong kampanye dengan bukti-bukti ilmiah
mengenai nutrisi dan manfaat kelapa bagi kesehatan.
FAO RAP-APCC Expert
Consultation on Coconut
Sector Development
High Level Expert Consultation telah diselenggarakan selama dua
hari pada tanggal 30 Oktober – 1 November 2013 di Bangkok,
Thailand atas kerja sama Food and Agriculture Organization
Regional Office for Asia and Pacific (FAO RAP) dengan APCC.
Pertemuan yang dihadiri oleh 8 menteri dari 13 negara produsen
kelapa di Asia Pasifik menghasilkan 3 strategi dan 5 rekomendasi
yaitu:
Strategi I: Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Pendapatan
Petani
I.1 : Peningkatan program peremajaan kelapa dengan benih
unggul
I.2 : Pengembangan lebih lanjut Coconut Based Farming System
I.3 : Pembentukan Integrated Pest Management Network for
Coconut Pest and Disease
Strategi II: Peningkatan Pengolahan dan Pemasaran Produk Kelapa
Bernilai Tambah
II.1 : Pemberian Bantuan Teknis antara lain untuk survei pasar dan
transfer teknologi
23
Periode Februari 2014
Strategi III: Peningkatan Capacity Building dan Pemberian
Dukungan Institusional
I.1:Pemerintah masing-masing negara anggota diminta antara lain
untuk memprioritaskan sektor kelapa dalam rencana
pembangunan dan mengalokasikan anggaran bagi pembangunan
industri kelapa; memberikan insentif finansial bagi usaha kecil dan
menengah; mendukung kegiatan promosi pasar termasuk
kampanye mengenai manfaat kelapa bagi kesehatan;
memfasilitasi pembentukan koperasi petani kelapa, masyarakat
produsen kelapa atau coconut producer company; dan menyusun
coconut industry strategic plan and roadmap.
Negara anggota menyetujui strategi dan rekomendasi di atas dan
menugaskan Sekretariat APCC untuk menyusun metode
pendekatan dalam rangka implementasi strategi dan rekomendasi
tersebut serta melaporkan konsepnya kepada negara anggota
pada waktu pertemuan COCOTECH 2014 di Sri Lanka.
COCOTECH 2014 Pertemuan COCOTECH 2014 akan dilaksanakan pada tanggal 7- 11
Juli 2014 di Colombo, Sri Lanka dengan tema “Policies, Programs
and Technologies towards a Resilient and Sustainable Coconut
Sector”
COCOTECH yang diadakan sekali dalam dua tahun merupakan
forum diskusi bagi wakil pemerintah, kalangan swasta, ilmuwan,
peneliti, petani, prosesor, eksportir dan pihak-pihak terkait
lainnya, untuk membahas perkembangan dan inovasi terbaru di
bidang teknologi, coconut based farming system, temuan-temuan
menyangkut kesehatan, kebijakan dan program untuk mendorong
ketahanan industri perkelapaan, diversifikasi produk dan
pemasaran produk kelapa.
Pelatihan Produk Bernilai
Tambah
Pelatihan mengenai pengolahan kelapa menjadi produk bernilai
tambah yang dihadiri oleh 11 negara anggota APCC termasuk
wakil dari Indonesia telah dilaksanakan oleh Kementerian
Pertanian dan Koperasi Thailand dan Sekretariat APCC pada
tanggal 24-28 Juni 2013 di Bangkok, Thailand. Pelatihan ini
bertujuan untuk melatih dan mentransfer teknik-teknik dan
keahlian berusaha dalam mengolah kelapa menjadi produk
bernilai tambah terutama produk virgin coconut oil (VCO) dan
produk turunannya, air kelapa, coconut sap syrup dan santan
kelapa. Kunjungan dilakukan ke perkebunan organik kelapa dan
tempat pengolahan high value product (HVP) seperti tempat
pengolahan VCO, santan kelapa dan air kelapa serta pengolahan
kelapa muda.
24
Periode Februari 2014
Keanggotaan Sekretariat APCC melaporkan bahwa telah mengirimkan undangan
resmi kepada Pemerintah Maldives dan Timor Leste untuk
menjadi anggota APCC. 15. Selain itu, negara anggota menyetujui
anggaran APCC tahun 2014 sebesar USD 513,000 dan kontribusi
Indonesia tahun 2014 sebesar USD 76.275,12.
2. APEC First Senior Officials Meeting (SOM I) and Related Meetings
APEC First Senior Officials Meeting (SOM I) and Related Meetings
telah diselenggarakan di Ningbo, RRT pada 15-28 Februari 2014.
Selain menghadiri pertemuan SOM 1, Delri juga melakukan
pertemuan bilateral dengan RRT, Peru, Filipina, Chinese Taipei,
PNG, Australia dan Amerika Serikat serta mengikuti pertemuan
ASEAN Caucus, ASEAN-Jepang Breatfast Meeting dan ASEAN-RRT.
Sebelum pelaksanaan SOM 1, Delri telah menghadiri pula
pertemuan Friends of the Chair (FotC) on Connectivity.
Friends of the Chair (FoTC) on Connectivity
FoTC on Connectivity dihadiri oleh seluruh ekonomi dan sebagian
besar adalah Senior Officials FotC membahas secara mendalam
inisiatif dan usulan RRT dan Indonesia mengenai Diaft APEC
Blueprint of Connectivity Suggested General Outline dan Work
Planto develop the, 2014 APEC Connectivity Blueprint yang
diusulkan PSU.
Pembahasar isu connectivity sangat penting mengingat hal ini
merupakan inisiatif yang diangkat oldl Indonesia pada tahun
keketuaan APEC 2013 dan menjadi bagian dari arahan leaders.
Sejalan dengan hal tersebut, pihak RRT juga ingin mengangkat isu
connectivity menjadi salah satu deliverables di tahun 2014 dan
telah meminta Indonesia untuk menjalan kain leading role dalam
hal ini. Dalam pertemuan ini, Indonesia c.q. Dir KSI Aspasaf- Kemlu
telah menyampaikan presentasi mengenai Draft APEC Blueprint of
Connectivity Suggested General Outline yang disusun Rl.
FotC dipimpin oleh SO RRT dan menyepakati hal-hal sebagai
berikut:
a. Draft APEC Blueprint of Connectivity Suggested General Outline
adalah sebuah living document yang akan terus disempurnakan
sesuai dengan pembahasan dan keinginan bersama ekonomi
anggota APEC.
b. Pembentikan FoTC on Connectivity sebagai overseeing
mechanism terhadap blueprint dengan ksanggotaan Senior
Officials, serta Ketua CTI, EC, SCE, dan SFOM. Selain itu FoTC
bertugas melakukan review terhadap draft Blueprint.
c. Policy Support Unit (PSU) sebagai pihak yang ditugaskan untuk
menyusun Blueprint.
25
Periode Februari 2014
d. Penyelenggaraan sebuah simposium mengenai blueprint dan
PSU diharapkan dapat menghasilkan draft awal dari Blueprint
sebelum SOM3 berdasarkan hasil masukan dari simposium.
Senior Officials Meeting (SOM) 1
SOM 1 membahas 3 area prioritas yang ditentukan oleh tuan
rumah RRT, yaitu mata agenda mengenai Advancing Regional
Economic Integration, Promoting Innovative Development,
Economic inform and Growth dan Strengthening Comprehensive
Connectivity and Infrastructure Development. SOM 1 juga
membahas mata agenda Economic and Technical Cooperation
(ECOTECH) dan Budget and Other Management Issues. Secara
khusus, SOM Chair dari RRT mengundang Ketua Finance Deputies
Meeting sebagai bentuk interaksi SOM dengan Finance Ministers
Process.
Opening Session SOM Chair menyampaikan tema APEC 2014 "Shaping the Future
through Asia-Pacific Partnership", dengan 3 prioritas utama yaitu
(i) Advancing Regional Economic Integration (REI), (ii) Promoting
Innovative Development, Economic Reform and Growth dan (Hi)
Strengthening. Comprehensive Connectivity and Infrastructure.
Tema diusung dengan latar belakang perkiraan perkembangan
perekonomian global tahun 2014, yang menandakan perbaikan
namun masih terdapat resiko dan ketidakpastian.
ABAC Chair melaporkan kemajuan program kerja ABAC dan
rencana kerja tahun 2014. Salah satu rencana kerja tahun 2014
adalah melakukan pemetaan prosperityJangka panjang dengan
lima prioritas target yaitu membantu mempercepat REI,
strengthening infrastruktur, connectivity, promoting development
dan integration.Work plan ditargetkan untuk lebih fokus dengan
dialog yang efektif dengan APEC Leaders, target untuk mencapai
FTAAP, connectivityar\\ara infrastruktur dan pembangunan.
Agenda Advancing
Regional Economic
Integration
Pada agenda ini, pembahasan terkait dengan laporan pertemuan
CTI 1, dukungan APEC terhadap sistem perdagangan mutilateral,
isu mendorong REI dan pembentukan roadmap FTAAP 2025 serta
upaya mendorong kegiatan prioritas di bidang perdagangan dan
investasi lainnya: supply chain connectivity, global value chains,
implementation ofAPEC EG List.
Laporan CTI
a. SOM mengesahkan laporan Ketua CTi mengenai hasil
pembahasan CTI 1 dan work plan CTI di tahun 2014. Dalam
laporannya, disampaikan antara lain mengenai rekomendasi
yang akan diangkat sebagai deliverables pada APEC Leaders
seperti dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral
26
Periode Februari 2014
yang menindaklanjuti hasil MC9 WTO di Bali tahun 2013.
b. Agenda CTI dinilai sudah menjadi sangat luas sehingga perlu
dilakukan streamlining agar Sub Fora dapat bekerja lebih
efektif. CTI mengalami hambatan terkait hal yang bersifat cross
cutting seperti bidang jasa. Group on Services (GOS) diharapkan
lebih fokus dalam kerjanya dan berkoordinasi dengan fora
APEC lainnya.
c. RRT selaku tuan rumah mengajukan proposal mengenai Global
Value Chain (GVC) dan meminta dukungan atas dokumen
tersebut.
Isu dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral
a. Ekonomi APEC menegaskan dukungannya terhadap sistem
perdagangan multilateral dan mendukung adanya pernyataan
Ministers Responsible for Trade (MRT) yang lebih kuat.
b. Ekonomi APEC sepakat untuk menurunkan tarif hingga
dibawah 5% untuk produk dalam daftar Environmental Goods
(EG list).
c. Indonesia menyampaikan dukungan kepada RRT dan
menekankan agar APEC berkontribusi dalam menindaklanjuti
hasilpertemuan WTO Ministerial Conference ke-9 utamanya
mengenai kesepakatan trade facilitation
Isu mendorong Regional Economic Integration (REI) dan
pembentukan Free Trade Area in Asia Pacific (FTAAP)
a. Ekonomi APEC sepakat untuk mendorong upaya menuntaskan
REI menuju suatu FTAAP dan menilai APEC perlu memiliki
capaian target dengan batasan jangka waktu yang jelas setelah
Bogor Goals 2020.
b. RRT mengusulkan agar target capaian FTAAP adalah tahun
2025 dan mendorong pembentukan Friends ofthe Chair (FotC)
on REI. Komitmen yang tinggi terhadap proses REI akan
memberi sinyal positif bagi pasar terhadap kemajuan dan
keutuhan integrasi ekonomi di wilayah APEC.
c. Beberapa Ekonomi menegaskan perlunya mempertimbangkan
kembail target tahun 2025.
d. Pertimbangan ini dapat didukung dengan membahas dan
menentukan prinsip-prinsip yang akan mendasari
pembentukan FTAAP. Langka-langkah yang akan dilakukan oleh
China dalam mendorong agenda ini adalah melakukan studi
kelayakan, stock take regional RTA, menganalisa daya saing
ekonomi APEC, dan menentukan cakupan dan isi FTAAP.
27
Periode Februari 2014
Gambar 6
APEC SOM 1 and Related Meetings
Isu mendorong perdagangan dan investasi melalui supply chain
connectivity, global value chain, APEC EGs List, Bogor Goals,
capacity buiding
a. Supply Chain Connectivity: RRT menyampaikan beberapa
proposal, antara lain concept note mengenai Promoting Supply
Chain Connectivity through a Model E-Port Initiative, dan
konsep MRT statement mengenai supply-chain connectivity. AS
menyampaikan proposal Capacity Building Plan to Improve
Supply Chain Performance.
b. Global Value Chain: RRT menyampaikan proposal APEC
Strategic Blueprint for Advancing Global Value Chains
Development through Asia-Pacific Partnership. Draft Blueprint
rencana akan disirkulasikan oleh RRT sebelum CTI2.
c. APEC EGs List: RRT menyampaikan concept note Capacity
Building on Implementation of APEC’s Environmental Goods
Commitments.
d. Bogor Goals: (PSU) menjelaskan persiapan Bogor Goals
Progress Report (BGPR) 2014 sesuai update tentang Individual
Action Plan (IAP) yang sudah disampaikan 19 Ekonomi
(termasuk Indonesia). PSU akan sirkulasikan konsep laporan
BGPR tiga minggu sebelum SOM2 2014
e. Capacity Buiding: rencana capacity building tahun ini antara
lain Workshop on research and analysis for preparation of FTA
negotiations (Selandia Baru), Capacity building for FTA
negotiators on non-conforming measures and services and
investment chapter (AS), dan Workshop mengenai IPR
(Vietnam), dan Workshop on Provisions of RTAs/FTAs in The
Asia-Pacific Region Concerning Safeguards, including
Transitional Safeguards (Indonesia) di Surabaya (tentatif
tanggal 10-11 Juni 2014).
Terkait dengan usulan Indonesia Promoting Products which
Contribute to Sustainable and Inclusive Growth through Rural
28
Periode Februari 2014
Development and Poverty Alleviation atau disingkat Development
Products, Indonesia menyampaikan apresiasi atas dukungan
seluruh ekonomi APEC terhadap pengesahan Terms of Reference
studi APEC Policy Support Unit (PSU) mengenai Development
Products dimaksud. Pada kesempatan tersebut, Indonesia kembali
menekankan pentingnya pengembangan prioritas APEC di masa
mendatang bagi liberalisasi dan keterbukaan pasar pada produk-
produk yang mendukung pengentasan kemiskinan, khususnya
yang menyangkut kepentingan pelaku usaha kecil dan petani
produsen.
Promoting Innovative
Development, Economic
Reform and Growth
RRT mengidentifikasi lima wilayah kerja sama utama antara lain
economic reform, new economy, innovative development,
inclusive support dan urbanisasi. Pembahasan meliputi:
Laporan EC
a. SOM mengesahkan laporan Ketua Economic Committee (EC)
mengenai hasil pertemuan EC 1. Laporan juga menyampaikan
prioritas kerja sama dan kerangka kerja EC tahun 2014. Di
bidang structural reform, RRT mengajukan proposal mengenai
upaya mengatasi middle income trap.
b. Australia akan menyelenggarakan Workshop capacity building
ANSSR pada bulan Juni 2014 di Bali.
Isu Innovative Growth through Science and technology, ICT,
Internet Economy, dan urbanization
a. Science, technology and innovation: RRT menyampaikan
proposal Toward Innovation- Driven Development: Consensus
and Action.
b. ICT dan Internet Economy: RRT menyampaikan proposal
berjudul Developing the Internet Economy through Enhanced
ICT Cooperation. Concept paper akan dibahas di
Telecommunication Working Group (TELWG).
c. Urbanization: RRT menyampaikan concept paper berjudul
Shaping the future through Asia Pacific partnership for
urbanization and sustainable city development. PSU akan
melakukan sutdi mengenai urbanisasi dan sustainable cities
untuk mendukung policy dialogue pada SOM2 atau SOM3.
Isu Inclusive Development including Food Security, Human
Resources, SMEs, Anticorruption, Women and Health
a. SOM mengesahkan laporan Ketua PPFS dari RRT mengenai
tema PPFS tahun 2014 (Strengthening Partnership through
Food Security). PPFS 2014 akan melaksanakan APEC Food
Security Roadmap Towards 2020dan mengembangkan
operational business plan.
b. Human Resources: RRT menyampaikan concept paper
29
Periode Februari 2014
mengenai Youth Development Skills.
c. SMEs: Ekonomi APEC memberikan dukungan yang luas
terhadap pengembangan UKM di kawasan. Chinese Taipei akan
menjadi tuan rumah pertemuan SMEWG berikutnya.
d. Anti-corruption: RRT akan menyelenggarakan pertemuan ACT-
NET pada tahun 2014 dengan agenda mengenai anti bribery
and extradiction of criminal suspects and asset recovery.
e. Women: Terdapat dukungan yang luas dari ekonomi terhadap
agenda perempuandi tahun 2014 dan peran APEC Policy
Partnership on Women and the Economy(PP\NE).
f. Health: RRT menyampaikan concept paper berjudul Healthy
Asia Pacific 2020. Indonesia menyampaikan dukungan
terhadap proposal ini dan menegaskan agar deliverables APEC
2013 mengenai traditional medicine dapat ditindaklanjuti di
bawah agenda ini.
Isu Green Growth including Sustainable Energy, Environment,
Forestry, Mining, Ocean related issues and Disaster Management
a. Sustainable energy: RRT akan menyelenggarakan APEC Energy
Ministerial Meeting pada tanggal 2-3 September 2014 di
Beijing.
b. Environment: RRT berencana untuk menyelenggarakan High-
Level Roundtable on Promoting Green Development and
Transformation in the Asia-Pacific Region" pada tahun 2014.
c. Forestry: RRT menyampaikan 2 proposal: Establishing a
Regional Timber Legality Recognition Mechanism dan
Assessment of the Progress Towards the APEC 2020 Forest
Cover Objective.
d. Mining: Pertemuan ke-5 APEC Ministers Responsible for Mining
(MRM5) akan diselenggarakan pada tanggal 27-28 Juni 2014 di
Beijing.
e. Ocean related issues: RRT akan menindak lanjuti komitmen
APEC 2013 mengenai mainstreaming oceans related issues dan
menyelenggarakan APEC Oceans Related Ministerial
Meetingpada tanggal 27-28 Agustus 2014 di Xiamen.
f. Disaster management: Ekonomi APEC menyuarakan
pentingnya mendorong kerja sama dalam disaster
management untuk memastikan ketahanan kawasan dari
bencana.
RRT telah mengusulkan 18 concept papers dan proposal dimana 7
diantaranya meminta pertimbangan dan persetujuan SOM dan
akan dibahas lebih lanjut di level working groups. Khusus untuk
paper yang tidak memiliki working groups yang dapat
membahasnya, maka akan dibahas pada tingkat SOM.
30
Periode Februari 2014
ECOTECH SOM 1 mengesahkan laporan Ketua SCE. SO Filipina sebagai ketua
pertemuan SCE-COW. SCE menyampaikan laporan hasil
pertemuan SCE COW dan SCE.
Laporan pertemuan SCE-COW
Pertemuan menyepakati empat hal penting, yaitu: (i)
Penyempurnaan strategic plan fora dibawah SCE, dan
menyepakati tindak lanjutnya : fokus pada outcomes (termasuk
Key Performance Indicators) dan konsisten dengan template KPI;
(ii) Komunikasi SCE Chair dengan fora/working group agar
merevisi Strategic Plans (iii) Pembahasan isu cross-cutting yang
mencakup topik: travel facilitation, ocean-related issues, gender;
cross border education, health, connectivity, and services; serta
(iv) Persetujuan rencana kerja untuk 12 SCE Working Groups, dan
4 working groups sisanya akan didiskusikan secara intersesional.
Laporan pertemuan SCE
Pertemuan menyepakati 8 (delapan) hal, yaitu: (i) Pelaksanaan
review dan revisi TOR untuk dua tahun ke depan; (ii) Pelaksanaan
review terhadap Medium-Term Priorities (iii) Pembahasan upaya
peningkatan kualitas capacity building sebagai tindak lanjut proses
penyiapan draft APEC capacity building guidelines; (iv)
Pembahasan 10 proposal kegiatan yang diusulkan oleh ekonomi
APEC; (v) Pembahasan implementasi independent assessments
tahun 2014; (vi) Pembahasan laporan APEC Secretariate tentang
Alignment of SCE Fora Workplans with APEC’s Overall Vision and
Objectives; (vii) Amandemen terhadap annual fora workplan
template, sehingga dapat mencakup bagian tentang kegiatan
capacity building dan area prioritas; serta (viii) Pelaksanaan
sejumlah pertemuan tingkat menteri di tahun 2014.
Pada agenda ECOTECH, Indonesia menyampaikan 3 (tiga) hal
utama, yaitu: (i) pentingnya KPI yang spesifik dan terukur sebagai
landasan bagi proses monitoring dan evaluasi serta sebagai
indikator terhadap efektivitas implementasi kegiatan; (ii)
mendukung review prioritas jangka menengah, serta mengangkat
isu SMEs, Health, Women, dan Technological Innovation agar
sejalan dengan agenda APEC yang mendorong pembangunan
inklusif dan inovatif; (iii) menyampaikan isu cross-cutting antar
fora (antar CTI, SCE, dan EC) dan belum adanya mandat untuk
memonitor dan mengarahkan kegiatan lintas fora.
Interaction with Chair of
the Finance Deputies
Meeting (FDM)
Ketua FDM menyampaikan hasil-hasil pertemuan Deputies
Meeting yang pada intinya membahas beberapa isu, yaitu antara
lain current economic development, cooperation on infrastructure
and investment, fiscal policies for restructuring and economic
31
Periode Februari 2014
reform, dan improving financial services.
Disampaikan pula mengenai pertemuan pertama APEC PPP
Experts Advisory Pane/yang diselenggarakan back-to-back dengan
pertemuan FDM. Petemuan yang di pimpin bersama oleh RRT dan
Kanada tersebut membahas secara khusus upaya pembentukan
PPP Center di Indonesia.Ekonomi anggota APEC menyampaikan
dukungannya terdapat pilot project PPP Center tersebut dan
diharapkan dapat menjadi kesuksesan yang dapat dicontoh oleh
ekonomi-ekonomi lain dalam membentuk PPP Centers.
Strengthening
Comprehensive
Connectivity and
Infrastructure
Development
SOM1 telah membahas inisiatif Indonesia yang berlanjut di tahun
APEC RRT 2014, yaitu isu konektifitas dan infrastuktur, termasuk
APEC Blueprint on Connectivity, APEC Public-Private Partnership
(PPP) initiative, serta soft connectivity dan people-to-people
connectivity. Sesuai permohonan tuan rumah RRT, Indonesia telah
diminta untuk memulai diskusi pembahasan konektifitas
khususnya terkait dengan perkembangan APEC Blueprint on
Connectivity, serta PPP termasuk pembahasan Multi-Year Plan on
Infrastructure Development and Investment (MYPIDI).
SOM1 telah mengesahkan dua dokumen penting terkait dengan
isu konektifitas yang merupakan hasil kerjasama yang baik antara
Indonesia dan RRT, yaitu:
a. DraftAPEC Blueprint of Connectivity Suggested General Outline
b. The Workplan to Develop the 2014 APEC Bluepnnt of
Connectivity.
Kedua dokumen tersebut sebelumnya telah dibahas pada
pertemuan SOMFriends of the Chair (FoTC). Sebagai sebuah living
document, masukan-masukan ekonomi atas draft outline tersebut
akan diajukan kembali pada perteman SOM FoTC berikutnya.
Dua kesepakatan lain mengenai APEC Blueprint of Connectivity
adalah APEC Policy Support Unit (PSU) akan lead penyusunan
Blueprint dan mekanisme pengawasan akan dilakukan oleh SOM
Friends of the Chair on Connectivity yang akan bertemu secara
regular.
Terkait dengan pembahasan Public-Private Partnership (PPP) dan
Multi-Year Plan on Infrastructure Development and Investment
(MYPIDI), Indonesia menyampaikan tindak lanjut dari MYPIDI,
yaitu penyusunan “Guidebook on PPP Framework in APEC Region”
dan pembentukan APEC PPP Advisory Panel, yang beranggotakan
ahli-ahli PPP dari ekonomi anggota APEC, untuk membantu
pemerintah Indonesia dalam pendirian PPP Center di Kementerian
Keuangan RI. PPP Center tersebut akan berfungsi mempersiapkan
penyusunan project infrastruktur di Indonesia dalam kerangka
32
Periode Februari 2014
PPP.
Ekonomi anggota APEC menyambut baik upaya-upaya yang telah
dilakukan oleh Indonesia. Dukungan serupa juga telah
disampaikan kepada Indonesia saat pertemuan sub-fora
Investment Experts’ Group (IEG).
Budget and Other
Management Issues
SOM 1 mengesahkan laporan hasil pertemuan BMC 1. Ketua BMC
dari Indonesia menyampaikan laporan mengenai work plan tahun
2014
Laporan BMC
a. BMC mencatat pembentukan Sub Fund on Supply Chain
Connectivity pada APEC Support Fund. Dengan demikian,
rekening APEC tersebut sudah operasional dan dapat
membiayai kegiatan yang terkait dengan supply chain
connectivityuntuk ekonomi berkembang.Sejumlah ekonomi
telah menyampaikan pledge yaitu AS, Hong Kong, Selandia
Baru, Chinese Taipei dan Singapura.
b. Ketrua BMC menyampaikan permasalahan finansial yang saat
ini dihadapi APEC, khususnya berkurangnya kontribusi sukarela
untuk pendanaan proyek capacity building di masa mendatang.
Menanggapi dana yang semakin menipis tersebut, telah
dibentuk Steering Group on Voluntary Contribution (Indonesia,
RRT, Filipina dan Peru) yang telah berkoordinasi dengan APEC
Secretariat dan mengusulkan modus operandi dalam menarik
kontribusi sukarela. Namun Opsi modus operandi kontribusi
sukarela yang diusulkan oleh Steering Group masih belum
dapat disetujui. APEC Secretariat ditugaskan untuk melakukan
pendekatan kepada masing-masing ekonomi guna
memperoleh kontribusi sukarela.
c. BMC sepakat untuk menentukan aspirational target untuk
kontribusi sukarela sebesar USD 30 juta untuk kurun waktu 3
tahun. Disampaikan pula kesepakatan agar nilai pendanaan
proyek per tahun dibatasi agar pendanaan masih mencukupi
untuk tahun- tahun berikutnya.
d. Dalam hal manajemen proyek, khususnya Project Prioritisation
and Ranking Process, BMC sepakat untuk melakukan upaya
sistem seleksi proyek APEC yang lebih transparan dan semakin
melibatkan sub-fora. BMC juga menyetujui untuk menjajaki
pelaksanaan usulan scoring system Kanada sebagai pilot
project. APEC Secretariat akan mengembangkan
mekanismenya dan menyampaikan kepada masing-masing
ekonomi.
33
Periode Februari 2014
APEC Executive Director juga berkesempatan untuk
menyampaikan perkembangan isu management lainnya, yaitu
terkait usulan revisi Guidelines on Hosting APEC Meeting dan
Remote Participation. Usulan ini mendapat dukungan ekonomi
APEC.
3. 3rd Meeting of the Committee for Economic Cooperation (COMCEC) Trade Working Group
Pertemuan Ketiga COMCEC Trade Working Group telah
dilaksanakan tanggal 27 Februari 2014 di Ankara, Turki, dengan
mengangkat tema "Facilitating the Intra-OIC Trade: Improving
Efficiency of the Customs Procedures in the OIC Member States".
COMCEC Strategy bertujuan menjadikan COMCEC sebagai forum
berbasis pengetahuan yang akan memproduksi dan menyebarkan
informasi/pengetahuan dan menyediakan platform untuk
anggotanya.
Pertemuan dihadiri delegasi dari 21 negara anggota yakni
Bangladesh, Kamerun, Comoros, Mesir, Indonesia, Irak, Yordania,
Kazakhstan, Libya, Malaysia, Mali, Maroko, Oman, Pakistan,
Palestina, Qatar, Arab Saudi, Sudan, Tunisia, Turki dan Yaman
serta organ-organ subsider dan yang berafiliasi dengan OKI,
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD),
Organisasi Kepabeanan Dunia (WCO) dan GTI.
COMCEC Trade Outlook Wakil COMCEC Coordinating Office memaparkan gambaran umum
perdagangan intra OKI dan tantangan yang dihadapi negara-
negara OKI dalam perdagangan. Total perdagangan OKI meningkat
sekitar 25 persen pada tahun 2010 dan 2011 pulih kuat setelah
krisis global. Hal ini terutama menyumbang peningkatan aktivitas
ekonomi global dan harga minyak. Dengan demikian, total
perdagangan OKI (jumlah ekspor dan impor) sebesar USD 3,9
triliun pada tahun 2011. Pada 2012, total perdagangan OKI
mencapai 4,1 triliun dolar dan terus tumbuh hingga 5,2 persen.
Hal ini terutama disebabkan oleh perlambatan permintaan global,
transisi politik di banyak negara di Timur Tengah dan penurunan
harga komoditas non-BBM.
Sementara itu, sebagian besar ekspor intra-OKl hanya dilakukan
oleh beberapa negara OKI. Hal ini disebabkan oleh pangsa negara-
negara OKI dalam ekspor dunia secara nil, terbatasnya jumlah
mitra dagang, konsentrasi komoditas tertentu, ketergantungan
pada komogitis;ste,rtentu yang umum dan besarnya perbedaan
di antara negara-negara anggota dalam mencapai target intra-
trade 20 persen.
34
Periode Februari 2014
Improving the Efficiency
of the Customs
Procedures: Challenges
and Global Trends
Wakil COMCEC Coordinating Office mempresentasikan mengenai
efisiensi prosedur kepabeanan dalam rangka mengoptimalkan
keiancaran arus barang Tantangan yang dihadapi adalah biaya
yang tinggi dalam proses pengeluaran barang impor dan
ketepatan waktu. Untuk itu, dalam dua dekade terakhir, banyak
negara yang fokus dalam mengurangi biaya transaksi dan
keterlambatan guna meningkatkan perdagangan luar negeri
Salah satu bentuk dari upaya menurunkan hambatan
perdagangan adalah dengan fasiltasi perdagangan. Kenyataannya,
rendahnya daya saing, penguasaan teknologi dan standardisasi
produk di negara berkembang dan kurang berkembang
menempatkan isu fasilitasi perdagarfgan menjadi penting dalam
pembahasan mata rantai perdagangan. Dengan demikian, faktor
potensial yang menentukan suksesnya reformasi kepabeanan
antara lain adalah kuatnya political will, kerangka hukum,
manajemen administrasi dan kelembagaan, sumber daya manusia
dan pembiayaan.
Overview of Customs
Procedures in the OIC
Member States
Wakil COMCEC Coordinating Office kembali memaparkan sebuah
presentasi mengenai kendala yang dihadapi untuk ekspor ke
Negara anggota OKI. Berdasarkan data WEF tahun 2012,
mengidentifikasi potensi pasar (16%), akses pembiayaan
perdagangan (135), akses mengenai produk impor dengan harga
bersaing (12%), produksi teknologi dan keterampilan yang tidak
sesuai (10%), prosedur dan korupsi di perbatasan (8%), sulitnya
menemukan persyaratan kulaitas/kuantitas pembeli (10%), dan
hambatan-hambatan lain (31%).
Reforming Customs
Procedures: Success
Stories
Delegasi Malaysia menyampaikan pengalaman dalam
meningkatkan efisiensi prosedur kepabeanan. Salah satunya
adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam sistem
pelayanan kepabeanan. Dalam sesi ini, wakil Kementerian Bea
Cukai dan Perdagangan Turki memaparkan mengenai peluncuran
Program Authorized Economic Operator (AEO) pada tanggal 10
Januari 2013. Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi
operasional perdagangan luar negeri dengan meminimalkan lead
time dan biaya yang diperlukan. Manfaat terbesar muncul ketika
Mutual Recognition Agreements (MRA) yang ditandatangani
dengan negara-negara lain. Program AEO Turki diharapkan dapat
memfasilitasi perdagangan Turki dengan mitra dagangnya. Selain
AEO, Turki juga memperkenalkan serangkaian inisiatif seperti Joint
Use of Border Gates, Silk Road Customs Initiative, Dialog Customs
Administrations-sektor swasta dan konsep Local Clearance sebagai
contoh-contoh yang dilakukan dalam administrasi kepabeanan.
35
Periode Februari 2014
Private Sector
Involvement in Customs
Modernization
GTI, sebuah perusahaan swasta, berbagi pengalaman membangun
banyak Border Gates di Turki bersama dengan negara-negara
tetangganya. Pengalaman menunjukkan bahwa Border Gates
dapat dengan mudah dimodernisasi dengan investasi sektor
swasta dan tanpa membebani anggaran negara. Pengalaman GTI
ini dapat menjadi contoh bagi negara-negara anggota OKI lainnya
dan GTI berminat untuk bekerja dan berinvestasi di negara
anggota OKI.
The WTO Trade
Facilitation Agreement
and Its Possible Impact on
Customs Modernization
United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)
memaparkan mengenai WTO Trade Facilitation Agreement,
perjanjian multilateral pertama yang dihasilkan WTO sejak
organisasi ini terbentuk. Melalui perjanjian ini, negara anggota
berkomitmen untuk melakukan penyederhanaan dan peningkatan
transparansi berbagai ketentuan yang mengatur ekspor, impor,
dan barang dalam proses transit sehingga kegiatan perdagangan
menjadi semakin cepat, mudah, dan murah. Dalam Perjanjian ini,
negara berkembang dan, negara kurang berkembang akan
mendapatkan bantuan agar dapat melaksanakan komitmennya.
Untuk itu, negara anggota OKI yang belum menjadi anggota WTO
dihimbau agar dapat berkontribusi dalam negosiasi multilateral
dan mengaksesi WTO.
The Way Forward Dalam menghadapi tantangan modernisasi kepabeanan di Negara
angota OKI, CCO mempresentasikan mengenai langkah-langkah
yang diperlukan yakni mendesain dan mengimplementasi
reformasi kepabenan, memonitor implementasi tersebut dan
melakukan kerja sama internasional serta modernisasi
kepabeanan di Negara anggota OKI. Untuk maksud tersebut,
konvensi internasional, rekomendasi, alat dan panduan telah
dikembangkan WCO, UNECE dan institusi internasional lainnya.
Wakil CCO juga menyampaikan presentasi mengenai teknis
pengajuan proposal untuk memperoleh pembiayaan kegiatan dari
program Project Cycle Management (PCM) khususnya
pembiayaan proyek COMCEC. Adapun jenis pembiayaan proyek di
bawah PCM ini adalah hibah (grant). Pada periode pertama
proposal proyek ini diminati oleh banyak negara anggota dan
badan-badan subsider OKI. Periode kedua proposal proyek akan
dimulai pada bulan September 2014.
36
Periode Februari 2014
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral
1. Intersessional Meeting Indonesia-EFTA CEPA
Pada tanggal 12-14 Februari 2014, telah diadakan Intersessional
Meeting Working Group on Cooperation and Capacity Building
(WG CCB) Perundingan Putaran ke-9 Indonesia-EFTA
Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) di
Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung.
Pembahasan substansi pada tanggal 12-13 Februari 2014, yaitu: 1)
pembahasan consolidated draft Chapter on Cooperation and
Capacity Building dan, 2) pemaparan rencana aksi proposal
program kerja sama teknik yang tercantum dalam list of
Indonesian Proposal for Capacity Building yang disampaikan oleh
masing-masing instansi pengusul (kementerian/lembaga terkait).
Sedangkan kunjungan lapangan ke pusat-pusat yang memiliki
kapasitas unggulan Indonesia di Bandung, pada tanggal 14
Februari 2014.
Pertemuan telah membahas naskah consolidated draft Chapter
CCB artikel per artikel dan berhasil menyetujui sejumlah poin, di
antaranya terkait frekuensi pertemuan sub-committee CCB serta
pertemuan pertama sub-committee.
Selain itu, terdapat beberapa isu terkait pembahasan consolidated
draft chapter CCB yang belum dapat disepakati dalam pertemuan
dan masih perlu dikaji oleh kedua belah pihak di antaranya:
a) Persetujuan pihak EFTA mengenai sektor-sektor kerjasama
yang diajukan oleh Indonesia masih memerlukan diskusi
internal negara-negara EFTA;
b) MoU kerja sama akan diatur setelah daftar proposal disetujui
oleh pihak EFTA;
c) Artikel mengenai pengaturan finansial akan dibahas
bersamaan dengan pembahasan MoU.
Pihak Indonesia telah memberikan pemaparan tentang rencana
aksi program-program peningkatan kapasitas yang dicantumkan
pada pada list of project proposal. Pemaparan rencana aksi
dilakukan oleh Delri dari kementerian/lembaga terkait, di
antaranya: Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan
Kementerian Pertanian. Menanggapi pemaparan tersebut, Pihak
EFTA menyampaikan ketertarikannya pada beberapa program
yang menjadi fokus perhatian EFTA. Di samping itu, ada beberapa
program yang diusulkan serupa dengan program kerjasama yang
telah dilaksanakan secara bilateral Indonesia dengan negara-
37
Periode Februari 2014
negara anggota EFTA, dalam hal ini Norwegia dan Swiss. Dalam hal
ini, pihak EFTA akan menomorduakan program-program yang
serupa tersebut untuk menghindari duplikasi program kerjasama.
Selain itu, pihak EFTA mengharapkan agar Indonesia memberikan
perbaikan list of project proposal dengan informasi yang lebih
terinci. Mengingat proposal yang diajukan oleh Indonesia cukup
banyak, Pihak EFTA menginginkan agar Indonesia dapat membuat
daftar prioritas proposal program untuk diajukan kembali 2 (dua)
minggu sebelum perundingan putaran ke-9 berlangsung.
Pihak EFTA telah menyampaikan reaksi awal atas usulan proyek-
proyek dari sektor transportasi maritim, perdagangan, dan
kompetensi sertifikasi. Catatan terkait masukan EFTA atas proyek-
proyek ini akan kami sampaikan kepada K/L terkait secara tertulis.
Kedutaan Besar Norwegia di Jakarta juga memberikan presentasi
tentang program kerja sama peningkatan kapasitas yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Norwegia dengan Pemri. Pihak EFTA
menyampaikan presentasi ini guna menghindari duplikasi
proposal program kerja sama dalam kerangka EFTA-Rl dengan
kerja sama yang telah dilakukan dalam kerangka bilateral.
Guna memperlihatkan kepada pihak EFTA mengenai kapasitas
unggulan yang dimiliki oleh Indonesia, Delegasi EFTA dibawa
untuk mengunjungi 3 (tiga) lokasi, diantaranya: a) Sekolah Tinggi
Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; b) Balai
Besar Barang dan Bahan Teknik, Kementerian Perindustrian; dan
c) Balai Besar Tekstil, Kementerian Perindustrian. Pada kunjungan
ini ketua delegasi EFTA menyampaikan ketertarikannya untuk
bekerjasama pada bidang-bidang tersebut sesuai dengan yang
diajukan pada list of project proposal.
2. Joint Commision Meeting (JCM) ke-4 RI-AS
Joint Commission Meeting (JCM) IV Rl - AS telah dilaksanakan pada
hari ini, Senin 17 Februari 2014, bertempat di ruang Nusantara,
Kementerian Luar Negeri. Forum ini merupakan tindak lanjut dari
hasil kunjungan Presiden Barack Obama ke Indonesia tahun 2010.
Dalam sambutan pembukaannya, Menlu Marty menyampaikan
apresiasi atas kedatangan dan kunjungan Menlu Kerry ke Masjid
Istiqlal sebagai sinyal kuat bagi hubungan kedua Negara dalam
toleransi beragama. Selain itu, Menlu Marty menekankan
perlunya monitoring dari pelaksanaan Plan of Action JCM yang
telah disepakati pada tahun 2010. Kerja sama bilateral RI-AS
seyogyanya juga didasarkan pada prinsip saling menghargai dan
saling menguntungkan. Selanjutnya Menlu Marty juga
menggarisbawahi pendapat Menlu Kerry bahwa isu climate
38
Periode Februari 2014
change merupakan isu hangatyang perlu ditindaklanjuti melalui
kerja sama kedua negara di bidang ini.
Menlu Kerry dalam tanggapannya menyampaikan bahwa semakin
tingginya intensitas hubungan kedua negara, menyebabkan kerja
sama Rl dan AS menjadi sangat penting. Potensi kerja sama yang
masih dapat dikembangkan antara lain pada bidang climate
change, ketahanan pangan dan ketahanan energi. Menlu Kerry
juga menginformasikan beberapa kerja sama atau bantuan AS
kepada Indonesia, di antaranya dalam program pengembangan
energi terbarukan melalui USAid dan program Millennium
Challenge Corporation (MCC) serta beberapa program di bidang
pertahanan dan pendidikan. AS menargetkan peningkatan
perdagangan kedua negara dapat ditingkatkan sebesar 7% pada
tahun 2014.
Dialog Interaktif:
Indonesia Indonesia menyampaikan laporan atas pelaksanaan 3 Working
Groups (WG) yaitu WG on Education (WGE), WG on Democracy
and Civil Society (WGDCS), dan WG on Trade and Investment
(WGTI).
Dalam Laporan Senior Official bidang trade and investment,
disampaikan bahwa berdasarkan pertumbuhan perdagangan Rl -
AS dalam 4 tahun terakhir yang menunjukkan peningkatan rata-
rata sebesar 9,31% per tahun, kedua Negara sepakat untuk
mentargetkan perdagangan Rl -AS dari US$ 27 billion menjadi US$
30 billion pada tahun 2015. Untuk itu, telah dilakukan beberapa
kegiatan dalam kerangka JCM ini, antara lain:
a. Penyelesaian Joint Plan of Action (POA) di bidang Intellecual
Property Right. Perumusan POA dimaksudkan bukan hanya
untuk meningkatkan status Indonesia dalam Priority Watch
List (PWL) menjadi Watch List (WL) special 301 reports, akan
tetapi Indonesia berharap dapat keluar dari daftar tersebut.
(US comment on draft of POA on IPR dari Indonesia.
b. Pelaksanaan SOM Level meeting dalam kerangka Commercial
Dialogue yang telah dilaksanakan di Bali pada tanggal 5
Oktober 2014 disela-sela Konferensi APEC akan
ditindaklanjuti pada 2014 oleh kedua negara.
c. Usul Indonesia untuk melaksanakan Trade and Investment
Framework Agreement (TIFA)-Trade Investment Councils (TIC)
secara back to back dengan Commercial Dialogue pada bulan
Mei 2014 di Washington DC.
d. Kerja sama Energy Saving Company dengan memperkenalkan
penghematan energi pada bangunan pemerintah.
39
Periode Februari 2014
Selain kerja sama tersebut, Indonesia juga mengharapkan
penerbangan langsung ke Amerika Serikat dapat segera
direalisasikan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi
kedua negara dan people to people connection.
Amerika Serikat Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O. Blake
melaporkan hasil kerja tiga working groups selanjutnya yaitu WG
on Security, WG on Climate and Environment, dan WG on Energy.
Dalam hal isu Palm Oil, AS juga melihat peluang kerja sama dalam
bidang peningkatan produksi dan perdagangan palm oil melalui
pembangunan berkesinambungan dalam industri palm oil di
Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar penanaman dan produksi
palm oil di Indonesia lebih berwawasan lingkungan.
Penandatanganan 2 buah MoU, yaitu:
a. MoU South - South and Triangular Cooperation, bersama
Menteri Luar Negeri Rl;
b. MoU on Combating Wildlife Trafficking and Promoting
Wildlife Conservation, bersama Menteri Kehutanan Rl.
3. Indonesia – Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) ke-7
Perundingan Putaran Ketujuh Indonesia - Korea Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IKCEPA) telah dilaksanakan
pada tanggal 21-28 Februari 2014 di Seoul, Korea Selatan.
Pertemuan terbagi dalam dua pertemuan yaitu Chief Negotiator
Meeting dan Working Groups Meeting yaitu WG on Trade in
Goods (TIG), WG on Services (Financial Services dan
Telecommunication), WG on Rules of Origin, Customs Procedures
and Trade Facilitation (RCTF), WG on Investment, WG on Rules
(IPR, E-commerce, Government Procurement), WG on Cooperation
and Capacity Building (CCB), WG on Legal and Institutional Issues
(LII) serta pertemuan Industrial Technology Cooperation (ITC).
Perundingan ke-7 belum berhasil menyelesaikan package deal di
bidang Trade in Goods dan Investment yang merupakan deal
breaker dari penyelesaian seluruh draft text perjanjian IKCEPA.
Package deal Indonesia yang mengkaitkan investasi otomotif
dalam trade in goods dan investment serta permintaan tambahan
offer dari 81 tariff lines (TLs) yang di request Indonesia tidak di
tawarkan oleh Korea. Untuk mencegah kebuntuan, Indonesia
menyampaikan offer list 11 TIs (automotive parts) yang
diharapkan dan ditujukan untuk dapat menciptakan "posisi
keseimbangan baru" dalam package deal.
Untuk mempercepat proses penyelesaian outstanding issues di
masing-masing draft texts, perundingan lanjutan IKCEPA akan
40
Periode Februari 2014
dilaksanakan dalam format Intersessional Meeting antar Ketua
Perunding yang akan dimulai pada bulan Maret 2014.
Working Group on Trade In
Goods (TIG)
Kedua pihak telah mencapai kesepakatan beberapa artikel dalam
draft text. Artikel yang masih belum disepakati temporary
admission, facilitation for the importation of commercial samples
and advertising materials dan artikel terkait dengan perpindahan
kontainer dan kapal.
Indonesia's First Package Deal (Februari 2014). Indonesia
menyampaikan offer list 81 tariff lines (TIs) dari 114 TIs yang di-
request Korea dengan skema sebagi berikut: 11 TIs
(unconditional); 39 TIs produk baja (User Specific Duty Scheme)
serta 31 TIs produk otomotif (Investment: x+2 tahun). Offer
Indonesia dikaitkan komitmen investasi, CCB, Temporary
Suspension dan offer Korea atas 81 TIs yang di-request Indonesia.
Korea's Second Package Deal (25 Februari 2014). Korea belum
memberikan tambahan offer list atas 81 TIs yang di-request
Indonesia. Korea hanya memberikan 16 TIs sesuai posisi Chief
Negotiator Meeting, 15 Januari 2014 di Jakarta.
Package deal yang ditawarkan Korea hanya menerima skema
USDS dan tidak menerima skema investasi yang di request
Indonesia. Korea tidak lagi mengkaitkan isu AKFTA, namun
mengajukan additional request list 18 TIs yang berasal dari 55 TIs
AKFTA yaitu 15 TIs petrokimia (unconditional) dan 13 TIs produk
baja (USDS). Indonesia dan Korea sepakat akan kembali
memperbaiki package deal masing-masing pada Bulan Maret
2014.
Trade Remedies. Kedua belah pihak membuat kemajuan pada
beberapa elemen serta menegaskan kembali perbedaan posisi
pada consolidated text terkait safeguard measures, anti dumping
and countervailing measures, serta fungsi dari Joint Committee.
Safeguard: kedua belah pihak sepakat perlunya diskusi internal
mengenai tariff rate of the measures, suspension of the measures,
and global safeguards action, yang akan dibawa ke putaran
negosiasi berikutnya.
Anti-dumping and countervailing (notification and consultation):
Korea akan mempertimbangkan permintaan Indonesia untuk
mengubah time frame, dari 15 hari menjadi 30 hari kerja, sejak 30
hari kerja sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia.
Mengenai Pasal 5.9 melakukan ayat 1, tentang anti-dumping dan
countervailing, Korea akan mempertimbangkan permintaan
Indonesia untuk menghapus ayat ini karena tidak relevan dengan
perjanjian anti-dumping.
41
Periode Februari 2014
Working Group on Investment Indonesia's Package Deal for Investment. Indonesia tidak dapat
menerima Package Deal usulan Korea yang mengatur Taxation
Measure, Performance Requirements, Non-Conforming Measures.
Terkait Taxation Measure, Indonesia tetap mengusulkan agar
semua hal terkait perpajakan agar dikecualikan dalam agreements
sesuai surat edaran Menteri Keuangan, kecuali artikel Transfer,
sehingga posisi Indonesia sama dengan posisi dalam AKFTA minus
expropriation. Sementara untuk Protection of Investment of
Services, Indonesia masih menolak isu proteksi services dalam
chapter ini.
Korea's Package Deal for Investment. Fall Back position Korea
dapat menerima isu taxation tidak masuk dalam IKCEPA, namun
mengusulkan tambahan artikel yang mengkaitkannya dengan
perjanjian Investasi di AKFTA. Korea juga meminta agar protection
of services diberlakukan dalam chapter of Investment.
Working Group on Trade in
Services (TIS)
Article Schedule of Specific Commitment dan Modification of
Schedule telah disepakati. Namun, beberapa bagian pembahasan
pada isu ini masih harus menunggu hasil pembahasan dari WG
lainnya seperti WG LII dan WG Investment.
Terkait dengan pembahasan MNP, kedua pihak telah membahas
consolidated text, terdapat banyak kemajuan di mana kedua pihak
telah menyepakati beberapa artikel dan term yang sebelumnya
pending.
Terkait Request/Offer, kedua pihak kembali membahas secara
mendalam. Korea meminta konfirmasi kembali mengenai
beberapa request utamanya. Indonesia telah mendapat
konfirmasi positif dari beberapa sektor untuk dapat memberikan
offer lebih dalam, namun tetap dengan kondisi Korea juga dapat
memenuhi request Indonesia pada mode 4 (professional).
Telecomunication. Korea secara resmi telah mecabut rencana
memasukkan isu telekomunikasi dalam Annex of Trade in Services
dikarenakan lambannya pembahasan di sektor ini. Posisi Korea
selama ini mengkaitkan annex of telecommunication dengan
MNP. Jika pihak Korea menarik Annex of Telecommunication,
Indonesia secara tegas meminta konsesi MNP tetap ada dalam
Annex Trade in Services.
Financial Services. Kedua pihak sepakat bahwa prudential
measures adalah kewenangan otoritas keuangan di masing-
masing negara sehingga dikecualikan dari kewajiban-kewajiban di
seluruh perjanjian internasional. Oleh karena itu kedua pihak
sepakat untuk melihat kembali seluruh pasal dalam Annex on
42
Periode Februari 2014
Financial Services yang berpotensi membatasi kewenangan
prudential measures dimaksud.
Kedua pihak juga berhasil menyepakati dua pasal yaitu Pasal 5
(Treatment of Certain Information) dan pasal 6 (Recognition)
sebagai clean texts. Adapun pasal-pasal yang terkait dengan
Chapter 7 Investment, kedua pihak sepakat untuk melanjutkan
pembahasan pada perundingan berikutnya di mana masing-
masing pihak akan menyampaikan proposal penyempurnaan draft
text yang terkait dengan Chapter 7 Investment dimaksud.
Working Group on Rules of
Origin, Customs Procedures
and Trade Facilitation (RCTF)
Product Specific Rules (PSR). Dalam pertemuan Chief Negotiators
Meeting, Korea menyampaikan usulan penyelesain perundingan
terhadap isu PSR, di mana pada intinya pihak Korea menarik
kembali usulan request-nya yang berjumiah 37 tariff lines (TLs)
dari total 154 TIs, yang terdiri dari chapters 17 (sugar), 19
(preparations of cereals, flour, stc), 22 (beverages, spirits), dan 87
(vehicles).
Korea juga mengusulkan agar kedua pihak dapat mengadopsi
Indonesia-Japan CEPA untuk 117 TLs yang tersisa.
Origin Procedure. Kedua belah pihak sepakat untuk menunda
dimasukkannya skema self-certification ke dalam Draft Text on
Origin Procedures (Section B of Draft Text on Rules of Origin and
Origin Procedures) dalam jangka waktu tertentu yang belum
disepakati, sambil menunggu pengimplementasian pilot project
terkait self-certification yang diikuti Indonesia. Atas usulan Korea,
penundaan pelaksanaan skema self-certification tersebut
dimasukkan sebagai Work Program yang dituangkan dalam pasal
11 berikut annex-nya, yang menampung pasal-pasal tentang self-
certification, sebagai basis perundingan berikutnya.
Pending issue terkait preferential tariff treatment (pasal 3 ayat (4))
akan dibahas lebih lanjut dalam perundingan selanjutnya.
Working Group on Rules Intellectual Property Right (IPR). Kedua pihak telah menyetujui
pasal Objectives, sebagian Transparency dan Geographical
Indications.
Indonesia menyampaikan usulan baru pada pasal 10 mengenai
Copyright sebagai tanggapan atas posisi Korea. Kedua belah pihak
sepakat untuk menyampaikan usulan reformulasi beberapa pasal
yang belum disetujui dan akan dibahas pada perundingan
berikutnya.
Beberapa pasal masih memiliki perbedaan posisi yang signifikan
antara kedua belah pihak. Pasal-pasal yang memerlukan perhatian
khusus tersebut antara lain Dispute Settlement, di mana Korea
43
Periode Februari 2014
ingin menyelesaikan sengketa IPR melalui arbitrase sebagaimana
diatur di Chapter Dispute Settlement, Exclusion from Patentability
di mana Korea menginginkan ketentuan yang melampaui TRIPS
(TRIPS Plus) dan Enforcement of IPR, di mana Korea ingin
mengatur penegakan hukum IPR dengan formulasi yang lebih
preskriptif dan mengharuskan perubahan hukum acara perdata
Indonesia. Indonesia menolak usulan Korea tersebut, dan
menawarkan formulasi TRIPS sebagai jalan tengah.
Kedua pihak menyepakati kemungkinan pertemuan intersessional
di Indonesia guna membahas lebih lanjut draft text IPR.
Electronic Commerce. Korea mengusulkan perubahan atas Artikel
X.3.1 menjadi: "Each party shall endeavor to maintain the current
WTO practice of not imposing customs duties on electronic
transmissions".
Indonesia tetap berkeinginan untuk menghapus artikel dimaksud
karena akan melanggar ketentuan dalam UU No. 17/2006.
Government Procurement. Indonesia tetap berkeinginan agar
Government Procurement dimasukkan dalam Chapter of CCB.
Untuk itu, Indonesia mengusulkan adanya program kerja sama
government procurement dalam Plan of Action CCB.
Korea masih menginginkan adanya market access dalam
government procurement. Pihak Indonesia menolak usulan
dimaksud dan menekankan bahwa Government Procurement
dalam CCB hanya mencakup pertukaran informasi saja.
Working Group on
Cooperation and Capacity
Building
Pertemuan WG CCB difokuskan pada dua agenda yaitu: (1)
pembahasan tanggapan Korea terhadap draft Plan of Action (PoA)
Indonesia, dan (2) pembahasan draft text Chapter CCB IK-CEPA.
Dalam pembahasan draft Plan of Action (PoA), pertemuan telah
menyepakati secara prinsip beberapa sektor dalam PoA yang
diajukan oleh Indonesia. Sementara itu sektor lainnya akan
dikonsultasikan lebih lanjut oleh para pejabat/tenaga ahli bidang
terkait. Adapun bidang-bidang yang tidak dihadiri oleh expert
terkait akan dikonsultasikan dengan expert tersebut untuk
memperoleh tanggapan.
Walaupun terkait PoA terdapat banyak kemajuan terkait sektor-
sektor yang telah disepakati, namun pendekatan Korea yang
langsung mencoret semua usulan yang terkait dengan
pembangunan fasilitas atau infrastruktur memperlihatkan ketidak
seriusan pihak Korea atas kesepakatan bahwa pilar yang ketiga
dari CEPA ini adalah kerja sama dan pembangunan kapasitas.
Bukan hanya Pembangunan Kapasitas.
44
Periode Februari 2014
Pada pembahasan Chapter CCB, terlihat adanya ketidak
sepahaman antara pihak Indonesia dan Korea terkait kesepakatan
"time frame" yang akan dicantumkan dalam Implementation Plan.
Hal ini suatu set back yang sangat disesalkan.
Working Group on Legal and
Institutional Issues (LII)
Kedua delegasi telah membahas klausul-klausul yang masih
pending, antara lain transparency, general exception, dispute
settlement, hubungan antara chapter legal and institutional issues
dengan bab lain dalam perjanjian dan review mechanism.
Pertemuan juga membahas klausul mengenai measures dan
territory yang terdapat pada pasal definisi. Pada kesempatan
tersebut pihak Korea telah menyampaikan draft teks baru
mengenai General Exception, sementara Indonesia telah
menyerahkan definisi teritori Indonesia.
Kedua belah pihak menyepakati beberapa pasal pada bab dispute
settlement (Scope of Application, Consultation, Request for
Establishment of Arbitration Panel dan ToR of the Arbitration).
Secara prinsip kedua belah pihak juga sepakat mengenai perlunya
klausul yang mengatur hubungan antara chapter legal and
institutional issues dengan chapter lainnya, klausul yang mengatur
review dan pembahasan pasal definisi pada akhir perundingan.
Hal-hal yang perlu ditindaklanjuti Indonesia untuk perundingan
berikutnya adalah tanggapan terhadap usulan Korea mengenai
General Exception dan lampiran A serta lampiran B pada Bab
Dispute Settlement.
Industrial Technology
Cooperation (ITC)
Indonesia mengusulkan kerja sama di sektor (i) enginering
(machine tools, textile machinery, medical devices), (ii) material
(rare earth metal), (iii) Energy Alternative (enzymatic-biological
catalyst), dan (iv) other possible sectors (petrochemical industry,
defence industry).
Pihak Korea memberikan indikasi positif untuk sektor machines
tools namun untuk sektor lainnya pihak Korea meminta Indonesia
memberikan usulan kerja sama yang lebih spesifik (material,
produk, teknologi).
Masing-masing pihak akan menyusun Terms of Reference (TOR)
joint study yang selanjutnya diharapkan dalam waktu 2 (dua)
minggu dapat menghasilkan consolidated TOR ITC. Diperkirakan
joint study dapat diselesaikan dalam waktu 2 (dua) bulan sehingga
diperoleh kesepakatan sektor/industri yang akan dicakup ke
dalam ITC yang dimaksud. Bila memungkinkan, maka MoU on ITC
dapat ditandatangani bersamaan dengan IKCEPA.
45
Periode Februari 2014
Environment Kedua pihak sepakat untuk mengeluarkan isu lingkungan dalam
perundingan IKCEPA. Namun demikian, masih perlu
diklarifikasikan apakah dikeluarkannya isu lingkungan tersebut
juga mencakup pasal terkait lingkungan dalam Chapter Investasi
dan pembahasan jasa lingkungan dalam WG on Trade in Services.
Pasal terkait lingkungan dalam Chapter Investasi sebaiknya tetap
dipertahankan, demi menjaga pelestarian dan perlindungan
lingkungan hidup. Dalam hal ini, kedua pihak telah menyetujui
wording dalam article dimaksud.
E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa
1. 77th Meeting of the ASEAN Coordinating Committee on Services and Related Meeting
Pertemuan the 77th Meeting of the ASEAN Coordinating
Committee on Services and Its Related Meetings telah
dilaksanakan pada tanggal 10-14 Pebruari 2014 di Yangon,
Myanmar.
AFAS Paket 9 Tercatat 6 (enam) negara anggota ASEAN telah menyelesaikan/
memenuhi threshold AFAS Paket 9 yaitu Kamboja, Laos, Malaysia,
Myanmar, Singapura dan Thailand.
Pertemuan meminta agar negara anggota ASEAN yang belum
memenuhi target threshold AFAS Paket 9, agar menyampaikan
revised/final offers satu bulan sebelum Pertemuan CCS ke-78 yang
akan diselenggarakan bulan Mei 2014 di Vietnam.
Rencana penandatanganan Protocol to Impelement 9th AFAS
Package beserta Annex (SoC) disepakati tetap akan dilaksanakan
pada Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-46 bulan
Agustus 2014.
Pertemuan juga telah membahas isu backtracking commitment di
Mode 3, terkait dengan Foreign Equity Participation (FEP) untuk
beberapa subsektor dalam AFAS Paket 9 Myanmar. Adapun
perubahan batasan FEP yang disampaikan Myanmar, tidak lebih
rendah dari target threshold AFAS Paket 9 sebesar 70%.
Pertemuan CCS sepakat menerima perubahan komitmen
Myanmar dengan beberapa pertimbangan antara lain hak yang
sama apabila di masa yang akan datang terjadi perubahan
kebijakan serupa. Selain itu, saat ini belum ada data mengenai
keberadaan perusahaan nasional ASEAN di Myanmar di sektor-
sektor jasa yang backtracking.
Dalam rangka menetapkan kriteria apakah suatu backtracking
dapat diterima, Indonesia secara sukarela menyampaikan akan
menyiapkan non-paper mengenai disiplin backtracking
commitments.
46
Periode Februari 2014
AFAS Paket 8 Tercatat hingga saat ini 6 negara anggota ASEAN yaitu Brunei
Darussalam, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan
Vietnam telah menyampaikan instrumen notifikasi Protocol to
implement 8th AFAS Package.
Untuk Indonesia, Rancangan Peraturan Presiden Rl tentang
Pengesahan Protocol to Implement the Eighth Package of
Commitments under the ASEAN Framework Agreement on
Services telah disampaikan kembali kepada Sekretariat Kabinet.
ASEAN Agreement on MNP Tercatat hingga saat ini 7 negara anggota ASEAN yaitu Brunei
Darussalam, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand,
dan Vietnam telah menyampaikan instrumen notifikasi ASEAN
MNP Agreement kepada Sekretariat ASEAN. Untuk Indonesia,
proses ratifikasi saat ini dalam tahap Harmonisasi Peraturan
Pemerintah yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan
HAM.
ASEAN Trade in Services
Agreement (ATISA)
Pertemuan kedua ATISA diselenggarakan pada tanggal 13 Pebruari
2014 mencatat beberapa negara anggota ASEAN yang
menyampaikan pertanyaan dan tangggapan secara lisan atas Draft
Text ATISA yang telah kami paparkan selaku Interim Chair ATISA
pada Pertemuan CCS ke-76 bulan November 2013 di Luang
Prabang, Laos.
Pertemuan sepakat ATISA akan menggunakan modalitas positive
list approach. Hal ini berdampak terhadap draft text yang
disiapkan Indonesia. Untuk itu Indonesia diharapkan dapat
merevisi draft text tersebut.
Pertemuan mencatat beberapa pertanyaan maupun permintaan
klarifikasi untuk beberapa Chapter/Article dan sepakat agar
negara anggota ASEAN menyampaikan pertanyaan/masukan/
proposal text ATISA secara tertulis dengan batas waktu paling
lambattiga minggu sebelum Pertemuan CCS ke-78 bulan Mei
2014.
Pertemuan juga sepakat agar negara anggota ASEAN melakukan
konsultasi domestik dengan para pemangku kepentingan sektor
jasa telekomunikasi masing-masing terkait dengan usulan CCS
untuk mengaktifkan Telecommunication Services Sectoral Working
Group (TSSWG).
Jadwal Pertemuan CCS
tahun 2014
CCS sepakat untuk melakukan pertemuan sebanyak 3 kali selama
tahun 2014. Dua pertemuan selanjutnya adalah CCS 78 bulan Mei
2014 di Vietnam dan CCS 79 bulan Agustus 2014 di Indonesia.
47
Periode Februari 2014
2. Pertemuan APEC Group on Services (GOS)
Pertemuan APEC Group on Services (GOS) telah dilaksanakan pada
tanggal 23 Februari 2014 di Ningbo, China. Pertemuan dihadiri
delegasi dari Ekonomi APEC, kecuali Peru dan Meksiko, ABAC dan
PECC serta Kolombia dan Kosta Rika sebagai Guest Members GOS.
APEC 2014 Priorities China selaku pemegang APEC Chairmanship tahun 2014
menyampaikan tema APEC tahun 2014 yaitu "Shaping the Future
through Asia Pacific Partnership" dengan 3 (tiga) prioritas utama,
yakni: (i) Advancing Regional Economic Integration (REI); (ii)
Promoting Innovative Development, Economic Reform and
Growth; dan (iii) Strengthening Comprehensive Connectivity and
Infrastructure.
CTI 2014 Work Program CTI Chair menyampaikan presentasi mengenai prioritas CTI di
tahun 2014 khususnya yang terkait dengan isu Jasa: (a) REI
(Environmental Goods and Services); (b) Strengthening
Connectivity; (c) Regulatory Cooperation on Good Regulatory
Practices; (d) Contributions to APEC cross-cutting mandates; dan
(e) CTI Recommendations to SOM on the review of CTI Sub-Fora
Supporting the Multilateral
Trading System
Pertemuan membahas hasil WTO MC9 utamanya terkait dengan
operasionalisasi LDCs Services Waiver. Untuk itu, GOS Convenor
menggarisbawahi atas pentingnya kontribusi APEC terhadap
operasionalisasi waiver dimaksud derujan meminta kepada PECC
agar dapat memberikan masukan atas operasionalisasi waiver
tersebut khususnya sehubungan dengan kebutuhan LDCs atas
preferential treatment yang dapat diberikan oleh anggota WTO
lainnya. Pada kesempatan ini, China juga menyampaikan rencana
dan permohonan dukungan atas rencananya untuk bergabung
pada perundingan plurilateral Trade in Services Agreement (TISA).
Transparency in Services
Sectors
Australia menyampaikan concept note on the APEC Services
Trade Access Requirements Database-Phase 4 guna
memperbaharui seluruh informasi yang terdapat di STAR
Database secara komprehensif termasuk memperluas cakupannya
untuk seluruh 21 ekonomi APEC untuk 8 sektor jasa di mana saat
ini untuk 3 sektor jasa (jasa pendidikan, jasa distribusi dan CRS)
hanya mencakup 15 ekonomi APEC. Pertemuan sepakat dengan
concept note tersebut dan Indonesia meminta Australia agar
dapat menambahkan sektor baru di dalam STAR Database yaitu
Jasa Konstruksi, namun Australia menyampaikan bahwa fokusnya
saat ini adalah untuk pemutahirkan data dan coverage ekonomi
APEC termasuk kemungkinan untuk menambahkan data investasi.
48
Periode Februari 2014
Trade in Services Statistics Pertemuan membahas Action Plan on Statistics on Trade on
Services yang diusulkan oleh Russia dengan tujuan: capacity
building, improvement on quality of measuring trade statistics,
improvement on compatibility & visibility of national statistics
serta progress on quantitative indicators on regulatory measures
on trade in services termasuk kemungkinan tindak lanjut dari
action plan dimaksud.
Workshop FISIM Pada kesempatan ini Indonesia juga menyampaikan completion
report mengenai Workshop "Measuring Financial Intermediation
Services Indirectly Measured (FISIM)" yang telah diselenggarakan
pada tanggal 18-19 September 2013 di Jakarta, Indonesia. Sebagai
tindak lanjut, Indonesia menyampaikan rencananya untuk
mengumpulkan informasi dari seluruh peserta terkait action
plans/future plans implementasi FISIM di masing-masing BOP.
Workshop on
Retailing Services
Pertemuan mencatat dan menerima completion report yang
disampaikan Indonesia mengenai Workshop on Retailing Services:
Potential for and Challenges to enhancing SME Participation in
Supply Chains in APEC yang telah dilaksanakan pada tanggal 10-11
April 2013.
Self-funded Symposium oleh
Australia
Pertemuan mencatat concept note Australia mengenai Self-funded
Symposium on "Facilitating Good Regulatory Practices for Trade
and Investment in Transport and Logistics Services in APEC" yang
bertujuan untuk mempromosikan good regulatory practices
perdagangan dan investasi di bidang jasa transportasi dan logisitik
di kawasan APEC yang direncanakan akan dilaksanakan pada
bulan Juli 2014 di Hongkong. Sehubungan dengan itu, Indonesia
mengusulkan agar narasumber pada simposium tersebut dapat
berasal dari negara yang bersifat archipelagic (kepulauan) dan
mainland state guna memberikan gambaran aturan dan regulasi
untuk sektor jasa logistik dan transportasi sesuai dengan
karateristik geografis. Untuk itu, Australia meminta tanggapan
kepada seluruh ekonomi paling lambat 1 minggu setelah
pertemuan GOS1 berlangsung.
Education Services Pertemuan membahas APEC Draft Work Plan on Promoting Cross-
Border Education Cooperation yang merupakan mandat dari APEC
Ministers mengenai tindak lanjut dan implementasi kegiatan-
kegiatan yang ada di dalam workplan dimaksud. Sehubungan
dengan itu, Indonesia menyampaikan rencana pengusulan
kegiatan simposium mengenai Capacity Building for the Quality
Assurance System Linked to the National Qualifications
Framework (NQF). Sebagai informasi Indonesia saat ini sedang
mengembangkan concept note kegiatan dimaksud dan akan
mempertimbangkan masukan/tanggapan dari seluruh ekonomi.
49
Periode Februari 2014
Lebih lanjut, Australia juga menyampaikan status implementasi
kegiatan proyek "Enhancing provider mobility in cross order
education in the APEC region" yang bertujuan untuk
mengidentifikasi hambatan-hambatan praktis terhadap
pembentukan dan pemeliharaan dari keberadaan penyedia jasa
pendidikan dari satu ekonomi APEC ke ekonomi APEC lain
(mobilitas penyedia jasa).
APEC Busniess Advisory
Council
Pertemuan mencatat presentasi ABAC mengenai perkembangan
ABAC services action plan for 2014 yang telah dibahas pada
Pertemuan ABAC pertama di Selandia Baru. Untuk itu, pertemuan
menggarisbawahi tentang pentingnya ABAC action plan agar
dapat sejalan dengan agenda GOS termasuk kemungkinan untuk
menyeleggarakan Public Policy Dialogue on Services di tahun
2014.
Streamlining of CTI Sub-
Fora
Pertemuan membahas draft concept paper mengenai 8 (delapan)
rekomendasi CTI kepada SOM dalam upaya merampingkan CTI
Sub-Fora yang akan disampaikan pada pertemuan SOM1 2014.
Secara umum pertemuan dapat menerima draft concept paper
dimaksud namun Indonesia menyampaikan bahwa terdapat
duplikasi isu-isu yang dibahas di tingkat GOS tetapi juga dibahas di
tingkat CTI seperti Environmental Services. Indonesia juga
mengusulkan agar interaksi GOS dan CTI dapat lebih terarah.
Terkait dengan rekomendasi mengenai kemungkinan untuk
berkolaborasi dengan sub-fora lainnya, Indonesia dan beberapa
ekonomi lainnya akan meminta arahan mengenai hal ini kepada
CTI. Hal ini dikarenakan diperlukannya agenda yang jelas dan
terstruktur sebelum melakukan kolaborasi dengan sub-fora
lainnya.
GOS-MAG Collaboration Untuk tahun 2014 direncanakan akan dilaksanakan pertemuan
kolaborasi antara GOS dan MAG dengan possible agenda antara
lain: (a) Global Value Chain; (b) Non-Tariff Measures (NTMs); dan
(c) Environmental Goods and Services sebagaimana hasil diskusi
pertemuan MAG pada tanggal 22 Februari 2014.
Sehubungan dengan adanya usulan ABAC untuk menggabungkan
MAG dan GOS, GOS Convenor dan Indonesia tidak dapat
menyepakati hal ini dikarenakan antara sektor barang dan jasa
merupakan dua hal yang berbeda, namun demikian masih
terdapat kemungkinan unluk menggabungkan GOS dan IEG karena
masih terdapat keterkaitan pembahasan khususnya mengenai
investasi di sektor Jasa. Sehubungan dengan itu, GOS Convenor
meminta tanggapan secara intersesi kepada seluruh ekonomi
terkait penyelenggaraan pertemuan dimaksud termasuk
50
Periode Februari 2014
kemungkinan agenda yang akan dibahas paling lambat 1 bulan
setelah pertemuan GOS1 berlangsung.
GOS Convenor Chairmanship
for 2014-2015
Guna mengatasi masalah pemilihan GOS Convenor untuk tahun
2015, Pertemuan membahas kemungkinan opsi-opsi pemilihan
GOS Convenor yang lebih jelas dan terstruktur. Sebagaimana
diketahui, Indonesia telah menjadi GOS Convenor selama 2 tahun
(2012-2013). Untuk Itu diperlukan adaya rotasi atau pergantian
GOS Convenor untuk tahun 2015. GOS Convenor mengusulkan 2
(dua) opsi pemilihan GOS Convenor yaitu secara alphabetical
order atau attached kepada hosting economy.
Sehubungan dengan itu, Indonesia mengusulkan untuk merevisi
GOS TOR yang ada saat ini dengan menambahkan mekanisme
pemilihan GOS Convenor di dalam TOR dimaksud. Terhadap
usulan GOS Convenor tersebut beberapa ekonomi menyampaikan
reservasinya antara lain Amerika Serikat, Selandia Baru,
Singapura, dan Australia. Sementara Filipina dan Jepang akan
melakukan konsutasi domestik terlebih dahulu terkait permintaan
GOS Convenor atas opsi tersebut diatas. Yang menjadi perhatian
ekonomi-ekonomi tersebut adalah adanya isu-isu seperti
keterbatasan sumber daya manusia atau sudah adanya
perwakilan suatu ekonomi di suatu sub-fora atau working group
lainnya.
3. World Trade Organization (WTO) Services Meetings
Sebagai bagian dari rangkaian Sidang Services Cluster pada tanggal
25–26 Februari 2014, di Sekretariat WTO, Jenewa telah
dilangsungkan pertemuan empat badan bawahan Council for
Trade in Services yaitu Working Party on GATS Rules (WPGR),
Working Party on Domestic Regulation (WPDR) dan Committee on
Trade in Financial Services (CTFS).
Working Party on GATS Rules
(WPGR)
Sidang membahas isu-isu Dedicated Discussion on ESM Provisions
in FTAs/RTAs; tanggapan terhadap working paper: The
Relationship between Services Trade and Government
Procurement Commitments; Insights from Relevant WTO
Agreements and Recent RTAs; dan tanggapan atas usulan Ketua
Working Party untuk menyederhanakan Secretariat's Paper:
"Subsidies for Services Sectors-Information Contained in WTO
Trade Policy Reviews".
Dedicated Discussion on ESM Provisions in FTAs/RTAs. Pada
Pertemuan WPGR bulan Oktober 2013, anggota telah
menyepakati usulan Friends of ESM (ASEAN Minus) untuk
melakukan dedicated discussion mengenai keberadaan ESM,
maupun provisi serupa dalam FTAs/RTAs. Dedicated discussion ini
51
Periode Februari 2014
didasari oleh adanya studi dari Sekretariat WTO yang
mengindikasikan meningkatnya penggunaan ESM maupun provisi
sejenis dalam negosiasi FTAs/RTAs.
Dalam Secretariat Note: Safeguards Procesures in RTAs (dokumen
S/WPGR/W/4 serta addendum 2) terlihat bahwa dalam beberapa
FTA, termasuk pembentukan EU, terdapat klausul mengenai
safeguard di bidang jasa.
ASEAN Committee in Geneva telah meminta masukan kepada
ASEAN Secretariat mengenai motivasi dari tujuan ASEAN dalam
memasukkan provisi mengenai ESM dalam beberapa FTA dengan
negara mitra. Filipina mempresentasikan paper mengenai ESM
yang telah ada pada FTAs dan RTAs di Filipina. negara anggota
seperti: Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa
memberikan tanggapan yang pada umumnya akan mencatat
semua penjelasan dari Friends of ESM dan meminta agar data-
data lebih dilengkapi. Pada kesempatan ini, Indonesia
menyampaikan intervensi mengenai perkembangan perdagangan
jasa yang mengalami defisit. Indonesia juga menyampaikan ESM
yang sudah ada pada FTAs/RTAs Indonesia dengan negara mitra
yaitu dengan: AKCEPA, AANZFTA, IJEPA, AITISA.
Negotiations on Government Procurement Under Article XIII of
The GATS. Sekretariat telah mengeluarkan paper yang berjudul
“The Relationship between Services Trade and Government
Procurement Commitments: Insights from Relevant WTO
Agreements and Recent RTAs". Paper tersebut menganalisa
berbagai lingkup komitmen di bidang perdagangan jasa dalam
kerangka pengadaan jasa pemerintah di berbagai tingkat akses
pasar, balk plurilateral maupun regional dalam FTAs/RTAs.
Tercatat hanya 3 (tiga) negara yang menyampaikan tanggapan
terhadap paper tersebut yaitu : Uni Eropa, Swiss dan India. Posisi
Delri dan wakil dari LKPP bahwa paper ini dianggap masih belum
mewakili WTO secara institusional dan masih bersifat preliminary
dan hanya procurement yang bernilai di atas 50 miliar yang dapat
diikuti oleh Badan Hukum yang mayoritas kepemilikannya adalah
pihak asing.
Penyederhanaan Secretariat's Paper: "Subsidies for Services
Sectors-Information Contained in WTO Trade Policy Reviews".
Pada tanggal 18 Maret 2013, atas permintaan anggota, Sekretariat
telah mengeluarkan Note "Subsidies for Services Sectors
Information Contained in WTO Trade Policy Review"
(S/WPGR/W/Add.6).
Indonesia pada dasarnya mendukung peraturan subsidi. Jika
subsidi tidak disisiplinkan, perusahaan jasa asing yang masuk ke
52
Periode Februari 2014
Indonesia dari negara maju akan lebih unggul karena perusahaan
tersebut telah mendapat subsidi dari pemerintahnya.
Working Party on Domestic
Regulation (WPDR)
Discussion on Technical Issues. Pada pertemuan Oktober 2013,
anggota telah menyelesaikan diskusi teknis yang berisikan 93
pertanyaan terkait isu domestic regulation yang tedapat dalam
dokumen "List of Potential Technical Issues Submitted for
Discussion" (RD/SERV/68).
Kompilasi hasil diskusi tersebut telah disirkulasikan kepada
anggota dan mendapat reaksi dalam dokumen yang merupakan
refleksi bersama dari negara anggota yaitu dari Australia,
Kolombia, Hongkong, Tiongkok, Korea, Meksiko, Selandia Baru
dan Swiss yang tertuang dalam dokumen RD/SERV/96. Tujuan
dokumen tersebut untuk membantu anggota agar dapat
mengikuti perkembangan diskusi dan lebih mudah melakukan
tindak lanjut yang dianggap perlu.
Discussion on Regulatory Issues. Pertemuan kali ini membahas
isu/sektor/mope of supply: development, financial services,
tourism services, environmental services, energy services, health
services dan mode of supply 3.
Financial Services (Jasa Keuangan). Afrika Selatan memberikan
gambaran kerangka peraturan yang mengatur non-banking
financial services yang meliputi 6 area: penyedia jasa
keuangan, pasar modal, skema investasi kolektif, dana pensiun,
asuransi dan lembaga pemeringkat kredit. Penjelasan Afrika
Selatan tersebut mendapat tanggapan dari Kanada yang
menyampaikan apresiasi atas laporan transparansi yang dapat
meningkatkan perdagangan dan pemahaman tentang
persyaratan peraturan dalam negeri termasuk untuk penyedia
jasa keuangan lintas batas. Kanada menyarankan agar laporan
Afrika Selatan harus dibahas juga dalam CTFS.
Brazil menekankan bahwa diskusi tentang regulasi keuangan
diperlukan dari para ahli yang menguasai secara teknis dan
harus memperhatikan peraturan organisasi-organisasi
internasional seperti Dewan Stabilitas Keuangan, Bank of
International Settlement dan Dana Moneter International
(IMF). Brazil juga menyoroti masalah perizinan, kualifikasi,
pembatasan iklan, modal minimum untuk bank internasional
dan praktek regulasi.
Environmental Services (Jasa Lingkungan). Isu Jasa Lingkungan,
sesuai yang terkandung dalam paragraph 177-184, yang
diangkat meliputi: kurangnya kerangka peraturan yang tepat;
proses administrasi yang tidak efisien; kurangnya informasi
53
Periode Februari 2014
mengenai prosedur perizinan, sertifikasi dan proses tender;
keterlambatan dalam aplikasi pengolahan dan informasi
pemasok; serta lemahnya penegakan hukum atau tidak
konsistennya peraturan mengenai lingkungan
Uni Eropa menanggapi bahwa liberalisasi jasa lingkungan
sangat penting karena dapat memberikan manfaat besar bagi
semua pihak yang terlibat. Sebagaimana yang tercantum dalam
secretariat note, liberalisasi ini harus berjalan seiring dengan
penguatan kerangka hukum. Kerangka peraturan harus
mencegah perilaku anti kompetitif, melidungi kepentingan
umum dan berkontribusi untuk tujuan sosial.
Energy Services (Jasa Energi). Isu yang diangkat meliputi:
kurangnya kerangka peraturan yang memadai; sistem
administrasi yang buram; miskinnya peraturan transparansi
mengenai korupsi; bisnis dan praktek perizinan yang
sewenang-wenang; dan perubahan kebijakan/rezim yang tidak
terduga.
Australia menanggapi dengan menggambarkan reformasi yang
terjadi di Australia dalam dekade terakhir terjadi perbaikan
terhadap peraturan jasa lingkungan yang berhubungan dengan
energi. Dampak dari reformasi ini adalah tersedianya jaringan
transportasi energi bagi konsumen seperti kabel listrik dan pipa
gas. Reformasi juga menghasilkan pembentukan dua badan
hukum baru yaitu : Australian Market energy Commission dan
The Australian Energy Regulator.
Dedicated Discussion on Members' Experiences with Domestic
Regulation Disciplines in Services Regional Trade Agreements
(RTAs). Pada pertemuan Oktober 2013, disepakati akan
diadakannya dedicated discussion mengenai pengalaman anggota
dalam memasukkan elemen domestic regulation dalam
FTAs/RTAs. Pertemuan akan melakukan diskusi mengenai:
Jenis ketentuan dalam domestic regulation yang ada pada
FTAs/RTAs
Persamaan dan Perbedaan dalam negosiasi sesuai amanat
Pasal VI : 4.
Pengalaman dalam negosiasi dan implementasinya.
Committee on Specific
Commitments (CSC)
Sectoral Discussion. Sejak akhir 2011, CSC telah melakukan diskusi
sektoral dengan tujuan untuk melihat secara sektor per sektor
ketidakharmonisan antara klasifikasi sketor jasa dalam W/120 dan
UN CPC serta tantangan yang dihadapi dalam sistem klasifikasi
perdagangan jasa sebagai akibat perkembangan teknologi dan
bisnis selama 20 tahun terakhir.
54
Periode Februari 2014
Pada pertemuan bulan Oktober 2013, disepakati untuk
melanjutkan diskusi sektoral di bidang educational services, health
services, tourism, recreational dan cultural services yang terdapat
dalam dokumen Job/Serv/158 s/d 160
Secretariat's Note on WTO Jurisprudence. Pada pertemuan bulan
Maret 2013, Sekretariat telah mengeluarkan note berjudul:
"Services Clasification in WTO Jurisprudence" (S/CSC/W/61 dan
S/CSC/W/61 Corr 1). Nota tersebut menganalisa isu klasifikasi
perdagangan jasa yang muncul dalam yurisprudensi WTO
termasuk pendekatan yang dilakukan oleh Panel dan Appelate
Body dalam menginterpretasikan masuknya suatu sektor dalam
schedule of specific commitments (SoC).
Dalam beberapa pertemuan sebelumnya, anggota telah berbagi
pandangan mengenai kepastian hukum komitmen yang saat ini
ada dalam SoC, status hukum Chairman's Note on Basic Telecom
dan fleksibilitas dalam melakukan scheduling di luar sistem yang
ada. Untuk isu ini, tidak ada komentar/intervensi dari anggota.
Committee on Trade in
Financial Services (CTFS)
Trade in Financial Services and Development. Pada
pertemuan Oktober 2013, anggota menginginkan untuk
dilaksanakan diskusi mengenai Financial Inclusion dan perannya
terhadap pembangunan. Dalam pertemuan informal CTFS bulan
Januari 2014, China Taipei menyatakan akan mempresentasikan
makalah mengenai mobile banking dan perannya dalam
pembangunan dan pada pertemuan Februari 2014, telah
disampaikan presentasinnya terkait mobile banking antara lain
fasilitasi dan keamanan dari financial services, Governing
Branches, Financial Regulation.
Regulatory Issues in Trade in Financial Services. Pada pertemuan
informal CTFS bulan Januari 2014, anggota meminta agar
dilakukan briefing dari international standard setting organization
mengenai perkembangan reformasi pengaturan jasa keuangan
global, terutama menyangkut isu macruprudential measures.
Untuk isu ini akan diadakan diskusi dengan mengundang dari
organisasi-organisasi internasional seperti Dewan Stabilitas
Keuangan, Bank of International Settlement, Dana Moneter
Internasional (IMF) dan Islamic Development Bank.
Council for Trade in Services
(CTS)
Operationalization of the Services Waiver. Salah satu hasil dari
KTM IX WTO di Bali adalah Ministerial Decision on the
Operationalization of the Waiver concerning Preferential
Treatment to Services and Services Suppliers of LDCs. Dari hasil
tersebut, CTS harus selalu memonitor perkembangan proses
pemberian preferensi perdagangan tersebut. Selain itu, LDCs
55
Periode Februari 2014
diminta untuk menyusun collective request mengenai sektor jasa
dan mode of supply yang menjadi kepentingannya untuk kemudian
ditawarkan kepada anggota lain untuk diberikan preferensi. Hingga
saat ini collective request tersebut belum tersusun.
Pada pertemuan informal CTS tanggal 12 February 2014, Kolombia
mengusulkan agar dalam menyusun collective request ini dapat
ditempuh beberapa cara, antara lain : mengidentifikasi sektor dan
mode of supply; pemberian akses pasar; presentasi kisah sukses
ekspor jasa dan memanfaatkan hasil riset berbagai organisasi
internasional seperti ITC. Uganda selaku koordinator LDCs dan
beberapa anggota LDCs lainnya seperti Lesotho dan Zambia
meminta agar anggota tidak mengkaitkan antara collective request
dengan pemberian preferensi. Mereka juga menolak usulan
diperbantukannya ITC dalam proses tersebut.
Work Programme in E-Commerce. Salah satu hasil KTM IX adalah
kelanjutan diskusi mengenai peran E-Commerce dalam
peningkatan kesempatan pembangunan ekonomi terutama bagi
negara berkembangan dan LDCs sebagaimana dokumen
WT/L/907, tanggal 11 Desember 2013. Telah menginstruksikan
Dewan Umum dan badan-badan yang relevan "to continue
substantialy invigorating" bekerja di bawah Program Kerja,
terutama di bawah inisiatif yang diambil dalam kaitannya dengan
isu-isu komersial, pengembangan dan teknologi berkembang
dibahas dalam diskusi/lokakarya perdagangan elektronik yang
diselenggarakan di bawah naungan CTD dan CTS. Selain itu juga
mengharuskan Dewan Umum untuk mengadakan tinjauan secara
periodik, untuk menilai kemajuan dengan Program Kerja ,
berdasarkan laporan yang disampaikan oleh badan-badan WTO
yang relevan. Sebagai langkah awal, dengan latar belakang untuk
merespon perintah Menteri, Dewan akan melakukan pembahasan
pertama dijadwalkan pada bulan Juli.
Compliance With CATS Notification Requirements. Sebagaimana
dokumen Secretariat note pada tanggal 12 Februari,
JOB/SERV/174 tentang pemberitahuan notifikasi jasa (SPS dan
TBT) secara online system, bahwa Sekretariat telah memberikan
penjelasan kepada delegasi pada bulan Oktober. Untuk itu
menyarankan agar Anggota lebih fokus pada bagian catatan
terakhir, yang berisi sejumlah pertimbangan terkait dengan dua
elemen, khususnya biaya membangun sebuah sistem online yang
diperkirakan akan menghabiskan biaya sekitar 100.000 CH dan
Komite Pengarah Tl menyampaikan keterbatasan anggaran saat
ini.
56
Periode Februari 2014
Perwakilan Swiss mengucapkan terima kasih kepada Sekretariat
dan merujuk pada proposal yang telah diajukan terkait pendirian
sebuah sistem online untuk pemberitahuan notifikasi jasa. Pada
kenyataannya data menunjukkan bahwa hanya 50 % dan 35 %
dari SPS dan TBT yang menyampaikan pengajuan pemberitahuan
jasa yang disampaikan melalui sistem pendaftaran online yang
relevan. Terhadap kenyataan ini dan dengan pengamatan dalam
catatan ayat 4,8 bahwa lebih refleksi itu dibenarkan dan bahwa
mungkin terlalu dini untuk mengambil keputusan tentang
proposal pada tahap itu.
F. Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan Internasional
1. Konsinyering Penyusunan Peta Jabatan dan Form Data Pegawai
Pada tanggal 17-18 Februari di Bogor, dilaksanakan Pertemuan
Permabahsan penyusunan Peta Jabatan dan Nama Jabatan
Fungsional Pegawai di lingkungan Ditjen KPI. Pertemuan bertujuan
melakukan penataan pegawai di mana setiap unit Eselon II
berkewajiban menysusn peta jabatan dan mengisi form data PNS
sebagai data kekuatan pegawai di unit kerja Ditjen KPI.
Pertemuan yang menghadirkan narasumber, yaitu pejabat dan
staf dari Biro Organisasi dan Kepegawaian tersebut menghitung
jumlah kebutuhan pegawai baru (CPNS) sehingga Ditjen KPI dapat
melaksanakan tugas dan fungsi pekerjaan dengan lebih efektif dan
efisien.
Gambar 7
Konsinyering Penyusunan Peta Jabatan dan Form Data Pegawai
57
Periode Februari 2014
2. Workshop Keuangan Negara Ditjen KPI
Workshop Keuangan Negara Ditjen KPI diselenggarakan pada 18-
19 Februari 2014 di Hotel Salak, Bogor. Workshop bertujuan
menicptakan manajemen keuangan negara yang efisien dan
efektifserta sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Workshop dihadiri Para Pejabat di lingkungan Ditjen KPI dengan
beberapa narasumber yaitu dari Direktorat Sistem Penganggaran,
Direktorat Pelaksanaan Anggaran dan Ditjen Sistem
Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Workshop Keuangan Negara dianggap penting untuk
meningkatkan pengentahuan dan pemahanman bagi para
pengelola keuangan agar diperoleh pengelolaan yang lebih tertib
dan administrasi keuangan yang lebih baik serta dapat
meminimalisasi kesalahan-kesalahan dalam rangka mendukung
terciptanya laporan keuangan yang akuntabel.
3. Pertemuan Penyusunan LAKIP Ditjen KPI
Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 23-25 Februari 2014, di
Bogor dengan tujuan menyusun LAK Ditjen KPI Tahun Anggaran
2013, dihadiri para Pejabat Eselon III, IV, Kasubbag TU dan
Pelaksana dari masing-masing unit di lingkungan Ditjen KPI yang
menangani Penyusunan LAK.
Pertemuan menghadirkan narasumber dari Inspektorat
KEMENPANRB yang melakukan pendampingan dan memberikan
arahan atas penghitungan dan evaluasi capaian kinerja yang
terdapat pada LAK Ditjen KPI Tahun 2013 agar sesuai dengan
prinsip-prinsip yang ada di dalam pelaporan. Rapat menghasilkan
finalisasi draft LAK Ditjen KPI Tahun 2013, yang selanjutnya di-
review oleh Tim Review (ad hoc).
Gambar 8
Pertemuan Penyusunan LAKIP Ditjen KPI
58
Periode Februari 2014
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT
A. Kendala dan Permasalahan
Sidang TRIPS Council-WTO Pada TRIPS-CBD dan NVSC, terdapat pandangan bahwa kedua isu
tersebut tidak seimbang di mana melalui isu NVSC negara
penuntut akan memperoleh kompensasi jika memenangkan
sengketa di DSB sedangkan melalui isu TRIPS-CBD negara
berkembang hanya akan mendapatkan transparansi dalam bentuk
disclosure requirement pada pengajuan paten. Di sisi lain, aspek
dari CBD bukan sebatas disclosure requirement namun juga
mencakup access and benefit sharing yang memiliki nilai ekonomi
dan juga dapat mencegah penyalahgunaan SDG yang kerap
dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Indonesia – Korea
Comprehensive Economic
Partnership Agreement
(IKCEPA) ke-7
Perundingan ke-7 belum berhasil menyelesaikan package deal di
bidang Trade in Goods dan Investment yang merupakan deal
breaker dari penyelesaian seluruh draft text perjanjian IKCEPA.
B. Tindak Lanjut Penyelesaian
The ASEAN Economic
Minister’s Retreat and
Related Meetings
Guna mendapatkan hasil yang maksimal dalam rangka
memperjuangkan produk-produk unggulan dari sektor agro-
kehutanan nasional, maka seluruh kementerian terkait dan
pemangku kepentingan lain untuk bersinergi dan berkolaborasi
dalam memperjuangkan prakarsa Indonesia di APEC. Kemendag
perlu melakukan pendekatan kepada seluruh pihak/mitra APEC
yang memiliki posisi strategis seperti China, Jepang dan AS serta
memastikan bahwa sebelum APEC MRT seluruh pihak penting
tersebut telah dilobi guna mendukung implementasi prakarsa
Indonesia tersebut.
APEC SOM I and Related
Meetings
Pada SOM1 APEC 2014, terdapat beberapa prakarsa Indonesia
yang telah di endorse oleh SOM maupun pada pertemuan tingkat
Committee, antara lain:
a. DraftAPEC Blueprint of Connectivity Suggested General Outline
b. The Workplan to Develop the 2014 APEC Blueprint of
Connectivity
c. Perubahan pada TOR SCE mengenai pembahasan perluasan
mandate untuk penyelesaian isu-isu lintas fora atau cross
cutting issues, “to guide and oversee the cross cutting work
implementation’1
59
Periode Februari 2014
d. Dalam rencana Healthy Asia Pacific 2020, Indonesia berhasil
memasukan isu-isu public health dan Traditional and
Complementary Alternative Medicines (TCAM) dimasukan.
e. Dalam CTI1 terdapat pengesahan prakarsa Indonesia mengenai
TOR Development Products yang merupakan upaya untuk
mempromosikan produk-produk yang berkontribusi pada
pembangunan yang berkesinambungan dan inklusif melalui
pembangunan perdesaan dan pengentasan kemiskinan.
Indonesia – Korea
Comprehensive Economic
Partnership Agreement
(IKCEPA) ke-7
Indonesia perlu segera menyusun posisi final atas beberapa
pending issues IKCEPA. Khusus pada bidang Investment,
Kementerian Perdagangan dapat menetapkan posisi final
Indonesia atas Taxation. Sementara pada bidang Trade in
Services, diharapkan Kementerian Perdagangan dapat menyusun
posisi untuk menyelesaikan pending issues yang terkait dengan
WG on Investment dan WG on LII serta Protection of Investment of
Services.
Pertemuan APEC Group on
Services (GOS)
Pemerintah pusat perlu mempertimbangkan pengusulan kegiatan
dalam Forum GOS seperti pemanfaatan kembali kegiatan dalam
Action Plan on Statistics on Trade on Services 21. Termasuk juga
mendorong Kemendikbud untuk menyusun usulan Indonesia
mengenai simposium Capacity Building for the Quality Assurance
System Linked to the National Qualifications Framework (NQF).
World Trade Organization
(WTO) Services Meetings
Terkait dengan isu Financial Services (macruprudential measures,
Financial Inclusion dan Mobile Banking), perlu diadakan diskusi
yang mengundang organisasi-organisasi internasional seperti
Dewan Stabilitas Keuangan, Bank of International Settlement dan
Dana Moneter International (IMF) dan Islamic Development Bank.
Selain itu, hal yang menjadi prioritas utama ke depan adalah
pembahasan tindak lanjut dari Paket Bali khususnya arahan MC9
yang terkait dengan. LDC Waiver, UMKM sektor jasa dan e-
commerce.
60
Periode Februari 2014
BAB III PENUTUP
Kesimpulan umum Selama bulan Februari 2014, Direktorat Jenderal Kerja Sama
Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam berbagai
perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral.
Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses
pembahasan.
Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional
menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan
kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan
internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal-hal
yang belum optimal dilaksanakan pada bulan ini menjadi bahan
evaluasi untuk perbaikan. Sedangkan hal-hal yang harus
ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada
bulan berikutnya oleh unit terkait.
top related