konsepsi dan implementasi penilaian hots dalam …
Post on 24-Nov-2021
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)
Judul Penelitian Konsepsi dan Implementasi Penilaian
HOTS dalam Membaca di Kalangan
Guru-Guru Bahasa Inggris SMP di
Jakarta Selatan
Skema Penelitian PENELITIAN DASAR KEILMUAN
LAPORAN PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)
KONSEPSI DAN IMPLEMENTASI PENILAIAN HOTS DALAM MEMBACA
DI KALANGAN GURU-GURU BAHASA INGGRIS
DI JAKARTA DAN SEKITARNYA
Tim Pengusul
Ketua Peneliti : Dr. Ernawati M.Pd (0019076501)
Anggota Peneliti : Elin Driana, Ph.D (0413076905)
Nomor Surat Kontrak Penelitian:
Nilai Kontrak :
PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
AGUSTUS 2019
ii
iii
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan ....................................................................................... 3
D. Urgensi Penelitian…… ............................................................. 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA…… ............................................................... 6
A. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Membaca......... 6
B. Penilaian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Membaca 8
C. Roadmap Penelitian................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 11
A. Prosedur Penelitian, Tehnik Pengambilan Data, dan Teknik
Analisis Data ........................................................................ 11
B. Alur Penelitian… ……………………………………………......12
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………… . 13
A. Deskripsi Informan Penelitian……......... ................................ 13
B Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................ 14
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ………………………. ............................................... 28
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………
Lampiran 1 Transkrip Wawancara............................................... ..... 31
Lampiran 2 Draft Artikel................................................................... 76
iv
ABSTRAK
Kemampuan membaca memiliki peranan penting dalam menentukan
kesuksesan seseorang saat menempuh pendidikan, memasuki dunia kerja, dan
menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam menyongsong Abad 21 dengan tantangannya
yang semakin berat dan berlimpahnya informasi dalam berbagai bentuk, dunia
pendidikan perlu mempersiapkan siswa dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi
dalam membaca agar siswa belajar mengelola dan memaknai beragam informasi yang
diperoleh secara kritis.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali konsepsi guru bahasa Inggris terhadap
penilaian kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca (HOTS) dan
implementasinya. Data dikumpulkan melalui wawancara semiterstruktur terhadap
sepuluh orang guru Bahasa Inggris di Jakarta dan sekitarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru-guru Bahasa Inggris dalam
mendefinisikan penilaian HOTS dalam membaca sebagai kemampuan berpikir yang
lebih tinggi daripada mengingat dengan merujuk pada Taksonomi Bloom yang telah
direvisi. Tingkatan proses kognitif yang paling sering disebut adalah
mengaplikasikan, menganalisis, dan mencipta. Sebagian besar guru-guru bahasa
Inggris dalam penelitian in juga mengkonseptualisasi penilaian HOTS sebagai
penilaian atas kemampuan siswa dalam mentransfer pengetahuan, berpikir kritis,
berpikir kreatif, menyelesaikan masalah, dan metakognitif. Bagi guru-guru Bahasa
Inggris dalam penelitian ini, penilaian HOTS dalam membaca bertujuan untuk siswa
berpikir kritis, mampu menyelesaikan masalah, berpikir kreatif dan inovatif .
Dalam mengimplementasikan penilaian HOTS dalam membaca, guru-guru
berpatokan pada kompetensi dasar (KD) sebagaimana dirumuskan dalam Kurikulum
2013. Soal-soal dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Soal-soal HOTS tersebut dibuat dengan memberikan teks pada siswa dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa mencari hal-hal yang tersirat dalam teks,
menarik kesimpulan berdasarkan teks yang diberikan ataupun menganalisis dengan
memanfaatkan berbagai sumber dalam membuat soal-soal HOTS, seperti dari buku
teks dan internet. Hambatan utama yang dihadapi para guru dalam menerapkan
penilaian HOTS dalam membaca adalah keterbatasan kosa kata siswa, kurangnya
minat siswa dalam membaca, kurangnya kreativitas dalam berpikir, keterbatasan
kemampuan siswa, dan kurangnya waktu yang tersedia untuk pembelajaran Bahasa
Inggris.
Kata Kunci: Konsepsi Guru, Membaca, Bahasa Inggris, Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Membaca merupakan kemampuan dasar yang sangat penting karena turut
menentukan kesuksesan seseorang dalam menempuh pendidikan, memasuki dunia
kerja, menjalankan perannya sebagai warga negara yang produktif, dan menjalani
kehidupan sehari-hari (Martinez, Harris, & McClain, 2014). Tantangan Abad 21 yang
semakin kompleks, dengan informasi yang berlimpah ruah dalam berbagai bentuk,
baik cetak maupun elektronik, semakin menegaskan pentingnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi dalam membaca. Berpikir tingkat tinggi diperlukan oleh pembaca untuk
mengelola proses yang konstruktif dan integratif dalam membuat kesimpulan
kompleks menggunakan informasi yang ada pada teks dan menguraikan teks menjadi
unit-unit gagasan untuk menangkap apa yang disampaikan dalam teks tersebut
(Afflerbach, Cho, & Kim, 2015).
Kompleksitas dalam membaca tentunya akan bertambah ketika siswa
dihadapkan pada teks yang disajikan dalam bahasa asing, termasuk bahasa Inggris,
yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia yang diperkenalkan
di jenjang SMP/sederajat yang di sekolah-sekolah negeri. Adapun sekolah-sekolah
swasta tidak sedikit yang telah memperkenalkan bahasa Inggris di jenjang yang lebih
rendah.
Pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam
pembelajaran English as a Second Language (ESL) dan English as a Foreign
Language (EFL) semakin disadari oleh para guru di berbagai negara (Roy, 2014).
Keberhasilan pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam berbahasa
Inggris, termasuk dalam membaca tentunya akan ditentukan juga oleh asesmen yang
dilakukan.
Di Indonesia, soal-soal berstandar higher-order thinking skills (HOTS) telah
disertakan juga dalam pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK).
2
Menurut Menteri Pendidikan Muhadjir Effendi, penggunaan soal-soal berstandar
HOTS dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa
(antaranews.com, 2018, 22 April). Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan bahwa
penguatan HOTS juga perlu dilakukan dalam berbagai aspek, seperti kurikulum,
pembelajaran, dan kemampuan guru. Kebijakan pendidikan yang sama juga
diterapkan negara-negara lain, misalnya Malaysia yang mengintegrasikan HOTS
dalam sistem evaluasi pendidikan (Singh & Shaari, 2019).
Keberhasilan kebijakan pemerintah tentang asesmen dalam bidang pendidikan
akan ditentukan juga oleh konsepsi guru atas kebijakan tersebut (Brown, 2004) yang
terkait dengan implementasi asesmen di ruang kelas (Brown, Kennedy, Fok, Chan,
dan Yu (2009). Di samping itu, konsepsi guru terhadap asesmen akan berpengaruh
terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh guru berdasarkan hasil asesmen
(Pishghadam, Adamson, Sadafian, & Kan, 2014).
Secara umum, guru-guru meyakini pentingnya HOTS bagi semua siswa dan
berupaya mempraktikkannya di ruang kelas (Retnawati, Djidu, Kartianom, Apino, &
Anazifa, 2018; Schultz & FitzPatrik, 2016), tetapi ada keraguan akan kesiapan
mereka dalam mengajarkan ataupun menilai HOTS (Schultz & FitzPatrik, 2016).
Selain itu, berbagai penelitian juga menunjukkan kurangnya pemahaman guru tentang
HOTS sehingga menghambat keberhasilan implementasinya (Driana & Ernawati,
2019; Retnawati, et al., 2018).
Penelitian-penelitian tentang konsepsi guru bahasa Inggris tentang HOTS dan
implementasinya dalam membaca masih relatif terbatas. Oleh karena itu, penelitian
ini akan difokuskan pada konsepsi guru-guru bahasa Inggris SMP/sederajat dan
SMA/sederajat atas penilaian kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca dan
implementasinya.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut:
3
1. Bagaimana konsepsi guru bahasa Inggris terhadap penilaian HOTS dalam
membaca?
2. Bagaimana guru-guru bahasa Inggris menerapkan penilaian HOTS dalam
membaca?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menggali konsepsi guru bahasa Inggris terhadap penilaian HOTS dalam membaca
2. Menggambarkan penerapan penilaian HOTS dalam membaca yang dilakukan
guru-guru bahasa Inggris
D.Urgensi Penelitian
Rendahnya hasil Program for International Student Assessment (PISA) siswa
Indonesia berusia 15 tahun dalam membaca merupakan tantangan tersendiri yang
juga harus dihadapi oleh para guru. Tabel berikut adalah persentase siswa Indonesia
di setiap level kecakapan.
Tabel 1 Persentase Siswa Indonesia di Setiap Level Kecakapan dalam Membaca
Level Di
bawah
level
1b
1b 1a 2 3 4 5 6
Persentase
(%)
3,8 16,8 34,8 30,9 11,7 1,9 0,1 0
Sumber: (OECD, 2016, h. 373)
Pada level kemampuan terendah (1b), siswa diharapkan mampu mencari
informasi tunggal yang dinyatakan sebagai eksplisit dalam teks yang singkat dengan
konteks dan jenis teks yang sudah dikenal. Sementara itu, di level kecakapan tertinggi
(6), siswa diharapkan mampu menarik kesimpulan dari teks yang dibaca, melakukan
4
perbandingan yang rinci dan tepat, mengintegrasikan informasi yang ada pada
beberapa teks satu, mengkritisi teks yang kompleks dengan topik yang belum dikenal
(OECD, 2016). Adapun Level 2 dipandang sebagai kemampuan minimal yang
semestinya dimiliki oleh siswa berusia 15 tahun, yang antara lain mencakup
kemampuan untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menarik kesimpulan
atau memenuhi beberapa kondisi tertentu, mengenali pokok pikiran dalam sebuah
bacaan, memahami hubungan, ataupun menafsirkan pernyataan.
Hasil PISA 2015 menunjukkan bahwa mayoritas siswa Indonesia hanya
menguasai kecakapan membaca pada tingkatan yang rendah. Sebagai contoh, 34,8%
siswa Indonesia berada di Level 1a yang menggambarkan kemampuan siswa dalam
mencari satu atau lebih informasi yang dinyatakan secara eksplisit, mengenali tema
atau maksud utama sebuah tulisan dengan topik yang telah dikenal atau
menghubungkan informasi dalam teks dengan pengetahuan sehari-hari yang umum.
Adapun 30,9% siswa berada pada Level 2 dipandang sebagai kemampuan minimal
yang semestinya dimiliki oleh siswa berusia 15 tahun, yang antara lain mencakup
kemampuan untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menarik kesimpulan
atau memenuhi beberapa kondisi tertentu, mengenali pokok pikiran dalam sebuah
bacaan, memahami hubungan, ataupun menafsirkan pernyataan.
Belajar untuk memahami dan menginterpretasi teks dalam berbagai disiplin
ilmu merupakan salah satu tantangan terbesar bagi siswa sekolah menengah pertama
maupun atas (Lee & Goldman, 2015). Merujuk pada beberapa kajian sebelumnya,
Lee dan Goldman (2015) memaparkan bahwa di sekolah menengah pertama, siswa
umumnya menunjukkan penurunan motivasi dan keaktifan dalam membaca.
Tantangan siswa dalam membaca akan semakin besar ketika teks disajikan dalam
bahasa yang bukan merupakan bahasa pertamanya (Martinez et al., 2014).
Penelitian ini akan memberikan gambaran konsepsi guru bahasa Inggris
terhadap asesmen kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca dan
implementasinya. Hasil-hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi Dinas Pendidikan
terkait dalam menentukan program Pendidikan dan Latihan yang prioritas bagi
5
guru-guru yang dibinanya dalam rangka meningkatkan dan pengembangan
kompetensi guru Bahasa Inggris. Bagi Prodi PEP Sekolah Pascasarjana UHAMKA
hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk penyempurnaan kurikulum
dan merancang program pengabdian masyarakat.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Membaca
Kajian-kajian teoretis tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam
membaca masih relatif terbatas. Meskipun demikian, telah ada upaya-upaya untuk
merumuskam kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca seperti yang
dilakukan oleh Afflerbach et al. (2015). Menurut Afflerbach et al. (2015),
kemampuan berpikir dalam membaca perlu dibedakan antara tingkat tinggi dan
tingkat rendah. Kemampuan berpikir tingkat rendah dalam membaca antara lain
digunakan ketika pembaca mengidentifikasi kata yang tertulis di teks dan memahami
maknanya berdasarkan apa yang telah diingat sebelumnya. Di sisi lain, kemampuan
berpikir tingkat tinggi dibutuhkan ketika pembaca menarik kesimpulan yang
kompleks berdasarkan informasi yang ada pada teks dan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya dan menguraikannya menjadi gagasan-gagasan yang lebih kecil
untuk mendapatkan pemahaman atas teks tersebut. Kemampuan berpikir tingkat
tinggi digunakan lebih jauh dalam tugas-tugas literasi yang lebih kompleks, seperti
menyebutkan bukti-bukti dan mengevaluasi argumentasi-argumentasi yang berbeda
dalam beberapa bacaan (Afflerbach et al., 2015)
Afflerbach et al. (2015) merumuskan tiga karakteristik kemampuan tingkat
tinggi dalam membaca. Yang pertama adalah berorientasi pada tujuan (goal-directed)
dimana pembaca menggunakan strategi untuk mengindentifikasi, memilih,
menggunakan, merevisi, dan mengevaluasi cara-cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut. Yang kedua adalah responsif (responsive) dimana pembaca
menginterpretasi, menganalisis, dan mengevaluasi beragam aspek dalam teks yang
dibacanya. Adapun karakteristik yang ketiga adalah pengaturan diri (self-regulated)
7
yang mencerminkan kemampuan dalam mengaitkan tujuan membaca, tugas, situasi,
dan konteks wacana dengan strategi dan teknik membaca.
B. Penilaian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Membaca
Afflerbach et al. (2015) mengembangkan kerangka konseptual untuk menilai
kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca yang menggambarkan jenis dan
tingkat berpikir dalam membaca dan tugas-tugas penilaian yang relevan. Dalam
mengembangkan kerangka konseptual tersebut, Afflerbach et al. (2015) merujuk
pada taksonomi Bloom yang telah direvisi dengan sedikit modifikasi. Tingkatan
berpikir dalam membaca yang dikembangkan tersebut adalah mengingat (remember),
memahami (understand), menganalisis (analyze), mengaplikasikan (apply),
mengevaluasi (evaluate), mencipta (create), dan merefleksi (reflect).
Dalam kerangka tersebut, Afflerbach et al. (2015) menukar urutan proses
kognitif "menganalisis" dan "mengaplikasikan". Dalam taksonomi Bloom yang telah
direvisi, "menganalisis" berada pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi daripada
"mengaplikasikan". Dalam kerangka yang dikembangkan, Afflerbach et al. (2015)
berpandangan bahwa menganalisis merupakan proses berpikir untuk memahami
secara mendalam isi teks dan makna-makna yang implisit dan tersembunyi,
sedangkan "mengaplikasikan" merupakan kemampuan dalam mengaitkan apa yang
diperoleh dari teks , baik berupa informasi, pengetahuan, konsep, perspektif,
wawasan, dan lain-lain dalam penyelesaian masalah.-masalah yang kompleks. Selain
itu, Afflerbach et al. (2015) menambahkan "merefleksi"dalam tingkatan tertinggi,
yang meliputi metakognisi. memonitor, mengontrol, dan merevisi.
Perbedaan tingkatan berpikir dalam membaca membutuhkan teks dan tugas
yang berbeda. Sebagai contoh, Afflerbach et al. (2015),berpikir tingkat rendah dapat
dinilai dengan menggunakan soal-soal pilihan ganda yang difokuskan pada
pemahaman. Akan tetapi, berpikir yang lebih analitis lebih tepat bila dinilai
menggunakan penilaian berbasis kinerja. Adapun berpikir kritis dan kreatif dalam
membaca dapat dinilai melalui tugas-tugas yang dirancang untuk membuat pembaca
8
mengapresiasi dan mengkritisi sudut pandang dalam teks, membuat sumber-sumber
informasi dalam bentuk video berdasarkan buku, dan menanggapi isu-isu dan
masalah-masalah yang relevan. Sementara itu, berpikir metakognitif dapat dinilai
dengan meminta siswa untuk menjelaskan strategi mereka dalam membaca.
Afflerbach et al. (2015) berpendapat bahwa keberhasilan dalam membaca
membutuhkan baik berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Dengan
demikian, menurut Afflerbach et al. (2015), perlu dipastikan bahwa siswa telah
memiliki kemampuan dasar dalam membaca sebelum dilibatkan dalam tugas-tugas
yang membutuhkan kemampuan belajar tingkat tinggi. Penilaian yang digunakan
dapat berupa penilaian sumatif dan formatif. Afflerbach et al. (2015), penilaian
formatif dapat memberikan gambaran detil tentang kemajuan siswa dan merupakan
komponen utama dalam pengajaran yang efektif.
Penelitian yang dilakukan McNeill, Gospera, and Xu (2012) mengindikasikan
bahwa para pengajar masih memfokuskan penilaian LOTS, seperti mengingat dan
memahami dengan menggunakan strategi penilaian yang lebih tradisional, seperti
kuis dan forum diskusi secara daring. Di sisi lain, pemanfaatan teknologi informasi
dalam mengembangkan penilaian HOTS, seperti pemecahan masalah, kreativitas, dan
metakognisi juga masih kurang. Hasil penelitian Retnawati et al (2018) menunjukkan
masih rendahnya pengetahuan guru tentang HOTS. Selain itu, kemampuan guru
dalam melatih siswa mengembangkan HOTS, menyelesaikan masalah-masalah yang
membutuhkan HOTS, dan melakukan penilaian HOTS masih rendah.
C . Konsepsi Guru tentang Asesmen
Istilah konsepsi diperkenalkan oleh Thompson yang merujuk pada “general
mental structure, encompassing beliefs, meanings, concepts, propositions, rules,
mental images, preferences, and the like” (Brown, 2004, h. 302-303). Brown (2004)
mendefinisikan konsepsi untuk menggambarkan kerangka yang mengorganisasi
bagaimana individu memahami, merespons, dan berinteraksi dengan sebuah
fenomena. Sementara itu, Deneen dan Brown (2016) mendefinisikan konsepsi
sebagai "attitudes, perceptions, dispositions and other terms that suggest belief about
9
a phenomenon." Menurut Brown (2004), konsepsi guru tidak seragam dan tidak
sederhana, tetapi beragam dan saling terkait yang meliputi empat keyakinan utama
tentang asesmen, yaitu asesmen memperbaiki pengajaran dan pembelajaran melalui
informasi yang diperoleh untuk pengambilan keputusan, asesmen merupakan bentuk
pertanggungjawaban siswa atas pembelajaran mereka, asesmen merupakan bentuk
pertanggungjawaban guru dan sekolah, dan asesmen tidak relevan dengan pekerjaan
guru ataupun kehidupan siswa.
Konsepsi guru tentang asesmen juga tidak terlepas dari konteks dimana guru
tersebut berada. Penelitian yang dilakukan Brown (2004) menggunakan kuesioner
Teachers' Conceptions of Assessment (COA-III) questionnaire yang terdiri dari 50
aitem menemukan bahwa guru-guru sekolah dasar di di New Zealand dan Queensland
meyakini asesmen sebagai upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran dan
menentukan akuntabilitas sekolah, namun mereka tidak sepakat bila hasil asesmen
digunakan untuk akuntabilitas siswa. Selain itu, para guru juga tidak menyepakati
pandangan bahwa asesmen tidak terkait dengan aktivitas pembelajaran yang dilalui.
Bagi guru-guru di Hong Kong, sebagai terungkap dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Brown et al. (2009) dengan menggunakan instrumen yang sama
dengan penelitian Brown (2004) di Selandia Baru dan Queensland, konsepsi guru
bahwa asesmen bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran dan pengajaran terkait
erat dengan asesmen yang bertujuan untuk akuntabilitas siswa sehingga dalam
praktiknya menumbuhkan model belajar latihan-latihan soal untuk mempersiapkan
diri menghadapi ujian.
10
D.Roadmap Penelitian
Roadmap penelitian digambarkan sebagai berikut:
1. Mengeksplorasi
pemahaman guru terhadap
penilaian HOTS.
2. Mendalami bentuk dan
instrumen penilaian HOTS
yang digunakan guru
2. Menguji kualitas
instrumen penilaian (HOTS)
buatan guru-guru
2018-2020
1.Mengembangkan instrumen penilaian HOTS untuk berbagai mata pelajaran dan berbagai jenjang pendidikan
2. Menguji kualitas instumen penilaian HOTS yang dikembangkan
2020-2021
1. Mengembangkan berbagai jenis nstrumen penilaian HOTS yang tidak terbatas pada pilihan ganda.
2. Menguji kualitas berbagai instrumen penilaian HOTS yang tidak terbatas pada pilihan ganda.
2021-2022
11
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Prosedur Penelitian dan Teknik Pengambilan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melibatkan 10 orang guru
Bahasa Inggris di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian kualitif ini dipilih karena sesuai
dengan tujuan penelitian, yaitu mengggali konsepsi guru bahasa Inggris terhadap
penilaian HOTS dalam membaca dan bagaimana mereka mengimplementasikan
penilain tersebut. Dengan demikian, penelitian kualitatif menjadi pilihan yang sangat
relevan.
Data konsepsi guru Bahasa Inggris tentang penilaian HOTS dalam membaca
dan bagaimana implementasinya didapatkan melalui wawancara semi-terstruktur
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Meskipun demikian, pewawancara tetap memiliki keleluasaan untuk menggali dan
mengembangkan pertanyaan selama wawancara tersebut berlangsung. Berdasarkan
persetujuan informan, wawancara tersebut direkam dan ditranskrip.
B. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh melalui wawancara dianalisis dengan merujuk Miles and
Huberman (1994) yang meliputi tahap (1) Reduksi Data, (2) Sajian Data, dan (3)
Penarikan kesimpulan, verifikasi dan interpretasi data
12
C. Bagan Alur Penelitian
Alur penelitian digambarkan sebagai berikut
Kajian Pustaka
Penyusunan Proposal
Observasi Lapangan
Penyusunan Instrumen Penelitian
WawancanaPenilaian Kualitas
Instrumen
Penulisan Laporan
Penulisan Artikel
Pengurusan HAKI Pengiriman artikel ke
jurnal
Analisis Data
13
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Informan Penelitian
Sepuluh orang informan dalam penelitian ini adalah guru-guru Bahasa Inggris
yang berasal dari berbagai sekolah yang berada di DKI Jakarta dan sekitarnya
(Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi). Mayoritas guru dalam penelitian ini (80%)
adalah perempuan. Usia guru-guru antara 33 dan 47 tahun dengan mayoritas guru
telah memiliki pengalaman pengajar lebih dari 10 tahun. Hanya ada satu orang guru
yang baru memiliki pengalaman mengajar 1 tahun. Tiga orang guru mengajar di
SMP, empat orang mengajar di SMA, 2 orang mengajar di SMK, dan satu orang
mengajar di MA.
Data sepuluh orang guru yang menjadi informan dalam penelitian ini disajikan
dalam tabel berikut ini.
Tabel Daftar Informan
Informan Jenis
Kelamin
Usia
(tahun)
Mengajar di Kota Lama
Mengajar
(tahun)
1 Perempuan
36 tahun SMP Tangerang
Selatan
15
2 Perempuan
33 tahun SMA Depok 5
Perempuan 38 tahun
SMA Jakarta 15
4 Perempuan 33 tahun MA Bekasi 1
5 Perempuan 37 tahun SMP Jakarta 14
6 Perempuan 38 tahun SMK Jakarta 10 tahun
14
7 Laki2 37 tahun SMP Jakarta 15 tahun
8 Laki2 47 tahun SMA Jakarta 15 tahun
9 Perempuan 47 tahun SMA 6 tahun
10 Perempuan 42 tahun SMK 15
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Konsepsi Guru-guru tentang Penilaian Higher-Order Thingking Skills
(HOTS)
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang guru yang menjadi
informan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa mayoritas guru-guru yang
diwawancarai dalam penelitian mengkonseptualisasi penilaian HOTS dengan
penilaian pada tingkatan proses kognitif yang lebih tinggi dengan merujuk pada
Taksonomi Bloom sebagaimana terungkap pada pernyataan-pernyataan berikut ini.
Untuk penilaian berbasis HOTS atau high order thinking skill, itu biasanya
penilaian yang kita lakukan sampai kepada level aplikasi. Siswa
mengaplikasikan apa yang dimaksud and then masuk juga ke dalam level
meng-create, jadi siswa bisa meng’create’ atau membuat sesuatu yang guru
instruksikan. (Informan 1).
Penilaian HOTS adalah penilaian cara berpikir yang tingkatannya lebih tinggi
dibanding hanya menghafal atau mengingat atau menceritakan kembali
tentang sesuatu, jadi lebih kepada menganalisis. (Informan 2)
Penilaian HOTS adalah berisi tentang banyak aspek terutama tentang di
Bloom Taxonomy, bukan hanya recognize atau bukan hanya guessing atau
bukan hanya sekadar mengetahui...(Informan 4)
15
HOTS itu sendiri sebenarnya kerangka berpikir, dimana dia mengacu pada
Taksonomi Bloom, dimana Taksonomi Bloom itu sendiri mulai dari LOTS
sampe ke HOTS ya. HOTS sendiri menuntut siswa untuk berpikir kreatif,
kalau itu kan mulai dari memahami, menerapkan, mengingat, kalau HOTS itu
kan sudah mulai menganalisis, mengevaluasi, kemudian sampai ke tahap
mencipta. (Informan 6).
Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi, proses kognitif merupakan
sebuah kontinum dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu mengingat
(remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze),
mengevaluasi (evaluate) dan mencipta (create) (Anderson, et al., 2001). Mengingat
dan memahami termasuk dalam kategori kemampuan berpikir tingkat rendah,
sementara menerapkan, menganalisis, mengevalusi, dan mencipta termasuk dalam
kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi (FitzPatrick & Schulz, 2015, h. 139).
Sebagian besar guru-guru bahasa Inggris dalam penelitian in juga
mengkonseptualisasi penilaian HOTS sebagai penilaian atas kemampuan siswa dalam
mentransfer pengetahuan, berpikir kritis, berpikir kreatif, menyelesaikan masalah,
dan metakognitif. Konsepsi tersebut sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh
Brookhart (2010) yang membagi kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam tiga
kategori, yaitu transfer, critical thinking, dan problem solving. Transfer adalah
kemampuan siswa dalam memahami dan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka pelajari dalam konteks yang baru. Critical thinking
meliputi kemampuan dalam penalaran, mempertanyakan, menginvestigasi,
mengamati, mengobservasi dan menggambarkan, membandingkan dan
menghubungkan, menemukan kompleksitas dan mengeksplorasi sudut pandang.
Adapun problem solving merujuk pada kemampuan dalam menyelesaikan masalah-
masalah dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan berpikir yang dimiliki
dengan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah yang baru
16
...jadi pembelajaran yang menerapkan HOTS itu biasanya berisikan adanya
pengetahuan, adanya pentransferan pengetahuan dimana siswa diajak berpikir
kritis dan juga dia berpikir kreatif. Di situ juga siswa diajak untuk
menyelesaikan masalah. Dalam hal ini biasanya peserta didik, siswa tersebut
akan melakukan pembelajaran dengan melalui beberapa hal. Yang pertama
dia akan melalui fakta-fakta dari masalah tersebut, lalu dia akan belajar
prosedur-prosedur langkah-langkahnya, lalu yang terakhir adalah
metakognitif. (Informan 3).
...bukan hanya sekedar mengetahui tapi sudah pada tahap bisa jadi melatih
siswa untuk berpikir kritis terhadap reading tersebut. (Informan 4).
Mengajarkan anak, bagaimana untuk berpikir keritis, kemudian ketika
penilaian itu mereka diperlukan penalaran, tidak hanya hafalan tapi juga
penalaran. (Informan 5)
Untuk HOTS jadi kita memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dijawab
logika anak-anak, mungkin juga pengalaman, atau ilmu pengetahuan yang
mereka punya. Kemudian mereka bisa menjawab dengan rangkuman logika
mereka, jadi bukan hanya sekadar pilihan ganda kan sudah pasti jawabannya.
Kalau ini kan harus membutuhkan pemikiran yang lebih luas. (Informan 7)
Konsepsi lain yang muncul dari hasil wawancara dengan para guru bahasa
Inggris adalah terkait tujuan penilaian HOTS dalam membaca. Hampir semua guru
dalam penelitian ini menyatakan bahwa tujuan penilaian penilaian HOTS adalah
melatih siswa berpikir kritis, mampu menyelesaikan masalah, berpikir kreatif dan
inovatif sebagaimana disebutkan oleh beberapa informan berikut ini.
17
Penilaian HOTS tujuannya adalah agar siswa dapat berpikir secara kritis
untuk menghadapi masalah-masalah atau sosial fenomena yang dihadapi
sekarang. (Informan 1)
Supaya menuntut anak supaya terbiasa berpikir kritis, tidak hanya meng-copy
atau mendefinisikan ulang sebuah bacaan tapi juga mengkritisi bacaan
tersebut. (Informan 2)
Tujuan penilaiannya sudah pasti ingin meningkatkan skill siswa terutama
pada daya berpikir kritisnya dan analisisnya. (Informan 4)
Tujuannya ya itu tadi, untuk membentuk anak berpikir kritis. Membentuk
mereka untuk lebih menggunakan logika mereka, jadi bukan hanya sekedar
menjelaskan yang sifatnya teoritis tapi mereka bisa menjelskan lebih rinci
dari pengalaman mereka atau pengalaman orang lain. (Informan 7)
Melatih anak berpikir lebih kritis.... (Informan 9).
Saya pikir untuk bisa ini e…berpikir kritis siswa...(Informan 10)
...siswa itu dia biar bisa lebih banyak berpikir lagi gitu, berpikirnya enggak
hanya disitu tapi dalam secara kritis gitu terhadap sesuatu.... (Informan 11).
Selain melatih siswa agar dapat berpikir kritis, beberapa guru dalam penelitian
ini menyatakan bahwa penilaian HOTS dalam membaca juga bertujuan melatih siswa
agar dapat berpikir kreatif.
Tujuannya ya, menuntut si anak untuk berpikir lebih kreatif, jadi anak sudah
bisa menganalisa, mencipta, supaya kerangka pikirnya dipaksa untuk lebih
tinggi. (Informan 6)
18
Ada pula guru yang menyatakan tujuan penilaian HOTS dalam membaca
terkait juga dengan penyelesaian masalah, sebagaimana dinyatakan berikut ini.
Mengajak anak untuk anak berpikir kritis, dia punya pendapat bisa
diungkapkan, dan lebih kreatif dalam mengungkapkan pendapat atau
menyelesaikan suatu permasalahan yang mereka hadapi, mereka dituntut
untuk mencari jalan keluar, menyelesaikan permasalahan. (Informan 5)
Salah seorang guru yang diwawancara dalam penelitian ini, menjelaskan
tujuan penilaian HOTS dalam membaca secara lebih komprehensif, yaitu melatih
siswa berpikir kritis, berpikir kreatif, menyelesaikan masalah, dan inovatif. Guru
tersebut juga mengaitkan penilaian HOTS dengan kecakapan Abad 21 yang perlu
dikuasai siswa.
Tujuan yang utama untuk melatih mereka agar kecakapan abad 21, terutama
dalam hal 4C ya salah satunya. 4C itu kan communication tentang
komunikasi, siswa itu belajar komunikasi, misalnya kaya problem solving.
Dia berkomunikasi dengan temannya, timnya, adanya kerja sama. Nah, dari
kerja sama itu kan enggak mungkin tanpa komunikasi. Nah, dengan kerja
sama adanya kolaborasi, dari kolaborasi dikumpulkan untuk menyelesaikan
masalah, berkumpullah orang-orang untuk berpikir kritis dan di sini disebut
critical thinking dan problem solving, ya kan belajar menyelesaikan masalah
yang ada. Nah, setelah itu mengemas bagaimana menyelesaikan masalah
dengan cepat, kreatif, dan inovatif. Itu sih yang artinya kreatif dan inovatif.
(Informan 3)
B. Implementasi Penilaian HOTS dalam Membaca
19
Guru-guru dalam penelitian ini menyatakan bahwa mereka sudah
memasukkan soal-soal HOTS dalam penilaian di kelas. Salah satu alasan yang
dikemukakan adalah tuntutan Kurikulum 2013 untuk menggunakan materi-materi
berbasis HOTS
Ya otomatis ya, karena memang tuntutan dari kurikulum 13 mau enggk mau
memang guru itu mulai harus materi-materi yang berbasis HOTS. Apalagi
bahasa Inggris kan, dengan empat skills yang ada yang paling banyak
dikerjakan di kelas kan reading, otomatis pasti ada dalam HOTS di dalamnya.
(Informan 3)
Dalam menerapkan penilaian HOTS dalam membaca, guru-guru terlebih
dahulu membuat kisi-kisi soal sebagaimana disampaikan melalui pernyataan-
pernyataan berikut.
...Saya membuat kisi-kisi terlebih dahulu, jadi sesuai dengan rangkaian
Taxonomy Bloom; dari mulai mengingat, memahami, mengevaluasi,
menganalisis, sampai dengan mencipta. Jadi C1 sampai C6, kemudian
membuat soalnya dan dianalisis kembali soalnya; apakah sudah masuk ke
tujuan pembelajaran atau tidak (Informan 2)
....pembuatan kisi-kisinya dulu, KD nya nih yang diambil ada di kompetensi
ranahnya apa, di pengetahuan atau keterampilan. Lalu disesuaikan dengan
indikator pencapaian kompetensinya, nah setelah itu saya siapkan bahan
ajarnya yang akan ditempuh apa saja. Nah, dari situ siswa akan diberikan
tugas-tugas yang akan dikerjakan menyesuaikan dari KD dan IPK yang tadi
(Informan 3)
Soal-soal HOTS tersebut dibuat dengan memberikan teks pada siswa dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa mencari hal-hal yang
20
tersirat dalam teks, menarik kesimpulan berdasarkan teks yang diberikan ataupun
menganalisis.
...Guru memberikan teks dan ada beberapa pertanyaan yang related to the text,
tapi jawabannya tidak terdapat secara eksplisit, tapi implisit dari teks
bukan eksplisit dari teks. Misalnya, contohnya kalau ada teks narrative yang
ditanyakan adalah bagaimana moral value nya, kemudian main idea
nya...(Informan 1)
...mereka harus mencari kesimpulan, biasanya saya memberikan soal-soal
seperti itu, tersirat aja. (Informan 5).
Jadi ceritanya, aku bikin…oh tentang biografi. Materinya tentang recount text
tetapi diambil yang biografi e… pertanyaanya jadi kearah, bentar-bentar
jadi…apa ya jadi menyimpulkan. Maksudnya e…apa sih biografi itu jadi apa,
terus apa fungsinya biografi. Apa sih fungsi dari teks biografi gitu, kemudian
em…kemudian biografi siapa yang pernah and abaca terus dihubungkan.
Apakah biografi misalnya, a…biografi…misalnya gini, kenapa kita perlu
untuk mempelajari biografi seseorang yang mungkin terkenal itu sih, mungkin
seperti itu. (Informan 10)
….contoh soal apa yah misalnya…misalnya itu aja deh. Iklan..label. Terus apa
keuntungan kita mengetahui label. Kalau yang dulu kan soalnya paling ini
label ini tentang apa. Itu udah ngga perlu lagi. Lebih udah menganalisa,
fungsinya (Informan 9)
Dalam membuat soal, beberapa guru mengungkapkan bahwa mereka
memanfaat berbagai sumber dalam membuat soal-soal HOTS, seperti dari buku teks
dan internet.
21
Untuk pengembangan, saya dari teks, kemudian kita lihat statement yang
sekiranya bisa diambil sebuah kesimpulan, disitulah kita pilih sebagai suatu
hal harus siswa menyimpulkan, untuk ada perlu pemikiran mendalam terkait
teks itu. Untuk teks sendiri saya ambil dari sumber buku yang ada, dari
internet, dari situ kemudian kita ambil dan kita olah untuk mencari mana sih
yang perlu di Higher Order Thinking Skill. (Informan 5)
Kalau materi ya, dari media mana aja, ya buku, internet, itu kalo materi. Kalo
kita butuh teks yang ter-update mungkin berita-beri yang ter-update kan itu
dari internet. (Informan 6)
Bentuk soal yang digunakan oleh para guru dalam penelitian ini didominasi
oleh pilihan ganda dan esai.
Mostly esai. Biasanya esai dan multiple-choice. (Informan 4)
Biasanya soal bentuk esay, ataupun pilahan ganda juga ada, misalkan sebuah
topik dari teks ini, misalkan tentang karakter tokoh seperti apa, misalnya
karakter tokoh seperti apa. (Informan 5).
Pilihan ganda. Jadi kita menyajikan sebuah teks . satu teks itu bisa tiga sampai
lima soal lalu kita sisipkan satu yang soal HOTS. Nah untuk satu soal HOTS
tersebut anak dituntut untuk memahami teks secara keseluruhan (Informan 8)
Salah seorang guru mengemukakan bahwa USBK dan UNBK menggunakan
bentuk pilihan ganda sehingga bentuk soal tersebut pun paling banyak digunakan di
kelas.
Misalnya ada teks diberikan soal pilihan ganda, karena kita mengacu pada
USBK dan UNBK. Bentuk soalnya itu kebanyakan pilihan ganda, dan
kebanyakan juga reading comprehension. Kemudian kalau USBK ada juga
22
esai, esai juga kita lebih ke teks. Jadi banyakan sih pilihan ganda, dan untuk
soal HOTS sih nggak sampai 50%, HOTS ini kan dikategorikan sulit ya
(Informan 6)
Membuat instrument biasanya contohnya, kami biasa mengadakan workshop
untuk HOTS. Biasanya dikumpulkan dalam satu wadah yaitu wadah MGMP,
yaitu di’train untuk bagaimana membuat soal dan penilaian untuk HOTS.
(Informan 1)
Para guru juga mengemukakan hambatan utama implementasi penilaian
HOTS dalam membaca, yaitu keterbatasan kosa kata siswa.
... Hambatannya adalah keterbatasan vocabulary dari siswa tersebut. Mungkin
dia mau meng’create tentang apa-apa, membuat jawaban yang agak panjang
terkendalanya dalam bahasa itu aja. (Informan 1)
Saya rasa hambatannya, pertama ya vocabulary ya karena kan ini membaca
atau reading. Vocabulary itu memang, vocabulary itu kan didapat dari ketika
anak tersebut suka membaca. Ketika anak tersebut kemampuan membacanya
kurang atau bisa dikatakan tidak terlatih untuk membaca, jadi agak sulit untuk
memahami soal tersebut, apalagi untuk soal-soal yang HOTS. Soal-soal yang
berbasis low thinking order pun juga akan sulit bagi mereka yang memang
tidak terbiasa membaca atau reading comprehension. (Informan 2)
Hambatannya untuk anak-anak yang master vocablary sudah cukup bagus,
cukup mudah. Tapi yang mungkin low level, ya itu terkadang mereka lebih
berusaha keras untuk memahami juga, mengkritisi juga, mengambil
kesimpulan juga. Mungkin lebih kepada vocablary, penekanannya mungkin di
situ karena di sekolah itu anak-anak tidak semua bisa. Kadang anak-anak yang
low itu kadang kita jelaskan misalkan ini HOTS agak susah juga
23
pemahamannya beda dengan yang sudah level vocabulary-nya bagus.
(Informan 5)
Hambatan lain penerapan penilaian HOTS dalam membaca yang diungkapkan
oleh guru-guru adalah siswa malas membaca.
Biasanya karna anak malas baca ya. Jadi kendalanya karena mereka kan
maunya jalur cepat, misalkan sebentar-sebentar google cari cepat. Dengan
kurangnya kemauan membaca itu menjadikan mereka sendiri untuk
menyelesaikan masalah (Informan 3)
Biasanya siswa malas membaca. Ketika mereka malas membaca, itu otomatis
vocabulary nya enggak kaya ya, mereka enggak kaya akan vocabulary jadi
mereka stuck. Jadi mereka, ya udah makanya aja enggak tau. Mereka enggak
tahu bagaimana mereka menganalisa, bagaimana mereka mencari persamaan
kata atau persamaan makna dalam passage tersebut. Jadi intinya sih, ada di
daya reading mereka yang lemah. (Informan 4)
Tentu yang pertama jam. Cuma 2 jam seminggu kemudian terkadang
semangat anak ya..yang namaya anak ya naik turun. Semangat anak ya,
palimg kita memotivasi aja Terkadang mereka malas walaupun suda ada GLS
di sekolah sebagian mau baca sebagian mereak gamau walaupun kita
tonkrongi didepan anak2 itu masih banyak yang ga mau baca. Yang buka
buku kadang2 pas kita dekatin mereka ngga baca (Informan 8)
Guru-guru juga memandang siswa kurang kreatif dalam berpikir sehingga
menghambat penilaian HOTS dalam membaca sebagai diungkapkan oleh beberapa
informan berikut ini.
24
Apa yah, anak itu berpikirnya kurang kreatif ya ..pokoknya yang terpaku di
buku aja, karena dia terbiasa pertanyaan begitu ada di dalam teks semua.
Kalau HOTS itu kan luas. Perlu latihan aja sih. (Informan 9)
Hambatannya berusaha mengajak siswa untuk memahami, tugas dia apa, arah
pertanyaannya ini kemana. Nah itu itu yang mungkin berat ya. Artinya gini,
kemampuan mereka juga kan mungkin levelnya kan mungkin juga tidak
terlalu tinggi, dan kita memaksakan meminta mereka untuk menciptakan
sesuatu, baik itu speaking dialog atau menulis kan, nah mungkin kendalanya
e… proficiency siswanya baik itu secara grammaticalnya, secara vocabulary
nya pilihan katanya, nah itu mungkin kendalanya. Dalam reading sama, saya
pikir dia kesulitan untuk meng- apa yaa pasti mengartikan kata-kata yang
mungkin mereka belum kuasai yaa. Apalagi kalau readingnya udah level
tingkatan, udah level advance atau intermediate. Mungkin kalau tahapan
beginner mereka masih mampu yaa, mungkin ya itu kemampuan mereka
untuk memahami teks bacaan itu yang mungkin bergantung banget pada
seberapa banyak kosa kata yang mereka kuasai ya. (Informan 10)
Merujuk pada beberapa kajian sebelumnya, Lee dan Goldman (2015)
memaparkan bahwa di sekolah menengah pertama, siswa umumnya menunjukkan
penurunan motivasi dan keaktifan dalam membaca. Tantangan siswa dalam
membaca akan semakin besar ketika teks disajikan dalam bahasa yang bukan
merupakan bahasa pertamanya (Martinez et al., 2014).
Salah seorang guru menyatakan bahwa HOTS masih sulit dilakukan di SMP
karena kemampuan siswa SMP yang belum setara dengan siswa SMA selain
konsentrasi siswa yang masih relatif terbatas.
25
Kalau anak SMP memang masih terkendala, karena kemampuan anak SMP
kan masih belum setinggi anak SMA, karena konsentrasi mereka saja paling
hanya 20 menit di dalam kelas. Jadi kendalanya hanya masih pada
kemampuan anak. Karena kan anak kemampuannya juga berbeda-beda.
Selain itu kita juga ada kesulitan membuat instrumn yang harus disesuaikan
dengan kemampuan siswa. Jadi memang agak repotnya disitu,
menyesuaikan dengan kemampuan siswa. (Informan 7)
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sejatinya dapat ditumbuhkan sejak siswa
di sekolah dasar, termasuk di sekolah-sekolah yang memiliki siswa dengan beragam
latar belakang status sosial ekonomi jika sekolah-sekolah tersebut menerapkan
pembelajaran yang autentik (Preus, 2012)
26
BAB V
KESIMPULAN
Keberhasilan pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam
membaca teks-teks berbahasa Inggris oleh dipengaruhi pada asesmen yang dilakukan
oleh para guru. Implementasi asesmen tersebut akan terkait dengan konsepsi guru
terhadap penilaian HOTS dalam membaca. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk
mengggali konsepsi guru bahasa Inggris terhadap asesmen HOTS dalam membaca
dan bagaimana mereka mengimplementasikan penilain tersebut.
Berdasarkan analisis terhadap data hasil wawancara semiterstruktur dengan
10 orang guru Bahasa Inggris dari Jakarta dan sekitarnya dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Guru-guru Bahasa Inggris dalam penelitian ini mendefinisikan asesmen HOTS
dalam membaca sebagai kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada mengingat
dengan merujuk pada Taksonomi Bloom yang telah direvisi. Tingkatan proses
kognitif yang paling sering disebut oleh para guru Bahasa Inggris tersebut adalah
mengaplikasikan, menganalisis, dan mencipta. Sebagian besar guru-guru bahasa
Inggris dalam penelitian ini juga mengkonseptualisasi asesmen HOTS sebagai
asesmen atas kemampuan siswa dalam mentransfer pengetahuan, berpikir kritis,
berpikir kreatif, menyelesaikan masalah, dan metakognitif. Bagi guru-guru Bahasa
Inggris dalam penelitian ini, asesmen HOTS dalam membaca bertujuan untuk siswa
berpikir kritis, mampu menyelesaikan masalah, berpikir kreatif dan inovatif .
2. Dalam mengimplementasikan asesmen HOTS dalam membaca, guru-guru
berpatokan pada kompetensi dasar (KD) sebagaimana dirumuskan dalam Kurikulum
2013. Soal-soal dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Soal-soal HOTS tersebut dibuat dengan memberikan teks pada siswa dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa mencari hal-hal yang tersirat dalam teks,
menarik kesimpulan berdasarkan teks yang diberikan ataupun menganalisis dengan
27
memanfaatkan berbagai sumber dalam membuat soal-soal HOTS, seperti dari buku
teks dan internet.
3. Hambatan utama yang dihadapi para guru dalam menerapkan penilaian HOTS
dalam membaca adalah keterbatasan kosa kata siswa, kurangnya minat siswa dalam
membaca, kurangnya kreativitas dalam berpikir, keterbatasan kemampuan siswa, dan
kurangnya waktu yang tersedia untuk pembelajaran Bahasa Inggris.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L. W. et all ( 2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing
:revision a Bloom’s Taxonomy of Education Objective. New York : Addison
Wesley Longman, Inc.
antaranews.com (2018, 22 April). Mendikbud: Soal "HOTS" untuk UN SMP
disesuaikan., diakses 29 Juni 2018 dari mendikbud-soal-hots-untuk-un-smp-
disesuaikan
Afflerbach, P., Cho, B., & Kim, Y. (2015). Conceptualizing and assessing
higher-order thinking in reading. Theory Into Practice, 54(3), 2023-212., DOI:
10.1080/00405841.2015.1044367
Brookhart, S. M. (2010). How to assess higher-order thinking skills in your
classroom. Alexandria, VA: ASCD.
Brown, G. T. L. (2004). Teachers' conceptions of assessment: implications for
policy and professional development. Assessment in Education: Principles,
Policy & Practice, 11(3), 301-318, DOI:10.1080/0969594042000304609
Brown, G.T.L., Kennedy, K. J., Fok, P. K., Chan, J. K. S., & Yu, W. M. (2009).
Assessment for student improvement: understanding Hong Kong
teachers’conceptions and practices of assessment. Assessment in Education:
Principles, Policy & Practice, 16(3), 347-363, DOI:
10.1080/09695940903319737
Deneen, C. C., & Brown, G. T. L. (2016). The impact of conceptions of assessment
on assessment literacy in a teacher education program. Cogent Education, 3:
1225380, http://dx.doi.org/10.1080/2331186X.2016.1225380
Driana, E., & Ernawati, E. (2019). Teachers' understanding and practices in assessing
higher order thinking skills at primary school. Acitya: Journal of Teaching &
Education, 1(2), 110-118.
29
FitzPatrick, B. & Schulz, H. (2015). Do curriculum outcomes and assessment
activities in science encourage higher order thinking? Canadian Journal of
Science, Mathematics and Technology Education, 15(2), 136-154, DOI:
10.1080/14926156.2015.1014074
Lee, C. D., & & Goldman, S. R. (2015). Assessing literary reasoning: text and
task complexities. Theory Into Practice, 54(3), 213-227, DOI:
10.1080/00405841.2015.1044369
Martínez, R.S., Harris, B.& McClain, M.B. (2014). Practices that promote English
reading for English learners (ELs). Journal of Educational and
Psychological Consultation, 24(2), 128-148, DOI:
10.1080/10474412.2014.903192
McNeill, M., Gospera, M., & Xu, J. (2012). Assessment choices to target higher order
learning outcomes: the power of academic empowerment. Research in
Learning Technology, 20, 283-296.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis (2nd ed.).
Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc.
OECD (2016), PISA 2015 Results (Volume I): Excellence and Equity in Education,
PISA, OECD Publishing, Paris. http://dx.doi.org/10.1787/9789264266490-en
Pishghadam, R., Adamson, B., Sadafian, S. S., & Flora L. F.Kan, F. L. F. (2014).
Conceptions of assessment and teacher burnout. Assessment in Education:
Principles, Policy & Practice, 21(1), 34-51,
DOI:10.1080/0969594X.2013.817382
Preus, B. (2012). Authentic Instruction for 21st century learning: higher order
thinking in an inclusive school. American Secondary Education, 40(3), 59-79.
Retnawati, H., Djidu, H., Kartianom, Apino, E., Anazifa, R.D. (2018). Teachers’
knowledge about higher-order thinking skills and its learning strategy.
Problems of Education in the 21st Century, 76( 2), 215-230.
Roy, D. (2014). Website analysis as a tool for task-based language
30
learning and higher order thinking in an EFL context. Computer Assisted
Language Learning, 27(5), 395-421, DOI: 10.1080/09588221.2012.751549
Singh, R. D. V., & Shaari, A. H. (2019). The analysis of higher-order thinking skills
in English reading comprehension tests in Malaysia. Geografia Online
Malaysian Journal of Society and Space, 15(1), 12-26.
Schultz, H., & FitzPatrick, D. (2016). Teachers’ understandings of critical and higher
order thinking and what this means for their teaching and assessments.
Alberta Journal of Educational Research, 61(1), 61-86
31
LAMPIRAN 1
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan Identitas
Informan
Pertanyaan Jawaban
1 Perempuan,
guru SMP, 36
tahun,
pengalaman
mengajar 15
tahun
Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Untuk penilaian berbasis HOTS
atau high order thinking skill, itu
biasanya penilaian yang kita
lakukan sampai kepada level
aplikasi. Siswa mengaplikasikan
apa yang dimaksud and then
masuk juga ke dalam level meng-
create, jadi siswa bisa meng-
create atau membuat sesuatu
yang guru instruksikan.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Penilaian HOTS tujuannya adalah
agar siswa dapat berpikir secara
kritis untuk menghadapi
masalah-masalah atau sosial
fenomena yang dihadapi
sekarang.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
Iya, sudah.
32
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Instrumen penilaian dalam
berbasis HOTS, instrumen
penilaiannya biasanya dalam
bentuk teks. Guru memberikan
teks dan ada beberapa pertanyaan
yang related to the text, tapi
jawabannya tidak terdapat secara
eksplisit, tapi implisit dari teks
bukan eksplisit dari teks.
Misalnya, contohnya kalau ada
teks naratif yang ditanyakan
adalah bagaimana moral value
nya, kemudian main idea nya,
refers to blablabla dan
sebagainya.
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Membuat instrument biasanya
contohnya, kami biasa
mengadakan workshop untuk
HOTS. Biasanya dikumpulkan
dalam satu wadah yaitu wadah
MGMP, yaitu di-train untuk
bagaimana membuat soal dan
33
penilaian untuk HOTS.
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Dalam kurikulum K13 saya rasa
sudah cukup, sudah ada cara
berpikir HOTS di situ.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Ya pastinya kalau kita belajar
bahasa pasti sudah ada di situ, di
dalamnya terdapat HOTS.
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
Penilaian berbasis HOTS
mungkin kalau dalam membaca
bahasa inggris, ketika kita meng-
assess siswa. Hambatannya
34
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
adalah keterbatasan vocabulary
dari siswa tersebut. Mungkin dia
mau mengcreate tentang apa-apa,
membuat jawaban yang agak
panjang terkendalanya dalam
bahasa itu aja.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Pernah saya mengikuti pelatihan
bersama P4TK bahasa pusat di
Srengseng Sawah situ, P4TK
bahasa. Kemudian ada
narasumber yang memberikan
instruksi dengan bagaimana
membuat HOTS, soal HOTS,
bagaimana cara meng’assess,
memberikan emmm menilai-nilai
siswa dalam kategori HOTS
tersebut.
2 Perempuan, 33
tahun, guru
SMA,
pengalaman
mengajar 5
tahun
Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Penilaian HOTS adalah penilaian
cara berpikir yang tingkatannya
lebih tinggi dibanding hanya
menghafal atau mengingat atau
menceritakan kembali tentang
sesuatu, jadi lebih kepada
menganalisis.
35
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Supaya menuntut anak supaya
terbiasa berpikir kritis, tidak
hanya mengcopy atau
mendefinisikan ulang sebuah
bacaan tapi juga mengkritisi
bacaan tersebut.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Iya.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Bentuk instrumen penilaiannya
emmm mungkin yang pertama
dari segi soal. Saya membuat
kisi-kisi terlebih dahulu, jadi
sesuai dengan rangkaian
taxonomy bloom; dari mulai
mengingat, memahami,
mengevaluasi, menganalisis,
sampai dengan mencipta. Jadi C1
sampai C6, kemudian membuat
soalnya dan dianalisis kembali
soalnya; apakah sudah sudah
36
masuk ke tujuan pembelajaran
atau tidak.
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Instrumen penilaian untuk HOTS
atau tidak, begitu? Nah, itu tadi
seperti yang saya bilang, ada
kisi-kisinya dulu. Dari kisi-kisi
tersebut kan sudah terlihat bahwa
kenapa kita membuat soal itu.
Ternyata tujuan soal itu adalah
mencapai C2 katakanlah, C2 itu
memahami. Apakah dia mampu
memahami, tapi saya pikir HOTS
di sini, saya pikir sudah pada
tahap C4 sampai C6, yaitu
menganalisis, mengevaluasi, atau
sampai mencipta atau
meng’create.
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
Saya rasa iya.
37
membaca?
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Beberapa iya, saya temukan di
buku-buku penunjang di kelas
sudah berbasis HOTS, dan saya
rasa tinggal aplikasi di kelas.
Tergantung gurunya, apakah bisa
membuat atmosfer kelas itu atau
cenderung merangsang anak
untuk berpikir kritis atau tidak.
Jadi, walaupun sebagus apapun
bukunya tapi kalau tidak
didukung oleh kapasitas guru,
saya rasa juga tidak tercapai
tujuan dari HOTS tersebut.
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Saya rasa hambatannya, pertama
ya vocabulary ya karena kan ini
membaca atau reading.
Vocabulary itu memang,
vocabulary itu kan didapat dari
ketika anak tersebut suka
membaca. Ketika anak tersebut
kemampuan membacanya kurang
atau bisa dikatakan tidak terlatih
untuk membaca, jadi agak sulit
untuk memahami soal tersebut,
apalagi untuk soal-soal yang
38
HOTS. Soal-soal yang berbasis
low thinking order pun juga akan
sulit bagi mereka yang memang
tidak terbiasa membaca atau
reading comprehension.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Sejujurnya tidak, tapi saya hanya
membaca buku saja. Saya belum
pernah mengikuti pelatihan ttg
HOTS.
3 Perempuan, 38
tahun, guru
SMA,
pengalaman
mengajar 15
tahun
Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Yang saya tahu HOTS adalah
high order thinking skill dimana
siswa emmm… jadi pembelajaran
yang menerapkan HOTS itu
biasanya berisikan adanya
pengetahuan, adanya
pentransferan pengetahuan
dimana siswa diajak berpikir
kritis dan juga dia berpikir
kreatif. Di situ juga siswa diajak
untuk menyelesaikan masalah.
Dalam hal ini biasanya peserta
didik, siswa tersebut akan
39
melakukan pembelajaran dengan
melalui beberapa hal. Yang
pertama dia akan melalui fakta-
fakta dari masalah tersebut, lalu
dia akan belajar prosedur-
prosedur langkah-langkahnya,
lalu yang terakhir adalah
metakognitif.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Tujuan yang utama untuk melatih
mereka agar kecakapan abad 21,
terutama dalam hal 4C ya salah
satunya. 4C itu kan
communication tentang
komunikasi, siswa itu belajar
komunikasi, misalnya kaya
problem solving. Dia
berkomunikasi dengan temannya,
timnya, adanya kerja sama. Nah
dari kerja sama itu kan enggak
mungkin tanpa komunikasi. Nah,
dengan kerja sama adanya
kolaborasi, dari kolaborasi
dikumpulkan untuk
menyelesaikan masalah,
berkumpullah orang-orang untuk
berpikir kritis dan disini disebut
critical thinking dan problem
40
solving, ya kan belajar
menyelesaikan masalah yang ada.
Nah, setelah itu mengemas
bagaimana menyelesaikan
masalah dengan cepat,kreatif, dan
inovatif. Itu sih yang artinya
kreatif dan inovatif.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Ya otomatis ya, karna memang
tuntutan dari kurikulum 13 mau
enggk mau memang guru itu
mulai harus materi-materi yang
berbasis HOTS. Apalagi bahasa
inggris kan, dengan empat skills
yang ada yang paling banyak
dikerjakan di kelas kan reading,
otomatis pasti ada dalam HOTS
di dalamnya.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Gimana ya kalau yang namanya
soal HOTS, itu artinya kan siswa
yang paling utama diajak untuk
berfikir lebih dari biasanya,
berarti dia harus menghadapi
tahapan-tahapan untuk bisa
mewujudkan hasil pemikiran
diaa. Nah, biasanya
41
instrumentnya, guru harus bisa
menyiapkan apa namanya,
langkah-langkah yang harus
dilalui siswa tersebut. Maka,
pertama adalah jelasnya
pembuatan soal yang diberikan ke
siswa harus jelas instruksinya.
Dalam kisi-kisinya, apakah KD
nya, apakah itu IPK nya indikator
pencapaian kompetensi, apakah
itu sudah saling terkait. Lalu
ketika diberikan ke siswa nanti
langkah-langkah prosedur tujuan
pembelajarannya dulu ya, dari
yang ingin dicapai apa lalu baru
diberikan langkah-langkahnya
apa yang harus dilakukan oleh
siswa tersebut. Kalau untuk
reading ya bisa, salah satu
contohnya dengan kan guru
setelah memberikan KD, IPKnya
kepada siswa lalu dia
memberikan stimulus berupa
pertanyaan-pertanyaan dasar.
Nah, bisa juga nanti dibantu
dengan alat bantu seperti
pemberian novel, teks drama,
atau dengan foto, tabel, film, atau
42
bahkan dengan suara yang
direkam.
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Ya itu tadi yang jelas awalnya
kita harus membuat dulu nih
instrument dasarnya, pembuatan
kisi-kisinya dulu, KD nya nih
yang diambil ada di kompetensi
ranahnya apa, dipengetahuan atau
keterampilan. Lalu disesuaikan
dengan indikator pencapaian
kompetensinya, nah setelah itu
saya siapkan bahan ajarnya yang
akan ditempuh apa saja. Nah, dari
situ siswa akan diberikan tugas-
tugas yang akan dikerjakan
menyesuaikan dari KD dan IPK
yang tadi.
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
Oh ya sangat, sangat sekali.
Misalkan contohnya ya
bagaimana cara membuat, kalau
contoh yang sudah ada ya
misalkan contoh membuat
pelajaran narrative. Misalkan
siswa kita kasih materi tentang
cerita, tentang kancil ke buaya,
kancil to crocodile gitu. Nah,
43
membaca?
nanti siswa disuruh membaca,
habis itu disuruh menjelaskan
informasi apa saja yang
didapatkan dari teks tersebut.
Lalu kita naikan tingkatannya,
misalnya oh ternyata di situ ada
sebuah peristiwa dimana si kancil
melakukan kesalahan kepada si
crocodile tersebut. Nah, jadi kita
dari guru mempersiapkan betul
keterkaitan antara dari mulai KD,
IPK, sampai dengan tujuan
pembelajaran, sehingga soal yang
diberikan tidak terlepas dari itu
semua.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Iya tentu.
Hambatan- Biasanya karna anak malas baca
44
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
ya. Jadi kendalanya karena
mereka kan maunya jalur cepat,
misalkan sebentar-sebentar
google cari cepat. Dengan
kurangnya kemauan membaca itu
menjadikan mereka sendiri untuk
menyelesaikan masalah.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Kalau secara umum pelatihan
HOTS sudah diadakan di sekolah
saya beberapa kali. Nah, tapi
kalau untuk mencondongkan ke
arah reading belum. Belum
ada,dan memang kalau dari
MGMP sendiri sampai saat ini sih
belum ada ya. Saya pribadi blm
ada undangan untuk yang materi
khusus tentang HOTS. Hanya kita
HOTS itu umum. Soal-soal
umum, misal soal-soal buat ujian
nasional atau persiapan untuk
ujian sekolah, atau buat UTS,
atau buat PAT.
4 Perempuan, 33
tahun, guru
MA,
Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
Penilaian HOTS adalah berisi
tentang banyak aspek terutama
tentang di bloom taxonomy,
45
pengalaman
mengajar 1
tahun
order thinking
skills (HOTS)?
bukan hanya recognize atau
bukan hanya guessing atau bukan
hanya sekedar mengetahui tapi
sudah pada tahap bisa jadi
melatih siswa untuk berfikir kritis
terhadap reading tersebut.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Tujuan penilaiannya sudah pasti
ingin meningkatkan skill siswa
terutama pada daya berpikir
kritisnya dan analisisnya.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Emmm sudah, sudah saya
terapkan meskipun belum full.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Mostly essay. Biasanya essay dan
multiple-choise.
46
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Biasanya saya, terutama dalam
reading ya dari passage. Biasanya
saya membuatnya bukan
jawabannya tidak ada dalam
passage, biasanya bisa sinonim
atau maknanya sama tetapi tidak
tersebut di passage directly gitu
kan, tapi mempunyai same
understanding, begitu
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Saya yakin yes. Akhir-akhir ini
pemerintah sudah mulai
meningkatkan, emmm apa
namanya, tes mereka dalam
passage.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
Emmm sudah sih, meskipun
kembali lagi ke sekolah, kembali
lagi ke kemampuan gurunya dan
ketersediaan pada, tapi most of
all, overall semuanya sudah sih.
47
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Biasanya siswa malas membaca.
Ketika mereka malas membaca,
itu otomatis vocabulary nya
enggak kaya ya, mereka enggak
kaya akan vocabulary jadi mereka
stuck. Jadi mereka, ya udah
makanya aja enggak tau. Mereka
enggak tahu bagaimana mereka
menganalisa, bagaimana mereka
mencari persamaan kata atau
persamaan makna dalam passage
tersebut. Jadi intinya sih, ada di
daya reading mereka yang lemah.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Belum.
5 Apa yang Anda Mengajarkan anak, bagaimana
48
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
untuk berpikir keritis, kemudian
ketika penilaian itu mereka
diperlukan penalaran, tidak hanya
hafalan tapi juga penalaran.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Mengajak anak untuk anak
berpikir keritis, dia punya
pendapat bisa diungkapkan, dan
lebih kreatif dalam
mengungkapkan pendapat atau
menyelesaikan suatu
permasalahan yang mereka
hadapi, mereka dituntut untuk
mencari jalan keluar,
menyelesaikan permasalahan.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Pernah sih, dalam membuat soal
yang kita buat, mereka harus
mencari kesimpulan, biasanya
saya meberikan soal-soal seperti
itu, tersirat aja.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
Biasanya soal bentuk esay,
ataupun pilahan ganda juga ada,
misalkan sebuah topik dari teks
49
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
ini, misalkan tentang karakter
tokoh seperti apa, misalnya
karakter tokoh seperti apa.
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Untuk pengembangan, saya dari
teks, kemudian kita lihat statmen
yang sekiranya bisa diambil
sebuah kesimpulan, disitulah kita
pilih sebagai suatu hal harus
siswa menyimpulkan, untuk ada
perlu pemikiran mendalam terkait
teks itu. Untuk teks sendiri saya
ambil dari sumber buku yang ada,
dari internet, dari situ kemudian
kita ambil dan kita olah untuk
mencari manasih yang perlu di
Higher Order Thinking Skill.
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
Sebenarnya sudah ya, sudah ada,
kalau untuk saya level kelas tujuh
sebenarnya sudah ada, tinggal
bagaimna guru mengembangkan
dari kompetensi yang diminta,
kemudian mencari teks yang
sesui dengan yang meminta anak
itu unutk berpikir. Kalau untuk
materi saya pikir, saya liat dari
50
membaca?
buku-buku lainpun hampir sama,
hanya materi yang disajikan
tingkat kesulitan mungkin,
apakah itu perlu penerapan, atau
yang autentiknya ya, autentik
yang asli mungkin. Dari
kurikulum misalkan, kalau yang
terahir itukan misalnya
menganalisis ya. Kalau untuk
mencipta dalam riding lebih pada
reseptive ya. Mengambil
kesimpulan dari yang dia baca.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Dalam pembelajaran, mungkin
dilontarkan berbagai pertanyaan,
kita berikan teks, kemudian kita
buat pertanyaan, dari situ mereka
kemudian kita arahkan untuk
memahami teks
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
Hambatannya untuk anak-anak
yang master pocablary sudah
cukup bagus, cukup mudah, tapi
yang mungkin low level, ya itu
51
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
terkadang mereka lebih berusaha
keras untuk memahami juga,
mengkritisi juga, mengambil
kesimpulan juga. Mungkin lebih
kepada vocablary, penekanannya
mungkin disitu karna disekolah
itu anak-anak tidak semua bisa.
Kadang anak-anak yang low itu
kadang kita jelaskan misalkan ini
HOTS agak susah juga
pemahamannya beda dengan
yang sudah level vocablary-nya
bagus.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Kalau untuk pelatihan belum.
Kita hanya dapat share dari teman
gitu. Karana kita punya teman
diskusi, disebutnya MGMP di
sekolah gitu. Dimana
mendiskusikan hot issue gitu.
Kalu untuk langsung dari
pemateri belum untuk saya,
mungkin kalau untuk beberapa
teman disekolah sudah, kadang
mereka share aja ke kita.
6 Apa yang Anda
ketahui tentang
HOTS itu sendri sebenrnya
kerangka berpikir, dimana dia
52
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
mengacu pada taksonomi bloom,
dimna taksonomi bloom itu
sendiri mulai dari LOTS sampe
ke HOTS ya. HOTS sendiri
menuntut siswa untuk berpikir
kreatif, kalo itu kan mulai dari
memahami, menerapkan,
mengingat, kalu HOTS itu kan
sudah mulai menganalisis,
megevaluasi, kemudian sampe ke
tahap mencipta.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Tujuannya ya, menuntut si anak
untuk berpikir lebih kreatif, jadi
anak sudah bisa menganalisa,
mencipta, supaya kerangka
pikirnya dipaksa untuk lebih
tinggi.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Penerapannya, misalnya pada
reading teks, mungkin kita baru
menyajikan sebuah gambar atau
apa, mereka sudah bisa
mendeskripsikan kira-kira topik
apa yang akan dipelajari, dari
membaca teks aja dia udah tau,
itu sudah termasuk HOTS, tanpa
kita jelaskan pun mereka sudah
53
berusaha memahami isi atau
konten teks tersebut, yang tidak
tersurat dia juga sudah memulai
berpikir sejauh itu hal-hal apa
yang tersirat dalam teks.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Misalnya ada tek diberikan soal
pilihan ganda, karna kita
mengacu pada USBK dan UNBK.
Bentuk soalnya itu kebanyakan
pilihan ganda, dan kebanyakan
juga reading conprehension,
kemudia kalau USBK ada juga
essy, essy juga kita lebih ke teks.
Jadi banyakan si pilihan ganda,
dan untuk soal HOTS sih nggak
sampe 50%, HOTS ini kan di
kategorikan sulit ya,
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Kalau materi ya, dari media mana
aja, ya buku, internet, itu kalo
materi. Kalo kita butuh teks yang
ter-update mungkin berita-beri
yang ter-update kan itu dari
internet.
Apakah
kurikulum mata
Seringkali kalo pembuatan soal,
kita sering dituntut “inget untuk
54
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
HOTS-nya”. Karena itu kan
sudah diwajubkan dikurikulum.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Kalau untuk pembelajaran kan
lebih bayak pada teks, kadang
kita-kan tidak memberikan
pertanyaan pilihan ganda, tetapi
kita langsung meberi pertanyaan.
Kadang kita memberikan teks
kemudian mereka diminta
membuat pertanyaan, “jadi
jangan hanya menunggu
pertanyaan dari guru”. Kira-kira
dari teks itu anak bisa tidak
membuat beberapa pertanyaan,
menjawab pertanyaan.
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
SMK itu kan kebanyakan
inputnya. Kebanyakan input di
SMK itu kan lebih rendah dari
SMA, mengajarnya juga sedikit
susah, inputnya kan berbeda-
55
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
beda. Kalau ntuk media nggak ya,
karna kan sekarang media kan
banyak sperti media online dan
sebagainya.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Kalau untuk pelatihan khusus
belum ya, hanya kalau diskusi di
MGMP, tapi kalau khusus belum
ya.
7 Laki-laki, 37
tahun, guru
SMP,
pengalaman
mengajar 15
tahun
Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Untuk HOTS jadi kita
memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang bisa dijawab
logika anak-anak, mungkin juga
pengalaman, atau ilmu
pengetahuan yang mereka punya.
Kemudian mereka bisa menjawab
dengan rangkuman logika
mereka, jadi bukan hanya sekedar
pilihan ganda kan sudah pasti
jawabnnya. Kalau ini kan harus
membutuhkan pemikiran yang
lebih luas.
56
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Tujuannya ya itu tadi, untuk
membentuk anak berfikir keritis.
Membentuk mereka untuk lebih
menggunakan logika mereka, jadi
bukan hanya sekedar menjelsakan
yang sifatnya teoritis tapi mereka
bisa menjelskan lebih rinci dari
pengalaman mereka atau
pengalaman orang lain.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Dalam konteks membaca, di
sekolah kami memang ada waktu
utuk literasi, kita juga punya
majalah sekolah. Yang punya
bakat menulis kita suruj untuk
menulis dimajalah sekolah, entah
itu pengalaman merek sendiri
atau mungkin yang sudah kita
minta membuat artikel ilmiah,
tentang ipa atau tentang pelajaran,
mereka akan membuat sendiri,
mencari sendiri. Kalau untuk
menganalisa teks siswa SMP
belum mampu untuk standar
mereka.
Bentuk instrumen Kalau kita buat instrument
57
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
penilaiannya, kalau misalkan kita
mau mendengar kelancarannya,
gesturnya, atau pelafalannya, kita
membuat rubrik penilaiannya.
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Intrumen itu sendiri kita buat
sendiri ada juga yang kita
mengadopsi dari yang sudah jadi.
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Sangat mendukung, karna
kurikulum sudah memberikan
keleluasaan dalam
mengembangkan lagi, kita bisa
menyesuaikan lagi dengan
kedaan sekolah kita, tetapi tidak
keluar dari jalur.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Perlu, karena berbahasa itu kan
kompleks ya, kalau belajar
bahasa inggris misalnya, kita kan
bisa belajar tentang budaya, dan
58
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
memang pada faktanya disoal-
soal UN suadah banyak soal-soal
HOTS-nya. Jadi anak harus
berpikir, sebelum menjawab
harus berpikir keras.
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Kalau anak SMP memang masih
terkendala, karena kemampuan
anak SMP kan masih belum
setinggi anak SMA, karena
konsentrasi mereka saja paling
hanya 20 menit didalam kelas.
Jadi kendalanya hanya masi pada
kemampuan anak. Karenakan
anak kemampuanya juga
berbeda-beda. Selain itu kita juga
ada kesulitan membuat instrumn
yang harus disesuaikan dengan
kemampuan siswa. Jadi memang
agak repotnya disitu,
menyesuaikan dengan
kemampuan siswa.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
Kalau untuk pelatihan itu sudah
dua kali di MGMP, tetapi sifatnya
shering. Untuk pembahasan
sendiri yang pertama itu kita
59
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
mendapatkan sosialisasi tentang
HOTS, kemudian yang kedua
baru bagaimana cara membuat
soal HOTS atau sperti apa soal
HOTS itu sendiri
8 Laki-laki, 47
tahun, SMA 43
Jakarta,
pengalaman
mengajar 15
tahun
Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Dari namanya saja itu,
kita itu mengajarkan
kepada anak-anak supaya
dia itu berpikir lebih,
bukan hanya dia
mendapatkan apa yang
diberikan oleh gurunya,
tapi harus bisa juga
mengkreasi, mencari dan
menciptakan.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Ya itu tadi. Untuk menilai
anak-anak apakah anak-
anak sudah bisa berpikir
dengan tingkat tinggi lah.
Apakah anak-anak sudah
bisa menciptakan dan
mengkreasi dan berpikir
secara dewasa lah ya
Apakah Anda
sudah
menerapkan
Disekolah saya sudah
diterapkan. Cuma
mungkin belum banyak
60
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
paling ada dua atau tiga
soal setiap mata pelajaran
itu. Dalam setiap kelas
kita dituntut untuk
membuat soal yah seperti
itu minimal dua ataupun
boleh tiga. Jadi kita untuk
membuat soal seperti itu
anak tidak mungkin bisa
mencari dari satu
paragraph kalau itu
reading. Tapi anak itu
harus bisa memahami dari
sebuah teks tersebut baru
jawaban itu bisa ketemu
disitu. Dalam satu teks itu
mungkin bisa ada tiga soal
yang HOT itu cukup satu.
Di teks yang lain juga ada.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Test aja. Multiple choice
Bagaimana Anda Pilihan ganda. Jadi kita
61
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
menyajikan sebuah teks .
satu teks itu bisa tiga
sampai lima soal lalu kita
sisipkan satu yang soal
HOTS. Nah untuk satu
soal HOTS tersebut anak
dituntut untuk memahami
teks secara keseluruhan
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Kalau disekolah kami,
sekolah selalu mendukung
hal-hal yang seperti itu .
bahkan kita pernah
mengikuti pelatihan
pembuatan soal tentang
HOTS yah. Ya tentu
akhrinya ttp kita punya
kendala satu minggu itu
yang wajib Cuma 2jam
yang akhirya paling kita
memberi tugas ke anak
untuk mencari teks2 yang
berhubungan dengan itu.
Jadi ya kurikulum ny itu
kurang jam ny saja.
Apakah
pembelajaran
Sedikit sudah. Ya jadi
dilihat dari KD ny itu
62
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
siswa itu salah satunya
dia harus bisa menerapkan
apa yang dia pelajari
dalam kehidupan sehari2.
Siswa harus
menerapkannya, harus
menganalisa ya
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Tentu yang pertama jam.
Cuma 2 jam seminggu
kemudian terkadang
semangat anak ya..yang
namaya anak ya naik
turun. Semangat anak ya,
palimg kita memotivasi
aja Terkadang mereka
malas walaupun suda ada
GLS di sekolah sebagian
mau baca sebagian
mereak gamau walaupun
kita tonkrongi didepan
anak2 itu masih banyak
yang ga mau baca. Yang
buka buku kadang2 pas
kita dekatin mereka ngga
baca
63
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Bukan penilaian. Tapi
pembuatan soal.
Termasuk di UHAMKA
saya pernah sekali.
Mungkin dua tahun lalu.
Tadi itu pilihan ganda.
Karena kita kan dalam
pembuatan soal harus
selalu pilihan ganda kalau
untuk di final ya. Kalau
untuk sehari2 ya paling
kita minta anak untuk
meringkas dan paling itu
dalam bentuk tugas.
9 Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Penilaian yang
apa..tingkat tinggi yah
berpikirnya. Kan cara
berpikir kana da C1, C2,
C3, C4. Nah ini dia udah
bukan di C1, C2 ny
yah,,udah ke C3 nya. Apa
yah lupa nama2nya.
Pokoknya tahapan bukan,
kalau dulu kan Cuma
hanya mengamati yah.
64
Kalau sekarang itu udah
menganalisa trus habis itu
menghasilkan,
mereproduksi ya.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
Melatih anak berpikir
lebih kritis. Jadi ngga
nerima aja. Kalau dia
misalnya kita kasih soal
reading, HOW MANY
BOOK ARE THERE? Dia
ngga perlu berpikir kan.
Tapi kalau yang udah
HOTS itu soalnya udah
ngga begitu lagi. Soal
kaya gitu kalau di ujian
nasional udah ngga ada
lagi.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Sudah. Agak susah yah
sekarang karena mereka
dulu dilatih ngga berpikir
begitu.untuk kelas IX
makanya nilainya jatuh.
Dariitu soalnya itu, kalau
dulu kan menyebutkan.
Kalau sekarang itu udah
ngga menyebutkan lagi.
65
Udah menganalisa, terus
bagaimana caranya.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Tergantung permintaan
disitu. C berapa yang
diminta gt. Misalnya apa
yah….contoh soal apa yah
misalnya…misalnya itu
aja deh. Iklan..label. trus
apa keuntungan kita
mengetahui label. Kalau
yang dulu kan soalnya
paling ini label ini tentang
apa. Itu udah ngga perlu
lagi. Lebih udah
menganalisa, fungsinya.
Tergantung ini
ny,,instrument nya. Kan
biasanaya kalau kita bikin
soal udah ada ini nih..C1,
C2, C3,C4.
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Itu tadi harus ada kisi-
kisinya. Bikin dulu kisi-
kisinya. Biasanya C1, C2
udah jarang yah sekarang.
Mulai dari 3,4 kebawah .
66
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Masih Belum yah. Kalau
dari bukunya kalau saya
lihat sih masih belum. Jadi
kita cari lagi dari luar.
Kurikulum2013, tapi
isinya kalau saya lihat yah
belum sesuai dengan
kemauan pemerintah itu
kalau saya lihat yah. Terus
begitu ujian nasional ko
apa sih memang tinggi
yah..karena mungkin
anak,, kalau ditempat saya
kan baru kelas IX ini yang
baru pake mungkin dari
dulunya ngga dilatih
hanya makanaya itu yang
mungkin bikin nilainya
jatuh. Kalau mulai
kemarin saya udah mulai
nerapin soal-soal HOTS.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
Pelajaran di SMP. Iya
sebenarnya kalau
pembelajarannya gimana
gurunya kan. Ya gurunya
..karena kita mengajar
67
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
bebas. Kalau kita mau
maju ya kita yang
merubah. Sudah
menerapkan. Tapi
memang bagi anak agak
berat yh,karena dia ngga
di latih.
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Apa yah, anak itu
berpikirnya kurang
kreatifya ..pokonya yang
terpaku di buku aja,
karena dia terbiasa
pertanyaan begitu ada
didalam teks semua.
Kalau HOTS itu kan luas.
Perlu latihan aja sih
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Pernah. Saya dulu di
jogya. Kami dikasih
instrument dulu. Dikasih
misalnya materinya ini
yang akan diukur apa..C
berapa. Jadi kami dikasih
instrument, dikasih materi
tentang ini terus suruh
bikin soalnya. Habis itu
68
dosen ny liat ini udah
sesuai kuat apa belum.
Kan ada pertanyaan2 ny
kan. Pertanyaan C1 itu
apa, C2 itu apa. Yang
jelas udah bukan
menyebutkan,
menganalisa.
10 Perempuan, 42
tahun, SMK,
pengalaman
mengajar 15
tahun
Apa yang Anda
ketahui tentang
penilaian higher-
order thinking
skills (HOTS)?
E… memaksa siswa untuk
agar berpikir
menyimpulkan gitu,
misalnya kita mengatasi
soal tapi soalnya itu yang
mengarahkan bukan
jawaban pasti atau bukan
jawaban yang istilahnya
pengetahuan yaa, karna
ketika kita memberikan
soal mereka disuruh untuk
memberikan wawasan lain
dari soal yang ditanyakan
itu.
Menurut Anda,
apa tujuan
penilaian higher-
order thinking
Saya pikir untuk bisa ini
e…berpikir kritis siswa ya
bahwa dia bahwa otaknya
tidak hanya digunakan
69
skills (HOTS)?
untuk menghafalkan
sesuatu tapi juga bisa
memberikan gambaran,
apa yaa menyimpulkan
semua yang udah pernah
dia dapat ke dalam, satu
e… pemikiran dia sediri.
Apakah Anda
sudah
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Iya, sudah.
Membaca membaca
membaca, kayaknya
pernah deh. Jadi ceritanya,
aku bikin…oh tentang
biografi. Materinya
tentang recount text tetapi
diambil yang biografi e…
pertanyaanya jadi kearah,
bentar-bentar jadi…apa ya
jadi menyimpulkan.
Maksudnya e…apasih
biografi itu jadi apa, terus
apa fungsinya biografi.
Apa sih fungsi dari teks
biografi gitu, kemudian
em…kemudian biografi
siapa yang pernah and
abaca terus dihubungkan.
Apakah biografi misalnya,
a…biografi…misalnya
70
gini, kenapa kita perlu
untuk mempelajari
biografi seseorang yang
mungkin terkenal itu sih,
mungkin seperti itu.
Bentuk instrumen
apa saja yang
digunakan dalam
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Bentuk instrumentnya?
Misalnya pertanyaan.
Contohnya
emm…bentuknya ya bisa
juga ini sih…bikin
diagram venn. Ya jadi
misalnya dari ada satu
teks kemudian dicari
mana sih e…e…irisan
dari persamaan dari teks
tersebut. Misal teks A teks
B, maka irisan yang sama
itu apa. Jadi bagian yang
sama dari kedua teks itu
apa.
Bagaimana Anda
membuat
instrumen
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Jadi misalnya gini, ada
teks 1 teks 2 terus cari
e…e…e…terus cari
persamaan dan perbedaan
dari kedua teks tersebut.
Maksudnya mungkin dari
71
isinya teks itu apa yang
sama apa yang beda.
Terus siswa
meng’compare dan kita
pake ada gambar diagram
venn nya supaya mereka
memahami bahwa teks A
mana sih yang sama yang
ada di diagram tersebut.
Apakah
kurikulum mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
Kurikulum yaa, mungkin
sudah yaa… contohnya
emm… apa yaa emm…
sebetulnya kayak
membuat tulisan gitu kan
udah juga berpikir kritis
atau HOTS yaa. Ketika
kita misalnya, saya kasih
gambar kemudian
meng’create kisah dari
gambar yang kita berikan,
jadi kan sepertinya sudah
yang berfikir tinggi dong,
karna kan kita hanya
ngasih gambar terus
mereka menciptakan
dengan berbagai versi.
Saya sudah menggunakan
72
juga tuh, saya kasih 8
gambar saya tentukan
gambar pertama dan
gambar terakhir, nah
gambar 6 di tengahnya itu
mereka yang susunannya
bisa berbeda. Mereka
arrange sendiri, jadi tidak
ada urutan yang benar
kecuali nomor 1 dan
nomor terakhir yang saya
berikan. Jadi tengah-
tengahnya mereka mau
apa dulu itu terserah
mereka, clue nya ada di
pertama dan akhir. Ini
gambar pertama, ini
gambar terakhir, tengah-
tengahnya silakan anda
create, menurut anda ada
di posisi itu maka akan
melakukan apa dulu.
Apakah
pembelajaran
pada mata
pelajaran Bahasa
Inggris sudah
Em…mungkin sekitar
40% kali ya menurut saya.
Contohnya e… ya
di..di..di…di speaking
mungkin ya sama di
73
mendukung
pengembangan
kemampuan
berpikir tingkat
tinggi dalam
membaca?
writing sih mungkin.
E…mereka harus bisa
emm…mencipta dialog
dengan dikasih situasi
tertentu gitu kan, itu kan
sudah yang kalau menurut
saya sudahh yang masuk
ke ranah HOTS juga yaa,
kemudian menulis juga.
Kalau reading memang sih
tidak terlalu belum e…apa
yaa, untuk bisa
meng’HOTSkan soal
reading mungkin belum
banyak yaa, HOTS nya
mungkin sudah mulai
dijalankan.
Hambatan-
hambatan apa saja
yang dihadapi
dalam
menerapkan
penilaian berbasis
HOTS dalam
membaca?
Hambatannya berusaha
mengajak siswa untuk
memahami, tugas dia apa,
arah pertanyaannya ini
kemana. Nah itu itu yang
mungkin berat ya. Artinya
gini, kemampuan mereka
juga kan mungkin
levelnya kan mungkin
juga tidak terlalu tinggi,
74
dan kita memaksakan
meminta mereka untuk
menciptakan sesuatu, baik
itu speaking dialog atau
menulis kan, nah mungkin
kendalanya e…
proficiency siswanya baik
itu secara
grammaticalnya, secara
vocabulary nya pilihan
katanya, nah itu mungkin
kendalanya. Dalam
reading sama, saya pikir
dia kesulitan untuk meng-
apa yaa pasti mengarikan
kata-kata yang mungkin
mereka belum kuasai yaa.
Apalagi kalau readingnya
udah level tingkatan, udah
level advance atau
intermediate. Mungkin
kalau tahapan beginner
mereka masih mampu
yaa, mungkin ya itu
kemampuan mereka untuk
memahami teks bacaan itu
yang mungkin bergantung
banget pada seberapa
75
banyak kosa kata yang
mereka kuasai ya.
Apakah Anda
pernah mengikuti
pelatihan dalam
pembuatan
membuat
penilaian HOTS
dalam membaca?
Seperti apa bentuk
pelatihannya?
Kalau khusus untuk
membaca khusus bahasa
inggris belum, jadi yang
saya terima waktu itu
HOTS secara umum
artinya semua guru mata
pelajara ada di dalam satu
pelatihan tersebut jadi
memang kita dikhususkan
untuk membuat sendiri,
cuma memang khusus
HOTS bahasa inggris dan
spesifik ke reading itu
belum.
76
KONSEPSI DAN IMPLEMENTASI PENILAIAN HOTS DALAM MEMBACA DI
KALANGAN GURU-GURU BAHASA INGGRIS DI JAKARTA DAN SEKITARNYA
Ernawati
Educational Research and Evaluation Department, Graduate School, University of
Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA), Jakarta, Indonesia E-mail:
ernawati.pep@uhamka.ac.id
Elin Driana
Educational Research and Evaluation Department, Graduate School, University of
Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA), Jakarta, Indonesia E-mail:
elin.driana@uhamka.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggali konsepsi guru bahasa Inggris terhadap penilaian
kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca dan implementasinya. Data dikumpulkan melalui
wawancara semiterstruktur terhadap sepuluh orang guru Bahasa Inggris di Jakarta dan sekitarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru-guru Bahasa Inggris dalam mendefinisikan penilaian
HOTS dalam membaca sebagai kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada mengingat dengan
merujuk pada Taksonomi Bloom yang telah direvisi. Tingkatan proses kognitif yang paling sering disebut
adalah mengaplikasikan, menganalisis, dan mencipta. Sebagian besar guru-guru bahasa Inggris dalam
penelitian in juga mengkonseptualisasi penilaian HOTS sebagai penilaian atas kemampuan siswa dalam
mentransfer pengetahuan, berpikir kritis, berpikir kreatif, menyelesaikan masalah, dan metakognitif.
Bagi guru-guru Bahasa Inggris dalam penelitian ini, penilaian HOTS dalam membaca bertujuan untuk
siswa berpikir kritis, mampu menyelesaikan masalah, berpikir kreatif dan inovatif .
Dalam mengimplementasikan penilaian HOTS dalam membaca, guru-guru berpatokan pada
kompetensi dasar (KD) sebagaimana dirumuskan dalam Kurikulum 2013. Soal-soal dibuat berdasarkan
kisi-kisi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Soal-soal HOTS tersebut dibuat dengan memberikan teks
pada siswa dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa mencari hal-hal yang tersirat
dalam teks, menarik kesimpulan berdasarkan teks yang diberikan ataupun menganalisis dengan
memanfaatkan berbagai sumber dalam membuat soal-soal HOTS, seperti dari buku teks dan internet.
Hambatan utama yang dihadapi para guru dalam menerapkan penilaian HOTS dalam membaca adalah
keterbatasan kosa kata siswa, kurangnya minat siswa dalam membaca, kurangnya kreativitas dalam
berpikir, keterbatasan kemampuan siswa,dan kurangnya waktu yang tersedia untuk pembelajaran Bahasa
Inggris.
Keywords: higher order thinking skills; teachers' conception; reading, English; secondary
schools
PENDAHULUAN
Membaca merupakan kemampuan dasar yang sangat penting karena turut
menentukan kesuksesan seseorang dalam menempuh pendidikan, memasuki dunia
kerja, menjalankan perannya sebagai warga negara yang produktif, dan menjalani
kehidupan sehari-hari (Martinez, Harris, & McClain, 2014). Tantangan Abad 21 yang
semakin kompleks, dengan informasi yang berlimpah ruah dalam berbagai bentuk,
baik cetak maupun elektronik, semakin menegaskan pentingnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi dalam membaca. Berpikir tingkat tinggi diperlukan oleh pembaca untuk
mengelola proses yang konstruktif dan integratif dalam membuat kesimpulan
kompleks menggunakan informasi yang ada pada teks dan menguraikan teks menjadi
unit-unit gagasan untuk menangkap apa yang disampaikan dalam teks tersebut
(Afflerbach, Cho, & Kim, 2015).
Kompleksitas dalam membaca tentunya akan bertambah ketika siswa
dihadapkan pada teks yang disajikan dalam bahasa asing, termasuk bahasa Inggris,
yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan di Indonesia yang diperkenalkan
di jenjang SMP/sederajat yang di sekolah-sekolah negeri. Adapun sekolah-sekolah
swasta tidak sedikit yang telah memperkenalkan bahasa Inggris di jenjang yang lebih
rendah.
Afflerbach et al. (2015) berpandangan perlunya membedakan antara
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan tingkat rendah dalam membaca. Kemampuan
berpikir tingkat rendah dalam membaca antara lain digunakan ketika pembaca
mengidentifikasi kata yang tertulis di teks dan memahami maknanya berdasarkan apa
yang telah diingat sebelumnya. Di sisi lain, kemampuan berpikir tingkat tinggi
dibutuhkan ketika pembaca menarik kesimpulan yang kompleks berdasarkan
informasi yang ada pada teks dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan
menguraikannya menjadi gagasan-gagasan yang lebih kecil untuk mendapatkan
pemahaman atas teks tersebut.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi digunakan lebih jauh dalam tugas-tugas
literasi yang lebih kompleks, seperti
menyebutkan bukti-bukti dan mengevaluasi argumentasi-argumentasi yang berbeda
dalam beberapa bacaan (et al., 2015)
Afflerbach et al. (2015) merumuskan tiga karakteristik kemampuan tingkat
tinggi dalam membaca. Yang pertama adalah berorientasi pada tujuan (goal-directed)
dimana pembaca menggunakan strategi untuk mengindentifikasi, memilih,
menggunakan, merevisi, dan mengevaluasi cara-cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut. Yang kedua adalah responsif (responsive) dimana pembaca
menginterpretasi, menganalisis, dan mengevaluasi beragam aspek dalam teks yang
dibacanya. Adapun karakteristik yang ketiga adalah pengaturan diri (self-regulated)
yang mencerminkan kemampuan dalam mengaitkan tujuan membaca, tugas, situasi,
dan konteks wacana dengan strategi dan teknik membaca.
Afflerbach et al. (2015) mengembangkan kerangka konseptual untuk menilai
kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca yang menggambarkan jenis dan
tingkat berpikir dalam membaca dan tugas-tugas penilaian yang relevan. Dalam
mengembangkan kerangka konseptual tersebut, Afflerbach et al. (2015) dengan
merujuk pada taksonomi Bloom yang telah direvisi dengan sedikit modifikasi.
Tingkatan berpikir dalam membaca yang dikembangkan tersebut adalah mengingat
(remember), memahami (understand), menganalisis (analyze), mengaplikasikan
(apply), mengevaluasi (evaluate), mencipta (create), dan merefleksi (reflect).
Dalam kerangka tersebut, et al. (2015) menukar urutan proses kognitif
"menganalisis" dan "mengaplikasikan". Dalam taksonomi Bloom yang telah direvisi,
"menganalisis" berada pada tingkatan berpikir yang lebih tinggi daripada
"mengaplikasikan". Dalam kerangka yang dikembangkan, Afflerbach et al. (2015)
berpandangan bahwa menganalisis merupakan proses berpikir untuk memahami
secara mendalam isi teks dan makna-makna yang implisit dan tersembunyi,
sedangkan
"mengaplikasikan" merupakan kemampuan dalam mengaitkan apa yang diperoleh
dari teks , baik berupa informasi, pengetahuan, konsep, perspektif, wawasan, dan
lain-lain dalam penyelesaian masalah.-masalah yang kompleks. Selain itu,
Afflerbach et al. (2015) menambahkan "merefleksi"dalam tingkatan tertinggi, yang
meliputi metakognisi. memonitor, mengontrol, dan merevisi.
Perbedaan tingkatan berpikir dalam membaca membutuhkan teks dan tugas
yang berbeda. Sebagai contoh, menurut Afflerbach et al. (2015), berpikir tingkat
rendah dapat dinilai dengan menggunakan soal-soal pilihan ganda yang difokuskan
pada pemahaman, Akan tetapi, berpikir yang lebih analitis lebih dinilai menggunakan
penilaian berbasis kinerja. Adapun berpikir kritis dan kreatif dalam membaca dapat
dinilai melalui tugas-tugas yang dirancang untuk membuat pembaca mengapresiasi
dan mengkritisi sudut pandang dalam teks, membuat sumber-sumber informasi dalam
bentuk video berdasarkan buku, dan menanggapi isu-isu dan masalah-masalah yang
relevan. Sementara itu, berpikir metakognitif dapat dinilai dengan meminta siswa
untuk menjelaskan strategi mereka dalam membaca.
Afflerbach et al. (2015) berpendapat bahwa keberhasilan dalam membaca
membutuhkan baik berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Dengan
demikian, menurut Afflerbach, Cho, dan Kim (2015), perlu dipastikan bahwa siswa
telah memiliki kemampuan dasar dalam membaca sebelum dilibatkan dalam tugas-
tugas yang membutuhkan kemampuan belajar tingkat tinggi. Penilaian yang
digunakan dapat berupa penilaian sumatif dan formatif. Menurut Afflerbach et al.
(2015), penilaian formatif dapat memberikan gambaran detil tentang kemajuan siswa
dan merupakan komponen utama dalam pengajaran yang efektif.
Pentingnya mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam
pembelajaran English as a Second Language (ESL) dan English as a Foreign
Language (EFL) semakin disadari oleh para guru di berbagai negara (Roy, 2014).
Keberhasilan pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam berbahasa
Inggris, termasuk dalam membaca tentunya akan ditentukan juga oleh asesmen yang
dilakukan.
Di Indonesia, soal-soal berstandar higher-order thinking skills (HOTS) telah
disertakan juga dalam pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK).
Menurut Menteri Pendidikan Muhadjir Effendi, penggunaan soal-soal berstandar
HOTS dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa
(antaranews.com, 2018, 22 April). Lebih lanjut, Mendikbud menjelaskan bahwa
penguatan HOTS juga perlu dilakukan dalam berbagai aspek, seperti kurikulum,
pembelajaran, dan kemampuan guru. Kebijakan pendidikan yang sama juga
diterapkan negara-negara lain, misalnya Malaysia yang mengintegrasikan HOTS
dalam sistem evaluasi pendidikan (Singh & Shaari, 2019).
Keberhasilan kebijakan pemerintah tentang asesmen dalam bidang pendidikan
akan ditentukan juga oleh konsepsi guru atas kebijakan tersebut (Brown, 2004) yang
terkait dengan implementasi asesmen di ruang kelas (Brown, Kennedy, Fok, Chan,
dan Yu (2009). Di samping itu, konsepsi guru terhadap asesmen akan berpengaruh
terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh guru berdasarkan hasil asesmen
(Pishghadam, Adamson, Sadafian, & Kan, 2014).
Istilah konsepsi diperkenalkan oleh Thompson yang merujuk pada “general
mental structure, encompassing beliefs, meanings, concepts, propositions, rules,
mental images, preferences, and the like” (Brown, 2004, h. 302-303). Brown (2004)
mendefinisikan konsepsi untuk menggambarkan kerangka yang mengorganisasi
bagaimana individu memahami, merespons, dan berinteraksi dengan sebuah
fenomena. Sementara itu, Deneen dan Brown (2016) mendefinisikan konsepsi
sebagai"attitudes, perceptions, dispositions and other terms that suggest belief about a
phenomenon." Menurut Brown (2004), konsepsi guru tidak seragam dan tidak
sederhana, tetapi beragam dan saling terkait yang meliputi empat keyakinan utama
tentang asesmen, yaitu asesmen memperbaiki pengajaran dan pembelajaran melalui
informasi yang diperoleh untuk pengambilan keputusan, asesmen merupakan bentuk
pertanggungjawaban siswa atas pembelajaran mereka, asesmen merupakan bentuk
pertanggungjawaban guru dan sekolah, dan asesmen tidak relevan dengan pekerjaan
guru ataupun kehidupan siswa.
Secara umum, guru-guru meyakini pentingnya HOTS bagi semua siswa dan
berupaya mempraktikkannya di ruang kelas (Retnawati, Djidu, Kartianom, Apino, &
Anazifa, 2018; Schultz & FitzPatrik, 2016), tetapi ada keraguan akan kesiapan
mereka dalam mengajarkan ataupun menilai HOTS (Schultz & FitzPatrik, 2016).
Selain itu, berbagai penelitian juga menunjukkan kurangnya pemahaman guru tentang
HOTS sehingga menghambat keberhasilan implementasinya (Driana & Ernawati,
2019; Retnawati, et al., 2018).
Penelitian-penelitian tentang konsepsi guru bahasa Inggris tentang HOTS dan
implementasinya dalam membaca masih relatif terbatas. Oleh karena itu, penelitian
ini akan difokuskan pada konsepsi guru-guru bahasa Inggris SMP/sederajat dan
SMA/sederajat atas penilaian kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca dan
implementasinya. Dua pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:
1. Bagaimana konsepsi guru bahasa Inggris terhadap penilaian HOTS dalam
membaca?
2. Bagaimana guru-guru bahasa Inggris menerapkan penilaian HOTS dalam
membaca?
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melibatkan 10 orang guru Bahasa
Inggris di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian kualitif ini dipilih karena sesuai dengan
tujuan penelitian, yaitu mengggali konsepsi guru bahasa Inggris terhadap penilaian
HOTS dalam membaca dan bagaimana mereka mengimplementasikan penilain
tersebut.
Dengan demikian, penelitian kualitatif menjadi pilihan yang sangat relevan.
Mayoritas guru dalam penelitian ini (80%) adalah perempuan. Usia guru-guru
antara 33 dan 47 tahun dengan mayoritas guru telah memiliki pengalaman pengajar
lebih dari 10 tahun. Hanya ada satu orang guru yang baru memiliki pengalaman
mengajar 1 tahun. Tiga orang guru mengajar di SMP, empat orang mengajar di
SMA, 2 orang mengajar di SMK, dan satu orang mengajar di MA. Data konsepsi
guru Bahasa Inggris tentang penilaian HOTS dalam membaca dan bagaimana
implementasinya didapatkan melalui wawancara semi-terstruktur dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Meskipun demikian,
pewawancara tetap memiliki keleluasaan untuk menggali dan mengembangkan
pertanyaan selama wawancara tersebut berlangsung. Berdasarkan persetujuan
informan, wawancara tersebut direkam dan ditranskrip.
Data yang diperoleh melalui wawancara dianalisis dengan merujuk Miles and
Huberman (1994) yang meliputi tahap (1) Reduksi Data, (2) Sajian Data, dan (3)
Penarikan kesimpulan, verifikasi dan interpretasi data
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
1. Konsepsi Guru-guru tentang Penilaian Higher-Order Thingking Skills
(HOTS)
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang guru yang menjadi
informan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa mayoritas guru-guru yang
diwawancarai dalam penelitian mengkonseptualisasi penilaian HOTS dengan
penilaian pada tingkatan proses kognitif yang lebih tinggi dengan merujuk pada
Taksonomi Bloom sebagaimana terungkap pada pernyataan-pernyataan berikut ini.
Untuk penilaian berbasis HOTS atau high order thinking skill, itu biasanya
penilaian yang kita lakukan sampai kepada level aplikasi. Siswa
mengaplikasikan apa yang dimaksud and then masuk juga ke dalam level
meng-create, jadi siswa bisa meng’create’ atau membuat sesuatu yang guru
instruksikan. (Informan 1).
Penilaian HOTS adalah penilaian cara berpikir yang tingkatannya lebih tinggi
dibanding hanya menghafal atau mengingat atau menceritakan kembali tentang
sesuatu, jadi lebih kepada menganalisis. (Informan 2)
Penilaian HOTS adalah berisi tentang banyak aspek terutama tentang di Bloom
Taxonomy, bukan hanya recognize atau bukan hanya guessing atau bukan
hanya sekadar mengetahui...(Informan 4)
HOTS itu sendiri sebenarnya kerangka berpikir, dimana dia mengacu pada
Taksonomi Bloom, dimana Taksonomi Bloom itu sendiri mulai dari LOTS
sampai ke HOTS ya. HOTS sendiri menuntut siswa untuk berpikir kreatif,
kalau itu kan mulai dari memahami, menerapkan, mengingat, kalau HOTS itu
kan sudah mulai menganalisis, mengevaluasi, kemudian sampai ke tahap
mencipta. (Informan 6).
Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi, proses kognitif merupakan
sebuah kontinum dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu mengingat
(remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze),
mengevaluasi (evaluate) dan mencipta (create) (Anderson, et al., 2001). Mengingat
dan memahami termasuk dalam kategori kemampuan berpikir tingkat rendah,
sementara menerapkan, menganalisis, mengevalusi, dan mencipta termasuk dalam
kategori kemampuan berpikir tingkat tinggi (FitzPatrick & Schulz, 2015, h. 139).
Sebagian besar guru-guru bahasa Inggris dalam penelitian in juga
mengkonseptualisasi penilaian HOTS sebagai penilaian atas kemampuan siswa dalam
mentransfer pengetahuan, berpikir kritis, berpikir kreatif, menyelesaikan masalah,
dan metakognitif. Konsepsi tersebut sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh
Brookhart (2010) yang membagi kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam tiga
kategori, yaitu transfer, critical thinking, dan problem solving. Transfer adalah
kemampuan siswa dalam memahami dan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka pelajari dalam konteks yang baru. Critical thinking
meliputi kemampuan dalam penalaran, mempertanyakan, menginvestigasi,
mengamati, mengobservasi dan menggambarkan, membandingkan dan
menghubungkan, menemukan kompleksitas dan mengeksplorasi sudut pandang.
Adapun problem solving merujuk pada kemampuan dalam menyelesaikan masalah-
masalah dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan berpikir yang dimiliki
dengan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah yang baru.
...jadi pembelajaran yang menerapkan HOTS itu biasanya berisikan adanya
pengetahuan, adanya pentransferan pengetahuan dimana siswa diajak berpikir
kritis dan juga dia berpikir kreatif. Di situ juga siswa diajak untuk
menyelesaikan masalah. Dalam hal ini biasanya peserta didik, siswa tersebut
akan melakukan pembelajaran dengan melalui beberapa hal. Yang pertama dia
akan melalui fakta-fakta dari masalah tersebut, lalu dia akan belajar prosedur-
prosedur langkah-langkahnya, lalu yang terakhir adalah metakognitif.
(Informan 3).
...bukan hanya sekedar mengetahui tapi sudah pada tahap bisa jadi melatih
siswa untuk berpikir kritis terhadap reading tersebut. (Informan 4).
Mengajarkan anak, bagaimana untuk berpikir kritis, kemudian ketika
penilaian itu mereka diperlukan penalaran, tidak hanya hapalan tapi juga
penalaran. (Informan 5)
Untuk HOTS jadi kita memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dijawab
logika anak-anak, mungkin juga pengalaman, atau ilmu pengetahuan yang
mereka punya. Kemudian mereka bisa menjawab dengan rangkuman logika
mereka, jadi bukan hanya sekadar pilihan ganda kan sudah pasti jawabannya.
Kalau ini kan harus membutuhkan pemikiran yang lebih luas. (Informan 7)
Konsepsi lain yang muncul dari hasil wawancara dengan para guru bahasa
Inggris adalah terkait tujuan penilaian HOTS dalam membaca. Hampir semua guru
dalam penelitian ini menyatakan bahwa tujuan penilaian penilaian HOTS adalah
melatih siswa berpikir kritis, mampu menyelesaikan masalah, berpikir kreatif dan
inovatif sebagaimana disebutkan oleh beberapa informan berikut ini.
Penilaian HOTS tujuannya adalah agar siswa dapat berpikir secara kritis untuk
menghadapi masalah-masalah atau sosial fenomena yang dihadapi sekarang.
(Informan 1)
Supaya menuntut anak supaya terbiasa berpikir kritis, tidak hanya meng-copy
atau mendefinisikan ulang sebuah bacaan tapi juga mengkritisi bacaan tersebut.
(Informan 2)
Tujuan penilaiannya sudah pasti ingin meningkatkan skill siswa terutama pada
daya berpikir kritisnya dan analisisnya. (Informan 4)
Tujuannya ya itu tadi, untuk membentuk anak berpikir kritis. Membentuk
mereka untuk lebih menggunakan logika mereka, jadi bukan hanya sekedar
menjelaskan yang sifatnya teoritis tapi mereka bisa menjelaskan lebih rinci dari
pengalaman mereka atau pengalaman orang lain. (Informan 7)
Melatih anak berpikir lebih kritis.... (Informan 9).
Saya pikir untuk bisa ini e…berpikir kritis siswa...(Informan 10)
...siswa itu dia biar bisa lebih banyak berpikir lagi gitu, berpikirnya enggak
hanya disitu tapi dalam secara kritis gitu terhadap sesuatu.... (Informan 11).
Selain melatih siswa agar dapat berpikir kritis, beberapa guru dalam penelitian
ini menyatakan bahwa penilaian HOTS dalam membaca juga bertujuan melatih siswa
agar dapat berpikir kreatif.
Tujuannya ya, menuntut si anak untuk berpikir lebih kreatif, jadi anak
sudah bisa menganalisa, mencipta, supaya kerangka pikirnya dipaksa untuk
lebih tinggi lagi. (Informan6)
Ada pula guru yang menyatakan tujuan penilaian HOTS dalam membaca
terkait juga dengan penyelesaian masalah, sebagaimana dinyatakan berikut ini.
Mengajak anak untuk anak berpikir kritis, dia punya pendapat bisa
diungkapkan, dan lebih kreatif dalam mengungkapkan pendapat dan
amenyelesaikan an permasalahan yang mereka hadapi, mereka dituntut untuk
mencari jalan keluar, menyelesaikan permasalahan.(Informan 5)
Salah seorang guru yang diwawancara dalam penelitian ini, menjelaskan
tujuan penilaian HOTS dalam membaca secara lebih komprehensif, yaitu
melatih siswa berpikir kritis, berpikir kreatif, menyelesaikan masalah, dan
inovatif. Guru tersebut juga mengaitkan penilaian HOTS dengan kecakapan
Abad 21 yang perlu dikuasai siswa.
Tujuan yang utama untuk melatih mereka agar kecakapan abad 21, terutama
dalam hal 4C ya salah satunya. 4C itu kan communication tentang komunikasi,
siswa itu belajar komunikasi, misalnya kaya problem solving. Dia
berkomunikasidengan temannya, timnya, adanya kerja sama. Nah, dari kerja
sama itu kan enggak mungkin tanpa komunikasi. Nah, dengan kerja sama
adanya kolaborasi, dari kolaborasi dikumpulkan untuk menyelesaikan
masalah,berkumpullah orang-orang untuk berpikir kritis dan di sini disebut
critical thinking dan problem solving, ya kan belajar menyelesaikan masalah
yang ada. Nah, setelah itu mengemas bagaimana menyelesaikan masalah
dengan cepat, kreatif, dan inovatif. Itu sih yang artinya kreatif dan inovatif.
(Informan 3)
B. Implementasi Penilaian HOTS dalam Membaca
Guru-guru dalam penelitian ini menyatakan bahwa mereka sudah
memasukkan soal-soal HOTS dalam penilaian di kelas. Salah satu alasan yang
dikemukakan adalah tuntutan Kurikulum 2013 untuk menggunakan materi-materi
berbasis HOTS
Ya otomatis ya, karena memang tuntutan dari kurikulum 13 mau enggk mau
memang guru itu mulai harus materi-materi yang berbasis HOTS. Apalagi
bahasa Inggris kan, dengan empat skills yang ada yang paling banyak
dikerjakan di kelas kan reading, otomatis pasti ada dalam HOTS di
dalamnya. (Informan 3)
Dalam menerapkan penilaian HOTS dalam membaca, guru-guru terlebih
dahulu membuat kisi-kisi soal sebagaimana disampaikan melalui
pernyataan-pernyataan berikut.
...Saya membuat kisi-kisi terlebih dahulu, jadi sesuai dengan rangkaian
Taxonomy Bloom; dari mulai mengingat, memahami, mengevaluasi,
menganalisis, sampai dengan mencipta. Jadi C1 sampai C6, kemudian
membuat soalnya dan dianalisis kembali soalnya; apakah sudah masuk ke
tujuan pembelajaran atau tidak. (Informan 2)
....pembuatan kisi-kisinya dulu, KD nya nih yang diambil ada di kompetensi
ranahnya apa, di pengetahuan atau keterampilan. Lalu disesuaikan dengan
indikator pencapaian kompetensinya, nah setelah itu saya siapkan bahan
ajarnya yang akan ditempuh apa saja. Nah, dari situ siswa akan diberikan tugas-
tugas yang akan dikerjakan menyesuaikan dari KD dan IPK yang tadi.
(Informan 3)
Soal-soal HOTS tersebut dibuat dengan memberikan teks pada siswa dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa mencari hal-hal yang
tersirat dalam teks, menarik kesimpulan berdasarkan teks yang diberikan ataupun
menganalisis.
...Guru memberikan teks dan ada beberapa pertanyaan yang related to the text,
tapi jawabannya tidak terdapat secara eksplisit, tapi implisit dari teks bukan
eksplisit dari teks. Misalnya, contohnya kalau ada teks narrative yang
ditanyakan adalah bagaimana moral value nya, kemudian main idea
nya...(Informan 1)
mereka harus mencari kesimpulan, biasanya saya memberikan soal-soal seperti
itu tersirat saja. (Informan 5)
...mereka harus mencari kesimpulan, biasanyasaya memberikan soal-soal
seperti itu, tersirat aja. (Informan 5).
Jadi ceritanya, aku bikin…oh tentang biografi. Materinya tentang recount text
tetapi diambil yang biografi e… pertanyaanya jadi kearah, bentar-
bentar jadi…apa ya jadi menyimpulkan. Maksudnya e…apa sih biografi itu jadi
apa, terus apa fungsinya biografi.Apa sih fungsi dari teks biografi gitu,
kemudian em…kemudian biografi siapa yang pernah and baca terus
dihubungkan. Apakah biografi misalnya gini, kenapa kita perlu untuk
mempelajari biografi seseorang yang mungkin terkenal itu sih, mungkin seperti
itu. (Informan 10)
….contoh soalnya apa yah misalnya itu aja deh. Iklan..label. Terus apa
keuntungan kita mengetahui label. Kalau yang dulu kan soalnya paling ini label
ini tentang apa. Itu udah ngga perlu lagi. Lebih udah menganalisa, fungsinya.
(Informan 9)
Dalam membuat soal, beberapa guru mengungkapkan bahwa mereka
memanfaat berbagai sumber dalam membuat soal-soal HOTS, seperti dari buku teks
dan internet.
Untuk pengembangan, saya dari teks, kemudian kita lihat statement yang
sekiranya bisa diambil sebuah kesimpulan, disitulah kita pilih sebagai suatu
hal harus siswa menyimpulkan, untuk ada perlu pemikiran
mendalam terkait teks itu. Untuk teks sendiri saya ambil dari
sumber buku yang ada, dari internet, dari situ kemudian kita ambil dan kita
olah untuk mencari mana sih yang perlu di Higher Order Thinking Skill.
(Informan 5)
Kalau materi ya, dari media mana aja, ya buku, internet, itu kalo materi.
Kalo kita butuh teks yang ter-update mungkin berita-berita yang ter-
update kan itu dari internet. (Informan 6)
Bentuk soal yang digunakan oleh para guru dalam penelitian ini didominasi
oleh pilihan ganda dan esai.
Mostly esai. Biasanya esai dan multiple-choice. (Informan 4)
Biasanya soal bentuk esay, ataupun pilihan ganda juga ada, misalkan sebuah
topik dari teks ini, misalkan
tentang karakter tokoh seperti apa, misalnya karakter tokoh seperti apa.
(Informan 5).
Pilihan ganda. Jadi kita menyajikan sebuah teks . satu teks itu bisa tiga sampai
lima soal lalu kita sisipkan satu yang soal HOTS. Nah untuk satu soal HOTS
tersebut anak dituntut untuk memahami teks secara keseluruhan (Informan 8)
Salah seorang guru mengemukakan bahwa USBK dan UNBK menggunakan
bentuk pilihan ganda sehingga bentuk soal tersebut pun paling banyak digunakan di
kelas.
Misalnya ada teks diberikan soal pilihan ganda, karena kita mengacu pada
USBK dan UNBK. Bentuk soalnya itu kebanyakan pilihan ganda, dan
kebanyakan juga reading comprehension. Kemudian kalau USBK ada juga esai,
esai juga kita lebih ke teks. Jadi banyakan sih pilihan ganda, dan untuk soal
HOTS sih nggak sampai 50%, HOTS ini kan dikategorikan sulit ya. (Informan
6)
Membuat instrument biasanya contohnya, kami biasa mengadakan workshop
untuk HOTS. Biasanya dikumpulkan dalam satu wadah yaitu wadah MGMP,
yaitu di’train untuk bagaimana membuat soal dan penilaian untuk HOTS.
(Informan 1)
Para guru juga mengemukakan hambatan utama implementasi penilaian
HOTS dalam membaca, yaitu keterbatasan kosa kata siswa.
Hambatannya adalah keterbatasan vocabulary dari siswa tersebut. Mungkin dia
mau meng’create tentang apa-apa ,membuat jawaban yang agak panjang
terkendalanya dalam bahasa itu aja. (Informan 1)
Saya rasa hambatannya, pertamaya vocabulary ya karena kan ini membaca atau
reading. Vocabulary itu memang, vocabulary itu kan didapat dari ketika anak
tersebut suka membaca. Ketika anak tersebut kemampuan membacanya
kurang atau bisa dikatakan tidak terlatih untuk membaca, jadi agak sulit
untuk memahami soal tersebut, apalagi untuk soal-soal yang HOTS. Soal-soal
yang berbasis low thinking order pun juga akan sulit bagi mereka yang
memang tidak terbiasa membaca atau reading comprehension. (Informan 2)
Hambatannya untuk anak-anak yang master vocablary sudah cukup bagus,
cukup mudah. Tapi yang mungkin low level, ya itu terkadang mereka lebih
berusaha keras untuk memahami juga, mengkritisi juga, mengambil kesimpulan
juga. Mungkin lebih kepada vocablary, penekanannya mungkin di situ karena di
sekolah itu anak-anak tidak semua bisa. Kadanganak-anak yang low itu
kadang kita jelaskan misalkan ini HOTS agak susah juga pemahamannya beda
dengan yang sudah level vocabulary nya bagus. (Informan 5)
Hambatan lain penerapan penilaian HOTS dalam membaca yang diungkapkan
oleh guru-guru adalah siswa malas membaca.
Biasanya karena anak malas baca ya. Jadi kendalanya karena mereka kan
maunya jalur cepat, misalkan sebentar-sebentar google cari cepat. Dengan
kurangnya kemauan membaca itu menjadikan mereka sendiri untuk
menyelesaikan masalah (Informan 3)
Biasanya siswa malas membaca. Ketika mereka malas membaca, itu otomatis
vocabulary nya enggak kaya ya, mereka enggak kaya akan vocabulary jadi
mereka stuck. Jadi mereka, ya udah makanya aja enggak tau. Mereka enggak
tahu bagaimana mereka menganalisa, bagaimana mereka mencari persamaan
kata atau persamaan makna dalam passage tersebut. Jadi intinya sih, ada di
daya reading mereka yang lemah. (Informan 4)
Tentu yang pertama jam. Cuma 2 jam seminggu kemudian terkadang semangat
anak ya..yang namaya anak ya naik turun. Semangat anak ya, palimg kita
memotivasi aja Terkadang mereka malas walaupun suda ada GLS di sekolah
sebagian mau baca sebagian mereak gamau walaupun kita tonkrongi didepan
anak2 itu masih banyak yang ga mau baca. Yang buka buku kadang2 pas kita
dekatin mereka ngga baca (Informan 8)
Guru-guru juga memandang siswa kurang kreatif dalam berpikir sehingga
menghambat penilaian HOTS dalam membaca sebagai diungkapkan oleh beberapa
informan berikut ini.
Apa yah, anak itu berpikirnya kurang kreatif ya ..pokoknya yang terpaku di
buku aja, karena dia terbiasa pertanyaan begitu ada di dalam teks semua. Kalau
HOTS itu kan luas. Perlu latihan aja sih. (Informan 9)
Hambatannya berusaha mengajak siswa untuk memahami, tugas dia apa, arah
pertanyaannya ini kemana. Nah itu itu yang mungkin berat ya. Artinya gini,
kemampuan mereka juga kan mungkin levelnya kan mungkin juga tidak
terlalu tinggi, dan kita memaksakan meminta mereka untuk menciptakan
sesuatu, baik itu speaking dialog atau menulis kan, nah mungkin kendalanya
proficiency siswanya baik itu secara grammaticalnya, secara vocabulary nya
pilihan katanya, nah itu mungkin kendalanya. Dalam reading sama, saya pikir
dia kesulitan untuk meng- apa yaa pasti mengartikan kata-kata yang mungkin
mereka belum kuasai yaa. Apalagi kalau readingnya udah level tingkatan, udah
level advance atau intermediate. Mungkin kalau tahapan beginner mereka
masih mampu yaa, mungkin ya itu kemampuan mereka untuk memahami teks
bacaan itu yang mungkin bergantung banget pada seberapa banyak kosa kata
yang mereka kuasai ya. (Informan 10)
Merujuk pada beberapa kajian sebelumnya, Lee dan Goldman (2015)
memaparkan bahwa di sekolah menengah pertama, siswa umumnya menunjukkan
penurunan motivasi dan keaktifan dalam membaca. Tantangan siswa dalam
membaca akan semakin besar ketika teks disajikan dalam bahasa yang bukan
merupakan bahasa pertamanya (Martinez et al., 2014).
Salah seorang guru menyatakan bahwa HOTS masih sulit dilakukan di SMP
karena kemampuan siswa SMP yang belum setara dengan siswa SMA selain
konsentrasi siswa yang masih relatif terbatas.
Kalau anak SMP memang masih terkendala, karena kemampuan anak SMP kan
masih belum setinggi anak SMA, karena konsentrasi mereka saja paling
hanya 20 menit di dalam kelas. Jadi kendalanya hanya masih pada
kemampuan anak. Karena kan anak kemampuannya juga berbeda-beda. Selain
itu kita juga ada kesulitan membuat instrumen yang harus disesuaikan dengan
kemampuan siswa. Jadi memang agak repotnya di situ,
menyesuaikandengankemampuan siswa. (Informan 7)
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sejatinya dapat ditumbuhkan sejak siswa
di sekolah dasar, termasuk di sekolah-sekolah yang memiliki siswa dengan beragam
latar belakang status sosial ekonomi jika sekolah-sekolah tersebut menerapkan
pembelajaran yang autentik (Preus, 2012)
SIMPULAN
Keberhasilan pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam membaca
teks-teks berbahasa Inggris oleh dipengaruhi oleh asesmen yang dilakukan oleh para
guru. Implementasi penilaian tersebut akan terkait dengan konsepsi guru terhadap
penilaian HOTS dalam membaca. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengggali
konsepsi guru bahasa Inggris terhadap penilaian HOTS dalam membaca dan
bagaimana mereka mengimplementasikan penilain tersebut.
Berdasarkan analisis terhadap data hasil wawancara semiterstruktur dengan
10 orang guru Bahasa Inggris dari Jakarta dan sekitarnya dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1. Guru-guru Bahasa Inggris dalam penelitian ini mendefinisikan penilaian HOTS
dalam membaca sebagai kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada mengingat
dengan merujuk pada Taksonomi Bloom yang telah direvisi. Tingkatan proses
kognitif yang paling sering disebut oleh para guru Bahasa Inggris tersebut adalah
mengaplikasikan, menganalisis, dan mencipta. Sebagian besar guru-guru bahasa
Inggris dalam penelitian in juga mengkonseptualisasi penilaian HOTS sebagai
penilaian atas kemampuan siswa dalam mentransfer pengetahuan, berpikir kritis,
berpikir kreatif, menyelesaikan masalah, dan metakognitif. Bagi guru-guru Bahasa
Inggris dalam penelitian ini, penilaian HOTS dalam membaca bertujuan untuk siswa
berpikir kritis, mampu menyelesaikan masalah, berpikir kreatif dan inovatif .
2. Dalam mengimplementasikan penilaian HOTS dalam membaca, guru-guru
berpatokan pada kompetensi dasar (KD) sebagaimana dirumuskan dalam Kurikulum
2013. Soal-soal dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Soal-soal HOTS tersebut dibuat dengan memberikan teks pada siswa dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menuntut siswa mencari hal-hal yang tersirat dalam teks,
menarik kesimpulan berdasarkan teks yang diberikan ataupun menganalisis dengan
memanfaatkan berbagai sumber dalam membuat soal-soal HOTS, seperti dari buku
teks dan internet.
3. Hambatan utama yang dihadapi para guru dalam menerapkan penilaian HOTS
dalam membaca adalah keterbatasan kosa kata siswa, kurangnya minat siswa dalam
membaca, kurangnya kreativitas dalam berpikir, keterbatasan kemampuan siswa, dan
kurangnya waktu yang tersedia untuk pembelajaran Bahasa Inggris.
ACKNOWLEDGEMENT
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengembangan
UHAMKA yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Internal Batch 2 Tahun
2018-2019 melalui Skema Penelitian Dasar Keilmuan. Peneliti juga mengucapkan
terima kasih kepada guru-guru yang telah menjadi informan dalam penelitian ini.
REFERENSI
Anderson, L. W. et all ( 2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing
:revision a Bloom’s Taxonomy of Education Objective. New York : Addison
Wesley Longman, Inc.
antaranews.com (2018, 22 April). Mendikbud: Soal "HOTS" untuk UN SMP
disesuaikan., diakses 29 Juni 2018 dari mendikbud-soal-hots-untuk-un-smp-
disesuaikan
Afflerbach, P., Cho, B., & Kim, Y. (2015). Conceptualizing and assessing higher-
order thinking in reading. Theory Into Practice, 54(3), 2023-212.,
DOI:10.1080/00405841.2015.1044367
Brookhart, S. M. (2010). How to assess higher-order thinking skills in your
classroom. Alexandria, VA: ASCD.
Brown, G. T. L. (2004). Teachers' conceptions of assessment: implications for
policy and professional development. Assessment in Education: Principles,
Policy & Practice, 11(3), 301-318, DOI:10.1080/096959404200030469
Brown, G.T.L., Kennedy, K. J., Fok, P. K., Chan, J. K. S., & Yu, W. M. (2009).
Assessment for student improvement: understanding Hong Kong
teachers’conceptions and practices of assessment. Assessment in
Education: Principles, Policy & Practice, 16(3), 347-363, DOI:
10.1080/09695940903319737
Deneen, C. C., & Brown, G. T. L. (2016). The impact of conceptions of assessment
on assessment literacy in a teacher education program. Cogent Education, 3:
1225380, http://dx.doi.org/10.1080/2331186X. 2016.1225380
Driana, E., & Ernawati, E. (2019). Teachers' understanding and practices in
assessing higher order thinking skills at primary schools. Acitya:
Journal of Teaching & Education, 1(2), 110- 118.
FitzPatrick, B. & Schulz, H. (2015). Do curriculum outcomes and assessment
activities in science encourage higher order thinking? Canadian
Journal of Science, Mathematics and Technology Education, 15(2), 136-
154,DOI:10.1080/14926156.2015.10 14074
Lee, C. D., & & Goldman, S. R. (2015). Assessing literary reasoning: text and
task complexities. Theory Into Practice, 54(3), 213-227, DOI:
10.1080/00405841.2015.1044369
Martínez, R.S., Harris, B.& McClain, M.B. (2014). Practices that promote
English reading for English learners (ELs). Journal of Educational and
Psychological Consultation, 24(2), 128-148, DOI:
10.1080/10474412.2014.903192
McNeill, M., Gospera, M., & Xu, J. (2012). Assessment choices to target higher
order learning outcomes: the power of academic empowerment. Research
in Learning Technology, 20, 283-296.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis (2nd ed.).
Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc.
OECD (2016), PISA 2015 Results (Volume I): Excellence and Equity in
Education, PISA, OECD Publishing,
Paris.http://dx.doi.org/10.1787/9789 264266490-en
Pishghadam, R., Adamson, B., Sadafian, S. S., & Flora L. F.Kan, F. L. F. (2014).
Conceptions of assessment and teacher burnout. Assessment in
Education: Principles, Policy & Practice, 21(1), 34-51,
DOI:10.1080/0969594X.2013.81732
Preus, B. (2012). Authentic Instruction for 21st century learning: higher order
thinking in an inclusive school. American Secondary Education,40(3),
59-79.
Retnawati, H., Djidu, H., Kartianom, Apino, E., Anazifa, R.D. (2018).
Teachers’ knowledge about higher- order thinking skills and its learning
strategy. Problems of Education in the 21st Century, 76( 2), 215-230.
Roy, D. (2014). Website analysis as a tool for task-based language
learning and higher order thinking in an EFL context. Computer Assisted
Language Learning, 27(5), 395-421, DOI:10.1080/09588221.2012.75159
Singh, R. D. V., & Shaari, A. H. (2019). The analysis of higher-order thinking
skills in English reading comprehension tests in Malaysia. Geografia
Online Malaysian Journal of Society and Space, 15(1), 12-26.
Schultz, H., & FitzPatrick, D. (2016). Teachers’ understandings of critical
and higher order thinking and what this means for their teaching
and assessments. Alberta Journal of Educational Research, 61(1), 61-86.
top related