karet kaliduren
Post on 24-Dec-2015
81 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN STUDI BANDING BUDIDAYA PERKEBUNAN KARET
KALIDUREN DI PT YUNAWATI JEMBER
Oleh:
1. ANDAR KANEKA PUTRA B. (FP)2. FITRI ALWI AZIZAH (FTP)3. SITI ROSIDAH (FPIK)4. M. KHOIRUL ANAM (FE)5. I WAYAN M. I. (FE)6. TRIAS IRAWATI (FE)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
LEMBAGA PEMELITIAN DAN PENGABDIAN KEPDA MASYARAKAT
MALANG
2012
I. PROFIL PERKEBUNAN PT. YUNAWATI KALIDUREN
Perkebunan ini didirikan pada tanggal 14 oktober 1898 dengan nama awal NV.
Kaliglagah Estate CO LTD. Yang dikelola oleh JAWATIE yang berkedudukan di
London, Inggris. Keputusan menteri No. 31/NPK/1964, menyebutkan bahwa
perkebunan kaliduren dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 30
Januari 1964 perkebunan kaliduren diubah menjadi PP Dwikora V yang dikuasai oleh
perkebunan Jawa Timur.
Sesuai SK Menteri Pertanian No. 74/1971, semua persahaan perkebunan (PP)
dirubah menjadi PT (Perseroan Terbatas), termasuk perkebunan PP Dwikora V dirubah
menjadi PTP XXIX Perkebunan Kaliduren. Tanggal 6 november 1973 dengan surat
keputusan menteri pernania no. 542/KPTS/MenTan/II/1973, PTP XXIX kaliduren
diserahkan pada PT. Yunawati yang berkantor pusat di Jakarta dan diberi nama PT.
Yunawati Kaliduren. Pada tahun 1985 perkebunan ini diambil alih oleh PT. Nindesco
yang berkantor pusat di Surabaya dan mempunyai kantor cabang di Jember. Pada tahun
1998 PT. Yunawati Kaliduren, pengelolaannya diserahkan pada PT. Dekafindo Utama
Plantation Group, yang berkantor pusat di Jl. Arjuno 30 Malang sampai sekarang.
LETAK ADMINISTRATID PERKEBUNAN
- Dusun Darungan
- Desa Jatiroto
- Kecamatan Sumberbaru
- Kabupaten Jember
Lokasi Kebun
- 6 km dari kota kecamatan
- 50 km dari kota kabupaten
- 160 km dari kota provinsi
KADAAN TANAH DAN IKLIM
- Jenis tanah : LATOSOL
- Tekstur tanah : CLAY LOAM (geluh berlempung)
- PH : 6-6,5
- Luas dan kemiringan lahan :
Datar 75% (525,52 Ha)
Landai 20% (140,14 Ha)
Berombak 5% ( 36, 04 Ha)
Total 100% (700,70 Ha)
- Curah hujan : 2600-300mm/thn
- Hari hujan rata-rata : 122hari/thn
- Bulan kering rata-rata : 4-6 bulan /thn
- Bulan basah rata-rata : 6-8 bulan /thn
- Suhu rata-rata : 19-32 derajat celcius
- Ketinggian tempat : 80-250 diatas permukaan laut
JUMLAH KARYAWAN
NO. URAIAN JUMLAH
1 Pegawai staff 6 orang
2 Pegawai bulanan 10 orang
3 Karyawan tetap 73 orang
4 Karyawan lepas 296 orang
JUMLAH 385 orang
II. PEMBIBITAN
Teknik pembibitan yang digunakan oleh perkebunan karet Kaliduren PT Yunawati
adalah teknik okulasi. Teknik okulasi ini dipilih karena lebih menguntungkan di banding
pembibitan dari biji secara langsung. Dengan okulasi akan didapatkan bibit sesuai harapan
dengan kata lain dapat memadukan keunggulan dua klon yang berbeda.Okulasi dibagi 2 yaitu
okulasi coklat yaitu menggunakan batang dari tanaman yang berusia 10 bulan dan okulasi
hijau yaitu dari tanaman yang berusia 4 bulan.
A. Penyediaan Bibit
1. Perhitungan kebutuhan bibit per Hektar
Contoh : Dengan jarak tanam 3 x 6 meter maka dapat ditentukan kebutuhan
bibit perhektar yaitu = 10000 m2 / ( 3 x 6 ) = 555 bibit.
2. Perhitungan kebutuhan biji ( digunakan sebagai batang bawah )
Dengan viabilitas pertkecambahan biji 80% dan keberhailan okulasi 60 %
maka:
( Kebutuhan Biji x 80% ) x 60% = Kebutuhan Bibit
Kebutuhan Biji =Kebutuhan Bibit / ( 80% x 60% )
Biji = 555 / ( 0,8 x 0,6 ) = 1156 ,25
Jadi Kebutuhan biji untuk batang bawah perhektar kebun karet adalah 1156
buah.
B. Klon Yang Digunakan
1. Klon GT
Merupakan klon tua yang dulu di budidayakan pada kebun karet belanda. Klon
ini memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap cuaca yang ekstri, dan memiliki
perakaran yang kuat. Klon GT ini digunakan sebagai batang bawah untuk
okulasi.
2. Klon RRIC 100
Merupakan klon baru hail penemuan Rubber Riset Institute Celon Srilanka.
Memiliki keunggulan yaitu lebih cepat panen dan getah yang dihasilkan lebih
banyak. Klon RRIC 100 ini digunakan ebagai batang atas/entress pada okulasi.
C. Penyediaan Bahan Okulasi
1. Penyediaan Batang Bawah
Bahan untuk batang bawah didapatkan dari biji klon GT yang
dikumpulkan dari kebun induk. Biji dikumpulkan oleh pengepul dan lansung
disalurkan ke bagian pembibitan. Setelah diterima oleh kebun bibit, maka biji
karus segera disortasi dengan kurun waktu 4 hari setelah biji diambil dari
kebun. Sortasi dilakukan dengan cara melemparkan biji ke bidang keras dan
dilihat pantulanya. Apabila biji memantul setinggi 80 cm maka biji terebut
baik karena memiliki kepadatan tinggi. Jika tidak maka dibuang.
Setelah itu biji segera dikecambahkan pada kim bed dengan jarak
tanam 4 x 5 cm. Media harus diberi atap guna tidak terkena sinar matahari
langsung. Air diberikan sehari sekali sedangkan pupuk diberikan sesuai
kebutuhan.Setelah 7 hari biji diamati sudah masuk fase pancing apa jarum.
Jika belum masuk fase tersebut maka biji dikatakan tidak bagus. Biji yang
sudah masuk fase kancing dan jarum udah dapat disemai pada quick bed.
Kecambah biji karet kemudian dipindahkan pada media bedengan
( quick bed ) dengan jarak tanam 45 x 90 cm. Tanaman dirawat dengan
pemberian air setiap hari dan dipupuk dengan pupuk kompos. Setelah berusia
10 bulan maka tanaman karet sudah bisa digunakan sebagai batang bawah
okulasi coklat.
2. Batang Atas/ Entress
Cara pemenuhan batang atas yang berasal dari klon RRIC 100 sama
dengan teknik pembuatan batang bawah. Bedanya hanya penggunaan bagian
untuk okulasi. Batang atas tidak diambil batang atas sepenuhnya melainkan
hanya diambil mata tunasnya. Batang bagian atas dipotong kira kira 50 cm
dari pangkal pohon. Di dahan atas terdapat banyak mata tunas. Kira kira dalam
1 meter terdapat 10 mata tunas. Batang bagian bawah yang dipotong kemudian
dibiarkan hingga tumbuh cabang. Cabang itu kelak bisa menghasilkan mata
tunas yang dapat digunakan sebagai entres lagi. Jumlah cabang sebaiknya
dibatasi maksimal 2 cabang dengan cara memangkas jika lebih agar
konsentrasi pertumbuhan tidak tersebar.
D. Okulasi
Okulasi yang digunakan oleh perkebunan karet kaliduren adalah okulasi coklat.
Okulasi hijau juga digunakan pada keadaan terdesak ( kebutuhan bibit kurang ).
Okulasi dimulai dengan mempersiapkan entress dari bedengan klon RRIC 100.
Cabang dipotong 50 cm dari pangkal batang, kemudian diambil hanya 1 meter dari
potongan tersebut. Dalam 1 meter cabang terdapat kira kira 10 mata tunas dan dibawa
ke bedengan klon GT.
Tahapan Okulasi
a. Siapkan pisau okulasi yang cukup tajam dan harus selalu bersih
b. Berikan sayatan vertical pada batang hingga kulitnya terkelupas ( dari
bawah ke atas ) 10 cm dar permukaan tanah.
c. Biarkan beberapa menit hingga getahnya keluar lalu besihkan dengan kain.
d. Ambil mata tunas dari dahan klon RRIC 100
e. Sayat kulitnya selebar sayatan pada batang bawah, jaga agar mata tunas
tidak rusak
f. Pastikan mata tunas tersebut baik ( tunas baik = cembung, tidak bisa
dipakai = cekung )
g. Tempelkan mata tunas tersebut pada batang bawah dan ikat dengan plastic
hingga kedap udara.
Setelah itu rawat tanaman tersebut hingga 3 minggu kemudian buka plastic
penutup. Lanjutkan dengan mengamati mata tunas yang ditempelkan tadi apa masih
hidup. Tunas yang hidup ditandai dengan warnanya yang masih hijau atau disebut
metir ( sedikit menonjol). Lalu biarkan selama 1 minggu dalam keadaan terbuka
hingga luka bekas okulasi sembuh.
Setelah 1 minggu maka tanaman tersebut sudah bisa dipindahkan ke media
polybag. Sebelumya persiapkan polibag dengan komposisi media tanam tanah dan
kompos. Saat dipindahkanm potong akar tunggang 25 cm dari pangkal akar.
Kemudian potong batang dari pohon batang bawah 45 derat / miring bertolak
belakang dengan posisi mata unas. Rawat tanaman tersebut hingga tumbuh daun
berpayung dua. Setelah tumbuh daun berpayung dua maka bibit tanaman karet
tersebut siap digunakan untuk ditanam di kebun.
III. Pemanfaatan Lahan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Tingginya kebutuhan ekonomi menjadikan penduduk perkebunan karet harus
memeras otak secara keras, mereka harus mampu memanfaatkan lahan karet selagi
tanaman karet tersebut belum dapat dipanen. Mengingat perlu waktu kurang lebih 6
tahun atau menunggu hingga lingkar batang karet mencapai 45 cm untuk dapat
menyadapnya sehingga dapat menghasilkan rupiah. Tentunya ini bukanlah waktu
yang singkat untuk menunggu dan mendapatkan penghasilan. Sehingga diperlukannya
sebuah pemanfaatan lahan di sela sela tanaman karet dengan menanaminya dengan
tanaman sela.
Berikut adalah tanaman yang dapat dimanfaatkan ketika TBM.
1. TBM 1.
Tanaman yang dapat dimanfaatkan ketika TMB 1 adalah tanaman kacang, karena
tanaman kacang dapat mengeluarkan zat yang mana dengan zat tersebut rumput –
rumput tidak dapat tubuh. Selain itu dengan tanaman ini tentunya akan dapat
meningkatkan perekonomian penduduk perkebunan.
2. TBM 2.
Ketika tanaman kacang telah dapat dipanen maka pilihan selanjutnya untuk
memanfaatkan lahan disaat TBM adalah dengan menanaman sayuran seperti
cabai, mentimun dan terong. Tanaman ini dipilih karena tidak terlalu
membutuhkan sinar matahari langsung atau membutuhkan 60% cahaya matahari.
Selain itu pula pohon karet masih belum terlalu tinggi sehingga tidak menjadi
penghambat pertumbuhan sayur tersebut.
3. TBM 3.
Ketika usia karet sudah mencapai umur 3 tahun maka penduduk perkebunan
kaliduren menanam tanaman sela yaitu pohon sengon, pohon sengon ditanam
karena pohon sengon mampu tumbuh tinggi melebihi tanaman karet dan
mendapatkan sinar matahari yang cukup, namun penanaman pohon sengon
tidaklah boleh terlalu rapat dengan pohon karet atau dengan jarak tanam 6x12
sehingga ruang gerak pohon karet masih tersedia. Dan ketika usia pohon sengon
telah mencapai 5 tahun maka haruslah ditebang agar pohon karet dapat
berkembang dan menghasilkan latek yang maksimal.
IV. Penyadapan Getah Karet
Pohon karet dapat disadap untuk diambil getahnya ketika pohon sudah memasuki
umur 6 tahun keatas atau disebut tanaman menghasilkan1 (TM1), jika karet disadap
pada umur kurang dari dari 6 tahun maka getah yang dihasilkan tidak optimal
disamping itu menyadap pohon karet yang belum cukup umur juga akan mengurangi
nilai ekonomis dari pohon tersebut.
Satu orang penyadap di PT.Yunawati Kaliduren memegang sebanyak 700
pohon dalam 2 bidang yang berbeda.Proses penyadapan getah karet atau lateks di
lakukan dengan intensitas 2 hari sekali sehingga dalam sehari seorang penyadap
menyadap sebanyak 350 pohon,penyadapan ini dilakukan pada dini hari sekitar pukul
01.00 wib, hal ini dimaksudkan agar getah yang didapatkan mempunyai kualitas serta
kuantitas yang baik, karena pada dini hari tekanan turgornya tinggi.
Penyadapan dilakukan dengan cara menyayat tipis kulit pohon karet secara
melintang dengan sudut sekitar 45 derajat agar getah yang didapatkan hasil yang
maksimal, bidang sadapnya dimulai ,sebelumnya sebuah besi yang dipotong kecil
berbentuk seperti corong ditempelkan pada pohon diatas mangkok tadah yang
digunakan sebagai wadah getah yang dihasilkan. Posisi mangkok tadah dalam satu
bidang lahan harus sama untuk memudahkan dalam pengambilan getah karet.Besi
yang digunakan sebagai corong juga dapat diganti dengan daun yang dipotong
dibagian salah satu ujungnya kemudian ditempelkan pada kulit pohon untuk
mengalirkan getah ke mangkok tadah.
Pisau yang digunakan dalam proses penyadapan karet adalah pisau khusus
yang ujungnya melengkung kearah dalam, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
dalam proses penyayatan kulit pohon. Pisau yang digunakan harus selalu dijaga
ketajamannya karena ketajaman pisau akan mempengaruhi baik atau tidaknya
penyayatan kulit pohon. Jika penyayatannya tidak baik maka kulit pohon akan susah
untuk beregenerisasi untuk memebentuk jaringan kulit yang baru. Disamping
bergantung pada ketajaman pisau yang digunakan juga sangat bergantung pada
kecakapan penyadap pada saat menyayat kulit pohon,karena jika tidak hati –hati maka
kambium dari pohon karet akan rusak sehingga akan memperlambat regenerasi kulit
pohon yang telah disadap.
Dalam melakukan pemanenan getah karet, penyadap dibekali dengan air untuk
mencuci mangkok tadah yang sudah dipindah isinya serta soda as untuk
mengantisipasi mengentalnya getah dalam perjalanan menuju tempat prossesing
karena jika getah menggumpal akan menjadi lump dan susah diproses.
Setelah mangkok tadah terisi dengan getah karet selanjutnya dilakukan
pemindahan atau pengambilan getah karet dari mangkok tadah ke jerigen atau wadah
yang lebih besar, alat yang digunakan untuk mengambil getah karet dari dari mangkok
adalah potongan batang pohon pisang gading, penggunaan potongan batang pohon
pisang gading ini dimaksudkan untuk memudahkan pengambilan getah
karet.Selanjutnya getah yang didapatkan akan dibawa ke pabrik untuk dilakukan
proses pengolahan getah karet menjadi sheet atau lembaran –lembaran karet yang siap
dipasarkan
V. Pengolahan Lateks di
A. Pengertian pengolahan karet
Pengolahan karet yang dilakukan di Perkebunan PT. Yunawati Kaliduren
adalah pengolahan lateks karet dalam keadaan cair sampai pada lembaran sheet dan
siap untuk dipasarkan dipaaran luar maupun dalam negri. Pengolahan karet di
Perkebunan PT. Yunawati Kaliduren bahan baku berasal dari kebun yang sendiri
yang disadap lansung tiap dininya oleh pekerja. Perkebunan PT. Yunawati
Kaliduren sekalipun secara tercatat luas 700ha. Namun saat ini hanya sekitar 150
ha yang saat ini disadap tentu hal ini menentukan banyaknya lateks yang diproses
setiap harinya.
B. Pengolahan lateks karet yang terjadi di Perkebunan PT. Yunawati Kaliduren
Pengolahan lateks karet di Perkebunan PT. Yunawati Kaliduren dimulai pada
jam 07.30 WIB. Diawali dengan penyetoran lateks karet dari para penyadap ke
pabrik pengolahan. Penimbangan dan pencatatan dilakukan sampai jam 08.00. Proses
selanjutnya dapat dijelaskan dalam setiap unitnya sebagai berikut:
1. Unit Pengolahan
a. Lateks ditimbang kemudian ditentukan KKK (Kadar Karet Kering) lateks
dengan cara mengambil sampel sebanyak 50 ml. Hal ini dilakukan unruk
mengetahui banyaknya karet kering yang didapat dan menentukan banyaknya
upah bagi penyadap. Selanjutnya lateks dituangkan dalam bak penampung
dengan ukuran 3mx1mx1m berbahan aluminium. Penuangan lateks pada bak
bersamaan dengan dilakukan proses penyaringan menggunakan saringan
ukuran 40 mesh. Penyaringan dilakukan guna menyaring kotoran yang
tercampur saat proses penyadapan dan memisahkan lateks yang telah membeku
menjadi lump.
b. Setelah semua lateks masuk ke dalam bak penampung dilakukan penentuan
KKK (Kadar Karet Kering) secara keseluruhan. Sekalipun saat penimbangan
telah dilakukan perhitungan KKK pada setiap lateks dari masing-masing
penyadap. Perhitungan secara keseluruhan dilakukan untuk menentukan jumlah
karet yang akan dihasilkan dari produksi hari tersebut. Pengukuran KKK
dilakukan dengan rumus yang sama dari sebelumnya yaitu dengan rumus:
b. KKK = berat basah (gram) x Faktor pengering (%)
c. Misal ditimbang berat basah 50 kg sampel lateks faktor pengering 65%, maka
akan diperoleh nilai KKK adalah 30%.
d. Penentuan Faktor Pengering (Hydrogen Factor) tergantung pabrik dan dapat
berubah pada keadaan tertentu dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: keadaan
lateks, dan musim, yaitu musim penghujan dan kemarau (saat ini yang
digunakan adalah 65%, tetapi pabrik pernah juga menerapkan 75%)
e. Selanjutnya dilakukan proses pengenceran atau penambahan air pada lateks
dengan banyak banyak air adalah 13%-14% sesuai standart pengenceran.
f. Menambahkan asam semut atau asam formiat (HCOOH). Asam semut yang
sudah diencerkan ke dalam bak koagulan (Pabrik menjelaskan 75 cc/bak 500L
lateks). Selanjutnya dilakukan pengadukan sebanyak 16 kali putaran.
Pengadukan dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.
g. Proses selanjutnya adalah pembekuan lateks. Setelah penambahan asam semut
dan pengadukan dilakukan penyekatan pada bak dengan jarak 3 cm dengan
peralatan yang sudah ada dan ditutup dengan plastik, hal ini dilakukan untuk
menjaga agar karet tetap bersih. Selanjutnya didiamkan selama 2-3 jam maka
terjadilah proses penggumpalan.
h. Pencucian adalah proses terakhir di unit pengolahan. Pencucian dilakukan
untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin masih ada. Proses ini
cukup membutuhkan banyak air dalam keadaan mengalir.
2. Unit Penggilingan
Proses penggilingan biasanya dilakukan setelah kurang lebih 2 jam dari
proses pengolahan, yaitu lateks dalam keadaan beku. Tetapi dipabrik ini,
penggilingan dilakuakan keesok harinya. Penggilingan dipabrik ini dilakukan
dengan cara manual. Lateks yang sudah membeku digerakkan langsung dengan
tangan manusia pada seperangkat alat penggilingan. Adapun tujuan penggilingan
adalah: meratakan koagulum sehingga diperoleh sheet dengan standart ketebalan
2,5-3 mm, membuat sheet berpola dan memperluas permukaan sheet,
mengeluarkan kendungan air dari sheet sehingga memudahkan saat proses
pengasapan.
3. Unit Pengasapan
Tujuan proses pengasapan adalah mengurangi kadar air pada lembaran
karet, memeberi warna coklat terang pada lembaran karet. Dengan adanya proses
pengasapan, maka lembaran karet akan terdisinfeksi karena asap memiliki
komponen formaldehyde, phenol, zat warna, dan asam-asam organik.proses
pengasapan dilakukan dalam ruangan khusus. Setelah proses penggilingan kadar
air pada lembaran karet sebanyak 40% digelar pada kayu-kayu yang telah tertata.
Proses pengasapan dilakukan dengan membakar kayu-kayu pada tungku yang
lubang asap dan panasnya tersambung pada ruangan tersebut. Jenis kayu terbaik
yang digunakan adalah kayu karet, tetapi karena kurangnya kayu karet sehingga
digunakan kayu bakar lainnya yang ada. Perlakuan-perlakuan yang harus
diperhatikan pada proses pengasapan disini adalah pembalikan lembaran-
lembaran karet dan pengaturan suhu. Karena hal ini akan menentukan kualitas
karet jadi yang didapat. Suhu yang perlu diperhatikan yaitu untuk hari ke 1 suhu
ruangan pengasapan harus berkisar antara 400C-450C, hari ke 2-seterusnya suhu
ruangan pengasapan harus pengasapan harus berkisar antara 500C-550C.
Selanjutnya hari terakhir atau hari ke 7, lembaran karet telah berwarna coklat
dengan kadar air adalah 10% dan siap untuk dikemas.
4. Unit Peyortiran dan Pengemasan
Pada unit ini proses yang terjadi adalah proses penyortiran yang dilakukan
secara manual. Pernyortiran dilakukan dengan memilih lembaran lembaran karet,
memotongnya menjadi lembaran yang lebih rapi dan mengelompokkannya dalam
tingkatan tingkatan tertentu berdasarkan kualitasnya dan mengemasnya. Adapun
pengelompokan didasarkan pada penampan visual pada lembaran karet,
kemulusan, adanya gelembung-gelembung udara dalam lembaran. Semakin mulus
maka kualitas semakin bagus. Jenis-jenis pengelompokan tersebut antara lain:
1. Ribbed Smoked Sheet I (RSS I)
2. Ribbed Smoked Sheet I (RSS I)
3. Ribbed Smoked Sheet III (RSS III)
4. Ribbed Smoked Sheet IV (RSS IV)
5. Cutting A
Setelah pernyortiran selanjutnya lembaran karet tersebut dikemas.
Pengemasan dilakukan dengan cara menimbang masing-masing hingga seberat
113kg dan memasukkanya pada suatu wadah ukuran tertentu sembari ditambahi
powder agar tidak lengket satu lembaran karet dengan lembaran lain dan dipres.
Hasil pengepresan tersebut berupa karet yang yang telah terpadatkan berbentu
segi empat atau disebut bal . Setiap bal karet kemudian ditandai sesua kialitasnya
agar tidak tercampur dengan lainnya. Proses pengemasan diakhiri dengan
pengeliman atau pelapisan bal karet dengan lem yang berbahan dari campuran
cutting, minyak tanah, dan bensin. Pengeleman dilakukan untuk lebih menguatan
rekatan karet dalam proses pendistribusian.
Adapun keterangan lebih tentang pengelompokan 4 diatas adalah sebagai
berikut; RSS I & II sebenarnya tidak berbeda jauh baik secara kenampakan dan
harga. Harga masing-masing RSS I & II berkisar antara Rp 30000,-/kg.
Sedangkan untuk RSS III adalah kualitas terendah dari lembarankare yangtelah
disortir, harga berkisar antara Rp 25000,-/kg. RSS IV adalahh hasil akhir dari
lump yang diolah. Secara umum pemanpangnya cukup jauh berbeda dengan RSS
I, II, III. RSS IV lebih kasar dan berwarna lebih gelap, harga jual untuk RSS IV
berkisar antara Rp 20000,-. Jenis terakhir adalah cutting, cutting adalah sisa-sisa
potongan RSS I, II, III saat proses pernyortiran, kisaran harga cutting adalah Rp
25000,-.
C. Lingkungan pabrik
Unit pengolahan lateks karet di Perkebunan PT. Yunawati Kaliduren bisa
dikatakan cukup sederhana jika dilihat dari peralatan yang digunakan. Sedang dari
segi pengolahan dapat dikatakan cukup baik hal ini dapat dilihat dengan
dihasilkannya beberapa lembaran karet dengan kualitas I dan dapat menebus pasar
internasional. Tetapi hal yang disayangkan hanya 2 bak penggumpalan yang dipakai
dari 8 bak penggumpalan yang ada dalam tiap produksi/perhari. Peralatan dan
bangunan pabrik merupakan tinggalan sejak jaman belanda sehingga banyak proses
yang dilakukan secara manual. Dan beberapa proses terkadang dapat dikatakan
kurang efesien. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan lateks ini adalah air yang
digunakan pada proses penggumpalan, pencucian dan pengepresan. Limbah cair ini
tidak berbahaya, sehingga dapat langsung dibuang dilingkungan. Limbah padat
hampir tidak ada, karena lateks yang digunakan seluruhnya digunakan dan tidak
menyisakan sisa-sisa berupa limbah padat. Limbah lain yang dihasilkan adalah
limbah gas yang dihasilkan dari proses pengasapan.
VI. Sumber Pendapatan masyarakat di perkebunan kaliduren
Sumber pendapatan masyarakat pada perkebunan kaliduren berasal dari beberapa
pendapatan diantaranya :
1. Penyadapan getah karet
Penyadapan karet adalah sumber pendapatan pokok penduduk perkebunan. Hasil
penyadapan karet perhari berkisar dari 20.000 sampai 33.000 sesuai dengan jumlah
latek yang didapat perharinya. Adapun cara perhitungan pendapatan penyadapan
karet :
Keterangan :
Sebagai contoh bapak budi adalah salah satu dari 50 penyadap pada perkebunan
kaliduren perhari beliau mampu menghasil 50 kg latek, menurut Pak Bambang
selaku sinder afd tetelan prestasi bapak budi sangatlah diatas rata-rata dibanding
penyadap lainnya. Bapak budi mampu mendapatkan 50 kg karena ia sangatlah ulet
dan rajin pukul 11 malam ia telah menyadap karet. Karena menurutnya ketika
menyadap di malam hari maka hasil latek yang ia dapat akan semakin banyak.
Setelah menyadap beliaupun memanen hasil sadapannya di mangkok mongkok
K 3 = 65% x berat sluruh sample x 100%
Karet kering = k3 % x jumlah latek yg disadaap (Kg)
Upah = gaji harian + ( karet kering – basis sadap ) x harga / kg + premi pendapatan + ongkos pikul
Keterangan :
K3 : kadar karet kering
65% : ditetapkan tergantung pada kondisi cuaca, dalam kurun waktu tertentu dapat berubah. pada saat kondisi hujan mampu meningkat hingga 75%
Berat seluruh sample : dari pengambilan seluruh sample dri masing masing penyadap
Gaji harian : Rp. 18.000
Basis sadap : masing masing penyadap beda2 sesuai dengan area sadap, berkisar dari basis 4 sampe 5
Harga perkilo 1.700
Premi pendapatan Rp 3000, didapat apabila penyadap mampu melebihi basis sadap yang telah ditentukan.
Ongkos pikul : tergantung jauh dekat lokasi sadap ke pabrik berkisar Rp 300 – Rp 1000 / Kg
sadap. Pada daerah sadap pak Budi ditetapkan bahwa basis sadapnya adalah 4 Kg.
Setelah ia kumpulkan pada ember ia mendapat 2 ember. Dan ia memikulnya ke
pabrik, ongkos pikul dari daerah sadap pak budi adalah 300 rpiah per kg nya. Setelah
sampai pabrik karyawan pabrik mengambil 50 ml lateknya untuk dijadikan sample
dan dicampur dengan amoniak pada mangkok sample dan untuk perhitungan berapa
gr berat sample sehingga mempengaruhi pendapatan, hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi kecurangan dalam pencampuran latek dengan air. Setelah itu latek pak budi
dicampur dengan latek – latek penyadap lainnya pada bak latek dengan disaring
menggunakan penyaring bernomor 60. Setelah dimasukkan semua pada bak
penampungan latek latek tersebut di campur dengan air dan asam semut untuk
mempercepat proses penggumpalan. Setelah itu pada bak2 di beri sekat sekat.
Dan keesokan harinya latek telah menggumpal dan terpotong potong seperti tahu
sehingga dapat dengan mudah dipipihkan dan diasapi. Tugas karyawan pabrik pada
pagi hari adalah menghitung berapa k3 pada mangkok sample dengan cara
menjumlahkan 50 mangkok sample dari semua penyadap dan mendapatkan berat 25
gr. Penetapan pabrik Kadar karet kering adalah 65%. Sehingga pada hari ini dapat
dihitung berapa upah yang didapat oleh pak budi selama menyadap pada hari
sebelumnya, cara penghitungan upah pak budi adalah sebagai berikut:
K3 = 65 % x 25 gram x 100% = 16%
Karet kering = 16% x 50 kg = 8 kg
Upah = 18.000 + (8-4) x 1.700 + 3000 + 8x300 = Rp. 30.200
Sehingga upah yang di dapat oleh pak budi adalah Rp.30.200
2. Hasil Perkebunan Coklat
Hasil perkebunan coklat menjadi sumber pendapatan masyarakat setelah
penyadapan getah karet. Proses produksi coklat sehingga bisa di jual dimulai dari
Penggambilan buah karet dari pohonnya kemudian dilakukan proses fermentasi
slama 4 hari setelah fermentasi dilakukan biji coklat tersebut dikeringkan pada mesin
pengeringan dan yang terakir adalah proses pengepakan. Harga satu kilo gram coklat
bisa mencapai mencapai 20.000 perkilo sementara tiap kali panen mampu
menghasilkan biji kering sekitar 3,5 hingga 4 ton biji coklat kering.
3. Hasil Buruh Harian
Sebagaian penduduk bekerja sebagai buruh harian di perkebunan dengan bekerja
mulai pagi hingga siang hari, pekerjaan mereka adalah membersihkan kebun dari
alang2 dan semak semak yang mengganggu tumbuhnya tanaman karet. Pendapatan
perhari berkisar 15.000 rupiah.
4. Karyawan pabrik
Karyawan pabrik adalah orang yang menjalankan proses opresional di pabrik
karet dan kakao. Terdapat kira kira 15 orang karyawan pada pabrik. 4 orang berada
pada pabrik pengelolaan latek yang bertugas memproduksi latek dan menggiling
latek. 4 orang bertugas sebagai penjaga ruang pengasapaan dimana pengasapan
berlangsung selama 24 jam sehingga terbagi menjadi 2 shef. Dan 4 orang berada
pada ruang pengebalan karet sementara 2 orang terdapat pada ruang penggorengan
biji coklat. Mereka berpenghasilan Rp. 15.000 hingga 18.000 perharinya.
5. Ternak
Disela waktu luang setelah menyadap getah karet pada dini hari sebagaian
penduduk memanfaatkan waktunya dengan memelihara hewan ternak, beberapa
hewan peliharaan penduduk pada perkebunan kaliduren adalah kambing, ayam, dan
katak hijau.
6. Penjualan bibit
Kebutuhan bibit karet pada perkebunan karet kaliduren tergolong sangat
sangaatlah penting karena mengingat lahan yang terpakai belum suutuhnya terpakai
secara maksimal, sehingga sangatlah dibutuhkannya bibit untuk memanfaatkan lahan
tersebut dan menjadikan penduduk tidak menjual bibit yang mereka buat namun
lebih pada menggunakannya sendiri, namun tidak menutup kemungkinan jika
terdapat beberapa penduduk yang menjual bibit. Mengingat harga jual bibit karet
satu polibegnya mencapai 20 ribu rupiah dan 1 meter kayu entres dengan 10 tunas
seharga 7000 tentunya ini merupakan sebuah peluang bisnis yang mungkin telah
dimanfaatkan penduduk perkebunan karet yang mempunyai waktu luang yang
banyak di siang hingga sore harinya.
7. Menjual kebutuhan sehari-hari
Untuk menambah pendapatan juga terdapat salah satu penduduk yang membuka
toko yang menjual kebutuhan sehari-hari. Tentunya usaha ini akan membatu
perekonomian pada rumah tangganya.
8. Penjualan Kayu Sengon
Pendapatan selanjutnya bagi penduduk pada perkebunan kaliduren adalah
penjualan kayu sengon, tanaman sengon ini ditanam ketika usia karet berumur 3
tahun dan dipanen saat usia sengon 5 tahun. Satu pohon sengon usia 5 tahun
berharga Rp. 125.000 sementara pada perkebunan kaliduren pohon sengon terdapat
lebih dari 2000 pohon. Meski menurut teori penanaman pohon sengon menjadi
pohon sela kurang baik untuk kesehatan pohon karet tidak baik tetapi karena
kebutuhan ekonomi hal ini dilakukan oleh penduduk perkebunan.
top related