evaluasi gerakan sayang ibu ( kajian terhadap pemenuhan … · 2013. 7. 22. · meskipun hasil...
Post on 23-Jan-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EVALUASI GERAKAN SAYANG IBU
( Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam
Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta)
Disusun oleh :
Nama : Tiyas Nur Haryani
NIM : D0107099
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N., M.Si
NIP. 196108251986012001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan Panitia Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Á Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar (Q.S Al-Baqarah: 153)
Á Yakin, Usaha, Sampai (Himpunan Mahasiswa Islam)
Á Ini soal kuat tidaknya menghadapi tantangan dan tekanan (Ariyati
Kartika)
Á At least, aku sudah berusaha (Rut Dian Sandra)
Á Jika yang lain bisa, aku pun harus bisa (Penulis)
Á Nothing to lose ( M. Fadly Mubarok)
Á Manusia boleh berencana, tapi Tuhan yang menuntukan (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya tugas akhir jenjang Strata 1 ini saya persembahkan untuk:
à Masa depanku
à Ibu, Ayah dan Adikku tercinta atas doa dan semua dukungannya
yang selalu mengiringi setiap langkahku dan tujuanku
à Segenap keluarga besar Samsu Harso Wiyono dan Suyatmin, atas
dukungan yang selama ini telah diberikan
à Almamaterku di Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim
Puji syukur atas segala nikmat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Evaluasi Gerakan Sayang Ibu (Kajian Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari
Surakarta). Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi S1 di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan
Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas
Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak,
maka pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan khusus kepada:
1. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama penyusunan
skripsi ini;
2. Rina Herlina Haryani, S.Sos, M.Si, selaku pembimbing akademik yang
turut memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama proses belajar
dan penyusunan skripsi ini;
3. Rino A. Nugroho, S.Sos, M. TI yang telah memberikan dukungan moril,
bimbingan dalam skripsi ini, dan banyak pengalaman kepada penulis
selama proses belajar di Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP
UNS;
4. Staf Kesmas Kecamatan Banjarsari dan seluruh Kader Gerakan Sayang
Ibu (GSI) serta masyarakat sasaran GSI di wilayah Kecamatan Banjarsari
yang berkenan memberikan informasi kepada penulis;
5. Ibu, Bapak, Adikku yang selalu mencurahkan kasih sayang, semangat,
dukungan dan doa kepada penulis;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
6. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Administrasi Negara khususnya angkatan
2007 terimakasih untuk kebersamaan dan berbagi ilmunya dari awal
sampai akhir penyelesaian skripsi ini;
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut
memberikan dukungan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan pada diri penulis.
Oleh karena itu, saran dan kritik membangun penulis harapkan demi perbaikan ke
depannya. Sebagai kata penutup, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang menggunakan hasil penelitian ini.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………...………………………………………………...... i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………………...... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….………………………………………………...... iii
MOTTO ……………………………...………………………………………………...... iv
PERSEMBAHAN …………………...………………………………………………...... v
KATA PENGANTAR ……………….………………………………………………...... vi
DAFTAR ISI ………………………...………………………………………………...... viii
DAFTAR GAMBAR ………………..………………………………………………...... x
DAFTAR TABEL …………………...………………………………………………...... xi
ABSTRAK …………………………..………………………………………………...... xiii
ABSTRACT …………………………………………………………………………...... xiv
BAB I PENDAHULUAN …………...………………………………………………...... 1
A. Latar Belakang ……..………………………………………………..............
1
B. Rumusan Masalah ….………………………………………………..............
6
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………….................
6
D. Manfaat Penelitian ………………….……………………………..............
7
E. Tinjauan Pustaka …………………………………………………..............
7
1. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan ……………………..........
7
2. Kebijakan-Kebijakan Strategis Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
9
3. Faktor Elemen Dasar Keselamatan Ibu ………………………………
14
4. Evaluasi Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu
(GSI) ………………………………………………………………….
21
5. Relevansi Penelitian ………..……………………………………...…
30
6. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ………….…….……..
34
7. Kerangka Berfikir ………………………..……………...……………
35
F. Metode Penelitian ……………...…………………………………………..
37
1. Jenis Penelitian ……………………………..………………………..
37
2. Lokasi Penelitian ……………………………………………………...
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
3. Jenis dan Sumber Data …………………………………………...…...
39
4. Desain Penelitian …………………………………...………………..
40
5. Teknik Penarikan Sampel …………...………………………………..
41
6. Teknik Pengumpulan Data …..……………………………………......
42
7. Aspek yang Dianalisis ………………………………………………..
43
8. Validitas Data ………………….………………………………...…...
45
9. Teknik Analisis Data ………………………….………………...…...
46
BAB II DESKRIPSI LOKASI ………………………………………………………….. 50
A. Situasi Umum ……………………………………………………….……..
51
1. Kondisi Geografis …………………………………….................…...
51
2. Kondisi Demografis ……………………………………….................
51
B. Situasi Khusus …………………………………………………………….
55
1. Kasus Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari ……………
55
2. Potensi Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan dan Pertolongan Persalinan
di Kecamatan Banjarsari ……………………………….……………..
56
3. Pendataan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas …………..………...……...
59
4. Deskripsi Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari ……………
60
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN …………...……… 63
A. Elemen Dasar Keselamatan Ibu ……………………………………….....
64
1. Faktor Primer Keselamatan Ibu …………………………………........
65
2. Faktor Sekunder Keselamatan Ibu …………………………................
84
B. Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan
Banjarsari Surakarta ………………………………….…………...............
99
BAB IV PENUTUP ……...……………………………………………………………... 120
A. Kesimpulan ……………………………………...………………………...
120
B. Saran …………………………………………..……………………..........
124
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kematian Maternal di Kota Surakarta……………………………...…...... 3
Gambar 1.2 Faktor- Faktor Sebab Kematian Ibu Maternal ……………………...…..... 17
Gambar 1.3 Kerangka Berfikir ………………………………………………...……… 36
Gambar 1.4 Aspek yang Dianalisis ………………………………………………...…. 44
Gambar 1.5 Model Analisis Interaktif ………………………………………………… 48
Gambar 2.1 Susunan Satgas Gerakan Sayang Ibu Tingkat Kecamatan ……….…….... 61
Gambar 3.1 Time Line Waktu Rujukan Kasus 104 ( Kel. Kadipiro) …………………. 95
Gambar 3.2 Time Line Waktu Rujukan Kasus 103 ( Kel. Kadipiro) …………………. 95
Gambar 3.3 Time Line Waktu Rujukan Kasus 106 ( Kel. Kadipiro) …………………. 96
Gambar 3.4 Time Line Waktu Rujukan Kasus 102 ( Kel. Gilingan) …………………. 96
Gambar 3.5 Kategori Pemetaan Ibu Hamil (Bumil) …………………………………... 104
Gambar 3.6 Struktur Pencatatan dan Pelacakan ………………………………………. 105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Identifikasi Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender …………………… 29
Tabel 1.2 Matrik Relevansi Penelitian Gerakan Sayang Ibu ……………..…...…..... 33
Tabel 1.3 Langkah-Langkah dan Output Hasil Analisis …………………………… 48
Tabel 1.4 Matrik Teknik Analisis Berdasarkan Aspek yang Dianalisis ……………. 49
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………………………………………
52
Tabel 2.2 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat
Pendidikan di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ……………………….
53
Tabel 2.3 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf Menurut
Jenis Kelamin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …………………….
54
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Banjarsari Umur 10 Tahun ke Atas
Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 …………………………………
55
Tabel 2.5 Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …. 56
Tabel 2.6 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kecamatan Banjarsari ………………… 57
Tabel 2.7 Jumlah dan Presentase Ibu Hamil Resiko Tinggi Dirujuk Menurut
Puskesmas di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………………...……...
58
Tabel 2.8 Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kecamatan
Banjarsari Menurut Puskesmas Tahun 2009 ……………………………..
59
Tabel 2.9 Jumlah Ibu Hamil Bersalin dan Nifas di Kecamatan Banjarsari Per
Februari 2011 ……………………………………………………………..
60
Tabel 2.10 Pembentukan Satgas GSI Masing-Masing Kelurahan di Kecamatan
Banjarsari Surakarta ……………………………………………………...
62
Tabel 3.1 Identifikasi Kasus Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 .. 64
Tabel 3.2 Profil Subyek dengan Riwayat Kehamilan dan Persalinan Buruk di
Kecamatan Banjarsari …………………………………………………….
69
Tabel 3.3 Identitas Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …………. 72
Tabel 3.4 ANC yang dilakukan Bumil di Kecamatan Banjarsari …………………... 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Tabel 3.5 Penyebab Kematian, Tempat Kematian Ibu dan Penolong Persalinan
Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …………..
76
Tabel 3.6 Tingkat Pendidikan Ibu Bersalin Meninggal Menurut Puskesmas di
Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ……………………………………
80
Tabel 3.7 Matrik Hasil Penelitian Faktor Primer Elemen Dasar Keselamatan Ibu … 97
Tabel 3.8 Matrik Hasil Penelitian Faktor Sekunder Elemen Dasar Keselamatan Ibu 98
Tabel 3.9 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kecamatan
Banjarsari …………………………………………………………………
101
Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kelurahan
Keprabon …………………………………………………………………
102
Tabel 3.11 Besaran Dana Sosial Bersalin (Dasolin) …………………………………. 106
Tabel 3.12 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI oleh Petugas Antara Teori
dan Praktek ……………………………………………………………….
108
Tabel 3.13 Karakteristik Responden ………………………………………………… 109
Tabel 3.14 Kecenderungan Intensitas Pemeriksaan ANC, Pilihan Tempat Persalinan
dan Pemenuhan Gizi ……………………………………………………...
111
Tabel 3.15 Kecenderungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga ………… 112
Tabel 3.16 Kecenderungan Pola Relasi Gender Perawatan Kesehatan Kehamilan
dalam Keluarga …………………………………………………………...
113
Tabel 3.17 Kecenderungan Perencanaan Kehamilan oleh Keluarga ………………… 115
Tabel 3.18 Kecenderungan Persiapan Kehamilan dan Persalinan dalam Keluarga …. 116
Tabel 3.19 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Keluarga ………………………… 118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRAK Tiyas Nur Haryani. D0107099. Evaluasi Gerakan Sayang Ibu (Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Permasalahan kematian ibu maternal pada dasarnya tidak mencakup ranah medis saja, faktor non medis turut memberikan pengaruh sebab terjadinya kematian ibu. Indonesia telah mengupayakan berbagai hal untuk menurunkan AKI. Salah satunya melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI). Kota Surakarta tahun 2009, terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) secara tajam, hal tersebut tidak luput adanya perbaikan sistem Audit Maternal Prenatal (AMP) di Kota Surakarta, sehingga diusahakan seluruh kasus kematian ibu data dilacak dan dicatat. Tujuan penelitian yaitu melihat sebab kematian ibu dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan analisis kebutuhan gender praktis dan strategis dalam GSI di Kecamatan Banjarsari Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive area, Kota Surakarta diambil karena pada tahun 2009 terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 153,82 per 100.000 kelahiran hidup dari sebelumnya 49,1 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Kecamatan Banjarsari diambil karena dipandang memiliki AKI yang tinggi dibanding empat kecamatan yang lain. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui focus group discussion, wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dan untuk penelitian survei dalam penelitian ini menggunakan 30 responden, untuk memetakan kecenderungan pemenuhan kebutuhan gender. Validitas data menggunakan triangulasi data dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. Teknik analisis gender dalam penelitian ini menggunakan model Moser.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu maternal lebih disebabkan dari faktor primer yaitu berasal dari individu bersangkutan dan keluarga. Secara umum faktor sekunder, masyarakat dan pengelolaan program GSI dalam level kecamatan telah cukup membantu dalam upaya penurunan AKI, meskipun hasil lapangan membuktikan empati petugas yang juga terkait masalah kepekaan gender dalam kesehatan reproduksi ternyata jauh dari harapan. Pelaksanaan GSI baik di lingkup keluarga dan pengelolaan program memberikan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dengan dominasi pada kebutuhan praktis gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan strategis gender untuk ibu hamil, ibu bersalin dan nifas masih jauh dari yang diharapkan.
Kata kunci: Analisis Moser, Gerakan Sayang Ibu, Kematian Maternal, Kebutuhan Gender, Keselamatan Ibu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRACT
Tiyas Nur Haryani. D0107099. Evaluation of Gerakan Sayang Ibu (Study of Gender Needs in Gerakan Sayang Ibu at Banjarsari Surakarta). Faculty of Social and Political Sciences Sebelas Maret University. 2011.
Maternal mortality problem is basically not only the medical problem,
non-medical factors also give influence as causes of maternal mortality. Indonesia has sought many ways to reduce the maternal mortality rate. One was through the Gerakan Sayang Ibu (GSI). Surakarta in 2009, an increase in Maternal Mortality Rate (MMR) is sharp, it does not escape the system repair Audit Maternal Prenatal (AMP) in Surakarta, so cultivated all maternal mortality cases are tracked and recorded data.The research aims at describing the causes of mother's death seen from the basic elements of safe motherhood and analysis of practical and strategic gender needs in the GSI in Banjarsari Surakarta.
This research is a descriptive study with qualitative and quantitative data support. Site selection done in purposive way, Surakarta was taken because in 2009 there was increase in Maternal Mortality Rate (MMR) to 153.82 per 100,000 live births from 49.1 per 100,000 live births while the District Banjarsari taken because it has a high maternal mortality rate from four other districts. Technic of data collection are focused group discussions, depth interviews, documentation and observation. Determination of informants was done by using purposive sampling and to survey research in this study using 30 respondents to the trend mapping gender needs. The validity of the data using triangulation of data which the researcher used multiple data sources to collect the same data. The basis of analysis used is the Gender Analysis Framework followed with gender analysis of Moser Model.
The results of the research shows that the causes of maternal deaths are more than a primary factor that is derived from the individual and the family. In general secondary factors, community and program management of GSI in district level has been quite helpful in an effort to decrease maternal mortality rate, although field results prove that the officer empathy are also associated issues of gender sensitivity in reproductive health was far from expectations. Implementation of the GSI in the family and the management scope program provides practical and strategic gender needs with dominant practical gender needs. The results shows that the strategic gender needs for pregnant women, maternity and postpartum are still far from expected. Keywords: Gerakan Sayang Ibu, Gender Needs, Maternal Mortality, Moser Model, Safe Motherhood.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan menjadi bagian pembangunan nasional dan
keduanya mempunyai landasan yang sama. Prioritas utama pelayanan dasar
kesehatan adalah ibu dan anak dengan pembahasan utama kesehatan perempuan
melalui perawatan kesehatan primer. Secara historis, kesehatan perempuan
menjadi masalah penting karena bersifat khas, kompleks dan pendekatannya harus
dilakukan secara komprehensif (dalam Luhulima, 2007:259). Perawatan kesehatan
primer menitikberatkan kehamilan dan persalinan yang aman. Kesehatan ibu yang
berkualitas sangat menentukan pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas. Dalam konteks pembangunan, Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
indikator penting status kesehatan suatu negara. Tukiran, et al. ( 2007: 247)
menyebutkan bahwa angka kematian ibu dan bayi yang tinggi akan menunjukkan
rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Selain itu, tidak dipungkiri bahwa
mortalitas dan morbilitas wanita hamil dan bersalin merupakan masalah terbesar
yang dialami negara-negara berkembang (dalam www.medical-journal.co.cc).
Kenyataan menunjukkan walaupun telah banyak ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan global maupun nasional, namun di Indonesia
masih banyak persoalan reproduksi yang menghantui perempuan, antara lain: AKI
melahirkan yang masih tinggi, akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi, pendidikan seks yang memadai, dll (Jurnal Perempuan No 53 Tahun
2007 : 4-5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
2
Dibanding dengan negara-negara maju AKI di Indonesia tergolong sangat
tinggi, di negara-negara maju AKI berkisar pada angka 10 per 100.000 kelahiran
hidup (Tukiran et al, 2007: 247-248). Melalui SK Menkes Nomor 1202 tahun
2003 tentang Indonesia Sehat Tahun 2010, pemerintah mengharuskan upaya
menurunkan AKI sampai tahun 2010 sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup
(dalam Luhulima, 2007: 268). Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia tahun
2000, AKI di Malaysia jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100.000 kelahiran
hidup, AKI Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Thailand 44 per
100.000 kelahiran hidup, AKI Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, AKI
Vietnam 160 per 100.00 kelahiran hidup, sedangkan AKI di Indonesia tahun 2000
masih berkisar di angka 307 per 100.000 kelahiran hidup (diolah dari
www.majalah-farmacia.com). Hal tersebut mencerminkan bahwa di Indonesia,
perempuan belum cukup terlindungi dari kemungkinan mengalami gangguan
kesehatan reproduksi dalam persalinan (Darwin, 2001: 16).
Kasus di Kota Surakarta, AKI terdapat indikasi peningkatan secara tajam
meskipun Gerakan Sayang Ibu (GSI) telah terimplementasikan. GSI dirumuskan
menjadi gerakan yang dilaksanakan membantu program pemerintah untuk
peningkatan kualitas hidup perempuan melalui kegiatan yang berdampak terhadap
penurunan AKI karena hamil, melahirkan dan nifas (dalam
www.prokeadilan.wordpress.com). Mengutip www.askep-askeb.cz.cc bahwa
gerakan semacam GSI setelah kurang lebih 4 tahun berjalan, gerakan tersebut kian
melemah. Terkait peningkatan AKI di Kota Surakarta dari sebelumnya 49,1 per
100.000 kelahiran hidup menjadi 153,81 per 100.000 kelahiran hidup di tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
3
2009 tidak luput dari adanya keberhasilan evaluasi sistem pelacakan kematian ibu
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Audit Maternal Prenatal (AMP) sangat
diperlukan untuk memperlihatkan data sebenarnya tentang kematian ibu dan bayi.
Menurut Rachman (dalam Jurnal Perempuan 53 2007: 46) AMP belum mampu
memonitor penghitungan AKI, terlebih lagi sejak kebijakan desentralisasi
diimplementasikan. Catatan AKI di Kota Surakarta sebelum tahun 2009 dinilai
sebagai data yang tidak akurat, yang berarti AKI sebenarnya bisa lebih tinggi dari
angka yang ada sekarang. Hasil kajian Hartini menyebutkan bahwa para bidan
enggan untuk mengisi dan melaporkan (dalam Jurnal Perempuan 53 2007: 46).
Hal tersebut dapat menjadi persoalan yang sama terkait peningkatan AKI di Kota
Surakarta yang melonjak tajam di tahun 2009. Tren angka Kematian Ibu Maternal
di Kota Surakarta dapat dilihat dalam gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1
Kematian Ibu Maternal di Kota Surakarta
Tahun 2003-2009
Sumber: Diolah dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
4
Banyak faktor yang menyebabkan kematian pada ibu hamil, melahirkan
dan nifas. Pada umumnya, faktor-faktor penyebab masih tingginya (AKI)
disebabkan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan
perempuan bermuara pada kultur patriaki. Isu gender pada kelompok ibu dan
janin yaitu adanya beban ganda ibu hamil, sehingga ibu hamil tidak
memperhatikan kondisi kesehatan dan janinnya serta tingginya angka anemia ibu
hamil (dalam www.irckesehatan.net). Secara tidak langsung posisi sosial
perempuan yang masih mengalami subordinasi di masyarakat, memberikan
sumbangan dalam kasus tingginya AKI. Mosse (1996: 253) menuturkan bahwa:
Di banyak masyarakat dunia sudah lazim bagi perempuan dan anak perempuan makan setelah laki-laki dan anak laki-laki, sekalipun perempuan sedang hamil dan menyusui. Mereka kekurangan makan, yang menjurus kepada anemia dan kekurangan gizi. Sakit kronis seringkali dianggap sebagai “bagian yang alami” karena menjadi perempuan, keguguran disebabkan oleh kekurangan makan, kerja keras dan kehamilan yang berulang-ulang dilihat sebagai bagian normal dari keperempuanan. Masalah-masalah tadi tidak akan terpecahkan dengan baik jika akar
permasalahnnya, yaitu ketidakadilan dan ketimpangan gender di masyarakat tidak
diatasi. Kesehatan reproduksi menjadi masalah serius bagi perempuan selain
rawan terhadap penyakit, kondisi sosial serta adanya perlakuan kurang adil pada
perempuan. Kurangnya kesadaran tentang masalah kesehatan reproduksi
berpengaruh terhadap tingginya AKI. Tingginya AKI di Indonesia lebih banyak
disebabkan oleh faktor gangguan kehamilan. Hal ini berkaitan rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan (Mosse, 1996:
253). Selain kultur, hak reproduksi perempuan juga sangat berkaitan erat dengan
masalah kemiskinan yang ikut berdampak pada persoalan medis. Faktor tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
5
sangat berpengaruh pada melorotnya kualitas hidup dan kesehatan reproduksi
perempuan. Ketidakmampuan perempuan untuk membeli alat kontrasepsi yang
berkualitas dan membayar pemeriksaan berakibat kondisi abnormal dalam
kandungannya tidak terdeteksi, lalu terabaikannya hak-hak reproduksi perempuan
hingga angka kematian ibu melahirkan tinggi ( Jurnal Perempuan No 53 Tahun
2007: 5). Menurut Darwin (2001: 16), angka kematian maternal mencerminkan
rendahnya kualitas perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan.
Hasil-hasil kajian tersebut telah menyebutkan bahwa penyebab kematian
ibu tidak hanya karena sisi medis saja, tetapi juga terkait dengan relasi gender.
Dimana dalam konteks budaya patriaki, gender seringkali menghambat
perempuan untuk mengakses dan memanfaat fasilitas-fasilitas kesehatan yang
memadai. Perlu diperhitungan aspek pemenuhan kebutuhan yang berbeda antara
perempuan dan laki-laki, dalam konteks perspektif gender dikenal dengan
pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender. Meskipun kedua jenis
kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara bersamaan, namun kenyataannya masih
banyak ditemui kegiatan pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan praktis
saja. Menyadari bahwa selama ini persoalan AKI hanya dipandang sebagai
persoalan medis semata, maka penelitian ini akan meneliti Gerakan Sayang Ibu
dari sudut pemenuhan kebutuhan gender. Sejak tahun 2007 hingga tahun 2009,
AKI di Surakarta dilihat dari persebaran tiap kecamatan yang ada, terdapat
indikasi bahwa Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan yang mengalami
peningkatan AKI, sehingga hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
6
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa Angka Kematian Ibu di Kecamatan Banjarsari mengalami
peningkatan di tahun 2009?
2. Bagaimana pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dalam
Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Operasional
a. Mengevaluasi sebab peningkatan Angka Kematian Ibu di Kecamatan
Banjarsari Surakarta dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu.
b. Menganalisis pemenuhan kebutuhan gender dalam Gerakan Sayang
Ibu.
2. Tujuan Fungsional
Secara fungsional hasil penelitian dapat digunakan untuk :
a. Bahan masukan reformulasi kebijakan penurunan Angka Kematian Ibu
berprespektif gender di Kota Surakarta.
b. Bahan pertimbangan bagi lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan
semua pihak yang memperjuangkan pembangunan kesehatan
reproduksi perempuan.
3. Tujuan Individual
Untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
7
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan mengenai masalah pemenuhan kebutuhan gender
dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kota Surakarta.
2. Bahan masukan dan bantuan pemikiran kepada pihak-pihak yang berperan
dalam mendukung proses implementasi GSI.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan reproduksi memiliki keterkaitan dengan isu gender dan
kesehatan reproduksi perempuan, karena mereka memiliki kebutuhan pelayanan
kesehatan reproduksi yang khusus sehubungan dengan kodratnya sebagai
perempuan. Dalam tinjauan pusataka yang digunakan untuk membangun kerangka
berfikir, peneliti menggunakan teori-teori sebagai berikut:
1. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan
Konsep tentang kesehatan reproduksi pada awalnya sebatas pada dampak
kontrasepsi, semakin lama meluas pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
fungsi dan proses reproduksi manusia. Menurut Manuaba (1998: 7), reproduksi
secara sederhana diartikan kemampuan untuk membuat kembali, dalam kaitannya
kesehatan reproduksi diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk
memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilitas), dapat
menjalani kehamilan dan persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa
resiko apapun dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal.
Chapter VII dari Plan of Action hasil ICPD (dalam Jurnal Perempuan No
53 Tahun 2007 : 9-10) menyebutkan definisi dari kesehatan reproduksi yaitu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
8
Reproductive health is a state of complete physical, mental and social well-being
in all matters relating to the reproductive system and to its function and proses.
Secara implisit hak-hak perempuan dan laki-laki dalam kesehatan reproduksi yang
termuat dalam hasil ICPD Kairo antara lain:
Men and women to be informed and to have access to safe, effective, affordable and acceptable menthods of family planning of their choice, as well as other methods of their choice for regulation of fertility, which are not against the law, and the right of access to health-care services that will enable women to go safely through pregnancy and childbirth (dalam Jurnal Perempuan No 53 Tahun 2007 : 9-10).
Menurut Scortiano (dalam Dharmastuti, 2003: 12) kesehatan reproduksi
mencakup beberapa unsur utama yaitu:
(1) perilaku reproduksi yang bertanggungjawab selama usia subur, (2) akses pada pelayanan keluarga berencana (KB) yang aman, (3) perawatan kesehatan ibu secara efektif dan aman, (4) pengendalian secara efektif terhadap infeksi sistem reproduksi, (5) pencegahan dan penanganan infertilitas (kemandulan), (6) penghapusan aborsi yang tidak aman, (7) pencegahan dan pengobatan penyakit yang membahayakan pada organ reproduksi, dan (8) perawatan sebelum dan selama kehamilan, melahirkan dan sesudah melahirkan.
Selain itu, WHO mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai keadaan
sehat dan sejahtera secara fisik, mental dan sosial bukan karena ketiadaan
penyakit dan kecacatan dalam segala aspek yang berkaitan dengan fungsi, sistem
dan proses-prosesnya (dalam Luhulima, 2007: 259).
Dalam pengertian kesehatan reproduksi tersebut, ada hal yang
diperhatikan. Pertama, pengertian sehat bukan semata-mata sebagai pengertian
kedokteran (klinis) tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat). Kedua,
kesehatan reproduksi bukan menjadi masalah seseorang saja tetapi juga menjadi
kepedulian keluarga dan masyarakat, seorang wanita mempunyai hak untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
9
memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga memungkinkan
mereka menjalani kehamilan dan persalinan dengan baik. Terdapat pula hak untuk
mengakses pelayanan kesehatan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang
aman dan perawatan kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan, melahirkan
dan sesudah melahirkan.
2 Kebijakan-Kebijakan Strategis Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
Dalam penurunan AKI, kebijakan publik merupakan suatu keputusan
yang diambil demi kepentingan publik. Seperti pendapat Dye, kebijakan publik
adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan,
pendapat lain dari konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup
sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh
pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik (dalam
Subarsono, 2005: 2), dan menurut Surbakti, kebijakan publik adalah kebijakan
yang menyangkut masyarakat umum (dalam Ekowati, 2009: 1). Berdasarkan
banyaknya definisi mengenai kebijakan, Tangkilisan (2003: 120) mengemukakan
bahwa kebanyakan definisi meliputi gagasan:
Pertama, tindakan bertujuan yang diarahkan terhadap masalah atau tujuan. Kedua, tindakan yang diambil oleh dinas-dinas pemerintah, atau kolektivitas yang bisa didefinisikan sebagai dinas pemerintah. Ketiga, aturan yang merincikan siapa harus melakukan apa, kapan, mengapa dan bagaimana. Keempat, perangkat yang memberikan insentif dan motivasi agar individu lakukan perilaku pilihan kebijakan. Dan kelima, toeri sebab-akibat yang menghubungkan tindakan dinas untuk perilaku target yang perilau target atasi.
Dalam sebuah perspektif empiris, kebijakan mewujudkan dirinya dalam
Undang-Undang, petunjuk dan program sebagaimana juga di dalam rutinitas dan
praktek organisasi publik. Friedrich menjelaskan kebijakan adalah suatu tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
10
yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-
hambatan tertentu seraya memberi peluang-peluang untuk mencapai tujuan, atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan (dalam Wahab, 1990: 3). Terkait upaya
penurunan AKI, kebijakan publik termanifestasikan dalam wujud kebijakan
kesehatan reproduksi perempuan, dimana dalam penurunan mortalitas utamanya
diarahkan menurunkan kematian bayi, anak dan ibu melalui upaya pencegahan
dan pelayanan kesehatan primer. Menurut Mosse (1996: 254), pendekatan
pembangunan terhadap kesehatan perempuan mengambil jalan perawatan
kesehatan primer dengan fokus terhadap kesehatan ibu dan anak, penyuluhan gizi
dan informasi serta pendidikan tentang masalah-masalah kesehatan. Perjuangan
kaum perempuan agar masalah kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus,
mencapai puncaknya dalam kesepakatan ICPD tahun 1994 di Kairo. Program
Aksi ICPD 1994 mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan pendidikan,
khususnya untuk anak perempuan, serta penurunan tingkat kematian bayi, anak,
dan ibu (dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2005).
Perhatian terbesar pada kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan
adalah bagaimana mencegah penyebab utama kesakitan dan kematian maternal
(Rachmawati, 2004: 55). United Nation menyebutkan bahwa ICPD Kairo telah
mencanangkan program Safe Motherhood sebagai strategi untuk menurunkan
tingkat kesakitan dan kematian maternal (Rachmawati, 2004: 55). Terdapat pula
tujuan nomor lima MDGs, meningkatkan kesehatan ibu dengan target pencapaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
11
MDG pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga
diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut (Bappenas, 2010).
Upaya penurunan AKI di Indonesia salah satunya melalui Gerakan
Sayang Ibu (GSI) yang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerjasama dengan
pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup perempuan (sebagai
sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak
terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas
serta kematian bayi (Iskandar, 1998).
Menurut Shiffman, kegiatan dalam safe motherhood antara lain sebagai
berikut:
“Primary activities included local government mobilization, the recording of pregnant women through women’s organizations so that they could be given assistance as delivery approached, and the designation of certain hospitals for safe motherhood services. Messages were developed to promote a more active role for husbands in pregnancy issues and to encourage couples to plan early in pregnancy in the case of complications at delivery.” (dalam Social Science & Medicine, 56(6): 1197-1207).
Terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang sangat penting dari pengertian GSI,
yaitu:
a. GSI merupakan gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan
pemerintah.
Pelaksanaan GSI melibatkan masyarakat secara aktif, tidak hanya sebagai
sasaran, tetapi juga sebagai pelaku. GSI harus dapat meningkatkan
kemampuan keluarga dalam merawat ibu hamil, deteksi awal dan komplikasi
kehamilan dan memutuskan kemana harus merujuk serta mencari dan memilih
pertolongan. GSI harus dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
12
mengembangkan kerjasama untuk membantu transportasi ke tempat rujukan
(fasilitas kesehatan memadai), membantu dana yang diperlukan dan
mengembangkan bentuk – bentuk kepedulian sosial dalam masyarakat
(Tabulin, dasolin, Ambulan Desa, Donor Darah Desa, Pondok Sayang Ibu).
Bagi Pemerintah, GSI harus dapat meningkatkan peran pemerintah dalam
menyusun kebijakan, strategi dan upaya dalam percepatan penurunan AKI.
b. GSI mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan
sebagai sumber daya manusia.
Perempuan yang selama ini mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan
diskriminatif dalam berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan reproduksi
hingga menyebabkan kematian ibu yang tinggi karena hamil, melahirkan dan
nifas. Gerakan Sayang Ibu melakukan pendekatan pemberdayaan masyarakat,
terutama pada laki-laki agar memberikan hak-hak reproduksi kepada
perempuan serta membantu memberikan perawatan kepada ibu-ibu hamil,
melahirkan dan nifas.
c. GSI bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu karena
hamil, melahirkan, nifas dan bayi.
Dalam pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu, kecamatan merupakan lini
terdepan untuk mensinergikan antara pendekatan lintas sektor dan masyarakat
dengan dengan pendekatan sosial budaya secara komprehensif utamanya dalam
mempercepat penurunan AKI. Sebagai salah satu komponen dalam Gerakan
Sayang Ibu yaitu terdapat Kecamatan Sayang Ibu. Pedoman Umum Revitalisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
13
Gerakan Sayang Ibu (GSI) Kabupaten Malang (2009) menyebutkan indikator GSI
antara lain:
a. Ibu Hamil: Memeriksaan kehamilan minimal 4 kali; mengetahui dan
mengenali kelainan kehamilan, dan tahu cara pencegahan dan
penanggulangannya; melakukan persalinan di tempat/fasilitas kesehatan yang
memadai, serta ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; mengetahui kebutuhan
gizi yang diperlukan; menyiapkan biaya persalinan; mengusahakan agar tiap
kehamilan merupakan kehamilan yang direncanakan, dengan melaksanakan
KB dan perencanaan keluarga; mampu mengambil keputusan; memahami
kesetaraan keadilan gender; mampu mencegah kekerasan dalam rumah tangga.
b. Keluarga: Suami istri, merencanakan jumlah anak, waktu akan mulai
mengandung, sesuai dengan kemampuan; semua kehamilan merupakan
kehamilan yang diinginkan; suami dan keluarga lain memberikan perhatian
lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga), tidak
memberi tugas yang berat kepada ibu hamil; memperhatikan makanan ibu
hamil; mengenali kelainan kehamilan sedini mungkin dan segera
membawanya ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai; mempersiapkan
biaya persalinan dan perlengkapan bayi; memeriksa ibu hamil di sarana
pelayanan kesehatan yang memadai (min 4 kali ); merencanakan tempat yang
aman, dan bersih, serta ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan
mempersiapkan segala kemungkinan yang dapat timbul selama kehamilan
dan persalinan (mempersiapkan donor darah, kendaraan/ambulans desa. dsb);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
14
mempratekkan kesetaraan keadilan gender; tidak ada kekerasan dalam rumah
tangga.
c. Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan : bekerjasama dengan pemerintah
setempat, termasuk semua instansi terkait, sarana pelayanan swasta dan
organisasi lain; melatih kader untuk kegiatan GSI; mengorganisasi Tabungan
Ibu Hamil (Tabulin) dan dana Sosial Bersalin (Dasolin); mengorganisasi
donor darah; menyelenggarakan Pondok Sayang Ibu; bila ada dana berlebih,
melengkapi sarana Pelayanan kesehatan.
d. Petugas Kesehatan/Sarana Pelayanan Kesehatan: bekerjasama dengan
masyarakat; memanfaatkan data dari masyarakat untuk mempersiapkan segala
kemungkinan yang terjadi pada ibu hamil; meningkatkan keterampilan,
pengetahuan dan profesional; melengkapi sarana dan prasarana di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3. Faktor-Elemen Dasar Keselamatan Ibu
Sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) penting untuk
memahami sebab-sebab kematian ibu. Hasil Assessment Safe Motherhood di
Indonesia, yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI menyebutkan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kematian ibu antara lain:
(1)derajat kesehatan dan kesiapannya untuk hamil, ANC yang diperoleh, pertolongan persalinan dan perawatan setelah persalinan, (2) rendahnya kualitas pelayanan ANC dan dukun bayi belum sepenuhnya mampu melaksanakan deteksi dini resiko tinggi kehamilan, dan (3) belum semua RS Kabupaten sebagai tempat rujukan mempunyai staf dan peralatan yang cukup untuk melakukan pelayanan obsteri darurat komprehensif serta lemahnya sistem rujukan (dalam Rachmawati, 2004: 27).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
15
Menurut Naqiyah (2005: 2), rendahnya otonomi perempuan terhadap
tubuhnya tampak pada besarnya jumlah kematian ibu melahirkan di Indonesia,
yang disebabkan antara lain: kurangnya akses kesehatan bagi perempuan,
kurangnya informasi, aborsi tidak aman, pendarahan, pendidikan rendah,
kurangnya kesadaran hak reproduksi dan 50 persen ibu hamil terkena anemia dan
kurang gizi.
Selain itu Graham, et al (dalam Jurnal Tropical Medicine and
International Health, 2008, Vol 13), menyebutkan: more cases of maternal death
than of Caesarean section provides clear evidence of unmet need for emergency
care. Faktor lain yang mengukutinya ditambahkan oleh Graham sebagai berikut:
In Burkina Faso, financial barriers are a major deterrent to uptake of delivery care and coincide with distance obstacles, emphasizing the need to consider geographical targeting of, for example, transport interventions or incentives to health workers for remote postings (dalam Jurnal Tropical Medicine and International Health, 2008, Vol 13).
Hartini mengajukan kerangka berfikir bahwa kematian ibu maternal
dapat dihindari dengan syarat:
Komponen advokasi berupa: persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terampil, sistem rujukan yang memadai, pelayanan kegawatdaruratan obstetrik yang bermutu dan persiapan persalinan dan kesiagaan komplikasi, baik dalam keluarga maupun oleh masyarakat (dalam Jurnal Melati Kohati PBHMI Vol 9, Desember 2009).
Terdapat pula McCarthy dan Maine serta Tinker dan Koblinsky (dalam
Rachmawati, 2004: 28) mengajukan kerangka berpikir:
Kematian maternal disebabkan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan antara penyebab langsung (proximate), penyebab antara (intermediete) dan penyebab tidak langsung (distant). Faktor-faktor penyebab itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
16
tidak hanya faktor kesehatan pribadi, tetapi juga melibatkan aspek lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan sistem negara.
Faktor penyebab langsung kematian ibu merupakan faktor penyebab yang
paling dekat dengan kondisi kesehatan maternal, penyebab langsung ini
selanjutnya dipengaruhi oleh penyebab antara, meliputi akses terhadap pelayanan
kesehatan, perilaku kesehatan dan reproduksi suami istri dan komunitas di
sekelilingnya, status kesehatan dan gizi ibu hamil, manajemen kehamilan dan pola
pertolongan persalinan, selain itu penyebab antara akan diikuti oleh penyebab
tidak langsung (dalam Rachmawati, 2004: 28 – 30).
Rachmawati (2004) mengkaji masalah kualitas pelayanan
kegawatdaruratan obstretrik di RSUD Kelas C menyusun kerangka berfikir yang
terdiri dari faktor penyebab langsung, penyebab antara dan penyebab tidak
langsung tertera dalam gambar 1.2. Rachmawati menggunakan konsep kesehatan
perempuan, hak reproduksi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas
sebagai alat analisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
17
Gambar 1.2 Faktor-Faktor Sebab yang Berpengaruh Pada
Kematian Ibu Maternal
Sumber : Rachmawati, 2004: 62
Emilia menemukan faktor lain penyebab kematian ibu hamil/melahirkan
di Indonesia yaitu faktor lingkungan keluarga yang erat kaitannya dengan proses
pengambilan keputusan perawatan kehamilan dan pemilihan pertolongan
persalinan (dalam Darwin, 2001: 18). Menurut Wilopo (dalam Tukiran et al,
2010: 200), pencegahan kehamilan dengan resiko tinggi serta perawatan
kehamilan, kelahiran dan perawatan pasca melahirkan akan menyelamatkan
perempuan dari kematian maternal. Selain itu, menurut Darwin (2005: 168) AKI
tetap tinggi jika hak perempuan untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup
Penyebab Tidak Langsung
Penyebab antara (Keluarga, lingkungan
dan pelayanan)
Penyebab langsung (individu)
Kebutuhan
Resiko
Perilaku Sosial
Pengelolaan Program Pelayanan Masyarakat
Pendidikan, Tata nilai, Kondisi Ekonomi, Kondisi Geografis
Kecukupan makanan, air bersih, dll
Perdarahan,infeksi, eklampsia, partus lama, aborsi.
1. Akses: ketersediaan pelayanan (sarana, tenaga, dana , metode)
2. Pemanfaatan terhadap layanan
3. Kualitas Pelayanan
1. Kesadaran peran kodrati wanita
2. Kesadaran peran gender laki-laki/perempuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
18
tidak diperhatikan. Bermula dari sehat tidaknya ibu hamil, bersalin dan nifas
dapat menentukan hidup atau matinya seorang ibu hamil, bersalin dan nifas.
Untuk menilai kesehatan ibu maternal demi menjawab masalah tingginya
kematian ibu, peneliti akan menggunakan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Penyebab primer (individu dan keluarga). Penyebab primer dalam
penelitian ini merupakan penyebab terdekat kematian maternal
yang berasal dari individu ibu dan keluarganya. Variabelnya
penulis klasifikasikan sebagai berikut:
(1) Status kesehatan ibu (mengadopsi dari Rachmawati, Darwin,
Graham, Nagiyah dan Assessment Safe Motherhood,
Departemen Kesehatan RI). Termasuk dalam status kesehatan
ibu penulis mengklasifikasikan terdiri dari kecukupan gizi,
riwayat komplikasi obstetri, dan riwayat penyakit. Kecukupan
gizi berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Badan Pusat
Statistik, 2010) dilihat dari besar kalori dan protein yang
dikonsumsi. Gizi seimbang yang terdiri atas kalori, protein,
lemak, vitamin dan mineral mampu meningkatkan kesehatan
ibu hamil secara umum (Genio. 2010: 5). Variabel lain yaitu
riwayat komplikasi obstretrik dan riwayat penyakit, menurut
Rachmawati (2004: 167) kehamilan sebelumnya atau penyakit
yang pernah diderita penting untuk menentukan kondisi
kehamilan saat itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
19
(2) Status reproduksi (diadopsi dari Assessment Safe Motherhood
Departemen Kesehatan RI) yaitu derajat kesehatan dan
kesiapannya untuk hamil di dalamnya terdapat unsur usia ibu
hamil, jumlah kelahiran dan jarak antara kehamilan. Usia di
bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko
untuk hamil dan melahirkan (dalam Depkes RI, 1994). Jarak
antar kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) dapat
meningkatkan risiko untuk terjadinya kematian maternal
(dalam Depkes RI, 1994).
(3) Perilaku sehat (diadopsi dari Wilopo dan Assessment Safe
Motherhood Departemen Kesehatan RI dan Hartini) dengan
variabel pemeriksaan ANC dan penolong persalinan aman.
Menurut Fibriana (2007: 51) pelayanan antenatal, untuk
mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan
persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong
persalinan memiliki pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk
memberikan pertolongan yang aman.
(4) Status perempuan dalam keluarga (diadopsi dari Emilia dan
Naqiyah). Status ini berkaitan dengan pendidikan perempuan,
pekerjaan perempuan, dan keberdayaan perempuan dalam
proses pengambilan keputusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
20
(5) Status keluarga dalam masyarakat (diadopsi dari McCharty dan
Graham) yang meliputi aspek lingkungan sosial, budaya,
ekonomi, dan intervensi transportasi.
b. Penyebab sekunder (lingkungan dan pelayanan Kecamatan Sayang
Ibu dalam GSI). Penyebab sekunder dalam penelitian ini
merupakan penyebab kematian maternal yang berasal dari luar
individu ibu dan keluarganya. Variabelnya penulis klasifikasikan
sebagai berikut:
(1) Akses pelayanan kesehatan (diadopsi dari Assessment Safe
Motherhood Departemen Kesehatan RI dan Naqiyah).
(2) Kesiagaan dalam masyarakat (diadopsi dari Hartni dan
Rachmawati). Kesiagaan masyarakat mencakup kepedulian
kepala desa, Badan Perwakilan Desa sangat diperlukan dalam
upaya penurunan AKI (Kementerian Pemberdayaan Perempuan
RI, 2004)
(3) Hubungan interpersonal petugas (diadopsi dari Rachmawati).
Menurut Leslie dan Gupta interaksi antara klien dan penyedia
pelayanan merupakan faktor penting yang menjelaskan
pemanfaatan pelayanan medis oleh wanita (dalam Rachmawati,
2004: 110). Hubungan antara pasien dan penyedia yang sangat
buruk mempengaruhi rendahnya pemanfaatan fasilitas
kesehatan oleh perempuan (Rachmawati, 2004: 110).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
21
(4) Manfaat Terhadap Layanan (diadopsi dari Rachmawati). Hal
ini akan dibatasi pada manfaat layanan yang terdapat dalam
Gerakan Sayang Ibu di level Kecamatan.
(5) Sistem rujukan (diadopsi dari Hartini). Campur tangan dari
aparat pemerintahan sangat diperlukan untuk menekan AKI.
Peran Kepala Desa sangat penting dalam hal ini, untuk
membujuk keluarga ibu hamil agar dirujuk ke fasilitas
kesehatan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2004).
4. Evaluasi Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu
Evaluasi kebijakan merupakan salah satu rantai dari proses kebijakan
publik yang menilai konsep, perancangan implementasi, dan pelaksanaan program
atau kebijakan. Ada beberapa definisi mengenai evaluasi kebijakan. Sebagaimana
dikutip oleh Nurhaeni ( 2009: 77), ada beberapa ahli yang memberikan definisi
mengenai evaluasi kebijakan antara lain: Pertama, Jones (1984) mendefinisikan
evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan.
Kedua, Bryant dan White (1987) menyebutkan bahwa evaluasi kebijakan pada
dasarnya harus bisa menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya
telah dapat mendekati tujuan. Dan ketiga, Lester dan Stewart (2000), evaluasi
kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau
untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dijalankan meraih dampak yang
diinginkan.
Penelitian ini ditujukan untuk melihat sebab kematian ibu dilihat dari
elemen dasar keselamatan ibu dan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
22
gender dalam GSI dimana sudah terdapat indikasi bahwa AKI justru mengalami
peningkatan tajam pada tahun 2009, padahal tujuan daripada GSI adalah
menurunkan Angka Kematian Ibu. Parson (2005: 548) menyebutkan bahwa riset
evaluasi membahas dua dimensi yaitu: bagaimana sebuah kebijakan bisa diukur
berdasarkan tujuan yang ditetapkan dan dampak aktual dari kebijakan. Menurut
Schriven, Fritz dan Morris ( dalam Nugroho, 2008: 144), ada dua jenis penelitian
evaluasi, pertama evaluasi formatif yang dimaksudkan sebagai pengumpulan data
pada waktu kebijakan masih berlangsung dan kedua, evaluasi sumatif yang
dilakukan ketika kebijakan selesai dijalankan. Data yang dihasilkan untuk
membentuk dan memodifikasi kebijakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk
menentukan sejauh mana suatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama
jika dibandingkan dengan pelaksanaan kebijakan lainnya. Dalam penelitian ini,
peneliti melaksanakan evaluasi formatif karena kebijakan GSI secara umum sudah
dimulai sejak tahun 1996 dan masih terus berlangsung hingga saat ini.
a. Konsep Gender
Dari kondisi saat ini, dapat diamati masih terjadi ketidakjelasan dan
kesalahpahaman tentang pengertian gender kaitannya dengan usaha emansipasi
kaum perempuan (Nugroho, 2008: 1). Menurut Fakih ( 2008: 7), untuk memahami
konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks(jenis kelamin).
Berdasarkan Inpres No 9 tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional disebutkan bahwa gender merupakan konsep yang
mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang
terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
23
Menurut Nugroho (2008: ix) gender adalah pembedaan peran perempuan dan laki-
laki dimana yang membentuk adalah konstruksi sosial dan kebudayaan, bukan
karena konstruksi yang dibawa sejak lahir. Jika jenis kelamin adalah sesuatu yang
dibawa sejak lahir, maka gender adalah sesuatu yang dibentuk karena pemahaman
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Mosse (1996: 2-3)
menambahkan bahwa secara mendasar gender berbeda dari jenis kelamin biologis,
gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan kepada orang lain bahwa
kita adalah feminism atau maskulin. Sedangkan jenis kelamin didefinisikan Fakih
(2008: 8) sebagai pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis dan bersifat permanen.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli seperti Stoler, Oakley, Fakih, Lips,
Williams, Seed dan Mwau, Nugroho (2008: 8) menyimpulkan bahwa:
Pengertian gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum dan ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif. Hal tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun pada perempuan.
Mengenai jenis kelamin Nugroho (2008:8) menambahkan bahwa
jenis kelamin (seks) merupakan kodrat Tuhan (ciptaan Tuhan) yang berlaku
dimana saja dan sepanjang masa yang tidak dapat berubah dan dipertukarkan
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Gender dapat menentukan akses kita terhadap pendidikan, kerja,
alat-alat dan sumber daya yang diperlukan untuk industri dan ketrampilan.
Gender bisa menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebesan gerak kita,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
24
serta akan menentukan seksualitas, hubungan dan kemampuan kita untuk
membuat keputusan dan bertindak secara autonom (Mosse, 1996: 5).
Dalam kondisi saat ini perbedaan peran yang dilakukan masyarakat
melalui sosialisasi peran gender ternyata menghasilkan ketidakadilan gender atau
diskriminasi gender. Perbedaan gender sesungguhnya bukanlah merupakan
permasalahan sepanjang tidak menimbulkan atau melahirkan ketidakadilan gender
(Fakih, 2008: 12). Ketidakadilan ini menurut Fakih (2008: 12-22)
termanifestasikan sebagai bentuk marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi,
subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan
stereotip atau pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja ganda serta
sosialisasi nilai peran gender.
b. Analisis Gender
Menurut Naqiyah (2005: 26) analisis gender digunakan sebagai analisis
sosial untuk mengkritisi relasi perempuan dan laki-laki secara kuantitatif maupun
kualitatif dalam segala aspek kehidupan manusia. Selain itu analisis gender
merupakan sistem analisis terhadap ketidakadilan yang ditimbulkan oleh
perbedaan gender. Analisis gender dilakukan sebagai langkah awal dalam rangka
penyusunan kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender. Dengan
analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat diidentifikasikan dan
dianalisis sehingga dapat ditemukan langkah-langkah pemecahan masalahnya
secara tepat. Analisis gender sangat penting, khususnya bagi para pengambil
keputusan dan perencana di setiap sektor karena dengan analisis gender
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
25
diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit sehingga program yang
berwawasan gender dapat diwujudkan.
Ada beberapa teknik analisis gender yang dapat dipergunakan, yaitu teknik
analisis Harvard, Moser, Longwe, Munro, Capasities and Vulnerabilities Analysis
(CVA), Matrik Analisis Gender, Analysis Longframe, Konsep Seaga dan teknik
Participatory Rural Apprasial (PRA) berdimensi Gender serta Gender Analysis
Pathway (GAP) dan POP (dalam Handayani, 2002: 159). Terdapat beberapa
analisis gender yang sering digunakan dalam perencanaan pembangunan responsif
gender yaitu Moser, Harvard dan GAP. Dalam hal ini tidak semuanya akan
dijelaskan secara terperinci, kecuali untuk model Moser yang digunakan dalam
penelitian ini.
Kerangka Moser dikembangkan oleh Caroline Moser. Kerangka analisis
Moser berusaha memasukkan agenda pemberdayaan ke dalam arus utama
(mainstream) proses perencanaan dengan menyusun perencanaan gender sebagai
jenis perencanaan yang tersendiri, dimana sasarannya adalah pembebasan
(emancipation) perempuan dari subordinasinya dan mencapai persamaan,
keadilan dan pemberdayaan bagi perempuan. Teknik analisis Moser adalah teknik
analisis yang membantu perencana atau peneliti dalam menilai, mengevaluasi,
merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih
peka gender, dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan,
identifikasi terhadap peranan majemuk perempuan (reproduksi, produksi, sosial-
kemasyarakatan), serta identifikasi kebutuhan gender praktis-strategis
(Handayani, 2002: 165).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
26
Salah satu asumsi kunci yang mendasari analisis gender dan pembangunan
adalah laki-laki dan perempuan karena mereka memiliki peran dan kekuasaan
gender yang berbeda, juga kepentingan gender yang berbeda. Dalam fokus
penelitian ini yang ingin mengkaji pemenuhan kebutuhan gender, dari sisi
kebutuhan praktis Antrobus menekankan bahwa kebutuhan praktis perempuan
berjalan keliru, bukan karena kebutuhan ini tidak penting, tetapi karena dalam
memenuhinya ada keengganan untuk mengakui bahwa hasil-hasil praktis ini
mudah dibalik jika perempuan tidak memiliki kekuatan untuk melindunginya
ketika sumber daya mulai langka ( Mosse, 1996: 214-215).
Pembedaan antara kebutuhan gender “praktis” dan perubahan jangka
panjang, atau perubahan “strategis” analisis gender dan pembangunan (GAD)
menyarankan cara-cara mengatasi tidak hanya permasalahan sekarang ini, tetapi
sebab-sebab yang mendasarinya. Istilah kebutuhan gender “praktis” dan
“strategis” dikemukakan pertama kali oleh Maxine Molyneux pada tahun 1985.
Dibedakan antara kebutuhan yang dihasilkan perempuan dalam melakukan peran-
peran sosial khusus dan kepentingannya sebagai kelompok sosial dengan akses
yang tidak sama terhadap sumber daya (ekonomi, sosial dan politik). Pembedaan
ini memperoleh dukungan luas dalam literatur GAD. Mosse menyarankan bahwa
memenuhi kebutuhan praktis gender perempuan bisa digunakan untuk
mempertahankan dan bahkan memperkuat pembagian kerja berdasarkan jenis
kelamin, karena memungkinkan perempuan melakukan peran gender
tradisionalnya yang tidak berhasil secara lebih efektif menolak asumsi tentang
apakah yang menjadi tugas perempuan (Mosse, 1996: 216). Definisi kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
27
dan kebutuhan gender strategis berkaitan dengan perubahan jangka panjang,
merupakan intisari masalah gender dan pembangunan.
Penilaian Kebutuhan Gender, kebutuhan tersebut dibedakan ke dalam
kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1) Kebutuhan praktis gender adalah pemenuhan kebutuhan individu
jangka pendek yang bertujuan mengubah kehidupan melalui
kebutuhan pasar. Tetapi pemenuhan kebutuhan praktis tidak akan
merubah posisi perempuan yang subordinat. Contohnya adalah
peningkatan ketrampilan tenaga kerja wanita dalam melakukan
pekerjaannya. Menurut Moser (1993: 40) kebutuhan praktis gender
adalah, practical gender needs are the needs women identify in their
socially accepted roles in society. Practical gender needs are a
response to immediate perceived necessity, identified within a specific
context. Selain itu menurut Moser (1993: 40) kebutuhan praktis
gender bersifat:
Practical gender needs do not challenge the gender divisions of labour or women’s subordinate position in society, although rising out of them. They are practical in nature and often are concerned with inadequacies in living conditions such as water provision, and health care.
2) Kebutuhan strategis gender adalah pemenuhan kebutuhan jangka
panjang, mengacu pada peran ideal perempuan, merubah hubungan
gender, dan memerlukan strategi tertentu dalam proses pemenuhan.
Contoh-contoh kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
28
strategis perempuan, semisal : perubahan-perubahan dalam pembagian
kerja gender, perbaikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan,
perlindungan hukum dan jaminan kesejahteraan tenaga kerja wanita
(Handayani, 1996: 166). Selain itu kebutuhan strategis gender, menurut
Molyneux (dalam Moser, 1993: 39) telah mengidentifikasi mencakup
semua atau beberapa hal sebagai berikut:
The abolition of the sexual division of labour, the alleviation of the burden of domestic labour and childcare; the removal of institutionalized forms of discrimination; the establishment of political equality; freedom of choice over childbearing; and the adoption of adequate measures against male violence and control over women. Kebutuhan strategis gender lebih mengarah pada relasi gender pada
keterlibatan laki-laki. Menurut Nurlaili (dalam Jurnal Melati Kohati
PBHMI, Vol 9 Desember 2009), dalam kondisi yang setara perempuan
dan laki-laki seharusnya memiliki tanggungjawab yang sama antara lain
dalam: pembagian beban kehamilan, peran aktif keluarga, pengambilan
keputusan, perencanaan keluarga, dukungan suami terhadap ibu hamil,
perawatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pembagian beban ganda
rumah tangga. Dalam prakteknya, banyak kasus suami kurang
memberikan perhatiannya dalam menjaga dan merawat kehamilan istri
(Darwin, 2001: 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
29
Tabel 1.1
Identifikasi Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender
No Posisi Kebutuhan Praktis Gender Kebutuhan Strategis Gender
(1) (2) (3) (4)
1. Ibu hamil dan keluarga
1. Memeriksaan kehamilan minimal 4 kali
2. Mengetahui dan mengenali kelainan kehamilan,
3. Melakukan persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai,
4. Mengetahui kebutuhan gizi; 5. Menyiapkan biaya
persalinan; 6. Perempuan mampu
mengambil keputusan ; 7. Mampu mencegah kekerasan
dalam rumah tangga. 8. Suami dan keluarga lain
memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga)
9. Tidak memberi tugas yang berat kepada ibu hamil
10. Mempersiapkan donor darah, kendaraan/ambulans desa
1. Mengusahakan agar tiap kehamilan merupakan kehamilan yang direncanakan,
2. Memahami kesetaraan keadilan gender;
3. Masyarakat, Organisasi Kemasyarakatan, dan Petugas Kesehatan
1. Bekerjasama dengan pemerintah setempat, termasuk semua instansi terkait,
2. Mengorganisasi Dana Sosial Bersalin (Dasolin);
3. Mengorganisasi donor darah; 4. Menyelenggarakan Pondok
Sayang Ibu; 5. Bekerja sama dengan
masyarakat dalam pendataan
1. Bila ada dana berlebih, melengkapi sarana Pelayanan kesehatan;
2. Meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan profesional;
3. Melatih kader untuk kegiatan
Sumber: Diolah dari Pedoman Umum Gerakan Sayang Ibu Kabupaten Malang
2009
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
30
Analisis Moser memiliki keterbatasan dalam memperhitungkan
kebutuhan strategis laki-laki, kerangka ini tidak membahas ketidakadilan lain
yang mendasarinya seperti ras, kelas sosial, dan tidak semua perempuan memiliki
peran ganda / tri peran. Dalam beberapa hal, isu kunci bagi perempuan bukanlah
masalah penyeimbang peran mereka, tetapi fakta bahwa peran sangat dibatasi.
Dalam kasus tertentu, perempuan tidak mempunyai peran komunitas karena
mereka berada dalam pingitan dan tidak berbaur dengan komunitas dan dalam
kasus lainnya mereka dikeluarkan dari kerja produktif. (Overholt & Austin, 1991).
6. Relevansi Penelitian
Penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan kebijakan penurunan AKI
dan GSI sudah pernah dilakukan oleh berbagai pihak. Penelitian Iswarno (2009)
memberikan gambaran mengenai komitmen politik pemerintah daerah terhadap
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Kepahiang. Hasil
penelitian menunjukkan meskipun seluruh stakeholder setuju dan mendukung
adanya program tersebut, namun komitmen politik pemerintah daerah terhadap
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih rendah, ini terbukti dengan
minimnya alokasi anggaran program KIA, keterlibatan stakeholder lokal dalam
proses perencanaan dan penganggaran program masih kurang serta koordinasi
antara dinas kesehatan dengan stakeholder kunci dalam perencanaan dan
penganggaran tidak berjalan dengan baik, sehingga sering terjadi perbedaan
pemahaman tentang program. Permasalahan ini lebih banyak disebabkan karena
kualitas perencanaan program yang kurang baik disamping peran dan keterlibatan
stakeholder dalam proses perencanaan masih kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
31
Penelitian Listyarini (2003) berjudul “Kebijakan Percepatan Penurunan
Angka Kematian Ibu (PP-AKI): Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi
Program Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kabupaten Wonogiri”, dilakukan melalui
analisis secara bertingkat, yakni terhadap kabupaten, kecamatan, dan desa yang
dilakukan dengan melihat 3 aspek yaitu pelaksanaan program dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan program. Hasil penelitiannya menyebutkan
bahwa secara umum pelaksanaan GSI di Kabupaten Wonogiri belum berjalan
dengan baik. Beberapa hal sebagai penyebabnya adalah pertama, struktur dan
unsur pelaksana sangat kompleks sehingga sulit untuk mengadakan koordinasi.
Kedua, proses perekrutan pejabat pelaksana lebih berdasarkan pada jabatan
struktural daripada komitmen calon anggota terhadap program. Hal ini
menyebabkan ketidakjelasan pembagian tugas dan tanggung jawab, serta
minimnya kepatuhan anggota pelaksana terhadap pencapaian tujuan program.
Tiap-tiap unsur pelaksana lebih mengutamakan kepentingan dan tugas masing-
masing, sehingga wujud nyata kegiatan yang seharusnya dilaksanakan di
masyarakat hanya sebatas slogan. Faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam
pelaksanaan program ini adalah sikap negatif dari pelaksana program yang dapat
dilihat dari rendahnya tingkat pengetahuan tentang program dan kurangnya
pemahaman dan orientasi gender. Hal ini juga didukung dengan intensitas
komunikasi yang rendah sehingga koordinasi sulit dilakukan dan kurangnya
partisipasi masyarakat.
Dharmastuti (2003) melakukan penelitian terhadap GSI dengan metode
kuantitatif. Fokus penelitian pada efektivitas Tabulin dalam GSI dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
32
meningkatkan kelengkapan pelayanan antenatal, dan faktor-faktor lain terhadap
kelengkapan pelayanan antenatal sebagai upaya membantu menurunkan AKI di
Kabupaten Pati. Hasil penelitian yaitu, model Tabulin terbukti memberikan
pengaruh positif terhadap penggunaan pelayanan antenatal ibu hamil, antara lain
dengan cara mengurangi hambatan biaya pelayanan. Disarankan agar Tabulin
terus dikembangkan dan cakupannya diperluas kepada kecamatan-kecamatan lain.
Selain penelitian di atas, penelitian tentang Gerakan Sayang Ibu atau
kebijakan penurunan AKI juga pernah dilakukan oleh Budianto (2006) di
Kabupaten Bantul, dalam penelitiannya tersebut menggunakan variabel komitmen
politis, koordinasi dan partisipasi sebagai variable yang mempengaruhi
keberhasilan GSI.
Relevansi penelitian sebagaimana disebut dalam tabel 1.2 sangat
bermanfaat dalam menjelaskan variable-variabel yang berpengaruh terhadap GSI,
namun penelitian-penelitian tersebut belum secara khusus menyoroti masalah
pemenuhan kebutuhan gender pada Gerakan Sayang Ibu. Maka penelitian tentang
evaluasi Gerakan Sayang Ibu dengan kajian pada pemenuhan kebutuhan gender di
Kecamatan Sayang Ibu Banjarsari Surakarta menjadi sesuatu yang baru dan
menarik untuk diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
33
Tabel 1.2
Matrik Relevansi Penelitian Gerakan Sayang Ibu
No Nama Peneliti – Judul Kajian
Variabel Hasil Penelitian
(1) (2) (3) (4)
1. Iswarno – Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Kepahiang.
1. Komitmen politik 2. Koordinasi 3. Perencanaan
1. Komitmen politik pemerintah daerah terhadap program KIA dalam alokasi anggaran masih rendah
2. Keterlibatan stakeholders lokal dalam proses perencanaan dan penganggaran program masih kurang, kualitas perencanaan kegiatan masih rendah.
3. Koordinasi tidak berjalan dengan baik
2. Listyarini - Kebijakan Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (PP-AKI): Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Program Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kabupaten Wonogiri.
1. Struktur dan unsur pelaksana
2. Kepatuhan anggota pelaksana
3. Komunikasi 4. Sumber daya 5. Partisipasi
masyarakat
1. Struktur dan unsur pelaksana sangat kompleks sehingga kesulitan dalam koordinasi.
2. Proses perekrutan anggota berdasarkan jabatan struktural, sehingga muncul ketidakjelasan pembagian tugas dan tanggungjawab.
3. Keterbatasan sumber daya dan rendahnya partisipasi masyarakat
3. Budianto – Evaluasi Program Gerakan Sayang Ibu di Kabupaten Bantul
1. Komitmen politik
2. Koordinasi 3. Partisipasi
1. Komitmen politis pemerintah setempat yang masih rendah
2. Koordinasi yang belum optimal 3. Partisipasi masyarakat yang
masih rendah
4. Dharmastuti - Pengaruh Program Tabulin dalam GSI terhadap Kelengkapan Pelayanan Antenatal di Kabupaten Pati
Perbandingan kelengkapan Antenatal Care antara ibu hamil peserta Tabulin dan bukan peserta Tabulin
Model Tabulin terbukti memberikan pengaruh positif terhadap penggunaan pelayanan Antenatal Care ibu hamil, antara lain dengan cara mengurangi hambatan biaya pelayanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
34
7. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
a. Definisi konseptual
Berdasarkan kajian teori di atas, guna memahami penelitian ini diuraikan
definisi konsep sebagai berikut:
(1) Gerakan Sayang Ibu yaitu suatu gerakan yang dilaksanakan oleh
masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk peningkatan
perbaikan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang
mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu
karena hamil, melahirkan dan nifas serta penurunan angka kematian
bayi.
(2) Kebutuhan gender kebutuhan gender dapat berupa strategis atau
praktis setiap makhluk diturunkan dengan cara yang berbeda dan
masing-masing implikasi yang berbeda.
b. Definisi operasional
(1) Sebab penentu kesehatan ibu maternal memiliki indikator:
- Faktor penyebab primer, merupakan faktor yang berasal dari
individu yang bersangkutan dan keluarga yang mendampingi.
- Faktor penyebab sekunder yang terdiri dari lingkungan
masyarakat dan pengeloaan program.
(2) Penilaian kebutuhan gender dapat dilihat dengan menggunakan alat
analisis gender yang memakai indikator kebutuhan praktis gender
dan kebutuhan strategis gender.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
35
- Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan yang bersifat jangka
pendek dan lebih mudah dipenuhi.
- Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan yang bersifat jangka
panjang, merubah hubungan gender dan memerlukan strategi
dalam proses pemenuhan.
8. Kerangka Berpikir
Masih tingginyaAKI karena hamil, melahirkan dan nifas saat ini belum
menunjukkan penurunan yang signifikan dari upaya yang telah dilakukan selama
ini. Percepatan penurunan AKI tersebut merupakan tanggungjawab kita bersama.
Untuk mendorong dan meningkatkan kepedulian serta tanggungjawab semua
institusi serta masyrakat dalam upaya penurunan AKI digalakkan GSI. GSI
diharapkan mampu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak untuk
meningkatkan mutu sumber daya manusia. Namun demikian, bila dilihat dari AKI
karena hamil, bersalin dan nifas di Indonesia masih tinggi, bahkan di Kota
Surakarta sendiri mengalami peningkatan AKI secara tajam di tahun 2009
menjadi 153,82 per 100.000 kelahiran hidup dari sebelumnya 49,1 per 100.000
kelahiran hidup.
Analisis faktor yang berpengaruh terhadap tingginya AKI di Indonesia
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu pendidikan dan pengetahuan, sosial
budaya, sosial ekonomi, geografis dan lingkungan, aksesbilitas ibu pada fasilitas
kesehatan serta kebijakan makro dalam kualitas pelayanan kesehatan. Kematian
ibu dipengaruhi pula oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Pada kejadian
sebelum terjadinya kematian ibu tersebut, maka sebelumnya dapat kita lihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
36
kesehatan dari ibu hamil, bersalin dan nifas dengan indikator-indikator primer dan
sekunder. Indikator faktor primer dinilai dari individu ibu hamil dan keluarga ibu
hamil dalam menjaga kesehatan reproduksi. Selanjutnya, faktor sekunder dinilai
dari pengelolaan program dan masyarakat sekitar dalam keikutsertaannya menjaga
kesehatan reproduksi perempuan.
Dalam GSI peneliti mencoba untuk mengindentifikasi pemenuhan
kebutuhan praktis dan strategis gender, dimana hal-hal tersebut mampu dalam
mendukung penurunan AKI melalui GSI.
Kerangka berfikir dalam penulisan ini secara sederhana dapat dilihat pada
bagan 1.2 berikut ini:
Gambar 1.3
Kerangka Berfikir
Elemen Dasar Keselamatan Ibu: 1. Penyebab primer 2. Penyebab sekunder
Meningkatnya Angka Kematian Ibu
Gerakan Sayang Ibu
Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI:
1. Kebutuhan Praktis Gender 2. Kebutuhan Strategis Gender 3. Kebutuhan Praktis dan Strategis
Gender Dominan Kebutuhan Praktis Gender
4. Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender Dominan Kebutuhan Strategis
Penurunan Angka Kematian Ibu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
37
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, menurut Faisal (2005 :
18) penelitian deskriptif dimaksudkan sebagai upaya ekplorasi dan klarifikasi
mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial. Untuk melaksanakan
penelitian deskriptif, sudah tentu harus memilih tipe-tipe pendekatan penelitian
yang digunakan. Dalam hubungan ini, ada tiga tipe umum pendekatan penelitian
yang lazimnya digunakan dalam penelitian sosial. Tipe pendekatan pertama ialah
penelitian studi kasus, kedua adalah survei dan yang terakhir adalah eksperimen.
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan
kuesioner/angket sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1995:
3).
Penelitian deskriptif ini ditempuh dengan memusatkan diri pada
pemecahan masalah yang ada. Mula-mula data dikumpulkan, disusun, dijelaskan
dan dianalisis. Oleh karena itu penelitian ini sering disebut metode analitik. Selain
itu, penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan konsep dan
menghimpun data, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis (Singarimbun,
1995: 4-5).
Dalam penelitian ini peneliti berusaha menganalisis sebab-sebab
peningkatan AKI di Kecamatan Banjarsari Surakarta dilihat dari elemen dasar
keselamatan ibu dan akan melakukan pengukuran secara cermat terhadap
pemenuhan kebutuhan gender dalam GSI dengan pengumpulan data kualitatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
38
didukung dengan data kuantitatif. Permasalahan tersebut diambil, dengan alasan
karena keamtian ibu dan kebijakan perspektif gender merupakan masalah publik
yang turut menjadi ranah dari Ilmu Administrasi Negara. Data kualitatif diperoleh
melalui wawancara dan digunakan untuk memberikan informasi mengenai faktor
sebab AKI melihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan data kuantitatif untuk
melihat kecenderungan pemenuhan kebutuhan gender pada ibu hamil, bersalin
dan nifas. Penelitian ini tidak terlepas dari penelaahan pustaka, terutama dalam
penyusunan kerangka dasar dan landasan teori. Hasil penelitian ini lebih
menekankan faktor sebab kematian ibu dan gambaran mengenai pemenuhan
kebutuhan gender dalam GSI di Kecamatan Banjarsari.
2. Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive area yaitu pemilihan
secara sengaja dengan maksud menemukan sebuah daerah yang relevan dengan
tujuan penelitian. Kota Surakarta dipilih karena Surakarta mengalami kenaikan
yang sangat tajam sebesar 300% terkait kasus AKI di tahun 2009 di wilayah Jawa
Tengah (www.harianjoglosemar.com). Sedangkan Kecamatan Banjarsari dipilih
karena peneliti melihat bahwa dari empat kecamatan lainnya di Kota Surakarta
AKI di wilayah Kecamatan Banjarsari selalu yang tertinggi dibanding empat
kecamatan lainnya, selain itu Kecamatan Banjarsari memiliki wilayah terluas di
Kota Surakarta dengan jumlah penduduk yang padat sehingga dipandang oleh
peneliti mampu mewakili kondisi Kota Surakarta.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu kelompok sasaran dari
Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan saksi kunci kematian maternal dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
39
pertimbangan bahwa kelompok sasaran tersebut mampu menyebutkan kebutuhan
gender mereka secara lebih tepat serta mereka dipandang oleh peneliti mampu
mendeskripsikan sebab-sebab terjadinya kematian ibu maternal di lingkungan
mereka.
3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan
data yang valid. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data kualitatif didukung data kuantitatif. Data yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah data yang relevan dan menunjang maksud dan tujuan dari penelitian,
yang terdiri atas :
a. Data primer
Data yang diperoleh secara langsung dari para informan melalui
wawancara dengan pihak yang kompeten, atau dikenal sebagai data yang
dikumpulkan langsung dari sumber data. Data primer dikumpulkan melalui focus
group discussion, wawancara mendalam serta observasi. Penggunaan data primer
akan memberikan sebuah sudut pandang yang lebih baik dalam sumber data
dibanding data sekunder. Selain itu penggunaan data primer akan menghasilkan
sebuah pandangan yang jelas dan menyeluruh terhadap data penelitian evaluatif
ini, selain itu juga mampu menjadi jiwa dari semua penelitian kualitatif.
Informan menjadi sumber data yang penting dalam penelitian ini. Karena
penelitian ini merupakan penelitian evaluasi GSI dengan kajian terhadap
pemenuhan kebutuhan gender di Kecamatan Sayang Ibu Banjarsari Surakarta,
maka keberadaan informan diharapkan mampu memberikan penjelasan yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
40
lengkap dan mendalam terhadap kebijakan yang akan dievaluasi. Menurut
Spradlye (2006: 39) informan merupakan pembicara asli yang berbicara dalam
bahasanya sendiri. Informan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini antara
lain:
1) Ibu hamil, bersalin dan nifas di wilayah administrasi Kecamatan
Banjarsari Surakarta.
2) Petugas Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta.
3) Saksi kunci kejadian kematian maternal di Kecamatan Banjarsari
Tahun 2009.
b. Data sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi sumber data yang
secara tidak langsung memberi keterangan maupun data yang ikut mendukung
data primer. Data sekunder diprioritaskan tahun 2010, namun jika kondisi data
tahun 2010 tidak didapatkan maka akan diambil data H-1. Data sekunder dalam
sumber data sekunder pada penelitian ini antara lain berupa notulensi-notulensi
terkait kebijakan GSI, register data kehamilan, Audit Maternal Prenatal (AMC),
Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009, data Potret Kecamatan Banjarsari
Tahun 2010, Surat Keputusan Pembentukan Satgas GSI Kelurahan dan
Kecamatan, dan artikel serta informasi dari berbagai media baik elektronik
maupun cetak.
4. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluasi kebijakan. Wibawa (1994:
95) penelitian evaluasi merupakan metode untuk memperoleh umpan balik bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
41
suatu program, agar para pelaksana dapat meningkatkan efektivitasnya. Evaluasi
sebagai penelitian berarti akan berfungsi untuk menjelaskan fenomena. Evaluasi
bersifat diskriptif dan analitis sekaligus. Disatu pihak, evaluator berusaha
menggambarkan apa yang telah terjadi menjelaskan mengapa hal itu terjadi.
Terdapat empat jenis evaluasi yaitu single program after only, single program
before after, comparative after only dan comparative before after (Wibawa,
1994:73-74). Dalam penelitian ini, peneliti mengambil desain Single Program
After Only, evaluator langsung membuat penilaian terhadap program setelah
meneliti setiap variabel yang dijadikan variable program. Pengambilan pilihan
desain evaluasi Single Program After Only, dikarenakan kondisi yang tersedia di
lapangan paling memungkinkan untuk dilakukan evaluasi dengan desain studi
tersebut, yaitu kondisi setelah diimplementasikannya GSI di Kecamatan
Banjarsari Surakarta.
5. Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode purposive sampling dimana peneliti cenderung memilih informan yang
dianggap tahu mengenai permasalahan, dapat dipercaya menjadi sumber data
yang mantap, dan mengetahui masalah secara mendalam (Sutopo, 2002:56).
Pementaan kebutuhan gender dalam GSI diperoleh melalui pemetaan kepada 30
responden. Menurut Surakhman (1994: 100) untuk penyelidikan seperti survei,
sampel manusia hendaknya di atas 30 unit. Sejumlah 30 kasus dipandang sebagai
jumlah minimum bagi studi-studi yang menggunakan analisis statistik (Slamet,
2006: 53).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
42
Pemilihan metode ini menggunakan informan yang mengerti benar
mengenai permasalahan yang akan diteliti, data yang diberikan akan benar-benar
teruji validitasnya dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam penelitian ini
pihak yang menjadi informan yang didapat dari teknik purposive sampling adalah
saksi kunci kasus kematian maternal tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari,
keluarga ibu hamil dan bersalin, ibu hamil, melahirkan dan nifas, serta petugas
GSI di wilayah Kecamatan Banjarsari Surakarta. Namun demikian, penelitian ini
tidak membatasi jumlah informan yang akan diwawancarai. Peneliti akan
membatasi jumlah informan ketika peneliti merasa data yang diperoleh telah
cukup dan peneliti mencapai titik jenuh ketika didapatkan jawaban sama dari
beberapa informan.
6. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dan lengkap, maka dalam
penelitian ini cara yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian adalah :
a. Wawancara mendalam (in-depth interview)
Teknik wawancara mendalam atau in-depth interview untuk menggali
informasi dari informan tentang sebab kematian maternal dan pemenuhan
kebutuhan gender dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI). Sifat wawancara ini
yang lentur dan terbuka memungkinkan untuk menggali data yang
semaikin dalam dengan suasana yang santai, sehingga informan merasa
nyaman (Bungin, 2001: 108). Jenis ini tidak terstruktur ketat, tidak dalam
suasana formal, dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama.
Pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
43
bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Teknik wawancara ini
akan dilakukan pada semua informan.
b. Focus Group Discuscion (FGD)
Penelitian ini melakukan FGD pada ibu hamil yang merupkan sasaran dari
Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kelurahan Gilingan. FGD dilakukan dengan
tujuan mendaptkan informasi dan wadah sharing bagi ibu-ibu hamil terkait
masalah-masalah yang mereka alami selama masa kehamilan.
c. Pengamatan (Observation)
Observasi merupakan pengamatan secara intensif terhadap objek
penelitian. Dalam hal ini difokuskan pada program GSI di Kecamatan
Banjarsari.
d. Dokumentasi (Documentation)
Dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data dengan mencari,
mengumpulkan, dan mempelajari dokumen yang relevan dengan
penelitian berupa arsip, laporan, peraturan, dan literatur lainnya. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan dokumentasi notulensi-notulensi
terkait kebijakan GSI, register data kehamilan, Audit Maternal Prenatal
(AMP) dan artikel serta informasi dari berbagai media baik elektronik
maupun cetak.
7. Aspek yang Dianalisis
Aspek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kebutuhan gender
yang ada dalam GSI. Kebutuhan strategis adalah kebutuhan-kebutuhan jangka
panjang yang diarahkan untuk memperbaiki relasi gender yang tidak seimbang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
44
antara laki-laki dan perempuan, sedangkan kebutuhan praktis adalah kebutuhan
jangka pendek yang diarahkan untuk memperbaiki kondisi perempuan.
Gambar 1.4
Aspek yang Dianalisis
Kebutuhan Gender Kebutuhan strategis gender
Kebutuhan praktis gender
· Kecukupan makanan · Kecukupan air bersih · Kecukupan gizi
keluarga · Pengambilan
keputusan kesehatan reproduksi
· Dukungan pelayanan antenatal
· Ketersediaan transportasi
· Kecukupan dana
· Tanggungjawab yang sama (beban kehamilan)
· Perencanaan keluarga
· Pemahaman gejala & tanda komplikasi
· Kesadaran hak kesehatan reproduksi
· Komitmen petugas · Hubungan
interpersonal petugas · Pembagian kerja
gender
Kebutuhan strategis dan praktis gender dominan kebutuhan praktis gender
Pemenuhan Kebutuhan Strategis dan Praktis Gender
Kebutuhan strategis dan praktis gender dominan kebutuhan praktis gender
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
45
8. Validitas Data
Data merupakan salah satu hal pokok dalam penelitian. Ketepatan data
tidak hanya tergantung dari ketepatan memilih sumber data dan teknik
pengumpulannya, tetapi juga dibutuhkan pengembangan validitas data. Validitas
merupakan jaminan bagi kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil
penelitian. Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan
dikumpulkan dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik triangulasi. Menurut Moleong (2005:330) triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Menurut Sutopo (2002:78) teknik triangulasi terdiri dari triangulasi data
(sumber), triangulasi metode, triangulasi peneliti, serta triangulasi teori. Dalam
penelitian ini hanya akan menggunakan triangulasi data (sumber) yaitu
mengumpulkan data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda yaitu dari
Satgas GSI Kecamatan/Kelurahan di Banjarsari Surakarta, kelompok sasaran dan
petugas kesehatan di lingkungan Kecamatan Banjarsari. Dengan demikian apa
yang diperoleh dari sumber data yang satu bisa diuji kebenarannya bila
dibandingkan dengan data yang sejenis yang dikumpulkan dari sumber yang
berbeda. Trianggulasi sumber yang dipakai dalam penelitian ini memanfaatkan
jenis sumber data yang berbeda untuk menggali data sejenis (Sutopo, 2002: 79).
Cara triangulasi sumber yang berbeda dapat dilakukan dengan menggali informasi
dari satu narasumber tertentu, atau dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan
dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksud
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
46
(Sutopo, 2002: 79). Hal ini dilakukan demi mendapatkan reliabilitas data yang
valid.
9. Teknik Analisis Data
Salah satu analisis gender yang digunakan dalam penelitian deskriptif ini
adalah analisis gender dengan model Moser. Analisis data yang digunakan adalah
analisis data deskriptif kualitatif yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
khusus yang bersifat menyeluruh tentang apa yang tercakup dalam permasalahan
yang diteliti yang dilakukan di lapangan pada waktu pengumpulan data. Menurut
Sutopo (2002: 107) dalam penelitian kualitatif teknik analisis yang biasa
digunakan bersifat interaktif. Penggunaan sifat interaktif dalam penelitian
kualitatif mengharuskan pengumpulan data dilakukan bersamaan dengan analisis
dan refleksi terhadap data-data penelitian yang berhasil dikumpulkan. Sifat
interaktif dalam penelitian kualitatif memungkinkan adanya semacam interaksi
yaitu berusaha dibandingkan dan diinteraksi dengan unit-unit dan data-data
lainnya demi tercapainya beragam tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah
penelitian.
Tehnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
interaktif dari Miles dan Huberman dengan tiga komponen yaitu:
a. Reduksi data
Merupakan proses seleksi/pemfokusan dan abstraksi data kasar yang
dilaksanakan selama berlangsungnya proses penelitian. Reduksi diawali
dengan pembatasan terhadap permasalahan penelitian. Pada tahapan ini
peneliti membatasi pada evaluasi GSI di Kecamatan Banjarsari Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
47
dilihat dari sebab-sebab kematian maternal dan pemenuhan kebutuhan
gender dalam GSI. Pembatasan masalah penelitian ini ditujukan untuk
memudahkan dalam melakukan pengumpulan data di lapangan.
Selanjutnya, data dari lapangan yang berupa hasil focus group discussion,
wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi direduksi dan dipilih
yang menonjol.
b. Sajian data
Merupakan rangkaian informasi yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam hal ini
penyajian data meliputi berbagai jenis tabel dan gambar.
c. Penarikan kesimpulan
Kegiatan selanjutnya adalah menarik kesimpulan. Mulai dari
pengumpulan data, pendefinisian suatu konsep, mencatat keteraturan
pola-pola, penjelasan, alur sebab-akibat dan proporsi. Kemudian menjadi
keterangan yang lebih rinci sebagai kesimpulan. Penarikan kesimpulan
hanyalah sebagai suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-
kesimpulan yang ada dapat diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Ketiga komponen di atas akan berinteraksi dengan proses pengumpulan
data sebagai proses siklus. Dalam penelitian ini, peneliti tetap berada dalam
lingkungan interaksi tersebut sampai pengumpulan data bergerak ke reduksi data,
penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada skema model analisa berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
48
Gambar 1.5
Model Analisa Interaktif
Sumber: Sutopo, 2002: 96
Adapun langkah-langkah analisis yang dilakukan dan output yang
dihasilkan dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini:
Tabel 1.3
Langkah-Langkah dan Output Hasil Analisis
No Langkah Analisis Output
(1) (2) (3)
1. Mengindentifikasi penyebab kematian maternal pada kasus di Kecamatan Banjarsari Surakarta
Sebab-sebab kematian maternal
2. Melakukan analisis terhadap kebutuhan gender
Pengklasifikasian kebutuhan praktis dan strategis gender sebagaimana tertuang pada gambar 1.4
3. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan
Kesimpulan
Sedangkan matriks teknis analisis yang digunakan pada penelitian ini
berdasarkan aspek yang dianalisis dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut ini:
Pengumpulan data
Reduksi data Penyajian
Penarikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
49
Tabel 1.4
Matriks Teknik Analisis Berdasarkan Aspek yang Dianalisis
No Aspek yang Dianalisis
Fokus Kajian
Indikator Unit Analisis
Sumber data dan Teknik Pengumpulan
Data
Teknik Analisis
Data
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Peningkatan Angka Kematian Ibu
Sebab Tingginya Angka Kematian Ibu
· Penyebab Primer: berhubungan dengan individu dan keluarga.
· Penyebab sekunder : berhubungan dengan keluarga dan pengelolaan pelayanan GSI
Individu
Sumber Data: Data primer: secara purposive sampling yaitu; Satgas GSI tingkat Kecamatan/Kelurahan, ibu hamil, bersalin dan nifas Teknik: focus group discusion, wawancara mendalam dan observasi Sumber Data: Data sekunder: Notulen GSI, dokumentasi dan buku-buku yang berkaitan dengan Gerakan Sayang Ibu, Audit Maternal Prenatal (AMP), dan register kehamilan puskesmas Teknik: dokumentasi
Analisis deskriptif kualitatif dengan teknik analisis interaktif
2. Kebutuhan gender
Pemenuhan kebutuhan gender
· Kebutuhan praktis gender ibu hamil, melahirkan dan nifas
· Kebutuhan strategis gender ibu hamil, melahirkan dan nifas.
Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan teknik analisis interaktif dan teknis analisis gender model Moser
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
50
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
Dalam rangka mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) peningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan masyarakat melalui program Gerakan Sayang Ibu
(GSI) menjadi salah satu upaya untuk mengatasinya. Program GSI mempunyai
tujuan utama untuk menurunkan angka kematian ibu saat hamil, melahirkan dan
nifas. Sasaran GSI ditujukan pada masyarakat umum dari ibu hamil, ibu bersalin
dan nifas, keluarga yang bersangkutan hingga pengorganisasian masyarakat
sekitar untuk berperilaku sayang ibu .
Dalam penelitian ini ingin mengevaluasi elemen dasar keselamatan ibu
dan pemenuhan kebutuhan gender pada ibu hamil, bersalin dan nifas melalui GSI
yang difokuskan di Kecamatan Banjarsari Surakarta sebagai Kecamatan Sayang
Ibu. Digunakan data kualitatif yang diperoleh dari hasil interview dan pemetaan
kebutuhan gender sesuai identifikasi dalam tabel 1.1 untuk menjawab rumusan
masalah. Namun demikian, sangatlah perlu terlebih dahulu memaparkan deskripsi
lokasi penelitian yang disusun berdasarkan informasi dan data Dinas Kesehatan
Kota Surakarta Tahun 2009 dan Potret Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
Tahun 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
51
A. Situasi Umum
1. Kondisi Geografis
Secara administratif Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu bagian
dari kelima wilayah kecamatan yang ada di Kota Surakarta. Kecamatan Banjarsari
yang memiliki luas 14,81 km² (33%) dari luas wilayah Kota Surakarta secara
keseluruhan. Letak geografis Kecamatan Banjarsari yaitu antara 110º BT - 11º BT
dan 7,6º LS dan 8º LS, dengan ketinggian 80 – 130 meter di atas permukaan laut.
Sebagaian besar penggunaan tanah di Kecamatan Banjarsari adalah untuk
pemukiman dan wilayah Kecamatan Banjarsari terbagi atas 13 kelurahan antara
lain: Kadipiro, Nusukan, Gilingan, Setabelan, Kestalan, Keprabon, Timuran,
Ketelan, Punggawan, Mangkubumen, Manahan, Sumber, dan Banyuanyar. Tiga
belas kelurahan tersebut mencakup 169 RW dan 851 RT. Kecamatan Banjarsari
memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali
Sebelah selatan : Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Serengan
Sebelah barat : Kabupaten Karanganyar
Sebelah timur : Kecamatan Jebres dan Kecamatan Pasar Kliwon
2. Kondisi Demografis
Kepadatan penduduk di Kecamatan Banjarsari cukup tinggi, dengan rata-
rata 11.057,33 jiwa/km². Berdasarkan data Dinas Keseahatan Kota Surakarta
tahun 2009, jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari sebanyak 163.759 orang,
terdiri dari laki-laki sebanyak 77.120 orang (47,1%) dan perempuan sebanyak
86.639 orang (52,9%), dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 42.286 kepala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
52
keluarga. Komposisi tersebut dapat diketahui jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibanding penduduk laki-laki. Rasio beban tanggungan keluarga di
wilayah Banjarsari sebesar 39,13% dan rasio jenis kelamin sebesar 89,01%.
Jumlah penduduk Kecamatan Banjarsari yang didasarkan pada kelompok umur
dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
No Kelompok Umur Laki-laki % Perempuan % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. <1 1.536
2 824
1 2.360
1
2. 1 – 4 4.202
5 4.908
5 9.110
6
3. 5 – 14 11.896
15 11.815
14 23.711
14
4. 15 – 44 40.529 53 43.410
50 83.939
51
5. 45 – 64 14.882
19 18.877
22 33.759
21
6. >= 65 4.075
5 6.805 8 10.880 7
Total 77.120 100 86.639 100
163.759 100
Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009
Sesuai tabel 2.1 golongan usia penduduk yang paling banyak berada
kelompok usia umur 15 - 44 tahun sebanyak 83.939 jiwa. Apabila digolongkan
lagi menjadi penduduk usia produktif dan non produktif, maka penduduk usia
produktif jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
53
Disisi lain untuk mengetahui sejauh mana penduduk Kecamatan
Banjarsari mengeyam pendidikan dalam tabel 2.2 berikut ini berisi data tingkat
pendidikan penduduk usia 10 tahun ke atas Kecamatan Banjarsari Tahun 2009.
Tabel 2.2
Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan
di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
No Pendidikan Terakhir
Laki - Laki % Perempuan % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Perguruan Tinggi 9.404 15 7.791 10 17.195 12
2. Akademi/Diploma 3.358 5 4.433 6 7.791 6
3. SLTA/MA 21.001 32 21.315 28 42.316 30
4. SLTP/MTs 13.344 21 14.240 19 27.584 20
5. SD 11.239 17 15.583 21 26.822 19
6. Belum Tamat SD 5.732 9 8.239 11 13.971 10
7. Tidak Sekolah 582 1 3.269 4 3.851 3
Total 64.660 100 74.870 100 139.530 100 Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009
Tabel 2.2 memperlihatkan penduduk Kecamatan Banjarsari yang
berpendidikan sampai dengan SD sebesar 44.644 jiwa (32%). Jumlah ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berpendidikan SLTP ke
atas yaitu sebesar 94.886 jiwa (68%). Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan
penduduk Kecamatan Banjarsari pada tahun 2009 relatif tinggi. Angka 32% dapat
diasumsikan mereka kalangan berprofesi rendah dan berpenghasilan rendah.
Penghasilan rendah mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan primer rendah. Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang melek
huruf dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
54
Tabel 2.3
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf
Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
No Jenis Kelamin Persentase Melek Huruf
Jumlah Penduduk % Melek Huruf % (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Laki-laki 64.660 100 64.078 99,1
2. Perempuan 74.870 100 71.601 95,6
Total 139.530 100 135.679 97,2
Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009
Penduduk perempuan Kecamatan Banjarsari sesuai data tahun 2009 jelas
terlihat bahwa perempuan yang melek huruf masih mengalami disparitas (-)3,5.
Terdapat korelasi positif dengan kondisi tingkat pendidikan penduduk perempuan
Kecamatan Banjarsari sampai dengan tamatan SD lebih besar dibanding penduduk
laki-laki yaitu 27.091 berbanding 17.553 jiwa.
Penduduk Kecamatan Banjarsari memiliki beraneka ragam mata
pencaharian yang disesuaikan dengan keadaan geografis yang ada. Kondisi
ekonomi pada dasarnya mampu mempengaruhi tingkat pemenuhan kebutuhan
dalam keluarga serta akan mempengaruhi derajat kesehatan keluarga. Data
mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Banjarsari menggunakan data
tahun 2010 sehingga terdapat kenaikan jumlah penduduk dibanding data tabel
2.1yang disajikan di depan. Lebih lanjut mengenai mata pencaharian penduduk
Kecamatan Banjarsari disajikan pada tabel 2.4 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
55
Tabel 2.4
Jumlah Penduduk Kecamatan Banjarsari Umur 10 Tahun ke Atas
Menurut Mata Pencaharian Tahun 2010
Sumber: Monografi Data Dinamis Kecamatan Banjarasari Desember 2010 B. Situasi Khusus
1. Kasus Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari
Jumlah kematian ibu maternal merupakan jumlah keseluruhan dari
kematian ibu karena hamil, kematian ibu karena bersalin, dan kematian ibu karena
nifas. Hasil rekapitulasi jumlah kematian ibu maternal di Kecamatan Banjarasri
Kota Surakarta Tahun 2007 - 2009 terus mengalami peningkatan, yaitu 1 kasus
pada tahun 2007, 2 kasus di tahun 2008 dan 6 kasus pada tahun 2009. Fokus
penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Banjarsari, karena kejadian
kematian ibu maternal mengalami peningkatan tiap tahun berjalan. Selama tahun
No Mata Pencaharian Jumlah % (1) (2) (3) (4)
1. Petani sendiri 345 0,21
2. Buruh tani 2.721 1,66
3. Nelayan 1 0
4. Pengusaha 3.705 2,26
5. Buruh Industri 20.706 12,65
6. Buruh bangunan 23.570 14,4
7. Pedagang 10.534 6,44
8. Pengangkutan 6.073 3,71
9. PNS / ABRI 8.090 4,94
10 Pensiunan 7.801 4,77
11. Lain-lain 36.991 22,6
Total 163.661 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
56
2009, berdasarkan laporan Puskesmas di Kecamatan Banjarsari telah ditemukan
perincian kematian ibu seluruhnya terjadi karena persalinan. Berikut rincian
kematian ibu maternal di wilayah Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 dalam tabel
2.5:
Tabel 2.5
Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Menurut Puskesmas
Tahun 2009
No Puskesmas
Jumlah Kematian Ibu
Kematian Ibu Hamil
Kematian Ibu Bersalin
Kematian Ibu Nifas
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Gilingan 0 1 0
2. Banyuanyar 0 1 0
3. Gambirsari 0 3 0
Total 0 6 0 Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 2. Potensi Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan dan Pertolongan
Persalinan di Kecamatan Banjarsari
Sarana dan prasarana kesehatan yang menjadi potensi pelayanan
pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan di Kecamatan Banjarsari
meliputi Rumah Sakit Swasta, puskesmas dan posyandu. Adapun jumlahnya
masing-masing dapat kita lihat terperinci pada tabel 2.6 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
57
Tabel 2.6
Sarana dan Prasarana Kesehatan Kecamatan Banjarsari
Sumber: Potret Kecamatan Banjarasari Tahun 2010
Masih minimnya sarana dan prasaran kesehatan di Kecamatan Banjarsari
secara langsung dapat berkorelasi positif terhadap tingkat kesehatan masyarakat
yang masih rendah. Namun demikian, dari jumlah total Rukun Warga (RW) di
Kecamatan Banjarsari sebanyak 169 telah memiliki posyandu sebanyak 157,
dirasa dapat membantu meningkatkan tingkat kesehatan di lingkungan Banjarsari.
Lebih dalam lagi jika melihat jumlah ibu hamil resiko tinggi (bumil
resti) yang dirujuk menurut persebaran tiap puskesmas induk di wilayah
Kecamatan Banjarsari dapat dilihat pada tabel 2.7. Ibu hamil resiko tinggi yang
dirujuk menurut notulensi Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta
adalah mereka yang mengalami persalinan gawat darurat, antara lain kriterianya:
perdarahan, eklampasia, pre eklamsi berat, rupture uteri imminen, emboli air
ketuban, sepsis, fetal distress, dan kehamilan ektopik tergangggu.
No Sarana / Prasarana Jumlah
(1) (2) (3)
1. Rumah Sakit Swasta 1
2. Puskesmas Induk 6
3. Puskesmas Pembantu 6
3. RSUD Ibu dan Anak 1
4. Posyandu 157
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
58
Tabel 2.7
Jumlah dan Presentase Ibu Hamil Resiko Tinggi Dirujuk Menurut Puskesmas
di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 Selain itu, jika melihat secara lebih mendalam lagi terkait cakupan jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat Banjarsari disajikan dalam tabel 2.8 berikut.
Total penduduk masyarakat non miskin di Kecamatan Banjarsari lebih dari 50%
yaitu sebesar 60,9% masyarakatnya memiliki akses jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat dari total 132.540 penduduk non masyarakat miskin di
Banjarsari. Kasus kematian maternal pada umumnya terjadi pada penduduk
ekonomi menengah ke bawah, sehingga secara lebih mendalam penulis perlu
menampilkan data jaminan pemeliharaan kesehatan berikut:
No Puskesmas Jumlah Ibu Hamil Resti
Bumil Resti Dirujuk
Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Nusukan 48 1 2,1
2. Manahan 48 3 6,25
3. Gilingan 120 14 11,7
4. Banyuanyar 82 4 4,8
5. Setabelan 17 5 29,4
6. Gambirsari 16 4 25
Total 331 31 10,27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
59
Tabel 2.8
Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kecamatan Banjarsari
Menurut Puskesmas Tahun 2009
No Puskesmas Jumlah Penduduk Non Maskin
Askes PKMS Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Nusukan 24.657 7.031 12.026 19.057 77,3
2. Manahan 17.453 6.240 4.516 10.756 61,7
3. Gilingan 20.084 2.524 8.313 10.837 53,9
4. Banyuanyar 20.450 3.068 8.664 11.732 57,3
5. Setabelan 10.789 3.667 3.339 7.016 65
6. Gambirsari 39.107 261 21.163 21424 54,8
Total 132.540 22.801 58.021 80.882 60,9 Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 Ket: Maskin: Masyarakat Miskin Askes: Asuransi Kesehatan PKMS: Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta
3. Pendataan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas
Kegiatan ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti sehingga
didapat jumlah sasaran GSI di setiap wilayah kerja Puskesmas. Pendataan,
pemetaan ibu hamil, bersalin dan nifas melibatkan koordinasi dari Dinas
Kesehatan, puskesmas, Kader Sehat posyandu,Kader GSI, bumil, bulin dan bufas
sebagai kelompok sasaran. Adapun data terakhir ibu hamil, bersalin dan nifas di
Kecamatan Banjarsari Februari 2011 terlihat dalam tabel 2.9 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
60
Tabel 2.9
Jumlah Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas di Kecamatan Banjarsari
Per Februari 2011
Sumber: Dinas Kesehatan Surakarta Maret 2011
4. Deskripsi Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari
Dalam rangka pembangunan Sumber Daya Manusia sejak dini sebagai
prioritas pemenuhan hak-hak dasar manusia yaitu kesempatan untuk hidup sehat
sejahtera, berumur panjang, memberikan pendidikan dan pertumbuhan mental
yang sehat. Salah satu upaya untuk menanamkan kasih sayang dalam keluarga
yaitu dengan cara pembinaan sejak ibu hamil sampai melahirkan sebagai upaya
penurunan AKI. Adanya SK Walikota Surakarta No 060.05/02/1/2004 tanggal 12
Januari 2004 tentang Kelompok Kerja Tetap GSI mendorong dibentuknya
Pengurus Satgas GSI Kecamatan Banjarsari, dengan susunan sebagaimana dalam
gambar 2.1 berikut:
No Puskesmas Ibu Hamil Ibu Bersalin Ibu Nifas (1) (2) (3) (4) (5)
1. Nusukan 194 35 35
2. Manahan 182 41 41
3. Gilingan 227 54 54
4. Banyuanyar 228 54 54
5. Setabelan 78 15 15
6. Gambirsari 278 65 65
Total 1.187 264 264
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
61
Gambar 2.1
Susunan Pengurus Satgas Gerakan Sayang Ibu Tingkat Kecamatan
Sumber: Data diolah dari Keputusan Camat Banjarsari Kota Surakarta Tentang
Satgas GSI Kecamatan Banjarsari
Kesiapan dari 13 kelurahan di Banjarsari memiliki waktu pembentukan
Satgas yang berbeda-beda. Tahun pembentukan Satgas GSI di lingkup kelurahan
dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut:
Penanggungjawab
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris Bendahara
Seksi Pendanaan
Seksi Rujukan
Seksi Transportasi
Seksi Donor Darah
Seksi Pendataan
Seksi Humas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
62
Tabel 2.10
Pembentukan Satgas GSI di Masing-Masing Kelurahan
di Kecamatan Banjarsari Surakarta
\
Sumber: Data Sekunder
Data tersebut memperlihatkan bahwa, dari 13 kelurahan di Kecamatan
Banjarsari hanya 3 kelurahan yang membentuk Satgas GSI pada tahun 2005,
sedangkan 10 kelurahan yang laian serentak di tahun 2004 sesudah keluarnya SK
Walikota pada 12 Januari 2004.
No Kelurahan Tahun (1) (2) (3)
1. Banyuanyar 2004
2. Manahan 2004
3. Punggawan 2004
4. Sumber 2004
5. Kestalan 2004
6. Kadipiro 2004
7. Mangkubumen 2004
8. Gilingan 2004
9. Nusukan 2004
10. Setabelan 2004
11. Keprabon 2005
12. Timuran 2005
13. Ketelan 2005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
63
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN
A. Elemen Dasar Keselamatan Ibu
Secara bahasa keselamatan ibu mempunyai konotasi yang terkait langsung
dengan aspek kesehatan. Hal tersebut mampu memberikan pengaruh dalam
menekan Angka Kematian Ibu (AKI). Perempuan hamil memiliki risiko untuk
mengalami komplikasi, sedangkan perempuan yang tidak sedang hamil tidak
memiliki risiko tersebut. Terjadinya kematian ibu biasanya terkait dengan
kurangnya akses pada pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama
pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat
mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas
kesehatan, terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Semua
perempuan hamil tidak mengalami resiko yang sama. Beberapa perempuan lebih
beresiko dibandingkan dengan perempuan lain. Diseluruh dunia berbagai faktor
perilaku dan biologis dapat memperbesar resiko seorang perempuan untuk
mengalami komplikasi yang mengancam kehidupan.
Tujuan upaya keselamatan ibu adalah mengurangi kematian dan
kesakitan ibu, pengalaman secara global menunjukkan bahwa kematian ibu dapat
dicegah. Semua upaya keselamatan ibu menuntut hubungan yang erat antar
berbagai sistem pelayanan kesehatan. Berdasarkan rekapitulasi data yang
diperoleh jumlah kematian ibu maternal di Kecamatan Banjarsari sebanyak 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
64
kasus dengan persebaran 3 kasus di wilayah Kelurahan Kadipiro, 1 kasus di
wilayah Kelurahan Sumber, 1 kasus dari Kelurahan Gilingan dan 1 kasus di
Kelurahan Manahan.
Tabel 3.1
Identifikasi Kasus Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
Sumber: Profil Kesehatan Kota Surakarta Tahun 2009 dan Data Primer
Temuan di Kecamatan Banjarsari dimana kematian maternal terjadi
100% pada masa persalinan, nyatanya juga ditemui dari hasil penelitian di lokasi
Kabupaten Cilacap kematian maternal sebagian besar terjadi saat persalinan,
dimana 32 kasus (61,5%) meninggal saat bersalin, diikuti dengan kematian pada
masa nifas yaitu 14 kasus (26,9%) dan kematian saat hamil sebesar 6 kasus 11,5%
(Fibriana, 2007:82)
Lebih jelasnya, sub pembahasan berikutnya penulis mengulas faktor
primer (individu dan keluarga) dan faktor sekunder (masyarakat dan pengelolaan
program Kecamatan Sayang Ibu) elemen keselamatan dan kesejahteraan ibu.
No Puskesmas
Jumlah Kematian Ibu Wilayah Kasus
Kematian Kematian Ibu Hamil
Kematian Ibu Bersalin
Kematian Ibu Nifas
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Nusukan 0 0 0 -
2. Manahan 0 1 0 Kel. Manahan
3. Gilingan 0 1 0 Kel. Gilingan
4. Banyuanyar 0 1 0 Kel. Sumber
5. Setabelan 0 0 0 -
6. Gambirsari 0 3 0 Kel. Kadipiro
Total 0 6 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
65
a. Faktor Primer Keselamatan Ibu
Berdasarkan dari teori yang telah penulis bangun di Bab 1 sebelumnya,
faktor primer merupakan faktor yang berasal dari individu dan keluarganya.
Faktor primer meliputi status kesehatan ibu yang pertama akan menjelaskan
mengenai status gizi dan riwayat komplikasi obstretrik. Kedua, yaitu derajat
kesiapan untuk hamil yang mencakup masalah usia ibu hamil, jarak kehamilan
dan jumlah kelahiran, ketiga, perilaku sehat yang terdiri dari masalah penolong
persalinan dan pemeriksaan kehamilan. Keempat yaitu status perempuan dalam
keluarga dan kelima adalah status keluarga dalam masyarakat. Berikut
pembahasan masing-masing variabel:
1) Status Kesehatan Ibu
Berdasarkan data dari hasil otopsi verbal dan hasil wawancara terhadap
informan pada kasus kematian maternal, diperoleh informasi mengenai penyebab
kematian maternal di Kecamatan Banjarsari tahun 2009 disebabkan karena
komplikasi obstretrik.
Hasil wawancara dan dokumentasi informasi lapangan sebagian besar
ibu meninggal memiliki riwayat kehamilan yang buruk. Salah satunya kasus 101
ibu meninggal di Kelurahan Manahan, diceritakan oleh Informan 301(Petugas
Kesehatan) berikut:
“Pada kasus kematian ibu tahun 2009 di catatan Puskesmas Manahan dulu itu, kondisi ibu sebenarnya nggak memiliki riwayat penyakit sejak trimester III kehamilan keduanya dari hasil rekam medis juga nggak ada keluhan. Namun, pada kelahiran anak pertama memang sudah memiliki riwayat persalinan dengan operasi caesar dan hal tersebut terulang lagi di kelahiran keduanya.”.1
1 Wawancara pada tanggal 20 April 2011 di Puskesmas Manahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
66
Hal senada juga diungkapkan Informan 201 (keluarga). Disampaikannya
kehamilan kedua (alm) istrinya pada saat pemeriksaan kesehatan kehamilan selalu
dinyatakan sehat dan normal. Namun, pengalaman kelahiran anak pertama
memang dilakukan secara caesar. “Sebulan sekali istri saya periksa, normal-
normal saja dan sehat. Kehamilan kedua sebulan sebelum melahirkan jalan
kelahiran tertutup placenta jadi disarankan untuk operasi caesar.”2
Begitu pula dialami oleh ibu meninggal di wilayah Kadipiro, rekapitulasi
AMC menyebutkan bahwa kelahiran pertama dilakukan secara caesar dan
kemudian kelahiran yang ketiga mengalami komplikasi dan harus dilakukan
operasi. Hal tersebut senada diungkapkan Informan 303(Petugas Kesehatan)
berikut ini:
“Riwayat kehamilan sebelumnya dari pasien 103 (Ny. L), pernah dilakukan persalinan caesar karena bayinya lintang, waktu itu persalinan pertama dilakukan di Rumah Sakit. Pada persalinan keduanya dilakukan di bidan dengan pesalinan spontan. Kesehatan Ny. L sendiri sehat Mbak, nggak ada riwayat penyakit menular dan menahun selama dia ANC.”3 Penelitian yang peneliti lakukan membuktikan dari 6 kasus yang ada, 2
diantaranya ternyata mempunyai riwayat resiko persalinan yang buruk pada
persalinan berikutnya terjadi kematian maternal karena diikuti oleh faktor yang
lain.
Hal lain juga terjadi pada bumil Informan 107 warga lingkungan
Gilingan. Kehamilan pertama yang dialaminya dilakukan pemeriksaan rutin ke
bidan delima, namun karena terjadi kegawatdaruratan maka persalinan pertama
2 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan 3 Wawancara pada tanggal 30 April 2011 di Puskesmas Gambirsari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
67
dirujuk untuk dilakukan operasi caesar di Rumah Sakit Swasta. Saat ditemui usia
kehamilannya sudah menginjak usia 9 bulan. Disampaikannya bahwa kehamilan
keduanya kali ini dia sering mengalami mimisan, yang menurut informasi petugas
kesehatan yang ia peroleh hal tersebut dapat menjadi faktor resiko. Dalam Forum
Group Discusion kelas hamil yang diselenggrakan di Kelurahan Gilingan keluhan
bumil tersebut langsung dijawab oleh Bidan Puskesmas yang hadir seperti ini:
“Gejala sering mimisan sejak awal kehamilan meski tidak ada gejala demam dan
pusing dapat menjadi indikasi infeksi pada kehamilan Bu.S ”4
Hal berbeda diutarakan oleh informan 109 bulin di Kelurahan
Banyuanyar, dia menceritakan bahwa pada persalinannya yang ketiga belum lama
ini, terjadi pendarahan pasca persalinan tetapi kedua persalinan dan kehamilan
sebelumnya tidak pernah terjadi resiko dan kegawatdaruratan. Berikut
penuturannya: “Kemarin itu leres (betul) Mbak, kalo persalinan saya terjadi
pendarahan, tapi kedua persalinan saya sebelumnya y normal-normal saja, y
ndilalah (kebetulan) yang kemarin terjadi pendarahan”.5
Pernyataan Informan 109 diperkuat oleh informan 409 (tetangga): “Iy,
kelahiran kemarin anak ke-3 memang pendarahan, tapi kelahiran sebelumnya
normal-normal semua”.6
Hasil penelitian ini, nyatanya sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan Rachmawati (2004: 165), dari 18 subyek yang diteliti 8 diantaranya
4 Diskusi Forum Group Discuscion Kelas Hamil pada tanggal 15 April 2011 di Kediaman Kader
Posyandu Rw 17 Kelurahan Gilingan. 5 Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan 6 Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
68
ternyata mempunyai riwayat kehamilan buruk dan berulang kembali pada
kehamilan berikutnya.
Terdapat pula kematian maternal yang disebabkan kondisi kesehatan ibu
yang menurun saat persalinan disebabakan karena gagal ginjal dan penyakit
menahun. Hal tersebut terjadi pada kasus 104, dimana kematian ibu pasca
persalinan terjadi karena gagal ginjal. Diungkapkan oleh Informan 304 mengenai
kasus 104 sebagai berikut:
“Kasus itu karena ibu mengalami gagal ginjal Mbak setelah persalinan, dan diikuti dengan eklampasia persalinan yaitu tensi yang tinggi mencapai 200%gr. Hal tersebut menjadikan ibu nggak dapat tertolong, tapi memang dari awal kehamilan sudah terdeteksi kehamilan resti, y mau gimana lagi”.7 Perhatian terhadap kehamilan sebelumnya atau penyakit yang pernah
diderita menjadi sangat penting untuk menentukan kondisi kehamilan ibu. Faktor
yang berasal dari ibu seperti kelainan genetik, komplikasi obstetrik, sakit obstetrik
(placenta previa), terbukti dalam penelitian ini. Ibu bersalin yang mengalami
kematian maternal mengalami riwayat persalinan yang buruk beberapa
diantaranya adalah eklampasia dan placenta previa. Penelitian Rachmawati
(2004: 168), juga membuktikan hal yang sama. Para informan dalam
penelitiannya delapan diantaranya mempunyai riwayat obstretik buruk, seperti
abortus, eklampasia, placenta previa, dll.
Subyek penelitian mengalami riwayat kehamilan dan persalinan yang
buruk dan kembali terulang pada persalinan atau kehamilan berikutnya yang
berhasil peneliti temui di lapangan,disajikan dalam tabel 3.2 profil riwayat
7 Wawancara pada 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
69
kehamilan dan persalinan yang buruk di Kecamatan Banjarsari Surakarta berikut
ini:
Tabel 3.2
Profil Subyek dengan Riwayat Kehamilan dan Persalinan Buruk
Di Kecamatan Banjarsari Surakarta
Sumber: Data Primer
Ket : * No Kode dengan kasus kematian maternal
Persalinan buruk dalam penelitian ini yaitu persalinan dengan
kegawatdaruratan seperti; pendarahan, eklamsi (kejang), pre eklamsi berat (darah
tinggi, kaki bengkak dan protein tinggi dalam kencing), rupture uteri imminen
(rahim akan pecah), emboli air ketuban (air ketuban masuk peredaran darah ibu),
dan sepsis (infeksi).
Kasus 101 memiliki riwayat kehamilan yang tercatat dalam AMP yaitu,
pada trimester pertama mengalami mual dan pusing, trimester kedua keluhan yang
dialami adalah terlalu sering buang air kecil, sedangkan pada trimester ketiga
justru sudah tidak terdapat keluhan kehamilan. Selama kehamilan keduanya kasus
No No Kode Kasus Riwayat Persalinan
Sebelumnya Riwayat
Kehamilan/Persalinan (1) (2) (3) (4) (5)
1. 101* Kematian maternal Caesar Komplikasi Persalinan
2. 103* Kematian maternal Normal Komplikasi Kehamilan dan Persalinan
2. 104* Kematian maternal Penyakit menahun Komplikasi Persalinan
3. 107 Kehamilan dgn faktor resiko Caesar Komplikasi Kehamilan
4. 108 Kehamilan resiko tinggi 3 kali keguguran Kehamilan sehat
5. 109 Pendarahan Normal Komplikasi persalinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
70
101 tidak mengalami komplikasi kehamilan, komplikasi terjadi saat persalinan
yaitu adanya placenta previa totalis. Pada saat datang ke Rumah Sakit untuk
pertolongan persalinan, ibu hamil datang dengan kondisi Hb 9,9gr%, dengan
diagnose placenta previa totalis tersebut maka ibu dianjurkan untuk operasi
caesar. Namun, setelah selesai caesar ibu bersalin kasus 101 mengalami
perdarahan dan harus dilakukan operasi histerektomi atau pengakatan kandungan.
Dalam keadaan yang demikian, faktor kekurangan darah akibat perdarahan turut
menjadi sebab kematian ibu yang memiliki riwayat caesar.
Cerita lain yang terjadi pada kasus 103 warga Kadipiro Banjarsari,
dalam catatan AMC tertulis bahwa memiliki riwayat caesar 16 tahun sebelumnya
dan berulang kembali pada persalinan ketiganya tersebut. Dalam persalinannya
tersebut ibu kasus 103 telah mengalami 3 kali rujukan, dan saat tiba di RSDM
Surakarta sudah dalam kondisi kecapaian, setelah sebelumnya ditangani di
Puskesmas Banyuanyar dan RSD Surakart, karena persalinannya tidak maju maka
dilakukan bedah caesar untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi. Lima jam
setelah dilakukannya operasi, keluarga mengeluhkan bahwa ibu kasus 103
mengalami kejang, setelah dilakukan prosedur tetap dalam penanganan pasien,
nyawa ibu tetap tidak bisa tertolong.
Sisi lain, faktor status gizi turut mempengaruhi status kesehatan ibu
hamil. Banyak beberapa saksi kasus kematian ibu menuturkan bahwa kecukupan
gizi dan makanan telah terpenuhi. Namun, yang menjadi pertanyaan yaitu tingkat
pemenuhan makanan dan gizi yang diberikan pada ibu hamil. Hemat peneliti,
kecukupan kebutuhan gizi dan makanan ibu hamil diwakili oleh pernyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
71
Informan 201 (Suami pasien) berikut ini: “Semua kebutuhan makan, gizi dan
nutrisi (alm)istri saya itu terpenuhi semua Mbak, kehamilannya y juga sehat,
Y…mungkin takdir ini Mbak”.8
Wawancara dengan tokoh masyarakat (informan 401) di lingkungan
kasus 10, menyebutkan bahwa pemenuhan gizi di rumah keluarga hanya sebatas
pihak keluarga yang mengetahui. Berikut penuturannya: “Saya kurang tahu
seperti apa gizi yang dipenuhi. Susu hamil dan makanan seperti hari-hari
biasa”.9
Pengalaman berbeda diakui oleh informan 109, pada saat kehamilannya
yang terakhir pemenuhan gizi dalam keluarga demi menjaga kesehatan ibu hamil
dan janinnya pun seolah tidak diprioritaskan.
“Kalo masalah pemenuhan gizi dan nutrisi, dulu pas hamil yang saya makan ya kayak biasanya Mbak. Nggak ada yang lebih, tapi waktu hamil saya malah terlalu banyak minum manis. Ada yang bilang itu sebab pendarahan saya”.10 Pernyataan informan 409 membenarkan hal tersebut: “Bu.S ini dulu sering
minum manis Mbak, itu kali ya penyebab pendarahannya. Soal gizi di rumah
masih kayak hidangan sehari-harinya begitu Mbak.”11
Adapula ibu-ibu hamil, dimana mereka tidak memahami kadar gizi yang
terkandung dalam makanan tertentu. Mereka mengabaikan untuk
mengkonsumsinya, meskipun makanan tersebut sangat dibutuhkan pada masa
kehamilan mereka. Ibu Karjo Kader Posyandu RW 17 Kelurahan Gilingan,
sempat bercerita bahwa beliau tidak pernah mengetahui manfaat dari pisang raja.
8 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Rumah Informan 9 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan 10 Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan 11 Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
72
Semasa kehamilannya yang keenam, terjadi anemia dan dokter yang menangani
beliau menganjurkan untuk mengkonsumsi pisang raja. Dalam observasi peneliti
saat Forum Group Discusion (FGD) di Kelurahan Gilingan, ternyata pengetahuan
tersebut juga tidak dipahami oleh para ibu-ibu hamil yang lain. Ibu-ibu hamil yang
mengikuti FGD baru menyadari manfaat pisang raja bagi kesehatan ibu hamil,
setelah ada sharing informasi dari pihak yang berpengalaman.
Masalah pemenuhan kebutuhan seperti gizi dan nutrisi lengkap bagi bumil
sangat penting untuk dikuasi ibu hamil, karena pada dasarnya keselamatan dirinya
dan bayi yang dikandungnya sangat ditentukan dari kesehatan ibu yang
bersangkutan.
2) Derajat Kesiapan untuk Hamil
Faktor-faktor status reproduksi terkait usia ibu hamil, jumlah kelahiran,
dan jarak antara kehamilan. Sebagai gambaran awal, berikut ini data identitas ibu
bersalian meninggal yang terjadi di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 dalam
tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3
Identitas Ibu Bersalin Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
Sumber: Data Primer
No No Kode Kasus Rentang Usia Jumlah Kelahiran Jarak Antar Kehamilan (th)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. 101 <35 2 2
2. 102 >35 2 9
3. 103 >35 4 2
4. 104 >35 3 2
5. 106 <35 2 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
73
Kelima kasus dari enam kasus kehamilan terjadi pada rentang usia yang
tergolong resti yaitu lebih dari 35 tahun. Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa
usia ibu yang meninggal paling besar pada rentang usia lebih dari 35 tahun. Usia
di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk hamil dan
melahirkan. Dalam penelitian Agan, et al yang dipublikasikan dalam International
Journal of Women’s Health (2010:2 249–254) menyebutkan bahwa hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar perempuan 65,3 persen yang ditelitinya,
yang meninggal berada di sangat aktif kelompok usia reproduksi (20-34 tahun).
Jumlah kelahiran paling banyak adalah 4 kali kelahiran terjadi pada satu kasus
103, semakin banyak jumlah kelahiran yang dialami oleh seorang ibu mampu
menjadi faktor tinggi risikonya untuk mengalami komplikasi sedangkan untuk
kasus lainnya rata-rata mengalami 2 kali riwayat kelahiran. Hal yang paling buruk
adalah kaitannya dengan penganturan jarak kehamilan. Kasus 102 mengalami
jarak kehamilan paling lebar, yaitu 9 tahun. Informasi terkait hal tersebut
diungkapkan oleh Informan 402 sebagai berikut: “Usia anak pertamanya waktu
kehamilan kedua Ibu. D pas itu 9 tahun Mbak. Faktor jarak yang lama seperti ini
khan menjadi faktor resiko dari persalinan Ibu. D itu, padahal usianya juga
sudah di atas 35”.12
Pengalaman tersebut dibenarkan oleh informan 302 yang menerangkan
hasil pelacakan AMC kepada peneliti sebagai berikut: “Usia dari pasien sudah 36
12 Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011 di Kediaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
74
tahun dan jarak kehamilan yang lama membuat kondisi ibu terlalu capek untuk
melahirkan meski sudah dipacu”.13
Hasil penelitian menyebutkan bahwa usia mempengaruhi keselamatan
ibu. Selain faktor yang bermakna perawakan, status gizi, dan kesehatan
perempuan, hasil penelitian ini membuktikan bahwa penyebab kematian maternal
faktor yang paling mudah dikenal dan faktor universal terpenting adalah umur dan
jumlah kehamilan sebelumnya.
3) Perilaku Sehat
Perilaku sehat antara lain meliputi pemeriksaan kehamilan dan variabel
penolong persalinan. Kasus kematian ibu maternal di Kecamatan Banjarsari tahun
2009, terdapat dua kasus ibu meninggal hanya mengakses ANC kurang dari
empat kali. Kasus tersebut terjadi di wilayah Kadipiro, kasus 104 hanya dua kali
mengakses ANC yang dilakukannya di Puskesmas, dan kasus 105 telah
melakukan pemeriksaan ANC sebanyak tiga kali di Bidan Praktek Swasta (BPS).
Sedangkan lima kasus lain sudah mengakses ANC lebih dari empat kali, rata-rata
mereka telah melakukan pemeriksaan 7 – 9 kali. Kepedulian ibu terhadap
kehamilannya rata-rata sudah cukup bagus dilihat dari intensitas kunjungan ANC.
Bahkan pada mereka yang akhirnya mengalami kematian maternal. Tabel 3.4
berikut menyajikan karakteristik pilihan ANC yang dilakukan bumil.
13 Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Puskesmas Gilingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
75
Tabel 3.4
ANC yang Dilakukan Bumil di Kecamatan Banjarsari Surakarta
Sumber: Data Primer Ket: BPS : Bidan Praktek Swasta
Terkait dengan pilihan tempat persalinan, kasus yang diteliti pada
kematian maternal tahun 2009 di Kecamatan Banjarsari, para korban pada
umumnya telah menyadari pentingnya tempat persalinan yang aman dan nyaman,
mereka telah berupaya menuju tempat persalinan di rumah sakit. Namun, masih
terdapat 2 kasus kematian maternal yang melakukan persalinan di Bidan Praktek
Sasta (BPS) meski pada akhirnya mereka juga dirujuk ke rumah sakit untuk
keselamatan mereka. Hasil penelitian menunjukkan penyebab kematian ibu
bersalin, dan tempat kejadian dapat dilihat dalam tabel 3.5 berikut:
No No Kode Informan Frekuensi ANC Tempat ANC (1) (2) (3) (4)
1. 101* 9 kali Rumah Sakit
2. 102* 8 kali BPS
3. 103* >10 kali BPS dan Puskesmas
4. 104* 2 kali Puskesmas
5. 105* 3 kali BPS
6. 106* >4 kali BPS
7. 108 10 kali Puskesmas
8. 109 >4 kali Puskesmas
9. 110 7 kali Puskesmas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
76
Tabel 3.5
Penyebab Kematian, Tempat Kematian Ibu, dan Penolong Persalinan Kematian
Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Surakarta Tahun 2009
No No Kode -
Tempat Tinggal Pasien
Diagnosa Tempat Pertama
Persalinan
Penolong Pertama
Tempat Kejadian
Meninggal (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. 101 - Kel. Manahan
Pendarahan RS DKT Dokter RS RS DKT
2. 102 - Kel. Gilingan Pendarahan BPS Bidan RSDM
3. 103 - Kel. Sumber
Gagal Ginjal
Rumah Sakit Dokter RS Rumah Sakit
4. 104 - Kel. Kadipiro Infeksi
RSD Surakarta Dokter RS RSDM
5. 105 - Kel. Kadipiro Pendarahan RS
Mojosongo Dokter RS RS DKT
6. 106 - Kel. Kadipiro Pendarahan BPS Bidan
RS Brayat Minulyo
Sumber : Data Primer Ket: BPS : Bidan Praktek Swasta RSDM : Rumah Sakit Daerah Moewardi RS DKT : Rumah Sakit Slamet Riyadi Surakarta
Kematian terbanyak memang terjadi di Rumah Sakit, dalam hal ini
berarti ibu bersalin meninggal sudah diupayakan mendapatkan pertolongan.
Faktor-faktor kematian maternal tersebut antara lain dapat berupa keterlambatan
dari pihak pasien dan keluarga yang membawanya ke tempat persalinan.
Pada tataran keluarga hal ini, sangat perlu diperhatikan. Bumil yang
mengalami kematian maternal pada riwayat kehamilan mereka, sebagian besar
tidak mengalami komplikasi. Namun, pada saat persalinan justru timbul
komplikasi yang mengancam nyawa mereka. Hal seperti itu, terjadi pada kasus
101 (kematian maternal di Kelurahan Manahan). Diungkapkan oleh Bidan
Puskesmas yang melacak AMP pasien, beliau menuturkan bahwa kehamilan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
77
pasien yang bersangkutan terjadi secara normal dan sehat, tapi pada saat
persalinan terjadi komplikasi yaitu placenta previa totalis. Hal senada juga
dituturkan oleh informan 201 (suami bumil) berikut ini:“Menjelang persalinan
jalan untuk persalinan ketutup placenta. Itu diketahui dokter yang memeriksa
sebulan sebelum persalinan Mbak”.14
Kehamilan yang terjadi tanpa komplikasi belum tentu nantinya tidak
terdapat komplikasi pada saat persalinan. Tindakan dan pengambilan keputusan
yang cepat penting dalam penangaanan hal satu ini.
Kondisi lain, terjadi pada para informan yang masih dalam kondisi
mengandung. Permasalahan kecil/sepele biasanya dilupakan oleh ibu yang
bersangkutan dalam menjaga kesehatan kehamilannya dan keselamatan
persalinannya kelak. Hal yang dialami oleh Informan 108, bumil dari Kelurahan
Gilingan, beliau mengungkapkan bahwa saat pemeriksaan Hb kedua yaitu
10,2gr%, tapi pada kondisi demikian beliau tidak paham mengenai resiko anemia
yang tengah terjadi dalam masa kehamilannya, berikut penuturan beliau:
“Pada saat cek kedua Hb, Hb saya 10,2%gr, saat ini tu saya mudah kecapekan Bu. Kalo mau tidur memang susah, karena janin bergerak terus, jadi saya tidak segera tidur. Tidur biasanya baru pukul setengah sepuluh malam, padahal jam empat pagi saya sudah harus bangun mengerjakan pekerjaan rumah ke pasar juga lah”.15
Sharing dari ibu hamil tersebut, kemudian langsung dijawab oleh Bidan
Puskesmas yang pada saat Forum Group Discuscion hadir di tempat. Dari hasil
diskusi, hal yang terjadi pada kasus informan 108 merupakan tanda-tanda anemia
14 Wawancara pada 7 Mei 2011 di Kediaman Informan 15 Disampaikan dalam Forum Grup Discussion (FGD) Kelas Hamil di Kelurahan Gilingan pada
tanggal 29 Maret 2011 di Rumah Kader Posyandu Rw 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
78
pada ibu hamil. Faktor rendahnya Hb dapat menjadi pemicu terjadinya anemia
dan pendarahan saat persalinan. Pengetahuan-pengetahuan perilaku sehat,
nyatanya belum dikuasi oleh para ibu hamil sehingga rendahnya Hb tidak segera
mereka upayakan untuk ditanggulangi.
Bumil yang tidak melek informasi terhadap status kesehatan
kehamilannya dapat memunculkan resiko pada saat persalinannya. Pengalaman
informan menunjukkan bahwa tidak semua ibu hamil sadar akan pentingnya
kesehatan reproduksi mereka dan kesiagaan komplikasi. Persoalannya adalah
mereka terkadang melupakan hal-hal sepele. Seperti yang terjadi pula pada Bumil
Informan 110 di Kelurahan Kadipiro:
“Hb saya terakhir periksa rendah sih Mbak, Hb saya 10%gr, dulu pas periksa di Puskesmas dikasih vitamin penambah zat besi itu, tapi nggak saya minum, saya nggak suka bau obatnya yang amis itu. Cuma karena baunya itu kok Mbak alasan saya jadi nggak mau minum vitamin itu”.16
Beberapa hasil wawancara dan observasi lapangan memberikan fakta
cakupan pemeriksaan kehamilan yang rutin tidak menjamin bumil paham
mengenai kondisi kehamilan sehat yang komprehensif. Pemeriksaan kehamilan
pada dasarnya untuk mendeteksi dini masalah kesehatan kandungan dan
komplikasi, tetapi hal tersebut tidak ditemui di lapangan. Pada kasus kematian
maternal di Banjarsari, rata-rata bumil telah memilih tempat persalinan di tenaga
kesehatan berkualitas bahwa di Rumah Sakit. Namun, faktor non-medis menjadi
masalah dalam pertolongan persalinan. Lebih jelas dibahas pada indikator
selanjutnya.
16 Wawancara pada tanggal 13 April 2011 Pukul 11.00 di Puskesmas Gambirsari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
79
4) Status Perempuan dalam Keluarga dan Masyarakat
Faktor yang berkaitan dengan status perempuan antara lain tingkat
pendidikan dan keberdayaan perempuan (woman empowerment) yang
memungkinkan perempuan lebih aktif dalam menentukan sikap dan lebih mandiri
dalam memutuskan hal terbaik bagi dirinya, termasuk kesehatan atau
kehamilannya. Semua variabel tersebut dapat menjadi faktor yang berpengaruh
dalam mencegah kematian ibu.
Tingkat pendidikan ibu kematian maternal seluruhnya telah menempuh
jenjang sekolah menengah mampu memberikan gambaran terkait tingkat
pengetahuan mereka, namun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan
keselamatan kehamilan nampaknya tidak berbanding lurus dengan jenjang
pendidikan terakhir yang ditempuh. Pemberdayaan perempuan merupakan salah
satu kata kunci dari keberhasilan upaya penyelamatan ibu melahirkan dan hamil
dari kematian maternal. Salah satu indikator dari pemberdayaan perempuan
adalah tingkat pendidikan yang antara lain digambarkan dengan tingkat melek
huruf. Data yang diperoleh telah menyebutkan bahwa seluruh kasus dan informan
sudah tamat wajib belajar 9 tahun, sehingga asumsinya mereka telah melek huruf.
Tabel 3.6 berikut ini menyajikan tingkat pendidikan para ibu kematian
maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 berdasarkan wilayah puskesmas:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
80
Tabel 3.6
Tingkat Pendidikan Ibu Bersalin Meninggal Menurut Puskesmas
di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009
Sumber: Data Primer
Keberdayaan perempuan (woman empowerment) secara teoritis
implikasinya muncul peran aktif perempuan dalam menentukan sikap dan lebih
mandiri dalam memutuskan hal terbaik bagi dirinya, termasuk kesehatan atau
kehamilannya. Hasil penelitian menunjukkan beberapa informan tidak ada
kesiapan kehamilan. Pengalaman tersebut diakui oleh salah seorang informan
informan 109, mengaku bahwa pada saat kehamilannya yang terakhir tersebut
merupakan kehamilan yang tidak dia rencanakan. “Memang ini sebelumnya
bukan kehamilan terencana Mbak, y sama mau nggak mau harus siap.”17
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi keselamatan ibu melahirkan
yaitu, tingkat pengambilan keputusan. Meskipun perempuan memiliki
keperdayaan dalam memilih keputusan yang diambil hal tersebut ternyata belum
cukup menentukan kesealamatan ibu bersalin. Pada kasus 101, dimana
17 Wawancara pada tanggal 9 Mei 2011 di Kediaman Informan
No Lokasi Puskesmas Jumlah Kematian
Identitas Pendidikan Ibu Meninggal
SD SLTP SLTA (1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Manahan 1 - - 1
2. Gilingan 1 - - 1
3. Banyuanyar 1 - - 1
4. Gambirsari 3 - - 3
Total 6 0 0 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
81
pengambilan keputusan tempat persalinan dipilih oleh pihak istri ternyata belum
tentu dengan kebutuhan persalinannya.
“Istri sendiri yang memilih kelahiran di RS DKT Mbak, kalau saya waktu itu sebenarnya lebih memilih ke tempat lain saja yang lebih lengkap peralatannya karena khan sudah tahu kondisi persalinan harus operasi waktu itu. Pilihan istri maunya disana, y saya nuruti saja Mbak.”18 Ditegaskan oleh dr. Krisnandar Fredyanto: …“Perempuan dalam mengambil keputusan pada dasarnya masih diperlukan dukungan dari keluarga. Pengalaman yang saya temui,ibu minta bersalin di bidan, padahal kondisinya harus bersalin di rumah sakit. Jadi, keluarga harus memberi motivasi untuk keselamatan ibu itu sendiri.”19
Pilihan dari pihak ibu yang sedang hamil dan akan bersalin memang
diperlukan untuk mengetahui apa keinginan mereka, namun motivasi dari anggota
kelurarga yang lain dalam melihat kebutuhan ibu diperlukan sebagai upaya
keselamatan ibu.
5) Status Keluarga dalam Masyarakat
Jika variabel sebelumnya lebih menekankan pada diri perempuan
sebagai individu, maka variabel berikut ini merupakan variabel keluarga
perempuan tersebut. Variabel tersebut antara lain penghasilan keluarga, tingkat
pendidikan dan status pekerjaan anggota keluarga, juga dapat berpengaruh
Kondisi di lapangan membuktikan bahwa kasus kematian maternal,
terjadi pada lingkungan keluarga tidak mampu. Secara umum kondisi ekonomi
keluarga yang bersangkutan, 5 kasus berasal dari kelurga miskin (gakin) bahkan
untuk kasus di Kelurahan Manahan dan Kelurahan Gilingan terjadi pada keluarga
18 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan 19 Wawancara pada tanggal 29 Maret 2011 di Puskesmas Banyuanyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
82
pemegang kartu PKMS sedangkan 1 kasus sisanya berasal dari keluarga
berpendapatan menengah ke atas.
Status penghasilan dan posisi pekerjaan keluarga ibu hamil akan mampu
mempengaruhi persiapan persalinan. Kesiagaan komplikasi persalinan ternyata
luput dari perhatian bumil dan keluarganya. Persiapan persalinan mulai dari biaya
persalinan, saran transportasi menuju tempat persalinan, pilihan tempat persalinan,
dan persiapan donor darah seharusnya menjadi perhatian serius bagi keluarga
bumil di awal terdeteksinya kehamilan. Hal tersebut, tampaknya belum mampu
sepenuhnya disadari oleh masyarakat kita. Hal tragis terjadi pada kasus 102 yang
diceritakan oleh tokoh masyarakat tempat ibu meninggal tinggal. Berikut ini
penuturan beliau:
“Dulu itu, waktu Bu. D (kasus 102) melahirkan memang pertama kalinya dibawa dulu ke bidan, tapi disana nggak bisa ditangani bidan soalnya bayinya terlalu besar, lalu Bu. D dirujuk ke RSDM. Y kasihannya, waktu disana diabani (diminta) uang operasi, keluarga waktu itu belum ada uang. Suaminya pas kelahirannya itu lari-lari dulu Mbak cari pinjaman uang untuk pembayaran operasi istrinya itu. Y, mungkin terlalu lama yang harus nyari pinjaman uang jadi belum ada keputusan kapan operasi dari keluarga Bu. D. Y, mungkin sudah nasibnya y Mbak, akhirnya harus meninggal.”20 Hal senada diakui oleh Informan 502: “Ekonomi memang menengah ke
bawah Mbak. Rujukan ke RSDM itu karena bidan mempertimbangan faktor
ekonomi dan pasien punya PKMS.”21
Pada kasus kematian ibu maternal yang terjadi di keluarga miskin, faktor
pembiayaan persalinan menjadi kendala dalam mengambil keputusan. Padahal
keputusan yang cepat sangat dibutuhkan untuk menolong ibu bersalin yang sudah
20 Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011 di Kediaman Informan 21 Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011 di Kediaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
83
dalam kondisi kritis. Hasil penelitian dari Agan et al (International Journal of
Women’s Health 2010:2 249–254) memperkuat hasil temuan dalam penelitian ini,
hasil penelitian di Negeria menyebutkan bahwa 13,4 % penyebab keterlambatan
dalam keselamatan ibu adalah ketidakmampuan untuk membayar rumah sakit.
Dijelaskan oleh salah seorang petugas kesehatan, rata-rata dari beberapa
kasus dalam kegawatdaruratan obstetrik ibu bersalin, pihak keluarga yang
memiliki akses PKMS beberapa diantara mereka datang ke Puskesmas untuk
meminta rujukan. Pada waktu yang bersamaan istri/ibu bersalin posisinya sudah di
rujuk ke Rumah Sakit dan dalam kondisi kritis. Tujuan dari permohonan rujukan
dengan akses PKMS lebih dikarenakan untuk mencari keringanan biaya. Berikut
penuturan dr. Krisnandar Fredyanto: “Beberapa kasus kegawatdaruratan obsterik
itu para keluarga pasien tiba-tiba datang ke Puskesmas. Padahal, istrinya sudah
dirujuk di rumah sakit. Tujuan mereka untuk masalah pembiayaan Mbak.”22
Kasus 101 juga mengalami hambatan pilihan tempat persalinan lebih
disebabkan karena alasan pembiayaan. Pemilihan tempat pemeriksaan kehamilan
dan persalinan di rumah sakit yang dituju, dilakukan pihak perempuan karena
adanya akses jaminan pembiayaan kesehatan dari tempatnya bekerja. Oleh karena
itu, suami terlihat tidak terlalu memotivasi istri untuk melakukan persalinan di
tempat yang lebih berkualitas pelayanannya. Hal tersebut dituturkan oleh tetangga
korban, Informan 401 (tokoh masyarakat) berikut ini: “Dulu itu, mereka datang
22 Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
84
bersalin di tempat persalinan pilihannya karena dapat jaminan sosial dari pabrik
dia bekerja Mbak jadi dapat keringanan biaya.”23
Hal yang sama tragisnya, juga menimpa kasus 101, berbeda dengan
kasus 102 yang terhambat karena masalah biaya, kasus 101 harus merenggang
nyawa karena terlambat mencari donor darah yang juga membutuhkan dana dan
proses untuk mendapatkannya. Diceritakan oleh Informan 201 berikut:
“Istri saya waktu itu, sudah bersahil operasi caesar. Anak saya Alhamdulillah lahir sehat pada waktu itu. Setelah operasi, sayangnya istri saya terus mengalami pendarahan hebat gitu butuh donor darah. Rumah sakit cuma ada 1 kantong saja Mbak, saya harus nyari lagi 4 kantong. Saya datang sampai PMI, akhirnya dapat 4 kantong dan memang harus membayar kalau di PMI, tapi ternyata setelah persalinan istri saya harus diangkat kandungannya karena tidak segera kempes (mengecil). Setelah operasi butuh lagi donor darah, saya ke PMI lagi, y waktu itu masih proses belum sempet dapat kantong darah saya sudah dapat kabar istri saya meninggal”.24 Temuan tersebut sama seperti hasil penelitian dari Agan et al
(International Journal of Women’s Health 2010:2 249–254) menyebutkan
sekitar 30,4% dari kematian yang disebabkan oleh kekurangan atau darah tidak
memadai untuk transfusi. Buruknya persiapan persalinan yang demikian menjadi
faktor penghambat dalam upaya penyelamatan ibu melahirkan. Dari sesi
persaiapan transportasi seluruh informan mengaku tidak terdapat kendala yang
berarti.
b. Faktor sekunder Elemen Keselamatan Ibu
Setelah selesai membahas faktor primer dalam keselamatan ibu.
Selanjutnya, pembahasan masuk pada faktor sekunder yaitu berasal dari
23 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan 24 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
85
masyarakat dan pengelolaan program. Pengelolaan program banyak penulis batasi
terkait Kecamatan Sayang Ibu di Banjarsari Surakarta. Berikut pembahasan tiap
variablenya.
1) Akses terhadap pelayanan kesehatan
Berdasarkan observasi dan hasil wawancara tempat pelayanan yang
lokasinya tidak strategis/sulit dicapai oleh para ibu menyebabkan berkurangnya
akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan. Walaupun ketersediaan pelayanan
kesehatan sudah memadai, namun penggunaannya tergantung dari aksesibilitas
masyarakat terhadap informasi.
Masalah ketersediaan fasilitas kesehatan di wilayah administrasi
Kecamatan Banjarsari pada dasarnya sudah terpenuhi. Bidan Praktek Swasta
(BPS) yang juga warga berdomisili di Kecamatan Banjarsari, banyak yang
membuka pelayanan di rumah. Adapula bidan Delima yang membantu warga
miskin untuk melakukan persalinan gratis di tempat ia membuka praktek. Hal-hal
tersebut sudah sangat membatu masyarakat untuk mendapatkan persalinan dalam
waktu yang cepat. Diungkapakan oleh Bidan Elis Djoko yang membuka
Persalinan Gratis di tempat praktek rumahan sebagai berikut:
“Kalau di Banjarsari ini, sudah banyak Bidan yang membuka Persalinan Gratis di tempat prakteknya Mbak. Salah satunya saya. Jampersal kayak gini, hasil kerjasama Dinas Kesehatan dan Bidan Delima. Jadi, Cuma Bidan Delima saja yang boleh membuka Jampersal.”25 Ditambahkan oleh Bidan Nai’mul Faizah yang sepakat dengan
pernyataan Bidan Elis Djoko bahwa: “Adanya Bidan Delima yang dekat dengan
25 Wawancara pada tanggal 14 Mei 2011 di Kediaman Bidan Elis Djoko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
86
lingkungan masyarakat seperti Bidan Elis, hal tersebut terkait pula dengan GSI
sangat membantu masyarakat dalam menekan AKI.”26
Lebih lanjut dikatakannya:
“Adanya layanan Jampersal dan layanan rawat inap di Puskesmas salah satunya di Puskesmas Banyuanyar, dapat dikatakan sudah cukup membantu. Dengan adanya Jampersal, berarti ibu bisa bersalin di tenaga kesehatan. Jadi, lebih aman bagi keselamatan ibu bersalin.”27
Masalah ketersediaan tenaga kesehatan yang jumlahnya memadai
sepertinya masih menjadi hambatan beberapa rumah sakit dalam keselamatan
bumil ataupun bulin. Diakui oleh dua informan yang berbeda, bahwa dokter yang
menangani tidak bisa segera datang karena masih melaksanakan tugas lain
meskipun kondisi pasien yang mengalami kasus kematian maternal harus segera
dilakukan tindakan operasi. Dari laporan AMP kasus 105 diketahui bahwa pasien
seharusnya segera dilakukan pengangkatan rahim karena terus terjadi pendarahan
pasca persalinannya. Namun di rumah sakit tempat pertolongan persalinan, dokter
yang bersangkutan melakukan operasi juga tengah menangani pasien yang lain.
Pengalaman sama juga terjadi pada kasus 101, wawancara dengan Informan 201
menyebutkan:
“Istri saya pas kelahiran khan harus caesar Mbak, itu sebelumnya sudah ditentukan dokter hari dan jam operasi. Kemudian mendadak operasi caesar harus diundur, soalnya kata rumah sakit dokter lagi operasi pasien di tempat. Y sudah, akhirnya saya tunggu.”28
Kondisi keterlambatan penanganan terbukti dalam penelitian ini sebagai
penyebab tidak tertolongnya bulin. Terkait masalah keterjangkauan, karena
26 Wawancara pada tanggal 18 Juni 2011 di Puskesmas Banyuanyar 27 Wawancara pada tanggal 18 Juni 2011 di Puskesmas Banyuanyar 28 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di Kediaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
87
ketersediaan tenaga kesehatan tidak mampu membantu keselamatan ibu maka
langkah yang diambil oleh rumah sakit yang bersangkutan adalah merujuk pasien
ke rumah sakit lain. Kasus yang dialami oleh kasus 105 jarak antara tempat
pertolongan persalinan dengan rumah sakit rujukan terbilang sangat jauh, data
AMC menunjukkan bahwa jarak antar rumah sakit rujukan mencapai 15 km.
Kondisi pasien yang sudah melemah dan kontraksi uterus yang makin lembek
tentu saja akan semakin memperkecil peluang pasien kasus 105 untuk selamat.
Wilayah Kelurahan Kadipiro Banjarsari memang terlalu jauh dengan wilayah
perkotaan Kota Surakarta. Informan 110 bumil warga Kadipiro mengakui adanya
kendala jarak untuk mengakses Puskesmas Induk di wilayahnya. “Disini ini
puskesmas jauh dan tempatnya ndlesep Mbak, jadi warga sedikit juga yang
datang kesini. Kalau saya terpaksa datang ke sini karena rujukan kartu PKMS.”29
Menurut Bidan Nai’mul Fai’zah: “Adanya fasilitas rujukan sebetulnya
membantu mencegah kematian maternal karena beresiko. Akses yang ada dapat
membantu mendapatkan pelayanan yang tinggi supaya ibu selamat.”30
Diungkapkan oleh dr. Krisnandar Fredyanto dan Bidan Nai’mul Fai’zah
bahwa beberapa warga Banjarsari di lokasi perbatasan Kota Surakarta, enggan
memilih tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan di wilayah
Banjarsari dikarenakan masalah jarak dan biaya transportasi. Berikut keterangan
dari dr. Krisnandar Fredyanto yang langsung dibetulkan oleh Bidan Nai’mul
Fai’zah:
29 Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Gambirsari 30 Wawancara pada tanggal 18 Juni 2011 di Puskesmas Banyuanyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
88
“Adapula Mbak warga di daerah perbatasan antara Kota Surakarta dengan wilayah Karanganyar. Mereka nggak mengakses pelayanan kesehatan disini, tapi mereka memilih tempat yang lebih dekat dengan rumah mereka. Kalau ada apa-apa dengan kehamilan dan persalinan mereka, kami petugas kesehatan disini hanya menerima laporan akhirnya saja. Jadi, tidak bisa banyak membantu, karena kami tidak tahu kondisi mereka.31
Dalam penelitian ini, pengelolaan program GSI terkait keterjangkauan
dan ketersediaan akses pelayanan ternyata belum mampu untuk ikut berpartisipasi
nyata dalam penurunan AKI.
2) Kesiagaan dalam Masyarakat
Fokus pelayanan di tingkat masyarakat terkait upaya pencegahan. Pada
tingkat ini, strategi untuk meningkatkan kesadaran sebab-sebab kematian ibu dan
kebutuhan pelayanan yang cepat serta memadai sangat penting. Masyarakat yang
peduli mampu saling mengingatkan jika terdapat indikasi kehamilan resti, namun
jika dalam masyarakat tersebut sudah memiliki sikap yang saling tertutup, rasanya
sulit menciptakan kegotong-royongan dalam mewujudkan keselamatan ibu demi
terwujudnya penurunan AKI.
Deteksi dini komplikasi juga penting, karena banyak komplikasi obstetrik
yang tidak dapat ditangani di tingkat masyarakat. Masyarakat yang dapat berperan
aktif dalam hal ini meliputi anggota keluarga, kader dan tenaga kesehatan
masyarakat.
Seperti yang diungkapkan Ibu Suharti yang merupakan kader SKD di
lingkungan Banyuanyar: “Dari kami kader-kader Kelurahan pun mboten kirang-
31 Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
89
kirang len ngusahake (tidak kekurangan usaha) mengingatkan, tapi dia tidak
bermasyarakat jadinya susah juga dibantu.”32
Upaya organisasi masyarakat dalam memberikan akses informasi bagi ibu
hamil dan keluarga yang bersangkutan pada dasarnya telah diupayakan dari para
Kader di Kecamatan Banjarsari. Lingkungan yang tertutup menjadikan para ibu
yang mengalami kematian maternal kurang memanfaatkannya. Hal lain yang
ungkapkan oleh Informan 111 yang bertempat tinggal di wilayah Kelurahan
Manahan mengaku bahwa lingkungan masyarakat perkotaan seperti di lingkungan
tempat dia tinggal, masalah kehamilan dan persalinan adalah tanggungjawab dari
masing-masing ibu mengandung beserta keluarganya, sehingga akses informasi
dari kader masyarakat tidak pernah dia terima.
Terkait dengan GSI keaktifan dari para kader dalam menciptakan
kesiagaan komplikasi kehamilan dan persalinan perlu digalakkan di masyarakat.
Hal ini diungkapkan oleh Ibu Sutoyo Kader GSI Kel. Banyuanyar dan Ibu Angger
Kader GSI Kel. Mangkubumen, keduanya menyatakan bahwa para kader harus
aktif dalam memantau ibu hamil terutama mereka yang resti dan berasal dari
keluarga miskin, setelah pemantauan dilakukan upaya pemberian informasi terkait
pemeriksaan kehamilan, pemenuhan gizi, dan peka gender pada bumil perlu
diinformasikan pada bumil yang bersangkutan. Berikut ungkapan dari Ibu
Angger:
“Disini kami terus memantau kondisi ibu hamil, kemudian kader harus aktif mengingatkan mereka soal pemeriksaan kehamilan minimal, gizi dan sekaligus kami berikan biskuit hamil. Ajuran suami agar peka gender dan
32 Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Kediaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
90
lebih perhatian pada kehamilan istri juga kami infornasikan pada warga yang hamil Mbak.”33
Terkait masalah transportasi untuk pertolongan persalinan yang
merupakan salah satu wujud kesiagaan masyarakat, nyatanya masih ditemui hal
tragis yang terjadi pada ibu bersalin (bulin) di Mangkubumen. Kasus ini terjadi
sebelum tahun 2009, seperti yang dikisahkan oleh Ibu Angger kader GSI
Kelurahan Mangkubumen sebagai berikut:
“Dulu itu disini pernah ada kematian ibu Mbak, tapi tidak di tahun 2009-nya, sebelum tahun 2009 itu kasusnya, meninggalnya memang di Rumah Sakit Mbak, tapi waktu di rumah itu dia sudah mengejan dan sampai melahirkan bayinya di rumah cuma dibantu warga sini, y saya juga ikut membantu melahirkan waktu itu Mbak. Dulu itu kasusnya karena mobil Ambulan datang terlambat, lama banget Mbak datangnya, padahal cuma dari Rumah Sakit Brayat Minulyo situ Mbak, deket khan lokasinya dari sini. Kemudian ibu itu setelah melahirkan ambulannya datang, namun meninggal saat sudah sampai di Rumah Sakit. Mungkin kondisi tubuhhnya yang nggak mampu bertahan.”34 Hasil observasi dan wawancara menunjukkan lingkungan masyarakat
perkotaan, kehamilan dan persalinan yang aman tampaknya menjadi beban bagi
satu individu yang tengah mengalaminya. Tingkat kesiagaan masyarakat mulai
turun melihat hasil penelitian ini. GSI belum menjadi gerakan yang berasal dari
dan untuk masyarakat di setiap kelurahan sehingga tidak semua kelurahan
ditemukan posko-posko siaga bantu ibu hamil.
3) Hubungan Interpersonal Petugas
Hubungan interpersonal petugas dirasa dapat membantu kesiagaan di
masyarakat dalam ikut serta menjaga keselamatan ibu. Penjelasan Kader GSI
33 Wawancara pada tanggal 28 Maret 2011 di rumah Ibu Angger (Kader GSI Kelurahan
Mangkubumen) 34 Wawancara pada tanggal 28 Maret 2011 di rumah Ibu Angger (Kader GSI Kelurahan
Mangkubumen)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
91
tentang pelayanan GSI di lingkungan Banjarsari termasuk hubungan kader dengan
kelompok sasaran GSI (Bumil, Bulin dan Bufas) sangat beragam. Tidak semua
kader mampu membangun hubungan interpersonal yang aktif, karena beberapa
diantara kelompok sasaran bahkan tidak paham mengenai adanya GSI yang
sampai saat ini masih terus digalakkan sebagai upaya penurunan Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Ketidakpuasan yang dikeluhkan para informan tampaknya menyangkut
hubungan petugas dan kelompok sasaran dalam mensosialisasikan GSI. Sebagai
contoh Bumil di Kelurahan Gilingan mengaku tidak mengetahui adanya GSI di
lingkungannya:“Saya ndak tahu kalo ada GSI, nggak pernah tahu ada kader yang
datang ke rumah saya soal gerakan ibu ini Mbak. Kalo saya y biasanya saya juga
g pernah ikut PKK di tempat saya mungkin itu juga sebabnya”35
Hasil wawancara dengan kader GSI, mereka mengakui bahwa untuk
pemetaan dan pendataan sasaran GSI terutama terkait dengan dana sosial yang
akan diberikan, hal tersebut harus kader yang melakukan pendataan. Para bumil
dan bulin tidak dibiasakan untuk melapor kepada Kader GSI di Rt/Rw ataupun
kelurahan. Hal ini menyebabkan, beberapa kasus kematian maternal bahkan tidak
diketahui oleh para kader GSI karena mereka tidak melakukan pendataan secara
komprehensif dan keluarga korban tidak memberikan laporan pada para kader.
Kondisi tersebut diakui oleh Informan 304 sebagai berikut:
“Ini itu yang tahu malah Puskesmas Mbak, kalau ada kematian ibu. Kami yang melacak kematiannya ke bidan dan rumah sakit. Kalo kader malah nggak tahu, alasan mereka karena ibu meninggal itu warga baru di
35 Wawancara pada tanggal 16 Maret 2011 di Puskesmas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
92
kelurahan ini. Belum ada interaksi antara kader dan keluarga ibu meninggal tadi.”36
Hal senada juga diakui oleh informan 402 (tetanggaa) lingkungan tempat
tinggal kasus 102, sebagai berikut:
“Nggak ada kader GSI ataupun Posyandu sini yang memperhatikan Bu. D semasa hamil, bersalin dan pasca kematian itu Mbak. Selain Bu. D juga tergolong susah berkumpul dengan lingkungan sini, kader-kader sini juga sempat vakum pas dulu ada kejadian itu.”37
Hal senada diungkapkan oleh Ibu Angger Kader GSI Kel. Mangkubumen:
…”Kalau si ibu hamil itu tertutup kami para kader nggak bisa memantau deteksi
dini mereka Mbak, jadi laporan kesehatan kehamilannya tidak pernah kami
terima.”38
Para kader GSI dalam penelitian ini, belum mampu untuk memaximalkan
hubungan interpersonal dengan para kelompok sasaran. Lingkungan yang tertutup
menjadi alasan kelalaian para kader untuk ikut menyelamatkan ibu dari kematian
maternal.
4) Pemanfaatan Terhadap Pelayanan
Aspek pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat dalam batasan pelayanan
Kecamatan Sayang Ibu di penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelayanan hanya dapat dimanfaatkan oleh mereka pihak tertentu sesuai pemetaan
kader. Dituturkan oleh Ibu Angger kader GSI Mangkubumen berikut ini: “Kalau
masalah pendataan dan pemberian bantuan GSI, kader yang merekomendasikan
36 Wawancara pada tanggal 30 April 2011 di Puskesmas Gambirsari 37 Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011 di Kediaman Informan 38 Wawancara pada tanggal 28 Maret 2011 di Kediaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
93
Bu, jadi bumil memang tidak pernah datang ke kader meminta bantuan pada
kader.”39
Diakui oleh informan 201 berikut: “Saya dulu y tidak memanfaatkan
layanan apa-apa di kampung sini. Nggak ada layanan GSI yang sudah Mbak
sebutkan tadi yang saya terima.”40
Hal lain terkait dengan adanya Jampersal, ibu hamil dari Kelurahan
Banyuanyar menuturkan bahwa dirinya tidak bisa ikut memanfaatkan layanan
Jampersal. Layanan Jampersal hanya dibatasi pada pengguna Keluarga Berencana
(KB), jadi terbatas hingga kelahiran yang kedua saja.
Bumil maupun bulin yang cenderung tertutup pada lingkungan masyarakat
sulit untuk ikut serta memanfaatkan pelayanan kesehatan di level GSI tingkat
Kecamatan. Sikap yang tertutup menjadikan mereka tidak terdata dalam pemetaan
dan pendataan bumil, pada akhirnya pelayanan tambahan nutrisi untuk bumil,
pendataan kebutuhan donor darah dan ambulan desa tidak mampu mereka turut
nikmati. Keadaan yang demikian akan memperburuk resiko jika bumil yang
bersangkutan berasal dari gakin.
5) Sistem Rujukan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem rujukan yang berjalan pada
saat kejadian berlangsung terkesan lambat. Dari 6 kasus kematian maternal tahun
2009 4 diantaranya harus mengalami rujukan, bahkan 2 kasus yaitu kasus 106 dan
kasus 104 melewati rujukan lebih dari 2 kali.
39 Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Kediaman Informan 40 Wawancara pada tanggal 7 Mei 2011 di keddiaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
94
Masalah rujukan, biasanya terkendala pada pihak keluarga pasien. Mereka
kurang cepat member jawaban ketika bulin harus segera dirujuk ke tempat
pertolongan yang lebih memadai penangannnya. Diungkapkan oleh dr. Krisnandar
Ferdyanto :
“Biasanya rujukan itu keluar lama karena keluarga Mbak. Pasien harus dirujuk, tapi suami minta waktu untuk berunding dengan anggota keluarga yang lain dulu. Jadi lama proses rujukan pasien, lalu muncul faktor keterlambatan dalam penyelamatan ibu atau istrinya tadi.”41 Pada kasus 102 di Kelurahan Gilingan ditemukan keterlambatan terkait
masalah rujukan. Diceritakan oleh Ibu Asri tetangga ibu meninggal: …”Terlalu
lama di bidan Mbak, jadi waktu dibawa ke Moewardi sudah lemah
kondisinya.”42. Hal tersebut dibenarkan oleh informan 302 (petugas kesehatan):
“Hasil pelacakan saya sudah digunakan prosedur tetap ketika pasien sudah tiba
di rumah sakit. Rujukan dari BPS terlalu lama, meski sudah terjadi ketuban pecah
dini di tempat bidan.43
Berikut ini timeline sistem rujukan pertolongan bumil maupun bulin kasus
di Kecamatan Banjarsari tahun 2009 yang berhasil dilacak.
41 Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar. 42 Wawancara pada tanggal 10 Mei 2011 di Kediaman Informan 43 Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Puskesmas Gilingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
95
Gambar 3.1
Time Line Waktu Rujukan Kasus 104 (Kel. Kadipiro)
Pusk
esm
as
Gam
birs
ari
Pusk
esm
as
Bany
uany
ar
24/11/09 24/11/09 25/11/09 pagi
25/11/09 15.00
RSDM
RSD
SU
RAKA
RTA
Rumah sakit Swasta/RSDM
RSD Surakarta
BPS
Puskesmas
Sumber: Data Primer
Gambar 3.2
Time Line Sistem Rujukan Kasus 102 (Kel. Kadipiro)
Rumah sakit Swasta/RSDM
RSD Surakarta
BPS
Puskesmas
1 - 9 - 09 18.30
2 - 9 - 09 11.10
RS. M
OJO
SON
GO
RS. S
LAM
ET R
IYAD
I
Sumber: Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
96
Gambar 3.3
Time Line Sistem Rujukan Kasus 106 Kel. Kadipiro
Rumah sakit Swasta/RSDM
RSD Surakarta
BPS
Puskesmas
4 - 6 - 09 13.30
4 - 6 - 09 22.15
4 - 6 - 09 23.30
RS. B
RAYA
T M
INU
LYO
RS. P
KU M
UHA
MM
AD
IYA
H
BID
AN
PRA
KTEK
Sumber: Data Primer
Gambar 3.4
Time Line Sistem Rujukan Kasus 102 Kel. Gilingan
Rumah sakit Swasta/RSDM
RSD Surakarta
BPS
Puskesmas
RSD
M
BID
AN P
RAKT
EK S
WAS
TA
Sumber: Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
97
Tabel 3.7
Matriks Hasil Penelitian Faktor Primer Elemen Dasar
Keselamatan dan Kesejahteraan Ibu
No Variabel Keterangan (1) (2) (3)
1. Status kesehatan ibu
Riwayat komplikasi pada kehamilan ataupun persalinan sebelumnya mampu mempengaruhi keselamatn ibu. Kondisi penyakit menahun maupun infeksi juga mampu menjadi penyebab kasus kematian ibu. Pemenuhan gizi untuk ibu hamil pada dasarnya telah dilakukan pada setiap keluarga. Namun, kadar gizi dalam makanan yang dibutuhkan bumil belum sepenuhnya dikuasai oleh masing-masing individu yang bersangkutan.
2. Status reproduksi
Hampir semua bulin yang mengalami kematian maternal merupakan usia berisiko untuk melahirkan. Jarak antar kehamilan rata-rata berkisar 2 tahun, dan untuk jumlah kelahiran yang pernah dialamai oleh rata-rata hanya 2 kali kelahiran.
3. Perilaku Sehat Perilaku sehat bumil pada dasarnya sudah cukup baik, pemeriksakan kehamilan rata-rata telah dilakukan lebih dari 4 kali. Pemilihan tempat pemeriksaan dan pertolongan persalinan sudah diupayakan di tempat dengan fasilitas yang memadai. Namun, hal tersebut tidak diikuti kesadaran akan pentingnya kesehatan kehamilan yang di mulai dari hal-hal kecil, seperti mengikuti anjuran tenaga kesehatan yang menangani bumil bersangkutan.
4. Status perempuan dalam keluarga
Tingkat pendidikan perempuan belum tentu berpengaruh pada pengetahuan pada kesehatan kehamilan. Perempuan belum sepenuhnya mampu mengambil keputusan terkait kesehatan reproduksi mereka. Tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang kesehatan kehamilan akan mempengaruhi keputusan yang diambil dengan kesesuaian kebutuhan yang sebenarnya.
5. Status keluarga dalam masyarakat
Status ekonomi keluarga yang terdiri dari penghasilan, pendidikan dan pekerjaan keluarga sangat mempengaruhi keselamatan ibu. Keluarga yang memiliki status rendah cenderung tidak mampu menghadapi keadaan yang menuntut kecepatan dalam pengambilan keputusan untuk menyelamatkan nyawa ibu saat terjadi komplikasi persalinan.
Sumber: Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
98
Tabel 3.8
Matriks Hasil Penelitian Faktor Sekunder Elemen Dasar
Keselamatan dan Kesejahteraan Ibu
No Variabel Hasil Penelitian (1) (2) (3)
1. Akses terhadap pelayanan kesehatan
Terkait ketersediaan pelayanan, sudah banyak pelayanan persalinan yang coba dipenuhi di lingkup Kecamatan Banjarsari. Namun, pada sisi ketersediaan jumlah tenaga kesehatan di wilayah perbatasan Banjarsari masih mengalami keterbatasan sehingga menghambat upaya penyelamatan pasien gawat darurat. Masalah keterjangkauan juga menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Hal ini terutama terkait dengan masalah jarak.
2. Kesiagaan dalam masyarakat
Kesiagaan dalam masyarakat hanya sebatas dibangun pada tataran kader GSI. Perhatian masyarakat kurang begitu terwujud karena beberapa alasan. Salah satunya adalah lingkungan modern masyarakat perkotaan.
3. Hubungan interpersonal petugas
Tidak semua kader mampu membangun hubungan interpersonal yang aktif. Hanya beberapa wilayah di Kecamatan Banjarsari yang memiliki kader yang aktif dan terus memantau bumil, bulin di wilayah masing-masing.
4. Pemanfataan terhadap pelayanan
Tidak semua bumil, bulin dan bufas dapat memanfaatkan pelayanan dari GSI. Pelayanan yang diperoleh bagi kelompok sasaran tergantung dari keaktifan kader untuk melakukan pemantauan. Jika bumil dan bulin tidak terpantau oleh kader maka pelayanan kesehatan dalam tataran GSI di level Kecamatan tidak dapat dimanfaatkan oleh bumil dan bulin tersebut.
5. Sistem rujukan Kasus kematian maternal di wilayah Kecamatan Banjarsari, 5 diantaranya mengalami rujukan. Bahkan, terdapat 2 kasus yang melewati rujukan lebih dari 2 kali proses. Keterlambatan dalam rujukan yang dilakukan disinyalir memperburuk penyelamatan ibu bersalin.
Sumber: Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
99
2. Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di
Kecamatan Banjarsari Surakarta
Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kota Surakarta telah mengembangkan pilar
Desa Siaga di masing-masing kelurahannya. GSI merupakan suatu kegiatan yang
lebih bersifat gotong royong, kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat yang
berkesinambungan. Sebagai gerakan nasional GSI membutuhkan partisipasi
semua pihak, instans pemerintah maupun masyarakat dan utamanya semua
keluarga di Indonesia. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan dr.
Siti Wahyuningsih, M.Kes berikut:
“GSI di beberapa kelurahan di Kota Surakarta menjadi tergantung pada stimulan pemerintah kota dan berhenti karena ada program-program kesehatan dan kemasyarakatan yang lain. Padahal GSI merupakan bentuk tanggungjawab masyarakat, meskipun kesehatan sendiri merupakan tanggungjawab pemerintah, swasta dan masyarakat. Oleh karena itu GSI perlu terus ditumbuhkan dengan pembinaan dari DKK Surakarta”.44 Dalam konteks penelitian ini, kualitas pemenuhan kebutuhan gender akan
dikategorikan dalam empat klasifikasi yaitu, pemenuhan kebutuhan praktis
gender, pemenuhan kebutuhan strategis gender, pemenuhan kebutuhan praktis dan
strategis gender dominan kebutuhan praktis gender dan pemenuhan kebutuhan
praktis dan strategis dominan kebutuhan strategis gender. GSI sudah merupakan
kebijakan responsif gender dengan kategori affirmative action. Kebijakan
dikatakan affirmative action jika menetapkan secara tegas sasaran kebijakan untuk
perempuan saja (Nurhaeni, 2009:16).
44 Disampaikan dalam Forum Obrolan Masyarakat di Rumah Aspirasi pada tanggal 25 Januari
2011 jam 20.00 – 21.30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
100
Dalam GSI kecamatan hanya menjadi semacam forum dalam koordinasi,
dan seluruh pelaksanaan ada di wilayah GSI kelurahan. Uraian lebih lanjut
pelaksanaan dan identifikasi pemenuhan kebutuhan gender dalam GSI akan
penelitin bahas sebagai berikut:
Di Kecamatan Banjarsari, kepedulian perangkat kecamatan dan kelurahan
pada pentingnya keselamatan ibu dari kematian maternal dimulai sejak tahun
2004. Yang menarik perhatian adalah hampir seluruh kelurahan di Kecamatan
Banjarsari memiliki peran aktif yang sama dalam upaya menurunkan AKI.
Sebelas dari tiga belas kelurahan yaitu Kelurahan Nusukan,
Mangkubumen, Setabelan, Gilingan, Manahan, Banyuanyar, Kestalan, Sumber,
Kadipiro, Ketelan dan Punggawan memiliki kreasi kegiatan GSI yang sama. pada
dua belas kelurahan tersebut, pengelolaan GSi di dominasi dengan pemenuhan
kebutuhan praktis dan dari isi kebijakan dapat diidentifikasi satu kegiatan yang
mengacu pada pemenuhan kebutuhan strategis gender. Lebih jelasnya,
rekapitulasi kebijakan GSI di masing-masing kelurahan beserta analisis gendernya
dapat dilihat dalam tabel 3.9 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
101
Tabel 3.9
Rekapitulasi Ananlisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kecamatan
Banjarsari
Kelurahan Isi Kebijakan Aspek Pemenuhan
Keterangan
(1) (2) (3) (4)
Kadipiro, Nusukan, Gilingan, Setabelan, Kestalan, Ketelan, Punggawan, Mangkubumen, Manahan, Sumber dan Banyuanyar
Pendataan ibu hamil dan pengkajian permasalahan ibu hamil
Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi merupakan intervensi jangka pendek
Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat
Pemenuhan kebutuhan strategis gender
Intervensi yang ditujukan lebih mengarah pada intervensi jangka panjang yang mampu mengubah pola relasi gender
Pemberian bantuan non-medis (dana social bersalin, ambulan desa, donor darah)
Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi merupakan intervensi jangka pendek
Menggali sumber dana sosial bersalin
Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi merupakan intervensi jangka pendek
Sumber: Data Sekunder
Kegiatan GSI di Kelurahan Timuran sama dengan kegiatan GSI di sebelas
kelurahan di atas, hanya saja ditambahkan dengan upaya peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan bagi bumil dari polindes hingga rumah sakit rujukan. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
102
tersebut, jika dianalisis maka kegiatan mencoba memenuhi kebutuhan strategis
gender. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi bumil membutuhkan
strategi yang panjang, karena kesehatan perempuan perlu memperhatikan suara-
suara perempuan demi mencapai keselamatan dan kesejahteraan ibu. Kelurahan
Keprabon memiliki kreasi kegiatan yang paling berbeda dari sebelas kelurahan
yang telah disebutkan di atas. Kegiatan GSI di Kelurahan Keprabon antara lain
dalam tabel 3.10 berikut:
Tabel 3.10
Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI
di Kelurahan Keprabon Banjarsari Surakarta
Isi Kebijakan Aspek Kebutuhan Gender Keterangan (1) (2) (3)
Pendataan ibu hamil Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi
Pengorganisasian dasolin, ambulan desa donor darah, kemitraan dukun bayi dengan bidan.
Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi.
Pengorganisasian Suami Siaga
Pemenuhan kebutuhan strategis gender
Intervensi yang ditujukan lebih mengarah pada intervensi jangka panjang yang mampu mengubah pola relasi gender.
Pemantauan bumil Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi.
Bantuan rujukan untuk bumil (jika diperlukan)
Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi.
Penyuluhan dan penyebaran informasi pada masyarakat
Pemenuhan kebutuhan strategis gender
Intervensi yang ditujukan lebih mengarah pada intervensi jangka panjang yang mampu mengubah pola relasi gender
Membentuk Pondok Sayang Ibu (jika diperlukan)
Pemenuhan kebutuhan praktis gender
Intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi kesiagaan komplikasi.
Sumber: Data Sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
103
Dalam pelaksanaan GSI di lapangan kegiatan yang dilakukan dominan
pada pendataan ibu hamil, melakukan penyuluhan dan pembinaan kepada
masyarakat dalam forum pertemuan secara teratur yang bertujuan meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat, dan membantu aspek-aspek non medis
anggota masyarakat yang mengalami kesulitan dalam persalinannya seperti
menggalang dana bersalin, menggalang sumbangan donor darah, menyediakan
ambulan desa. Hal ini dibetulkan oleh Ibu Siti Rokhaya, Staf Kesmas Kecamatan
Banjarsari pada saat dilakukan wawancara di Kantor Kecamatan Banjasari.
Pengelolaan GSI oleh para satgas GSI berdasarkan aturan formalitas yang
ada, menunjukkan bahwa GSI pada tingkat perangkat kelurahan memenuhi
kebutuhan gender dengan pemenuhan kebutuhan praktis gender.
Kegiatan GSI di tingkat kelurahan Kecamatan Banjarsari sebagaimana
disebutkan di atas, secara mendalam dijelaskan penulis sebagai berikut:
1) Pendataan dan Pemetaan
Pelaksanaan di lapangan kegiatan GSI di kelurahan dominan dalam
kegiatan pertama, pendataan dan pemetaan ibu hamil. Dalam pengerjaannya,
pendataan ibu hamil dilakukan dalam kegiatan posyandu atau pihak puskesmas
langsung yang melakukan pendataan terhadap ibu hamil yang melakukan
kunjungan pemeriksaan kehamilan di puskesmas. Tujuan dari pendataan ini yaitu
untuk memantau ibu hamil dan persebaran lokasinya sehingga kemungkinan
resiko tinggi dan kegatdaruratan dapat diminimalisir sedini mungkin. Pembuatan
peta ibu hamil dibagi menjadi tiga kategori, dapat dilihat dalam bagan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
104
Gambar 3.5 Kategori Pemetaan Ibu Hamil (Bumil)
Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil evaluasi pada tahun 2008 sistem pencatatan dan
pelaporan belum optimal, sehingga pada tahun 2009 mulai dibentuk adanya:
Pertama, sistem jejaring antara Dinas Kesehatan dengan seluruh Rumah Sakit dan
Rumah Bersalin di Kota Surakarta dalam pelaporan kejadian kematian ibu.
Kedua, sistem survailance dalam pelacakan kematian. Ketiga, mitra Informasi di
setiap kelurahan (Profil Kesehatan Kota Surakarta, 2010: 26-27).
Selama penelitian dilakukan peta bumil ditemui di ruang kerja bidan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas dan bidan praktek swasta (BPS) untuk
memudahkan pemantauan yang selanjutnya koordinasi terus berlangsung antara
petugas kesehatan dan Satgas GSI Kelurahan. Proses pendataan dilakukan melalui
mitra informasi. Dalam Gambar berikut dapat kita lihat struktur sistem pencatatan
dan pelacakan kasus kematian maternal:
Kategori pemetaan bumil
Bumil sehat
Bumil dengan faktor resiko
Bumil resiko tinggi (Resti)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
105
Gambar 3.6
Struktur Pencatatan dan Pelacakan
Sumber : Data Primer Ket : Alur pelacakan Alur pelaporan 2) Bantuan Non-Medis (Ambulan Desa, Dana Sosial Bersalin, Donor Darah)
Masalah mendasar yang dihadapi oleh ibu hamil dan keluarganya adalah
tidak cukupnya dana biaya persalinan. Dana Tabungan Bersalin tersebut
dikumpulkan oleh masing-masing kelurahan dengan besar Rp 3.000,00 per Rukun
Tetangga. Sedangkan untuk distribusinya, setiap kelurahan memiliki mekanisme
pengorganisasian dana sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah, karena
tidak semua kelurahan di Kecamatan Banjarsari memiliki jumlah Rukun Tetangga
yang sama.
Rumah Sakit
Kader GSI di Masyarakat
Bidan Praktek Swasta
UPTD Dinas Kesehatan Kota (Puskesmas)
Dinas Kesehatan Kota Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
106
Tabel 3.11
Besaran Dana Sosial Bersalin (Dasolin)
No Besaran Dana Pemanfaatan (1) (2) (3)
1. Rp 100.000 – Rp 250.000 Persalinan normal pada keluarga miskin
2. Rp 300.000 – Rp 1.000.000 Persalinan dengan komplikasi atau kegawatdaruratan
Sumber: Data Primer
Sayangnya, pengorganisasian dana bersalin diberikan setelah bulin
melahirkan, sedangkan upaya pemberian selama pemantauan pada bumil resti atau
bumil dengan faktor resiko serta bumil gakin belum dilakukan dalam pelaksanaan
GSI. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Sutoyo, kader GSI sebagai berikut:
“Dana dasolin nanti biasanya kita menjenguk bareng-bareng sekaliyan
memberikan dana bersalin bagi bulin risti dan dari gakin”.45
Selain Kader GSI dari Banyuanyar, Ibu Angger Kader GSI dari Kelurahan
Mangkubumen juga mengungkapkan hal yang sama: “Kalau untuk dana GSI
untuk ibu bersalin, kita dapat dana dari DPK atau blockgrant itu sebesar 5 juta,
nah untuk dana bersalin yang swadaya kita kumpulkan per RT 3.000 rupiah.”46
Diamini oleh kedua kader GSI tersebut, bahwa pemberian dasolin harus
diawali dengan pelacakan informasi dari kader yang lain, tanpa informasi yang
mengawali dasolin tidak dapat diberikan. Diperlukan keaktifan kader GSI untuk
mengoptimalkan setiap fokus kegiatannya terutama dasolin.
45 Wawancara pada tanggal 25 april 2011 di Kediamaan Ibu Sutoyo, Banyuanyar 46 Wawancara pada tanggal 28 April 2011 pukul 10.00 – 11.00 di rumah Ibu Angger,
Mangkubumen Kecamatan Banjarsari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
107
1.2 Penyuluhan Kesehatan
Selain kedua kegiatan di atas, kegiatan GSI yang lainnya adalah
penyuluhan terkait intensitas pemerikasakan kehamilan paling sedikit empat kali
pada masa kehamilan. Bagi ibu hamil muda dapat diberikan tambahan gizi, untuk
ibu hamil anemia masih bisa diberikan vitamin zat besi, supaya ibunya sehat, bayi
lahir sehat, normal. Ibu Rosalina Abdul Faqih, kader GSI Kelurahan Punggawan
menuturkan sebagai berikut: “Dalam forum PKK kita harus terus memberikan
sosialisasi terutama tentang GSI, Desa Siaga. Kita juga membantu dalam
penyuluhan perencanaan keluarga dengan program KB.”47
Hal senada diungkapkan oleh Ibu Sutoyo: “Dalam forum PKK setiap
bulan itu, selalu dilaporkan data ibu hamil, ada tidak bumil resti, dan selalu
diingatkan untuk aktif memeriksakan kehamilan.”48
Penyuluhan yang dilakukan oleh para kader GSI, dilakukan pula dengan
kunjungan rumah. Segala upaya tersebut, diharapkan mampu mendorong
kesadaran kesehatan reproduksi bumil dan mamapu menekan AKI secara jangka
panjang. Dingkapkan Ibu Angger sebagai berikut: “Kalau bisa kadernya itu harus
selalu aktif mendatangi door to door pada rumah ibu hamil risti dan aktif untuk
mengingatkan.”49
Kegiatan masyarakat berupaya untuk menjalin kerjasama erat dalam
menjaga kesehatan lingkungan. Namun, sayangnya dalam GSI sendiri tidak
mengagendakan kegiatan penyuluhan dalam bentuk sebuah forum khusus. Diakui
oleh Ibu Heni Bidan Puskesmas Gilingan bahwa forum khusus untuk mewadahi 47 Wawancara pada tanggal 5 Mei 2011 di Kediaman Informan 48 Wawancara pada tanggal 25 April 2011 di Kediaman Informan 49 Wawancara pada tanggal 28 April 2011 di Kediaman Informan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
108
GSI belum pernah ada. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Bidan Na’imul
Faizah: “Ada kegiatan Kelompok Pendukung Ibu (KPI), tapi itu bukan wadah
dari GSI hanya pendukung untuk kesuksesan GSI.”50
Tabel 3.12
Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI Oleh Petugas
Antara Teori dan Praktek
Jenis Pemenuhan Kebutuhan Teori Praktek
(1) (2) (3)
Pemenuhan Kebutuhan Praktis Gender
Mengorganisasikan dasolin
Dasoilin menjadi kegiatan dominan di seluruh kelurahan di Kecamatan Banjarsari terkait pelaksanaan GSI
Mengorganisasikan Donor Darah
Pelaksanaan di lapangan hanya sebatas pendataan calon donor darah untuk bulin.
Mengorganisasikan Ambulan Desa
Amanat ambulan desa hanya berhenti pada tataran formalitas yaitu SK pembentukan Satgas GSI Kelurahan.
Pendataan Ibu hamil, bersalin dan nifas
Kegiatan pendataan bumil, bulin dan bufas telah berjalan cukup baik. Telah terbentuk kerjasama dengan masyarakat dan petugas kesehatan.
Menyelenggarakan Pondok Sayang Ibu
Pondok Sayang Ibu hanya berhenti pada tataran formalitas.
Pemenuhan Kebutuhan Strategis Gender
Pelatihan kader Terdapat pelatihan yang dilakukan di bawah Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam waktu berkala 2 -3 bulan sekali.
Peningkatan ketrampilan, pengetahuan dan profesionalisme
Para tenaga kesehatan mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta maupun melalui organisasi lain.
Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat
Dalam GSI penyuluhan dan pembinaan hanya dilakukan dalam forum Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), sehingga menjadi kurang optimal
Pengoranisasian Suami Siaga
Praktek lapangan sangat sulit untuk terimplementasikan oleh kader.
Sumber: Data Primer
50 Wawancara pada tanggal 29 April 2011 di Puskesmas Banyuanyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
109
Dalam tataran keluarga nyatanya ditemukan tanggungjawab dalam
menjaga keselamatan ibu. Masyarakat kita selama ini cenderung memiliki
pemahaman bahwa laki-laki akan menjadi orang yang menentukan bagi
perempuan. Wawancara dengan Bidan Na’imul Faizah menyatakan, bahwa tidak
setiap orang merupakan kader Gerakan Sayang Ibu, tapi tanggungjawab perilaku
dan sikap yang mencerminkan sayang ibu harus tertanam dalam tiap keluarga dan
ibu yang tengah mengalami proses kehamilan dan persalinan itu sendiri untuk
menjaga keselamatan ibu.
Dalam penelitian ini, responden yang diambil sebanyak 30 responden
sesuai landasan yang telah ditulis pada Metodologi Penelitian Bab I. Berikut
adalah gambaran karakteristik responden:
Tabel 3.13
Karakteristik Responden (30 Responden)
No Hal Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
1. Usia a. <20 tahun 0 0 b. 20 – 35 tahun 27 90 c. > 35 tahun 3 10
2. Pendidikan a. Tamat SD 2 6,7 b. Tamat SLTP 8 26,7 c. Tamat SLTA 13 43,3 d. Perguruan Tinggi 7 23,3
3. Status pekerjaan a. Ibu rumah tangga 18 60 b. Ibu pekerja 12 40
4. Jarak Pertolongan Persalinan a. < 1 km 7 23,4 b. 2 – 5 km 19 63,3 d. > 6 km 4 13,3
Sumber: Data primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
110
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa melihat usia responden yang
berhasil ditemui, paling besar pada usia produktif yaitu usia 20 – 35 tahun dengan
persentase sebesar 90 %. Kemudian, terkait pendidikan yang telah ditamatkan
responden. Masih banyak responden yang hanya menamatkan hingga 9 tahun
belajar yaitu sebesar 26,7%. Hal ini tentunya mampu mempengaruhi
kecenderungan kesehatan reproduksi nantinya. Sedangkan jumlah tertinggi yaitu
43,3% responden telah menamatkan hingga jenjang SLTA. Dalam penelitian ini,
responden yang berhasil banyak ditemui adalah para ibu rumah tangga yaitu 18
orang (60%). Kemudian terkait jarak lokasi temapt tinggal para responden dengan
temapt pertolongan persalinan paling banyak berada dengan jarak 2 – 5 km yaitu
terdapat 19 orang (63,3%), sedangkan untuk responden yang memiliki jarak yang
relatif jauh dari tempat pertolongan persalinan dengan lebih dari 6 km sebanyak 4
orang (13,3%).
Dalam masalah penghormatan pada sosok ibu, terkadang justru dapat
merugikan perempuan terutama terkait masalah kesehatan reproduksinya. Salah
satunya, dalam persoalan gizi keluarga. Makanan dalam keluarga biasanya
diutamakan untuk suami dan anak-anak daripada ibu. Dalam penelitian ini, masih
ditemui fenomena dimana pemenuhan gizi perempuan khususunya bagi bumil
masih diabaikan oleh sejumlah keluarga. Paling banyak responden memiliki
kecenderungan memenuhi kebutuhan gizi 4 sehat 5 sempurna ditandai dengan 20
responden (66,7%) menjawab pemenuhan gizi 4 sehat 5 sempurna selama masa
kehamilan mereka. Hanya 10% dari responden yang mengabaikan pemenuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
111
gizi selama kehamilan. Namun, hal tersebut tentunya menjadi kendala demi
mewujudkan keselamatan ibu. Tabel 3.14 menunjukkan hal tersebut.
Tabel 3.14
Kecenderungan Intensitas Pemeriksaan ANC, Pilihan tempat Persalinan, dan
Pemenuhan Gizi (30 Responden)
No Hal Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
1. Intensitas pemeriksaan ANC
a. > 10 kali 13 43,3
b. 5 – 9 kali 15 50
c. < 4 kali 2 6,7
2. Pilihan tempat persalinan
a. Rumah 0 0
b. Dukun bayi 0 0
c. Bidan delima 4 13,3
d. Bidan biasa 3 10
e. Rumah sakit 23 76,7
3. Pemenuhan gizi
a. Menu biasa (4 sehat) 3 10
b. Menu 4 sehat 5 sempurna 20 66,7
c. 4 sehat 5 sempurna dan vitamin 7 23,3 Sumber: Data Primer
Hasil penelitian ini menunkukkan bahwa dari diri masing-masing bumil
menyadari akan pentingnya penanganan yang cepat dan tepat terhadap kehamilan
dan persalinannya kelak. Intensitas jumlah pemeriksaan kehamilan telah
dilakukan setiap bulannya ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi pemeriksaan
lebih dari 10 kali. Selain itu, tingginya pilihan pertolongan persalinan juga telah
direncanakan dan/atau dilakukan di rumah sakit sebanyak 76,7%, menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
112
tingginya kesadaran bumil, bulin dan bufas serta keluarga terkait pemenuhan
kecepatan dan ketepatan persalinan.
Masalah lainnya adalah kasus pengambilan keputusan dalam keluarga
yang masih bergantung pada pihak kepala keluarga (dalam hal ini laki-laki).
Banyak perempuan hamil dan bersalin yang bermasalah tidak dapat mengambil
keputusan sendiri untuk menangani persoalannya karena menunggu keputusan
suaminya. Hasil penelitian, pengambilan keputusan demi mencapai kehamilan
yang sehat dan persalinan yang aman tidak hanya bergantung pada suami.
Beberapa responden mengaku bahwa pengambilan keputusan masih bergantung
pada pihak orang tua, yaitu sebayak 4 orang (13,3%). Namun, pengambilan
keputusan dari pihak suami masih menjadi dominan dalam penelitian ini ditandai
dengan sebanyak 50% keputusan kesehatan kehamilannya diambil oleh pihak
suami. Persoalan tersebut merupakan gambaran nyata bahwa peran gender tidak
seimbang sangat mempengaruhi lahirnya problem lain yang lebih berat
penyelesaiannya.
Tabel 3.15
Kecenderungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga
No Pihak Pengambil Keputusan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
1. Diri sendiri 11 36,7
2. Suami 15 50
3. Lain-lain 4 13,3
Total 30 100 Sumber: Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
113
Dalam keluarga yang harmonis yang berhasil ditemui di lapangan
menunjukkan bahwa suami bersedia untuk memberikan dukungan dalam masa
kehamilan istri. Hal tersebut ditandai sebanyak 73,3% responden pemeriksaan
kehamilannya diantar oleh suami. Hal ini berbanding lurus dengan temuan di atas,
meskipun pengambilan keputusan masih didominasi oleh pihak suami, tetapi
suami juga memberikan dukungan untuk persoalan pemeriksaan kehamilan istri.
Tabel 3.16
Kecenderungan Pola Relasi Gender Perawatan Kesehatan Kehamilan
pada Level Keluarga (30 Responden)
No Hal Jumlah % (1) (2) (3) (4)
1. Pengantar pemeriksaan ANC
a. Diri sendiri 5 16,7
b. Suami 22 73,3
c. Lain-lain 3 10
2. Pola waktu makan
f. Terlebih dahulu 28 93,3
g. Setelah anggota keluarga lain 2 6,7 Sumber: Data Primer
Jawaban lain-lain dalam hasil pemetaan kecenderungan pengantar
pemeriksaan ANC antara lain para ibu hamil yang menjawab hal tersebut diantar
oleh orang tuanya. Hal tersebut setelah dilakukan indept interview disebabkan
oleh kurang harmonisnya keluarga. Menghentikan kekerasan dalam rumah tangga
dapat menjadi upaya membangun keluarga yang sehat. Sehingga ketika menjalani
peran reproduksinya para perempuan dapat menjalani dengan sehat dan
melahirkan generasi yang sehat pula. Dalam penelitian ini, kasus KDRT terutama
pada masa kehamilan ditemui dalam 2 keluarga yang berbeda. Kasus KDRT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
114
terjadi hanya sebatas pada kekerasan psikologi terhadap perempuan. Sikap yang
tak mampu saling menjaga emosi menjadi pemicu kekerasan. Diungkapkan oleh
Orang Tua dari pasangan suami istri Sugeng Ariyanto dan Riri Andrean sebagai
berikut: “Biasanya anak saya ini memang suka marah-marah sama suaminya.
Suaminya juga suka marah-marah Mbak. Untuk mengatasinya, saya yang
nenggahi.”51 Hal tersebut terbukti dari hasil observasi yang memperlihatkan
pengantar pemeriksaan ANC adalah orang tua dari ibu hamil bersangkutan.
Persoalan pemenuhan makanan bagi ibu hamil sudah optimal dalam level
keluarga, hal tersebut terlihat dari dominannya pola makan ibu hamil yang makan
lebih awal dari suami dan anggota keluarga lainnya. Namun, adapula ibu hamil
yang makan setelah suami dan anggota keluarga yang lain. Diakui oleh Ibu
Septiana Pertiwi bahwa hal tersebut dikarenakan rumah tangganya masih tinggal
bersama mertua. Hal serupa dengan alasan berbeda diakui oleh Ibu Kristina:
“kalau sarapan saya memang paling akhir, nunggu suami dan anak makan dulu.
Setelah mereka berangkat baru giliran saya yang ambil makan.”52
Tanggungjawab yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam
meningkatkan kualitas kesehatan reproduksinya, langkah awal yang dapat
dilakukan adalah merencanakan keluarga. Pembatasan kelahiran dan membuat
jarak kelahiran, baik untuk menjaga kesehatan ibu. Mengingat setiap kehamilan
membawa resiko kesehatan yang potensial bagi ibu, walaupun ibu tersebut terlihat
sehat dan beresiko kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan
kehamilan telah banyak ditemui dalam keluarga. Namun, kecenderungan angka
51 Wawancara pada tanggal 13 April 2011 saat ditemui di Puskesmas Gambirsari 52 Wawancara pada tanggal 19 Mei 2011 di Kediaman Ibu Kristina
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
115
untuk kehamilan tidak terencana juga tergolong besar yaitu mencapai 33,3% dari
jumlah responden. Berikut hasil pemetaan kecenderungan perencanaan kehamilan
oleh keluarga dapat dilihat pada tabel 3.17:
Tabel 3.17
Kecenderungan Perencanaan Kehamilan oleh Keluarga
No Perencanaan Kehamilan Jumlah %
(1) (2) (3) (4)
1. Kehamilan terencana 20 66,7
2. Kehamilan tidak terencana 10 33,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer
Persoalan lain adalah proses kehamilan yang dilalui oleh perempuan.
Dalam kondisi yang setara perempuan dan laki-laki seharusnya memiliki
tanggungjawab yang sama. Keterlibatan suami dalam kesehatan ibu dan
kehamilan serta persalinan dibutuhkan, karena kehamilan bukan beban milik
perempuan semata. Membantu meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
bumil, suami dapat mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang
baik. Menyediakan biaya, transportasi, dan motivasi untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan oleh seorang suami. Dengan demikian,
sorang suami ikut mewujudkan status perempuan yang setara pada masa
kehamilan sekalipun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tataran keluarga, suami dan
anggota keluarga yang lain(orang tua) turut memberikan peran aktif dalam
kehamilan dan persalinan perempuan. Dukungan suami dalam menyiapkan biaya,
donor darah dan transportasi nyatanya memiliki modus tertinggi dari hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
116
pemetaan. Hal perlu diwaspadai dalam mewujudkan upaya keselamatan ibu demi
menekan AKI yaitu pada tataran persiapan teknis mereka. Banyak dari ibu hamil
dan keluarga yang hanya siap terkait biaya persalinan tanpa diikuti dengan
persiapan donor darah dan transportasi. Hal tersebut terlihat dari kecenderungan
responden yang telah menyiapkan biaya persalinan sebanyak 93,3% diikuti
73,3% responden telah menyiapkan transportasi menuju tempat persalinan tetapi
untuk responden yang telah menyiapkan donor darah hanya sebanyak 30 %.
Masalah kebutuhan donor darah ternyata dalam hasil penelitian ini menunjukkan
kecenderungan responden masih banyak yang mengabaikannya. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 3.18 berikut:
Tabel 3.18
Kecenderungan Persiapan Kehamilan dan Persalinan dalam Keluarga
(30 Responden)
No Hal Persiapan Pihak yang Menyiapkan
Sudah siap Belum siap Diri Sendiri Suami Lain-lain
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Biaya 28 (93,3%)
2 (6,7%)
2 (7,1%)
25 (89,3%)
1 (3,6%)
2. Donor darah 9 (30%)
21 (70%)
0 (0%)
6 (66,7%)
3 (33,3%)
3. Transportasi 22 (73,3%)
8 (26,7%)
1 (4,6%)
16 (72,7%)
5 (22,7%)
Sumber: Data Primer
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada kenyataannya pemenuhan
kebutuhan strategis gender bumil, bulin dan bufas masih sangat kurang dan
terbatas. Pada umumnya bantuan dan pelayanan untuk bumil, bulin dan bufas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
117
masih sebatas pada pemenuhan kebutuhan praktis ibu saja, dimana pelayanan
yang diberikan dalam GSI di tingkat kecamatan diprioritaskan untuk membantu
aspek teknis operasional dari persalinan ibu. Hal tersebut dapat dilihat pada
bantuan yang diberikan hanya pada aspek finansial, saran transportasi, cakupan
pemeriksaan kehamilan dan gizi ibu hamil.
Sedangkan pemenuhan kebutuhan gender strategis yang berkaitan dengan
pemilihan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan secara tidak langsung
beberapa kasus telah memenuhinya di dalam keluarga masing-masing. Pemberian
jaminan keselamatan persalinan dan kehamilan dari GSI memang belum cukup
menjamin sepenuhnya terhadap hak-hak kesehatan reproduksi perempuan. Hanya
beberapa keluarga yang sadar akan perencanaan kehamilan. Dalam hal ini masih
banyak para istri yang tidak bisa menentukan kehamilan sesuai dengan
keinginannya, dan hal ini bisa terjadi karena kontrol penuh suami atas istri yang
pada akhirnya bisa menimbulkan ketidakadilan yang menimpa pihak perempuan
(beban kehamilan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
118
Tabel 3.19
Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI Level Keluarga
Antara Teori dan Praktek
No Jenis Kebutuhan Teori Temuan Lapangan (1) (2) (3) (4)
1. Kebutuhan Praktis Gender
Memeriksaan kehamilan minimal 4 kali
Kecenderungan dari 30 responden telah melakukan pemeriksaan kehamilan 6 – 10 kali dengan bukti sebesar 50% menjawab kecenderungan tersebut. Menunjukkan bahwa mereka peduli dengan perkembangan kesehatan kehamilannya.
Melakukan persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai,
Kecenderungan 76,7% responden telah memilih tempat pertolongan persalinan di rumah sakit. Hal tersebut, menunjukkan bahwa kecenderungan kelompok sampel mencari penolong dan fasilitas kesehatan yang memadai.
Mengetahui kebutuhan gizi;
Persoalan pemenuhan gizi dalam keluarga hasil pemetaan menunjukkan bahwa istri/ibu hamil telah didahulukan. Terbukti dengan kecenderungan responden sebesar 93,3% mereka makan terlebih dahulu dari anggota keluarga yang lain. Terkait pemenuhan gizi 66,7% responden cenderung memenuhi makanan 4 sehat 5 sempurna dan sebesar 23,3% responden menambah 4 sehat 5 sempurna dengan vitamin ataupun suplemen.
Suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga)
Kesiagaan suami dalam tanggungjawab kehamilan seorang perempuan hasil penelitian menunjukkan persentase yang tinggi. Kesiagaan suami dalam mengantar pemeriksaan kehamilan sebesar 73,3%, kesiagaan suami dalam menyiapkan biaya persalinan sebesar 89,9%, persiapan donor darah sebesar 66,7% dan dalam persiapan transportasi sebesar 73,3%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
119
Mempersiapkan donor darah, biaya persalinan dan kendaraan/ambulans desa
Para ibu hamil dan keluarga ternyata cenderung mempersiapkan biaya persalinan tanpa diikuti perhatian yang tinggi dalam mempersiapkan donor darah dan transportasi menuju tempat persalinan. Terbukti 93,3% responden telah mempersiapkan biaya persalinan, diikiuti 73,3% responden telah menyiapkan transportasinya. Namun untuk persiapan donor darah hanya 30% respinden yang telah mempersiapkannya
2. Kebutahan Strategis Gender
Mengusahakan agar tiap kehamilan merupakan kehamilan yang direncanakan
66,7% responden menjawab bahwa kehamilannya merupakan kehamilan terencana.
Memahami kesetaraan keadilan gender;
Keadilan dan kesetaraan gender telah terimplementasi dalam keluarga yang harmonis di penelitian ini
Perempuan mampu mengambil keputusan ;
Kecenderungan dari kelompok sampel yang diambil keputusan masih di tangan suami dilihat dari 50% responden menjawab demikian. Hanya 36,7% responden mampu mengambil keputusan dalam perawatan kesehatan kehamilannya.
Mampu mencegah kekerasan dalam rumah tangga.
Hasil penelitian ini menemukan 2 kasus kekerasan psikologis terhadap perempuan hamil dari 30 responden yang diambil di Kecamatan Banjarsari.
Sumber: Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
120
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan,
Angka Kematian Ibu (AKI) di Kecamatan Banjarsari cenderung masih tinggi
karena adanya elemen dasar keselamatan ibu yang belum mampu terpenuhi antara
lain:
1. Faktor Primer Elemen Dasar Keselamatan Ibu
Faktor keselamatan pada bumil, bulin dan bufas dari penelitian ini
didapatkan jawaban bahwa hal tersebut lebih tergantung pada faktor primer.
Faktor primer yang mencakup status kesehatan, status reproduksi, perilaku
sehat, status perempuan dalam keluarga dan status keluarga dalam masyarakat
sangat memberi pengaruh dominan dalam upaya penurunan AKI.
Komplikasi pada kehamilan ataupun persalinan sebelumnya dan
kondisi penyakit menahun maupun infeksi nyatanya menjadi sebab beberapa
kasus kematian ibu di lingkup Kecamatan Banjarsari Surakarta. Pengetahuan
pada kadar gizi dalam makanan yang dibutuhkan bumil perlu dikuasai oleh
masing-masing individu yang bersangkutan untuk mencegah faktor resiko pada
ibu hamil.
Kasus kematian maternal di Kecamatan Banjarsari tahun 2009
menunjukkan hampir semua ibu bersalin berusia 35 tahun ke atas yang
merupakan usia berisiko untuk melahirkan. Jarak antar kehamilan rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
121
berkisar 2 tahun. Temuan tersebut, jelas membuktikan bahwa bulin yang
mengalami kematian maternal di wilayah Banjarsari Surakarta masing-masing
merupakan kehamilan resiko tinggi.
Perilaku sehat bumil yang pada akhirnya mengalami kematian
maternal sudah cukup baik. Mereka telah rajin memeriksakan kehamilan rata-
rata lebih dari 4 kali, meskipun 2 kasus bulin meninggal hanya memeriksakan
kurang dari 4 kali. Pemilihan tempat pemeriksaan dan pertolongan persalinan
sudah diupayakan di tempat dengan fasilitas yang memadai. Namun, hal
tersebut tidak diikuti kesadaran akan pentingnya kesehatan kehamilan yang di
mulai dari hal-hal kecil, seperti mengikuti anjuran tenaga kesehatan yang
menangani bumil bersangkutan selama kehamilannya.
Perempuan belum sepenuhnya mampu mengambil keputusan terkait
kesehatan reproduksi mereka. Tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan
tentang kesehatan kehamilan akan mempengaruhi keputusan yang diambil
terkait kesesuaian kebutuhan persalinan yang sebenarnya. Selain itu, status
ekonomi keluarga yang terdiri dari penghasilan, pendidikan dan pekerjaan
keluarga sangat mempengaruhi keselamatan ibu. Keluarga yang memiliki
status ekonomi rendah dalam penelitian ini cenderung tidak mampu
menghadapi keadaan yang relatif dituntut kecepatan saat pengambilan
keputusan untuk menyelamatkan nyawa ibu dengan komplikasi persalinan.
2. Faktor sekunder Elemen Dasar Keselamatan dan Kesejahteraan Ibu
Faktor sekunder dirasa telah terdapat upaya cukup optimal dalam
menekan AKI. Hal tersebut terlihat dari penjelasan beberapa variabel. Akses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
122
terhadap pelayanan kesehatan telah diupayakan oleh semua stakeholders.
Namun, ketersediaan jumlah tenaga kesehatan di wilayah perbatasan
Kecamatan Banjarsari masih mengalami keterbatasan sehingga menghambat
upaya penyelamatan pasien kegawatdaruratan obstetri. Masalah
keterjangkauan terutama terkait dengan masalah jarak menjadi penghambat
masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan.
Kesiagaan dalam masyarakat untuk menyelamatkan ibu hamil, ibu
bersalin dan ibu nifas dari ancaman kematian hanya sebatas dibangun pada
tataran kader GSI. Namun, yang menjadi garis bawah bahwa tidak semua
kader mampu membangun hubungan interpersonal yang aktif. Pelayanan yang
diperoleh bagi kelompok sasaran tergantung dari keaktifan kader untuk
melakukan pemantauan. Jika bumil dan bulin tidak terpantau oleh kader maka
pelayanan kesehatan dalam tataran GSI tidak dapat dimanfaatkan oleh bumil
dan bulin tersebut. Dalam segi sistem rujukan, keterlambatan dalam rujukan
yang dilakukan disinyalir memperburuk penyelamatan ibu bersalin.
3. Pemenuhan Kebutuhan Gender
Terdapat kesamaan dominasi pemenuhan kebutuhan gender baik
secara formalitas peraturan dalam ranah kerja Satgas GSI maupun dalam
tataran keluarga. Pemenuhan kebutuhan praktis gender yang diselenggarakan
dalam Kecamatan Sayang Ibu di Banjarsari Surakarta secara keseluruhan telah
berjalan dengan baik. Berikut ini penjelasannya lingkup pengelolaan
pemenuhan kebutuhan gender oleh Satgas GSI dan pada lingkup keluarga
sudah memperlihatkan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
123
1) Dalam tataran pelaksanaan melalui Satgas GSI Kelurahan tidak
terpenuhinya kebutuhan strategis gender disebabkan kegiatan yang
menjadi dominan, seperti adanya dasolin, pencatatan dan pelacakan,
pemyuluhan intensitas pemeriksaan kehamilan. Namun, pelaksanaan
ambulan desa dan donor darah oleh petugas GSI hanya berhenti pada
tataran formalitas kebijakan melalui SK Pembentukan Satgas GSI
tingkat kelurahan.
Kegiatan dominan dalam GSI melalui Satgas Kelurahan pada
umumnya lebih menekankan intervensi jangka pendek yang ditujukan
untuk mengatasi komplikasi obstetri. Hal tersebut berdampak pada
kualitas dan kuantitas pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki
bumil, bulin dan bufas sehingga bisa menimbulkan permasalahan lain
ketika bumil, bulin dan bufas tersebut mengalami kelainan kehamilan
maupun pasca persalinan. Dalam pelaksanaan GSI melalui Satgas GSI
aspek kebutuhan gendernya adalah pemenuhan kebutuhan praktis
gender.
2) Pada lingkup paling kecil di masyarakat, yaitu keluarga kebutuhan
strategis gender terdapat dalam hasil penelitian ini antara lain masalah
perencanaan kehamilan dimana 66,7% responden telah melakukan
perencanaan kehamilan dan angka kekerasan dalam rumah tangga
yang hanya ditemui dalam 2 keluarga dari 30 sampel yang diambil.
Secara tidak langsung keperdayaan perempuan telah tumbuh dalam
lingkungan keluarga sebagai upaya penyelamatan bumil, bulin dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
124
bufas dari ancaman kematian maternal. Namun, pemenuhan kebutuhan
gender masih dominan pada pemenuhan kebutuhan praktis. Aspek
pemenuhan kebutuhan gender dalam keluarga yaitu, telah terdapat
pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dominan
pemenuhan kebutuhan pratis gender.
Terdapat hubungan antara faktor kesealamatan ibu dengan pemenuhan
kebutuhan gender. Karena masih dominannya pemenuhan kebutuhan praktis yang
bertujuan untuk menangani komplikasi saat terjadi persalinan, maka faktor-faktor
yang bersala dari keluarga seperti kesetaraan gender, tingkat pengetahuan yang
sama antara suami istri terkait masalah kesehatan reproduksi masih jauh dari yang
diharapkan untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI). Selain itu, peningkatan
Aki secara tajam pada tahun 2009 di Kota Surakarta, juga disebabkan karena
adanya perkembangan dalam system pencatatan dan pelacakan kematian Ibu.
B. Saran
Hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa rekomendasi
yang peneliti ajukan agar GSI dapat berkontribusi lebih baik lagi agar upaya
penurunan AKI dan sebagai bahan masukan serta pertimbangan bagi stakeholders.
Beberapa rekomendasi yang diajukan tersebut antara lain:
1. Target utama GSI di tingkat keluarga adalah pemberdayaan suami agar
lebih perhatian terhadap istri. Oleh karena itu, persepsi mengenai
kesetaraan gender perlu diberikan melalui lembaga formal maupun non
formal. Sehingga, posisi perempuan tidak selalu tersubordinasi terhadap
laki-laki. Hal ini akan membantu perempuan dalam pengambilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
125
keputusan untuk kesehatan reproduksinya, membantu kepercayaan diri
perempuan selama masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Selain itu juga mampu menghindari tindakan kekerasan oleh pasangan
suami isrti dalam rumah tangga.
2. Pendidikan kesehatan reproduksi perlu diberikan untuk laki-laki untuk
mewujudkan kesetaraan gender. Jika selama ini informasi terkait Gerakan
Sayang Ibu hanya diberikan dalam forum PKK maka, hal tersebut perlu
dirubah menjadi suatu forum GSI tersendiri yang memberikan arahan pada
laki-laki dan perempuan mengingat pentingnya keselamatan ibu hamil,
bersalin dan nifas untuk menekan AKI.
3. Kegiatan GSI tidak hanya bersifat anjuran (advokasi) semata, tetapi perlu
dikembangkan hingga bersifat holistik. GSI diharapkan mampu
menyentuh dan ikut menyelesaikan persoalan mendasar di tingkat keluarga
yaitu ekonomi, melalui peningkatan ekonomi keluarga.
4. Satgas GSI perlu lebih meningkatkan kinerja dan empati dari petugas pada
khususnya dan/atau masyarakat luas pada umunya. Hal ini terutama dalam
hal pemberian dasolin yang kurang cepat dan perlu melewati mata rantai
birokrasi yang panjang. Jaminan kesehatan PKMS yang diberikan
pemerintah ternyata belum cukup membantu bagi keluarga miskin (gakin)
saat terjadi komplikasi persalinan.
5. GSI perlu direvitalisasi kembali dan dilanjutkan pada beberapa wilayah
kelurahan di Kecamatan Banjarsari, karena kurang keaktifan dari para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
126
kader. Pengembangan dan peningkatan kualitas dan kinerja perlu untuk
memaximalkan GSI di lapangan.
6. Perlu diberikan sistem reward bagi para Satgas GSI yang merupakan mitra
informasi pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota. Sehingga, para
Satgas mampu lebih berperan aktif di masyarakat lingkungannya. Perlu
dibangun jaringan kerja (networking) yang komunikatif dengan seluruh
lintas sektoral dalam upaya menurunkan AKI.
7. Berdasarkan temuan di lapangan Dinas Kesehatan kurang mengetahui
informasi dan kondisi terkait pelaksanaan GSI pada level paling bawah
yaitu level kelurahan. UPTD Dinas Kesehatan di Kecamatan yaitu
Puskesmas beberapa diantaranya juga kurang begitu terjalin komunikasi
antar kedua stakeholders GSI tersebut. Pengumpulan beragam informasi
dari level bawah perlu kembali dibangun untuk meningkatkan kinerja GSI,
karena pada dasarnya GSI merupakan kegiatan antara pemerintah, swasta
dan masyarakat untuk menurunkan AKI.
8. Pencatatan Audit Maternal Prenatal (AMP) perlu dilakukan secara tertib
administrasi setiap kali terdapat kasus kematian, sehingga tidak terdapat
lost case terkait Angka Kematian Ibu (AKI).
top related