disusun oleh: erose perwitasagi putra f0106003eprints.uns.ac.id/8663/1/180751511201102011.pdf ·...
Post on 29-Jan-2020
19 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU
TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN
SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
EROSE PERWITASAGI PUTRA
F0106003
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
NOVEMBER 2010
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ku persembahkan Untuk:
Ayah dan Ibu: Sagi Budi M &
Roose Diana M
Adik-adikku: Ian Fatah & M.
Ardiansyah
Keluarga besarku
Pendampingku:Vaulla Remaco S
Sahabat-sahabatku: dari EP
Holics, Fak.Ekonomi UNS,
F!team, Plasma4, Alumni kelas 2e
SMA4 Solo dan semua yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Motto
Bukannya sesuatu itu sulit sehingga kita tidak berani, tetapi karena kita tidak berani
maka sesuatu itu menjadi sulit
(Erose Perwita SP)
Perjuangan terberat dalam hidup ini adalah perjuangan untuk mengalahkan diri
sendiri dan kemenangan terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita dapat
mengalahkan diri sendiri
(Edward Sarjono)
Jika tidak ingin GAGAL, maka jangan IMPIKAN apapun, jangan lakukan apapun
dan jangan jadi apapun
(Leonard Sarjono)
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jika kita LUNAK terhadap diri sendiri maka KEHIDUPAN akan KERAS terhadap
diri sendiri, tetapi jika kita KERAS terhadap diri sendiri maka KEHIDUPAN akan
LUNAK terhadap diri sendiri
(Andrie Wongso)
Jika ingin menjadi LUAR BIASA, maka punyailah IMPIAN yang LUAR BIASA,
BEKERJALAH dengan LUAR BIASA dan BERIBADAHLAH dengan LUAR
BIASA
(Ustd. Yusuf Mandur)
Masa Depan yang cerah adalah milik mereka yang percaya akan
KEINDAHAN IMPIAN mereka
(Elanor D Roosevelt)
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas
limpahan hidayah, tuntunan, bimbingan serta petunjuk-Nya penulis selalu diberikan
kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP
KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA”
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, petunjuk dan bimbingan dari
berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini, dengan tulus dan segenap kerendahan
hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. AM Soesilo, M.Sc, selaku pembimbing skripsi yang selama ini selalu
memberikan waktu, arahan, bantuan dan saran serta bimbingan dalam
penyusunan skripsi penulis;
2. Bhimo Rizky Samodro, SE, Msi, selaku pembimbing akademik yang selama
ini memberi arahan dan bantuan demi kelancaran kuliah penulis untuk
mencapai gelar Strata Satu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta;
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta;
4. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, MSi, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;
5. Izza Mafruhah, SE Msi, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;
6. Segenap Dosen dan seluruh Staf Kantor TU Program Strata Satu Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang
telah membantu proses pelaksanaan Pendidikan dan Penelitian;
7. Instansi-instansi yang terkait, seperti Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan dan H.Saud Effendi selaku pemilik Workshop Saud Effendi yang
telah membantu dalam pengumpulan data dan artikel yang sangat berguna
dalam penyusunan skripsi ini;
8. Bapak Sagi Budi Margiyanto dan ibu Roose Diana Musthofa, selaku bapak
dan ibu penulis beserta adik-adik penulis Ian Fatah dan Muhammad
Ardiansyah Budi Saputra yang selalu menjadi semangat dan inspirasi bagi
penulis;
9. Vaulla Remaco Sewacotama yang telah memberikan semangat dan dukungan
penuh kepada penulis;
10. Teman – teman seperjuangan angkatan 2006 (EP Holics dan teman – teman
dari jurusan lain) yang bersama- sama berjuang dalam menjalani masa kuliah.
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari
sempurna, kritik dan saran terhadap segala kekurangan yang ada, sangat penulis harapkan
dan penulis mengucapkan terima kasih, penulis berharap semoga skripsi ini turut
memberikan sumbangan manfaat betapapun kecilnya bagi semua pihak yang membutuhkan.
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................................ ...i
ABSTRAK............................................................................................................................ ..ii
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................................... ..v
HALAMAN MOTTO........................................................................................................... .vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ xv
DAFTAR TABEL...............................................................................................................xvii
BAB
I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B. Perumusan Masalah..................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 8
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA…..……………………………………............. ............10
A. Industri............…………………………………………………................ 10
1. Pengertian Industri......................................................................... 10
2. Faktor Penunjang/Faktor Pendukung............................................. 12
3. Pengertian Usaha Kecil, Mikro dan Menengah..............................15
4. Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil. ......................................17
5. Masalah-masalah Industri Kecil di Indonesia.................................19
B. Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan................................................... 20
C. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas..............................................................23
D. Penelitian Sebelumnya................................................................................ 26
E. Kerangka Pemikiran Teoritis...................................................................... 28
F. Hipotesis.................................................................................................... 30
III. METODE PENELITIAN………………………………………………..............32
A. Desain Penelitian........…....…………………………………….................32
B. Populasi dan Sampel....................................................................................32
C. Sumber Data…………………………………….. ....................................32
D. Definisi Operasional Variabel…………………………………….............35
E. Metode analisis Data....................................................................................35
1. Analisis Diskriptif..............................................................................35
2. AnalisisKuantitatif.......................................................................38
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN……………………………...........43
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian......................................................43
1. Kondisi Geografis dan Sumber Daya Alam ......................................43
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Kondisi Sosial dan Sumber Daya Manusia .....................................45
B. Deskripsi Umum Industri Batik ..........………………………………......55
1. Sejarah Batik................................................................................ .55
2. Perkembangan Industri Batik.........................................................57
C. Analisis Disriptif Lokasi Penelitian....... .....................................................58
1. Sejarah Kampung Laweyan.............................................................58
2. Lokasi Kampung Laweyan ..............................................................60
3. Kondisi Sosial Masyarakat ..............................................................65
4. Produk Batik Kampung Laweyan..........................................................65
5. Proses Pembuatan Batik.................................................................66
6. Jalur Perjalanan Wisata........................................................ .............68
7. Fasilitas Kampung Batik Laweyan.................................................70
8. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ..........................71
D. Analisis Diskriptif Data............................................................................80
1. Menentukan Jumlah Kelas ..............................................................81
2. Menentukan Interval Kelas .............................................................81
E. Hasil dan Analisis Data ............................................................................94
1. Pemilihan Model......................................................................... ..94
2. Uji Statistik.....................................................................................95
a. Uji Parameter Individual (Uji t)........................................ ..95
b. Uji f.................................................................................. ..98
c. Goodnes of Fit Atau Koefisien Determinasi(R2)..................100
3. Uji Asumsi Klasik .........................................................................100
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Uji Multikolinieritas..........................................................100
b. Uji Heteroskedastisitas.......................................................102
c. Uji Autokorelasi............................................................... 102
4. Analisis Ekonomi......................................................................... 104
V. PENUTUP……………………………………………………………................ 108
A. Kesimpulan………………………………………………………. ............108
B. Saran……………………………………………………………................109
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….................110
LAMPIRAN
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1 Diagram Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Usaha Batik.............. ....30
4.1 Struktur Organisasi FPKBL..........................................................................75
4.2 Hubungan Antar Lembaga di kampoeng Batik Laweyan..................................... ..77
4.3 Hubungan FPKBL Dengan Instansi Di Luar Kampoeng Batik Laweyan............... 79
4.4 Daerah Kritis Uji f................................................................................................... 99
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
1.1 Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap Oleh Sektor
Industri di Kota Surakarta Tahun 2002-2006.................................................. .3
1.2 Realisasi Ekspor Tahunan Kota Surakarta
Tahun 2007 (Menurut Komoditi)....................................................... .............5
4.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta menurut Jenis
Kelamin Tahun 2000-2008............................................................................44
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1980-2008............................47
4.3 Luas Daerah, Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah
Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008..................................................... .......48
4.4 Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun Ke atas Menurut
Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta tahun 2006 – 2007........................ ......49
4.5 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian
(Usia 10 Tahun Ke Atas ) di Kota Surakarta tahun 2007.......................... ......50
4.6 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta
Tahun 2008 – 2009 (Jutaan Rupiah).................................................................51
4.7 Obyek Wisata Laweyan.......................................................................................... ....69
4.8 Program dan Pelaksanaan Kegiatan (Rencana Program)............................. ....77
4.9 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Umur.................................. .....82
4.10 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Tingkat Pendidikan............. ....83
4.11 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Pengalaman Usaha............... ...85
4.12 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Status Usaha...................... ......86
4.13 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Tenaga Kerja......... .....86
4.14 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Upah Tenaga Kerja............ .....87
4.15 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Biaya Bahan Baku...................88
4.16 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Sumber Modal.........................89
4.17 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Modal..........................90
4.18 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Penjualan............................ .....92
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4.19 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Keuntungan........................ .....93
4.22 Pengaruh Variabel Independen Terhadap Keuntungan
Pengusaha Batik se Kecamatan Laweyan.......................................................95
4.23 Hasil R21 , R2
2 , R23 dan R2
4 Pada Regresi Antar Variabel
Independen.......................................................................................................96
4.24 Uji Heteroskedastik Menggunakan Uji LM ARCH................................. .....101
4.25 Uji autokorelasi menggunakan pengujian B-G test................................. ......102
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAKSI
EROSE PERWITA SAGI PUTRA
F0106003
PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP
KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA
Kota Surakarta selain memiliki citra sebagai kota budaya, Surakarta juga mempunyai potensi besar pada perdagangan Batik. Dilihat dari perkembangan peningkatan industri kecil 4 tahun terakhir, termasuk diantaranya adalah industri kerajinan Batik, telah memberikan sumbangan nilai produksi, nilai investasi, penyediaan lapangan kerja dan unit usaha yang lebih besar dibanding industri sedang dan besar (Disperindag: 2009). Berdasarkan fakta tersebut, maka industri kecil kerajinan batik berperan penting dalam pembangunan ekonomi khususnya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana faktor modal, tenaga kerja dan bahan baku dapat mempengaruhi tingkat keuntungan pengusaha batik di Kampung Batik Laweyan. Berdasarkan permasalahan terebut maka hipotesis yang diajukan adalah variabel modal, tenaga kerja dan bahan baku berpengaruh positif terhadap keuntungan para pengusaha batik di kampung batik Laweyan.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat diskriptif kuantitatif dengan mengambil data primer (wawancara dan observasi) dengan menggunakan pendekatan regresi linear berganda yaitu dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa variabel modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan pengusaha batik di Laweyan. Sedangkan untuk variabel tenaga kerja dan bahan baku tidak berpengaruh terhadap keuntungan pengusaha batik di Laweyan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan saran, antara lain: Perlunya pemerintah daerah Kota Surakarta untuk memberikan bantuan modal kepada pengusaha batik dengan memberikan bantuan kredit lunak kepada para pengusaha batik dengan cara memberikan bantuan kredit dengan bunga yang rendah kepada para pengusaha batik di Kecamatan Laweyan Surakarta.
Kata kunci: Keuntungan, Modal, Tenaga Kerja dan Bahan Baku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan industri merupakan kegiatan untuk peningkatan
kesejahteraan dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang
lebih bermutu. Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan
produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup
kegiatan manusia. Dengan demikian, dapat diusahakan secara vertikal semakin
besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara horizontal
makin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang semakin bertambah
(Arsyad, 2001).
Peranan sektor industri yang ditujukan untuk memperkukuh struktur
ekonomi nasional dengan keterkaitan yang kuat dan saling mendukung antar
sektor, meningkatkan daya tahan perekonomian nasional dan kesempatan kerja
sekaligus mendorong berkembangnya kegiatan – kegiatan pembangunan
diberbagai sektor lainnya dan juga diharapkan mampu meningkatkan
pertumbuhan pendapatan perkapita. Pembangunan di sektor industri
dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antar
industri dan antar sektor industri yang memasukkan bahan baku industri, melalui
iklim yang merangsang bagi penanam modal dan penyebaran pembangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
industri di daerah sesuai dengan potensi masing – masing dan sesuai dengan iklim
usaha yang memantapkan pertumbuhan ekonomi nasional (Todaro, 2000).
Pembangunan industri di Indonesia tidak hanya dititikberatkan pada
industri besar saja tetapi juga diperhatikan perkembangan industri kecil dan
kerajinan rumah tangga. Selain itu perkembangan industri juga diupayakan untuk
mengembangkan potensi yang ada yaitu melalui pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya secara optimal seperti adanya pembangunan di sektor
industri pedesaan dengan tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
industri di daerah atau industri kecil di pedesaan tersebut.
Industri kecil mempunyai peranan penting dalam kegiatan ekonomi
nasional, misalnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan, ikut membantu
pelayanan masyarakat luas, mempercepat pemerataan distribusi pendapatan,
mendorong pertumbuhan ekonomi dan ikut menjaga stabilitas nasional. Dengan
demikian industri kecil dan rumah tangga merupakan salah satu sasaran yang
memerlukan perhatian khusus. Sasaran tersebut sangat sesuai dengan
permasalahan yang ada di Indonesia yaitu tingginya tingkat pengangguran yang
tidak dapat ditampung oleh lapangan pekerjaan yang tersedia.
Industri kecil memang bukan penghasil nilai output dan nilai tambah yang
terbesar jika dibandingkan dengan industri yang berskala besar dan sedang
(Wihana, 2001). Tetapi pada dasarnya industri kecil kerajinan menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri sehingga dapat memperkokoh struktur perekonomian
nasional dalam rangka pembangunan nasional, khususnya di sektor industri
mempunyai peranan yang sangat penting ditinjau dari penyerapan tenaga kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Untuk mengetahui peranan sektor industri dari segi kesempatan kerja
dapat ditunjukkan dengan melihat tingkat peranan tenaga kerja untuk sektor
industri selama beberapa tahun terakhir di Kota Surakarta. Pada tahun 2004
industri kecil di Surakarta menyerap 21.531 tenaga kerja dan dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan sampai pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja dari
sektor industri kecil mencapai 26.656 orang. Industri kecil mampu menyerap
tenaga kerja jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja
yang dilakukan oleh industri besar dan menengah, kondisi ini dapat dilihat pada
tahun-tahun terakhir dan pada tahun 2006 yaitu 8.893 orang untuk tenaga kerja
industri besar dan 7.957 orang untuk tenaga kerja industri menengah.
Tabel 1.1
Jumlah Tenaga Kerja yang Diserap oleh Sektor Industri di Kota Surakarta
Tahun 2004-2009
Jenis Industri
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Besar 1.172 2.671 4.799 10.608 13.338 8.893 Menengah 13.350 12.500 10.572 7.560 7.938 7.957
Kecil 21.531 21.888 22.064 24.954 26.167 26.656 Non
Formal 11.267 11.355 11.575 12.055 12.712 13.032
Jumlah 47.320 48.394 49.010 55.177 60.205 56.538 Sumber : Disperindag Surakarta Tahun 2010
Kota Surakarta selain memiliki citra sebagai kota budaya, Surakarta juga
mempunyai potensi besar pada perdagangan Batik. Dilihat dari perkembangan
peningkatan industri kecil dari tahun 2004 sampai tahun 2009, termasuk
diantaranya adalah industri kerajinan Batik, telah memberikan sumbangan
penyediaan lapangan kerja yang lebih besar dibanding industri sedang dan besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Kondisi ini menunjukkan dimana sektor industri kecil di Surakarta lebih potensial
untuk dikembangkan terutama untuk memajukan sektor pariwisata, meningkatkan
ekspor non migas, dan meningkatkan pendapatan pengrajin itu sendiri.
Citra kota Surakarta sebagai kota budaya, tentunya menuntut kota ini
untuk menghadirkan atmosfir budaya di segala aspek. Kota Surakarta mampu
mengangkat sisi lain pariwisatanya melalui sentuhan kualitas peradaban yang
tinggi. Dengan menjadikan budaya Jawa sebagai daya tarik wisata, maka timbul
tantangan bagi Pemerintah kota maupun warga kota Surakarta untuk bertahan
ditengah laju modernisasi.
Industri kerajinan Batik di Surakarta merupakan bagian dari budaya Jawa
yang dapat dikatakan cukup kuat keberadaannya di masyarakat. Ini terbukti dari
meluasnya penggunaan kain Batik yang semula hanya dipakai wanita dan
sebagian pria, kini diakui sebagai pakaian nasional Indonesia. Batik adalah
sebagai salah satu bagian dari kebutuhan sandang yang dikenal dan digemari
masyarakat dari berbagai kelas sosial.
Surakarta sebagai daerah wisata, mempunyai potensi yang sangat besar
dalam pengembangan dan pemasaran barang kerajinan Batik. Hal ini ditinjau dari
tersedianya tenaga kerja yang terampil dan bahan baku yang tersedia. Industri
Batik sampai saat ini tetap merupakan komoditi unggulan yang senantiasa
dikembangkan baik dari segi desain maupun mutunya. Produksi kerajinan Batik
telah mampu menembus pasar Internasional, dan dapat dilihat dari realisasi ekspor
kota Surakarta pada Tabel 1.3 berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Tabel 1.2
Realisasi Ekspor Tahunan Kota Surakarta Tahun 2009 (Menurut Komoditi)
Jumlah Tahun No. Nama Komoditi
Volume (Kg) Nilai FOB (US$) 1. BATIK 300.534,25 5,487,233.99 2. DAUN CINCAU YANG
DIKERINGKAN 4.500.00 4,144.00
3. KANTONG PLASTIK 311.802,01 428,271.10 4. KARTU UCAPAN 281.452,60 990,657.71 5. KARUNG PLASTIK 2.893.691,18 3,596,390.99 6. KAYU OLAHAN 32.506,88 58.804,71 7. KERAJINAN TANAH LIAT 18.200,00 2,067.96 8. KERAJINAN KAYU 30.024,29 48,197.47 9. KERAMIK 100.259,00 32,942.75 10. MEBEL 3.145.920,57 7,512,232.38 11. PERABOT RT DARI BATU 609.648,98 268,178.56 12. PERALATAN KANTOR 638.355,00 1,310,375.85 13. PLASTIK HANGER 84,00 250.60 14. TAS DARI KERTAS 215.798,97 637,409.95 15. TEKSTIL DAN PRODUK
TEKSTIL 2.129.731,85 22,413,636.67
Jumlah 10.712.509,58 42,790,794.69 Sumber : Disperindag 2010
Data dari Disperindag diatas menunjukkan posisi Batik pada ekspor
Surakarta menempati rangking ketiga yaitu sebesar 5,487,233.99 (menurut FOB
dalam US$) setelah komoditi tekstil yang mencapai 22,413,636.67, dan komoditi
mebel yang mencapai nilai ekspor 7,512,232.38. Potensi Batik ini kemudian
berkembang tidak hanya pada perdagangan kain Batik. Mulai dari tempat
memproduksi, toko, hingga proses pembuatannya menjadi aset pariwisata yang
berharga di Kota Surakarta. Aset pariwisata ini semuanya dapat dinikmati di
Kampung Batik, kawasan sentra batik yang mensinergikan aktivitas perdagangan
dan pariwisata, yaitu Kampung Batik Laweyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Kampung Laweyan di Surakarta memiliki identitas sebagai perkampungan
saudagar. Karakteristiknya sangat berbeda dengan kampung-kampung lain di kota
Surakarta, karena itu sebagian masyarakat Surakarta menyebut daerah itu sebagai
“kampung dagang” Laweyan.
Industri Batik digolongkan menjadi tiga menurut tingkat pengelolaannya,
yaitu:
1. Pengelolaan secara sederhana, terjadi pada industri batik yang sifat
usahanya masih berupa industri rumah tangga dan belum ada spesialisasi
kerja.
2. Pengelolaan tingkat menengah, industri yang bidang usahanya sudah lebih
besar dan penanganan usahanya menggunakan tenaga diluar anggota
keluarga dan mulai terdapat spesialisasi kerja.
3. Pengelolaan secara utuh, industri batik yang lingkup usahanya besar-
besaran, sudah ada spesialisasi kerja baik teknis maupun non teknis.
Sejalan dengan pengembangan pariwisata yang sedang berlangsung di
Surakarta maka industri kecil kerajinan memiliki proses yang menggembirakan,
terutama untuk industri kecil yang memproduksi barang-barang seni seperti batik,
dimana batik tersebut masih identik dengan nilai-nilai tradisional, mengingat
Surakarta sendiri masih memiliki peninggalan bersejarah yaitu Keraton Surakarta
dan masih ada sebagian kehidupan masyarakat yang dilingkupi nuansa kehidupan
keraton (kerajaan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Industri kecil kerajinan berperan penting dalam pembangunan ekonomi
khususnya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil. Dengan demikian,
berbagai upaya akan dilakukan dalam rangka memajukan industri kecil kerajinan.
Di Surakarta terdapat beberapa daerah yang menjadi wilayah sentra industri batik
yang cukup produktif, misalnya Kampung Batik Laweyan. Berdasarkan pada
keadaan yang ada, maka penulis tertarik untuk meneliti karakteristik pengusaha
Batik di Kecamatan Laweyan Surakarta, maka penelitian ini mengambil judul:
“PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA dan BAHAN BAKU
TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN
SURAKARTA”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah gambaran tentang Kampoeng Batik Laweyan Surakarta?
2. Bagaimanakah pengaruh faktor modal, tenaga kerja, dan bahan baku
terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan Laweyan.
3. Manakah dari faktor modal, tenaga kerja dan bahan baku yang mempunyai
pengaruh paling dominan terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di
Kecamatan Laweyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah penelitian, maka
tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran tentang Kampoeng Batik Laweyan Surakarta.
2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor modal, tenaga kerja dan
bahan baku terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan
Laweyan.
3. Untuk mengetahui manakah dari faktor modal, tenaga kerja dan bahan
baku yang mempunyai pengaruh dominan terhadap tingkat keuntungan
pengusaha batik di Kecamatan Laweyan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Menjadi sumber informasi bagi pengusaha batik untuk mengetahui
seberapa besar pendapatan yang didapatkan oleh para pengusaha batik,
apakah meningkat atau tetap.
2. Membantu untuk mengetahui keadaan pasar batik yang ada didaerah
wilayah penelitian maupun yang diluar daerah penelitian.
3. Menjadi sumber tambahan untuk penelitian yang berhubungan dengan
masalah dalam penelitian ini.
4. Bagi penulis penelitian ini merupakam penerapan dan evaluasi terhadap
teori yang diperoleh selama ini dalam bangku kuliah pada kondisi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
nyata, kususnya masalah ekonomi mikro dan sebagai syarat untuk
mencapai gelar sarjana ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan pada
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Industri
1. Pengertian Industri
Industri adalah suatu kelompok usaha yang menghasilkan produk yang
serupa atau sejenis. Sedangkan produk adalah barang atau jasa yang ditawarkan
oleh suatu usaha. Berikut ini adalah faktor-faktor pokok yang menyebabkan suatu
industri / perindustrian dapat berkembang dengan baik apabila dimiliki, antara lain
adalah :
1. Faktor Pokok
a. Modal
Modal digunakan untuk membangun aset, pembelian bahan
baku, rekrutmen tenaga kerja, dan lain sebagainya untuk
menjalankan kegiatan industri. Modal bisa berasal dari dalam suatu
negara serta dari luar negeri yang disebut juga sebagai penanaman
modal asing (PMA).
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dengan jumlah dan standar kualitas yang
sesuai dengan kebutuhan suatu perindustrian tentu akan membuat
industri tersebut menjadi lancar dan mampu berkembang di masa
depan. Jika suatu negara kelebihan tenaga kerja, maka salah satu
solusi yang baik adalah mengirim tenaga kerja ke luar negeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
menjadi tenaga kerja asing. Contohnya indonesia dengan tenaga
kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja wanita (TKW). Jika suatu
negara kekurangan tenaga kerja maka salah satu jalan keluarnya
adalah mendatangkan tenaga kerja asing dari luar negaranya.
c. Bahan Mentah / Bahan Baku
Bahan baku adalah salah satu unsur penting yang sangat
mempengaruhi kegiatan produksi suatu industri. Tanpa bahan baku
yang cukup maka proses produksi dapat terhambat dan bahkan
terhenti. Untuk itu pasokan bahan mentah yang cukup baik dari
dalam maupun luar negeri / impor dapat melancarkan dalam
mempercepat perkembangan suatu industri.
d. Transportasi
Sarana transportasi sangat vital dibutuhkan suatu industri
baik untuk mengangkut bahan mentah ke lokasi industri,
mengangkut dan mengantarkan tenaga kerja, pengangkutan barang
jadi hasil output industri ke agen penyalur / distributor atau ke
tahap produksi selanjutnya, dan lain sebagainya. Terbayang bila
transportasi untuk kegiatan tadi terputus.
e. Sumber Energi / Tenaga
Industri yang modern memerlukan sumber energi / tenaga
untuk dapat menjalankan berbagai mesin-mesin produksi,
menyalakan perangkat penunjang kegiatan bekerja, menjalankan
kendaraankendaraan industri dan lain sebagainya. Sumber energi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti bahan bakar minyak
/bbm, batubara, gas bumi, listrik, metan, baterai, dan lain
sebagainya.
f. Marketing / Pemasaran Hasil Output Produksi
Pemasaran produk hasil keluaran produksi haruslah
dikelola oleh orang-orang yang tepat agar hasil produksi dapat
terjual untuk mendapatkan keuntungan / profit yang diharapkan
sebagai pemasukan untuk pembiayaan kegiatan produksi
berikutnya, memperluas pangsa pasar, memberikan dividen kepada
pemegang saham, membayar pegawai, karyawan, buruh, dan lain-
lain.
2. Faktor Penunjang / Faktor Pendukung
a. Kebudayaan Masyarakat
Sebelum membangun dan menjalankan kegiatan industri
sebaiknya patut dipelajari mengenai adat-istiadat, norma, nilai,
kebiasaan, dan lain sebagainya yang berlaku di lingkungan sekitar.
Tidak sensitif terhadap kehidupan masyarakat sekitar mampu
menimbulkan konflik dengan penduduk sekitar. Selain itu ketidak
mampuan membaca pasar juga dapat membuat barang hasil
produksi tidak laku di pasaran karena tidak sesuai dengan selera
konsumen, tidak terjangkau daya beli masyarakat, boikot
konsumen, dan lain-lain.
b. Teknologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Dengan berkembangnya teknologi dari waktu ke waktu
akan dapat membantu industri untuk dapat memproduksi dengan
lebih efektif dan efisien serta mampu menciptakan dan
memproduksi barang-barang yang lebih modern dan berteknologi
tinggi.
c. Pemerintah
Pemerintah adalah bagian yang cukup penting dalam
perkembangan suatu industri karena segala peraturan dan kebijakan
perindustrian ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah beserta
aparat-aparatnya. Pemerintahan yang stabil mampu membantu
perkembangan industri baik dalam segi keamanan,
kemudahankemudahan, subsidi, pemberian modal ringan, dan
sebagainya.
d. Dukungan Masyarakat
Semangat masyarakat untuk mau membangun daerah atau
negaranya akan membantu industri di sekitarnya. Masyarakat yang
cepat beradaptasi dengan pembangunan industri baik di desa dan di
kota akan sangat mendukung sukses suatu indutri.
e. Kondisi Alam
Kondisi alam yang baik serta iklim yang bersahabat akan
membantu industri memperlancar kegiatan usahanya. Di Indonesia
memiliki iklim tropis tanpa banyak cuaca yang ekstrim sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kegiatan produksi rata-rata dapat berjalan dengan baik sepanjang
tahun.
f. Kondisi Perekonomian
Pendapatan masyarakat yang baik dan tinggi akan
meningkatkan daya beli masyarakat untuk membeli produk industri,
sehingga efeknya akan sangat baik untuk perkembangan
perindustrian lokal maupun internasional. Di samping itu Saluran
distribusi yang baik untuk menyalurkan barang dan jasa dari tangan
produsen ke konsumen juga menjadi hal yang sangat penting.
Faktor-faktor yang menghambat pembangunan dan perkembangan industri
merupakan kebalikan dari kondisi faktor-faktor di atas. Hanya saja nilainya yang
lebih negatif.
Contoh :
• Permodalan yang kurang
• Tidak ada SDM yang sesuai dengan yang dibutuhkan
• Hasil produksi yang kualitas buruk
• Pemasaran yang buruk
• Daya beli masyarakat yang rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Pengertian industri kecil telah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis
maupun berbagai instansi formal (pemerintah). Penekanan aspek dan kriteria
diantara berbagai pengertian tersebut kadang kala berbeda-beda. Banyak dijumpai
pengertian industri yang hanya ditekankan pada aspek tenaga kerja/karyawan,
seperti aset, penanaman modal atau investasi, omset dan bahkan pemiliknya.
Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut UU No 8 Tahun
2008 adalah :
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana
diatur dalam undang – undang ini.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau besar yang memenuhi kriteria usaha kecil yang dimaksud
dalam Undang – Undang ini.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang – Undang ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Kriteria usaha mikro menurut UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai
berikut :
• Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
• Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah).
Kriteria usaha kecil menurut UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai
berikut :
• Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
• Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah).
Kriteria usaha menengah UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :
• Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah) tidak temasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
• Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
Usaha mikro dalam pengertian ini meliputi usaha kecil informal adalah
yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain
petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling,
pedagang kaki lima, dan pemulung. Sedangkan yang dimaksud usaha kecil
tradisional adalah usaha secara turun temurun dan dapat berkaitan dengan seni
budaya.
Didalam praktek pengertian kecil adalah apabila pemilik mengurusi secara
langsung dan mempunyai hubungan pribadi yang akrab dengan tenaga kerja
termasuk semua pegawai-pegawainya. Kriteria pengusaha kecil secara garis besar
dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja dan investasi yang ditanamkan.
BPS mengklasifikasikan industri dilihat dari penggunaan tenaga kerja
sebagai berikut:
• Industri Rumah Tangga = 1 - 4 orang
• Industri Kecil = 5 – 9 orang
• Industri Sedang = 20 – 29 orang
• Industri Besar = 100 orang atau lebih
4. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil
Menurut Drs. Suryana, M.Si. (2006) Usaha kecil memiliki kekuatan dan
kelemahan tersendiri. Beberapa kekuatan usaha kecil antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
1. Memiliki kebebasan untuk bertindak
2. Fleksibel
3. Tidak mudah goncang
Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan kedalam dua
aspek :
1. Aspek kelemahan struktural, yaitu kelemahan dalam strukturnya, misalnya
kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam
pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan
teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, dan
terbatas akses pasar.
2. Kelemahan kultural, kelemahan kultural mengakibatkan kelemahan
struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi
dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses
permodalan, pemasaran, dan bahan baku, seperti :
a. Informasi peluang dan cara memasarkan produk
b. Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah, dan
mudah di dapat
c. Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar
dalam menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan
permodalan dan pemasaran.
d. Informasi tentang tatacara pengembangan produk, baik desain,
kualitas, maupun kemasannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
e. Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan
persyaratan yang terjangkau.
5. Masalah – masalah Industri Kecil di Indonesia
Untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan industri kecil yang
peranannya tidak kecil dalam perekonomian banyak menghadapi kendala baik
secara internal maupun eksternal. Secara internal pada umumnya melekat pada
industri kecil sendiri mengandung kelamahan antara lain tingkat produksi rendah,
skala produksi rendah sehingga lemah menjangkau sasaran yang luas, kurang
mampu menyerap informasi pasar, dan teknologi baru yang lebih efisien, karena
rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan serta modal yang dimiliki relatif
rendah.
Permasalahan yang melekat pada industri kecil adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya kemampuan dan keterampilan beroperasi, serta manajemen,
tidak adanya bentuk formal dari perusahaan.
2. Kurangnya permodalan
3. Aposisi bersaing yang kurang kuat
4. Kurangnya koordinasi antara produksi dan penjualan
5. Sistem pencatatan yang kurang mampu.
Sedangkan faktor eksternal adalah adanya iklim diskriminatif dari
pemerintah, terbatasnya peluang untuk memperoleh kredit dari bank. Ada
beberapa alasan yang dapat dikemukakan keengganan pihak bank untuk
memberikan kredit kepada pengusaha kecil, yaitu sulitnya untuk memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
informasi yang memadai tentang industri kecil sebagai pemohon kredit, adanya
resiko yang lebih apakah mampu mengembalikannya, tidak tersedianya agunan
dan seringkali modal yang telah terkumpul dipergunakan untuk keperluan
konsumtif (Saleh, 1986).
B. Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan
Fungsi produksi adalah suatu pernyataan yang menghubungkan
kuantitas berbagai input dengan berbagai tingkat output, dengan teknologi
tertentu (Arsyad, 1987). Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu
persamaan, tabel atau grafik yang menyatakan jumlah (maksimum) komoditi
yang dapat diproduksi per unit waktu untuk setiap kombinasi input alternatif,
bila menggunakan tehnik produksi terbaru yang tersedia (Salvatore, 1989).
Setiap kegiatan usaha memiliki salah satu tujuan utama untuk
memperoleh keuntungan. Suatu usaha yang tidak menguntungkan, maka
usaha tersebut dapat berhenti beroperasi. Jika suatu usaha berhenti beroperasi
menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak dapat menghasilkan produk atau
output. Ketiadaan output mengakibatkan tidak adanya pemasukan pada usaha
tersebut. Oleh karena itu, suatu usaha harus menguntungkan dan mempunyai
prospek pasar yang potensial.
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan contoh fungsi produksi
yang homogen yang mempunyai elastisitas substitusi yang konstan. Fungsi
Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut (Arsyad, 1987):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Dimana: Q = output
L = Tenaga kerja
K = capital/modal
a dan b = angka positif, dimana b<1
Pencapaian keuntungan maksimum kadang dihadapkan pada kendala,
diantaranya cara mengalokasikan sumberdaya yang ada untuk menghasilkan
output terbesar dengan tingkat keuntungan yang tinggi. Jika melihat kondisi
seperti ini, maka diperlukan sebuah fungsi produksi dan fungsi keuntungan.
Dalam kondisi ini, akan dititik beratkan pada fungsi keuntungan karena harga
faktor produksi di pasar tidak dapat dikendalikan oleh pedagang.
Fungsi keuntungan yang mudah dipakai dapat menggunakan fungsi
keuntungan Cobb-Douglas. Fungsi keuntungan ini dapat digunakan oleh
pengusaha dalam memaksimalkan keuntungan, pendugaannya relatif mudah,
mudah melakukan manipulasi terhadap analisis dan dapat mengukur efisiensi
pada tingkatan atau pada ciri yang berbeda (Soekartawi, 1990).
Penggunaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas dapat dibantu dengan
analisis regresi. Koefisien regresi ini sekaligus merupakan besaran elastisitas,
sedangkan besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat besaran Return
To Scale (RTS). Soekartawi (1990) menyatakan bahwa jika jumah besaran
elastisitas < elatisitas = 1 >1, maka masuk increasing RTS.
Model fungsi keuntungan menurut Lau and Yotopoulus (1972) adalah
karena model ini dinilai memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan
dengan fungsi produksi dan program linier, diantaranya adalah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
1. Fungsi penawaran output dan fungsi permintaan input dapat diduga
bersama-sama tanpa harus membuat fungsi produksi yang eksplisit.
2. Fungsi keuntungan dapat digunakan untuk menelaah efisiensi
teknis, harga, dan ekonomi.
3. Di dalam model fungsi keuntungan, peubah-peubah yang diamati
adalah peubah harga output dan input.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model fungsi keuntungan
adalah:
1. Pengusaha sebagai unit analisis ekonomi berusaha
memaksimumkan keuntungan.
2. Pengusaha sebagai penerima harga (price taker).
3. Fungsi produksi adalah berbentuk concave (cekung) dalam input-
input tidak tetap.
Fungsi keuntungan ini dapat digunakan sebagai patokan bagi
pengusaha batik dalam upaya untuk memperoleh keuntungan maksimum
dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Jika jumlah input dikurangi atau
ditambah, maka keuntungan yang diperoleh dapat diprediksi, sehingga dapat
dijadikan acuan bagi pengusaha batik dalam mengambil keputusan-keputusan
dalam usaha batik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
C. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas
Keuntungan adalah selisih antara nilai penjualan perusahaan dengan
biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi barang yang dijual
tersebut.
Secara bentuk sistematis yang sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
TR-TC = π
Dimana :
a. TR (Total Revenue) adalah penerimaan total produsen dari hasil
penjualan hasil outputnya, TR = output x harga jual.
b. TC (Total Cost) adalah merupakan total biaya yang dihasilkan
untuk memproduksi output yang dipengaruhi oleh dua variabel
biaya tetap (biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah
output yang diproduksi).
c. TR harus lebih besar dari TC, dengan kata lain TR-TC harus ada
selisih yang positif, bila terjadi TR=TC maka terjadi BEP
(Break Even Point), yaitu tidak terjadi keuntungan maupun
kerugian.
Fungsi keuntungan digunakan untuk mengetahui hubungan antara
input dan output, serta mengukur pengaruh dari berbagai perubahan harga
dan input terhadap produksi. Untuk itu digunakan Fungsi Keuntungan
Cobb-Douglas dengan teknik yang dinamakan Unit-Output-Price Cobb
Douglas Profit Function (UOP-CDPF). Cara ini mempunyai asumsi bahwa
pengusaha adalah lebih memaksimumkan keuntungan daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
memaksimumkan utilitas atau kepuasan usahanya, sehingga Unit-Output-
Price Cobb Douglas Profit Function adalah cara yang dipakai untuk
memaksimumkan keuntungan. UOP-CDPF adalah suatu fungsi atau
persamaan yang melibatkan harga faktor produksi dan produksi yang telah
dinormalkan dengan harga tertentu. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut (Soekartawi, 1990):
Y=AF (X,Z)
Dimana:
Y = produksi
A = besaran yang menunjukkan efisiensi teknik
X = variabel faktor produksi tidak tetap
Z = variabel faktro produksi tetap
Persamaan keuntungan yang diuntungkan dari persamaan tersebut
dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990):
Dimana:
= besarnya keuntungan
= besarnya efisiensi teknik
= harga dari produksi per satuan
= harga masukan produksi per satuan
= variabel masukan produksi tidak tetap digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
= harga masukan produksi tetap per satuan
= variabel masukan produksi tetap digunakan,
Dimana j = 1, ..., n
Untuk memudahkan dalam menganalisa keuntungan cobb-douglas maka
persamaan diatas dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990:233):
Dimana:
= keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga output
= besaran efisiensi teknik yang dinormalkan dengan harga output
= koefisien variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan
harga output
= koefisien faktor produksi tetap yang telah dinormalkan dengan harga
output
= variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga output
= variabel faktor produksi tetap yang telah dinormalkan dengan harga
output
Asumsi dalam Unit-Output-Price Cobb Douglas Profit Function
disamping bahwa pengusaha adalah melakukan tindakan yang berorientasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
memaksimumkan keuntungan, juga berlaku asumsi lainnya yaitu (Soekartawi,
1990):
1. Fungsi keuntungan adalah menurun bersamaan dengan bertambahnya
jumlah faktor produksi tetap,
2. Masing – masing individu sampel memperlakukan harga input yang
bervariasi sedemikian rupa dalam usaha memaksimumkan keuntungan,
3. Walaupun masing – masing individu pengusaha mempunyai produksi yang
sama tetapi fungsi tersebut menjadi berbeda kalau ada perbedaan
penggunaan input tetap yang berbeda jumlahnya.
D. Penelitian Sebelumnnya
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sahara et al (2004). Penelitian ini dilakukan
dengan meneliti para petani Kakao di Sulawesi Tenggara. Dalam
menganalisis digunakan teknik analisis regresi berganda fungsi
keuntungan cobb-douglas dengan teknik unit output price cobb-douglas
profit function(UOP-CDPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel modal, luas areal, harga pupuk, harga pestisida dan upah tenaga
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tajeri dan Noor (2003). Penelitian ini
dilakukan dengan meneliti para penambak Ikan Bandeng di Kecamatan
Palang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Dalam menganalisis digunakan
teknik analisis regresi berganda fungsi keuntungan cobb-douglas dengan
teknik unit output price cobb-douglas profit function(UOP-CDPF). Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi aktual dan optimal, secara
bersama-sama peubah masukan tidak tetap (benih ikan, pakan ikan, pupuk
tsp dan urea, tenaga kerja manusia) dan peubah masukan tetap (luas areal
dan modal investasi) menunjukkan pengaruh nyata terhadap tingkat
keuntungan usaha budidaya ikan bandeng di Kecamatan Palang Kabupaten
Tuban, Jawa Timur. Namun secara sendirisendiri, pada kondisi aktual
terdapat satu peubah masukan tidak tetap yaitu tenaga kerja manusia tidak
berpengaruh nyata, sedangkan pada kondisi optimal masing-masing
peubah masukan tidak tetap (benih ikan, pakan ikan, tenaga kerja manusia)
dan tetap (luas areal dan modal investasi) memberikan pengaruh yang
nyata.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Mandaka dan Hatagaol (2005). Penelitian
ini dilakukan dengan meneliti para petenak sapi perah di Kelurahan Kebon
Pedes Bogor yang merupakan sentra produksi susu sapi segar di wilayah
Bogor. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi berganda
fungsi keuntungan cobb-douglas dengan teknik unit output price cobb-
douglas profit function(UOP-CDPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua variabel bebas yaitu harga konsentrat, harga hijauan, upah tenaga
kerja, harga atau nilai perlengkapan kandang untuk pemeliharaan, harga
obat-obatan, jumlah induk produkstif, pengalaman beternak dan dummy
skala usaha secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap keuntungan
usaha ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
E. Kerangka Pemikiran Teoritis
Para pengusaha batik mempunyai banyak faktor baik sosial maupun
ekonomi yang mempengaruhi mereka untuk menjalankan usaha batik. Fakor
sosial maupun ekonomi tersebut antara lain: umur, tingkat pendidikan,pengalaman
usaha, status usaha, jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja, bahan baku, modal,
penjualan dan keuntungan. Keuntungan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi pengusaha batik menjalankan usahanya. Untuk mencapai tujuan
yang diinginkan dalam penelitian ini, penulis memilih beberapa faktor baik sosial
maupun ekonomi yang dianggap mempengaruhi aktivitas ekonomi para
pengusaha batik.
Usaha batik yang dikerjakan oleh para pengusaha batik supaya dapat
bertahan kelangsungan pengelolaannya harus dapat memetik suatu tingkat
keuntungan tertentu. Keuntungan atau pendapatan bersih dari usaha batik
pada dasarnya ditentukan oleh produksi yang dihasilkan (Y), biaya produksi ( C )
dan tingkat harga yang diterima pengusaha ( P ). Atau dapat ditulis dengan dengan
rumus Profit = Total Revenue – Total Costs (Mankiw ,2004). Beberapa faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian keuntungan antara lain adalah :
1. Modal
Permasalahan sentral dan klasik yang selalu dihadapi oleh
pengrajin dan pemilik usaha industri batik adalah permasalahan
permodalan, karena modal disini memegang peranan penting dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
perekonomian. Penggunaan modal besar dalam proses produksi akan dapat
meningkatkan keuntungan yang diterima oleh pengrajin begitupun
sebaliknya bilamana modal yang digunakan kecil maka keuntungan yang
diperolehnyapun kecil. Tanpa adanya modal maka sangat tidak mungkin
suatu proses produksi dapat berjalan (Sukirno, 2005).
2. Tenaga Kerja
Secara individu variable tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
output sector industri batik, yaitu apabila tenaga kerja naik maka output
industri batik juga naik. Hal ini disebabkan karena kenaikkan jumlah
tenaga kerja akan menambah jumlah produksi industri batik tersebut
melalui bertambahnya jumlah pekerja yang bekerja di industri tersebut.
3. Bahan Baku
Bahan baku sangat penting dalam suatu proses produksi. Dalam hal
ini bahan baku mempunyai hubungan yang positif dengan output. Apabila
terdapat penambahan bahan baku maka produksi semakin meningkat.
Adapun faktor-faktor / variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap
keuntungan dapat dilihat Gambar 2.5 berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 2.5
Diagram Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keuntungan Usaha Batik
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan didekati
dengan menggunakan persamaan fungsi keuntungan Cobb Douglass yang
diaplikasikan dalam penelitian ini untuk empat variabel maka persamaan tersebut
dapat dituliskan kembali sebagai berikut:
F. Hipotesis
Mengacu pada uraian kerangka pemikiran teoritis, dapat diajukan beberapa
hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini. Adapun hipotesis tersebut adalah:
TENAGA KERJA ( )
KEUNTUNGAN
BAHAN BAKU ( )
MODAL ( )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
1. Diduga besarnya modal berpengaruh positif terhadap keuntungan usaha
2. Diduga tenaga kerja berpengaruh positif terhadap keuntungan
3. Diduga bahan baku berpengaruh positif terhadap keuntungan
4. Diduga faktor modal mempunyai pengaruh dominan terhadap tingkat
keuntungan pengrajin batik tulis di Kecamatan Laweyan Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei dan wawancara di wilayah
yang menjadi potensi pengembangan batik, yaitu di Kampung Batik se Kecamatan
Laweyan Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada tahun
2010.
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh pengusaha batik yang ada di seluruh
kecamatan Laweyan Surakarta. Menurut data dari kecamatan setempat terdapat
125 pengusaha batik di seluruh kecamatan Laweyan.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Dalam penelitian ini, teknik sampling (teknik pengambilan
sampel) yang digunakan adalah dengan cara acak sederhana (simple random
sampling). Populasi dibawah 100 pengamatan, maka sampel yang baik digunakan
adalah minimal 50% dari seluruh populasi dan jika populasi antara 100-1000,
maka sampel yang baik digunakan adalah minimal 15%. Populasi penelitian ini
adalah 125 pengusaha. Untuk itu maka dalam penelitian ini sampel yang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
diambil adalah 100 pengusaha batik di Kecamatan Laweyan agar penelitian ini
dapat mewakili seluruh populasi.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari responden yaitu para
pengusaha batik di Kampung Batik se Kecamatan Laweyan Surakarta.
Sumber data ini diperoleh dengan cara :
a. Wawancara adalah pengumpulan data dengan wawancara secara
tatap muka dengan responden, hal ini dilakukan untuk membantu
metode kuisioner. Contoh : dialog antara peneliti dengan responden.
b. Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan
pencatatan secara sistematis pada objek penelitian, hal ini
dilakukan untuk melengkapi data yang kurang lengkap.
Contoh : mengamati kehidupan responden
c. Kuisioner adalah pengumpulan data dengan menggunakan
sejumlah daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden
untuk memperoleh data primer. Contoh : daftar pertanyaan untuk
responden.
2. Data Sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti
koperasi pengusaha batik, Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan
Perdagangan Surakarta, Biro Pusat Statistik,dan data lain yang bersumber
dari referensi studi kepustakaan melalui, jurnal, artikel dan bahan lain dari
berbagai situs website yang mendukung.
D. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) macam,
yaitu keuntungan, modal, tenaga kerja dan bahan baku. Variabel-variabel tersebut
kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:
Variabel dependen (variabel terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel-variabel bebasnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat keuntungan.
Keuntungan adalah laba yang diterima oleh pengrajin batik,
diperoleh dari jumlah produksi dikalikan dengan tingkat harga jual (harga
output) dan dikurangi semua biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan
(harga input) dengan satuan (Rp).
Variabel independen (variabel bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi
variabel terikat, antara lain :
2. Modal adalah sejumlah dana yang diinvestasikan dalam aktiva tetap yang
diukur dari peralatan-peralatan yang dipakai dalam proses produksi untuk
menghasilkan produk batik yang dinyatakan dalam rupiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3. Tenaga Kerja adalah sejumlah orang yang bekerja pada pengusaha untuk
menjalankan sistem dari yang sudah ditentukan oleh pengusaha tempat dia
bekerja.
4. Bahan Baku adalah sejumlah bahan dasar yang dibutuhkan oleh seorang
pengusaha untuk menghasilkan suatu produk tertentu.
E. Metode Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan manggambarkan / melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat
penelitian berlangsung, berdasarkan fakta-fakta yang tampak.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk melakukan representasi
obyektif mengenai gejala-gejala yang terdapat dalam masalah-masalah penelitian.
Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala sebagai data /
fakta sebagaimana adanya. Data atau fakta itu harus bersumber dari gejala-gejala
yang terdapat didalam masalah yang terjadi. Representasi data itu harus diiringi
dengan pengolahan, agar dapat diberikan penafsiran yang kuat dan obyektif .
Secara harfiah menurut Nazir (1998) metode deskriptif adalah metode
penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga
metode ini tidak hanya mengadakan akumulasi dari data yang tersedia di lapangan.
Namun juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi serta
mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Analisis Kuantitatif
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linear berganda yang dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan :
= tingkat keuntungan
0β = intersep
1β = jumlah modal
2β = besarnya biaya untuk jumlah tenaga kerja
= besarnya biaya bahan baku
= variabel gangguan
1. Analisis Statistik
Setelah diketahui hasil regresi persamaan tersebut, maka dilakukan
pengujian-pengujian meliputi:
a. Uji t
Uji t adalah pengujian koefisien regresi secara individual. Pada
dasarnya uji ini untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-
masing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel
dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau
konstan. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
a) Menentukan Hipotesisnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
i. Ho : β1 = 0
Artinya suatu parameter (β1) sama dengan nol atau variabel
independen tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
ii. Ha : β1 ≠ 0
Artinya suatu parameter (β1) tidak sama dengan nol variabel
independen tersebut merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
b) Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut:
Nilai t tabel = KN;t 2α − ....................................................... (3.10)
Keterangan:
α = derajat signifikansi
N = jumlah sampel (banyaknya observasi)
K = banyaknya parameter
Nilai t hitung = ( )i
i
Se ββ
……………………….......................(3.11)
Keterangan:
βi = koefisien regresi
Se (βi) = standard error koefisien regresi
Ho ditolak
Ho diterima
‐ KN;t 2α − KN;t 2α −
Ho ditolak
c) Kriteria pengujian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t
d) Kesimpulan
i. Apabila nilai –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima.
Artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen secara signifikan.
ii. Apabila nilai t hitung > t tabel atau t hitung < - t tabel, maka Ho
ditolak. Artinya variabel independen mampu mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
b. Uji F
Uji F (Overall Test) dilakukan untuk menunjukan apakah semua
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dengan
derajat keyakinan 95% (α = 5%), derajat kebebasan pembilang
(numerator) adalah k-1 dan penyebut (denumerator) adalah n-k.
Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:
a) Menentukan Hipotesis
i. Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0
Artinya semua parameter sama dengan nol atau semua variabel
independen tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
ii. Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0
Artinya semua parameter tidak sama dengan nol atau semua
variabel independen tersebut merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.
b) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut:
Nilai F tabel = .................................................. (3.12) KNK −− ;1;Fα
Keterangan:
N = jumlah sampel/data
K = banyaknya parameter
Nilai F hitung = ( )( )( )KN.R1
1KR2
2
−−− ......................................(3.13)
Keterangan:
2R = koefisien regresi
N = jumlah sampel atau data
K = banyaknya parameter
Ho diterima Ho ditolak
F (α; K‐1; N‐K
c) Kriteria pengujian
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F
d) Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
i. Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima. Artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen secara signifikan.
ii. Apabila nilai F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
c. Uji koefisien determinasi (R2)
Uji ini bertujuan mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik
dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2
adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol berarti variabel
independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen bila
mendekati satu variabel independen semakin berpengaruh terhadap variabel
dependen.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah ada hubungan beberapa
atau semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi
tersebut memiliki kesalahan yang standar besar sehingga
koefisien tidak dapat ditaksir dengan kecepatan yang tinggi.
Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas adalah dengan uji Farrar-Glauber
(perhitungan ratio-F untuk lokasi multikolinearitas) yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(1) Meregres tiap variabel bebas yang lain. Dari regresi
tersebut diperoleh yang cocok 2R ( )21R
(2) Menghitung F kritis
F Hitung = ( )( )( )kNRi
ikiR−−
−2
2
b. Heteroskedasitas
Heteroskedasitas terjadi jika gangguan muncul dalam
fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama
sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sample besar
maupun sample kecil (tetapi masih tetap tidak bias dan
konsisten).
Pengujian heteroskedasitas dilakukan untuk melihat
apakah kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama
atau tidak. Hal tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut:
E ( ) 22 QIU =
Dimana:
2Q = varian dari I:1,2,3................n
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antara variabel
gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
sampel kecil maupun sample besar. Salah satu cara untuk
menguji auto korelasi adalah dengan percobaan d (Durbin-
Watson).
Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial
autokorelasi baik positive maupun negative (Gujarati: 1995),
maka:
d < dl : menolak Ho (ada auto korelasi positive)
d < (4-dl) : menolak Ho (ada auto korelasi negative)
dU<d<(4-dU) : menerima Ho (tidak ada autokorelasi)
dU<d<dl dan (4-dU) <d<(4-dl) : ragu-ragu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Kondisi Geografis dan Sumber Daya Alam
a. Kondisi Geografis
Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah
yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang dan Yogyakarta.
Kota Surakarta yang juga dikenal dengan sebutan kota Solo merupakan
sebuah dataran rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan
Lawu dan pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 meter di
atas permukaan air laut. Dengan luas sekitar 44 km2, kota Surakarta
secara astronomis terletak di antara 110° 45’15”-110° 45’35” Bujur
Timur dan 70º36’00”- 70° 56’00” Lintang Selatan. Kota Surakarta
dibelah oleh tiga aliran sungai besar yaitu sungai Bengawan Solo, Kali
Jenes dan Kali Pepe. Sungai Bengawan Solo pada zaman dahulu kala
sangat terkenal dengan keelokan panorama serta lalu lintas
perdagangannya. Wilayah Kota Surakarta ini mempunyai suhu udara
rata-rata 26ºC - 28ºC dengan tekanan udara rata-rata 1.010,9 MBS,
kelembaban udara 71 persen, kecepatan angin 4 knot dan arah angin 240
derajat dan beriklim tropis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Wilayah administratif Kota Surakarta terdiri dari lima kecamatan,
yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kecamatan Jebres, Kecamatan Banjarsari dan terdiri dari 51
kelurahan yang mencakup 592 RW dan 2.644 RT.
Batas administratif Wilayah Kota Surakarta adalah :
a. Sebelah Utara : Kab. Karanganyar dan Kab. Boyolali
b. Sebelah Timur : Kab. Karanganyar dan Kab. Sukoharjo
c. Sebelah Selatan : Kab. Sukoharjo
d. Sebelah Barat : Kab. Sukoharjo dan Kab. Karanganyar.
Letak wilayah Kota Surakarta yang diapit oleh wilayah lain
menjadikan Kota Surakarta merupakan wilayah yang strategis. Selain itu
posisi Kota Surakarta berada dalam jalur strategis di antara Yogyakarta
dan Semarang (Joglo Semar). Hal ini tentu saja menyebabkan sektor
perdagangan terutama sektor informal mudah untuk dikembangkan di
Kota Surakarta, selain sektor pariwisata. Hal ini ditunjukkan dengan
kenyataan bahwa perkembangan perdagangan sektor informal dari tahun
ke tahun semakin meningkat, terutama pedagang kaki lima.
b. Sumber Daya Alam
Pemerintahan Kota Surakarta merupakan urban area, sehingga
potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya relatif terbatas.
Sebagaimana karakteristik daerah perkotaan lainnya, sektor pertanian di
Kota Surakarta memiliki peranan dan kontribusi yang semakin lama
semakin menurun dalam pembantukan produksi daerah bahkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kepentingan penyediaan hasil bumi, Pemerintah Kota Surakarta
mengandalkan dari daerah sekitar, baik produk pertanian tanamna
pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan.
2. Kondisi Sosial dan Sumber Daya Manusia
Kondisi sosial politik selama tahun 2004 lalu dapat dikatakan
relatif tenang dan stabil. Modal dasar ini nampaknya tidak disia-siakan
oleh para pelaku ekonomi. Pulihnya Pasar Gede juga memberi andil
bergeraknya pembangunan ekonomi di Kota Surakarta. Keadaan di atas
tentu merupakan hasil upaya terpadu baik dari pemerintah maupun
masyarakat. Tahun 2004 mungkin merupakan tahun dengan situasi sosial
politik yang paling kondusif sejak terjadinya krisis multidimensi
beberapa waktu yang lalu. Keadaan ini mendorong para pelaku ekonomi
tumbuh kembali secara sehat.
Jumlah penduduk yang besar di suatu wilayah merupakan unsur
penting bagi pembangunan. Penduduk yang besar jika dibina dan
dikembangkan dengan baik dan terpadu akan menjadi potensi dan
sumber daya manusia yang tangguh dalam mendukung pembangunan.
Jumlah penduduk Kota Surakarta dari tahun ke tahun terus bertambah.
Penduduk merupakan sumber daya manusia yang secara potensial dan
dinamis mampu mengolah sumber daya alam dan sumber daya buatan
yang ada untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal sehingga
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
Meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota
Surakarta termasuk dalam kota yang cukup maju dan berkembang
dibandingkan kota-kota lainnya di Jawa Tengah.
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kota Surakarta menurut Jenis Kelamin
Tahun 2000-2008
Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Total
Rasio Jenis Kelamin
2000 238.158 252.056 490.214 94,49 2003 242.591 254.643 497.234 95,27 2004 249.278 261.433 510.711 95,35 2005 250.868 283.672 534.540 88,44 2006 254.259 258.639 512.898 98,31 2007 246.132 269.240 515.372 91,42 2008 247.245 275.690 522.935 89,18
Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)
Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2008 adalah
522.935 jiwa terdiri dari 247.245 laki-laki dan 275.690 perempuan.
Jumlah penduduk tahun 2008 jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk tujuh tahun sebelumnya pada tahun 2000 hasil sensus sebesar
490.214 jiwa, berarti dalam tujuh tahun terakhir kota Surakarta
mengalami kenaikan sebanyak 32.721 jiwa. Meningkatnya jumlah
penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota Surakarta termasuk dalam kota
yang cukup maju dan berkembang dibandingkan kota-kota lainnya di
Jawa Tengah.
Kondisi pertumbuhan penduduk di Kota Surakarta sudah relatif
rendah yaitu hingga Tahun 2008 mencapai rata-rata sebesar 0,48 persen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
per tahun (BPS Kota Surakarta). Kepadatan penduduk di Kota Surakarta
pada Tahun 2004 sebesar 11,599 penduduk per tahun per km2 .
Tabel 4.2
Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1980-2008
Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)
Apabila jumlah penduduk tersebut dibandingkan dengan luas
wilayah yang sebesar 4.403 km2, kepadatan penduduknya adalah sebesar
12.716 jiwa/km2 yang tersebar di 5 (lima) kecamatan, 51 kelurahan yang
mencakup 529 RW dan 2645 RT. Sebagian besar penduduk bekerja di
sektor perdagangan juga sektor industri dan jasa.
Tahun Jumlah
penduduk
Pertumbuhan Jiwa dari kurun waktu sebelumnya
Pertumbuhan Penduduk
1980 469.532 - - 1990 503.827 34.295 0,73 1995 516.594 12.767 0,51 2000 490.214 -26.380 -1,02 2003 497.234 7.020 0,48 2004 510.711 13.477 2,71 2005 534.540 23.829 4,66 2006 512.898 -21.642 -4,05 2007 515.372 2.474 0,48 2008 522.935 7.563 1,47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 4.3
Luas Daerah, Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah Penduduk
Kota Surakarta Tahun 2008
Sumber: BPS (Surakarta dalam angka 2008)
No. Kecamatan Luas
Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk Kelurahan
Kepadatan penduduk
(jiwa per km2)1. Serengan 3,19 63.558 7 19.899 2. Laweyan 8,64 109.930 11 12.723 3. Jebres 12,58 142.292 11 11.311 4. Pasar Kliwon 4,82 87.980 9 18.272 5. Banjarsari 14,81 162.093 13 10.945
Jumlah 44,04 565.853 51 12.849
3. Aspek Sosial Ekonomi
a. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi berdasarkan tingkat pendidikan adalah jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan yang telah dan sedang
ditempuh, dalam hal ini pendidikan formal. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik Surakarta, komposisi penduduk dapat dilihat
pada tabel 4.4 dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 4.4
Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan
Kota Surakarta tahun 2006 - 2007
No. Tingkat Pendidikan 2006
%
2007
%
Pertumbuhan 2006-2007
(%) 1. Tamat Akademi/ PT 33.103 6,82 33.156 7 0,16 2. Tamat SLTA 95.974 9,78 101.018 21,33 5,26 3. Tamat SLTP 103.569 21,34 103.037 21,76 -0,51 4. Tamat SD 105.816 21,81 99.859 21,08 -5,63 5. Tidak Tamat SD 47.498 9,79 42.924 9,06 -9,63 6. Belum Tamat SD 73.979 15,24 67.858 14,33 -8,27 7. Tidak Sekolah 25.184 5,19 25.658 5,41 1,88
b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Komposisi menurut mata pencaharian merupakan jumlah
penduduk yang bekerja (usia 10 tahun ke atas) menurut pekerjaan
yang dijalaninya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Surakarta, pada tahun 2006 jenis lapangan pekerjaan yang ditekuni
penduduk Kota Surakarta ada berbagai macam. Pada tabel 4.5 akan
memperlihatkan banyaknya penduduk menurut mata pencahariannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 4.5
Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 10 Tahun Ke Atas )
Kota Surakarta tahun 2007
No. Mata Pencaharian 2006
%
2007
%
Pertumbuhan 2006-2007(%)
1. Petani Sendiri 486 0,12 486 0,11 -0,01 2. Buruh Tani 569 0,14 569 0,13 -0,01 3. Pengusaha 8.042 1,99 8.218 1,89 -0,1 4. Buruh Industri 70.254 17,44 75.667 17,40 -0,04 5. Buruh Bangunan 64.406 15,99 68.535 15,76 -0,23 6. Pedagang 31.975 7,93 33.180 10,76 2,83 7. Angkutan 17.235 4,27 37.981 8,73 4,46 8. PNS/TNI/POLRI 27.505 6,82 26.169 6,01 -0,81 9. Pensiunan 30.791 7,64 17.018 3,91 -3,73 10. Lain-lain 151.494 37,61 166.936 38,39 0,78
JUMLAH 402.757 100 434.759 100 Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)
4. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB)
PDRB merupakan salah satu indikator perkembangan
perekonomian suatu daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukan
dengan harga konstan berarti dalam perhitungan telah dihilangkan
pengaruh – pengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang.
Perhitungan PDRB Kota Surakarta Tahun 2006 – 2007 berdasarkan
harga konstan 2000 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel 4.6
Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta
Tahun 2008 – 2009 (Jutaan Rupiah)
No
Lapangan Usaha
2008
%
2009
%
Pertumbuhan 2008-2009 (%)
1. Pertanian 2.866,18 0,07 2.900,41 0,07 - 2. Penggalian 1.905,23 0,04 1.862,50 0,04 - 3. Industri Pengolahan 1.200.606,83 27,88 1.235.952,77 27,97 0,09 4. Listrik, Gas, dan Air
Bersih 103.020,58 2,26 111.391,58 2,57 0,31
5. Bangunan 583.069,88 11,86 625.624,26 12,29 0,43 6. Perdagangan, Hotel,
dan Restoran 1.211.208,49 26,04 1.288.066,92 26,17 0,13
7. Angkutan dan Komunikasi
449.973,94 9,95 484.827,89 9,96 0,01
8. Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan
449.992,44 9,88 481.987,12 9,96 0,08
9. Jasa-jasa 546.699,38 12,03 585.264,16 12,07 0,04 PDRB 4.549.342,95 100 4.817.877,63 100
Sumber : BPS ( Surakarta Dalam Angka 2008)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 – 2009
sektor industri pengolahan memberikan kontribusi paling besar kedua
setelah perdagangan, hotel dan restoran pada PDRB Kota Surakarta. Dan
yang memberikan kontribusi paling kecil adalah sektor penggalian.
Kecamatan Lawiyan atau Laweyan merupakan daerah yang menjadi
fokus utama dalam penelitian ini. Kecamatan ini terletak di barat kota
Surakarta yang memiliki sebelas kelurahan, yaitu kelurahan Bumi, Jajar,
Karangasem, Laweyan, Kerten, Panularan, Pajang, Purwosari, Penumping,
Sondakan dan Sriwedari. Kecamatan ini terkenal karena penduduknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai
sekarang.
1. Kelurahan Lawiyan
Kelurahan ini memiliki kode pos 57148. Kelurahan ini berada di
pusat kecamatan Lawiyan dan bisa dikatakan jantung kecamatan ini. Di
kawasan Laweyan ada Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Batikan,
dan Jongke, yang penduduknya banyak yang menjadi produsen dan
pedagang batik, sejak dulu sampai sekarang. Di sinilah tempat berdirinya
Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para
produsen dan pedagang batik pribumi, pada 1912. Bekas kejayaan para
pedagang batik pribumi tempo doeloe ini bisa dilihat dari peninggalan
rumah mewahnya. Di kawasan ini, mereka memang menunjukkan
kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah
dengan arsitektur cantik.
Kawasan Laweyan dilewati Jalan Dr Rajiman (yang berada di
poros Keraton Kasunanan Surakarta-bekas Keraton Mataram di Kartasura).
Dari jalan Dr Rajiman ini, banyak terlihat tembok tinggi yang menutupi
rumah-rumah besar, dengan pintu gerbang besar dari kayu yang disebut
regol.
Sepintas tak terlalu menarik, bahkan banyak yang kusam. Tapi
begitu regol dibuka, barulah tampak bangunan rumah besar dengan
arsitektur yang indah. Biasanya terdiri dari bangunan utama di tengah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
bangunan sayap di kanan-kirinya, dan bangunan pendukung di
belakangnya, serta halaman depan yang luas.
Dengan bentuk arsitektur, kemewahan material, dan keindahan
ornamennya, seolah para raja batik zaman dulu mau menunjukkan
kemampuannya untuk membangun istananya, meski dalam skala yang
mini. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah rumah besar bekas
saudagar batik yang terletak di pinggir Jalan Dr Rajiman, yang sekarang
dibeli oleh Nina 'Akbar Tanjung', dirawat dan dijadikan homestay
Roemahkoe yang dilengkapi restoran Lestari.
Tentu saja tak semuanya bisa membangun "istana" yang luas,
karena di kanan-kirinya adalah lahan tetangga yang juga membangun
"istana"-nya sendiri-sendiri. Alhasil, kawasan ini dipenuhi dengan
berbagai istana mini, yang hanya dipisahkan oleh tembok tinggi dan gang-
gang sempit. Semangat berlomba membangun rumah mewah ini
tampaknya mengabaikan pentingnya ruang publik. Jalan-jalan kampung
menjadi sangat sempit. Terbentuklah banyak gang dengan lorong sempit
yang hanya cukup dilewati orang atau sepeda motor.
Tapi di sinilah uniknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara
tembok tinggi rumah-rumah kuno ini sangat mengasyikkan. Kita seolah
berjalan di antara monumen sejarah kejayaan pedagang batik tempo doeloe.
Pola lorong-lorong sempit yang diapit tembok rumah gedongan yang
tinggi semacam ini juga terdapat di kawasan Kauman, Kemlayan, dan
Pasar Kliwon (di Yogyakarta, bisa ditemukan di Kotagede).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
2. Kelurahan Penumping.
Kelurahan ini memiliki kode pos 57141. Di kelurahan ini terdapat
gedung Wisma Walikota yang oleh penduduk setempat disebut Loji
Gandrung. Kelurahan Penumping terdiri dari dua kampung yang
dipisahkan oleh Jalan Slamet Riyadi. Di bagian selatan terletak kampung
Penumping, sedang di sebelah utara terdapat kampung Kalitan. Selain Loji
Gandrung, di kelurahan Penumping terdapat beberapa bangunan lain yang
pantas disebut. Misalnya, YPAC (Yayasan Pemeliharaan Anak-anak
Cacad), Tugu Lilin (yang berhubungan dengan peringatan Kebangkitan
Nasional, 20 Mei), Ndalem Kalitan (yang kini dimiliki oleh keluarga
mantan Presiden terlama Republik Indonesia). Di tempat yang dulu berdiri
bangunan milik DKR (Djawatan Kesejatan Rakyat) kini berdiri Grand
Mall.
3. Kelurahan Pajang
Kelurahan ini memiliki kode pos 57146. Di perbatasan Pajang
dengan Desa Makamhaji terdapat situs purbakala yang diyakini sebagai
sisa-sisa keraton Kesultanan Pajang. Nama Pajang kemungkinan besar
berasal dari nama kesultanan yang berdiri sekitar 500 tahun yang lalu ini.
4. Kelurahan Purwosari
Kelurahan ini memiliki kode pos 57142. Sebagian jalan utama kota
Surakarta, yaitu Jalan Slamet Riyadi melewati kelurahan ini.
5. Kelurahan Sriwedari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Kelurahan ini memiliki kode pos 57141. Nama kelurahan ini
diambil dari Taman Sriwedari yang berada di wilayah kelurahan ini.
6. Kelurahan Kerten
Kelurahan ini memiliki kode pos 57143. Di kelurahan ini terdapat
rumah sakit Panti Waluyo dan juga perusahaan rekaman negara
PN.LOKANANTA.
7. Kelurahan Karangasem
Kelurahan ini memiliki kode pos 57145. Kelurahan ini adalah
kelurahan Surakarta yang letaknya paling barat.
8. Kelurahan Bumi
Kelurahan ini memiliki kode pos 57148.
9. Kelurahan Sondakan
Kelurahan ini memiliki kode pos 57147.
10. Kelurahan Panularan
Kelurahan ini memiliki kode pos 57149.
11. Kelurahan Jajar
Kelurahan ini memiliki kode pos 57144.
B. Diskripsi Umum Industri Batik
1. Sejarah batik
Kata “batik” sebenarnya berasal dari Indonesia. Dalam bahasa
Jawa kata batik berasal dari akar kata ”tik” yang berarti kecil. Istilah
batik diperkirakan lahir setelah adanya canting dab teknik perintang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
celup dengan lilin yaitu kira-kira setelah zaman Kartasura (abad 18).
Sedang pada zaman sebelumnya orang belum menamakannya batik,
namun motif dan proses batik sudah terbukti ada.
Mengenai asal mula batik Indonesia terdapat beberapa pendapat yang
berbeda-beda dan sampai kini masih dalam penelitian. Pendapat-
pendapat mengenai sejarah batik Indonesia antara lain :
a. Ditinjau dari sejarah kebudayaan, Dr. RM. Sutjipto Wirjosuprapto,
menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebelum bertemu dengan
kebudayaan India telah mengenal teknik untuk membuat kain batik,
mengatur penanaman padi dan sebagainya.
b. Ditinjau dari batik design dan proses “wax-resist-technique” maka
beberapa pendapat sebagai berikut :
• Dr. Alfred Steinmann, mengemukakan bahwa semacam batik
terdapat pula di Jepang pada zaman Dinasti Nara sampai abad
pertengahan, disebut “ro-Kechi”. Design batik dari daerah
tersebut umumnya bermotif geometris, tetapi batik di Indonesia
mempunyai design yang lebih tinggi dan banyak variasinya.
Batik dari India selatan dibuat sejenis kain secara lukisan lilin,
dipsangkan di Malaysia terkenal dengan nama kain Palekat.
• Dari keadaan di Indonesia, daerah-daerah yang dulu tidak pernah
terdapat pengaruh budaya India, terdapat pula pembuatan batik,
misalnya di Toraja, Irian, dan Sumatera.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
• Ditinjau dari seni ornament di Indonesia, tidak terdapat
persamaan seni ornament dalam batik Indonesia dengaan
ornament dalam batik India
c. Pendapat G.P Rouffaer, yang menyatakan antara lain, batik Jawa
adalah dari luar, dibawa pertama oleh orang Kalinga dan koromandel,
Hindu, dimana pada permulaan sebagai pedagang kemudian sebagai
imigran mulai mempengaruhi di Jawa.
d. Ditinjau dari sejarah, baik M. Yamin maupun Dr. RM Sutjipto
Wirjosuprapto, mengemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya ada
hubungan timbal balik antara Sriwijaya dan Tiongkok pada zaman
Dinasti Kaisar T’ang (abad 7-9).
Dengan adanya berbagai pendapat dan penelitian yang
merupakan perkembangan baru dalam masalah sejarah batik
Indonesia, maka pendapat G.P Rouffaer yang sudah menjadi
pendapat umum, yaitu batik Indonesia barasal dari India, menjadi
diragukan.
2. Perkembangan Industri Batik
Perkembangan yang dapat diikuti sampai saat ini adalah
perkembangan desain batik yang tercermin pada motif yang sangat
sederhana pada mulanya, sampai pada motif yang ada saat ini,
menunjukkan karya seni yang halus, rumit, dan indah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Kemudian perkembangan industri batik dari segi teknologi dimulai
dari cara mengikat dan mewarnai sampai pada penggunaan zat perintang
warna yang digunakan semula dari bubur ketan sampai lilin batik.
Sebagai alat pembatik, semula dari bambu/lidi sampai canting tulis dan
canting cap.
Sedangkan perkembangan industri batik dari segi kegunaan
produknya dapat dilihat, mulanya hanya sebagai kain panjang (jarik)
tetapi saat ini kegunaanya tidak terbatas untuk busana saja melainkan
digunakan juga untuk keperluan alat rumah tangga, seperti gorden, alat
kursi, sprei, tapalk meja dan lain-lain.
C. Analisis Diskriptif Lokasi Penelitian
1. Sejarah Kampung Laweyan
Kampung Laweyan sudah ada sejak tahun 1500 sebelum masehi mulai
dari keberadaan kerajaan Pajang, Laweyan yang berasal dari kata “Lawe”
(bahan sandang) telah menjadi pusat perdagangan bahan sandang seperti kapas
dan aneka kain. Laweyan semakin pesat ketika Kyai Ageng Henis (keturunan
Brawijaya V) dan cucunya yaitu Raden Ngabehi Lor Ing Pasar/ Sutawijaya
yang kelak menjadi raja pertama Mataram bermukim di Laweyan tahun 1546
M. Kyai Ageng Henislah yang kemudian mengajarkan cara membuat batik
kepada masyarakat Laweyan.
Dalam perkembanganya Laweyan berkembang menjadi pusat industri
batik sejak jaman kerajaan Mataram. Para saudagar batik yang tinggal di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Laweyan membangun rumah yang besar-besar dengan tembok menjulang dan
membangun lorong atau jalan rahasia di dalam rumah untuk menuju rumah
juragan batik lainnya di Laweyan dikarenakan berseberangan dengan pihak
kraton, jalan-jalan rahasia tersebut digunakan dalam melakukan pertemuan-
pertemuan dengan sesama saudagar batik untuk membahas kondisi sosial
politik waktu itu.
Sebelum kemerdekaan kampung Laweyan memegang peranan yang
sangat penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1911
muncul organisasi politik yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang
didirikan oleh KH.Samanhudi. Dalam bidang ekonomi para pedagang batik di
Laweyan juga memelopori pergerakan koperasi dengan mendirikan Persatoean
Peroesahaan Batik Boemiputra Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.
Dalam melakukan penulisan tentang Sejarah Kampung di Laweyan ini,
penulis mewawancarai Slamet Setiono ialah seorang tokoh masyarakat di
Kampung Laweyan ini. Beliau menyatakan bahwa, Laweyan merupakan
sebuah kawasan kampung dagang dan pusat industri batik, yang
perkembangannya dimulai sejak awal abad ke20. Jalur utama Laweyan adalah
jalan protokol kedua setelah jalan Slamet Riyadi yang menjadi penghubung
antara Surakarta dengan Yogyakarta. Dibandingkan dengan wilayah Surakarta
yang lain, maka Laweyan merupakan daerah yang paling kecil, baik jumlah
penduduk maupun luas wilayahnya.
Selama pemerintahan kerjaan Mataram, daerah Laweyan terdiri dari 2
wilayah yaitu Laweyan Barat dan Laweyan Timur yang dipisahkan oleh sungai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Laweyan. Karakteristik penduduk antara 2 wilayah tersebut sangat berbeda.
Penduduk di Laweyan Barat dalam masalah ekonomi dan kebudayaan lebih
banyak berhubungan dengan fasilitas yang disediakan oleh raja, sebaliknya
Laweyan Timur yang dihuni oleh sebagian pedagang dan pengusaha batik,
lebih banyak memusatkan kegiatan pada kegiatan pasar. Pasar yang telah mati
itu sekarang menjadi kampung Lor Pasar atau utara pasar atau Kidul Pasar atau
selatan pasar.
Laweyan terus berkembang sebagai pusat industri batik yang makmur
di Surakarta, selama awal abad ke 20, sebagai akibat ditemukannya alat
pembatik cap menggantikan canting yang dibawa masuk ke Laweyan, industri
batik di Laweyan mengalami modernisasi yang ditandai dengan munculnya
gagasan para pengusaha melahirkan produk batik Sandang pada tahun 1925
dan batik Tedjo tahun 1956.
2. Lokasi Laweyan
Etnis dan suku yang banyak berada di Laweyan adalah suku Jawa,
berdasarkan kesamaan etnis. Sejak jaman kerajaan Mataram, Laweyan banyak
ditinggali oleh bangsa Jawa yang profesinya adalah juragan batik sampai
sekarang ini.
Mayoritas mata pencaharian penduduk di Laweyan sebagian besar
adalah pedagang batik. Ini semua berkat jasa Kyai Ageng Henis, selain
menyebarkan agama, Kyai Ageng Henis juga mengajarkan masyarakat
Laweyan bagaimana caranya membuat batik. Laweyan yang dulunya hanya
memproduksi kain tenun kini berubah menjadi produsen batik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Kampung Laweyan adalah sentra batik yang terkenal di kota Solo.
Mayoritas penduduk di kampung ini bekerja sebagai pengrajin batik. Batik-
batik itu dipajang langsung di depan rumah mereka yang disulap menjadi ruang
pamer atau butik. Ada yang terlihat mewah ada pula yang sederhana, tetapi
nuansa kuno tetap dipertahankan sampai sekarang. Selain itu penduduk
Laweyan juga ada yang menjadi karyawan pabrik, supir becak, supir angkot
dan juga PNS, mereka hidup rukun dan membantu satu sama lain.
Penduduk di wilayah Laweyan mayoritas beragama Islam ini berkat
Kyai Ageng Henis yang merupakan keturunan Brawijaya V, yang kemudian
mempunyai keturunan Ki Ageng Pemanahan yang mendirikan kerajaan
Mataram di Kotagedhe. Kyai Ageng Henis dulunya beragama Hindu Jawa,
namun semenjak singgahnya sunan Kalijaga di daerah ini ketika hendak
menuju kerajaan Pajang, Kyai Ageng Henis kemudian masuk Islam. Kyai
Ageng Henis bersama Sunan Kalijaga kemudian menyebarkan agama Islam di
Laweyan.
Seorang tokoh yang amat disegani waktu itu atas pengaruh Kyai Ageng
Henis akhirnya juga masuk Islam. Beliau adalah Kyai Ageng Beluk. Setelah
masuk Islam, Kyai Ageng Beluk kemudian mengubah sanggarnya menjadi
masjid untuk menunjang dakwahnya. Masjid inilah yang kemudian dikenal
sebagai masjid Laweyan yang dibangun pada tahun 1546 Masehi. Agama
Islam pun menyebar dengan sangat pesat di Laweyan sampai sekarang.
Fasilitas atau ruang publik di wilayah Laweyan antara lain berupa
tempat terbuka, sebagian jalan (gang), sebagian ruangan yang digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
bimbingan les privat, mushola dan masjid, sebagai pemukiman tradisional,
ruang-ruang tersebut terletak diantara massa bangunan yang tersusun secara
padat dan berhimpitan dengan jarak yang relatif sempit, contoh ruang publik di
Laweyan adalah Area Makam Kramat, Masjid Baiturrahim, Latar Jembar,
Masjid Laweyan, Area Parkir Kramat, Langgar Makmur, Langgar Merdeka,
Darul Arqom, Makm Ngingas, Dirham, Masjid Kirmani dan Makam Klaseman.
Ruang-ruang umum milik masyarakat Laweyan ini difungsikan sebagai
suatu area untuk kegiatan bersama pada kegiatan kemasyarakatan. Masjid dan
langgar selain digunakan untuk tempat ibadah juga digunakan untuk kegiatan
sosial dan kebudayaan masyarakat. Ini dikarenakan keterbatasan ruangan,
disamping masjid, langgar dan tanah terbuka adalah milik negara, interaksi
sosial sosial juga dilakukan ditempat-tempat umum seperti makam, ruangan di
sisi jalan serta ruangan terbuka yang mendukung kegiatan masyarakat di
Laweyan.
Pada saat industri batik di Laweyan mengalami masa kejayaan sekitar
tahun 1960an, kampung Laweyan identik sebagai suatu kawasan industri
bersama. Pada masa itu interaksi sosial terjadi lebih intensif. Pambatikan
dilakukan di rumah-rumah saudagar yang terletak di sisi utara, sedang proses
pencucian dan penjemuran dilakukan di sungai dan area tepi-tepian sungai
dilakukan di kawasan selatan. Jalan dan area tepian sungai berfungsi sebagai
area kontak sosial yang cukup efektif, pada masa itu morfologi kampung
Laweyan berbentuk linier.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Seiring dengan perkembangan jaman ditemukannya pompa penyedot
air membuat produksi batik dapat diselesaikan di masing-masing rumah.
Kondisi ini mengakibatkan berubahnya pola morfologi kawasan yang
sebelumnya berbentuk linier menjadi berbentuk cluster. Peran daerah sungai
sebagai area kontak sosial berkurang, seiring dengan perubahan bentuk tersebut
berkurang pula ruang kontak sosial masyarakatnya.
Dahulu rumah-rumah penduduk Laweyan saling berhubungan langsung
melalui pintu-pintu yang dibangun di dalam rumah yang disebut pintu butulan
di atas dan di bawah tanah, sebagian besar halaman rumah mereka juga
digunakan untuk kegiatan masyarakat, pintu butulan selain digunakan untuk
berkomunikasi antar warga tetapi juga digunakan untuk keamanan. Dengan
bentuk rumah yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya
mengakibatkan adanya rasa persaudaraan dan persatuan yang kuat diantara
penduduk Laweyan.
Meskipun secara keseluruhan rumah Laweyan sebagaian besar tertutup
dan menimbulkan kesan angkuh bagi orang luar, tetapi itu tidak sepenuhnya
benar. Di dalam rumah dengan pagar tinggi dan tertutup, terdapat suatu
kegiatan sosial masyarakat dari komunitas Laweyan, ada ruang privat yang
digunakan untuk kegiatan publik di Laweyan, sehingga secara langsung
ataupun tidak langsung telah membentuk jalur-jalur ruang publik atau jalan
alternatif yang biasa digunakan oleh komunitas di dalamnya. Dalam
perkembangannya sekarang, karena adanya alih kepemilikan rumah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
adanya tuntutan kegiatan yang lain maka jalan pintas atau pintu butulan tidak
pernah digunakan lagi.
Dalam struktur kemasyarakatan di Laweyan terdiri dari kelompok
masyarakat saudagar batik atau pedagang batik, masyarakat biasa, tokoh
masyarakat seperti alim ulama dan pejabat pemerintah, selain itu ada juga
golongan saudagar atau pedagang batik yang didominasi oleh pedagang wanita
yang berperan penting dalam perdagangan batik di Laweyan yang disebut
Mbok Mase atau Nyah Nganten dan untuk suami disebut Mas Nganten sebagai
pelengkap dari keutuhan dari rumah tangga atau keluarga.
Sebagian besar masyarakat Laweyan masih melestarikan kesenian
tradisional seperti, keroncong, wayang dan karawitan yang biasanya dimainkan
ketika ada acara pernikahan, sunatan, tetakan dan kelahiran bayi yang
berlangsung di daerah tersebut. Dalam bidang kegiatan kerohanian atau
keagamaan sebagian besar masyarakat Laweyan sering mengadakan kegiatan
keagamaan seperti: pengajian, tadarusan, dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak
tertentu jadwal kegiatannya.
Masyarakat di Laweyan menurut sejarahnya adalah masyarakat yang
menghasilkan keturunannya dengan tradisi kawin saudara, yaitu menikah
dengan keluarganya yang masih berhubungan darah, tujuannya adalah harta
benda yang dimiliki keluarga itu tidak jatuh ke tangan orang lain yang bukan
saudara, selain itu pernikahan antar saudara juga bisa menciptakan suatu
keluarga besar yang artinya bisa melanjutkan usaha batik mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
3. Kondisi Sosial Masyarakat
Sejak jaman dahulu masyarakat Laweyan terkenal dengan sifatnya
yang tertutup, mandiri, dan beretos kerja tinggi. Hal tersebut tidak lepas dari
latar belakang mereka yang kebanyakan berprofesi sebagai juragan batik,
namun seiring dengan diresmikannya Kampoeng Batik Laweyan sebagai
tujuan wisata, maka sifat ketertutupan para pengusaha batik mulai tergeser.
Hal tersebut dibuktikan dengan dibukanya tempat tinggal mereka yang
menjadi satu bagian dengan pabrik batik untuk dikunjungi wisatawan,
bahkan mereka membuka rumah mereka menjadi showroom batik produksi
mereka.
4. Produk Batik Kampoeng Laweyan
a. Batik Tulis
Batik tulis terdiri dari beberapa jenis yaitu batik tulis tradisional,
batik tulis abstrak, batik tulis dan batik tolet. Batik tulis adalah suatu
teknik melukis diatas kain dengan menggunakan berbagai peralatan
seperti: canthing (alat untuk mengoleskan malam pada kain), gawangan
(rangka bambu untuk membentangkan kain), wajan (tempat untuk
mencairkan malam), anglo (tempat pengapian arang), tepas (kipas), kain
pelindung, saringan malam dan dingklik (tempat duduk).
Pada waktu itu bahan pewarna yang digunakan berasal dari pohon
tinggi, mengkudu, soga dan nila. Sedangkan untuk bahan soda memakai
soda abu dan bahan garam dari lumpur. Karena semua bahan tersebut
berasal dari alam, maka tidak menimbulkan polusi pada lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Proses pembuatan batik tulis meliputi beberapa tahapan seperti
mola (membuat pola), ngiseni (mengisi bagian yang sudah dibuat
polanya), nerusi (membatik pada sisi sebaliknya), nemboki (menutup
bagian kain yang tidak akan diwarnai), mbiriki (proses penghalusan
tembokan), pewarnaan, nglorot (merebus kain agar malamnya larut/lepas)
dan mbabari.
Karena proses yang panjang dan sangat membutuhkan keahlian
dari pembatik, maka batik tulis dijual dengan harga yang mahal. Batik
tulis tergolong sebagai Batik Halus (nomor satu). Batik tulis dari kain ini
sutera merupakan batik termahal dan diproduksi dalam jumlah terbatas.
Batik ini dibuat untuk memenuhi permintaan pasar segmen menengah
keatas dan untuk keperluan ekspor.
b. Batik Cap
Batik cap ada dua jenis yaitu cap yang dikombinasikan dengan
proses batik tulis serta batik yang hanya dicap.
c. Batik Printing (sablon)
Batik printing (batik sablon) adalah batik yang proses
pembuatannya berbeda dengan batik pada umumnya yang menggunakan
malam dan juga dilorod untuk menghilangkan malam, pada baik printing
tidak digunakan malam, tetapi kain langsung diproses menggunakan
mesin. Dalam satu kali produksi bisa menghasilkan batik dalam jumlah
yang banyak.
5. Proses Pembuatan Batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Proses pembuatan batik meliputi 3 pekerjaan utama, yaitu :
a. Pelekatan lilin batik
Fungsi dari lilin batik adalah untuk menolak terhadap warna
yang diberikan pada kain pada pengerjaan berikutnya. Agar dapat
dituliskan pada kain, lilin tadi perlu dipanaskan dahulu kurang
lebih 60º-70ºC.
Pelekatan lilin dilakukan pada kain untuk membuat motif
batik yang dikehendaki. Dengan cara canting tulis, dengan
dicapkan dengan canting cap atau dilukiskan dengan kuas. Untuk
proses pembatikan cap digunakan canting cap. Proses cap jauh
lebih cepat dibandingkan dengan sistem tulis.
b. Pewarnaan batik
Pekerjaan pewarnaan ini dapat berupa mencelup, secara
lukisan atau painting. Pewarnaan dilakukan secara dingin dan zat
pewarna yang dipakai tidak hilang warnanya pada saat
menghilangkan lilin.
c. Menghilangkan lilin
Menghilangkan lilin batik ini berupa penghilangan sebagian
pada tempat tertentu dengan cara mengerik atau menghilangkan
lilin batik secara keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Dengan tiga macam proses utama tersebut dapat dibuat batik
dengan beberapa macam teknik pembuatan batik. Teknik
pembuatan batik dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
• Proses Tradisional : meliputi kerokan, lorodan, bedesan, dan
radionan.
• Proses batik bebas : dalam artian tidak harus mengikuti aliran
proses sebagaimana batik tradisional.
6. Jalur Perjalanan Wisata
Jalur perjalanan wisatawan/pengunjung di Kampoeng Batik Laweyan
dibuat dalam jalur yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan keinginan
pengunjung. Jenis kunjungan wisata disesuaikan dengan waktu kunjungan
wisatawan yang bersangkutan. Dari jenis pengunjung/wisatawan dapat
dibedakan menurut tujuan pengunjung/wisatawan, yaitu:
a. Berbelanja,
b. Akademik/penelitian
c. Belajar membatik
d. Lingkungan
e. Jalan-jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 4.7
Obyek Wisata Laweyan
No. Nama Tempat Jenis Pariwisata Keterangan 1. Makam Ki Ageng Henis Wisata Ziarah Ki Ageng Henis
merupakan kakek (cikal bakal) dari raja-raja
Mataram 2. Makam K.H Samanhudi Wisata Ziarah K.H Samanhudi adalah
pahlawan nasional pendiri Serikat Islam
3. Makam Jayengrana Wisata Ziarah Jayengrana adalah bupati pertama Surabaya
4. Bandar Kabanaran Wisata Budaya Bandar Kabanaran dahulu adalah sungai yang menjadi jalur
transportasi pemasaran batik
5. Showroom dan Tempat Produksi Batik
Wisata Budaya Laweyan merupakan salah satu sentra industri kerajinan Batik di Jawa
6. Ledre Wisata Kuliner Ledre merupakan makanan tradisional
Laweyan 7. Rumah-rumah Kuno Wisata Budaya Bangunan dan rumah-
rumah kuno di Laweyan merupakan bukti
kejayaan juragan batik masa lalu
8. Masjid Laweyan Wisata Religi Masjid Laweyan merupakan salah satu
masjid tua dan bersejarah di kota
Surakarta 9. Langgar Merdeka Wisata Religi Langgar merdeka
dibangun pada tahun 1877 oleh Haji Mashadi
dan kemudian diwakafkan kepada
masyarakat Laweyan 10. Langgar Laweyan Wisata Religi Langgat Laweyan
merupakan langgar tertua di Surakarta
Sumber : Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
7. Fasilitas Kampoeng Batik Laweyan
Sebagai konsekuensi ditetapkannya kawasan Laweyan sebagai
daerah tujuan wisata, Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
bekerjasama dengan berbagai pihak untuk terus mengembangkan
Kampoeng Batik Laweyan. Salah satu usaha pengembangan tersebut
adalah dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi pengunjung
Kampoeng Batik Laweyan. Sarana dan prasarana tersebut antara lain:
a. Shelter
Di Kampoeng Batik Laweyan telah dibangun shelter yang
berfungsi sebagai tempat istirahat dan tempat berteduh bagi
pengunjung yang merasa lelah setelah berjalan-jalan di Kampoeng
Batik Laweyan. Shelter tersebut berada disepanjang jalan
Sidoluhur, disamping shelter terdapat board yang memuat peta
lokasi wisata Kampoeng Batik Laweyan beserta lokasi industri
batik yang ada di Kampoeng Batik Laweyan.
b. Becak Wisata
Becak wisata adalah fasilitas berkeliling Kampoeng Batik
Laweyan dengan menggunakan becak. Penarik becak wisata
tersebut adalah penarik becak yang beroperasi di wilayah
Kampoeng Batik Laweyan dan sekitarnya, yang membedakan
becak wisata dengan becak yang lain adalah cat Kampoeng Batik
Laweyan yang ada di slebor becak tersebut. Jumlah becak wisata
yang ada di Kampoeng Batik Laweyan berjumlah kurang lebih 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
buah. Becak wisata tersebut pernah dikerahkan untuk membawa
rombonagn yayasan Warna-warni milik Nina Akbar Tanjung
bersama rombongan pejabat dan mantan pejabat untuk berwisata di
Kampoeng Batik Laweyan.
c. Papan Penunjuk Jalan
Untuk memudahkan wisatawan mengunjungi berbagai
obyek wisata di Kampoeng Batik Laweyan, maka dipasang papan
penunjuk jalan yang berisi nama-nama showroom Batik dan obyek
wisata. Tanda penunjuk jalan yang ada di Kampoeng Laweyan
digunakan sebagai media informasi arah dan tempat daerah tujuan
wisata yang ada di Kampoeng Batik Laweyan, diantara content
penunjuk jalan di Kampoeng Batik Laweyan memuat informasi
letak showroom batik, rumah-rumah kuno, laweyan batik training
center, industri batik, dan lain-lain.
8. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL)
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL)
merupakan organisasi yang beranggotakan seluruh masyarakat Laweyan.
Awal mula forum ini terbentuk dikarenakan batik Laweyan mengalami
degradasi akibat munculnya batik printing yang berakibat berkurangnya
pengusaha batik. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
(FPKBL) memiliki logo (lampiran).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Keterangan Logo Forum:
a. Rumah Kuno : menggambarkan rumah kuno dan
lingkungan Laweyan
b. 7 titik : menggambarkan terciptanya Sapta Pesona
Pariwisata
c. Pilar : menggambarkan pilar-pilar dari rumah
kuno Laweyan
d. Tumbuhan : menggambarkan keanekaragaman corak
batik
e. 4 daun : menggambarkan 4 daerah yang akan
menjadi daerah pengembang, yaitu Bumi,
Laweyan, Pajang dan Sondakan
f. Pelungguh : menggambarkan kejayaan batik di
Nusantara yang berawal dari Laweyan
Tujuan dibentuknya Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL) adalah untuk membangun serta mengoptimalkan
seluruh potensi Kampoeng Laweyan untuk bangkit kembali dan
menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL)
didirikan pada tanggal 25 September 2004, berawal dari sebuah diskusi
dan rapat antar pengusaha Batik laweyan yang kemudian berkembang
menjadi sebuah musyawarah untuk membentuk Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan. Forum Pengembangan Kampoeng Batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Laweyan (FPKBL) memiliki kesekretariatan di Jl. Dr.Rajiman 521
Laweyan Solo dengan nomor telepon (0271) 712276 dan fax. (0271)
738724.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, Forum Pengembangan Kampoeng
Batik Laweyan tak lepas dari visi dan misinya, adapun visi dan misi dari
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan adalah:
a. Visi
Menjadikan Laweyan sebagai kawasan pusat industri batik,
heritage, dan wisata budaya, yang ramah lingkungan melalui
pembangunan yang berkelanjutan.
b. Misi
1) Mengadakan pelatihan produksi batik yang ramah
lingkungan
2) Mengadakan pelatihan pengelolaan / managemen
perusahaan
3) Mengadakan pelatihan pemasaran dan promosi
perusahaan
4) Perkuatan modal melalui kemitraan dengan bank dan
BUMN
5) Perluasan pemasaran produk melalui pembukaan
showroom dan kemitraan dengan bapak angkat dan
perusahaan lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
6) Mendorong peningkatan dan terwujudnya produk
ekspor
7) Mendorong tumbuh kembangnya perusahaan batik baru
8) Penataan infrastruktur kawasan yang mendukung
terwujudnya produksi bersih yang efisien
9) Perkuatan organisasi komunitas kawasan
c. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan unsur yang sangat penting
bagi sebuah instansi. Mekanisme kerja atau operasionalisasi
seluruh kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik bila
struktur organisasinya jelas. Selain itu dengan pembagian kerja
karyawan dan job description yang jelas akan memperlancar
tercapainya tujuan forum. Struktur organisasi Forum
Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan seperti yang
dijelaskan pada gambar berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Seksi
Pembangunan
Seksi
Litbang
Seksi
Promosi
Seksi
Humas
Seksi
Usaha
Seksi Seni
Budaya
Seksi
Guide
Seksi
Pameran
Bendahara
Penasehat
Gambar 4.1
Struktur Organisasi FPKBL
Sumber : Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
d. Program dan Pelaksanaan Kegiatan Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Ada berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Forum
Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dalam rangka
mengembangkan Kampoeng Batik laweyan, diantaranya adalah:
1) Pelatihan di Batik Training Centre
2) Pameran-pameran (pameran klaster)
3) Selawenan
4) Kunjungan dan studi banding
5) Menjalin kerjasama dengan instansi diluar Kampoeng
Batik Laweyan
6) Rapat pelaksanaan Selawenan
Selain itu, Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan juga melaksanakan program pembangunan fisik dan
non fisik, program jangka pendek dan jangka menengah dari
Kampoeng Batik Laweyan, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel 4.8
Program dan Pelaksanaan Kegiatan (Rencana Program)
No. Jenis Program Tahun Keterangan 1. Program Jangka Pendek:
Granddesign tata perekonomian dan industri kawasan Grand design
heritage kawasan Grand design Sosial Budaya Grand design tata
ruang kawasan
2005 2006
Swadaya FPKBL, kerjasama dengan pemerintah kota
2. Program jangka menengah: Realisasi program penataan
ekonomi/industri, heritage, social budaya dan tata ruang tahap I
2007 s/d 2011 Swadaya FPKBL, kerjasama dengan pemerintah kota
3. Program jangka panjang: Realisasi program penataan
ekonomi/industri, heritage, social budaya, dan tata ruang tahap II
2011 s/d 2014 Swadaya FPKBL, kerjasama dengan pemerintah kota
Sumber : Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
e. Hubungan Antara Lembaga di Kampoeng Batik Laweyan
Untuk menunjang kinerja dari Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan, maka dibutuhkan kerjasama antar
lembaga setempat, seperti digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 4.2
Hubungan Antar Lembaga di Kampoeng Batik Laweyan
Sumber: Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan)
Kelurahan
FPKBL Forum Lingk. Hidup Forum Perdamaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
f. Hubungan Antara FPKBL dengan instansi di luar Kampoeng
Batik Laweyan dan Strategi Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan
Dalam mengembangkan Kampoeng Batik Laweyan sesuai
visi dan misinya, Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan bekerjasama dengan berbagai instansi, yaitu: Dinas,
Instansi, lembaga yang sama di tingkat propinsi, nasional dan
internasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
FPKBL
Tingkat Kota Surakarta
• Disperindag dan Penanaman Modal • Dinas Pariwisata dan Budaya • Dinas Koperasi Bapeda • DPU • Dinas Tata Kota Cagar Budaya • BUMN • ASITA • PHRI • FEDEP • PTS/PTN • Lembaga Pendidikan • BDS • Hotel • Restaurant • Travel Biro • Instansi dan Lembaga Lain yang Terkait
Gambar 4.3
Hubungan Antara FPKBL dengan Instansi di Luar Kampoeng Batik Laweyan
Sumber : Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan di dalam
kerjasamanya dengan dinas terkait yang paling sering yaitu
dengan Disperindag yang mana kerjasamanya (1) berbentuk
pelatihan dan informasi mengenai warna alam, warna sintesis
dan kain perca, (2) bantuan peralatan industri-industri kecil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
seperti mesin jahit, obras, konveksi, cap, pewarna, kompor
listrik, dan lain-lain, (3) jika FPKBL mengadakan pameran
biasanya Disperindag memberikan subsidi baik insidental
maupun semi permanen.
Selain Disperindag, Dinas Pariwisata juga bekerjasama
dengan FPKBL diantara kerjasamanya dalam bentuk pariwisata,
guide, dan memberikan anggaran rutin per tahunnya sebesar Rp
6-7 Juta.
Sedangkan instansi-instansi yang lain, diantaranya seperti
koperasi bekerjasama dalam hal memberi tambahan modal,
selain koperasi hotel dan travel juga bekerjasama dalam hal
promo tour, dan lain-lain.
D. Analisis Diskriptif Data
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden dari hasil
kuesioner dalam penelitian ini, diperoleh data-data tentang pengusaha batik di
Kota Surakarta yang mengambil studi kasus di Kampung Batik Laweyan.
Data-data tersebut antara lain mengenai keuntungan, modal, tenaga
kerja, bahan baku, dan penjualan dari pengusaha batik itu sendiri ditambah
dengan data tentang kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, guna
memperjelas deskripsi mengenai industri batik di kota Surakarta. Data-data
yang ditampilkan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Sebelumnya dapat digunakan beberapa tahap dalam menyusun tabel
atau distribusi frekuensi yaitu sebagai berikut (Djarwanto,1994) :
1. Menentukan jumlah kelas
Digunakan dengan pedoman Sturges dengan rumus sebagai berikut :
k = 1 + 3.3 log n
Dimana: k = jumlah kelas
n = jumlah sampel
Maka dalam penelitian keuntungan pengusaha industri batik di Kecamatan
Laweyan Surakarta didapatkan jumlah kelas yaitu :
k = 1 + 3.3 log (100)
= 7,6
= 8 (dibulatkan)
Jadi, terdapat 8 kelas dalam penelitian ini.
2. Menentukan interval kelas
Selaras dengan pendekatan Sturges, maka interval kelas ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :
Ci = kR
Ci = interval kelas
R = range (selisih antara data terbesar dan data terkecil)
k = jumlah kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Data-data di luar kategori diatas dimana merupakan data tambahan dalam
menggambarkan kondisi dan deskripsi keuntungan pengusaha batik yang tidak
dimasukkan dalam variabel penelitian ini disusun tanpa adanya kelas yang sudah
ditetapkan melainkan sesuai dengan kriterianya masing-masing.
Data-data tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Yang dimaksud umur disini yaitu umur responden pada saat
penelitian dilakukan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.7
berikut ini :
Tabel 4.9
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Umur
Kelas Kelompok Umur (dalam tahun) Frekuensi Persentase
1. < 31 10 10 % 2. 32 – 35 10 10 % 3. 36 – 39 12 12% 4. 40 – 43 9 9 % 5. 44 – 47 9 9 % 6. 48 – 51 15 15 % 7. 52 – 55 27 27 % 8. > 56 8 8 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.9 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak berusia 53 – 56 tahun yaitu
sebesar 27% sebanyak 27 responden. Jumlah responden dengan usia < 31
tahun sebesar 10% sebanyak 10. Jumlah responden dengan usia 32 - 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
tahun sebesar 10% sebanyak 10. Jumlah responden dengan usia 36 – 40
tahun sebesar 12% sebanyak 12. Jumlah responden dengan usia 41 – 44
tahun sebesar 9% sebanyak 9. Jumlah responden dengan usia 45 – 48
tahun sebesar 9% sebanyak 9. Jumlah responden dengan usia 49 – 52
tahun sebesar 15% sebanyak 15. Jumlah responden dengan usia 53 – 56
tahun sebesar 27% sebanyak27. Sedangkan responden dengan usia diatas
57 tahun memiliki prosentase paling sedikit, yaitu sebesar 8% sebanyak 8
responden, jika dilihat secara keseluruhan, semua responden dalam
penelitian ini mayoritas berusia diatas 31 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa untuk menjadi pengusaha batik
diperlukan kematangan usaha dan pengalaman yang cukup sehingga dalam
menjalankan usaha Batik di Kecamatan Laweyan para pengusaha akan
dapat mengatasi semua permasalahan dengan bijaksana.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.10
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Tingkat Pendidikan
Kelas Pendidikan Frekuensi Persentase 1. SD - - 2. SMP 8 8 % 3. SMA 23 23 % 4. DIPLOMA 25 25 % 5. S1 35 35 % 6. S2 10 10 %
Jumlah 100 100 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Dari table 4.10 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak telah menempuh tingkat
pendidikan sampai S1 yaitu sebesar 35% sebanyak 35 responden. Jumlah
responden dengan tingkat pendidikan samapai dengan SMA sebesar 23%
sebanyak 23 responden. Jumlah responden dengan tingkat pendidikan
sampai dengan Diploma atau sarjana muda sebesar 25% sebanyak 25
responden. Jumlah responden dengan tingkat pendidikan sampai dengan
S2 sebesar 10% sebanyak 10 responden. Sedangkan responden dengan
tingkat pendidikan sampai SMP memiliki prosentase paling sedikit, yaitu
sebesar 8 % sebanyak 8 responden.
Hal ini menunjukkan bahwa rata – rata semua responden memiliki
tingkat pendidikan formal yang mencukupi. Namun untuk terjun dalam
usaha batik, pengalaman yang cukup dan ketrampilan lebih dibutuhkan
daripada tingkat pendidikan formal. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat
pendidikan yang tinggi tidak mutlak diperlukan dalam kemajuan usaha
batik ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha
Tabel 4.11
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Pengalaman Usaha
Kelas Pengalaman Usaha (tahun) Frekuensi Persentase 1. < 10 12 12 % 2. 10 – 15 28 28 % 3. 15 – 20 45 45 % 4. ≥ 20 15 15 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.11 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak telah memiliki pengalaman
usaha antara 15 sampai dibawah 20 tahun yaitu sebesar 45% sebanyak 45
responden. Untuk responden yang memilki pengalaman usaha antara 10
tahun sampai dibawah 15 tahun yaitu sebesar 28% sebanyak 28 responden.
Untuk responden yang memilki pengalaman usaha diatas 20 tahun yaitu
sebesar 15% sebanyak 15 responden. Sedangkan jumlah responden dengan
pengalaman dibawah 10 tahun memilki prosentase paling sedikit yaitu
sebesar 12% sebanyak 12 responden.
Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha batik telah banyak
mengenal potensi daerah, sumber daya dan kondisi pasar di Surakarta
sehingga mengetahui pangsa pasar penjualan batik, semakin lama
pengusaha batik menjalankan usahanya, maka pengusaha tersebut
memiliki peluang yang lebih besar untuk maju dan berkembang, karena
lebih memiliki pengalaman yang memadai di bidang usaha batik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Usaha
Tabel 4.12
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Status Usaha
Kelas Status Usaha Frekuensi Persentase 1. Usaha Utama 80 80 % 2. Usaha Sampingan 20 20 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.12 diatas dapat dilihat bahwa dari 40 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak yang menggunakan status usaha
sebagai usaha utama sebesar 80% sebanyak 80 responden. Sedangkan
yang menggunakan status usaha sebagai usaha sampingan memilik
prosentase paling sedikit yaitu sebesar 20% sebanyak 20 responden. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggantungkan hidup
di sektor industri batik.
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Tabel 4.13
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Tenaga Kerja
Kelas Tenaga Kerja (orang) Frekuensi Persentase 1. < 4 18 18% 2. 4 – 7 49 49 % 3. 8 – 11 10 10% 4. 12 – 15 8 8 % 5. 16 – 19 10 10 % 6. ≥ 19 5 5 %
Jumlah 100 100 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Dari tabel 4.13 dapat dilihat bahwa mayoritas responden
menggunakan tenaga kerja antara 4 sampai 7 orang yaitu sebesar 49 %
sebanyak 49 responden. Sedangkan penggunaan tenaga kerja lebih dari 20
orang memilki prosentase paling sedikit yaitu sebesar 5% sebanyak 5
responden.
Penggunaan tenaga kerja antara 4 sampai dibawah 8 orang
berdasarkan klasifikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) dapat
digolongkan pada industri kecil menengah. Sehingga berdasarkan
klasifikasi dari BPS usaha Batik di Kecamatan Laweyan termasuk
golongan usaha indsutri kecil menengah.
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Upah Tenaga Kerja
Tabel 4.14
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Upah Tenaga Kerja
Kelas Upah Tenaga Kerja (Rp) Frekuensi Persentase 1. < 1.000.000 11 11 % 2. 1.000.000 < 2.500.000 16 16 % 3. 2.500.000 < 4.000.000 29 29 % 4. 4.000.000 < 5.500.000 20 20 % 5. 5.500.000 < 7.000.000 7 7 % 6. 7.000.000 < 9.500.000 6 6 % 7. 9.500.000 < 11.000.000 6 6 % 8. ≥ 11.000.000 5 5 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.14 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak memiliki budget untuk upah
tenaga kerja 2.500.000 sampai dibawah 4.000.000 sebesar 29% sebanyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
29 responden, untuk budget upah tenaga kerja dibawah 1.000.000 sebesar
11% sebanyak 11 responden, untuk budget upah tenaga kerja antara
1.000.000 sampai di bawah 2.500.000 sebesar 15% sebanyak 15 responden,
untuk budget upah tenaga kerja antara 4.000.000 sampai di bawah
5.500.000 sebesar 20% sebanyak 20 responden. untuk budget upah tenaga
kerja antara 5.500.000 sampai di bawah 7.000.000 sebesar 7% sebanyak 7
responden. Untuk budget upah tenaga kerja 7.000.000 sampai di bawah
9.500.000 dan budget upah tenaga kerja 9.500.000 sampai di bawah
11.000.000 sebesar 6% sebanyak 6 responden. Sedangkan budget upah
tenaga kerja diatas atau sama dengan 11.000.000 memilki prosentase yang
paling sedikit yaitu sebesar 5% sebanyak 5 responden
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Biaya Bahan Baku
Tabel 4.15
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Biaya Bahan Baku
Kelas Biaya Bahan Baku (Rp) Frekuensi Persentase 1. < 5.000.000 25 25 % 2. 5.000.000 < 10.000.000 38 38% 3. 10.000.000 < 15.000.000 5 5 % 4. 15.000.000 < 20.000.000 15 15 % 5. 20.000.000 < 25.000.000 8 8 % 6. 25.000.000 < 30.000.000 2 2 % 7. 30.000.000 < 35.000.000 3 3 % 8. ≥ 35.000.000 4 4 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.15 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak yang mengeluarkan biaya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
bahan baku dan yang lainnya adalah antara 5.000.000 sampai dibawah
10.000.000 sebesar 38% sebanyak 38 responden, untuk biaya bahan baku
dan yang lainnya dibawah 5.000.000 sebesar 25% sebanyak 25 responden,
untuk biaya bahan baku dan yang lainnya 10.000.000 sampai dibawah
15.000.000 sebesar 5% sebanyak 5 responden, untuk biaya bahan baku dan
yang lainnya antara 15.000.000 sampai dibawah 20.000.000 sebesar 15%
sebanyak 15 responden, untuk biaya bahan baku dan yang lainnya antara
20.000.000 sampai dibawah 25.000.000 sebesar 8% sebanyak 8 responden,
untuk biaya bahan baku dan yang lainnya antara 30.000.000 sampai
dibawah 35.000.000 sebesar 2% sebanyak 2 responden, untuk biaya bahan
baku dan yang lainnya yang lebih dari atau sama dengan 35.000.000
sebesar 4% sebanyak 4 responden. Sedangkan untuk biaya bahan baku dan
yang lainnya antara 25.000.000 sampai dibawah 30.000.000 memilki
prosentase yang paling sedikit yaitu sebesar 2% sebanyak 2 responden.
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Modal
Tabel 4.16
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Sumber Modal
Kelas Sumber Modal Frekuensi Persentase 1. Bank Pemerintah 43 43 % 2. Bank Swasta 25 25 % 3. Koperasi 10 10 % 4. Sendiri 22 22 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.16 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak yang mendapatkan sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
modal untuk mendirikan usaha industri batik adalah berasal dari bank
pemerintah sebesar 43% sebanyak 43 responden, untuk sumber modal
yang berasal dari bank swasta sebesar 25% sebanyak 25 responden, untuk
sumber modal yang berasal dari modal sendiri sebesar 22% sebanyak 22
responden, sedangkan untuk sumber modal yang dari koperasi memilki
prosentase ynag paling sedikit yaitu sebesar 10% sebanyak 10 responden.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini melalui bank
pemerintah mempermudah pemberian modal terhadap para pengusaha
Batik di Kecamatan Laweyan .
9. Karakteristik Responden Berdasarkan Modal
Tabel 4.17
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Modal
Kelas Modal (Rp) Frekuensi Persentase 1. < 10 Juta 57 57 % 2. 10 Juta < 13 Juta 7 7 % 3. 13 Juta < 16 Juta 2 2 % 4. 16 Juta < 19 Juta 6 6 % 5. 19 Juta < 22 Juta 9 9 % 6. 22 Juta < 25 Juta 3 3 % 7. 25 Juta < 28 Juta 7 7 % 8. ≥ 28 Juta 9 9 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.17 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini jumlah responden terbanyak yang mempunyai modal selama
sebulan adalah kurang dari 10 Juta sebesar 60% sebanyak 60 responden,
untuk modal selama sebulan antara 13 Juta sampai dibawah 16 Juta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
sebesar 5% sebanyak 5 responden, untuk modal selama sebulan antara 16
Juta sampai dibawah 19 Juta sebesar 6% sebanyak 6 responden, untuk
modal selama sebulan antara 19 Juta sampai dibawah 22 Juta dan 25 Juta
sampai dibawah 28 Juta sebesar 10% sebanyak 10 responden, untuk modal
selama sebulan antara 22 Juta sampai dibawah 25 Juta sebesar 3%
sebanyak 3 responden, untuk modal selama sebulan diatas atau sama
dengan 28 Juta sebesar 4% sebanyak 4 responden. Sedangkan untuk modal
selama sebulan antara 10 Juta sampai dibawah 13 Juta memilki prosentase
paling sedikit yaitu sebesar 2% sebanyak 2 responden.
Jika dilihat secara umum, maka dapat dikatakan bahwa usaha Batik
di Kecamatan Laweyan sebagian besar memiliki modal sebesar di bawah
20 juta, maka dapat disimpulkan bahwa usaha Batik di Kecamatan
Laweyan merupakan usaha kecil. Sedang menurut kriteria Dinas
Perindustrian dan Perdagangan ( Disperindag ), industri kecil memiliki
modal dibawah 5 juta, sementara industri menengah modalnya antara 5
sampai 200 juta, maka usaha Batik di Kecamatan Laweyan tersebut
menurut ktiteria Disperindag berdasarkan jumlah modal dapat digolongkan
pada sektor industri menengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
Tabel 4.18
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Penjualan
Kelas Pendapatan (Rp) Frekuensi Persentase 1. < 5 Juta 14 14 % 2. 5 Juta < 8 Juta 24 24 % 3. 8 Juta < 11 Juta 9 9 % 4. 11 Juta < 14 Juta 12 12 % 5. 14 Juta < 17 Juta 5 5 % 6. 17 Juta < 20 Juta 2 2 % 7. 20 Juta < 23 Juta 5 5 % 8. ≥ 23 Juta 29 29 %
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.18 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini mayoritas responden mempunyai pendapatan selama sebulan
adalah antara 5 Juta sampai dibawah 8 Juta sebesar 40% sebanyak 40
responden, untuk pendapatan selama sebulan di bawah 5 Juta sebesar 15%
sebanyak 15 responden, untuk pendapatan selama sebulan antara 8 Juta
sampai dibawah 11 Juta dan 14 Juta sampai dibawah 17 Juta sebesar 10%
sebanyak 10 responden, untuk pendapatan selama sebulan antara 11 Juta
sampai dibawah 14 Juta sebesar 6% sebanyak 6 responden, untuk
pendapatan selama sebulan antara 17 Juta sampai dibawah 20 Juta dan
antara 20 Juta sampai dibawah 23 Juta sebesar 7% sebanyak 7 responden.
Sedangkan untuk pendapatan selama sebulan diatas atau sama dengan 23
Juta memilki prosentase paling sedikit yaitu sebesar 5% sebanyak 5
responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Hal ini menunjukkan bahwa usaha Industri Batik di Kecamatan
Laweyan termasuk usaha yang menguntungkan, sehingga sangat tepat
apabila usaha batik tersebut dikembangkan.
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Keuntungan
Tabel 4.19
Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Keuntungan
Kelas Keuntungan (Rp) Frekuensi Persentase 1. < 3 Juta 50 50% 2. 3 Juta < 5 Juta 13 13% 3. 5 Juta < 7 Juta 17 17% 4. 7 Juta < 9 Juta 10 10% 5. 9 Juta < 11 Juta 5 5% 6. ≥ 11 5 5%
Jumlah 100 100 %
Dari table 4.19 diatas dapat dilihat bahwa dari 100 responden
penelitian ini mayoritas responden mempunyai keuntungan selama sebulan
adalah dibawah 3 Juta sebesar 50% sebanyak 50 responden, untuk
keuntungan selama sebulan antara 3 Juta sampai dibawah 5 Juta sebesar
13% sebanyak 13 responden, untuk keuntungan selama sebulan antara 5
Juta sampai di bawah 7 Juta sebesar 17% sebanyak 17 responden, untuk
keuntungan selama sebulan antara 7 Juta sampai dibawah 9 Juta sebesar
10% sebanyak 10 responden, untuk keuntungan selama sebulan antara 9
Juta sampai dibawah 11 Juta dan lebih dari 11 Juta memilki prosentase
paling sedikit yaitu sebesar 5% sebanyak 5 responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Hal ini menunjukkan bahwa rata – rata usaha Industri Batik di
Kecamatan Laweyan termasuk usaha kecil menengah karena rata – rata
keuntungan yang diperoleh adalah dibawah 5 Juta.
E. Hasil dan Analisis Data
1. Pemilihan Model
Model Regresi yang digunakan dalam pengolahan data skripsi ini
adalah model log-linier:
Keterangan :
= tingkat keuntungan
0β = intersep
1β = jumlah modal
2β = besarnya biaya untuk jumlah tenaga kerja
= besarnya biaya bahan baku
= variabel gangguan
Hasil pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
Eviews 3.1 dengan model regresi log-linear dengan tampilan data
pengolahan data sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tabel 4.22
Hasil Analisis Regresi
Variabel Koefisien Regresi t – statistik Konstanta -0,868887 -5,695394 Modal 1,449430 3,745267 Upah Tenaga Kerja 0,096112 1,117653 Bahan Baku -0,617766 -1,671758 Koef. Determinasi ( ) 0,856074 F – statistik 190,3372
Sumber : Eviews 3.1, data diolah
Hasil estimasi menggunakan Eviews 3, adalah:
Se = (0.152560) (0.387003) (0.085995)
(0.369531)
t = (-5.695394) (3.745267) (1.117653)
(-1.671758)
2. Uji Statistik
a. Uji Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji t adalah uji secara individual semua koefisien regresi
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-
masing variabel independen terhadap variable dependennya. Hasil
pengujian statistik t akan didapatkan hasil sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
t.tabel KNt −;2
α 5100;2
05.0 −t = 1,960
Keterangan :
α = derajat signifikansi
Ho diterima
Ho ditolak Ho ditolak
‐1,960
N = jumlah sampel/observasi (100)
K = banyaknya variabel (5)
1,960
Tabel 4.23 Pengaruh Variabel Independen Terhadap Keuntungan
Pengusaha Batik Laweyan
Variabel t-statistik Prob. Kesimpulan C -5.695394 0.0000 Signifikan pada α = 5%
LnM - 3.745267 0.0003 Signifikan pada α = 5% LnTK 1.117653 0.2665 Tidak Signifikan pada α = 5% LnBB -1.671758 0.0978 Tidak Signifikan pada α = 5% Sumber: Hasil olahan E‐Views 3.1, 2010, diolah
(1) Jika -1,960 < t.hit < 1,960 maka Ho diterima, Ha ditolak.
Berarti koefisien regresi parsial variabel tersebut secara statistik
tidak berpengaruh terhadap Keuntungan Pengusaha Batik pada
tingkat signifikansi α = 5%.
(2) Jika t.hit < -1,960 atau t.hit > 1,960 maka Ho ditolak, Ha
diterima. Berarti koefisien regresi parsial variabel tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
berpengaruh secara signifikan terhadap Keuntungan Pengusaha
Batik tingkat signifikansi α = 5%.
Berikut ini adalah hasil pengujian variabel individual dengan
tingkat signifikan 5%:
(1) Koefisiensi regresi dari Konstanta mempunyai t hitung -
5.695394 < -1,960 dimana nilai probabilitasnya 0.0000 < 0,05
maka koefisien dari regresi tersebut signifikan pada tingkat
signifikansi 5%. Dengan kata lain, Konstanta secara statistik
penting (berpengaruh terhadap Keuntungan).
(2) Koefisiensi regresi dari LnM mempunyai t hitung ‐ 3.745267 >
1,960 dimana nilai probabilitasnya 0.0003 < 0,05 maka
koefisien dari regresi tersebut signifikan pada tingkat
signifikansi 5%. Dengan kata lain, modal secara statistik
penting (berpengaruh terhadap Keuntungan).
(3) Koefisiensi regresi dari LnTK mempunyai t hitung 1.117653 <
1,960 dimana nilai probabilitasnya 0.2665 > 0,05 maka
koefisien dari regresi tersebut tidak signifikan pada tingkat
signifikansi 5%. Dengan kata lain, TK secara statistik tidak
penting (tidak berpengaruh terhadap Keuntungan).
(4) Koefisiensi regresi dari LnBB mempunyai t hitung -1.671758 <
-1,960 dimana nilai probabilitasnya 0.0978 > 0,05 maka
koefisien dari regresi tersebut tidak signifikan pada tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
signifikansi 5%. Dengan kata lain, BB secara statistik tidak
penting (tidak berpengaruh terhadap Keuntungan).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F adalah uji untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Jika
nilai F hitung lebih kecil daripada nilai F tabel (pada tingkat
signifikansi 5%), maka Ho diterima yang berarti bahwa secara
bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen (pada tingkat signifikansi 5%). Sebaliknya, jika
nilai F hitung lebih besar daripada F tabel (pada signifikansi5%),
maka Ho ditolak yang berarti bahwa secara bersama-sama variabel
independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (pada tingkat signifikansi 5%).
F.tabel KNKF −− :1;α
120;3;05.0F = 2,68
Keterangan:
α = derajat signifikansi
N = jumlah sampel/observasi (100)
K = banyaknya variabel (5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Ho diterima Ho ditolak
2,68
Gambar 4.4 Daerah Kritis Uji F
(1) Jika F.hit > 2,68 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti β0,
β1, β2, dan β3 berbeda dengan 0 (nol) artinya dapat disimpulkan
bahwa semua koefisien regresi secara bersama-sama signifikan
pada tingkat α = 5%.
(2) F.hit < 2,68 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti β0, β1,
β2, dan β3 tidak berbeda dengan 0 (nol) artinya dapat
disimpulkan bahwa semua koefisien regresi secara bersama-
sama tidak signifikan pada tingkat α = 5%.
Berdasarkan dari hasil pengolahan yang diperoleh dari model
regresi dengan metode OLS (Ordinary Least Square), nilai F hitung adalah
190,3372 dengan probabilitas signifikansinya sebesar 0.000000. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai F hitung > F tabel yaitu dengan nilai sebesar
190,3372 > 2,68 berari Ho ditolak, artinya koefisien regresi secara
bersama-sama signifikan pada tingkat α = 5%. Hal ini dapat dilihat dari
tingkat signifikansinya yang kurang dari 0,05 (< 0,05). Hal ini berarti
bahwa variabel modal, tenaga kerjadan bahan baku secara bersama-sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
mempengaruhi tingkat keuntungan pengusaha batik se Kecamatan
Laweyan.
c. Goodness of Fit atau Koefisien Determinasi (R2)
Uji Goodness of Fit dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel-variabel dependen. Uji
ini dapat dilihat dari determinasi R2 menunjukkan pengaruh yang
dijelaskan oleh variabel dependen. Berdasarkan hasil pengolahan data
diperoleh nilai R2 sebesar 0.856074 hal ini berarti bahwa 85,61% variabel
Keuntungan dapat dijelaskan oleh variabel modal, tenaga kerja dan bahan
baku sedangkan 14,39 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model (e). Itu
berarti bahwa tingkat hubungan variasi antar variabelnya dikatakan bahwa
sebesar 85,61% bisa menjelaskan variabel dependennya. Sedangkan
sisanya 14,39 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar model.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu hubungan linear yang
sempurna atau mendekati sempurna diantara beberapa atau semua
variabel yang menjelaskan (variabel bebas) dalam model regresi.
Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu model
empiric dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi parsial yang
disarankan oleh Farrar dan Gruber (1967). Pengujian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
mengidentifikasi tentang ada tidaknya masalah keterkaitan antar
variabel independen atau variabel penjelas.
Pengujian ini menggunakan pendekatan korelasi parsial, yaitu:
1. Meregres biasa dengan melihat besarnya R2 yang disebut
sebagai R2 asal (R2a)
2. Meregres antar variabel independen secara bergantian.
3. Memperhatikan besar R2 pada masing masing hasil regresi
antar variabel independen tersebut
4. Membandingkan R21 ,R2
2 ,R23, R2
4 dengan R2a, dengan
kriteria jika R2a masih lebih besar dari R2
1 ,R22 , R2
3dan R24
maka tidak terdapat masalah multikolinier.
Dari hasil regresi pooled OLS, diperoleh R2a = 0,856074
Tabel 4.24
Hasil R21 , R2
2 , dan R23
Pada Regresi Antar Variabel Independen
Variabel dependen
Variabel independen R2 R2
a Keterangan
LnM LnTK dan LnBB 0,990465
0,856074
terdapat multikolinier
LnTK LnM dan LnBB 0,782886 0,856074
tidak ada multikolinier
LnBB LnM dan LnTK 0,990040 0,856074
terdapat multikolinier
Dari tabel 4.23 di atas dapat diketahui bahwa untuk korelasi
variabel modal dan bahan baku mempunyai R2 yang lebih besar daripada
nilai R2a. Sehingga dalam model tersebut terdapat masalah multikolinier
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
dengan variabel independen lain. Sedangkan untuk korelasi variabel
tenaga kerja mempunyai R2 yang lebih kecil daripada nilai R2a. Tetapi
karena tujuan studi adalah untuk memprediksikan atau meramalkan nilai
rata-rata masa depan variabel tak bebas (dalam hal ini adalah keuntungan),
maka semua variabel tetap berguna untuk dimasukkan ke dalam model.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau residual dari
model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu
observasi ke observasi lainnya menurut Hanke & Reitsch (dalam
Mudrajat Kuncoro, 2004: 96). Hal ini akan menyebabkan penaksir
OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
adalah dengan metode uji LM ARCH. Adapun hasil dari
pengolahannya sebagai berikut:
Tabel 4.25
Uji Heteroskedastik Menggunakan Uji LM ARCH
ARCH Test: F-statistic 0.001637 Probability 0.967809Obs*R-squared 0.001671 Probability 0.967396
Obs*R2 = 0.001671
X2 (df.1;α=5%) = 3.841
Berdasarkan hasil pengolahan dengan Uji LM ARCH
0.001671 < 3.841, maka tidak signifikan secara statistik, yang
berarti hipotesa yang menyatakan bahwa model tersebut terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
masalah heteroskedastik ditolak. Jadi, dalam model tersebut tidak
terdapat masalah heteroskedastik.
c. Uji Autokorelasi
Adanya korelasi antar variabel gangguan sehingga penaksir
tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun dalam
sampel besar. Ada beberapa metode untuk menguji ada
tidaknya masalah autokorelasi. Adalah dengan metode grafik,
Runs Test, Durbin-Watson d Test dan Breusch-Godfrey (B-G)
Test.
Uji autokorelasi menggunakan pengujian Durbin-Watson: yaitu
0 dL dU 2 4-dU 4-dL
Kriteria:
d < dL : Ho ditolak terdapat autokorelasi positif
d > 4 - dL : Ho ditolak terdapat autokorelasi negatif
dU < d < 4 - dL : Ho diterima tidak terdapat autokorelasi
dL < d < dU : Ragu-ragu terdapat ketidakpastian
dalam pengujian.
Interpretasi:
ragu
ra
ragu
ra
Ho ditolakHo ditolak
Ho diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
d = 2,246889
dL = 1,613 4 - dL = 2,387
dU = 1,736 4 - dU = 2,264
Dari hasil perhitungan di atas dapat dinyatakan tidak terjadi
masalah autokorelasi dalam penelitian ini.
Tabel 4.26
Uji autokorelasi menggunakan pengujian B-G test
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.045936 0.156269 0.293955 0.7694
LM -0.062379 0.388832 -0.160426 0.8729LTK -0.011462 0.086185 -0.132998 0.8945LBB 0.058185 0.371143 0.156772 0.8758
RESID(-1) -0.135895 0.106527 -1.275682 0.2052
Sumber : Eviews 3.1, data diolah.
Berdasarkan hasil uji B-G test, diketahui bahwa nilai probabilitas
yang dihitung sebesar 0.2052 yang artinya nilai probabilitas tersebut lebih
dari probabilitas 5%, maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak
terdapat autokorelasi diterima. Berarti, model empirik tersebut tidak
terdapat masalah autokorelasi. Dari hasil pengujian Durbin Watson
maupun B-G test, keduanya mendapatkan kesimpulan yang sama bahwa
tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model tersebut diatas.
4. Analisis Ekonomi.
1) Pengaruh Modal terhadap Keuntungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda diketahui t
statistik dari variabel modal 3,745267. Berdasarkan hasil uji t untuk
taraf signifikansi 5% diketahui bahwa faktor modal mempunyai
pengaruh terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh pengusaha batik.
Dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,449430 hal tersebut menunjukan
bahwa peningkatan jumlah modal sebesar Rp 100.000 menyebabkan
kenaikan keuntungan sebesar Rp 144.943 dengan asumsi variabel
independen yang lain tetap. Hubungan antara variabel modal dengan
variabel keuntungan sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu adanya
pengaruh yang signifikan antara modal dengan keuntungan pengusaha
batik Laweyan.
Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang sama dengan
penelitian dari Sahara et al (2004) yang menyatakan dalam penelitiannya
bahwa modal berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan.
Begitu pula dengan penelitian dari Tajeri dan Noor (2003) yang
menyatakan dalam penelitiannya bahwa modal berdampak signifikan dan
positif terhadap Keuntungan.
2) Pengaruh Upah Tenaga Kerja terhadap Keuntungan
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda diketahui t
statistik dari variabel tenaga kerja adalah 1,117653. Berdasarkan hasil
uji t untuk taraf signifikansi 5% diketahui bahwa faktor tenaga kerja
tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya keuntungan yang
diperoleh pengusaha batik. Dengan nilai koefisien regresi sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
0,096112 hubungan antara variabel tenaga kerja dengan variabel
keuntungan tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu adanya
pengaruh yang signifikan antara tenaga kerja dengan keuntungan
pengusaha batik Laweyan.
Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda
dengan penelitian dari Sahara et al (2004) yang menyatakan dalam
penelitiannya bahwa tenaga kerja berdampak signifikan dan positif
terhadap Keuntungan. Begitu pula penelitian dari Mandaka dan Hatagaol
(2005) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa tenaga kerja
berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan. Tetapi
menghasilkan kesimpulan yang sama dengan penelitian dari Tajeri dan
Noor (2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa tenaga kerja
tidak berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan.
3) Pengaruh Bahan Baku terhadap Keuntungan
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda diketahui t
statistik dari variabel bahan baku -1,671758. Berdasarkan hasil uji t untuk
taraf signifikansi 5% diketahui bahwa faktor bahan baku tidak mempunyai
pengaruh terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh pengusaha batik.
Dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,617766, hubungan antara
variabel bahan baku dengan variabel keuntungan tidak sesuai dengan
hipotesis yang diajukan, yaitu adanya pengaruh yang signifikan antara
bahan baku dengan keuntungan pengusaha batik Laweyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda
dengan penelitian dari Sahara et al (2004) yang menyatakan dalam
penelitiannya bahwa bahan baku berdampak signifikan dan positif
terhadap Keuntungan. Begitu pula dengan penelitian dari Tajeri dan Noor
(2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa bahan baku
berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan. Dalam penelitian
dari Mandaka dan Hatagaol (2006) pun menghasilkan kesimpulan yang
berbeda yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa bahan baku
berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan.
4) Faktor yang paling dominan terhadap keuntungan
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, menurut tingkat
koefisien diketahui bahwa variabel modal memiliki nilai yang paling besar
dari variabel independen lainnya yaitu sebesar 1,449430. Ini berarti bahwa
variabel modal adalah variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap
keuntungan yang yang diperoleh pengusaha batik Laweyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian secara empiris dalam penelitian ini,
maka akan disajikan beberapa kesimpulan. Adapun beberapa kesimpulan
dari penelitian mengenai profil pengusaha batik di kecamatan Laweyan
adalah sebagai berikut:
1. Kejayaan Kampoeng Batik Laweyan saat ini tidak lepas dari peran
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) yang
merupakan pihak yang mengelola obyek wisata Kampoeng Batik
Laweyan dengan menawarkan berbagai batik, makam, makanan dan
berbagai bangunan kuno dengan konsep yang unik dan terpadu.
2. Mayoritas pengusaha batik di Laweyan sudah berumur diatas 40 tahun
dengan pengalaman lebih dari 20 tahun dan telah menyelesaikan
pendidikan tingkat Strata1.
3. Pada uji t, variabel modal (M) secara statistik berpengaruh secara
signifikan terhadap keuntungan (K), sedangkan variabel Tenaga Kerja
(TK) dan Bahan Baku (BB) secara statistik tidak berpengaruh terhadap
Keuntungan (K).
4. Pada uji F, Berdasarkan dari hasil pengolahan yang diperoleh dari
model regresi dengan metode OLS (Ordinary Least Square) variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
jumlah Modal (M), Tenaga Kerja (TK) dan Bahan Baku (BB) secara
bersama-sama mempengaruhi tingkat keuntungan para pengusaha batik
di kecamatan Laweyan.
5. Pada uji Goodness of Fit (R2) diketahui bahwa variabel Keuntungan (K)
dapat dijelaskan oleh variabel jumlah Modal (M), Tenaga Kerja (TK)
dan Bahan Baku (BB). Itu berarti tingkat hubungan variasi antar
variabelnya dikatakan bahwa 85,6% bisa menjelaskan variabel
dependennya.
B. Saran
Perlunya pemerintah daerah Kota Surakarta untuk memberikan
bantuan modal kepada pengusaha batik dengan memberikan bantuan
kredit lunak kepada para pengusaha batik dengan cara memberikan
bantuan kredit dengan bunga yang rendah kepada para pengusaha batik di
Kecamatan Laweyan Surakarta.
top related