detail informasi hasil monitoring dan supervisi pendamping...
Post on 26-Nov-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Halaman | 1
Detail Informasi Hasil Monitoring dan Supervisi Pendamping
Kawasan Perdesaan Tahun 2019
Periode Februari s.d September 2019
PERKEMBANGAN CAPAIAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PEMBANGUNAN KAWASAN PER SEPTEMBER 2019
3.1. Posisi Penempatan Pendamping Kawasan
Sampai September 2019 semua pendamping, baik Pendamping Teknis maupun
Pendamping Manajemen, sudah lengkap dan aktif kembali di 75 kabupaten
sasaran.
3.2. Penetapan Lokasi Kawasan, TKPKP Kabupaten, BKAD dan Rencana
Pembangunan Kawasan Perdesaan (RPKP)
Dokumen Penetapan Lokasi Kawasan, Dokumen TKPKP Kabupaten, Dokumen
TKPKP Kecamatan/Kawasan, dokumen kelembagaan BKAD Kawasan dan
Dokumen RPKP merupakan dokumen dasar persyaratan dilaksanakannya PKP
yang dikuatkan melalui SK Bupati atau Perbub, dan Permakades (Peraturan
Bersama Kepala Desa). Gambaran capaian ketersediaan dokumen-dokumen
dasar tersebut per September 2019 dapat digambarkan sebagai berikut:
Capaian Ketersediaan SK Lokasi, SK TKPKP Kabupaten,
Dokumen RPKP, dan Pendirian BKAD
(Per September 2019)
Catatan: Diolah dari DIK September 2019 untuk 75 kawasan prioritas
Melihat bagan di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
ketersediaan dokumen-dokumen tersebut telah mencapai lebih dari 90%. Posisi
pada bulan September 2019 tidak berbeda dengan posisi pada Agustus 2019. SK
Halaman | 2
Lokasi dan Lembaga BKAD, sudah 100% tersedia di 75 lokasi kawasan prioritas.
Lembaga TKPKP sudah 75 lembaga (100%) terbentuk di 75 kabupaten.
Sementara untuk Dokumen RPKP baru tersusun untuk 55 kawasan (75,33%) di 75
Kabupaten.
3.3. Pendirian dan Perkembangan BUM Desa Bersama
BUM Desa Bersama (Badan Usaha Milik Desa Bersama), adalah lembaga yang
didirikan oleh BKAD Kawasan dengan tujuan untuk menggerakkan ekonomi pada
level kawasan. Dalam MAD pembentukan BUM Desa Bersama, harus disepakati
antara lain seperti AD/ART, pengurus BUM Desa Bersama, kedudukan BUM Desa
Bersama, termasuk kesepakatan besarnya Modal Penyertaan untuk BUM Desa
Bersama dari setiap desa yang bergabung dalam PKP di kawasan tertentu.
BUM Desa Bersama dalam konteks Pembangunan Kawasan Perdesaan memiliki
beberapa urgensi, antara lain1: (1) Pengorganisasian pelaku ekonomi Desa
(petani, nelayan, peternak, perajin dan lain-lain) yang memiliki kesamaan
kepentingan dan tujuan. Organisasi ini menjadi tempat untuk pembelajaran,
konsolidasi kepentingan dan tujuan, institusi bisnis, kerjasama ekonomi dan yang
lainnya; (2) Pengorganisasian kolaborasi antar-Desa yang memiliki potensi,
kepentingan dan tujuan yang sama, termasuk untuk membentuk BUM Desa
Bersama dalam bentuk bisnis holding. Pengorganisasian kolaborasi antara Desa,
BUM Desa Bersama, dengan asosiasi pelaku ekonomi Desa; dan (3)
Pengembangan kapasitas terhadap kelompok-kelompok yang sudah ada di desa
yang ditingkatkan pengorganisasiannya menjadi asosiasi/organisasi kolobarasi
yang lebih diorganisir.
3.3.1. Pendirian BUM Desa Bersama
Dalam hal pendirian BUM Desa Bersama, posisi pada September 2019 lebih baik
dibanding posisi Juli dan Agustus 2019. Pada Juli dan Agustus 2019 jumlah BUM
Desa Bersama yang sudah berdiri sebanyak 73 (97,33%) BUM Desa Bersama,
namun pada September 2019 telah mencapai 100%.
1 Lihat Pedoman Teknis Tata Cara Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran BUM Desa
Bersama (Johosua M. Yoltuwu, Dirjen PKP)
Halaman | 3
Capaian Pendirian BUM Desa Bersama Per September 2019
Sumber: Data Informasi Kawasan per September 2019
3.3.2. Perkembangan Modal Penyertaan BUM Desa Bersama per September
2019
Modal Penyertaan BUM Desa Bersama adalah besaran dana yang merupakan
hasil kesepakatan antar Pemerintah Desa yang tergabung dalam pembangunan
kawasan, yang merupakan hasil MAD pendirian BKAD Kawasan dan MAD
pendirian BUM Desa Bersama. Hasil kesepakatan pendirian BUM Desa Bersama
dikuatkan dengan Permakades Pendirian BUM Desa Bersama, dan besaran Modal
Penyertaan itu diatur di dalam APBDes desa masing-masing melalui Perdes.
Perkembangan Modal Penyertaan BUM Desa Bersama per September 2019
Sumber: Diolah dari DIK dan laporan bulanan pendamping per Agustus 2019
Besaran Modal Penyertaan yang akan disetorkan oleh setiap desa kepada BUM
Desa Bersama, bisa berbeda-beda setiap tahun anggaran tergantung pada hasil
musyawarah BKAD. Selama tahun 2018 total kesepakatan Modal Penyertaan
mencapai Rp. 13.915.500.000,-, dan realisasinya mencapai Rp. 7.172.500.000,-
Halaman | 4
(sekitar 51,32%). Sementara itu di tahun 2019, sampai September diketahui
bahwa Modal Penyertaan yang sudah disepakati baru mencapai Rp.
3.530.000.000,-. Ini berarti masih banyak BUM Desa Bersama yang belum
menghasilkan kesepakatan mengenai Modal Penyertaan di tahun 2019. Realisasi
Modal Penyertaan ini sampai September masih sama dengan pada Agustus 2019,
yakni mencapai Rp. 1.118.000.000,- (sekitar 31,67%). Dengan demikian berarti
bahwa di BKAD yang sudah menyepakati Modal Penyertaan sampai September
2019, masih banyak yang belum menyetor pelunasan Modal Penyertaan untuk
BUM Desa Bersama.
3.3.3. Perkembangan Kegiatan Usaha BUM Desa Bersama
Pada awal tahun 2019 ini, kegiatan usaha atau kegiatan bisnis BUM Desa
Bersama mulai nampak dan dapat dikatakan mulai melangkah pada daur yang
disebut bisnis. Kondisi ini jauh berbeda dengan kondisi di akhir tahun 2018, yang
rata-rata baru mencapai tahap pendirian dan atau menggali usaha apa yang
dapat dijalankan. Banyak jenis usaha yang sudah dijalankan atau
diimplementasikan. Begitu pula mulai cukup banyak para BUM Desa Bersama
yang mengikuti pameran-pameran dengan mendirikan pos BUM Desa Bersama
dengan produk-produk khas yang dimiliki.
Meskipun belum semua, namun sebagian besar telah mencapai tatakelola
kelembagaan BUM Desa Bersama yang lebih baik misalnya memiliki pertemuan
rutin, memiliki struktur organisasi yang relatif lengkap, telah memulai usaha
bahkan ada yang telah mencapai pendapatan laba, serta sudah melangkah
melakukan kerjasama dengan Pihak Ke-3.
Beberapa contoh dari BUM Desa Bersama yang sudah memiliki usaha tersebut
misalnya: Pengolahan/pembuatan pupuk organik di Kawasan Pertanian Padi
Organik di lereng G. Lawu Kabupaten Karanganyar; Budidaya, pengolahan, dan
pemasaran kopi Arabika Flores Bajawa (AFB) di kawasan pengembangan kopi
Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada; Beberapa kegiatan terkait wisata desa di
kawasan Kecamatan Gedangsari dan Saptosari Kabupaten Gunungkidul yang
dikelola Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata); Produk Olahan rumput laut menjadi
kripik, sirup dan amplang di Kawasan Mallusetasi Kabupaten Bone yang
dikembangkan oleh UBK Mappideceng; Pengolahan kopi dan pemasaran kopi di
BUM Desa Bersama di Kab. Temanggung; BUM Desa Bersama Wilis Sejahtera di
Kab. Banyuwangi dengan produk-produk olahan dari susu sapi dan sekaligus
pengembangan peternakan sapi; dan lain-lain.
3.3.4. Perkembangan Kerjasama Dengan Pihak Ke-3
Kerjasama dengan Pihak Ke-3 merupakan tahap lanjut dari kegiatan BUM Desa
Bersama. Secara logika alur penguatan dan pemberdayaan, kerjasama dengan
Halaman | 5
Pihak Ke-3 bisa dilakukan setelah sebuah lembaga (dalam hal ini BUM Desa
Bersama), sudah tumbuh dan relatif kuat secara kelembagaan. Hal ini disebabkan
karena pada BUM Desa Bersama yang sudah relatif kuat secara kelembagaan
semestinya sudah mampu menghitung dan merancang “prospek bisnis/usaha”,
cash-flow rugi-laba, memiliki rancangan strategi lain jika kerjama dengan Pihak
Ke-3 gagal berjalan atau berhenti di tengah jalan, dll.
Pada tahap implementasinya tentu saja kerjasama dengan Pihak Ke-3
mensyaratkan penyusunan “Profil BUM Desa Bersama” dan “proposal kegiatan”
yang harus disusun dan diajukan ke Pihak Ke-3. Dengan adanya implementasi
(action) kerja sama dengan Pihak Ke-3, maka sesungguhnya BUM Desa Bersama
tersebut memiliki komoditi atau jasa yang sudah dirumuskan untuk
dikerjasamakan. Tingkat kelembagaan seperti ini tentu mensyaratkan adanya
pertemuan-pertemuan untuk pembahasan kegiatan serta memiliki pengurus
yang relatif aktif. Berkaitan dengan tadi, masih sangat sedikit BUM Desa Bersama
yang sudah memiliki kerja sama bisnis dengan Pihak Ke-3 dan sudah
beroperasi/berjalan.
Data ringkas mengenai 18 BUM Desa Bersama yang sudah melaksanakan
penjajakan dan implementasi kerjasama tersebut sebagai berikut:
Data Ringkas BUM Desa BersamaYang Sudah Melakukan Penjajagan
dan atau Melaksanakan Kerjasama Dengan Pihak Ke-3 (per September 2019)
No Kabupaten Kawasan BUM DESA BERSAMA
Pihak Ke-3 Perkembangan
Terakhir 1 Lampung
Timur (KPPN, 2017)
Kawasan Perdesaan Agro Minapolitan Sukakarya, Kec. Pesisir Sakti dan Labuhan Maringgai
BUM DESA BERSAMA Cipta
Bersama Komoditas:
bandeng presto, udang, otak-otak,
ikan asap, ikan asin
PO. Ababil Bus, PT Pupuk Gresik, PT Wirawan, Oxzi Air Minum, Bank BRI, PT. Nasa, Mitra Tani, UD Wiwik, PT. Java Comfeed
Rumah Pajang berjalan baik
Penyalur akses perbankkan BRI berjalan
Lainnya belum ada laporan
2 Tulang Bawang (KPPN, 2017)
Agropolitan Kec. Rawa Pitu
BUMAKAM Bersama
PT. Aji Pitu Sukses Bersama.
Komoditas: beras kemasan
Bulog dan BNI 46
Penyalur akse perbankan BNI’46 berjalan
Distribusi padi melalui Bulog berjalan
Lainnya belum ada laporan ditail
3 Karanganyar (Non KPPN, 2017)
Beras Organik Lereng G. Lawu
BUM DESA BERSAMA Lawu
Sejahtera Komoditas: beras
organik
Agriwira Mandiri Sejahtera, dan Universitas Sebelas Maret
Pemasaran dengan PT. Agriwira Mandiri Sejahtera berjalan, sudah mencapai 5 Ton
4 Kendal (Non KPPN, 2018)
Kawasan Perdesaan Plasma Petik Sari Ke. Sukorejo dan
BUMDES Bersama Plasma Petik Sari Komoditas: Jambu
merah
PT. Fruit Ing Indonesia
Sudah berjalan, tetapi terhenti karena perusahaan belum membayar kuajibannya
Halaman | 6
No Kabupaten Kawasan BUM DESA BERSAMA
Pihak Ke-3 Perkembangan
Terakhir Patean
5 Garut (Non KPPN, 2016)
Kawasan Perdesaan Agrowisata Barudua Kec. Malangbong
BUM DESA BERSAMA Panca
Karya Jaya: Komoditas: Strawbery
PT. Sarinah Indonesi; dan PT. Fruit.Ing; LPPM ITB; Teknik Arsitektur UNPAR; PUPUK; Yayasan Bambu Selaawi
Tokai Japan University didukung JICA untuk kajian varietas baru (berjalan)
Perkembangan Pihak Ke-3 lainnya tidak ada laporan
6 Barito Kuala (KPPN, 2017)
Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
BUM DESA BERSAMA Anjir
Pasar.
Bulog Divre Kalimantan Selatan
Perkembangan Pihak Ke-3 belum ada laporan
7 Kutai Kertanegara (Non KPPN, 2017)
Kawasan Agromina Pastoral Kec. Tenggarong Sebrang
BUMDES Bersama Astha Desa Sejahtera
PT. Megah Utama Mandiri; dan PT. Kitahdin
Terlaksana bantuan Taman Teknologi Pertanian (TTP) dari PT. Tambang Kitahdin
8 Pinrang (KPPN, 2017)
Kawasan Perdesaan MINAPOLITAN Luwita
BUMDES Bersama Luwita Bahari
NSLIC/RIF dalam hal pengembang-an kapasitas bididaya dan pengolahan ikan
Bersama RIF-Canada sudah ada pelatihan kapasitas pengolahan ikan
9 Bone (Non KPPN, 2016)
Kawasan Perdesaan "Mallusetasi" Pengembangan Rumput Laut & Kepiting Bakau Kec. Cenrana dan Tellu Siattingnge
BUM DESA BERSAMA
Mallusetasi Komoditas: pengolahan rumput laut
Bulog Dirve SULSELBAR melalui RPK dan Bank BRI dengan agen BRI Link
Dgn BRI Link belum berjalan
Dengan Bulog belum berjalan
10 Mamuju Tengah (KPPN, 2017)
Wisata Terpadu Kambunong Kec. Topoyo dan Karossa
BUM DESA BERSAMA Daun
Kambunong Bidang Ekowisata
Desa
PT. Global dan BNI, PT. Triniti Palmas Plantation
Belum ada laporan kerja sama dengan Pihak Ke-3 sudah beroperasi
11 Sigi (Non KPPN, 2017)
Kawasan Agrowisata Sigi Maya Kec. Sigi Biromaru
BUM DESA BERSAMA Magaya
Pura
PERUM BULOG Provinsi dan BNI
Belum ada laporan kerja sama dengan Pihak Ke-3 sudah beroperasi
12 Minahasa Utara (Non KPPN, 2018)
Kawasan Perdesaan Agrowista Kec. Likupang Selatan
BUM DESA BERSAMA Kinaleosan
Rumah Kreatif PT. Telkom Indonesia; Unsrat Menado
Unsrat Menado, pelatihan produk turunan buah pisang
Poltekes menado pelatihan pengo-lahan dan peman-faatan serat buah
Rumah Kreatif PT Telkom pelatihan UMKM
13 Lombok Tengah (KPPN, 2017)
Kawasan Ekowi-sata Kec. Batu-kliang Utara dan Kopang
BUM DESA BERSAMA
Lumbung Rinjani Bidang: Ekowisata
PT HQ Corpora Putra
Belum ada laporan kerja sama dengan Pihak Ke-3 sudah beroperasi
Halaman | 7
No Kabupaten Kawasan BUM DESA BERSAMA
Pihak Ke-3 Perkembangan
Terakhir 14 Maluku
Tengah (KPPN. 2016)
Kawasan KPPN, Kawasan Tanaman Pangan
Bumnegma Bina Usaha
Komoditas: Padi, Jagung
Koperasi Pertanian, BRI, PT. Estika Tata Tiara (kopi), Yayasan Artha Ghraha Peduli, PT. HQ Corpora (kelapa), PT, Aruna Jaya Nusantara (produk ikan), PT Nusantara Cofee.
Belum ada laporan kerja sama secara ditail dengan Pihak Ke-3 sudah beroperasi
Kawasan Pariwi-sata Pulau Tujuh Yang Terintegrasi
Bumnegma PALAGA.
Bidang pariwisata
NSLIC/RIF Sudah berjalan pelatihan kapasitas untuk Podarwis
15 Malang (Non KPPN, 2017)
Agropolitan dan Wisata Terpadu Lingkar Bendungan
BUM Desa Bersama Kusuma
Sejahtera dan BUM Desa Bersama
Ngantang Bersinar
BNI, Bulog, PT. Asal Jaya, Yayasan Artha Ghraha. PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT. Rajafarm
BNI sudah berjalan sebagai agent, yang lain taraf penjajagan
16 Poso (KPPN, 2017)
Kawasan agropolitan Lembamasale
BUM Desa Bersama
Lembamasale usaha pariwisata
lokal
CSR PT. Poso Energy
Sudah terlaksana kerjasama dan bantuan dari CSR
17 Banyuwangi Kawasan agrowisata Gunung Ijen
BUM Desa Bersama Wilis
Sejahtera
PT Pos Sebagai agent
18 Trenggalek Kawasan agroindustri
BUM Desa Bersama
PT Krambil Ijo PT Nusa Berdaya
Sdh terlaksana kerjasama dalam produksi Cocofeat
3.4. Review Umum Fase Perkembangan Program PKP Per September
2019
Review umum perkembangan Program PKP ini melihat perkembangan Fase
Program PKP sebagai hasil pendampingan sampai September 2019. Fase
Program PKP dalam buku Panduan Umum Pendamping Pembangunan Kawasan
Perdesaan (Ditjen PKP, Februari 2018), terbagi atas 3 (tiga) fase, yaitu : Fase
Persiapan, Fase Penetapan dan Perencanaan, serta Fase Pengembangan. Setiap
fase memiliki gambaran karakteristik capaian pendampingan maupun capaian
program yang berbeda yang dapat digambarkan pada tabel berikut.
Perkembangan Fase Kegiatan Pembangunn PKP
Halaman | 8
Fokus Prioritas
Thn 1
Fokus Prioritas
Thn 2 Fokus Prioritas Thn 3 Fokus Prioritas Thn 4 Fokus Prioritas Thn 5
1. Koordinasi dan
sosialisasi PKP
ke berbagai pihak
di level kawasan
dan OPD
kabupaten
2. Identifikasi dan
pemetaan profil
kawasan
3. Fasilitasi
terbentuknya
BKAD
4. Fasilitasi
terbentuknya
BUM DESA
BERSAMA
1. Fasilitasi
Penetapan
Lokasi
Kawasan secara
legal
2. Fasilitasi
penetapan
TKPKP secara
legal
3. Fasilitasi proses
usulan kegiatan
kawasan dan
MAD usulan
kegiatan
kawasan
4. Fasilitasi
perancangan
RPKP
5. Penetapan
RPKP secara
legal
6. Sosialisasi/desi
minasi RPKP di
level kawasan
dan OPD
kabupaten
1. Review dan
perbaikan dok RPKP
2. Advokasi kebijakan/
regulasi lain di ting-
kat daerah yg akomo-
datif untuk PKP
3. Akselerasi
peningkatan kapasitas
dan berjalannya
BKAD, TKPKP, dan
BUM DESA
BERSAMA
4. Terealisasi Modal
Penyertaan untuk
BUM DESA
BERSAMA
5. BUM DESA
BERSAMA memiliki
paling tidak 1 jenis
usaha yang berjalan
6. Membuka peluang
kerja sama dgn pihak
ke-3 lainnya dlm
pembangunan
kawasan
7. Akselerasi pening-
katan kerjasama
dengan pihak ke-3
yang sudah terlaksana
1. Advokasi dan
penguatan kebijakan
daerah yang
mendukung PKP;
2. Akselesari
peningkatan kapasitas
dan peran BKAD,
TKPKP, dan BUM
DESA BERSAMA
3. Membuka peluang
kerjasama dgn pihak
ke-3 lainnya dlm
pembangunan
kawasan
4. Akselerasi kerjasama
dengan pihak ke-3
yang sudah terlaksana
5. Fasilitasi pekan
interaksi dan promosi
pembangunan
kawasan perdesaanan
1. Advokasi dan
penguatan kebijakan
daerah
2. Akselesari
peningkatan kapasitas
dan peran BKAD,
TKPKP, dan BUM
DESA BERSAMA
3. Akselerasi bentuk
kerjasama dengan
pihak ke-3 yang
sudah terlaksana
4. Fasilitasi pekan
interaksi dan promosi
pembangunan
kawasan perdesaanan
5. Pendataan,
inventarisasi, dan
serah terima aset-aset
program kawasan
perdesaan.
Pada setiap Fase memiliki karakteristik kegiatan dan capaian tertentu dari proses
pendampingan Pembangunan Kawasan Perdesaan. Pentahapan terhadap Fase
tersebut dimaksudkan untuk dapat menandai sekaligus menilai sejauh mana
proses perkembangan pendampingan sudah berjalan. Tentu saja oleh karena
berbagai aspek yang saling berbeda di setiap kawasan dan setiap kabupaten,
perkembangan proses pendampingan akan saling berbeda satu tempat ke
tempat lainnya, baik dalam hal kecepatan pendampingan maupun capaian
pendampingan yang dihasilkan. Kondisi tingkat keterpencilan, wilayah tertinggal,
atau wilayah perbatasan; Akses transportasi dan komunikasi; Aspek pelayanan
publik baik dari instansi pemerintah maupun swasta; Tingkat pendidikan dan
SDM masyarakat; Tingkat tatakelola pemerintahan daerah dari level kabupaten
sampai kawasan dan desa, sangat mempengarui setiap perkembangan fasilitasi
Pembangunan Kawasan Perdesaan.
Berlandaskan pada analisis fase-fase perkembangan Pembangunan Kawasan
Perdesaan tersebut, maka bisa disampaikan gambaran perkembangan capaian
Fase sampai periode September 2019 yang tidak jauh berbeda dengan kondisi di
bulan Agustus 2019 seperti dalam bagan berikut ini:
FASE PERSIAPAN DAN PEMETAAN
KAWASAN
FASE PENETAPAN DAN PERENCANAAN
FASE PENGEMBANGAN
Halaman | 9
Perkembangan Fase Pendampingan PKP
Per September 2019
Sumber: Review bulanan laporan pendamping per September 2019
Posisi perkembangan fase pada September terdapat 36 kawasan (48%) masuk
pada Fase Perencanaan dan Penetapan, sebanyak 34 kawasan (45%) masuk pada
Fase Pengembangan (pada Juni 2019 baru 43%), dan tinggal 5 kawasan (7%)
yang masih bercirikan kegiatan-kegiatan Fase Persiapan.
Jika dicermati data-data di atas maka akan terlihat bahwa wilayah KPPN yang
sudah memasuki Fase 3 (Fase Pengembangan) pada September 2019 berjumlah
21 kabupaten (pada Juli 2019 sebanyak 20 kabupaten), sementara kabupaten
Non-KPPN yang memasuki Fase pengembangan yakni 8 kabupaten. Gambaran
perkembangan di Fase Pengembangan antara Non-KPPN dan wilayah KPPN
adalah seperti pada bagan berikut: Wilayah KPPN dan Non-KPPN
Yang Sudah Memasuki Fase Pengembangan Pada September 2019
Sumber: DIK per Agustus 2019
Sebanyak 5 kabupaten yang masih dalam kategori Fase 1 Persiapan pada
Agustus 2019 dan memerlukan perhatian yang serius adalah: Kabupaten Kulon
Progo, Muna Barat, Halmahera Timur, Morotai, dan Merauke.
Halaman | 10
Ada beberapa catatan dari capaian dan proses pendampingan Program PKP di
lapangan yang perlu disampaikan, yaitu antara lain:
Karakteristik geografis
Setiap daerah memiliki karakteristik tantangan geografis medan yang
berbeda satu dengan yang lain. Kondisi di Jawa masih bisa dikatakan
memiliki tantangan geografis yang tidak begitu terkendala. Namun
daerah-daerah seperti Raja Ampat, Merauke, Maluku Tengah, Morotai,
Nunukan, sebagian Sumatera Selatan, memiliki kendala dalam geografis
seperti lokasi yang amat jauh dengan kota kabupaten, akses jalan dan
transportasi yang kurang mendukung, atau ada juga yang harus
memakai perahu, kapal, atau very untuk penyeberangan ke lokasi
dampingan (kawasan), dll.
Dukungan dan Komitmen Pemda Kabupaten
Pengurusan surat-surat dan legalitas seperti dokumen Penetapan Lokasi,
SK TKPKP, Permakades BKAD, Permakades BUM Desa Bersama, juga
dukungan untuk pengurusan bantuan PI-Prukades, UEP-RTM, bangunan
Embung, bantuan RMU, dll memerlukan perhatian dan pengawalan yang
membutuhkan waktu lama sampai paling tidak 3 – 4 bulan.
Meyakinkan birokrasi di OPD-OPD, dan para pelaku di kawasan, tentang
Konsep PKP dan apa manfaat PKP, diantara banyaknya strategi
pembangunan ke desa yang lain dari K/L lain, juga membutuhkan energi
yang besar. Tidak sedikit yang memanfaatkan “surat sakti” dari Kepala
Bappeda, Kepala BPMD, atau bahkan dari Bupati, sebagai bekal untuk
meyakinkan para kepala desa, camat, atau pihak lain di kawasan agar
percepatan kegiatan terkait pembangunan kawasan segera bisa
terlaksana.
Pada sisi yang lain, kecenderungan Pemda kabupaten yang ingin
membuka kawasan-kawasan baru demi dana bantuan dari Pusat,
menyebabkan para pendamping tidak dapat berkonsentrasi penuh atas
pengembangan di suatu wilayah kawasan dari banyak sekali aspek
seperti penguatan kelembagaan BKAD dan BUM Desa Bersama, aspek
perencanaan kawasan dan pelaku-pelaku pembangunan kawasan, aspek
pengembangan bisnis/usaha yang semakin beragam, sementara itu tidak
mudah atau membutuhkan waktu yang lama agar kebutuhan program
kawasan ini dapat diadopsi di dalam RPJMDes dan RAPBDes, maupun
kedalam RAPBD Kabupaten.
Orientasi Pemda Untuk Mendapatkan Bantuan Pusat
Pelaksanaan Program Pembangunan Kawasan tidak disertai “dana
operasional” untuk daerah, seperti misalnya melalui dana dekonsentrasi.
Halaman | 11
Oleh sebab itu maka banyak kapubapaten yang, untuk membentuk
TKPKP saja membutuhkan waktu berbulan-bulan, dan setelah terbentuk
berjalan sangat lamban. Namun begitu ada banyak kabupaten yang
menerima atau merespon dengan baik dengan kegiatan pertemuan rutin
TKPKP.
Adanya bantuan dari Ditjen PKP seperti jalan antar desa di dalam
kawasan, embung, Pusat Inkubator Prukades, Rumah Pajang, UEP-RTM
(Usaha Ekonomi Priduktif untuk Rumah Tangga Miskin), Rice Milling Unit,
Pabrik Pakan Tenak Mini, Pasar Kawasan, Mesin perontok jagung, Mesin
penggilingan kopi, dll rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi Pemda
Kabupaten untuk amokomatif terhadap Program PKP. Namun disisi lain
ini juga menumbuhkan antusiasme Pemda kabupaten untuk membuka
kawasan-kawasan baru, padahal kawasan-kawasan yang lama i belum
berjalan dengan baik, atau bahkan RPKP-nya belum disusun. Hal ini
menumbuhkan ketidakkonsistenan Pemda kabupaten berkonsentrasi
untuk berkembangnya suatu kawasan yang sudah dipilih.
Kapasitas Para Pendamping
Sejauh pengamatan terhadap kinerja pendampingan para Pendamping
PKP, rata-rata mereka memiliki kapasitas yang cukup untuk
mengembangkan pengorganisasian masyarakat dan pelaku di tingkat
kawasan. Hal ini disebabkan mereka sebagian besar merupakan eks
pendamping PNPM MPd (Mandiri Perdesaan). Namun dalam hal
pengorganisasian dan advokasi pada level antar OPD/Dinas di
kabupaten, tidak semua memiliki kapasitas yang mencukupi. Oleh karena
itu tidak semua kabupaten memiliki kondisi dimana koordinasi dan
kerjasama serta keterintegrasian kegiatan OPD untuk kawasan dalam
kondisi cukup baik. Banyak kabupaten dimana TKPKP dan para OPD
belum memiliki kontribusi signifikan terhadap pembangunan KP. Namun
begitu ada pula kabupaten yang memiliki TKPKP dan para OPD yang
“padu”, bergerak bersama untuk membangun kawasan, sebagai contoh
saja di Kab. Temanggung, Kab. Garut, Kab. Tabanan, Kab. Kubu Raya,
Kab. Sumbawa, Kab. Mamuju Tengah, Kab. Trenggalek, dll.
Kapasitas Pendamping dalam hal penyusunan “bisnis plan” atau
perencanaan usaha rata-rata juga belum mencukupi. Padahal kalau
dilihat dari skala usaha/bisnis yang dikembangkan oleh BUM Desa
Bersama, adalah skala bisnis tingkat antar desa (kawasan), semacam
holding compeny, asosiasi bisnis terhadap komoditi dan jasa unggulan
lokal kawasan. Kemampuan penyusunan “Bisnis-Plan” menjadi kunci
penting ketika mempresentasikan “masa depan” BUM Desa Bersama dan
usahanya dihadapan para kepala desa yang tergabung dalam BKAD
Halaman | 12
Kawasan. Sangat wajar jika para kepala desa (yang dalam satu sisi bisa
dilihat sebagai komisaris) cukup enggan memberikan Modal Penyertaan
(yang diambil dari Dana Desa melalui APBDes), jika tidak cukup yakin
bahwa BUM Desa Bersama akan bisa mengembangkan bisnis/usaha-nya,
yang sudah dibahas di dalam MAD yang terkait dengan potensi
komoditas kawasan.
3.5. Evaluasi Kinerja Pendamping Semester I Tahun 2019
Pada Juli 2019 dilakukan Evaluasi Kinerja Pendamping Per Semester 2019,
dengan menggunakan cara perhitungan atau format yang sudah disusun untuk
tahun 2019. Rekapitulasi hasil perhitungan atau penilaian ini dapat dilaporkan
seperti dalam tabel berikut:
Status Nilai A Nilai B Nilai C Nilai D
PENDAMPING MANAJEMEN 0 14 55 6
PENDAMING TEKNIS 0 13 52 10
Jumlah 0 27 107 16
Tidak ada pendamping, baik Pendamping Teknis maupun Pendamping
Manajemen, yang mencapai nilai A atau baik sekali. Sebagian besar pendamping
hanya mencapai nilai C yakni sebesar 107 pendamping (71%), dan yang
mencapai nilai B (Baik) hanya 18%. Terdapat 16 pendamping (11%) yang
memperoleh nilai D (Kurang baik).
3.6. Laporan Bulanan Pendamping
3.6.1. Kedisiplinan Pengiriman Laporan
Kedisiplinan pengiriman laporan berimplikasi pada periodisasi pemberian
gaji/honor bulanan kepada pendampingan lapangan. Bukti pengiriman adalah (a)
Foto ketika meminta tanda tangan dari Kepala Dinas di Laporan Bulanan, dan (b)
Resi pengiriman laporan, yang keduanya harus segera dikirim melalui foto ke
WhactApp Sekretariat Pusat. Sekretariat Pusat akan mendata dan mencatatan
kedisiplinan tersebut, dengan ketentuan:
a) Bukti resi dan foto yang dikirim antara tanggal 1 s/d 5 disebut “disiplin” dan
akan diajukan sebagai kelompok pengajuan pencairan gaji Gelombang I;
b) Bukti resi dan foto yang dikirim antara tanggal 6 s/d 10 disebut “cukup
disiplin” dan akan diajukan sebagai kelompok pengajuan/pencairan gaji
Gelombang II;
Halaman | 13
c) Bukti resi dan foto yang dikirim antara tanggal 11 s/d 15 ke atas disebut
“tidak disiplin” dan akan diajukan sebagai kelompok pengajuan/pencairan
gaji Gelombang III;
Berikut ini disajikan bagan tentang gambaran perkembangan mengenai
kedisiplinan para pendamping dalam mengirimkan laporan individual mereka
pada periode September 2019, yakni sebagai berikut:
Kedisiplinan Pengiriman Laporan Bulanan Individual Pendamping
Per September 2019
Sumber: Data base rekap penerimaan laporan individual pendamping per September 2019
Periode Agustus 2019, terlihat adanya “kedisiplinan” yang membaik terutama
pada kriteria “disiplin”, yang mencapai 134 orang (89,33%). Namun pada periode
September 2019 mengalami penurunan dimana yang masuk kategori disiplin
hanya 36 orang (24%), kurang disiplin 57 orang (38%), tidak disiplin 52 orang
(34,67%), dan sangat tidak disiplin mencapai 5 orang (3,33%).
Bagian 4: Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada review terhadap laporan-laporan pendamping periode
September 2019, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Dari 75 lokasi kawasan prioritas/fokus pendampingan sudah 100%
mendapatkan legalitas SK Bupati. Sebagian kabupaten yang memperbanyak
Halaman | 14
kawasan pendampingan atas inisiatif daerah, juga sudah banyak yang
memiliki SK Bupati.
2) Legalitas kelembagaan BKAD sudah 100% dimiliki oleh kawasan-kawasan
prioritas pendampingan di 75 kabupaten, melalui Permakades masing-
masing.
3) Legalitas pelaku pembangunan kawasan pada level kabupaten yaitu TKPKP.
Perkembangan TKPKP ini sudah cukup baik secara jumlah, tetapi masih
rendah dalam hal peran dan fungsinya. Jumlah TKPKP yang sudah
mendapat SK Bupati yaitu 74 (98,67%) dari 75 kabupaten.
4) Belum semua kawasan prioritas di 75 kabupaten yang sudah ditetapkan
melalui SK Bupati, memiliki dokumen RPKP yang sudah disahkan melalui
Perda dan atau SK Bupati. Dari Data Informasi Kawasan per September 2019
baru 55 kawasan.
5) Rata-rata atau secara umum kapasitas kelembagaan BUM Desa Bersama
sudah pada tingkat kapasitas kelembagaan “Madya”, dengan berbagai
bentuk atau jenis tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Karakteristik
kegiatan BUM Desa Bersama tersebut seperti: (a) Rata-rata sudah memiliki
pertemuan berkala; (b) Kepastian Modal yang masih lemah karena hanya
tergantung pada Modal Penyertaan desa; (c) Sebagian sudah memiliki
“perencanaan usaha” (business-plan); (d) Sebagian sudah memiliki
usaha/bisnis yang sudah berjalan, dan sudah ada pula yang melakukan
kerjasama dengan Pihak Ke-3. Misalnya saja bisnis distribusi penjualan
beras, penjualan kopi, perdagangan material-material saprodi pertanian dan
tambak udang, usaha wisata desa/lokal, usaha perdagangan material
bangunan (meski belum partai besar).
6) Sampai bulan September 2019 baru sedikit BUM Desa Bersama yang sudah
memiliki kesepakatan Penyertaan Modal dari desa-desa.
7) Sebagian besar BUM Desa Bersama telah mengikuti pameran-pameran
promosi produk.
8) Sampai September 2019 ini sudah ada 34 (48%) kabupaten yang dapat
dikategorikan sebagai “kawasan Fase Pengembangan”. Karakteristik capaian
pada fase ini umumnya seperti: (a) Kelembagaan pelaku kawasan dan
legalitasnya sudah tersedia lengkap; (b) Sudah terjadi sosialisasi PKP ke
desa-desa bahkan penjaringan keinginan desa-desa membangun kawasan,
bahkan di sebagian kabupaten sudah dilakukan sosialisasi Matriks Program
RPKP; (c) BKAD dan BUM Desa Bersama sudah beberapa kali atau ada
pertemuan rutin; (d) BUM Desa Bersama sudah ada realisasi penyerahan
kesepakatan Modal Penyertaan, sudah memiliki rencana jenis usaha/bisnis
Halaman | 15
apa yang dikembangkan dan bisnis/usaha tersebut sudah
beroperasi/berjalan; (e) TKPKP dan OPD sudah ada pertemuan koordinasi,
atau sudah ada program implementasi yang dilaksanakan di kawasan
sasaran (tidak hanya dalam tataran kebijakan perencanaan); (f) Sudah
terlaksana kerja sama dengan Pihak Ke-3 dalam jenis usaha tertentu; dll.
9) Keterlambatan penetapan regulasi berdampak pada Pengelolaan kegiatan
dana bergulir dilapangan semakin menunjukan resiko permasalahan dalam
hal kelembagaan, manajerial maupun implementasi program.
10) Dilapangan sudah berkembang bentuk kelembagaan yang berbeda dengan
kerangka kebijakan yang dikeluarkan Kemendes PDTT perlu mendapat
perhatian agar keberadaanya dapat terakomodir didalam Peraturan
dimaksud
11) Dalam hal pengelolaan kegiatan konsultan, pola hubungan koordinasi dan
pendelgasian tugas berjalan cukup baik.
4.2. Rekomendasi
1) Berbagai direktorat di Ditjen PKP perlu melakukan gerak langkah bersama
untuk terus gencar mensosialisasikan Konsep PKP ke daerah-daerah pada
saat direktorat masing-masing melakukan kunjungan monitoring atau
supervisi ke kabupaten-kabupaten sasaran pendampingan program PKP.
2) Berbagai direktorat di Ditjen PKP perlu melakukan kooordinasi dan
konsolidasi berbagai bantuan yang akan diberikan kepada kawasan,
berlandaskan sinkronisasi kegiatan antara pihak, supaya bantuan tersebut
tepat lokasi, tepat sasaran, langsung dapat difungsikan oleh masyarakat.
3) Berita Acara Serat Terima Aset (BAST) perlu mendapatkan perhatian karena
sudah banyak bantuan dari Ditjen PKP yang sudah selesai, namun BAST ke
Pemda dan dari Pemda ke Pelaku-Pelaku di Kawasan banyak yang tersendat
atau belum berjalan sebagaimana mestinya.
4) Pemerintah Pusat melalui Kemendesa PDTT khususnya Ditjen PKP, perlu
mempercepat penyusunan dokumen RPKP karena banyak kawasan yang
belum memiliki RPKP. Sementara itu perlu juga mulai memberikan
perhatian untuk mendorong dan meningkatkan peran TKPKP sebagai
wadah koordinatif antar OPD untuk percepatan pembangunan kawasan
perdesaan.
5) Pemerintah Pusat melalui Kemendesa PDTT khususnya Ditjen PKP, perlu
melibatkan TKPKP dalam kegiatan-kegiatan di tingkat Pusat, Provinsi,
maupun Kabupaten, agar mereka tumbuh rasa tanggungjawabnya dalam
turut mengelola Program PKP secara lebi baik.
Halaman | 16
6) Perlu dilakukan pengembangan kapasitas mengenai perencanaan usaha
(business-plan) bagi para pendamping dan perwakilan dari BUM Desa
Bersama, yang bisa dilakukan oleh Unit Kerja terkait di Ditjen PKP.
7) Dibutuhkannya pertemuan-pertemuan untuk koordinasi dan atau
pengembangan kapasitas bagi para pendamping secara lebih intens, sesuai
bidang tugas unit-unit kerja di Ditjen PKP, namun yang dilaksanakan secara
terkoordinasi dengan baik. Event-event pertemuan dengan pendamping
tersebut bisa berisi mengenai peningkatan peran dan tugasnya, tetapi juga
masukan-masukan berupa pengembangan kapasitas, misalnya saja
kapasitas dalam membangun kerjasama dengan Pihak Ke-3, kapasitas
penyusunan Bisnis Plan, informasi jejaring pasar dan sektor swasta potensial
untuk diajak kerjasama dalam pengembangan kawasan, dll.
8) Pengembangan kapasitas, terutama bagi pengembangan BUM Desa
Bersama, bisa dibuatkan semacam buku Panduan Penyusunan Perencanaan
Usaha, Buku Panduan Penyusunan Profil BUM Desa Bersama, Buku Panduan
Inventarisasi Aset BUM Desa Bersama, Buku Panduan Pembukuan
Keuangan BUM Desa Bersama, dll.
9) Berlandaskan pada kondisi bahwa jumlah kawasan yang didampingi akan
semakin banyak, kegiatan BUM Desa Bersama dan BKAD yang semakin
kompleks terutama terkait dengan perkembangan usaha dan keuangannya,
bantuan-bantuan dari Pusat yang semakin banyak dan berkelanjutan ke
kawasan, dll maka diperlukan semacam pusat data base atau Managemen
Information System (MIS) Kawasan, yang sangat berguna untuk memantau
perkembangan kegiatan dan capaian kegiatan di suatu kawasan dan
kabupaten.
10) Jumlah kabupaten yang mendapatkan kunjungan supervisi masih sangat
sedikit. Kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia Bagian Timur seperti
kabupaten Merauke, Raja Ampat, Jayapura, Seram Bagian Timur, Ngada,
Ende, dll sangat sedikit kesempatan untuk mendapatkan kunjungan
supervisi. Wilayah-wilayah tersebut adalah wilayah dengan kapasitas
pengembangan program PKP yang relatif masih kurang.
@@@
top related