demam dan infeksi bakteri - virus
Post on 26-Dec-2015
81 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DEMAM DA N INFEKSI BAKTERI - VIRUS
DEMAM
Demam (pireksia) adalah keadaan kenaikan suhu tubuh di atas normal, di mana suhu tubuh
normal 36,5-37,2oC dan batas suhu subnormal adalah 37,2oC (suhu tubuh normal anak 36,1-
37,8oC atau 37+1-1,5oC). Sedangkan hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh
sampai setinggi 41oC atau lebih, dan hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 35oC.
Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila, oral, membran timpani maupun
rektal, di mana batas suhu normal aksila 37-37,2oC (34,7-37,3oC pada anak-anak), oral 37,6oC
(35,5-37,5oC pada anak-anak), membran timpani 35,8-38oC (pada anak-anak) dan rektal 37,2-
37,5oC (36,6-38oC pada anak-anak), perbedaan sekitar 0,5oC dengan suhu rektal lebih tinggi
daripada suhu oral). Dikenal variasi diurnal pada tubuh, yaitu suhu terendah di pagi hari sekitar
pukul 02.00-06.00 sebelum bangun tidur (37,2oC pada pukul 06.00) dan suhu tertinggi di sore
hari sekitar pukul 16.00-19.00 (37,7oC pada pukul 16.00), perbedaan kedua waktu pengukuran
dapat mencapai 1oC.
Demam merupakan akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi
oleh interleukin-1 (IL-1). Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur,
disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas dan IL-1 tidak terlibat
pada keadaan ini (hipotalamus dalam keadaan normal).
Demam terjadi karea penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang
oleh pirogen eksogen. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, dan terdapat 2 jenis
pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan
berkemampuan untuk merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh
dan mempunyai kemampuan untuk merangsnag demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan
suhu di hipotalamus. Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, adanya gangguan pada pusat regulasi suhu
sentral yang menyebabkan peninggian temperatur seperti pada heat stroke, perdarahan otak,
koma atau gangguan sentral lainnya, sedangkan pada perdarahan internal disaat terjadi reabsorpsi
darah dapat pula menyebabkan peningkatan temperatur.
1
Pirogen eksogen
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar, dan pirogen
eksogen umumnya berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit untuk merangsang
sintesis IL-1 dan pirogen eksogen dapat bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah
pengaturan suhu (misalnya endotoksin).
Pirogen mikrobial
1. Bakteri Gram-negatif
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichi coli, Salmonela) disebabkan adanya
heat stable factor yaitu endotoksin. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri
yaitu liposakarida, endotoksin ini menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung
dari dosis. Endotoksin Gram-negatif tidak selalu merangsang terjadinya demam, pada bayi
dan anak-anak infeksi bakteri Gram-negatif justru menyebabkan hipotermia.
2. Bakteri Gram-positif
Pirogen utama bakteri Gram-positif (misalnya stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi
pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh
basil Gram-positif pada umumnya demam yang ditimbulkannya tidak begitu tinggi
dibandingkan dengan Gram-positif piogenik atau bakteri Gram-negatif lainnya.
3. Virus
Virus merupakan parasit sejati dan memiliki ukuran 10 hingga 100 kali lebih kecil dari
bakteri. Tubuhnya hanya terdiri dari seluruh protein dan isi yang terdiri DNA saja atau RNA
saja. Penyakit AIDS, cacar, polio, hepatitis, dan herpes merupakan contoh penyakit yang
disebabkan virus.
Sedangkan ciri-cirinya:
- Demam tinggi tanpa disertai gejala-gejala lain
- Demam akut yang mendadak.
- Panas tinggi sampai 39 derajat celcius tanpa disertai batuk, pilek dan seringkali panas
tinggi akan teratasi dengan obat turun panas.
2
- Ada ruam kemerahan (seperti penderita campak, demam berdarah)
Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan invasi langsung
ke dalam makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen virus termasuk di antaranya
pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel akibat virus.
4. Jamur
Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pirogen eksogen yang akan merangsang
terjadinya demam, dan demam umumnya timbul ketika mikroba beradal dalam peredaran
darah.
Pirogen nonmikrobial
1. Fagositosis
Fagositosis antigen nonmikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya
demam dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imum.
2. Kompleks antigen-antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul akibat rekasi antigen terhadap
antibodi yang beredar, yang tersensitasi (immune fever) atau oleh antigen yang diaktivasi sel-
T untuk memproduksi limfokin, yang sebaliknya akan merangsang monosit dan makrofag
untuk melepaskan IL-1. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin
lebih mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit
dibandingkan dengan pelepasan IL-1.
3. Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia, ethiocholanolon dan metabolik androgen
dapat merangsang IL-1. Ethiocholanolon memproduksi demam hanya bila disuntikan secara
intramuskular (bukan intravena), dan diduga akibat pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis
pada tempat penyuntikan (pada sindrom adrenogenital dan fever of unknown origin).
4. Sistem monosit-makrofag
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi IL-1 dan terjadinya demam. Monosit
dan makrofag berperan dalam pertahanan tubuh termasuk di antaranya merusak dan menelan
(engulfing) mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada
3
limfosit, aktivasi limfosit T, dan destruksi sel tumor. Monosit dan makrofag mempunyai 2
produk utama yaitu IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF).
Pirogen endogen
Interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF) adalah jenis pirogen
endogen.
1. Interleukin-1 (IL-1)
Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori dengan
bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel ke dalam
sirkulasi. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, pada sel Kupffer (di hati),
keratinosit, sel Langerhans pankreas, serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan
otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respons imun dalam susunan saraf
pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP. Interleukin-1 (IL-1) mempunyai
banyak fungsi, fungsi primer menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu
dan fungsi lainnya seperti berperan dalam aktivitas sel T dan B, reaksi fase akut, respons
inflamasi, stimulasi kolagenase dan prostaglandin E2, proteolisis otot, sebagai supresi nafsu
makan, absorpsi tulang dan merangsang rasa kantuk/tidur.
2. Tumor necrosis factor (TNF)
Tumor necrosis factor (TNF) dihasilkan oleh monosit dan makrofag, limfosit, sel NK
(natural-killer), sel kupffer, astrosit otak, sebagai respons tubuh terhadap rangsang atau luka
yang invasif. Tumor necrosis factor (TNF) dalam jumlah sedikit mempunyai efek biologik
yang menguntungkan dan TNF dapat mengubah pertahanan tubuh terjadap infeksi dan
merangsang pemulihan jaringan menjadi normal (termasuk penyembuhan luka), namun TNF
juga mempunyai efek langsung terhadap sel tumor.
3. Interferon (INF)
Interferon (INF) diproduksi oleh limfosit T yang teraktivasi, dan INF mempunyai
kemampuan untuk merintangi replikasi virus di dalam sel yang terinfeksi. Interferon (INF)
terbagi atas 3 jenis molekul yang berbeda yaitu INF-α, INF-β, dan INF-γ. INF-α dan INF-β
diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas, dan makrofag) sebagai respons
terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis INF-γ dibatasi oleh limfosit T.
4
Interferon-γ dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel B untuk
meningkatkan produksi antibodi. Fungsi sebagai pirogen endogen dapat secara tidak
langsung pada makrofag untuk melepaskan IL-1 (macrophage activating factor) atau secara
langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.
4. Interleukin 2 (IL-2)
Interleukin 2 (IL-2) merupakan limfokin kedua (setelah INF) yang dilepaskan oleh limsoft T
yang teraktivitas sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin 2 (IL-2) dapat menstimulasi
pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF, dan INF-α, yang akan menginduksi aktivitas sel
endotel, mendahului bocornya pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan edema paru dan
retensi cairan yang hebat.
Patogenesis demam
Suhu tubuh terdiri dari suhu permukaan dan suhu inti, di mana suhu permukaan adalah suhu
yang terdapat pada permukaan tubuh (pada kulit dan jaringan subkutan) dan suhu inti adalah sihi
yang terdapat pada organ visera yang terlindung dari paparan suhu lingkungan sekitar.
Pengaturan suhu tubuh memerlukan mekanisme perifer yang utuh yaitu keseimbangan produksi
dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur seluruh
mekanisme.
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas dan
kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan adenosin
trifosfat (ATP). Pada orang dewasa dan anak yang lebih besar untuk mempertahankan panas
dengan cara vasokontriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respons terhadap
selesma atau kenaikan suhu. Pada lingkungan panas atau bila suhu meningkat, pusat pengaturan
suhu di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom untuk melebarkan
pembuluh darah, sehingga peningkatan aliran darah di kulit menyebabkan pelepasan panas dari
pusat tubuh melalui permukaan kulit ke sekitarnya dalam bentuk keringat. Di lain pihak, pada
lingkungan dingin, terjadi vasokontriksi atau penurunan peredaran darah di kulit untuk
mempertahankan suhu tubuh.
5
Tubuh melepaskan panas melalui 4 cara, yaitu radiasi, penguapan, konveksi dan konduksi.
Secara umum, 60% panas dilepaskan secara radiasi (transfer dari permukaan kulit melalui
permukaan luar dengan gelombang elektromagnet), 25% lainnya dilepaskan melalui penguapan
dari kulit dan paru dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair ke gas (58 kkal dilepaskan
untuk setiap 100 ml air). Konveksi adalah pemindahan panas melalui pergerakan udara atau
cairan yang menyelimuti permukaan kulit, sedangkan konduksi adalah pemindahan panas antara
2 objek secara langsung pada suhu berbeda.
Pada daerah spesifik dari IL-1 preoptik dan hipotalamus anterior, yang mengandung sekelompok
saraf termosentif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus
kalosum lamina terminalis yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini
terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot, saraf yang
sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan (penurunan dingin)
dan saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan (penurunan dengan
penghangatan). Interleukin-1 dapat menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang
saraf yang sensitif terhadap dingin, dan korpus kalosum lamina terminalis mungkin merupakan
sumber prostaglandin.
Selama demam, IL-1 masuk ke dalam ruangan perivaskular korpus kalosum lamina terminalis
melalui jendela kapiler untuk merangsang sel memproduksi prostaglandin E2 (PGE-2), secara
difusi masuk ke dalam preoptik atau regio hipotalamus untuk menyebabkan demam atau bereaksi
pada serabut saraf dalam korpus kalosum lamina terminalis. Terdapat 4 jenis reseptor PGE-2
dam setiap sinyal pada sel berbeda jalurnya, namun hanya reseptor yang ketiga (EP-3) yang
penting pada proses demam. Meskipun PGE-2 sangat penting dalam demam tetapi PGE-2
bukanlah neurotransmiter, jadi setelah terjadi pelepasan PGE-2 dari sisi otak pada reseptor PGE2
endotelium hipotalamus di sel glial maka selanjutnya akan terjadi pelepasan secara langsung
cAMP yang merupakan suatu neurotransmiter. Pelepasan cAMP dari sel glial akan mengaktifkan
persaraf terakhir dari pusat termoregulator pada area tersebut. Hasil akhirnya adalah terjadi
peningkatan thermostatic set point yang akan memberi sinyal serabut eferen, terutama serabut
simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan produksi panas (menggigil), serta
dibantu dengan tingkah laku manusia yang mencari daerah yang hangat atau menutup tubuh
dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melajut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set
6
point yang akhirnya terjadilah demam (Gambar 1). Kembalinya suhu menjadi normal diawali
oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan
serabut simpatis.
Gambar 1. Patogenesis Demam
Tipe-tipe demam
Terdapat beberapa tipe-tipe demam, antara lain:
1. Demam septik (Gambar 2); di mana suhu tubuh berangsur naik ke tingkat tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari, dan sering disertai
dengan keluhan menggigil dan berkeringat.
2. Demam heptik (Gambar 3); di mana suhu tubuh berangsur naik ke tingkat tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat di normal pada pagi hari.
3. Demam remiten (Gambar 4); di mana suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal, dan perbedaan suhu yang tercatat dapat mencapai 2 oC (>1oC)
dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik (ditemukan pada demam
tifoid awal dan berbagai penyakit virus).
7
Gambar 4. Demam Remiten
4. Demam intermiten (Gambar 5); di mana suhu badan dapat turun ke tingkat normal selama
beberapa jam dalam 1 hari biasanya dengan perbedaan suhunya >1oC (ditemukan pada
endokarditis bakterial, malaria bruselosis).
5. Demam tersiana dan kuartana; merupakan demam intermiten yang ditandai dengan periode
demam yang diselangi dengan periode normal, bila demam ini terjadi pada setiap 2 hari
sekali maka disebut tersiana (demam terjadi pada hari ke-1 dan ke-3, pada malaria oleh
Plasmodium vivax) dan bila terjadi 2 hari bebas demam di antara serangan demam maka
disebut kuartana (demam terjadi pada hari ke-1 dan ke-4, pada Plasmodium malariae).
6. Demam kontinyu (Gambar 6); di mana terjadi variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda dan
tidak lebih dari 1oC (0,55-0,82oC), dan demam ini meliputi penyakit pneumonia tipe lobar,
infeksi kuman Gram-negatif, riketsia, demam tifoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia,
dan malaria falciparum. Pada tingkat demam yang terus menerus-tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
7. Demam siklik; di mana terjadi kenaikan suhu nadan selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
semula.
9
Gambar 5. Demam Intermiten
Gambar 6. Demam Kontinyu
8. Demam pelana (saddleback/bifasik); di mana pada beberapa hari demam tinggi disusul oleh
penurunan suhu (lebih kurang 1 hari) yang kemudian timbul demam tinggi kembali, jenis
demam ini didapatkan pada dengue, yellow fever, Colorado tick fever, Rit valley fever, dan
infeksi virus seperti influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.
10
9. Demam intermiten hepatik (demam Charcot); di mana terjadi episode demam sporadis dan
terdapat penurunan suhu yang jelas dan kekambuhan demam, demam ini biasanya pada
kolelitiasis, ikterik, leukositosis dan adanya tanda-tanda toksik.
10. Demam Pel-Ebstein; di mana ditandai dengan periode demam setiap minggu atau lebih lama
dan periode afebril yang sama durasinya disertai dengan berulangnya siklus, demam ini
biasanya pada penyakit Hodgkin, bruselosis dari tipe Brucella melitensis. Selain itu, terdapat
relapsing fever yang mirip dengan demam Pel-Ebstein namun serangan demam berlangsung
setiap 5-7 hari.
11. Demam Typhus inversus; di mana terjadi kenaikan suhu tertinggi pada pagi hari bukan selam
senja atau di awal malam, yang dapat ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis,
abses hepatik, dan endokarditis.
12. Reaksi Jarisch-Herxheimer, di mana terjadi peningkatan suhu yang sangat tajam dan
eksaserbasi menifestasi klinis, yang dapat ditemukan pada pemberian terapi penisilin pada
silifis primer atau sekunder pada beberapa jam, leptospirosis, relapsing fever, dan sesudah
terapi tetrasiklin atau kloramfenikol pada bruselosis akut.
Pemeriksaan pada demam
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan demam, yaitu:
1. Sero-imunologi (Tabel 1 dan 2); pemeriksaan serologis sangat bermanfaat untuk seorang
pasien dengan fever of undiagnosed origin (FUO) dan biasanya diperlukan 2 spesimen darah
untuk pemeriksaan. Suatu kenaikan titer sebesar 4 kali atau lebih mempunyai arti yang sangat
besar untuk dapat menentukan kemungkinan penyebab penyakit.
2. Mikrobiologi; isolasi kuman penyebab infeksi merupakan kriteria diagnosis utama pada
pasien disangka demam karena menderita infeksi. Isolasi kuman dapat dilakukan dengan
pengambilan darah untuk kultur mikroorganisme (secara aseptik dan sekitar 10 ml yang
kemudian dilarutkan dalam media untuk kuman anaerob dan aerob), pada urin, pengambilan
sekret pada hidung, usap tenggorokan atau sekresi bronkus, serta dapat pula pada feses
(untuk infeksi saluran pencernaan).
11
Tabel 1. Daftar Uji Virologis
Tabel 2. Daftar Uji Bakterio-Parasitologis
3. Hematokimia klinis; pemeriksaan ini penting untuk membedakan infeksi virus atau bakteri
yang pada tahap awal dilakukan pemeriksaan hematologi, di mana pada infeksi bakteri akan
menunjukkan pergeseran hitung jenis ke kiri dengan atau tanpa leukositosis dan bila hal ini
12
tidak dijumpai maka dapat dilakukan pemeriksaan CRP (C-reaktif protein) yang bila
meningkat lebih dari 10 kali maka disebabkan oleh infeksi bakteri. Dapat pula dilakukan
pemeriksaan kimia klinis seperti pengukuran kadar serum kalsium, pemeriksaan enzim
SGOT/SGPT/GAMA GT, dll.
4. Sinar tembus; foto rontgen (untuk kelainan paru, ginjal, sumsum tulang belakang, saluran
cerna), kolangiografi (pemeriksaan di kuadran kanan atas abdomen), angiografi (emboli
paru-paru), angiokardiografi (miksoma atrium), limfangiografi (limfoma abdominal atau
retroperitoneal) merupakan beberapa contoh pemeriksaan sinar tembus.
5. Endoskopi; diindikasikan pada demam lama yang disertai diare dan nyeri perut dan dapat
dilakukan sigmoidoskopi atau kolonoskopi (kolitis elserativa), dan dapat pula dilakukan
ERCP (endoscopic retrograde choledocho pancreatography) yang digunakan untuk
pemeriksaan kandung empedu, saluran empedu, pankreas.
6. Biopsi; biopsi dilakukan pada kelenjar-kelenjar yang membesar atau massa tumor, yang
berguna untuk mengetahui limfoma, metastasis kanker, tuberkulosis, infeksi jamur, hepatitis
alkoholik, trikinosis, dll.
7. USG; digunakan untuk mendeteksi kelainan pada hati, ginjal, retroperitoneal, pelvis,
miksoma di atrium atau vegetasi di katub-katub jantung.
8. Pencitraan; pencitraan dapat dilakukan untuk pemeriksaan hati, paru (emboli paru), infeksi di
daerah abdomen, tulang belakang, dll.
9. Laparatomi; laparatomi dapat dilakukan ada suatu petunjuk keras bahwa penyebab demam
adalah karena suatu kelainan utama di abdomen, yang berguna pada abses lokal, limfoma dan
penyakit autoimun. Tindakan lebih sederhana dapat dilakukan dengan peritoneoskopi yang
berguna untuk mengetahui peritonitis tuberkulosa, karsinomatosis peritoneal, kolesistitis dan
infeksi rongga pelvis.
10. Terapi ad juvantibus; usaha ini dapat dilakukan pada UFO bila dalam instansi terakhir di
mana tidak lagi dapat ditempuh jalan lain untuk memperoleh suatu kepastian diagnosis.
Prinsip penatalaksaannya adalah bahwa obat yang digunakan harus berdasarkan suatu
indikasi yang kuat sesuai pengalaman setempat dan harus bersifat spesifik. Penggunaan
terapi ad juvantibus antara lain ketika penggunaan kloramfenikol untuk sangkaan demam
tifoid, obat antituberkulosis untuk sangkaan tuberkulosis, aspirin untuk demam reumatik,
13
antikoagulan untuk emboli paru dan kortikosteroid untuk keadaan reumatoid dan lupus
eritematous sistemik1,2.
DEMAM TIFOID
Demam tifoid (typhoid fever) atau tifus abdominal/paratyphoid fever/enteric fever/paratifus
abdominal adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna yang
disebabkan oleh Salmonela typhi atau Salmonela paratyphi A, B, dan C. Penyakit ini ditandai
dengan panas berkepanjangan (demam lebih dari 1 minggu), gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau
endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklearr dari hati,
limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch.
Etilogi
Etiologi demam tifoid adalah disebabkan bakteri tipe salmonella (Gambar 7). Salmonella typhi
adalah bakteri gram negatif, mempunyai kapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Salmonella merupakan kelompok batang gram negatif tidak pernah menfermentasi laktosa atau
sukrosa, dan membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, selain itu juga
menghasilkan H2S. Salmonella juga resistan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya, hijau
brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enterik lain, yang
berguna untuk menginkulasi isolat salmonella dari feses pada medium.
Ada empat jenis salmonella yang dapat menyebabkan demam enterik (Salmonella enteriditis),
yaitu Salmonella Paratyphi A (serogrup A), Salmonella Paratyhpi B/Salmonella Schotmuelleri
(serogrup B), Salmonella Cholerasuis/Salmonella Hirschfeldii (serogrup C1), dan Salmonella
Typhi (serogrup D). Salmonella Typhi, Salmonella Choleraesuis dan mungkin juga Salmonella
Paratyhpi A dan Salmonella Paratyphi B bersifat infeksius untuk manusia.
Pada salmonella terdapat sekurangnya 3 macam antigen yaitu:
1. Antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks liposakarida/oligosakarida yang berasal dari
tubuh kuman).
2. Antigen H (yang berasal dari flagela dibentuk dari protein).
3. Antigen Vi (yang berasal dari simpai kuman).
14
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia, dan bila manusia yang terinfeksi dapat
mensekresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat
bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberap
minggu bila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian, namun
hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan
klorinasi dan pasteurisasi (suhu 63oC). Pada demam tifoid jenis salmonella yang sering
menyebabkan penyakit ini adalah Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi (S. parathypi), di
mana dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rute oral ke oral, makanan atau minuman
yang terkontaminasi atau makanan yang terkontaminasi oleh tangan carier (biasanya keluar
bersama-sama dengan tinja/rute oral fekal), lalat yang mengkontaminasi makanan, maupun
terjadi transmisi transplasental dari ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya.
Gambar 7. Bakteri Salmonella
Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam terjadi melalui makanan
yang terkontaminasi, sebagian akan musnah dalam lambung dan sisanya lolos masuk ke dalam
usus halus dan berkembang biak. Dan bila respons imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang
baik, makan kuman akan menembus ke sel-sel epitel (sel-M) dan ke lamina propria dan akan
berkembang biak serta difagosit oleh makrofag. Di dalam makrofag, kuman dapat hidup di
dalamnya dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. Selanjutnya di melalui duktus torakikus, kuman yang ada di dalam
makrofag akan masuk ke dalam sirkulasi darah (menyebabkan bakteremia pertama yang
15
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Di organ ini kuman akan meninggalkan makrofag dan akan berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi dan mengakibatkan
bakteremia yang kedua dengan gejala infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan
empedu disekresikan secara intermittent ke dalam lumen usus dan sebagian lainnya dikeluarkan
melalui feses dan sebagian lagi masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Setelah
masa inkubasi selama 10-14 hari (periode inkubasi 7-20 hari), akan terjadi proses yang sama
lagi, namun karena makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat menfagositosis
salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi, yang akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, konstipasi,
instabilitas vaskular (bradikardia), gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan di mana
Salmonella typhi (endotoksin) intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hiperplasia jaringan dan nekrosis organ. Perdarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah
sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel
mononuklear di dinding usus, dan proses patologis jaringan limfoid dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus dan dapat menginduksi perforasi. Selain itu endotoksin dapat menempel
di reseptor sel endotel kapiler akibat timbulnya gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya.
Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 (periode inkubasi antar 5-40 hari), yang
tersingkat 4 hari jika terinfeksi melalui makanan dan terlama dapat mencapai 30 hari jika
terinfeksi minuman, dengan gejala pada minggu pertama yang serupa dengan infeksi akut pada
umumnya, yaitu:
1. Demam; pada kasus yang khas dapat berlangsung selama 3 minggu dengan sifat demam
meningkat perlahan-lahan setiap hari dan terutama pada sore hingga malam hari atau febris
remiten dan suhu tidak beberapa tinggi.
2. Nyeri kepala, pusing.
16
3. Nyeri otot.
4. Anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare (obstipasi kemudian disusul episode diare),
perasaan tidak enak di perut.
5. Batuk dan epistaksis.
Pada minggu kedua gejala makin jelas berupa:
1. Demam; yang terus terjadi namun dengan keadaan bradikardia relatif (peningkatan suhu
10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit). Sedangkan pada minggu ketiga
suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Lidah yang berselaput putih kotor (coated tongue), dengan kotor di tengah sedangkan
tepi dan ujung merah serta tremor (jarang).
3. Hepatomegali, splenomegali, maupun meterorismus (perut kembung).
4. Terjadi gangguan kesadaran seperti apatis, somolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis.
5. Dapat juga terjadi Roseolae atau Rose spots (jarang) pada punggung dan anggota gerak,
merupakan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit (Gambar 8).
Ruam makulopapular merah ini berukuran 1-5 mm yang sering terjadi pada daerah abdomen,
toraks, ekstrimitas, dan punggu pada orang kulit putih, dan muncul pada hari ke 7-10 dan
bertahan selama 2-3 hari.
Gambar 8. Rose Spots/Roseolae Pada Kulit Penderita Demam Tifoid
Pada minggu ketiga bila keadaan membaik maka suhu turun, gejala dan keluhan berkurang.
Sedangkan bila minggu ketiga memburuk maka penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot
bergerak terus, terjadi inkontinesia alvi dan urine. Selain itu, terjadi meteorisme dan timpani, dan
17
tekanan abdomen meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya
meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik. Dan bila minggu keempat,
penderita akan mengalami penyembuhan.
Daftar Pustaka
1. Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2006.
2. Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi 2. Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2008.
3. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, Cetakan 11. Jakarta: FKUI,
2005.
4. Geo F. Brooks, dkk. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg, Edisi 23.
Jakarta: EGC, 2008.
18
top related