bab ii tinjauan pustaka a....
Post on 02-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan
tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi
sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008, p.307). Kecemasan merupakan
suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala
somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan
merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan
suatu fungsi emosi (Kaplan & Sadock, 1998, p.3).
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah
respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi
cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah
tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart & Sundeen, 1998, p.175).
2. Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam
rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif
10
11
sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif
dan destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar
memahami terhadap perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap
perasaan tidak nyaman dan berfokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan
reaksi destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan tingkah laku
maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik
(Suliswati, 2005, pp.108-113). Rentang respon kecemasan dapat terlihat
pada gambar.
Gambar 1: Rentang Respon Kecemasan
3. Faktor Predisposisi
Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal
kecemasan. Diantaranya dalam pandangan psikoanalitik, pandangan
interpersonal, pandangan perilaku, kajian keluarga, dan dari kajian biologis
(Stuart & Sundeen, 1998, pp.177-179).
Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan merupakan konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego.
Id adalah bagian dari jiwa seseorang yang berupa dorongan atau motivasi
yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan yang memerlukan pemenuhan
Antisipasi Ringan Sedang
Berat Panik
Respon maladaptif Respon adaptif
Rentang Respons Ansietas
12
segera. Sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan
dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi
sebagai badan pelaksana sebagaimana yang diperlukan oleh id setelah
melewati superego. Dalam pandangan interpersonal, kecemasan biasanya
timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma,
seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan
kecemasan yang berat (Stuart & Sundeen, 1998, p.177).
Pada pandangan perilaku, kecemasan merupakan segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Selain itu menurut Suliswati (2005, p.115), bahwa kecemasan
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik
normal maupun yang tidak normal. Keduanya merupakan pernyataan,
penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Pakar perilaku, menganggap bahwa kecemasan adalah suatu
dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Selain itu, para ahli juga meyakini bahwa individu
yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang
berlebihan, lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan
selanjutnya (Stuart & Sundeen, 1998, p.179).
Dalam kajian keluarga, kecemasan dianggap sebagai hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga dan bersifat heterogen akibat adanya
13
sesuatu yang dianggap telah memberikan perubahan kepada keluarga kearah
yang tidak normal (Suliswati, 2005, p.112). Sedangkan dalam kajian
biologis, kecemasan dapat dipengaruhi faktor biokimia dan faktor genetik.
Pada faktor biokimia biasanya berpengaruh pada etiologi dari kelainan-
kelainan kecemasan yang membuat seseorang dalam perilaku mencari
pertolongan. Sedangkan pada faktor genetik, kelainan kecemasan ditemukan
lebih umum pada orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan
kelainan kecemasan. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap
kecemasan. Kecemasan yang disertai dengan gangguan fisik dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor
(Stuart & Sundeen, 1998, p.179).
4. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeen (1998, p.181), faktor presipitasi dibagi menjadi 2
meliputi:
a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti penyakit, trauma fisik, dan
menurunnya kemampuan fisiologis untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
b. Ancaman terhadap konsep diri dan harga diri seperti proses kehilangan,
dan perubahan peran, perubahan lingkungan dan status ekonomi.
5. Sumber Koping
Koping berarti membuat sebuah usaha untuk mengatur
keseimbangan psikologis stres. Koping adalah sebuah proses pengaturan
yang tetap untuk mengatur permintaan pada pikiran seseorang (Potter &
14
Perry, 2009, p.500). Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut
sebagai modal ekonomik, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan
sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi koping yang berhasil
(Stuart & Sundeen, 1998, p.182).
6. Klasifikasi Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan
panik (Stuart & Sundeen, 1998, pp.175-176).
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan persepsi atas keadaan yang dialaminya. Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi
meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat
dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah
yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang
terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan
meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,
ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan
15
persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak
sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu
yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan
pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini
adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,
tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak
berdaya, bingung, disorientasi.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror
karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan
gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil,
palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat
berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,
mengalami halusinasi dan delusi.
16
7. Mekanisme Koping Kecemasan
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langsung melalui
timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan
timbulnya kecemasan. Ketika mengalami cemas, individu menggunakan
berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, dan
ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis (Stuart & Sundeen, 1998,
p.182). Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas
yang ringan cenderung tetap dominan ketika kecemasan menghebat.
Kecemasan tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius.
Sementara kecemasan tingkat sedang dan berat akan menimbulkan dua jenis
mekanisme koping, yaitu reaksi yang berorientasi pada tugas dan
mekanisme pertahanan ego (Hidayat, 2008, pp.67-68).
Reaksi yang berorientasi pada tugas merupakan upaya-upaya
yang secara sadar berfokus pada tindakan untuk memenuhi tuntutan dari
reaksi cemas secara realistis sehingga dapat mengurangi cemas dan dapat
memecahkan masalah (Hidayat, 2008, p.68). Dalam hal ini seseorang akan
melakukan tindakan untuk mengurangi cemas yang dialami dan untuk
memenuhi kebutuhannya dengan cara berkonsultasi dengan orang yang
lebih ahli. Sedangkan mekanisme pertahanan ego merupakan pendukung
dalam mengatasi kecemasan baik yang ringan maupun yang sedang. Tetapi
jika berlangsung pada tingkat berat dan panik yang melibatkan penipuan diri
17
dan distorsi realitas, maka mekanisme ini merupakan respon maladaptif
terhadap cemas (Stuart & Sundeen, 1998, p.188).
8. Alat Ukur Kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang
apakah ringan, sedang, berat, atau berat sekali (panik) orang menggunakan
alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for
Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang
masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih
spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)
antara 0-4, yang artinya adalah:
0 = Tidak ada gejala atau keluhan
1 = Gejala ringan
2 = Gejala sedang
3 = Gejala berat
4 = Gejala berat sekali atau panik
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh tenaga
kesehatan atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui
teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14
kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut
dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
Total nilai (score):
< 14 = Tidak ada kecemasan
18
14 – 20 = Kecemasan ringan
21 – 27 = Kecemasan sedang
28 – 41 = Kecemasan berat
42 – 56 = Kecemasan berat sekali atau panik
Perlu diketahui bahwa alat ukur HRS-A ini bukan dimaksudkan
untuk menegakkan diagnosa gangguan cemas. Diagnosa gangguan cemas
ditegakkan dari pemeriksaan klinis oleh dokter (psikiater), sedangkan untuk
mengukur derajat berat ringannya gangguan cemas itu digunakan alat ukur
HRS-A (Hawari, 2008, pp.78-83).
9. Perubahan dan adaptasi psikologis dalam masa kehamilan
Konsepsi dan implantasi (nidasi) sebagai titik awal kehamilan
yang ditandai dengan keterlambatan datang bulan dapat menimbulkan
perubahan baik rohani maupun jasmani. Bagi pasangan dengan
perkawinan yang didasari “ cinta” keterlambatan datang bulan merupakan
salah satu hal yang menggembirakan, karena ini merupakan hasil cinta dan
akan membuat semakin kokohnya hubungan mereka dengan kehamilan
yang didambakan. Keinginan untuk memastikan kehamilan makin
mendesak, dan akan segera melakukan pemeriksaan terutama keluarga
yang telah lama mendambakan keturunan. Setelah terbukti hamil, perasaan
gembira dan cinta makin bertambah, yang menjiwai suasana keluarga
tetapi kebahagiaan tersebut kadang diikuti perasaan cemas, karena
ketakutan pada kemungkinan keguguran. Bagi pasangan yang
19
kehamilannya tidak dikehendaki, akan muncul kegelisahan dan kecewa
serta berusaha menghilangkan buah kehamilannya dengan cara apapun
(Kusmiyati, 2009, p.68-69).
a. Trimester 1
Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan.
Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil.
Pada saat inilah tugas psikologis pertama sebagai calon ibu untuk dapat
menerima kenyataan akan kehamilannya. Selain itu akibat dari dampak
terjadinya peningkatan hormone estrogen dan progesterone pada tubuh
ibu hamil akan mempengaruhi perubahan pada fisik sehingga banyak
ibu hamil yang merasakan kekecewaan, penolakan, kecemasan, dan
kesedihan.
Dia akan merenungkan keadaan dirinya. Dari munculnya
kebingungan tentang kehamilannya dengan pengalaman buruk yang
pernah dialaminya sebelum kehamilan, efek kehamilan yang akan
terjadi pada hidupnya (terutama jika ia wanita karir), tanggung jawab
baru atau tambahan yang akan dipikul, kecemasannya tentang
kemampuan dirinya untuk menjadi seorang ibu, keuangan dan rumah,
penerimaan kehamilannya oleh orang lain. Saat itu, beberapa
ketidaknyamanan trimester pertama berupa mual, lelah, perubahan
selera, emosional, mungkin mencerminkan konflik dan depresi yang
dialami dan dapat terjadi pada saat ia teringat tentang kehamilannya.
20
b. Trimester 2
Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran
kesehatan, saat ibu merasa sehat. Ini disebabkan selama trimester ini
umumnya wanita sudah merasa baik dan terbebas dari ketidaknyamanan
kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormone yang lebih
tinggi dan rasa tidak nyaman karena hamil sudah berkurang. Perut ibu
belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Ibu sudah
menerima kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energy dan
pikirannya secara lebih konstruktif. Pada trimester ini pula ibu dapat
merasakan gerakan bayinya, dan ibu mulai merasakan kehadiran
bayinya sebagai seseorang diluar dari dirinya sendiri. Banyak ibu yang
merasa terlepas dari rasa kecemasan dan rasa tidak nyaman seperti yang
dirasakannya pada trimester pertama dan merasakan meningkatnya
libido.
c. Trimester 3
Trimester ketiga sering disebut sebagai periode penantian.
Pada periode ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari
dirinya, dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat bayinya. Ada
perasaan tidak menyenangkan ketika bayinya tidak lahir tepat pada
waktunya, fakta yang menempatkan wanita tersebut gelisah dan hanya
hanya bisa melihat dan menunggu tanda–tanda gejalanya. Sejumlah
ketakutan terlihat selama trimester ketiga. Wanita mungkin khawatir
terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak akan tahu kapan dia
21
melahirkan. Ibu mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik
yang akan timbul kembali karena perubahan body image yaitu merasa
dirinya aneh dan jelek. Selain itu juga mengalami proses berduka
seperti kehilangan perhatian dan hak istimewa yang dimiliki selama
kehamilan, terpisahnya bayi dari bagian tubuhnya, dan merasa
kehilangan kandungan dan menjadi kosong. Perasaan mudah terluka
juga terjadi pada masa ini. Wanita tersebut mungkin merasa canggung,
jelek, tidak rapi, dia membutuhkan pehatian yang lebih besar dari
pasangannya. Pada pertengahan trimester ketiga, hasrat seksual tidak
setinggi pada trimester kedua karena abdomen menjadi sebuah
penghalang (Kusmiyati, 2009, pp.69-73).
B. Mutu Pelayanan Kesehatan (ANC)
1. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Azwar (1996) yang dikutip Satrianegara & Saleha
(2009, p.107), mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas
pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik
pula kualitas pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan menurut Sari (2009, pp.67-70),
dibagi 5 kategori yaitu, mutu pelayanan kesehatan yang tidak baik, kurang
baik, cukup baik, baik, dan sangat baik. Mutu pelayanan kesehatan
dikatakan tidak baik jika skor antara 29- 40, kurang baik skor 41-60, cukup
22
baik skor 61-80, baik jika skor 81-100, dan mutu pelayanan kesehatan
dikatakan sangat baik jika skor sama dengan atau diatas nilai 101.
Menyelenggarakan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan
tidak terlepas dari sebuah mutu pelayanan kebidanan. Berdasarkan
standar tentang evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa
pelayanan kebidanan menjamin adanya asuhan ANC yang berkualitas
tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian
mutu pelayanan kesehatan. Sedangkan Depkes (2008, p.35), telah
menetapkan bahwa pelayanan kesehatan (ANC) dikatakan berkualitas baik
apabila tenaga kesehatan atau bidan dalam memberikan pelayanan kepada
pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar kemanusiaan. Aspek dasar
tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab,
komunikasi dan kerjasama. Tanpa mutu pelayanan kesehatan yang baik,
kesejahteraan pasien juga terabaikan karena seorang tenaga kesehatan
adalah penjalin kontak pertama dan terlama (Aditama, 2002, p.51).
Berdasarkan batasan-batasan mengenai pengertian tersebut
diatas, maka dapat disimpulkan pengertian mutu pelayanan kesehatan
(ANC) adalah sikap profesional seorang tenaga kesehatan (bidan) yang
memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang
sedang menjalani proses pemeriksaan atau penyembuhan dimana sikap ini
merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan
menimbulkan perasaan puas dan mengurangi perasaan cemas pada diri
pasien.
23
2. Aspek-aspek Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Zeithaml dan M.T. Bitner dalam Sari (2009, pp.54-55)
aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan kesehatan adalah:
a. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu,serta
ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan dengan kepercayaan
terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu. Dalam aspek ini
diperlukan suatu kemampuan petugas kesehatan untuk cepat dan
tanggap dalam menyelesaikan keluhan-keluhan pasien. Selain itu,
komunikasi yang terus menerus dan efektif dengan pasien tentang
keluhan-keluhannya akan mempertahankan loyalitas peningkatan
kepercayaan pasien kepada puskesmas.
b. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu keinginan seorang tenaga kesehatan (bidan) untuk
membantu pasien dan memberikan pelayanan dengan tanggap terhadap
kebutuhan pasien. Pada aspek ini petugas kesehatan (bidan) dituntut
untuk cepat dan tanggap dengan semua keluhan-keluhan pasien serta
dapat memberikan informasi yang akurat dan mudah dimengerti oleh
pasien terkait keluhannya.
c. Jaminan (assurance)
Mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki pada seorang tenaga kesehatan (bidan),
24
bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi,
percaya diri (convident) dan menimbulkan keyakinan kebenaran
(obyektif). Pada aspek ini seorang tenaga kesehatan (bidan) dituntut
untuk memperluas pengetahuan terkait masalah-masalah kesehatan
yang ada di masyarakat agar dapat memberikan informasi dan solusi
serta tindakan kesehatan yang tepat pada pasien.
d. Empati atau kepedulian (emphaty)
Kesan pertama dalam pemberian pelayanan kesehatan adalah
titik awal (starting point) untuk tercapainya kepuasan pasien terhadap
pelayanan yang ada di puskesmas. Hal ini meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
pasien yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap pasien,
melayani pasien dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi pasien,
berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh
simpati.
e. Bukti langsung atau berujud (tangibles)
Kenyamanan gedung dan keindahan gedung akan membuat
pasien yang menunggu akan merasa nyaman dan hal ini penting guna
memberikan citra yang baik kepada pasien. Dalam komponen ini
meliputi fasilitas fisik, peralatan kebidanan, kebersihan (kesehatan),
ruangan teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis.
25
C. Ante Natal Care (ANC)
1. Pengertian
Ante Natal Care merupakan cara penting untuk memonitoring
dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan
kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan
atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk
mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo, 2007, p.52).
Pelayanan ANC adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan ANC,
selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik baik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium
atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang
ada. Namun dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal
”7T”(Prawirohardjo, 2007, p.90) yaitu
a. (Timbang) berat badan
b. Ukur (Tekanan) darah
c. Ukur (Tinggi) fundus uteri
d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap
e. Pemberian Tablet zat besi,minimum 90 tablet selama hamil
f. Tes terhadap penyakit menular seksual
g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
2. Tujuan Ante Natal Care (ANC)
Tujuan Ante Natal Care (Saifuddin, 2002, p.67) adalah:
26
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial
ibu dan bayi.
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara
umum, kebidanan dan pembedahan.
d. Menyiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian
ASI eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran
bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
3. Standar Minimal Kunjungan Kehamilan
Untuk menerima manfaat yang maksimum dari kunjungan-
kunjungan antenatal ini, maka sebaiknya ibu tersebut memperoleh
sedikitnya 4 kali kunjungan selama kehamilan, yang terdistribusi dalam 3
trimester, atau dengan istilah rumus 1 1 2 (Prawirohardjo, 2007, p.89),
yaitu sebagai berikut:
a. 1 kali pada trimester I (sebelum 14 minggu)
b. 1 kali pada trimester II (antara minggu 14-28)
c. 2 kali pada trimester III (antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke
36)
27
Pada setiap kali kunjungan antenatal care perlu didapatkan
informasi yang sangat penting, baik pada trimester I, II, maupun trimester
III (Saifuddin, 2002, p.47).
a. Trimester I (sebelum minggu ke 14)
1) Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan
ibu hamil
2) Mendeteksi masalah dan menanganinya
3) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang
merugikan.
4) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi
komplikasi
5) Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan, kebersihan, istirahat
dan sebagainya)
b. Trimester II (sebelum minggu ke 28)
Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai
preeklamsi (tanya ibu tentang gejala-gejala preeklamsi, pantau tekanan
darah, evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria).
c. Trimester III (antara minggu 28-36)
Sama seperti diatas, ditambah palpasi abdominal untuk
mengetahui apakah ada kehamilan ganda.
28
d. Trimester III (setelah 36 minggu)
Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak
normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), pemantauan dan
pelayanan antenatal yaitu bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan
meliputi anamnesis dan memantauan ibu dan janin dengan seksama untuk
menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus
mengenal kehamilan resiko tinggi atau kelainan, khususnya anemi, kurang
gizi, hipertensi, penyakit menular seksual (PMS) dan infeksi human
immune deficiency virus/ acquired immune deficiency syndrome
(HIV/AIDS), memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan
kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Bila harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan
kelainan, bidan harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan
melakukan rujukan.
Hasil yang diharapkan adalah :
a. Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama
kehamilan
b. Meningkatkannya pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat
c. Deteksi dini dan penanganan komplikasi kehamilan
d. Ibu hamil, suami dan keluarga dan masyarakat mengetahui tanda
bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan
e. Mengurus transportasi rujukan bila sewaktu-waktu terjadi kedaruratan.
29
4. Standar Pelayanan Antenatal
a. Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil
Pernyataan standar:
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu,
suami, dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk
memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
b. Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan
meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama
untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga
harus mengenal kehamilan risti/ kelainan, khususnya anemia, kurang
gizi, hipertensi, PMS/ infeksi HIV, memberikan pelayanan imunisasi,
nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang
diberikan oleh puskesmas. Bidan harus mencatat data yang tepat pada
setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan
selanjutnya.
c. Standar 5: Palpasi Abdominal
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan
melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila
umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin
30
dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari
kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
d. Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Pernyataan standar:
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan
dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
e. Standar 7: Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Pernyataan standar:
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta
mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
f. Standar 8: Persiapan Persalinan
Pernyataan standar:
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami, serta
keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan
persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan
akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan
biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan
hendaknya melakukan kunjungan rumah untuk hal ini (DEPKES RI,
2003,p.4).
31
D. Kerangka Teori
Keterangan: diteliti
tidak diteliti
Gambar 2: Kerangka Teori Penelitian
Sumber: Stuart & Sundeen, (1998) dan Satrianegara & Saleha, (2009)
E. Kerangka Konsep
Independent variable Dependent variable
Gambar 3: Kerangka Konsep Penelitian
Mutu pelayanan ANC
Kecemasan ibu hamil
primigravida
menghadapi persalinan
Kecemasan ibu hamil
primigravida menghadapi
persalinan
Aspek mutu
pelayanan ANC Keandalan
Ketanggapan
Jaminan
Empati
Bukti
Psikoanalitik
Interpersonal
Perilaku
Biologis
Keluarga
Faktor Presipitasi
Faktor predisposisi
Ancaman integritas
biologi
Ancaman integritas
konsep diri
32
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara mutu
pelayanan ANC dengan kecemasan ibu hamil primigravida dalam menghadapi
persalinan di Puskesmas Gajah Kabupaten Demak.
top related