bab ii. tinjauan pustaka 2.1 minuman serbuk instaneprints.umm.ac.id/46189/3/bab ii.pdf ·...
Post on 28-Aug-2019
341 Views
Preview:
TRANSCRIPT
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minuman Serbuk Instan
Minuman serbuk instan merupakan produk pangan yang berbentuk butir-
butiran yang disebut sebagai serbuk yang dalam penggunaannya mudah larut dalam
air dingin atau air panas (Permana, 2008). Salah satu keunggulan sediaan dalam
bentuk serbuk adalah umur simpannya yang lebih lama daripada bentuk segarnya.
Pembuatan minuman serbuk instan secara umum terdiri dari dua tahapan, yaitu
tahapan ekstraksi dan tahapan pengeringan. Ekstraksi dilakukan untuk
mendapatkan sari atau bahan aktif yang diinginkan sedangkan pengeringan adalah
tahapan selanjutnya yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air dalam
bahan.Minuman serbuk dihasilkan dengan cara pengeringan yang prinsipnya
adalah dehidrasi, dapat dilakukan dengan teknologi dan alat yang canggih seperti
spray dryer, namun alat ini cukup mahal dan tidak terjangkau oleh kelompok
industri rumah tangga (Kumalaningsih dkk., 2005).
Minuman serbuk instan yang dibuat dalam penelitian ini berbasis minuman
fungsional (healthy drink). Minuman instan fungsional adalah minuman yang
berbentuk serbuk atau tepung yang dalam penggunaanya mudah larut dalam air dan
memberikan efek fungsional bagi kesehatan. Menurut BPOM (2005), minuman
fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah diproses, mengandung
satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian – kajian ilmiah dianggap
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.
Menurut Kumalaningsih dkk., (2005) mutu minuman serbuk instan yang dihasilkan
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor atau aspek, antara lain :
4
1. Tekstur (Bentuk serbuk)
Tekstur dalam bentuk serbuk adalah tidak menggumpal dan kering, jika
digoyangkan dalam kemasan terdengar bunyi gesekan serbuk.
2. Tekstur (Kelarutan dalam air)
Tekstur dalam kelarutan air adalah serbuk dapat larut dalam air melalui beberapa
kali pengadukan.
3. Rasa
Umumnya rasanya manis dan rasa khas sesuai dengan bahan dasar yang digunakan
serta sedikit rasa lain dari bahan tambahan lainnya.
4. Aroma
Umumnya beraroma sesuai dengan aroma khas bahan dasar yang digunakan,
contoh seperti aroma jahe dan aroma manis khas gula.
5. Warna
Umumnya warna menyesuaikan dengan bahan dasar yang digunakan, misalnya
minuman serbuk instan dari jahe yang mempunyai warna coklat muda.
Menentukan kelayakan minuman serbuk instan sebagai minuman yang
berkualitas baik diperlukan beberapa parameter tertentu yang menjadi dasar atau
landasan penerimaan masyarakat terhadap produk tersebut. Parameter tersebut
ditetapkan agar keamanan dan konsistensi produk tersebut terjamin sehingga
produk aman dan sehat untuk dikonsumsi sebagai produk pangan. Berikut ini
merupakan standart minuman serbuk instan berdasarkan Standart Nasional
Indonesi (SNI 01-4320-1996) yang dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Standart Nasional Indonesia Minuman Serbuk
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1
1.1
1.2
1.3
Keadaan
Warna
Bau
Rasa
-
Normal
Normal
Normal
2 Kadar air (b/b) % Maks. 3,0
3 Kadar abu (b/b) % Maks. 1,5
4 Jumlah gula (b/b) % Maks. 85%
5 Bahan tambahan makanan
5.1 Pemanis buatan
- Sakarin
- Siklamat
-
-
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
5.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-022-1995
6
6.1
6.2
6.3
6.4
Cemaran logam :
- Timbal (Pb)
- Tembaga (Cu)
- Seng (Zn)
- Timah (Sn)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 0,2
Maks. 0,2
Maks. 50
Maks. 40,0
7 Cemaran Arsen (AS) mg/kg Maks. 0,1
8
8.1
8.2
Cemaran Mikroba :
- Angka lempeng total
- Coliform
Koloni/g
APM/g
3 x 10³
<3
Sumber : SNI 01-4320-1996
2.2 Kandungan Kimia Mawar
Bunga mawar terdiri dari berbagai varietas, dalam penelitian ini bunga mawar
yang digunakan adalah jenis mawar tabur (Gambar 1). Perbedaan varietas atau jenis
mawar dapat mempengaruhi kandungan kimia dalam bunga mawar. Berikut
merupakan perbedaan kandungan kimia ekstrak mawar dari jenis mawar lokal dan
mawar hibrida yang dapat dilihat pada Tabel 2. Mahkota bunga mawar segar
memiliki kandungan beberapa senyawa kimia, komponen terbanyak antara lain air
(83-85%), Vitamin, β-karoten, cyanins (antosianin), total gula (8-12%), minyak
atsiri sekitar 0,01-1,00% (citronellol, euganol, asam galat dan linalool) (Saati,
2012). Bau harum yang ditimbulkan pada bunga mawar dikeranakan adanya
kandungan minyak atsirinya, yang mudah menguap/volatil (Lavid et al, 2002).
6
Tabel 2 Kandungan kimia Mawar Lokal dan Hibrida
Analisa kandungan kimia Varietas lokal Varietas hibrida
Kadar air (%) 83,32 ± 0,96 83,51 ± 0,86
Kadar gula total (%) 12,45 ± 0,63 9,73 ± 0,66
Vitamin C (mg/100g) 15,69 ± 1,80 17,23 ± 4,18
Minyak atsiri (%) 0,802 ± 0,62 0,803 ± 0,62
Sumber : Saati dkk., 2014
Mahkota bunga mawar diketahui juga mengandung pigmen antosianin yang
dapat berfungsi sebagai anti radikal bebas. Antosianin adalah metabolit sekunder
dari famili flavonoid. Struktur utama antosianin ditandai dengan adanya dua cincin
aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan 3 atom karbon yang
membentuk cincin (Talvera et al., 2004). Semua antosianin memiliki struktur inti
kromofor, yaitu antosianidin yang hanya bervariasi dalam jumlah dan posisi gugus
hidroksil. Antosianidin dengan adanya gula akan membentuk antosianin, terdapat
enam jenis antosianin yang merupakan jenis paling umum ditemukan pada tanaman
tingkat tinggi antara lain, pelargonidin, cyanidin, delphinidin, peonidin, petunidin,
dan malvidin (Gambar 2) (Davies and Schwinn, 2017).
Gambar 1 Mawar Tabur (Dokumentasi Pribadi, 2019)
7
Antosianin dapat mengalami degradasi selama proses ekstraski, pengolahan
dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi modifikasi struktur
spesifik antosianin (glikosilasi, asilasi dengan asam alifatik) pH, temperatur,
cahaya, keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim dan pengaruh sulfur
oksida. Antosianin stabil pada pH 3,5 dan suhu 50 ˚C dan terdegradasi pada suhu
diatas 70 ̊ C (Dharmendra, 2008). Semakin meningkatnya suhu dapat menyebabkan
hilangnyaa glikosil akibat ikatan glikosidik terhidrolisis. Aglikon yang dihasilkan
kurang stabil dan menyebabkan hilangnya warna pada antosianin (Hermawan,
2012). Perubahan warna pada antosianin oleh pH dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perubahan pH dan Warna Antosianin
Perubahan Warna pH
Cherry red 1-2
Cerise 3
Plum 4
Royal purple 5
Blue purple 6
Blue 7
Blue green 8
Emerald green 9-10
Grass green 10-11
Lime green 12-13
Yellow 14
Sumber : Rein (2005)
Gambar 2 Struktur Enam Jenis Antosianin (Davies and Schwinn, 2017)
8
Antosianin dapat diekstrak dengan pelarut yang sifatnya agak polar-polar.
Menurut Saati (2002), ekstraksi antosianin dari bunga pacar air, pelarut yang baik
digunakanan adalah etanol 95%. Penggunaan etanol sebenarnya masih diragukan
dalam pemakaian untuk produk pangan, pelarut ini dapat menimbulkan efek negatif
pada produk pangan maupun kesehatan tubuh, jika ada residu yang ditinggalkan.
Pelarut jenis tersebut dapat digantikan dengan menggunakan aquadest. Aquadest
dapat melarutkan pigmen antosianin karena sifat antosianin yang polar.
Penambahan asam seperti asam sitrat juga dapat dikombinasikan dengan pelarut,
asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, yang kemudian melarutkan
pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel (Hermawan, 2012).
Kandungan pigmen antosianin dalam setiap bahan berbeda-beda. Bunga
mawar sendiri memiliki kandungan antosianin yang cukup tinggi. Penelitian
sebelumnya menjelaskan bahwa pigmen pekat (konsentrat) dari ekstrak mahkota
bunga mawar merah lokal Batu yang diekstrak dengan pelarut aquades dan asam
sitrat dan laktat dapat menghasilkan pigmen antosanin yang berkualitas paling baik
dibandingkan ekstrak bunga kana merah, anggur, daun bayam merah dan kol
merah, yaitu dengan nilai pH 1,47, absorbansi 0,787 (pengenceran 100x pada λ
513,5 nm), tingkat kecerahan (L) 30,20, total padatan terlarut 5,83˚Brix dengan
kadar antosianin 14,0293 (mg/100 mL) (Saati, 2014).
Antosianin tidak hanya berperan dalam menyumbangkan warna alami pada
makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik. Menurut Soni dkk., (2009), bahwa
sejumlah penelitian menunjukkan dampak potensial kelompok flavonoid antara lain
mengurangi resiko penyakit jantung, kanker, hyperlipidemias melalui asupan
makanan kaya antosianin. Fungsi antosianin sebagai antioksidan di dalam tubuh
9
dapat mencegah terjadinya aterosklerosis yaitu penyakit penyumbatan pembuluh
darah, antosinin juga melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding
pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan (Ginting, 2011).
Antioksidan merupakan subtansi yang menghambat proses oksidasi oleh
molekul oksigen. Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres
oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada
dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh. Penelitian sebelumnya menjelaskan
bahwa isolat pigmen antosianin dari mawar memiliki daya antioksidan yang kuat,
pemberian ekstrak pekat mawar telah menunjukkan kekuatan yang besar dalam
menurunkan nilai SGOT tikus yang diinduksi dengan CCl4 dibandingkan
antioksidan dari vitamin A dan C. Pigmen antosianin dalam bentuk ekstrak pekat
(100%) berhasil menurunkan nilai SGOT hingga 58,8%, yaitu. dari 117,542 ± 10,91
hingga 48,446 ± 4,32 U / L. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian asupan
ekstrak pekat mawar dapat menggantika suplemen antioksidan berupa vitamin A
dan C (Saati, 2016).
2.3 Foam Mat Drying
Metode pengeringan busa (foam mat drying) merupakan cara pengeringan
bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan
menambahkan zat pembusa untuk bahan yang peka terhadap panas. Busa yang
dapat digunakan adalah jenis busa yang tidak mudah pecah (stabil) dan tidak terlalu
tebal, jika mudah pecah, maka pengeringan akan berjalan lambat dan sebaliknya.
Metode pengeringan busa adalah salah satu metode pengeringan dengan merubah
produk cairan menjadi busa stabil yang diikuti dengan perpindahan air produk
dengan adanya udara panas yang bergerak (Rajkumar et al., 2006).
10
Prinsip pengeringan busa yakni merubah produk cair menjadi busa yang stabil
dengan penambahan foaming agent. Campuran tersebut dikocok dan dilakukan
pengadukan hingga menjadi busa yang stabil. Busa tersebut akan kontak dengan
uap air panas hingga terbawa ke permukaan, sehingga kadar airnya menjadi turun.
Permukaan area yang sangat luas memudahkan kontak antara udara dan permukaan
busa sehingga proses pengeringan dapat berlangsung lebih cepat (Sangamithra et
al., 2015). Menurut Kumalaningsih dkk., (2005), pengeringan menggunakan
metode foam mat drying memiliki beberapa keuntungan antara lain :
1. Bentuk busa pada foam mat drying akan menyebabkan penyerapan air lebih
mudah dalam proses pengocokkan dan pencampuran sebelum dikeringkan.
2. Suhu pengeringan tidak terlalu tinggi sebab adanya busa maka akan
mempercepat proses penguapan air
3. Produk serbuk yang dihasilkan dari pengeringan metode foam mat drying
memiliki kualitas fisik yang baik, karena suhu yang tidak terlalu tinggi dan
waktu pengeringannya cepat.
4. Biaya dan peralatan yang dibutuhkan dalam pengeringan ini lebih murah karena
tidak terlalu rumit dan cepat dalam proses pengeringan sehingga energi yang
dibutuhkan untuk pengeringan lebih kecil.
5. Bubuk yang dihasilkan mempunyai densitas yang rendah atau ringan dan dengan
banyak gelembung gas yang terkandung pada produk kering sehingga mudah
dilarutkan dalam air.
Bahan pengisi juga perlu ditambahkan dalam pengeringan menggunakan
metode foam mat drying, selain sebagi filler hal tersebut juga bertujuan untuk
memperbaiki karakteristik dari serbuk meningkatkan kelarutan dan membentuk
11
padatan pada serbuk yang dihasilkan (Kumalaningsing dkk,. 2005). Bahan pengisi
yang sering digunakan adalah maltodekstrin. Sifat-sifat maltodekstrin antara lain
mengalami dispersi yang cepat, memiliki sifat daya larut yang tinggi, membentuk
sifat higroskopis yang rendah, sifat browning yang rendah, menghambat proses
kristalisai dan memiliki daya ikat yang kuat (Srihari dkk,. 2010).
Kudra dan Ratti (2006) melakukan studi perbandingan pengeringan berbusa
dan tidak berbusa pada jus apel dalam hal kelayakan proses, pengeringan kinetika,
energi efisiensi dan biaya. Pengeringan konvektif dari jus apel dengan foam dan
nonfoam yang dikeringkan dengan ketebalan 19 mm pada suhu 55 °C telah
mengindikasikan tingkat pengeringan yang lebih tinggi untuk jus apel dengan foam
yaitu dapat mengurangi waktu pengeringan dari 500 hingga 200 menit. Waktu
pengeringan jus apel dengan foam lebih singkat dibanding nonfoam, pengering
dengan foam mengurangi biaya sekitar 11% menggunakan belt conveyor dryer dan
10% untuk drum dryer.
Produk kering yang diperoleh dari pengeringan busa memiliki kualitas yang
baik, secara fisik produk hasil pengeringan busa memiliki struktur keropos dan
mudah dilarutkan. Hasil penelitian foaming bubuk apel memiliki sifat lebih
higroskopis daripada sampel nonfoam. Sampel bubuk apel dengan pengeringan
busa menunjukkan struktur seperti kerangka dengan porositas yang tinggi dan
bentuk pori yang kompak, sedangkan nonfoam bubuk apel memiliki struktur
berpori kurang kompak (Raharitsifa dan Ratti 2006). Sifat kimia produk hasil foam
mat drying yaitu kandungan gula bubuk tomat ditemukan meningkat pada
peningkatan persentase agen pembusa. Serupa dengan hal tersebut peningkatan
gula pereduksi diamati selama pengeringan busa jus nanas dan hal tersebut dapat
12
disebabkan oleh hidrolisis asam gula, yang mungkin menghasilkan pemecahan
disakarida menjadi monosakarida (Kadam et al., 2010).
Pengamatan secara mikrobiologi menunjukkan bahwa Selama bulan keenam
penyimpanan bubuk mandarin pengeringan busa, tren peningkatan pertumbuhan
bakteri diamati, namun jumlah koloni tidak melebihi batas yang diizinkan. Bubuk
hasil pengeringan busa ditemukan memiliki jumlah minimum koloni bakteri bila
dibandingkan dengan sampel kontrol. Studi menunjukkan bahwa bubuk yang
dikeringkan dengan metode busa dapat disimpan untuk jangka waktu 6 bulan tanpa
kehilangan kualitas (Kadam et al., 2010).
2.4 Foaming agent (Agen Pembusa) dan Mekanisme Kerjanya
Agen pembusa adalah bahan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan
permukaan antara dua cairan atau antara cairan dan padatan dan memfasilitasi untuk
pembentukan busa. Agen pembusa yang baik harus mampu mengadsorpsi dengan
mudah di antar permukaan air dengan air, mengurangi ketegangan permukaan,
dapat berinteraksi secara timbal balik di antara protein yang ada pada permukaan
dan membentuk film kohesif yang kuat. Protein dapat membentuk busa yang baik
dan stabilitas busa tinggi melalui hidrofobisitasnya yang memungkinkan adsorpsi
cepat antar permukaaan air-udara yang mengarah pada pembentukan lapisan
teradsorpsi elastis yang koheren (Sangamithra et al., 2014).
Agen pembusa protein yang paling banyak digunakan adalah putih telur,
gelatin, protein susu seperti kasein, protein whey dan protein kedelai. Menurut
Sangamithra et al., (2014), protein yang dapat digunakan sebagai agen pembusa
harus memiliki sifat-sifat berikut ini :
a. Menstabilkan busa secara efektif dan cepat pada konsentrasi rendah.
13
b. Dapat diaplikasikan secara efektif pada rentang pH yang ada di berbagai
makanan.
c. Dapat diaplikasikan dengan efisien dalam suatu medium dengan penghambat
busa seperti lemak, alkohol atau zat perasa.
Putih telur meruapakan salah satu jenis bahan yang dapat berperan sebagai
agen pembusa. Buih putih telur merupakan bagian dari telur yang mengandung 5
protein, yaitu ovalbumin 54%, konalbumin 13%, ovomukoid 11%, lisozim 3,5 %,
ovumucin 1,5% dan protein lain 17%. Busa dibentuk oleh beberapa protein dalam
putih telur yang mempunyai kemampuan dan fungsi yang berbeda-beda. Pertama,
ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan dapat
menstabilkan busa yang terbentuk. Ovomucin adalah protein yang bersifat
menstabilkan buih. Kedua, globulin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
kekentalan dan menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung
udara. Ketiga, ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang
terbanyak , mempunyai kemampuan membentuk buih (Alleoni dan Antunes, 2004).
Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan
molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Tahap selanjutnya
adalah proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang
terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk
gelembung. Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar
gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari
gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan.
Putih telur yang terlalu lama dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan
menyebabkan hilangnya elastisitas (Stadelman dan Cotterill, 1995 dalam Djaeni
14
dkk., 2016). Berikut merupakan gambaran mekanisme terbentuknya buih atau busa
pada putih telur yang dapat dilihat pada Gambar 3.
2.5 Bahan Pemanis Minuman Serbuk Instan (Gula)
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang dapat larut dalam air dan
langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Gula merupakan salah satu
pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula biasa digunakan sebagai
pemanis dimakanan maupun minuman, namunselain sebagai pemanis, gula juga
digunakan sebagai bahan pengawet. Gula merupakan suatu karbohidrat yang
umumnya dihasilkan dari tebu, namun ada juga bahan dasar pembuatan gula yang
lain seperti air bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar. Rasa manis yang biasa
Gambar 3 Mekanisme Pembentukan Busa Putih Telur
(Stadelman dan Cotterill, 1995 dalam Djaeni dkk., 2016)
IKATAN PROTEIN
MEMANJANG DAN TERBUKA
15
dijumpai pada tanaman terutama disebabkan oleh tiga jenis gula, yaitu sakarosa,
fruktosa dan glukosa. Gula-gula ini berada secara sendiri sendiri ataupun dalam
bentuk campuran satu dengan yang lain. Total gula meliputi semua gula yang
terdapat dalam senyawa karbohidrat (Darwin, 2013). Menurut Darwin (2013)
secara umum, gula dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Monosakarida
Sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, terbentuk dari satu
molekul gula. Yang termasuk monosakarida adalah glukosa, fruktosa, dan
galaktosa.
2. Disakarida
Disakarida berarti terbentuk dari dua molekul gula. Yang termasuk disakarida
adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa), laktosa (gabungan glukosa dan
galaktosa), dan maltosa (gabungan dari dua glukosa).
Menurut American Heart Foundation, perempuan sebaiknya tidak
mengkonsumsi lebih dari 100 kalori tambahan gula perhari dan laki-laki 150 kalori
per harinya. Artinya, untuk perempuan tidak lebih dari 25 gram per hari, dan 37,5
gram untuk laki-laki. Jumlah itu sudah mencakup gula diminuman, makanan,
kudapan, permen, dan semua yang dikonsumsi pada hari itu. Mengkonsumsi gula
harus dilakukan dengan seimbang, dalam hal ini seimbang dimaksudkan bahwa kita
harus mengatur karbohidrat yang masuk sama dengan energi yang dikeluarkan oleh
tubuh (Darwin, 2013). Beberapa jenis gula yang sering ada dipasaran antara lain :
1. Gula Pasir
Gula pasir merupakan jenis gula yang paling mudah dijumpai dipasaran,
digunakan sehari-hari untuk pemanis makanan dan minuman. Gula pasir berasal
16
dari cairan sari tebu. Sari tebu akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi
butiran gula berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan (raw sugar). Gula
pasir merupakan salah satu karbohidrat sederhana yang sulit untuk dicerna dan
diubah menjadi energi karena gula pasir mengandung jenis gula disakarida yaitu
sukrosa, sehingga dapat menjadi gula darah dengan sangat cepat dan akan menjadi
tidak sehat bila dikonsumsi secara berlebih, gula pasir juga memiliki nilai kalori
cukup tinggi yaitu sebesar 4 kkalori (Darwin, 2013).
2. Gula Semut Aren
Gula semut aren disebut juga sebagai palm sugar, brown sugar, powdered
coconut sugar atau palm zuiker. Gula semut aren berbentuk kristal kecil-kecil
berwarna coklat sehingga dalam penggunaannya menjadi lebih praktis dan mudah
larut. Gula semut aren juga mengandung sukrosa yang cukup tinggi. Gula semut
bersifat higroskopis, dalam penyimpanan akan mengalami peningkatan kadar air.
Kelebihan gula semut antara lain lebih mudah larut, daya simpan lebih lama karena
kadar air kurang dari 3 %, rasa dan aroma lebih khas (Febrianto, 2011). Nilai indeks
glikemik pada gula aren lebih rendah yaitu sebesar 35 Indeks Glikemik
dibandingkan dengan indeks glikemik gula pasir sebesar 58. Gula aren juga
diketahui mengandung senyawa-senyawa lain yang bermanfaat seperti thiamine,
riboflavin, asam askorbat, protein dan juga vitamin C (Balai Penelitian Palma,
2010).
3. Gula Jagung
Gula jagung merupakan gula yang diekstraksi dari tanaman jagung. Gula
jagung memiliki karakteristik bubuk warna putih bersih seperti gula- gula lainnya.
Gula jagung ini dikatakan baik bagi penderita diabetes karena termasuk kedalam
17
jenis pemanis nonnutritif yang memiliki kadar kalori cukup rendah yang sangat
bagus untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah. Gula jagung ini termasuk
kedalam jenis gula dari pati – patian. Gula jagung hanya mengandung gula
sederhana yang disebut fruktosa yaitu jenis gula yang memang sering ditemukan
pada buah-buahan dan memiliki rasa yang lebih manis dari gula biasa, semakin
sederhana struktur penyusun gula maka makin mudah diserap tubuh. Gula jagung
memiliki tingkat kemanisan yang sangat tinggi yaitu 1,8 kali dibanding dengan gula
biasa. Gula jagung (fruktosa) memang terbukti memiliki jumlah kalori yang lebih
rendah dibandingkan dengan gula biasa (sukrosa) yaitu 3 kkalori (Darwin, 2013).
top related