bab ii kajian pustaka - sinta.unud.ac.id simantri...13 bab ii kajian pustaka 2.1 konsep - konsep dan...
Post on 28-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep - Konsep dan Definisi
2.1.1 Sistem pertanian teritegrasi
Simantri adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi
pertanian, karena merupakan pengembangan model percontohan dalam
percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Simantri
mengintegrasikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik
secara vertikal maupun horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal yang ada (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, 2010). Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi
pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan kebutuhan
pangan manusia (food), pakan ternak (feed), pupuk (fertilizer), dan bahan bakar
(fuel) yang biasa disebut 4F. Kegiatan utamanya adalah mengintegrasikan usaha
budidaya tanaman dan ternak, dimana limbah tanaman diolah untuk pakan ternak
dan cadangan pakan pada musim kemarau dan limbah ternak (faeces, urine)
diolah menjadi biogas, biourine, pupuk organik dan bio pestisida (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, 2010).
Maksud dan kegiatan Simantri yaitu : (1) Mendukung berkembangnya
diversifikasi usaha pertanian secara terpadu dan berwawasan agribisnis; (2)
Sebagai salah satu upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran,
mendukung pembangunan ramah lingkungan, Bali bersih dan hijau (clean and
14
green) serta program Bali Organik menuju Bali Mandara; (3) Kegiatan utama
adalah integrasi tanaman dan ternak dengan kelengkapan : unit pengolah kompos,
pengolah pakan, instalasi biourine dan biogas; (4) Dilaksanakan secara bertahap
dan berkelanjutan dengan target peningkatan pendapatan petani pelaksana,
minimal 2 (dua) kali lipat dalam 4 – 5 tahun ke depan. Kriteria lokasi kegiatan
Simantri yakni : (1) desa yang memiliki potensi pertanian dan memiliki komoditi
unggulan sebagai titik ungkit, (2) terdapat Gapoktan yang mau dan mampu
melaksanakan kegiatan terintegrasi, (3) dilaksanakan pada desa dengan rumah
tangga miskin (RTM) yang memiliki SDM dan potensi untuk pengembangan
agribisnis (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010).
Pengembangan Simantri antara sektor pertanian dengan sektor peternakan
yang secara luas dan lengkap, prinsip ramah lingkungan dan berbasis sumber daya
lokal, diharapkan potensi lokal yang selama ini belum dimanfaatkan secara
optimal akan bisa termanfaatkan dengan maksimal. Pengetahuan manajemen
usaha untuk semua komoditas perlu mendapatkan perhatian khusus untuk
membuka peluang diversifikasi usaha, agar pengembangan program Simantri
dapat mencakup kawasan yang lebih luas. Diversifikasi vertikal untuk masing-
masing komoditas juga akan memberikan nilai tambah ekonomis bagi petani.
Sehingga pada akhirnya akan tercipta pola pertanian yang mandiri, komperhensif,
ramah lingkungan, berbasis pada sumber daya lokal, melembaga dan
berkesinambungan. Hal itu dibarengi dengan meningkatnya pendapatan
perekonomian petani dan peningkatan kesejahteraan petani (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, 2010).
15
2.1.2 Indikator keberhasilan simantri
Untuk menilai keberhasilan kegiatan Simantri, terdapat ukuran
keberhasilan yang dipergunakan yaitu indikator keberhasilan Simantri (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Beberapa indikator keberhasilan Simantri
yang diharapkan dapat terwujud dalam jangka pendek (4-5 tahun) antara lain : (1)
Berkembangnya kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun petani.
(2) Terciptanya lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha
pertanian dan industri rumah tangga. (3) Berkembangnya intensifikasi dan
ekstensifikasi usaha tani. (4) Meningkatnya insentif berusaha tani melalui
peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani. (5) Tercipta dan berkembangnya
pertanian organik menuju green economic. (6) Berkembangnya lembaga usaha
ekonomi perdesaan. (7) Peningkatan pendapatan petani (minimal 2 kali lipat).
2.1.3 Paket kegiatan utama simantri
Paket kegiatan utama Simantri pada tahap awal yang disyaratkan meliputi :
(1) Pengembangan komoditi tanaman pangan, peternakan, perikanan dan
intensifikasi perkebunan sesuai potensi wilayah; (2) Pengembangan ternak sapi
atau kambing dan kandang koloni (20 ekor); (3) Bangunan instalasi bio gas
sebanyak 3 unit ; kapasitas 11 m3 sebanyak 1 unit dan kapasitas 5 m
3 masing-
masing 1 unit dilengkapi dengan kompor gas khusus sebanyak 5 unit; (4)
Bangunan instalasi biourine sebanyak 1 unit; (5) Bangunan pengolah kompos dan
pakan masing-masing sebanyak 1 unit; (6) Pengembangan tanaman kehutanan
sesuai kondisi dan potensi masing-masing wilayah (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, 2010).
16
Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2010) menyebutkan paket utama
Simantri dibiayai dari dana Bantuan Sosial (Bansos) APBD Provinsi. Akan tetapi
pada tahun 2012 program simantri dibiayai melalui dana Hibah hingga sekarang.
Untuk kegiatan penunjang termasuk dalam pengembangan infrastruktur perdesaan
dibiayai dari kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sesuai
ketersediaan dana dan kegiatan masing-masing. Dalam jangka panjang juga
diharapkan peran swasta dalam bentuk Coorporate Social Responsibility (CSR).
Dukungan pembinaan teknis dan pembiayaan juga dilaksanakan oleh Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.
2.1.4 Gabungan kelompok tani
Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan
usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai
peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani
lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan
aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya
lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap
lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi.
Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan
ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta
memiliki peran penting terhadap pertanian (Deptan, 2007).
Gapoktan sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan
bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan
terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi
17
desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier.
Kelompok tani tersebut antara lain terdiri dari kelompok tani subak, kelompok
tani tegalan, kelompok tani ternak, kelompok tani ikan, kelompok tani kehutanan,
dan kelompok tani perkebunan.
2.1.5 Kelompok tani
Kelompok Tani adalah kumpulan petani atau peternak yang dibentuk atas
dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi,
sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha
anggota. Jumlah anggota kelompok tani terdiri atas 20 orang atau disesuaikan
dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usaha taninya (Deptan, 2007).
Kelembagaan petani (kelompok tani) mempunyai fungsi: sebagai wadah proses
pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi,
unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa penunjang. (1) Kelas
Belajar, wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap serta berkembangnya kemandirian dalam
berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah
serta kehidupan yang lebih sejahtera, (2) Wahana Kerjasama, untuk memperkuat
kerjasama diantara sesama petani dalam kelompoktani dan antar kelompoktani
serta dengan pihak lain. sehingga usaha taninya akan lebih efisien serta lebih
mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, (3) Unit
Produksi dan Usaha tani yang dilaksanakan secara keseluruhan harus dipandang
sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala
ekonomi, baik dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.
18
2.1.6 Pendamping simantri
Peran penyuluh sebagai mata rantai yang menghubungkan antara
penelitian dan petani. Sama halnya dengan program Simantri di Bali peranan
tenaga pendamping berperan besar dalam membantu petani-peternak anggota
Gapoktan Simantri dalam menerapkan inovasi dari program ini. Fasilitasi
merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman, tindakan, keputusan
yang dilakukan seseorang atau bersama orang lain untuk mempermudah tugas.
Fasilitasi mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar
dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai potensi
yang dimilikinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012).
Dalam konteks pembangunan, istilah fasilitasi biasa dikaitkan dengan pola
pendampingan, pendukungan atau bantuan dalam masyarakat. Biasanya tindakan
ini diikuti dengan pengadaan personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak
lain yang berperan memberikan penyuluhan, penerangan, bimbingan, terapi
psikologis penyadaran agar masyarakat yang tidak tahu menjadi tahu dan sadar
untuk berubah (Suksesmina, 2011). Menurut Pusat Penyuluhan Pertanian dari
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (2014) mengatakan,
pendampingan penyuluh adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian
dalam rangka mendukung pencapaian sasaran program. Pemantapan dan
pengembangan Simantri dilaksanakan secara terarah, terpadu, terkoordinasi dan
berkelanjutan dengan melibatkan petugas lapangan secara berkesinambungan
yang selanjutnya disebut pendamping (Dinas Pertanian, 2013). Pendampingan
dilakukan oleh tenaga khusus dengan latar belakang pendidikan teknis pertanian,
19
peternakan, perkebunan dan perikanan untuk membantu masyarakat petani dalam
berbagai sektor pertanian, serta mentransfer pengetahuan, sikap dan perilaku
tertentu kepada poktan. Kegiatan pendampingan dilakukan dalam upaya
mendorong partisipasi dan kemandirian anggota poktan.
2.1.7 Syarat dan tugas pendamping simantri
Menurut Dinas Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali tahun
2013, syarat menjadi petugas pendamping Simantri adalah mereka yang
dinyatakan lulus seleksi administrasi dan wawancara, yang selanjutnya petugas itu
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur untuk melaksanakan kegiatan
pendampingan di lokasi Simantri secara kontinyu dan berkelanjutan. Sekurang-
kurangnya berijasah Sarjana (S1) diutamakan latar belakang pendidikan teknis
pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan atau berpengalaman menangani
teknis operasional Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Memiliki
kemampuan koordinatif dan keterampilan berkomunikasi di lapangan.
Tugas sebagai pendamping Simantri menurut Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Bali tahun 2013: (1) Petugas pendamping wajib mendampingi
Gapoktan dalam membina kelompok, menetapkan lokasi pusat kegiatan Simantri
bersama-sama dengan petugas lapangan lainnya, (2) Petugas pendamping akan
mendampingi Gapoktan Simantri dalam menetapkan kesepakatan-kesepakatan
bagi hasil/sistem kadas yang diperlukan untuk penumbuhan kelompok
ternak/kebun/ikan dan tanaman pangan dengan orientasi kesejahteraan tanpa
memberatkan anggota kelompok sebagai pengelola/pengadas bila ternak, serta
membuat perjanjian kerjasama pengelolaan lahan yang dipergunakan sebagai
20
tempat usaha Simantri, (3) Melaksanakan pendampingan dalam menterjemahkan
Simantri di daerah ke arah yang lebih praktis dan dapat dilaksanakan sesuai
dengan kondisi lapangan, (4) Melaksanakan pendampingan sesuai petunjuk
pelaksanaan/petunjuk teknis maupun menyesuaikan spesifikasi kegiatan
berdasarkan kondisi lapangan, (5) Mendampingi dalam pengelolaan dan
pembuatan kerjasama dalam pengadaan material maupun bahan-bahan yang
diperlukan untuk kebutuhan kegiatan Simantri, (6) Petugas pendamping wajib
memberikan motivasi dalam penguatan Gapoktan kelompok, dinamika kelompok,
kerjasama kelompok, perencanaan kelompok serta mendorong peran serta anggota
untuk selalu aktif dalam kegiatan kelompok, (7) Petugas pendamping terus
memberikan pendampingan terhadap kelompok pelaksana dan juga kelompok
pendukung yang belum mendapat bagian sebagai pelaksana sehingga program
dapat berjalan secara simultan dan mengurangi pergesekan sosial diantara
kelompok inti dengan pelaksana lainnya, (8) Petugas pendamping wajib
memberikan laporan kepada Koordinator Simantri Provinsi melalui Kepala Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, setiap awal bulan dan laporan akhir
kegiatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas/Badan Instansi Penanggung
jawab Simantri tingkat Kabupaten/Kota, (9) Petugas pendamping juga wajib
mendampingi dan memfasilitasi informasi dalam rangka pembuatan materi
penyuluhan, penayangan maupun pembuatan data based untuk kepentingan
pelaksanaan kegiatan Simantri, (10) Petugas pendamping berkewajiban
mengkoordinasikan kegiatan Simantri kepada petugas lainnya, Kepala Desa,
Kelian Subak, Petugas Kecamatan dan Tim Kabupaten/Kota serta Provinsi.
21
2.2 Teori – Teori yang Relevan
2.2.1 Teori produksi
Teori produksi adalah teori yang mempelajari berbagai macam input pada
tingkat teknologi tertentu yang menghasilkan sejumlah output tertentu (Sudarman,
2004). Sasaran dari teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi
yang optimal dengan sumber daya yang ada. Menurut Aziz N, (2003), teori
produksi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu yang pertama, teori produksi
jangka pendek dimana apabila seseorang produsen menggunakan faktor produksi,
maka ada yang bersifat variabel dan yang bersifat tetap. Kedua, teori produksi
jangka panjang apabila semua input yang digunakan adalah input variabel dan
tidak terdapat input tetap, sehingga dapat diasumsikan bahwa ada dua jenis faktor
produksi yaitu tenaga kerja dan modal.
Dalam ilmu ekonomi, terdapat tiga masalah pokok berupa mencari
jawaban atas pertanyaan (1) Apa (what) yang akan diproduksi dan berapa
jumlahnya. (2) Bagaimana (how) cara menghasilkan/memproduksi barang dan
atau jasa tersebut. (3) Untuk siapa (for whom) barang dan atau jasa tersebut
dihasilkan atau diproduksi. Setiap proses produksi memiliki elemen utama sistem
produksi yaitu input, proses dan output. Input merupakan sumberdaya yang
digunakan dalam proses produksi, proses merupakan cara yang digunakan untuk
menghasilkan produk dan output merupakan produk yang ingin dihasilkan
(Soeratno, dkk, 2000). Kegiatan produksi yang mengubah input menjadi output
tersebut dalam ekonomi biasanya dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi
22
produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari
pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto, dkk,
2002). Produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang dan jasa yang
disebut input diubah menjadi barang-barang dan jasa lain yang disebut output.
Banyak jenis aktivitas yang terjadi dalam proses produksi, meliputi
perubahan bentuk, tempat dan waktu penggunaan hasil-hasil produksi. Output
perusahaan yang berupa barang-barang produksi tergantung pada jumlah input
yang digunakan dalam produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat
diberi ciri dengan menggunakan suatu fungsi produksi. Lebih lanjut Gunawan,
dkk. (1997), mengatakan bahwa produksi mencakup setiap pekerjaan yang
menciptakan atau menambah nilai dan guna suatu barang atau jasa. Agar produksi
yang dijalankan dapat menciptakan hasil, maka diperlukan beberapa faktor
produksi (input). Dan untuk menghasilkan output, maka faktor-faktor produksi
yang merupakan input perlu diproses bersama-sama dalam suatu proses produksi
(metode produksi).
Rahardja dan Mandala, (2006) menyatakan biaya produksi merupakan
seluruh biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan produksi. Biaya total
sama dengan biaya tetap yang ditambah dengan biaya variable. Biaya tetap (fixed
cost) merupakan biaya yang besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi,
contohnya biaya barang modal, gaji pegawai, bunga pinjaman, bahkan pada saat
perusahaan tidak berproduksi (Q=0), biaya tetap harus dikeluarkan dalam jumlah
yang sama. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang besarnya tergantung
pada tingkat produksi, contohnya upah buruh, biaya bahan baku. Biaya rata-rata
23
adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output.
Besarnya biaya rata-rata adalah biaya total dibagi jumlah output, maka besarnya
biaya rata-rata (average cost) sama dengan biaya tetap rata-rata (average fixed
cost) ditambah dengan biaya variabel rata-rata (average variable cost).
2.2.2 Faktor produksi
Faktor produksi atau input merupakan hal yang mutlak harus ada untuk
menghasilkan suatu produksi. Dalam proses produksi, seorang pengusaha dituntut
mampu menganalisa teknologi tertentu yang dapat digunakan dan bagaimana
mengkombinasikan beberapa faktor produksi sedemikian rupa sehingga dapat
diperoleh hasil produksi yang optimal dan efisien. Menurut Suryawati (2004),
faktor-faktor produksi (input) diperlukan oleh perusahaan atau produsen untuk
melakukan proses produksi. Input dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yakni :
pertama, input tetap yaitu input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam jangka
panjang, misalnya gedung, lahan. Kedua, input variabel yaitu input yang dapat
diubah-ubah jumlahnya dalam jangka pendek, contohnya tenaga kerja. Guna
mencapai tingkat output tertentu, dalam jangka pendek hanya bisa dilakukan
pengkombinasian input tetap dengan mengubah-ubah jumlah input variabel.
Sedangkan dalam jangka panjang, pengusaha atau produsen dimungkinkan untuk
mengubah jumlah input tetap sehingga dapat dikatakan dalam jangka panjang
semua input adalah merupakan input variabel.
2.2.3 Fungsi produksi
Menurut Sadono Sukirno (2003), fungsi produksi adalah kaitan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor
24
produksi dikenal sebagai input dan jumlah produksi sebagai output. Menurut
Soeratno, dkk (2000), fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang
menunjukkan hubungan antara tingkat (dan kombinasi) penggunaan input dan
tingkat output per satuan waktu. Fungsi produksi adalah suatu hubungan
matematis yang menggambarkan suatu cara dimana jumlah dari hasil produksi
tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang digunakan (Bishop &
Toussaint, 1986).
Fungsi produksi merupakan landasan teknis dari proses produksi yang
menggambarkan hubungan antara faktor produksi dengan kuantitas produksi.
Hubungannya rumit dan kompleks karena beberapa faktor produksi secara
bersama-sama mempengaruhi kuantitas produksi. Namun demikian, dalam teori
ekonomi digunakan asumsi dasar mengenai sifat fungsi produksi dimana semua
produsen tunduk pada hukum The Law of Diminishing Return. Hukum ini
menyatakan bahwa semakin banyak variabel yang ditambahkan pada sejumlah
tertentu sumberdaya tetap, perubahan output yang diakibatkannya akan
mengalami penurunan dan bisa menjadi negatif (Mc.Eachern, 2001).
Produksi budidaya adalah suatu proses dimana barang yang disebut input
yaitu ternak sapi, tanaman pangan/perkebunan dan juga ikan dibudidayakan untuk
memberikan nilai tambah output baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan
dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu (Sugiarto,
dkk, 2002). Produksi pengolahan limbah adalah suatu proses untuk merubah input
dalam hal ini limbah ternak kotoran sapi diolah atau diproses menjadi output
25
kompos dan pupuk organik granuler, biourine serta biogas. Gas-bio dimanfaatkan
untuk keperluan memasak, sedangkan limbah biogas (sludge) yang berupa
padatan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan campuran pakan sapi dan ikan,
dan yang berupa cairan (biourine) dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk
tanaman sayuran dan ikan.
2.2.4 Teori pendapatan
Menurut Gustiyana (2004), pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pendapatan usaha tani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan
pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha tani ditambah dengan pendapatan
yang berasal dari kegiatan di luar usaha tani. Pendapatan usaha tani adalah selisih
antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung per
bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar usaha tani adalah pendapatan
yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar usaha tani seperti
berdagang, kuli bangunan dan lain sebagainya.
Dalam usaha pertanian, menurut Prawirokusumo (1990) ada beberapa
pembagian pendapatan yaitu : (1) Pendapatan kotor (Gross income) adalah
pendapatan usaha tani yang belum dikurangi biaya-biaya, (2) Pendapatan bersih
(net income) adalah pendapatan setelah dikurangi biaya, (3) Pendapatan pengelola
(management income) adalah pendapatan yang merupakan hasil pengurangan dari
total output dengan total input. Input produksi adalah biaya yang dikeluarkan
dalam proses produksi serta menjadi barang tertentu atau menjadi produk akhir,
dan termasuk didalamnya adalah barang yang dibeli dan jasa yang dibayar. Ada
26
beberapa konsep biaya dalam ekonomi yaitu 1) Biaya tetap, 2) Biaya total tetap,
3) Biaya Variabel dan 4) Biaya total variabel serta Biaya tunai dan tidak tunai
(Prawirokusumo, 1990). Lebih lanjut dikatakan biaya tetap yaitu biaya yang masa
penggunaannya tidak berubah walaupun jumlah produksi berubah (selalu sama)
atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi karena tetap dan tidak
tergantung kepada besar kecilnya usaha maka bila diukur per unit produksi biaya
tetap makin lama makin kecil (turun), yang termasuk biaya tetap dalam usaha tani
sayuran antara lain tanah, bunga modal, pajak, dan peralatan.
Biaya Variabel yaitu biaya yang selalu berubah tergantung besar kecilnya
produksi. Yang termasuk biaya ini adalah : biaya sarana produksi, biaya
pemeliharaan, biaya panen, biaya pasca panen, biaya pengolahan dan biaya
pemasaran serta biaya tenaga kerja dan biaya operasional. Biaya tunai meliputi
biaya yang diberikan berupa uang tunai seperti biaya pembelian pupuk,
benih/bibit, obat obatan, dan biaya tidak tunai adalah biaya– biaya yang tidak
diberikan sebagai uang tunai tetapi tidak diperhitungkan seperti biaya tenaga kerja
keluarga. Pendapatan kotor adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah
dikurangi semua biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan pendapatan bersih
dihitung dari pendatan kotor dikurangi pajak penghasilan. Dalam penelitian ini
pendapatan yang diamati peningkatannya adalah pendapatan usaha tani.
Pendapatan usaha tani adalah besarnya manfaat atau hasil yang diterima
oleh petani yang dihitung berdasarkan dari nilai produksi dikurangi semua jenis
pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk itu pendapatan usaha tani
sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana produksi, biaya pemeliharaan,
27
biaya pasca panen, pengolahan dan distribusi serta nilai produksi
(Prawirokusumo, 1990). Pendapatan usaha tani sangat dipengaruhi oleh jumlah
produksi, harga jual dan biaya usaha tani. Pendapatan akan meningkat apabila
jumlah produksi dan harga naik, tentunya dengan biaya yang dapat diminimalisir
(Ratmi Rosilawati, 2013).
Menurut Hernanto (1994), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pendapatan usaha tani yaitu : (a) luas usaha, meliputi areal pertanaman, luas
tanaman, luas tanaman rata-rata, (b) tingkat produksi, yang diukur lewat
produktivitas per hektar dan indeks pertanaman, (c) pilihan dan kombinasi, (d)
intensitas perusahaan pertanaman dan (e) efisiensi tenaga kerja. Selanjutnya
Baharsjah (1992) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan
kemajuan dan peningkatan pendapatan yaitu kondisi sumber daya alam, kondisi
sumber daya manusia dan kondisi kelembagaan atau usaha.
2.2.5 Peranan pertanian dalam pembangunan
Sektor pertanian memberikan kontribusi yang relatif besar bagi
pembangunan, hal tersebut bisa dilihat kontribusinya bagi PDRB Provinsi Bali
pada umumnya dan Kabupaten Badung pada khususnya. Data BPS tahun 2014
menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar kedua
terhadap PDRB Bali atas dasar harga konstan setelah sektor perdagangan, hotel
dan restoran. Hal ini membuktikan sektor pertanian bukanlah sektor yang dapat
diabaikan dalam upaya peningkatan PDRB Provinsi Bali pada umumnya dan juga
Kabupaten Badung. Pertanian memiliki karakteristik yang unik dibandingkan
dengan sektor ekonomi lainnya. Khususnya dalam hal ketahanan sektor ini
28
terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro dimana sektor ini tetap
mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor
ekonomi lainnya mengalami kontraksi.
2.2.6 Karakteristik petani
Petani memiliki karakteristik yang sangat beragam, karakteristik tersebut
dapat berupa karakteristik ekonomi, karakteristik sosial serta karakteristik
demografi. Karakteristik tersebutlah yang membedakan petani dilihat dari tipe
perilaku terhadap situasi tertentu. Menurut Hartanto (1984), karakteristik sosial
ekonomi meliputi : umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan petani dan
pengalaman. Karakteristik petani menurut Nurmanaf (2003) yaitu meliputi : jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga,
pengalaman, sumber informasi, dan pendapatan usaha tani. Karakteristik yang
diamati dalam penelitian ini adalah pendidikan formal, pendidikan non formal,
pengalaman, dan jarak tempat tinggal. Faktor-faktor karakteristik petani yang
diamati dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Pendidikan formal
Pengembangan usaha ternak sapi sebagai usaha keluarga dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling terkait, antara lain pendidikan, penggunaan input,
pemasaran, kredit, kebijakan, perencanaan, penyuluhan, dan penelitian (Pambudy,
1999). Pendidikan merupakan faktor penting untuk mempercepat proses
perkembangan inovasi agar mendapatkan hasil produksi yang maksimal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang sifatnya melembaga, yang
pelaksanaannya sesuai dengan perkembangan seseorang (Gerungan, 1980). Petani
29
yang tingkat pendidikannya relatif lebih tinggi dan relatif lebih muda, akan lebih
dinamis dan lebih mudah untuk mempertimbangkan hal-hal baru. Pendidikan
formal berhubungan erat dengan kemampuan intelektual.
Wahjono (2010) mengatakan bahwa kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Tujuh dimensi
paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran
berhitung, pemahaman (comprehension) verbal, kecepatan perceptual, penalaran
induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan ingatan (memori). Soekartawi
(1988) mengemukakan bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi akan
relatif lebih cepat menerapkan inovasi, begitu pula sebaliknya, mereka yang
berpendidikan lebih rendah agak sulit untuk menerapkan inovasi ini dengan cepat.
Berdasarkan hasil penelitian Yudiani (1996) didapatkan bahwa tingkat penerapan
inovasi oleh petani berhubungan sangat nyata dengan pendidikan formalnya.
Gapener, 1964 (Nuraini, 1984) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor
penting untuk mempercepat proses penerapan inovasi.
Pendidikan anggota rumah tangga petani dapat mempengaruhi keputusan
produksi. Chavas et. al. (2005) dalam penelitiannya memasukkan pendidikan
dalam menganalisis karakteristik rumah tangga dan usaha tani. Makin tinggi
tingkat pendidikan, makin mudah anggota keluarga mengadopsi teknologi
sehingga mereka dapat meningkatkan produksi secara rasional untuk mencapai
keuntungan yang maksimum. Gould dan Saupe (1989) menganalisis umur,
pendidikan, dan pelatihan sebagai variabel yang mempengaruhi produktivitas
tenaga kerja dalam off-farm, pekerjaan usaha tani dan rumah tangga.
30
2) Pendidikan non formal
Pendidikan non formal menurut Rogers (2005) adalah setiap kegiatan yang
terorganisir dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan
secara mandiri atau merupakan bagian penting dari aktifitas yang lebih luas, yang
sengaja dilakukan untuk melayani proses belajar peserta didik tertentu dalam
mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan non formal melayani pendidikan kepada
masyarakat baik orang dewasa maupun anak-anak. Selanjutnya menurut Undang-
Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, menyarankan bahwa definisi pendidikan non formal adalah jalur
pendidikan di luar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
berstruktur dan berjenjang.
Suhardiyono (1992) mengatakan bahwa pendidikan non formal adalah
pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem pendidikan formal bagi
sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus. Pendidikan non formal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal.
Pendidikan non formal yang diterima petani biasanya berupa penyuluhan oleh
tenaga penyuluh lapangan atau pendamping Simantri. Kartasapoetra (1987)
menyatakan bahwa penyuluhan merupakan sistem pendidikan yang bersifat non
formal atau sistem pendidikan di luar sistem persekolahan yang biasa. Penyuluhan
pertanian berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian menuju suatu arah yaitu profesional.
31
3) Pengalaman
Pengalaman adalah banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang pernah
diemban oleh seseorang, serta lamanya mereka bekerja pada masing-masing
pekerjaan (Sunuharyo, 1997). Semakin banyak pengalaman kerja seseorang maka
akan semakin banyak manfaat yang berdampak pada luasnya wawasan
pengetahuan di bidang pekerjaannya serta semakin meningkatkan keterampilan
orang tersebut. Pengalaman kerja akan mempengaruhi keterampilan seseorang
dalam melaksanakan tugas dan juga membuat kerja lebih efisien (Cahyono,
1995). Pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau
masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas-tugas suatu
pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Foster, 2001).
Terdapat beberapa hal untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang
karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja seperti masa kerja,
tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, serta penguasaan terhadap
pekerjaan dan peralatan. Studi paling baru menunjukkan bahwa adanya hubungan
positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. Dengan demikian, masa
kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman kerja dapat menjadi peramal yang
baik terhadap produktivitas kerja seseorang (Robbins, 2003).
4) Jarak tempat tinggal
Jarak rumah petani dengan lahan garapannya akan sangat mempengaruhi
produktivitas, dan juga akan mempengaruhi kinerja dari petani itu sendiri. Hasil
penelitian Mahananto et. al. (2009) menunjukkan bahwa, secara simultan faktor-
faktor luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk, jumlah
32
pestisida, pengalaman petani dalam berusaha tani, jarak rumah petani dengan
lahan garapan, dan sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan
produksi padi sawah. Lebih lanjut dikatakan jarak lahan garapan dengan rumah
tempat tinggal petani berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi sawah.
Jarak lahan garapan dengan rumah petani menunjukkan hubungan yang negatif
yang berarti semakin jauh jarak lahan garapan dengan rumah petani akan
mengakibatkan penurunan produksi.
Pengaruh jarak ini adalah melalui pengelolaan usaha tani, semakin jauh
maka petani akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk
mencapai tempat kerjanya lahan garapannya. Hal ini akan mengakibatkan
intensitas pengelolaan usaha taninya seperti : mengikuti pertumbuhan tanaman,
menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit, dan juga mengurusi irigasi
menjadi turun sehingga secara langsung semakin jauh jarak lahan garapan dengan
rumah petani akan mampu menurunkan produktivitas tanaman padi sawah.
Ruswendi (2011) mengatakan bahwa aksesibilitas lokasi usaha ternak ke jalan
raya dengan jarak ± 1 km dengan keragaman masih kurang dari 6 km dianggap
masih cukup kondusif, sehingga memudahkan pengangkutan input dan output
hasil usaha tani/usaha ternak.
2.2.7 Penyuluhan
Penyuluh pertanian merupakan pendidikan non formal yang ditujukan
kepada petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan dengan membawa dua
tujuan utama yang diharapkannya. Tujuan jangka pendek adalah menciptakan
perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan, serta
33
untuk tujuan jangka panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat
dengan jalan meningkatkan taraf hidup mereka (Sastraatmadja, 1993). Penyuluhan
merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara
sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga dapat
membuat keputusan yang benar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang
disebut penyuluh pertanian (Van Den Ban dan Hawkins, 1999).
Peranan penyuluhan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:
menyadarkan masyarakat atas peluang yang ada untuk merencanakan hingga
menikmati hasil pembangunan, memberikan kemampuan masyarakat untuk
menentukan program pembangunan, memberi kemampuan masyarakat dalam
mengontrol masa depannya sendiri, dan memberi kemampuan dalam menguasai
lingkungan sosialnya (Fashihullisan, 2009). Peran seorang pekerja pengembangan
masyarakat atau pendamping dapat dikategorikan ke dalam empat peran, yaitu :
peran fasilitator (facilitative roles), peran pendidik (educational roles), peran
utusan atau wakil (representasional roles), dan peran teknikal (technical roles).
Profesionalisme Petugas Penyuluh Lapang (PPL) berkaitan erat dengan
tugas pokok penyuluh pertanian. Tugas pokok penyuluh secara garis besar adalah
menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, mengevaluasi dan melaporkan,
kegiatan penyuluhan pertanian. Setiap penyuluh harus mampu melaksanakan
peran ganda sebagai guru, penganalisa, konsultan dan organisator (Nuryanto, dkk,
2000). Berdasarkan perannya tersebut maka secara empris penyuluh pertanian
merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan pertanian. Sebagai ujung
tombak sudah tentunya penyuluh harus mampu memainkan perannya dengan baik
34
sehingga dapat mendorong proses pembangunan pertanian, dalam hal ini agar
tercapainya peningkatan produksi untuk meningkatkan pendapatan. Fasilitasi atau
pendampingan mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat
agar dapat memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya sendiri sesuai
potensi yang dimilikinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012).
Secara umum pelaku proses fasilitasi sering disebut fasilitator. Dalam
PNPM Mandiri Perdesaan; fasilitator kecamatan, fasilitator kabupaten dan aparat
berperan sebagai fasilitator dari luar masyarakat, sehingga dalam pemberdayaan
masyarakat dipahami sebagai pendamping. Agar dapat melaksanakan fungsi dan
tugasnya dengan baik, maka seorang fasilitator atau pendamping perlu menyadari
perannya di masyarakat maupun di kelompok tani yaitu sebagai guru/edukator,
sebagai mediator, sebagai motivator, dan sebagai evaluator.
1) Edukator
Melakukan tugas mendidik, pembimbingan, konsultasi, dan penyampaian
materi untuk peningkatan kapasitas dan perubahan perilaku pembelajar
(Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Tugas pendamping sebagai
edukator sangat menonjol disetiap kegiatan pendidikan, pelatihan, lokakarya,
seminar dan diskusi. Penguasaan terhadap pola perubahan perilaku baik
pengetahuan keterampilan dan sikap menjadi penting untuk menentukan proses
dan hasil dari suatu pembelajaran. Edukasi yaitu untuk memfasilitasi proses
belajar yang dilakukan oleh para penerima manfaat pendampingan dan atau
stakeholders pembangunan yang lainnya (Mardikanto, 2010). Meskipun edukasi
berarti memberikan pendidikan, tetapi proses pendidikan tidak boleh menggurui
35
apalagi memaksakan kehendak, dimana merupakan suatu proses yang benar-benar
harus berlangsung sebagai proses belajar bersama yang partisipatif. Fungsi
sebagai edukator seringkali dibutuhkan untuk membantu masyarakat dalam
mempelajari dan memahami keterampilan atau pengetahuan baru dalam upaya
pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan program. Sebagai pendamping harus
mampu menyampaikan materi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi dan bahasa
yang mudah dicerna oleh masyarakat serta mudah diterapkan tahap demi tahap
(Petunjuk Teknis Operasional, PNPM, 2013).
2) Mediator
Seorang pendamping diharapkan dapat membantu masyarakat memediasi
sehingga masyarakat bisa mengakses potensi–potensi dan sumber daya yang dapat
mendukung pengembangan dirinya, seperti pada sektor swasta, perguruan tinggi,
LSM dan peluang pasar. Selanjutnya seorang pendamping yang sebagai mediator
diharapkan juga dapat berperan sebagai orang yang dapat menengahi apabila
diantara kelompok atau individu di masyarakat terjadi perbedaaan kepentingan.
Perlu diingat fungsi ini bukan berarti pendamping yang memutuskan tetapi hanya
perlu mengingatkan masyarakat tentang konsistensi terhadap berbagai
kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Arti lain adalah menyesuaikan
berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan bersama. Jika diperlukan seorang
pendamping bisa membantu masyarakat dengan memberikan berbagai alternatif
kesepakatan dalam menyesuaikan berbagai kepentingan demi tercapainya tujuan
bersama. Untuk itu seorang pendamping harus netral dan tidak memihak kepada
salah satu kelompok saja (Petunjuk Teknis Operasional, PNPM, 2013). Lee dan
36
Swenson (1986) menyatakan peran mediator diperlukan terutama pada saat
terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai
pihak. Dalam mediasi upaya-upaya yang dilakukan pada prinsipnya diarahkan
untuk mencapai win-win solution atau saling menguntungkan.
3) Motivator
Motivator perannya merupakan untuk memberikan dorongan atau motivasi
kerja kepada kelompok agar bisa berpartisipasi dalam kegiatannya dan juga untuk
meningkatkan produksinya (Komunitas Pemberdayaan Masyarakat, 2012). Sering
ditemui bahwa masyarakat jarang mengetahui dan mengenal potensi dan
kapasitasnya sendiri. Seorang pendamping harus mampu merangsang dan
mendorong masyarakat untuk menemukan dan mengenali potensi dan
kapasitasnya sendiri. Dengan fungsinya tersebut pendamping mampu mendorong
masyarakat sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan secara
mandiri. Tetapi di satu sisi, seorang pendamping harus dapat berfungsi sebagai
animator yakni ketika masyarakat sudah secara penuh /mandiri dapat memutuskan
segala sesuatu tanpa bayang-bayang intervensi pendampingnya (Petunjuk Teknis
Operasional, PNPM, 2013). Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan salah
satu tugas utama penyuluh adalah mendorong agar petani memiliki motivasi untuk
mau belajar. Menurut Yunasaf dan Tasripin (2011) motivasi merupakan proses
penumbuhan motif atau dorongan, sehingga seseorang mau untuk secara sadar
belajar atau berubah perilakunya
4) Evaluator
Menurut petunjuk teknis operasional, PNPM (2013), tahapan yang harus
37
dilaksanakan untuk mengetahui dampak dari suatu kegiatan biasanya
dilaksanakan pada akhir yaitu evaluasi. Peran evaluator merupakan rangkaian
kegiatan pengukuran dan penilaian yang dapat dilakukan sebelum kegiatan
berjalan, selama kegiatan masih berjalan dan setelah kegiatan selesai dilakukan.
Meskipun demikian, evaluasi seringkali hanya dilakukan setelah kegiatan selesai,
untuk melihat proses hasil kegiatan (output), dan dampak kegiatan (outcome),
yang menyangkut kinerja (performance) baik terknis maupun finansial.
Menurut Edy Suharto (2005) peran seorang pekerja sosial seringkali
diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, oleh karena itu pekerja
sosial sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan
dalam pemberdayaan masyarakat. Wulandari (2011) menyatakan pendamping
dapat memberikan penilaian, saran dan masukan terhadap keseluruhan program
guna meningkatkan kualitas program serta melakukan evaluasi. Sangat diperlukan
kegiatan untuk mengukur, mengevaluasi dan menganalisis langkah-langkah yang
telah dilakukan sebelumnya agar menemukan langkah-langkah strategis
selanjutnya. Dengan evaluasi pendamping dan petani bisa mengetahui kendala-
kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan serta petani dapat
mengetahui apakah tujuan telah tercapai.
2.2.8 Teori keberhasilan
Menurut David Korten (1984) dalam Nurkholes (2002) yang
mengemukakan pandangannya mengenai bagaimana melihat ukuran keberhasilan
pembangunan dalam memecahkan suatu masalah dari tiga sudut pandang yaitu (1)
program, (2) penerima program, (3) organisasi pelaksana. Dalam hal ini David
38
Korten sering menyebut sebagai adanya kesesuaian tiga arah dari suatu proyek
dengan teorinya : kunci untuk mencapai kesesuaian tiga arah tersebut, tidak
terletak pada (blueprint) organisasional yang didesain bagi penyelenggara
program atau proyek, melainkan terutama terletak didalam suatu proses
penyelenggaraan program atau proyek itu, dimana proses tersebut langsung
dialami oleh ketiga komponen perubahan masyarakat.
Menurut model kesesuaian program ini bahwa keberhasilan program harus
dilihat sebagai hal yang ditandai dari tiga kesesuaian yaitu penerima program
(beneficiaries), organisasi pelaksana (organization) dan program (programme),
dimana ketiganya harus ada kesesuaian satu sama lain. Program tersebut dapat
dikatakan berhasil dan sukses jika mampu menjawab ketiga kesesuaian, sehingga
tercapainya tujuan program yang telah ditetapkan agar antara output program dan
impact program mampu menjawab permasalahan yang ada. Dari ketiga
kesesuaian oleh David Korten dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan
seperti keberhasilan Simantri ditentukan oleh siapa penerima program dan
bagaimana pelaksanaannya. Variabel keberhasilan Simantri diukur berdasarkan
indikator yang terdapat pada petunjuk teknis dari Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Bali, dari ke tujuh indikator keberhasilan Simantri dipakai hanya
empat indikator yaitu :
1) Berkembangnya kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun
petani.
Kelembagaan pada Simantri diarahkan untuk mendukung peningkatan
pengembangan pertanian/pangan organik dengan cara koordinasi antar instansi
baik pendamping atau penyuluh, mendorong berkembangnya kelembagaan
39
sertifikasi dan pengawasan pada tingkat petugas pertanian serta peningkatan
kelembagaan di tingkat kelompok tani. Pengembangan SDM dapat diarahkan
dalam rangka peningkatan intensitas dan kualitas serta pelayanan dalam
pengembangan pertanian terintegrasi, serta peningkatan kapasitas pelaku usaha
pertanian terintegrasi, baik dalam bidang budidaya, penanganan pasca panen,
pengolahan hasil, pemasaran, dan pengembangan usaha. Menurut Malayu (2011)
pengembangan SDM adalah proses persiapan individu untuk memikul tanggung
jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi, biasanya berkaitan
dengan peningkatan kemampuan intelektual untuk melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik.
2) Tercipta dan berkembangnya pertanian organik menuju green economic.
Pengembangan pertanian organik yang merupakan sistem produksi
pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa
sintetik baik pupuk, zat tubuh maupun pestisida. Petani sudah mulai menggunakan
hasil olahan pupuk organik yang mereka produksi dari program Simantri dan
menerapkan ke lahan mereka masing-masing. Dengan adanya pertanian organik
petani bisa menghasilkan output yang terbaik dan hasilnya mereka bisa pasarkan
dengan harga yang relatif tinggi sehingga bisa terbentuk suatu usaha kecil baik di
kelompok maupun petani perorangan. Fariadi, H (2013) menyarankan pertanian
organik hendaknya dikembangkan dengan mengupayakan orientasi ekonomi
dengan tidak terlepas dari hubungan yang selaras dengan alam agar dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani khususnya dan masyarakat
Indonesia umumnya.
40
3) Berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan.
Tumbuhnya kelompok usaha agribisnis yang maju, berdaya saing yang
mandiri sehingga mampu menjadi lembaga penggerak ekonomi di perdesaan.
Dengan adanya kelompok yang aktif akan terbentuk UMKM, unit simpan pinjam
kecil di kelompok maupun koperasi dalam Gapoktan. Gabriela (2014)
menyatakan evaluasi program PUAP pada petani, penyuluh dan lembaga terkait
mendapat hasil yang baik dengan interpretasi sangat berhasil dalam indikator
menumbuh kembangkan usaha agribisnis di desa.
4) Peningkatan pendapatan petani.
Harapan yang diinginkan oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui bantuan
program Simantri adalah agar penghasilan yang diperoleh petani pelaksana dari
kegiatan usaha tani meningkat. Peningkatan pendapatan anggota kelompok tani
pelaksana Simantri dapat dihitung dari pendapatan rata-rata sebelum menerima
paket program Simantri dan setelah menerima sampai mengoperasikan bantuan
penguatan modal sampai periode 5 tahun yaitu dengan menghitung setiap
tambahan penerimaan setiap siklus produksi budidaya (ternak-ikan-tanaman),
siklus produksi pengolahan limbah, maupun siklus pemasaran dari produk
Simantri. Kariyasa (2005) bahwa melalui kegiatan integrasi tanaman-ternak,
produktivitas tanaman maupun ternak menjadi lebih baik sehingga akan
meningkatkan pendapatan petani. Pramono et. al. (2001) menyatakan bahwa pola
integrasi padi-sapi potong di Kabupaten Banyumas, Purworejo, Boyolali, Pati,
dan Grobogan memberikan pendapatan rata-rata Rp. 2.455.000/ha, dan
pendapatan dari pembibitan sapi mencapai Rp. 1.830.000/periode (13 bulan).
41
2.2.9 Teori kelembagaan
Menurut Scott (2008), teori kelembagaan baru (neoinstitutional theory)
adalah tentang bagaimana menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam
mempelajari sosiologi organisasi. Terdapat tiga elemen analisis yang membangun
kelembagaan walau kadang-kadang ada yang dominan, tapi mereka berkerja
dalam kombinasi, Ketiga elemen tersebut adalah aspek regulatif, aspek normatif,
dan aspek kultural-kognitif. Yustika (2006) membagi aliran kelembagaan dalam
ilmu ekonomi kelembagaan lama (old institutional economics) dan ilmu ekonomi
kelembagaan baru (new institutional Economics).
2.3 Keaslian Penelitian
Pada penelitian ini peneliti ingin menganalisis bagaimana pengaruh
karakteristik petani (X1) dengan indikator (pendidikan formal, pendidikan non
formal, pengalaman, dan jarak tempat tinggal), dan peran pendamping (X2)
dengan indikator (sebagai edukator, mediator, motivator, dan evaluator) terhadap
produksi usaha Simantri (Y1); bagaimana pengaruh karakteristik petani (X1)
dengan indikator (pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan
jarak tempat tinggal), peran pendamping (X2) dengan indikator (sebagai edukator,
mediator, motivator, dan evaluator) dan produksi usaha Simantri (Y1) dengan
indikator (produksi peternakan sapi, produksi tanaman pangan, produksi
perikanan, dan produksi pengolahan limbah) terhadap keberhasilan Simantri (Y2);
serta menganalisis adakah pengaruh tidak langsung karakteristik petani
(pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman, dan jarak tempat
42
tinggal), dan peran pendamping (edukator, mediator, motivator, dan evaluator)
terhadap keberhasilan Simantri (berkembangnya kelembagaan dan SDM baik
petugas pertanian maupun petani, tercipta dan berkembangnya pertanian organik
menuju Green Economic, berkembangnya lembaga usaha ekonomi perdesaan, dan
peningkatan pendapatan petani) melalui produksi usaha Simantri.
Adapun hasil penelitian terdahulu yang menginspirasi penelitian ini dan
sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding adalah : disertasi Sanjaya
(2013) dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa : (1) tingkat penerapan
Simantri secara rata-rata tergolong sangat tinggi; (2) kualitas SDM petani-
peternak terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan usaha
peternakan sapi, penerapan usaha tanaman pangan dan usaha penerapan
pengolahan limbah ternak sapi. Sedangkan kondisi gapoktan Simantri secara
statistik berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ketiganya; (3)
efektivitas penerapan Simantri secara rata-rata tergolong kurang efektif, hanya
8,70 persen responden yang sangat efektif; (4) penerapan usaha peternakan sapi,
penerapan usaha tanaman pangan dan penerapan pengolahan usaha limbah ternak
sapi terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penerapan
Simantri. Penerapan pengolahan limbah ternak sapi terbukti merupakan variabel
yang paling dominan berpengaruh terhadap efektivitas penerapan Simantri; (5)
efektivitas penerapan Simantri terbukti berpengaruh positif dan signifikan
terhadap peningkatan petani-peternak.
Subiharta (2006) dalam penelitiannya menyatakan, salah satu indikator
keberhasilan dalam usaha tani integrasi tanaman dengan ternak adalah seberapa
43
besar kontribusi peningkatan pendapatan rumah tangga petani dari usaha tani yang
dilakukan, baik dari komponen tanaman, komponen ternak maupun komponen
usaha lain yang berkaitan dengan usaha tani bersangkutan. Dari hasil analisa
pendapatan pada pola petani pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 1.371.302,-
sedangkan pada pola introduksi pendapatan yang diperoleh jauh lebih tinggi dari
pendapatan petani yaitu sebesar Rp. 5.511.700,- yang berarti dengan adanya
introduksi teknologi varietas, pemupukkan dan cara tanam serta pengendalian
hama dan penyakit terpadu dapat meningkatkan hasil sebesar Rp. 4.140.398 16.
Jadi Integrasi tanaman dan ternak dengan penggunaan varitas unggul yang diikuti
dengan introduksi teknologi pada tanaman padi gogo dan kacang tanah, perbaikan
pakan dan pemanfaatan sumber daya lokal dapat menekan biaya dan
meningkatkan produksi yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan
petani.
Penelitan Susanti et. al. (2007) mengenai pengintegrasian antara tanaman
dengan ternak dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengambilan
keputusan petani responden dalam penerapan pertanian padi organik di Desa
Sukorejo Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut: a)
Tahap Pengenalan masuk dalam kategori tinggi, b) Tahap Persuasi masuk dalam
kategori sedang, c) Tahap Keputusan masuk dalam kategori tinggi, d) Tahap
Konfirmasi masuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan keputusan petani responden dalam penerapan pertanian padi organik
yaitu : umur, pendidikan, luas usaha tani, tingkat pendapatan, lingkungan
ekonomi, lingkungan sosial, sifat inovasi. Hubungan antara faktor-faktor yang
44
mempengaruhi pengambilan keputusan petani dalam penerapan pertanian padi
organik petani responden adalah : hubungan umur petani, luas usaha tani, tingkat
pendapatan petani, dan sifat inovasi dengan keputusan petani adalah tidak
signifikan. Hubungan antara lingkungan ekonomi petani dengan keputusan petani
adalah signifikan. Selanjutnya, hubungan pendidikan petani dan lingkungan sosial
petani dengan keputusan petani adalah sangat signifikan.
Wijayanti (2011) dengan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1)
kadar jiwa kewirausahaan yang dimiliki pengurus Gapoktan di Kecamatan
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik. (2)
Penerapan manajemen agribisnis yang diterapkan pengurus Gapoktan di
Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, termasuk dalam kategori baik.
(3) Tingkat keberhasilan program PUAP di Kecamatan Banjarangkan tergolong
dalam kategori cukup berhasil. (4) Antara jiwa kewirausahaan dengan
keberhasilan PUAP ada hubungan nyata. Hal ini dimungkinkan karena sifat-sifat
kewirausahaan tersebut menjadi pendorong atau niat bagi kemauan dan
kemampuan para pengurus Gapoktan untuk berhasil. (5) Terdapat pengaruh
sangat nyata dari jiwa kewirausahaan dan penerapan manajeman agribisnis oleh
pengurus Gapoktan terhadap keberhasilan PUAP.
Penelitian Guruh Julio (2014) yaitu mengenai pengaruh penyuluh terhadap
peningkatan produksi dimana hasil penelitiannya adalah, jumlah produksi dan
produktifitas usaha tani stroberi di daerah penelitian terdapat perbedaan antara
petani yang rajin mengikuti penyuluhan dengan petani yang tidak rajin mengikuti
penyuluhan. Rata-rata jumlah produksi petani yang rajin mengikuti penyuluhan
45
adalah 4105,83 kg/tahun lebih tinggi dari rata-rata produksi petani yang tidak rajin
mengikuti penyuluhan dengan produksi rata-rata sebesar 3008,57 kg/tahun. Nilai
rata-rata produktifitas petani yang rajin mengikuti penyuluhan lebih tinggi
produktifitasnya yaitu 15.688,09 kg/tahun dibandingkan dengan petani yang tidak
rajin mengikuti penyuluhan dengan produktifitas sebesar 13.159,52 kg/tahun.
Penelitian Tri Ratna Saridewi (2009) yaitu mengenai hubungan antara
peran penyuluh terhadap peningkatan produksi padi dengan hasil penelitian yang
menunjukkan (1) Peran penyuluh di Kabupaten Tasikmalaya tidak berkontribusi
dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, (2) Adopsi teknologi
oleh petani di Kabupaten Tasikmalaya tidak berpengaruh terhadap peningkatan
produksi padi, dan (3) Peran penyuluh dan adopsi teknologi di Kabupaten
Tasikmalaya secara bersama-sama bersinergi meningkatkan produksi padi.
Perbedaan lain dari penelitian ini adalah dalam hal ini tidak berhenti pada
pengaruh karakteristik petani terhadap pendapatan petani, tetapi juga akan melihat
pengaruh dari karakteristik petani terhadap keberhasilan Simantri melalui
produksi usaha Simantri serta melihat pengaruh peran pendamping terhadap
keberhasilan Simantri melalui produksi usaha Simantri. Dari hasil penelitian
terdahulu yang telah dipaparkan diatas diharapkan akan dapat menjadi bahan
pembanding dari temuan yang akan diperoleh dalam penelitian ini, sehingga
diharapkan hasil penelitian ini akan menambah khasanah ilmu pengetahuan di
bidang pertanian terintegrasi.
top related