bab ii kajian pustaka - sinta.unud.ac.id ii.pdf · jaringan itu dan bercabang pada titik beban ......
Post on 02-Mar-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Terkait dengan optimasi penempatan komponen sistem distribusi,
sebelumnya beberapa penelitian telah dilakukan. Tugas akhir ini dengan judul
“Optimasi Penempatan Recloser untuk Meningkatkan Keandalan Sistem
Distribusi pada Penyulang Lembongan Menggunakan Metode Kombinasi
Fuzzy dengan Algoritma Genetika” memiliki keterkaitan dengan penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu dijadikan referensi yang
digunakan untuk menentukan batasan-batasan masalah yang kemudian akan
dilakukan pada penelitian ini. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan penelitian serupa dan penelitian yang terkait. Adapun beberapa
tinjauan mutakhir dari referensi tersebut antara lain:
1. Penelitian dari Radiktyo Nindyo Sumarno pada tahun 2011 yang berjudul
“Optimasi Penempatan Recloser Terhadap Keandalan Sistem Tenaga
Listrik dengan Algoritma Genetika”, menggunakan metode optimasi
meminimalkan SAIDI dan SAIFI dan menggunakan algoritma genetika untuk
mendapatkan beberapa nilai fitness tertinggi.
2. Penelitian dari I Nyoman Jendra pada tahun 2010 yang berjudul “Analisa
Pengaruh Pemasangan Recloser Tie pada Penyulang Blahkiuh-Panglan
Terhadap Mutu Pelayanan”, pada penelitian ini isinya memperbaiki nilai
keandalan SAIFI dan SAIDI dengan cara menambahkan recloser tie sebagai
pembatas untuk menghubungkan penyulang Blahkiuh dan penyulang Panglan.
3. Berdasarkan penelitian Hamles Leonardo Latupeirissa pada tahun 2012 yang
berjudul “Penentuan Kapasitas Daya Reaktif dan Lokasi Penempatan
Kapasitor Yang Optimal pada Jaringan Distribusi Penyulang Rijali Kota
Ambon Menggunakan Sistem Fuzzy”, mengaplikasikan logika fuzzy pada
metode optimasi untuk penempatan kapasitor pada suatu sistem distribusi.
Hasil dari penelitian ini adalah memperbaiki profil tegangan dan menurunkan
rugi daya aktif sebesar 65%.
6
2.2 Tinjauan Pustaka
Teori-teori yang digunakan untuk menunjang Tugas Akhir yang berjudul
“Optimasi Penempatan Recloser untuk Meningkatkan Keandalan Sistem
Distribusi pada Penyulang Lembongan Menggunakan Metode Kombinasi
Fuzzy dengan Algoritma Genetika” antara lain:
2.2.1 Sistem Tenaga Listrik
Secara umum sistem tenaga listrik tediri dari beberapa komponen
dasar yakni pusat pembangkit listrik (Power Plant), transmisi tenaga listrik,
sistem distribusi dan beban. Pusat pembangkit (Power Plant) merupakan tempat
energi listrik pertama kali dibangkitkan, dimana terdapat turbin sebagai penggerak
mula (Prime Mover) dan generator yang membangkitkan listrik. Setelah energi
listrik tersebut dibangkitkan maka akan dilakukannya proses transmisi tenaga
listrik yang merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit
tenaga listrik (Power Plant) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumen
pengguna listrik melalui sistem distribusi. Sistem distribusi merupakan subsistem
tersendiri yang terdiri dari: pusat pengatur Distribution Control Center
(DCC), saluran tegangan menengah (6 kV dan 20 kV, yang juga biasa disebut
tegangan distribusi primer) yang merupakan saluran udara atau kabel tanah, gardu
distribusi tegangan menengah yang terdiri dari panel-panel pengatur tegangan
menengah dan trafo sampai dengan panel-panel distribusi tegangan rendah
(380V, 220V) yang menghasilkan tegangan kerja atau tegangan jala-jala yang
nantinya disalurkan ke beban untuk industri dan konsumen. Adapun ketentuan
dasar pada sistem tenaga listrik adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan setiap waktu, tenaga listrik untuk keperluan konsumen.
2. Menjaga kestabilan nilai tegangan.
3. Menjaga kestabilan frekuensi, dimana tidak lebih toleransi ±0,1Hz
4. Efisien
5. Standar keamanan (safety)
6. Ramah lingkungan
7
2.2.1.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Sistem distribusi tenaga listrik merupakan sistem yang mengatur
penyaluran energi listrik dari Gardu Induk ke konsumen. Sistem ini berfungsi
untuk menyalurkan energi listrik dari Gardu Induk ke konsumen. Sistem ini dibuat
karena adanya jarak dari Gardu Induk ke pusat-pusat beban (Suhadi dkk, 2008).
2.2.1.2 Konfigurasi Sistem Jaringan Distribusi Tenaga Listrik
Sistem jaringan distribusi mempunyai saluran yang berfungsi sebagai
sarana untuk menyalurkan energi listrik ke beban yang disebut dengan penyulang
(feeder). Jumlah penyulang yang ada disuatu wilayah biasanya terdiri dari
beberapa penyulang dengan nama penyulang disesuaikan dengan daerah yang
dilayani.
Berdasarkan bentuk atau polanya sistem jaringan distribusi dapat dibagi
menjadi beberapa bagian :
1. Sistem radial.
2. Sistem lingkar (loop)
3. Sistem gugus (mesh)
4. Sistem spindel.
2.2.1.3 Jaringan Distribusi Radial
Pada penyulang Lembongan menggunakan jaringan distribusi bentuk
radial yang merupakan bentuk jaringan distribusi yang paling sederhana,
dinamakan radial karena saluran ini ditarik secara radial dari satu titik sumber dari
jaringan itu dan bercabang pada titik beban yang dilayani. Catu daya berasal dari
satu titik sumber dan karena adanya percabangan – percabangan tersebut, maka
arus beban yang mengalir sepanjang saluran menjadi tidak rata. Oleh karana itu
kerapatan arus/beban pada setiap titik sepanjang saluran tidak sama besar, maka
besar penampang pada jaringan berbentuk radial berbeda-beda.
8
Gambar 2.1 Jaringan Distribusi Sistem Radial
Sumber: Suswanto, 2009
Keuntungan dari sistem radial ini adalah :
1. Bentuknya sederhana.
2. Biaya investasi relative lebih murah.
3. Sistem pemeliharaannya lebih murah.
Kelemahan dari sistem radial ini adalah :
1. Keandalan sistem ini rendah.
2. Rugi-rugi tegangan lebih besar terutama pada ujung penyulang.
3. Kapasitas pelayanan terbatas
4. Bila terjadi gangguan, penyaluran daya terhenti.
2.2.2 Keandalan Sistem Tenaga Listrik
Keandalan berarti kemampuan suatu sistem untuk bekerja sesuai dengan
fungsinya dibawah kondisi operasi yang dihadapi selama masa hidupnya. Secara
umum, sistem penyaluran tenaga listrik dibagi menjadi beberapa bagian, yakni :
sistem pembangkitan, sistem transmisi, sistem distribusi, serta sistem pembagian
beban. Masing-masing bagian beroperasi secara terintegrasi agar dapat
9
menyalurkan energi listrik dari pembangkit hingga pelanggan (beban)
(Chowdhury, 2009).
Sistem distribusi merupakan bagian penting dari sebuah sistem
penyaluran energi listrik, karena sistem ini berfungsi sebagai penyalur energi
listrik ke pelanggannya. Gangguan sering terjadi pada jaringan distribusi
berbentuk radial, dimana sistem akan mudah down oleh sebuah gangguan karena
sistem radial ini umumnya menggunakan struktur seri dalam konfigurasinya,
sehingga apabila terjadi suatu gangguan maka akan mempengaruhi semua
komponen sistem di dalamnya. Metode keandalan direncanakan dan didesain pada
sistem distribusi untuk mencegah sistem tersebut mudah mengalami down,
sehingga disinilah pentingnya untuk menganalisis suatu keandalan sistem
distribusi tenaga listrik (Chowdhury, 2009).
2.2.2.1 Pengaplikasian Konsep Keandalan pada Sistem Distribusi Tenaga
Listrik
Aplikasi dari konsep keandalan sistem distribusi berbeda dengan aplikasi
sistem pembangkitan dan sistem transmisi, dimana sistem distribusi lebih
berorientasi pada titik beban pelanggan daripada orientasi pada wujud sistem, dan
sistem distribusi lokal lebih dipertimbangkan daripada sistem terintegrasi yang
secara luas yang mencangkup fasilitas pembangkitan dan transmisi. Keandalan
sistem pembangkitan dan transmisi lebih mempertimbangkan probabilitas
hilangnya beban (loss of load), dengan sedikit memperhatikan komponen sistem,
sedangkan keandalan distribusi melihat ke semua aspek dari teknik, seperti desain,
perencanaan, pengoperasian. Karena sistem distribusi kurang kompleks
dibandingkan sistem pembangkitan dan transmisi yang terintegrasi, perhitungan
probabilitas metematiknya lebih sederhana dibandingkan yang dibutuhkan untuk
penaksiran keandalan pembangkitan dan transmisi (Chowdhury, 2009).
2.2.2.2 Laju Kegagalan (failure rate)
Laju kegagalan didefinisikan sebagai nilai atau jumlah dari gangguan
dalam suatu interval waktu tertentu. Di dalam menghitung laju kegagalan dari
10
sebuah grup unit, waktu total operasi dari unit biasanya digunakan daripada waktu
kronologinya. Laju kegagalan ini mempunyai satuan kegagalan/tahun. Adapun
persamaan dari laju kegagalan ini adalah sebagai berikut :
λ =
.................................................................. 2.1
Berdasarkan penyebab terjadinya laju kegagalan, laju kegagalan dapat
dibagi menjadi 2 jenis, yakni :
1. Sustained failure rate yang merupakan nilai laju kegagalan yang diakibatkan
oleh gangguan yang memiliki interval waktu yang cukup lama di dalam
periode perbaikannya. Jenis laju kegagalan ini yang umum digunakan untuk
perhitungan indeks keandalan suatu sistem distribusi.
2. Momentary failure rate merupakan nilai laju kegagalan yang disebabkan oleh
gangguan sesaat yang dialami oleh suatu komponen di dalam sistem.
2.2.2.3 Konsep Kurva Bathtub
Kurva bathtub merupakan grafik yang digunakan untuk menggambarkan
laju kegagalan dari suatu peralatan. Kurva bathtub ini memiliki 3 bagian utama,
yaitu :
1. Periode Infant Mortality
Pada periode ini laju kegagalan dari peralatan memiliki nilai yang tinggi pada
waktu baru pakai artinya peralatan tersebut akan mudah mengalami
kerusakan, kemudian terjadi penurunan nilai laju kegagalan yang signifikan.
Besarnya nilai laju kegagalan ini dapat disebabkan karena adanya cacat pada
waktu produksi peralatan, adanya kerusakan pada saat pengangkutan, adanya
kerusakan pada saat instalasi, ataupun pelaksanaan instalasi yang kurang baik.
Periode ini disebut juga periode adaptasi dari peralatan terhadap
lingkungannya.
2. Periode Useful Life
Karakteristik peralatan pada selang waktu ini memiliki nilai laju kegagalan
yang mendekati konstan sehingga peralatan tersebut siap beroperasi atau
digunakan. Pada periode ini, laju kegagalan dari peralatan juga paling kecil
11
dibandingkan periode yang lain, atau dengan kata lain pada periode ini
peralatan dapat dikatakan jarang mengalami kegagalan.
3. Periode Wear Out
Karakteristik peralatan pada selang waktu ini yang sebelumnya mendekati
konstan akan mengalami peningkatan nilai laju kegagalan secara eksponensial
sampai kemudian peralatan tersebut rusak dan harus diganti dengan peralatan
yang baru.
Gambar 2.2 Kurva Bathtub Laju Kegagalan
Sumber : Chowdhury, 2009
2.2.2.4 Sistem Seri (Radial)
Pada suatu sistem yang terkoneksi seri, semua komponen di dalam sistem
dibutuhkan agar sistem dapat bekerja sesuai fungsinya. Dengan kata lain, apabila
terdapat satu dari semua komponen yang tidak beroperasi, maka sistem akan mati
(down). Secara skematik, sistem ini memiliki satu jalur utama yang melewati tiap
elemen dari sistem dan jalur ini yang menghubungkan bagian input dan output
dari sistem.
Gambar 2.3 Skematik Jaringan Sistem Seri
R1(t) R2(t)
R3(t)
12
Setiap komponen pada sistem memiliki laju kegagalan dan keandalan
sendiri, dan laju kegagalan dan keandalan dari sistem tergantung pada komponen
individunya. Keandalan sistem seri merupakan probabilitas dimana semua
komponen akan berperan secara serempak atau bersamaan agar sistem tersebut
dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Apabila kegagalan komponen tidak
tergantung dengan yang lain, maka probabilitas dari sistem dapat dituliskan ke
dalam persamaan berikut :
Rsystem(t) = R1(t) x R2(t) x R3(t) ............................................................... 2.2
Apabila terdapat n komponen pada sistem seri, maka :
Rsystem(t) = ∑ ................................................................................... 2.3
Apabila komponen satu memiliki laju kegagalan λ1 begitu pula dengan komponen
2 dan 3 memiliki laju kegagalan λ2 dan λ3, maka :
................................................................................ 2.4
................................................................. 2.5
.......................................................... 2.6
Apabila terdapat n komponen pada sistem seri, maka :
∑ .............................................................................................. 2.7
∑ ........................................................................................ 2.8
................................................................................................. 2.9
Keterangan :
λ1, λ2, λ3 = laju kegagalan komponen 1, 2, dan 3 (kegagalan/tahun)
r1, r2, r3 = outage time komponen 1, 2, dan 3 (jam/kegagalan)
Usys = rata-rata ketidaktersediaan / unavailability sistem (jam/tahun)
2.2.2.5 Komponen-Komponen Sistem dalam Menganalisis Keandalan
Suatu sistem jaringan distribusi tenaga listrik memiliki banyak komponen
di dalamnya, seperti : transformator, circuit breaker, fuse, relay-relay, dan
sebagainya. Namun, di dalam menganalisis keandalan suatu sistem jaringan
13
distribusi, komponen-komponen yang umumnya diperhatikan tingkat laju
kegagalannya (λ) antara lain :
1. Transformator
2. Circuit Breaker
3. LBS
4. Recloser
5. Fuse
6. Saluran distribusi, baik berupa SUTM maupun SKBT
Selain tingkat laju kegagalannya (failure rate) dari masing-masing
komponen, nilai repair time serta switching time dari tiap komponen juga
diperlukan guna mengetahui nilai indeks keandalan sistem distribusi tersebut.
2.2.2.6 Indeks Keandalan
Indeks keandalan yang akan dievaluasi biasanya menggunakan konsep
klasik yang akan menghitung : laju kegagalan rata-rata (λ), durasi pemadaman
rata-rata (r), dan ketidaktersediaan tahunan rata-rata (U). Indeks keandalan
merupakan suatu indikator keandalan yang dinyatakan dalam suatu besaran
probabilitas.
Keandalan dari pelayanan konsumen dapat dinyatakan dalam beberapa indeks
yang biasanya digunakan untuk mengukur keandalan dari suatu sistem. Adapun
indeks tersebut, diantaranya :
1. SAIFI (System Average Interruption Frequency Index). Merupakan ukuran
jumlah rata-rata dari gangguan yang terjadi dalam satu tahun dan ditetapkan
ke dalam bentuk persamaan :
............................................. 2.10
∑
∑ ..................................................................................... 2.11
Keterangan:
= Laju kegagalan (kegagalan/tahun)
= Jumlah beban pada titik beban i (pelanggan)
N = Jumlah total beban pada satu sistem (pelanggan)
14
2. SAIDI (System Average Interruption Duration Index). Merupakan waktu
kegagalan rata-rata dalam satu tahun untuk tiap pelanggan dan ditetapkan ke
dalam bentuk persamaan :
................ 2.12
∑
∑ ..................................................................................... 2.13
Keterangan:
= Ketidaktersediaan komponen (jam/tahun)
= Jumlah beban pada titik beban i (pelanggan)
N = Jumlah total beban pada satu sistem (pelanggan)
2.2.3 Fuzzy Logic
2.2.3.1 Pengertian Fuzzy Logic
Fuzzy logic atau sistem fuzzy merupakan suatu cara yang tepat untuk
memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Gambar 2.4
merupakan salah satu contoh gambar dari pemetaan suatu ruang input ke output.
Gambar 2.4 Contoh Pemetaan input-output pada fuzzy logic
Sumber: Kusumadewi, 2002
Berikut merupakan beberapa keunggulan dari fuzzy logic, antara lain
(Kusumadewi, 2002):
1. Konsep fuzzy logic mudah dimengerti, karena di dalam logika fuzzy terdapat
konsep matematis sederhana dan mudah dimengerti yang mendasari penalaran
fuzzy.
2. Fuzzy logic sangat fleksibel
3. Fuzzy logic memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat.
4. Fuzzy logic mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinier yang sangat
kompleks.
Ruang input
Black Box
Ruang output
15
5. Fuzzy logic dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara
konvensional.
6. Fuzzy logic didasarkan pada bahasa alami.
7. Fuzzy logic dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman
para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
Ada beberapa hal yang menjadi lingkup dari sistem fuzzy, yaitu:
1. Variable fuzzy
Variable fuzzy merupakan variable yang hendak dibahas dalam suatu sistem.
2. Himpunan fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variable fuzzy.
Contoh:
Variable jumlah, terbagi menjadi 5 himpunan fuzzy, yaitu: SANGAT
BAGUS, BAGUS, SEDANG, JELEK, dan SANGAT JELEK
3. Semesta pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variable fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari
kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif
maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas
atasnya.
Contoh:
Semesta pembicaraan untuk variable umur: [0 + ~]
4. Domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan
real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan.
Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
Contoh:
16
SANGAT BAGUS = [0, 3]
BAGUS = [2, 6]
SEDANG = [3, 5]
JELEK = [4, 7]
SANGAT JELEK = [6, 10]
2.2.3.2 Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy adalah himpunan-himpunan yang akan dibicarakan pada
suatu variabel dalam sistem fuzzy. Himpunan fuzzy digunakan untuk
mengantisipasi nilai-nilai yang bersifat tidak pasti. Pada himpunan tegas (crips),
nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan dapat memiliki dua
kemungkinan, yaitu sayu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota
dalam suatu himpunan, atau nol (0), yang berarti suatu item tidak menjadi anggota
dalam suatu himpunan. Sedangkan pada himpunan fuzzy , nilai keanggotaan
terletak pada rentang 0 sampai 1, yang berarti himpunan fuzzy dapat mewakili
interprestasi tiap nilai berdasarkan pendapat atau keputusan dan probabilitasnya.
Himpunan fuzzy memiliki dua atribut, yaitu (Kusumadewi, 2002):
1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau
kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: BAGUS,
SEDANG, JELEK.
2. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukan ukuran dari suatu
variabel seperti: 40, 25, 50 dan sebagainya.
2.2.3.3 Fungsi Keanggotaan (Membership Function)
Fungsi keanggotaan (Membership Function) adalah suatu kurva yang
menunjukan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaanya (sering
juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai
1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan
adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada beberapa fungsi yang dapat
digunakan yaitu (Sutojo dkk, 2010):
17
1. Grafik Keanggoataan Kurva Linear
Pada grafik keanggotaan linear, sebuah variabel input dipetakan ke derajat
keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus.
Ada dua grafik himpunan keanggotaan linear. Pertama, kurva linear naik yaitu
kenaikan himpunan fuzzy dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat
keanggotaan nol [0] bergerak ke kanan menuju domain yang memiliki derajat
keanggotaan lebih tinggi (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Representasi Linier Naik
Sumber: Sutojo dkk, 2010
Rumus fungsi keanggotaan representasi linier:
[ ] {
........................................... 2.14
Kedua, kurva linear turun yaitu himpunan fuzzy dimulai dari niali domain
dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak
menurun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah
(Gambar 2.7)
Derajat
keanggotaan
µ[x]
1
0
a domain
b
18
Gambar 2.6 Representasi Linier Naik
Sumber: Sutojo dkk, 2010
[ ]{
................................................... 2.15
2. Representasi Kurva Segitiga
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linier)
seperti terlihat pada gambar 2.7
Gambar 2.7 Kurva Segitiga
Sumber: Sutojo dkk, 2010
Rumus fungsi keanggotaan kurva segitiga:
Derajat
keanggotaan
µ[x]
1
0
a domain
b
Derajat
keanggotaan
µ[x]
1
0
a
domain
c b
19
{
⁄ ⁄
.............................. 2.16
2.2.3.4 Cara Kerja Logika Fuzzy
Proses logika fuzzy (fuzzy inference) terdiri atas tiga bagian utama. Bagian
pertama adalah fuzzyfikasi yang bertujuan mengubah crisp input menjadi fuzzy
input dalam bentuk variable fuzzy. Bagian kedua adalah mesin inferensi yang
bertujuan mengolah fuzzy input berdasarkan IF-THEN rule untuk menentukan
keputusan (output fuzzy). Bagian ketiga defuzzifikasi yang bertujuan mengubah
fuzzy output yang merupakan hasil mesin infrensi menjadi crisp output. Gambar
berikut menunjukan blok diagram fuzzy inference.
Crisp Input
Fuzzy Input
Fuzzy Output
Crisp Output
Gambar 2.8 Diagram blok fuzzy inferences
Sumber: Kusumadewi, 2002
Cara kerja logika fuzzy meliputi beberapa tahapan berikut (Sutejo,
Mulyanto, Suhartono, 2011):
1. Fuzzyfikasi
Fuzzyfikasi merupakan proses yang berfungsi untuk mengubah untuk merubah
suatu besaran analog menjadi fuzzy input. Secara diagram blok dapat dilihat
Fuzzification
Mesin Inferensi
Defuzzifikasi
Input Membership
Function
Basis pengetahuan
fuzzy (If…then rules)
Output Membership
Function
20
pada gambar 2.8 Prosesnya adalah sebagai berikut; suatu besaran analog
dimasukan sebagai input (crisp input), lalu crisp input dimasukkan pada batas
scope/domain sehingga crisp input dapat dinyatakan dengan label (bagus,
panas, cepat dll) dari membership function input. Dari membership function
bisa diketahui jumlah degree of membership function (Kusumadewi, 2002).
2. Basis pengetahuan fuzzy
Pada pembentukan basis pengetahuan fuzzy berisi kumpulan aturan-aturan
fuzzy dalam bentuk pernyataan IF…THEN (Sutojo dkk, 2010)
3. Mesin inferensi (Fungsi implikasi MAX-MIN atau DOT-PRODUCT)
Proses ini berfungsi untuk mencari suatu nilai fuzzy output dari fuzzy input.
Proses dari mesin inferensi adalah suatu nilai fuzzy input yang berasal dari
proses fuzzyfikasi kemudian dimasukkan kedalam sebuah rule yang telah
dibuat untuk dijadikan sebuah fuzzy output. Gambar diagram blok dari Mesin
Inferensi dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini (Kusumadewi, 2002)
4.
5.
Gambar 2.9 Diagram blok proses mesin infrensi
Sumber: Kusuma Dewi, 2002
Mesin inferensi merupakan bagian utama dari fuzzy, karena mesin inferensi
yang menentukan karakteristik dari sistem. Pembuatan mesin inferensi yang
tidak sesuai akan mengakibatkan respon dari sistem tidak sesuai (Sutojo dkk,
2010).
Setelah didapatkan aturan-aturan dalam proses inferensi dan mendapatkan
nilai himpunan z, maka proses selanjutnya adalah merubah nilai-nilai
Mesin Inferensi Rules
(IF…THEN)
Fuzzy input
Fuzzy output
21
linguistik tersebut kembali ke nilai pasti (Cripst Output) melaui proses
defuzzifikasi.
4. Defuzzyfikasi
Merupakan proses terakhir dari serangkaian proses fuzzy. Proses defuzzyfikasi
ialah mengubah output fuzzy yang diperoleh dari mesin infrensi menjadi nilai
tegas menggunakan fungsi keanggotaan yang sesuai dengan saat dilakukan
fuzzyfikasi (T. Sutojo dkk, 2010).
Gambar 2.10 Diagram blok proses rules defuzzyfikasi
Sumber: Sri Kusuma Dewi, 2002
Banyak cara untuk melakukan defuzzyfikasi, diantaranya metode berikut:
a. Metode Rata-Rata (Average)
∑
∑ .............................................................................................. 2.17
b. Metode Titik Tengah (Center of Area)
∫
∫ ......................................................................................... 2.18
Keterangan:
Z = (Output Crispt)
= Nilai fungsi keanggotaan
z = Nilai tingkat keandalan dari hasil inferensi pada fungsi keanggotaan
Defuzzyfikasi
Output
membership function
Fuzzy input
Fuzzy output
22
2.2.4 Algoritma Genetika
2.2.4.1 Dasar Algoritma Genetika
Algoritma genetika adalah suatu algoritma pencarian yang berbasis
pada mekanisme seleksi alam dan genetika. Algoritma genetika merupakan salah
satu algoritma yang sangat tepat digunakan dalam menyelesaikan masalah
optimasi kompleks, yang sulit dilakukan oleh metode konvernsional (Zukhri,
2013).
Beberapa pengertian dasar yang perlu dipahami untuk mempelajari
algoritma genetika, yakni:
1. Genotype (Gen), sebuah nilai yang menyatakan satuan dasar yang
membentuk suatu arti tertentu dalam satu kesatuan gen yang dinamakan
kromosom. Dalam algoritma genetika, gen ini bisa berupa biner, float,
interger maupun karakter, atau kombinatorial.
2. Kromosom, gabungan gen-gen yang membentuk nilai tertentu.
3. Allele, merupakan nilai dari gen
4. Individu, menyatakan suatu nilai atau keadaan yang menyatakan salah satu
solusi yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.
5. Populasi, merupakan sekumpulan individu yang akan diproses bersama
dalam satu siklus proses evalusi.
6. Seleksi, merupakan proses untuk mendapatkan calon individu yang baik.
7. Crossover, merupakn proses pertukaran atau kawin silang gen-gen dari
dua induk tertentu.
Hal-hal yang harus dilakukan dalam Algoritma genetika yaitu (Sutojo dkk,
2010):
1. Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi
(penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.
2. Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik-tidaknya sebuah
individu baik-tidaknya solusi yang didapat.
3. Menentukan proses pembangkitan populasi awal. Hal ini biasanya
dilakukan dengan menggunakan pembangkitan acak seperti random-walk.
4. Menentukan proses seleksi yang akan digunakan.
23
5. Menentukan proses perkawinan silang (cross-over) dan mutasi gen yang
akan digunakan.
Gambar 2.11 Visualisasi gen, allele, kromosom, individu, dan populasi pada algoritma
genetika
Sumber: Zukhri, 2013
Hal penting yang harus diketahui dalam pemakaian Algoritma genetika
(Sutojo dkk, 2010):
1. Algoritma genetika adalah algoritma yang dikembangkan dari proses
pencarian solusi menggunakan pencarian acak, ini terlihat pada proses
pembangkitan populasi awal yang menyatakan sekumpulan solusi yang
dipilih secara acak.
2. Berikut ini pencarian dilakukan berdasarkan proses teori genetika yang
memperhatikan pemikiran bagaimana memperoleh individu yang lebih
baik, sehingga dalam proses evaluasi dapat diharapkan diperoleh individu
yang baik.
Individu 1
Individu 2
Gen1 Gen2 Gen3 Gen4 Gen5 Gen Allele
Kromosom 1 Kromosom 2 Kromosom 3
1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1
Populasi
24
2.2.3.2 Komponen Utama Algoritma Genetika
Siklus algoritma genetika yang digambarkan pada gambar 2.12 Pada siklus
ini dimulai dari membuat populasi awal secara acak, kemudian setiap individu
dihitung nilai fitnessnya. Peoses berikutnya adalah menyeleksi individu terbaik,
kemudian dilakukan cross-over dan dilanjutkan oleh proses mutasi sehingga
terbentuk populasi baru. Selanjutnya populasi baru ini mengalami siklus yang
sama dengan populasi sebelumnya. Proses ini berlanjut hingga generasi ke-n.
Gambar 2.12 Siklus Algoritma genetika oleh David Goldberg
Sumber: Zukhri, 2013
Ada beberapa komponen algoritma genetika yang perlu diketahui
sebelum pembuatan program diantaranya yaitu (Zukhri, 2013):
1. Teknik Pengkodean
Teknik pengkodean adalah bagaimana mengodekan gen dari kromosom,
dimana gen merupakan bagian dari kromosom. Satu gen biasanya akan
mewakili satu variable. Agar dapat diproses melalui algoritma genetik,
maka alternative solusi tersebut harus dikodekan terlebih dahulu kedalam
bentuk kromosom. Masing-masing kromosom berisi sejumlah gen yang
mengodekan informasi yang disimpan didalam kromosom. Gen dapat
direpresentasikan dalam bentuk : bit, bilangan real, daftar aturan, elemen
permutasi, elemen program atau representasi lainnya yang dapat
diimplementasikan untuk operator genetika (Sutojo dkk, 2010).
Seleksi Individu Evaluasi Fitness Populasi Awal
Populasi Baru Reproduksi:
Cross-over dan Mutasi
25
2. Membangkitkan Populasi Awal
Membangkitkan populasi awal adalah proses membangkitkan sejumlah
individu secara acak atau melalui procedure tertentu. Ukuran untuk
populasi tergantung pada masalah yang akan diselesaikan dan jenis operator
genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan,
kemudian dilakukan pembangkitan populasi awal.
Teknik dalam pembangkitan populasi awal ini ada beberapa cara, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Seperti pada metode random seach, pencarian solusi dimulai dari
suatu titik uji tertentu. Titik uji tersebut dianggap sebagai alternative solusi
yang disebut sebagai populasi.
b. Random Generator
Random generator adalah melibatkan pembangkitan bilangan random
untuk nilai setiap gen sesuai dengan representasi kromosom yang
digunakan.
c. Pendekatan tertentu (memasukan nilai tertentu kedalam gen) Cara ini
adalah dengan memasukan nilai tertentu kedalam gen dari populasi
awal yang dibentuk.
d. Permutasi Gen
Cara ini adalah penggunaan permutasi josephus dalam permasalahan
kombinatorial seperti TSP.
3. Fungsi fitness
Suatu individu atau kromosom dievaluasi berdasarkan suatu fungsi
tertentu sebagai ukuran performasinya. Fungsi yang digunakan untuk
mengukur nilai kecocokan atau derajat optimalitas suatu kromosom
disebut dengan fitness function. Nilai yang dihasilkan dari fungsi tersebut
menandakan seberapa optimal solusi yang diperoleh. Nilai yang dihasilkan
oleh fungsi fitness merepresentasikan seberapa banyak jumlah persyaratan
yang dilanggar, sehingga dalam kasus penjadwalan perkuliahan semakin
kecil jumlah pelanggaran yang dihasilkan maka solusi yang dihsilkan akan
semakin baik.
26
4. Seleksi
Setiap kromosom yang terdapat dalam populasi akan melalui proses seleksi
untuk dipilih menjadi orang tua. Sesuai dengan teori Evolusi Darwin
maka kromosom yang baik akan bertahan dan menghasilkan keturunan yang
baru untuk generasi selanjutnya.
Ada beberapa metode seleksi, yaitu (Zukhri, 2013):
a. Seleksi Roulette Wheel
Model seleksi ini merupakan model yang paling besar variansinya.
Munculnya individu superior sering terjadi pada model ini, sehingga perlu
strategi lain menangani hal ini.
Gambar 2.13 Roulette wheel
Sumber: Zukhri, 2013
b. Seleksi Rangking
Seleksi ini memperbaiki proses seleksi yang sebelumnya yaitu
roulette wheel karena pada seleksi tersebut kemungkinan selain satu
kromosom mempunyai nilai fitness yang mendominasi hingga 90%
bisa terjadi. Sehingga nilai fitness yang lain akan mempunyai
kemungkinan yang sangat kecil untuk terpilih. Seleksi rangking
dipakai untuk mengatasi masalah di atas, pertama-tama, diurutkan
seluruh kromosom berdasarkan bagus-tidaknya solusi berdasarkan nilai
fitness-nya. Setelah diurutkan, kromosom terburuk diberi nilai fitness
baru sebesar 1, kromosom kedua terburuk diberi nilai fitness baru
27
sebesar 2, dan seterusnya. Kromosom terbaik diberi nilai fitness baru
sebesar n dimana n adalah banyak kromosom dalam suatu populasi.
Gambar 2.14 Seleksi sebelum dirangking
Sumber: Zukhri, 2013
Gambar 2.15 Seleksi sesudah dirangking
Sumber: Zukhri, 2013
c. Seleksi Steady State
Metode ini tidak banyak digunakan dalam proses seleksi karena dilakukan
dengan mempertahankan individu yang terbaik. Pada setiap generasi, akan
dipilih beberapa kromosom-kromosom yang memiliki nilai fitness
terburuk akan digantikan dengan offspring yang baru. Sehingga pada
generasi selanjutnya akan terdapat beberapa populasi yang dipertahankan.
d. Seleksi Turnamen
Merupakan metode seleksi lainnya yang didasari fenomena alamiah seperti
turnamen antar individu dalam populasi. Dilakukan dengan memilih secara
28
acak beberapa kromosom dari populasi. Individu-individu yang
terbaik dalam kelompok ini akan diseleksi sebagai induk.
e. Truncation Random
Metode ini lebih mudah diterapkan jika dibandingkan dengan metode
Roulette Wheel, pemilihan kromosom dilakukan secara acak tetapi
tidak semua kromosom mendapatkan kesempatan tersebut, hanya
kromosom terbaik saja yang berpeluang.
5. Cross-Over atau Kawin Silang
Proses kawin silang adalah salah satu operator penting dalam algoritma
genetika, metode dan tipe crossover yang dilakukan tergantung dari encoding
dan permasalahan yang diangkat. Ada beberapa cara yang bisa digunakan
untuk melakukan crossover sesuai dengan encodingnya sebagai berikut
(Zukhri, 2013):
a. Binary encoding
Crossover satu titik
Memilih satu titik tertentu, selanjutnya nilai biner sampai titik
crossovernya dari induk pertama digunakan dan sisanya
dilanjutkan dengan nilai biner dari induk kedua.
Contoh
11001011 + 11011111 = 11001111
Crossover dua titik
Memilih dua titik tertentu, lalu nilai biner sampai titik crossover
pertama pada induk pertama digunakan, dilanjutkan dengan nilai biner
dari titik sampai titik kedua dari induk kedua, kemudian sisanya
dilanjutkan nilai biner dari titik kedua induk pertama lagi.
Contoh:
11001011 + 11011111 = 11011111
Crossover uniform
Nilai biner yang digunakan dipilih secara random dari kedua induk.
Contoh
11001011 + 11011111 = 11011111
29
Crossover aritmatka
Suatu operasi aritmatika digunakan untuk menghasilkan offspring yang
baru.
Contoh:
11001011 + 11011111 = 11001001 (AND)
b. Permutation encoding
Memilih satu titik tertentu, nilai permutation sampai titik crossover. Pada
induk pertama digunakan lalu sisanya dilakukan scan terlebih dahulu, jika
nilai permutasi pada induk kedua belum ada pada offspring nilai tersebut
ditambahkan.
Contoh:
(123456789) + (453689721) = 12345689
c. Value encoding
Semua metode crossover pada binary crossover bisa digunakan.
d. Tree encoding
Memilih satu titik tertentu dari tiap induk, dan menggunakan tree dibawah
titik pada induk pertama dan tree dibawah induk kedua.
6. Mutasi
Mutasi merupakan proses mengubah nilai dari satu atau beberapa gen dalam
suatu kromosom. Mutasi ini berperan untuk menggantikan gen yang hilang
dari populasi akibat seleksi yang memungkinkan munculnya kembali gen
yang tidak muncul pada inisialisasi populasi. Beberapa cara operasi mutasi
yang diterapkan dalam algoritma genetika, antara lain:
a. Mutasi dalam pengkodean biner.
Mutasi pada pengkodean biner merupakan operasi yang sangat sederhana.
Proses yang dilakukan adalah menginversi nilai bit pada posisi
tertentu yang dipilih secara acak pada kromosom.
Contoh.
Kromosom sebelum mutasi : 1 0 0 1 0 1 1 1
Kromosom sesudah mutasi : 1 0 0 1 0 0 1 1
30
b. Mutasi dalam pengkodean permutasi.
Proses mutasi yang dilakukan pengkodean biner dengan mengubah
langsung bit pada kromosom tidak dapat dilakukan pada pengkodean
permutasi karena konsistensi urutan harus diperhatikan, salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah dengan memilih dua posisi dari
kromosom dan kemudian nilainya saling tukar.
Contoh:
Kromosom sebelum mutasi : 1 2 3 4 6 5 8 7 9
Kromosom sesudah mutasi : 1 2 7 4 6 5 8 3 9
c. Mutasi dalam pengkodean nilai
Proses mutasi dalam pengkodean nilai dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya yaitu dengan memilih sembarang posisi
gen pada kromosom, nilai yang ada tersebut kemudian ditambah atau
dikurangi dengan suatu nilai terkecil tertentu yang diambil secara acak.
Contoh mutasi dalam pengkodean nilai riil dengan yang ditambahkan atau
dikurangkan adalah 0,1
Contoh:
Kromosom sebelum mutasi : 1,43 1,09 4,51 9,11 6,94
Kromosom sesudah mutasi : 1,43 1,19 4,51 9,01 6,94
d. Mutasi dalam pengkodean pohon
Mutasi dalam pengkodean pohon dapat dilakukan antara lain dengan cara
mengubah operator ( +, -, *, / ) atau nilai yang terkandung dalam
suatu verteks pohon yang dipilih. Atau dapat juga dilakukan dengan
memilih dua verteks dari pohon dan saling mempertukarkan operator atau
nilainya.
7. Kondisi Selesai
Jika kondisi telah terpenuhi, maka algoritma genetika akan menghentikan
proses pencariannya, tetapi jika belum terpenuhi maka algoritma genetika
akan kembali ke evaluasi fitness.
31
2.2.5 Penerapan Logika Fuzzy dan Algoritma Genetika pada Optimasi
Penempatan Recloser
2.2.5.1 Penerapan Fuzzy
Pada optimasi penempatan recloser, logika fuzzy digunakan untuk
mendapatkan 5 kandidat section terbaik yang dipengaruhi oleh jumlah pelanggan.
Section-section yang memiliki data ekstrim yang umumnya ada pada ujung dan
pangkal penjulang akan dieliminasi, karena jika dimasukan ke proses seleksi pada
algoritma genetika dapat mengakitbatkan optimum local. Proses kerja fuzzy untuk
mendapatkan kandidat section terbaik akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Membership Function
Rumus dari kurva segitiga digunakan pada fungsi keanggoataan pelanggan x
dapat dilihat pada gambar 2.16 dan untuk fungsi keanggotaan pelanggan y
dapat dilihat pada gambar 2.17 yang masing-masing memiliki 5 himpunan
fuzzy.
Gambar 2.16 Fungsi keanggotaan variable pelangganx
32
Gambar 2.17 Fungsi keanggotaan variable pelanggany
Gambar 2.18 Fungsi keanggotaan variable nilai kandidat
Keterangan:
SB = Sangat Banyak b = Bagus
B = Bannyak s = Sedang
S = Sedang j = jelek
J = Jarang
SJ = Sangat Jarang
33
2. Fuzzyfikasi
Proses fuzzyfikasi untuk mendapatkan nilai keandalan terdapat 3 variabel
fuzzy yaitu berupa 2 masukan dan 1 keluaran yang dapat dirumuskan menjadi
fungsi keanggotaan seperti berikut:
Variabel pelanggan x; terdiri dari 5 himpunan fuzzy, yaitu SB, B, S, J dan SJ
(Gambar 2.16)
[ ] {
⁄
⁄
[ ] {
⁄
⁄
[ ] {
⁄ ⁄
[ ] {
⁄ ⁄
[ ] {
⁄ ⁄
Variabel pelanggan y; terdiri dari 5 himpunan fuzzy, yaitu SB, B, S, J dan SJ
(Gambar 2.17)
[ ] {
⁄
⁄
[ ] {
⁄
⁄
[ ] {
⁄
⁄
[ ] {
⁄
⁄
34
[ ] {
⁄
⁄
Variabel nilai kandididat; terdiri dari 5 himpunan fuzzy, yaitu SB, B, S, J dan
SJ (Gambar2.18)
[ ] {
⁄
⁄
[ ] {
⁄ ⁄
[ ] {
⁄ ⁄
Keterangan :
x = pelanggan x (input)
y = pelanggan y (input)
z = nilai kandidat (output)
3. Basis pengetahuan fuzzy
Aturan-aturan dari basis pengetahuan fuzzy yang digunakan untuk
menentukan nilai kandidat dapat dilihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.19 Aturan-aturan pada basis pengetahuan fuzzy
35
4. Mesin inferesi
Untuk respon dengan input pelanggan x dan pelanggan y pada mesin
inferesnsi dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.1 Rule pada mesin inferensi
Pelanggany
SB B S J SJ Pelangganx
SB j j j j j
B j s s s j
S j s b s j
J j s s s j
SJ j j j j j
Setelah didapatkan aturan-aturan dalam proses inferensi, maka proses
selanjutnya adalah merubah nilai-nilai linguistik tersebut kembali ke nilai pasti
(Cripst Output) melaui proses defuzzifikasi metode titik tengah.
5. Defuzzyfikasi
Pada defuzzyfikasi menggunakan metode titik tengah dengan persamaan
sebagai berikut (Sutojo dkk, 2010):
∫
∫ ......................................................................................... 2.19
Keterangan:
Z = Tingkat keandalan (Output Crispt)
= Nilai fungsi keanggotaan
z = Nilai tingkat keandalan dari hasil inferensi pada fungsi keanggotaan
36
Gambar 2.20 Proses defuzzyfikasi metode titik tengah pada software MATLAB
2.2.5.2 Penerapan Algoritma Genetika
1. Membangkitkan populasi
Sebelum membangkitkan populasi, terlebih dahulu menentukan jumlah
individu dalam populasi tersebut. Pada penerapannya pada menentukan letak
recloser jumlah individu yang dipakai adalah jumalah section dalam suatu
penyulang. Untuk kromosom-kromosomnya dipakai nilai SAIDI dan SAIFI
pada section-section tersebut. Nilai gen penyusun krosom digunakan nilai laju
kegagalan, ketidaktersediaan dan waktu perbaikan sesuai dengan rumus
penyusun SAIDI dan SAIFI. Untuk fungsi objektif penyelesaian optimasi ini
dapat dilihat pada rumus berikut:
………………………. 2.21
37
…………………………………..2.22
Kumpulan dari individu-individu awal ini akan disebut populasi ke-0. Setiap
individu dari populasi ke-0 akan dicari nilai fitnessnya.
2. Nilai fitness
Nilai fitness menyatakan nilai dari fungsi tujuan. Tujuan dari algoritma
genetika sendiri adalah memaksimalkan nilai fitness. Jika yang dicari nilai
maksimal, maka nilai fitness adalah nilai dari fungsi itu sendiri tetapi jika
yang dicari adalah nilai minimal, maka nilai fitness merupakan nilai invers
dari nilai fungsi itu sendiri. Fungsi fitness untuk penyelesaian optimasi
penempatan recloser dapat dirumuskan sebagai berikut:
................................................................................... 2.23
Setelah dihitung dengan rumus diatas maka akan mendapatkan populasi baru
yang akan dinamakan populasi pertama. Hasil yang diperoleh akan proses
seleksi.
3. Linier Fitness Rangking (LFR)
Linier fitness rangking bertujuan untuk menghindari terjadinya konvergensi
premature yang disebabkan oleh suatu individu memiliki nilai fitness paling
tinggi yang memproduksi banyak anak pada generasi tertentu melalui proses
pindah silang dan mutasi yang dapat menghasilkan lokal optimum. Untuk
melakukan penskalaan nilai-nilai fitness dapat digunakan persamaan berikut
(Sutojo dkk, 2010):
(
)…………………………….2.24
Keterangan:
LFR(n) = nilai LFR individu ke-n
N = jumlah individu dalam populasi
R(n) = rangking individu ke-n setelah diurutkan dari nilai fitness
terbesar hingga terkecil.
fmax = nilai fitness tertinggi
fmin = nilai fitness terendah
38
4. Roulette wheel
Roulette wheel merupakan metode seleksi yang paling sering digunakan
dengan masing-masing individu menempati potongan lingkaran roda secara
proposional sesuai nilai fitnessnya. Pemilihan orang tua dilakukan secara acak
dengan membangkitkan bilangan random. Jika probabilitas individu ke-n <
bilangan random, maka individu ke-n terpilih sebagai orang tua. Nilai
probabilitas dapat dicari dengan rumus (Zainudin Zukhri, 2013):
............................................. 2.25
Seleksi digunakan untuk memilih dua buah individu yang akan dijadikan
orang tua, kemudian dilakukan proses pindah silang untuk mendapatkan
keturunan baru.
5. Pindah Silang (Cross over)
Sebuah individu yang mengarah pada solusi optimal bisa diperoleh melalui
proses pindah silang, dengan catatan bahwa proses cross over hanya bisa
dilakukan jika sebuah bilangan random (r) dalam interval [0 1] yang
dibangkitkan nilainya lebih kecil dari probabilitas tertentu, dengan kata lain r
< probabilitas. Nilai probabilitas biasanya mendekati 1. Untuk gen bertipe data
real cara pindah silang digunakan rumus berikut (T. Sutojo dkk, 2010):
....................................................... 2.27
) ....................................................... 2.28
Keterangan :
x = Gen
T = Posisi gen yang mengalami mutasi
r = Bilangan random [0 1]
6. Mutasi
Mutasi dilakukan untuk semua gen yang terdapat pada individu, jika bilangan
random yang dibangkitkan lebih kecil dari probabilitas mutasi (p) yang
39
ditentukan. Umumnya nilai p diset = 1/N, dengan N adalah jumlah gen dalam
invidu.
Untuk gen yang mempunyai tipe data real, mutasi dilakukan dengan cara
menggeser nilai gen termutasi (pada posisi T, dengan T = random) sebesar
bilangan bilangan kecil yang ditentukan dalam interval [0 1]. Nilai gen yang
baru dapat dicari melalui rumus berikut:
......................................................................................... 2.29
7. Penggantian Populasi
Penggantian populasi dimaksudkan bahwa semua individu awal dari satu
generasi diganti oleh individu baru hasil dari proses pindah silang dan mutasi.
Setelah dilakukan penggantian populasi, maka populasi baru ini disebut
generasi kedua dan siap dproses lagi hingga generasi ke-n.
top related