bab ii kajian pustaka dan perumusan hipotesis a. …eprints.umm.ac.id/39137/3/2 bab ii.pdfmenyatakan...
Post on 25-Dec-2019
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun hasil dari penelitian-penelitian terdahulu yang membahas
mengenai topik konservatisme akuntansi, antara lain Alfian dan Sabeni
(2003), Oktomegah (2012), Lo (2005), Deslatu dan Susanto (2010),
Pramudita (2012), Dewi dan Suryanara (2014), Rohminatin (2016),
Rahmadiar dkk (2016), dan Septian dan Anna (2014)
Hasil penelitian Alfian dan Sabeni (2003) menyatakan bahwa rasio
leverage, intensitas modal dan kesempatan tumbuh perusahaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap konservatisme akuntansi. Sedangkan, ukuran
perusahaan, kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik terbukti tidak
berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Hal tersebut dapat
mendukung pernyataan bahwa setiap perusahaan kemungkinan kecil
sahamnya dipegang oleh manajer, kebanyakan memang dari publik ataupun
instansi. Jikapun ada yang dipegang oleh manajer itupun pasti tidak banyak
dan tidak berpengaruh dalam pengambilan keputusan konservatisme.
Lain halnya dengan Oktomegah (2012) menyatakan bahwa political
cost yang diproksikan untuk ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan
dan positif terhadap konservatisme akuntansi. Hal tersebut dapat mendukung
pernyataan bahwa semakin besar perusahaan maka manajer akan
menggunakan kebijakan yang konservatif. Berbeda dengan debt covenant
10
yang diproksikan terhadap leverage memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap konservatisme akuntansi.
Lo (2005) menyatakan bahwa tingkat kesulitan keuangan perusahaan
berpengaruh positif terhadap kebijakan tingkat konservatisme akuntansi yang
dibuat oleh manajer perusahaan. Simpulan ini mendukung prediksi teori
signaling mengenai pengaruh tingkat kesulitan keuangan terhadap
konservatisme akuntansi. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian
Pramudita (2012) menyatakan bahwa tingkat kesulitan keuangan berpengaruh
positif terhadap konservatisme akuntansi dan tingkat hutang tidak memiliki
pengaruh terhadap konservatisme akuntansi.
Deslatu dan Susanto (2010) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial,
debt covenant, tax and political costs tidak berpengaruh terhadap variabel
konservatisme akuntansi. Sedangkan, litigation berpengaruh terhadap
variabel konservatisme akuntansi. Hal tersebut berbeda dengan hasil
penelitian Rahmadiar dkk (2016) menyatakan bahwa risiko litigasi dan
financial distress secara parsial berpengaruh positif terhadap konservatisme
akuntansi. Sedangkan, struktur kepemilikan manajerial secara parsial tidak
berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Suryanara (2014) menyatakan
bahwa pengaruh struktur kepemilikan manajerial dan leverage signifikan
positif pada konservatisme akuntansi. Sehingga, semakin tinggi saham yang
dimiliki manajer maka ia akan cenderung menerapkan akuntansi yang
konservatif. Begitu pula dengan besarnya leverage maka perusahaan akan
11
menggunakan akuntansi yang konservatif. Sedangkan, financial distress
mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap konservatisme akuntansi.
Sehingga, semakin tinggi financial distress akan mendorong manajer untuk
mengurangi tingkat konservatisme akuntansi.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Rohminatin (2016) menyatakan
bahwa bonus plan berpengaruh signifikan terhadap penerapan konservatisme
akuntansi. Semakin besar kepemilikan manajerial maka manajer akan
semakin konsen terhadap presentase kepemilikannya sehingga kebijakan yang
diambil semakin konservatif. Sedangkan, leverage dan political cost tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerapan konservatisme
akuntansi. Semakin tinggi rendahnya tingkat leverage dan political cost suatu
perusahaan maka tidak berpengaruh dalam penerapan konservatisme atau
tidak. Adakalanya penerapan konservatisme dilakukan saat terjadi hal-hal
mendesak yang mengharuskan penerapannya dilakukan.
Septian dan Anna (2014) menyatakan kepemilikan manajerial dan
ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi.
Sehingga, semakin tinggi saham yang dimiliki manajer dan semakin besar
perusahaan maka manajer akan cenderung memilih akuntansi yang
konservatif, Sedangkan, debt covenant tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap konservatisme akuntansi. Semakin tinggi tingkat hutang yang
dimiliki perusahaan maka manajer akan memilih metode yang dapat
memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan sehingga
konservatisme menurun (Jayanti dan Sapari, 2016).
12
B. Teori dan Kajian Pustaka
1. Agency Theory (Teori Keagenan)
Teori agensi merupakan teori yang mendasari perusahaan dalam
melakukan praktik bisnisnya. Dalam teori keagenan ini terdapat pemisahan
antara pihak manajemen (agent) dan pemilik (principal). Oktomegah (2012)
menyatakan bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan agensi muncul
ketika satu orang atau lebih pemilik (principal) mempekerjakan orang lain
(agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Jensen dan
Meckling (1976) dalam Susanto dan Ramadhani (2016) mengungkapkan
adanya masalah agensi dalam perusahaan yang terpisah antara kepemilikan
dan manajemen.
Pemilik (principal) memiliki kepentingan agar dana yang diinvestasikan
memberikan pengembalian yang maksimal. Sedangkan, manajemen (agent)
memiliki kepentingan terhadap perolehan insentif atas pengelolaan dana
pemilik perusahaan. Andreas dkk (2017) menyatakan dengan adanya
perbedaan kepentingan tersebut maka terdapat biaya agensi (agency cost)
yang akan mengurangi kerugian akibat tingkah laku dari manajer.
Adanya perbedaan kewenangan tersebut akan berpengaruh pada
kualitas laba yang dilaporkan. Ketika agen memiliki tujuan memperoleh
bonus, maka ia akan cenderung melaporkan laba dengan angka yang lebih
tinggi. Hal tersebut dapat dilakukan pencegahan dengan menerapkan prinsip
konservatisme dalam penyusunan laporan keuangan. Lafond dan Watts
13
(2006) dalam Andreas dkk (2017) berpendapat bahwa laporan keuangan yang
mengaplikasikan prinsip konservatisme dapat mengurangi kemungkinan
manajer melakukan manipulasi laporan keuangan serta biaya agensi yang
muncul akibat dari asimetri informasi.
2. Signalling Theory (Teori Sinyal)
Teori signaling menjelaskan bahwa pemberian sinyal dialakukan oleh
manajer untuk mengurangi asimetri informasi antara prinsipal dan agen.
Hendrianto (2012) menyatakan bahwa manajer yang menerapkan kebijakan
akuntansi konservatisme akan menghasilkan laba yang lebih berkualitas. Pada
dasarnya memang prinsip ini dapat mencegah perusahaan dalam melakukan
tindakan membesar-besarkan laba. Sehingga, laba yang disajikan dengan
prinsip konservatisme tidak menghasilkan angka-angka yang overstatement.
Pramudita (2012) menyatakan bahwa understatement laba dan aktiva
bersih yang relatif permanen merupakan suatu sinyal positif dari manajemen
kepada investor. Hal tersebut membuktikan bahwa manajer telah menerapkan
akuntansi konservatif untuk menghasilkan laba yang berkualitas. Sehingga,
investor diharapkan dapat menerima sinyal ini dan menilai perusahaan
dengan lebih baik.
Dalam topik tingkat kesulitan keuangan dan konservatisme akuntansi,
teori signaling menjelaskan bahwa jika kondisi keuangan dan prospek
perusahaan baik, maka manajer akan memberi sinyal dengan
menyelenggarakan akuntansi liberal (Lo, 2005). Jika perusahaan dalam
14
kesulitan keuangan dan mempunyai prospek buruk, maka manajer akan
memberi sinyal dengan menyelenggarakan akuntansi konservatif.
3. Positive Accounting Theory (Teori Akuntansi Positif)
Watts dan Zimmerman (1986) dalam Priambodo dan Purwanto (2015)
menyatakan bahwa teori akuntansi positif adalah teori yang menjelaskan dan
memprediksi konsekuensi yang terjadi ketika manajer menentukan pilihan
dalam memutuskan kebijakan akuntansi. Penjelasan dan prediksi tersebut
didasarkan pada proses kontrak (contracting process) atau hubungan
keagenan (agency relationship) antara manajer dengan kelompok lain seperti
investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal, dan institusi
pemerintah.
Watts dan Zimmerman (1986) dalam Priambodo dan Purwanto (2015),
menyebutkan beberapa hipotesis yang berkaitan dengan teori akuntansi
positif. Hipotesis tersebut yaitu :
a. Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer dari perusahaan yang
memiliki kebijakan bonus akan cenderung memilih prosedur yang
mengalihkan laba dari periode mendatang ke periode berjalan. Hal tersebut
dapat mendorong manajer dalam melaporkan labanya secara optimis pada
suatu periode. Karena, bonus yang akan diterima berkaitan dengan target laba
yang dicapai oleh manajer. Semakin tinggi target laba yang dicapai, maka
semakin tinggi pula bonus yang akan diterima.
15
b. Hipotesis Kontrak Utang (Debt Covenant Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer ingin meningkatkan laba dan
aktiva pada periode tertentu guna mengurangi biaya yang mungkin terjadi
pada kontrak hutang yang sedang dilakukan oleh perusahaan. Hal tersebut
disebabkan karena banyaknya perjanjian hutang yang mensyaratkan
peminjam untuk mematuhi atau mempertahankan rasio hutangnya. Jika syarat
hutang ini dilanggar, maka peminjam mungkin akan dikenakan penalty.
Sehingga, penting bagi perusahaan dalam mempertahankan rasio-rasio
berhubungan dengan hutang.
Mamesak, dkk (2015) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
tingkat leverage tinggi maka ia akan menyajikan labanya lebih tinggi pada
tahun berjalan. Sehingga laba yang dilaporkan pada periode mendatang dapat
dialihkan pada periode berjalan. Hal tersebut terjadi karena untuk
menghindari keraguan kreditor dalam pelunasan kewajiban perusahaan.
c. Hipotesis Biaya Politis (Political Cost Hypothesis)
Biaya politis terjadi dengan adanya kepentingan antara perusahaan
dengan pemerintah. Pihak pemerintah memiliki kekuatan untuk melakukan
pengalihan kekayaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
berdasarkan peraturan-peraturan yang ada. Mamesah dkk (2015) menyatakan
bahwa perusahaan besar lebih memilih penggunaan metode akuntansi yang
dapat mengurangi laba periodik dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Pada dasarnya memang manajer ingin mengecilkan laba untuk
mengurangi biaya politik yang potensial. Hipotesis ini mengatakan bahwa
16
semakin besar sebuah perusahaan, maka manajer cenderung akan memilih
prosedur akuntansi yang mengalihkan pelaporan laba dari periode berjalan ke
periode mendatang (Mamesah dkk, 2015).
4. Konservatisme Akuntansi
Definisi resmi dari konservatisme terdapat dalam FASB (Financial
Accounting Statement Board) No.2 dalam Priambodo dan Purwanto (2015),
mengartikan konservatisme sebagai reaksi hati-hati (prudent reaction) dalam
menghadapi ketidakpastian yang akan terjadi pada aktivitas perekonomian.
Tazawa (2003) dalam Hati (2011) menyatakan bahwa konservatisme
merupakan praktik yang mengakui lebih lambat keuntungan dan pendapatan,
mempercepat pengakuan biaya atau kerugian, serta memperendah pengakuan
aktiva dan mempertinggi penilaian utangnya.
Diterapkannya prinsip konservatisme maka dapat menghasilkan laba
dan aset cenderung rendah, serta biaya dan hutang cenderung tinggi.
Kecenderungan tersebut terjadi karena konservatisme menganut prinsip
memperlambat pengakuan pendapatan dan mempercepat pengakuan biaya.
Akibatnya, laba yang dilaporkan cenderung terlalu rendah (understatement).
Dengan kata lain konservatisme dapat diterjemahkan lebih mengantisipasi
rugi daripada laba.
Hasil dari penerapan konservatisme akan menyebabkan pelaporan
keuangan yang pesimistik, hal tersebut akan mengurangi optimisme dari
pengguna laporan (Ardina dan Januarti 2012). Tujuan penggunaan konsep
konservatisme ini untuk menetralisir optimisme para usahawan yang terlalu
17
berlebihan dalam melaporkan hasil usahanya. Agar nantinya hasil pelaporan
tersebut dapat dilaporkan secara wajar tanpa adanya melebih-lebihkan
informasi. Penerapan konsep konservatisme akan menghasilkan laba yang
berfluktuatif, dimana laba yang berfluktuatif akan mengurangi daya prediksi
laba untuk memprediksi aliran kas pada masa depan (Sari dan Adhariani
2009).
Pentingnya penggunaan konsep konservatisme ini dapat mengurangi
terjadinya asimetri informasi antara agen dan principal. Dilain sisi ada yang
menyatakan bahwa dengan adanya konsep ini maka akan menghasilkan
pelaporan yang understatement. Beberapa perusahaan lebih merasakan
manfaatnya dengan adanya pelaporan understatement daripada overstatement.
Karena pelaporan understatement dirasa lebih menguntungkan dan dapat
mengurangi resiko kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan laporan
yang disajikan secara overstatement.
Febiani (2012) menyatakan bahwa masalah konservatisme merupakan
masalah penting bagi investor. Investor dapat mengambil keputusan investasi
dari laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan yang konservatif. Jika laba
yang dilaporkan konservatif, maka akan menambah keyakinan investor dalam
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Karena, investor yakin
bahwa nantinya perusahaan tersebut akan mampu mengolah dana dan return
dengan baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Penman dan Zhang (2000) dalam
Deslatu dan Susanto (2009) menyatakan bahwa konservatisme justru
18
menyebabkan kualitas laba menjadi rendah dan kurang relevan.
Konservatisme akan mempengaruhi kualitas angka-angka yang dilaporkan
dalam neraca maupun laporan laba rugi.
Ketika perusahaan meningkatkan jumlah investasi, maka akuntansi
konservatif akan menghasilkan perhitungan laba yang lebih rendah
dibandingkan akuntansi liberal atau optimis. Akuntansi konservatif juga akan
menciptakan cadangan yang tidak tercatat, sehingga memungkinkan
manajemen lebih leluasa melaporkan angka laba di masa mendatang.
5. Struktur Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai persentase saham yang
dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
perusahaan yang meliputi komisaris, direksi, dan karyawan (Rohminatin,
2016). Selain itu, Deviyanti (2012) dalam Rohminatin (2016) mendefinisikan
kepemilikan manajerial sebagai perbandingan persentase jumlah kepemilikan
saham antara pihak perusahaan dan pihak eksternal.
Pada dasarnya dalam pemilihan metode akuntansi dapat dipengaruhi
oleh manajer. Rahmadiar dkk (2016) menyatakan bahwa kepemilikan
manajer menentukan kebijakan dan pemilihan manajer terhadap metode
akuntansi termasuk konservatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam
menyelaraskan antara kepentingan pemilik (principal) dan manajemen
(agent) adalah dengan melibatkan manajemen dalam struktur kepemilikan
saham yang cukup besar.
19
6. Ukuran Perusahaan
Berdasarkan ukurannya perusahaan dapat dibagi menjadi perusahaan
besar dan kecil. Dimana perusahaan besar pasti memiliki sistem manajemen
yang lebih kompleks dan laba yang tinggi. Akan tetapi, perusahaan yang
besar memiliki masalah dan risiko yang lebih kompleks daripada perusahaan
kecil. Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar
maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.
Proksi yang digunakan untuk menghitung ukuran perusahaan yaitu
logaritma natural (Ln). Logaritma Natural digunakan untuk meminimalkan
jumlah dari aktiva, penjualan, dan kapitalisasi perusahaan yang nominalnya
sangat besar (Pratiwi dan Amanah, 2017). Semakin besar aktiva perusahaan
maka akan semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan
maka semakin cepat perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar
maka semakin besar pula perusahaan dikenal masyarakat (Pratiwi dan
Amanah, 2017).
7. Leverage
Dalam membagi kegiatannya perusahaan dapat menggunakan sumber
dana dari dalam atau intern perusahaan (modal sendiri) dan dari luar (hutang)
(Suprihastini dan Pusparini, 2007). Jadi dapat dikatakan hutang adalah
kewajiban untuk menyerahkan uang, barang maupun jasa kepada pihak lain di
masa yang akan datang sebagai akibat dari transaksi yang terjadi sebelumnya.
Hutang bisa diartikan juga sebagai sejumlah dana yang diterima dari kreditor.
20
Menurut Altman (1968) dalam Zu’amah (2005) rasio yang digunakan
untuk mengukur proporsi penggunaan hutang dalam membiayai investasi
perusahaan dengan tingkat signifikasi tinggi adalah leverage. Semakin besar
leverage perusahaan, maka akan semakin besar pula resiko kegagalan
perusahaan. Jika perusahaan mempunyai hutang yang tinggi, maka kreditor
juga mempunyai hak untuk mengetahui dan mengawasi jalannya kegiatan
operasional perusahaan. Hal ini akan menyebabkan asimetri informasi antara
kreditor dan perusahaan berkurang karena manajer tidak dapat
menyembunyikan informasi keuangan yang mungkin akan dimanipulasi atau
melebih-lebihkan aset yang dimiliki.
Oleh karena itu, penerapan konservatisme dapat membantu manajer
dalam memperoleh pinjaman dana kepada kreditor. Karena semakin tinggi
tingkat hutang perusahaan maka semakin sempit tingkah laku manajer untuk
melebih-lebihkan pelaporan keuangannya kepada pihak kreditor.
8. Financial Distress
Menurut Atmini dan Wuryana (2005) dalam Pramudita (2012),
financial distress adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi
dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Financial
distress diartikan sebagai munculnya sinyal atau gejala-gejala awal
kebangkrutan terhadap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu
perusahaan (Rahmadiar dkk, 2016).
Financial distress perusahaan dapat mempengaruhi tingkat
konservatisme akuntansi. Teori akuntansi positif memprediksi bahwa kondisi
21
keuangan yang bermasalah dapat mendorong manajer untuk mengurangi
tingkat konservatisme akuntansi walaupun pemegang saham dan kreditur
menghendaki penyelenggaraan akuntansi yang konservatif (Lo, 2005).
C. Perumusan Hipotesis
Menurut Alfiana (2006) dalam Alfian dan Sabeni (2013), plan bonus
hypothesis dalam possitive accounting theory menyatakan bahwa manajer
akan bertindak seiring dengan bonus yang diberikan. Jika target laba tercapai,
maka manajer akan diberikan bonus oleh pemilik atau pemegang saham
perusahaan. Hal tersebut dapat memicu timbulnya pelaporan keuangan
perusahaan yang kurang konservatif. Namun, jika kepemilikan manajer
mempunyai proporsi yang lebih besar, maka ia akan berusaha giat untuk
meningkatkan nilai perusahaan dengan menerapkan konservatisme akuntansi
(Tarjo, 2005).
Wu (2006) dalam Septian dan Anna (2014) menyatakan bahwa
perusahaan yang memiliki presentase kepemilikan manajerial lebih tinggi
akan menunjukkan pola yang lebih konservatif dalam pelaporan
pendapatannya. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya presentase
saham yang dimiliki manajerial dalam suatu perusahaan publik. Sehingga,
semakin besar saham yang dimiliki, maka ia dapat mengendalikan
perusahaan, termasuk dalam hal pengambilan keputusan dalam manajemen.
Hipotesis tersebut didukung oleh hasil penelitian Dewi dan Suryanara
(2014) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan manajerial akan
22
menyebabkan laporan keuangan menjadi konservatif. Dengan demikian,
dapat disimpulkan hipotesis pertama adalah:
H1 : Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap
konservatisme akuntansi.
Size hypothesis berasumsi bahwa perusahaan besar lebih sensitif secara
politis dan memiliki biaya politis yang lebih besar daripada perusahaan kecil
(Septian dan Anna, 2014). Menurut Almilia (2007) bahwa perusahaan besar
memiliki tarif pajak yang lebih tinggi dan memperoleh manfaat politis yang
lebih besar sebagai kompensasi dari tarif pajak yang tinggi. Aristiyani dan
Wirawati (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang berukuran besar akan
dikenakan biaya politis yang tinggi, sehingga untuk mengurangi biaya
tersebut perusahaan dapat menerapkan akuntansi yang konservatif.
Hipotesis political cost menyatakan bahwa semakin besar sebuah
perusahaan, maka manajer cenderung akan memilih prosedur akuntansi yang
mengalihkan pelaporan laba dari periode berjalan ke periode mendatang
(Mamesah dkk, 2015). Sehingga, manajer tentunya memilih menerapkan
prinsip konservatisme. Dengan demikian, dapat disimpulkan hipotesis kedua
adalah:
H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap konservatisme
akuntansi.
Tingkat hutang yang tinggi menunjukkan besarnya modal pinjaman
yang digunakan untuk pembiayaan aktiva perusahaan. Semakin tinggi
leverage maka cenderung semakin besar risiko keuangan bagi kreditur dan
23
pemegang saham. Dimana semakin besar tingkat hutang yang dimiliki suatu
perusahaan, maka perusahaan akan cenderung menerapkan akuntansi
konservatif (Quljanah dkk, 2017). Dengan begitu perusahaan akan lebih
berhati-hati karena dengan tingkat hutang yang tinggi akan menjadi ancaman
bagi kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
Hal tersebut sepadan dengan Alfian dan Sabeni (2013) menyatakan jika
leverage memberikan pengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi.
Semakin tinggi tingkat hutang maka perusahaan akan semakin baik
kemampuannya dalam mengembalikan hutangnya. Semakin terdorong juga
manajer dalam meningkatkan penerapan konservatisme akuntansi. Namun
hasil tersebut berbeda dengan Pramudita (2012) menyatakan bahwa leverage
tidak memiliki pengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Dengan
demikian, dapat disimpulkan hipotesis ketiga adalah:
H3 : Leverage berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi.
Berdasarkan teori signaling, kondisi keuangan yang bermasalah dapat
mendorong manajer dalam mengatur tingkat konservatismenya. Jika
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan mempunyai prospek buruk,
maka manajer memberi sinyal dengan menyelenggarakan akuntansi
konservatif. Namun, manajer akan mengurangi tingkat konservatisme bila
tingkat kesulitan keuangan perusahaan tinggi sesuai dengan asumsi teori
akuntansi positif (Suprihastini dan Pusparini, 2007).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat kesulitan keuangan
perusahaan yang semakin tinggi akan mendorong manajer untuk menaikkan
24
tingkat konservatisme akuntansi, dan sebaliknya jika tingkat kesulitan
keuangan rendah manajer akan menurunkan tingkat konservatisme akuntansi.
Lo (2005) menyatakan adanya pengaruh positif antara financial distress
dengan konservatisme akuntansi. Namun hasil tersebut berbeda dengan Dewi
dan Suryanawa (2014) menyatakan bahwa financial distress tidak
berpengaruh dalam pemilihan kebijakanmetode konservatisme akuntansi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan hipotesis keempat adalah:
H4 : Financial distress berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi.
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
H1
Struktur Kepemilikan
Manajerial
(X1)
Konservatisme
Akuntansi
(Y) Leverage
(X3)
Financial Distress
(X4)
H2
H3
Ukuran Perusahaan
(X2)
H4
top related