bab 2 kedudukan sumbu kristal
Post on 28-Nov-2015
612 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 1
BAB 2. KEDUDUKAN KRISTAL DALAM TIGA DIMENSI
2.1. Kedudukan Utama Bidang terhadap Ketiga Sumbu Kristalografi
Kedudukan atau posisi suatu bidang kristal terhadap sumbu
kristalografinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Bidang nemotong ketiga sumbu (a)
2. Bidang sejajar saiah satu sumbu (b,c,d)
3. Bidang sejajar 2 sumbu lainnya dan memotong salah satu sumbu ( e, f, g )
Untuk lebih jelasnya posisi dari suatu bidang terhadap sumbu kristalografinya
dapat dilihat pada gambar 2-1.
Gambar 2-1. Macam-macam kedudukan suatu bidang terhadap ketiga sumbu
kristalografi
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 2
Gambar 2-2. Parameter bidang ABC
Gambar di atas ( bidang ABC ) adalah bidang kristal dengan parameter L
= 11, 12, 13, sedangkan bidang yang diarsir adalah bidang yang memotong
unit-unit pada sistim sumbu, masing-masing satu satuan ukur (OA': OB’: OC')
yang disebut bidang satuan atau bidang yang akan ditentukan kedudukannya.
Dalam hukum Indices Rasional, telah disebutkan bahwa perbandingan antara
parameter dari semua sumbu pada semua bidang suatu kristal, selalu
merupakan angka yang rasional. Dan besarnya parameter sangat bergantung
dari ukuran jari-jari atom atau ion yang menyusun kristal tersebut, yang sering
tercermin sebagai unsur translasi. Sebagai contoh, pada kristal belerang
monoklin, LINCK menemukan perbandihgan-perbandingan parameternya adalah
sebesar 0,6585 : 1 : 0,5553 (satu satuan ukur) untuk nilai.
2.2. Simbol Bidang
Dalam menuliskan notasi perbandingan dari sumbu-sumbu kristal ada
dikenal bermacam cara. Tetapi yang umum digunakan adalah sistim yang
dikemukakan oleh W.H. Miller yang disebut juga indises, serta Weiss yang
disebut juga simbol koefisien. Indises Miller dari suatu bidang terdiri dari
sebuah urutan angka yang bersaal dari parameter unitnya tanpa ada nilai dalam
bentuk pecahan.
Indises suatu bidang selalu terdiri dari tiga angka (empat untuk sistim
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 3
hexagonal) yang mencerminkan sumbu a, b, dan c . Dalam simbol umum
digunakan notasi (hkl). Simbol ini digunakan bila bidangnya memotong ketiga
sumbu kristal, sedangkan bila rnemotong dua sumbu dan sejajar sumbu lainnya,
notasinya menjadi (Okl), (hOl), dan (hkO). Dan bila sejajar dua sumbu dan
memotong satu sumbu kristal, maka notasinya menjadi (100), (010) dan (001).
Sedangkan bila bidangnya terletak pada sumbu negatifnya, maka penulisan
notasi diberi tanda bar (-) diatas angka negatifnya, misalkan (001), (hOl).
Dalam penulisan notasi ini juga angka yang digunakan adalah merupakan nilai
yang sederhana atau bilangan bulat dan nol, tanpa pecahan, hal ini sesuai dengan
hukum indises rasional yang berlaku dalam penentuan perbandingan parameter
dari sumbu-sumbu kristalnya. Sehingga kemudian digunakan penotasian
tersebut menurut aturan Miller atau Weiss OA' : OB' : OC' .
Berdasarkan atas hukum Indices Rasional, maka "Weiss" menyusun cara
untuk menotasikan perbandingan di atas menjadi bilangan bulat yang
sederhana, sehingga kedudukan perbandingan 0,6585 : 1,0 : 0,5553 oleh Weiss
dianggap sama dengan 1:1:1,sehingga koefisien Weissnya menjadi 111, maka
kedudukan bidang A'B'C1 menurut notasi Weiss adalah 111. Dengan simbol
Weiss kita langsung dapat mengetahui kedudukan bidang kristal terhadap
susunan sumbu, tetapi kurang baik untuk perhitungan. Pada cara Weiss ini kita
membagi panjang yang harus diukur dengan satuan panjang. Simbol yang
dikemukakan oleh Weiss ini disebut simbol Weiss atau simbol koefisien.
Untuk suatu bidang yang sejajar dengan salah satu sumbu kristalografi
(bidang λ pada gambar di atas, adalah tegak lurus sumbu Z dan tidak memotong
sumbu X dan Y sehingga koefisien Weissnya menjadi ω, (bidang ang tidak
memotong sumbu atau bidang yang sejajar sumbu mempunyai parameter tak
hingga (ω). Sehingga untuk menghilangkan nilai tak hingga (ω) tersebut, maka
lahir konsep baru yang diajukan oleh MILLER, yaitu dengan membagi nilai satu
(1) untuk setiap nilai parameter dengan besaran koefisien Weissnya. Maka
Indices Miller adalah membagi satuan panjang dengan satuan yang harus
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 4
diukur, sehingga untuk bidang λ, dikembalikan ke indices Miller, maka menjadi
1/ ω : l/ ω : 1/1 = 001. Sehingga dapat dikatakan bahwa koefisien Weiss dan
indices Miller adalah saling berkebalikan. Sebagai contoh pada gambar berikut
ini :
Gambar 2-3. Perbandingan bidang HKL
Bidang satuan mempunyai potongan OP, OQ dan OR untuk suatu bidang
yang umum umpama bidang HKL akan dicirikan oleh Miller oleh perbandinga
OP/OH : OQ/OK : OR/OL, dan pada gambar tersebut sebagai 1/2 : 1/3 : 1/2 =
3 : 2 : 3, sehingga indices untuk bidang KHL menurut miller adalah(323), sedang
untuk simbol koefisien Weiss adalah (232). Dari contoh di atas kita
mendapatkan kecenderungan bahwa umumnya indices Miller selalu mempunyai 3
parameter (yang berarti terdiri atas 3 sumbu koordinat). Tapi hal tersebut
tidak berlaku untuk sistim Hexagonal, sebab pada sistim ini beberapa bidang
(yang horizontal) disusun dalam kisi bidang hexa-net, dan rhombo-net,
sehingga berlaku 4 sumbu koordinat, yaitu 3 sumbu terletak pada bidang hori
zontal sehingga indices Millernya (hkil). Indices yang ketiga pada sumbu
horizontal selalu dinyatakan dengan i, untuk indices pada sumbu negatifnya
(d-), maka simbol diberi tanda (-) pada bagian atas angkanya, sehingga ditulis
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 5
(h, k, i, l).
Simbol sumbu yang biasa digunakan :
A1 = h = a a3 = i = d
A2 = k = b c = 1 = c
Sedangkan pada koefisien Weiss biasa digunakan simbol :
Sumbu a = m; b = n; c = p dan d. = -q.
Untuk indices Miller biasa digunakan untuk sumbu a = h;
sumbu b = k; c = 1; dan d = i.
Sehingga untuk sistim Hexagonal yang terdiri atas 4 sumbu
kristalografi berlaku hubungan : i = - (h + k}. Hal ini dapat dibuktikan :
Pada gambar di bawah ini, suatu bidang yang raemotong sumbu a, b dan
d pada titik-titik A, B dan D, maka : OA = 1/h, OB = 1/k, dan OD = 1/i, kemudian
tarik DE sejajar OB, maka segitiga ODE dalah sama sisi, sehingga ED = OE =
OD = 1/i.
OA : EA = OB : ED
OA : (OA - OE) = OB : ED
OA x ED = OB X OA - OE
OA x ED + OB x OE = OA x OB karena ED = OE = OD, maka
OA x ED + OB x OE = OA X OB ——— > OD(OA + OB ) = OA x OB
sehingga
OA X OB
OD = --------
OA + OB
1 1/h x 1/K 1
- ---- = ---------- = -----
I 1/h + 1/K K + h
- i = k + h ------ i = - (k + h)
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 6
Gambar. 2-4. Pembuktian rumus i = - (k + h)
2.3. Unsur Simetri Kristalografi
Kategori yang lebih rendah dari sistem klasifikasi tatanama kristal
adaiah kelas. Adapun dasar dari pembagian kelas ini adalah kekayaan unsur
simetrinya. Atas dasar kekayaan unsur simetri tersebut, maka dari ke-tujuh
sistem kristal tersebut dibedakan menjadi 32 kelas kristal, dimana kelas
dengan unsur simetri terkaya digolongkan kepada kelas 1 (pertama), sedangkan
sebaliknya, kelas dengan unsur simetri termiskin digolongkan ke dalam kelas
32.
Sebelum membahas pembaaian kelas tersebut, terlebih
dahulu harus diketahui apa yang disebut unsur simetri. Unsur simetri dalam
kristalografi terdiri atas 3 macam, yaitu :
☆ Bidang simetri ( mirror /m/P)
☆ Sumbu simetri (axis/A)
☆ Pusat simetri (center/C)
2.3.1.Bidang Simetri (m)
Bidang simetri atau biasa juga ditulis P (plane) atau m (mirror)
merupakan bidang pencerminan. Bidang simetri adalah suatu bidang
yang_melalui pusat kristal dan membelah kristal menjai dua bagian yang sama,
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 7
dimana bagian yang satu merupakan pencerminan bagian yang lainnya.
Berdasarkan kedudukannya, dibedakan menjadi 3 macam, yaitu vertikal,
diagonal dan horizontal. Berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi dua macam
bidang simetri, yaitu bidang simetri utama dan bidang simetri biasa atau
tambahan. Bidang simetri biasa adalah suatu bidang yang membagi kristal
menjadi dua bagian yang simetris atau bidang yang satu merupakan bayangan
cermin dari bidang lainnya, atau dapat juga disebut bidang simetri yang hanya
melalui satu sumbu simetri (Gbr. 2-5), bidang-bidang simetri acge, adgf, bfhd,
bche, abgh dan cdef adalah merupakan bidang simetri biasa atau tambahan.
Bidang simetri utama adalah bidang simetri yang padanya terdapat dua
atau lebih bidang simetri lain yang tegak lurus pada, dan harus tegak lurus
terhadap sumbu simetri berharga paling tinggi (Gbr. 2-5), bidang-bidang
simetri ABCD, EFGH dan IJKL adalah merupakan bidang simetri utama.
Operasi bidang simetri (operasi repetisi) adalah pen-cerminan, dimana
hubungan antara bentuk asli dan turunannya seolan-olah diakibatkan oleh
adanya bidang cermin yang memisahkan keduanya secara tegak lurus (Gbr.2-6).
Gambar 2-5. Bidang simetri vertikal, horizontal dan diagonal, serta simetri
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 8
utama
Gambar 2-6. Operasi pencerminan
2.3.2. Sumbu simetri (Sumbu lipat) (A)
Sumbu simetri adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat
kristal, dimana bila kristal tersebut diputar 360° dengan garis tersebut
sebagai sumbu perputaran, maka pada kedudukan tertentu, kristal tersebut
akan menunjukkan kenampakan-kenampakan yang sama dengan semula. Sumbu
simetri ada dua macam, yaitu sumbu simetri biasa dan sumbu simetri poler.
Sumbu simetri biasa dikenal juga sebagai Sumbu Bipolar, yaitu suatu sumbu
khayal yang melalui mana kristal dapat diputar 360° dan akan dijumpai
konfigurasi sama atau hal-hal yang sama yang muncul labih dari satu kali. Sumbu
Poler, yaitu suatu sumbu khayal seper-ti halnys sumbu bipoler hanya kedua
ujung sumbu menembus dua keadaan yang berbeda.
Operasi dari sumbu lipat ini disebut sebagai operasi rotasi. Rotasi dalam
istilah kristalografi dimasukkan sebagai perulangan secara periodik dari motif
asli yang dijumpai setelah terjadinya perputaran motif tersebut dengan sudut
sebesar 360° akibat beroperasinya sumbu rotasi atau sumbu lipat (Gbr.2-7).
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 9
Gambar 2-7. Operasi Rotasi
Sumbu simetri ini juga dibedakan lagi menjadi dua macam berdasarkan
atas macam operasinya, yaitu Gyre dan Gyroida. Gyre adalah operasi sumbu
simetri yang besarnya sudut putar adalah 360°/n. Oleh karena itu harga sumbu
lipat sangat bergantung pada beberapa kali kenampakan motif yang sama akan
terulang setelah sumbu lipat diputar. Sehingga harga sumbu lipat (n) adalah
sama dengan 360° dibagi sudut perputaran yang membentuk satu kali
perulangan atau dapat ditulis sebagai : c = 360°/n. Sebagaimana diketahui ciri
kristal adalah mempunyai bentuk polihedral yang tertutup, sehingga ada suatu
batasan untuk harga n, yang bisa dibuktikan secara matematis.
Harga n yang dikenal adalah :
1. Sumbu lipat satu, dimana perulangan motif bisa diperoleh pada perputaran
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 10
sumbu lipat sebesar 360°/1 = 360°. Diberi simbol •
2. Sumbu lipat dua ( diaxis atau diad atau digyre), perulangan motif
diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360°/2 = 180°. Diberi
simbol
3. Sumbu lipat tiga (triaxis atau triad atau trigyre), yaitu perulangan
motif bisa diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360°/3 = 120°.
Diberi simbol ▲
4. Sumbu lipat empat (tetraxis atau tetrad atau tetra-gyre), yaitu
perulangan motif bisa diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360
°/4 = 90°. Diberi simbol ■
5. Sumbu lipat enam ( hexadaxis atau hexad atau hexa-gyre), perulangan
motif bisa diperoleh pada perputaran sumbu lipat sebesar 360°/6 = 60°.
Diberi simbol
Disini jelas tidak dikenal sumbu lipat lima atau yang lebih besar dari 6,
karena perulangan yang dihasilkannya tidak bisa menghasilkan bentuk
polihedral yang tertutup. Gyroida adalah operasi sumbu simetri, disini
merupakan campuran dari pemutaran melalui sumbu dan pencerminan pada
bidang yang tegak lurus pada bidang tadi. Untuk rotasi 180° lalu dicerminkan
melalui bidang m, maka akan dihasilkan pusat simetri dan digyroida. Untuk
rotasi 120° dan dicerminkan melalui m, dihasilkan trigyroida. Untuk rotasi 90°
dan dicerminkan melalui m, akan dihasilkan operasi tetragyroida. Dan untuk
rotasi 60° dan dicerminkan melalui m, akan dihasilkan operasi hexagyroitia.
Untuk bentuk operasi ini dapat dilihat pada gambar 2-8.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 11
Gambar 2-8. Gabungan operasi rotasi dan pencerminan
2.3.3.Pusat Simetri (C)
Pusat simetri atau biasa juga disebut titik simetri. Pusat simetri yaitu suatu
titik yang apabila ditarik garis melaui titik tersebut dari sembarang titik pada
permukaan kristal akan membagi garis tersebut sama panjang. Operasi pusat
simetri ini disebut dengan operasi inversi (i). Inversi adalah suatu operasi
simetri, yang dihasilkan dengan jalan mengnubungkan titik-titik dari salah satu
bidang kristal, melaui titik pusatnya (titik inversi), sehingga dihasilkan
titik-titik turunannya dimana letak titik yang direpetisikan berseberangan
dengan titik-titik turunannya terhadap pusat inversinya pada jarak yang sama.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 12
Sebagai hasil inversi dari suatu bidang kristal adaiah bidang yang sejajar, sama
dan sebangun, tetapi terbalik, dengan letak yang berseberangan terhadap
pusat inversinya dan berjarak sama terhadap titik inversi tersebut (gambar
2-9 dan 2-10).
Gambar 2-9. Operasi inversi
Gambar 2-10. Gabungan operasi rotasi dan inversi
Atas dasar kekayaan unsur simetri tersebut di atas, maka terdapat 32
kelas kristal dari ke-7 sistim kristal tersebut. Pada sistem isometrik terdiri
dari 5 kelas; sistem tetragonal terdiri dari 7 kelas; sistem hexagonal terdiri
dari 7 kelas; sistem trigonal terdiri dari 5kelas; sistern rhombis terdiri dari 3
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 13
kelas; sistem monoklin terdiri dari 3 kelas dan sistem triklin terdiri dari 2
kelas. Pembagian secara keseluruhan untuk tiap kelas beserta unsur simetri
yang dimilikinya dapat dilihat pada tabel 2-1.
Tabel 2-1. Pembagian 32 kelas kristal
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 14
2. 4. Zone dan Sumbu Zone
Suatu kristal disebut mempunyai zone apabila kristal tersebut
mempunyai bidang-bidang kristal yang terletak sedemikian rupa yang saling
berpotongan yang saling sejajar-satu sama lain, Perpotongan bidang-bidang
tersebut disebut sebagai rusuk kristal. Sumbu zone adalah suatu sumbu
kristalografi yang terletak sejajar dengan garis perpotongan dari bidang
kristal atau rusuk kristal. Sumbu zone tersebut terletak di tengah-tengah dan
berjarak sama terhadap bidang-bidang kristal yang sejajar tersebut. Notasi
untuk zone tersebut disebut simbol sumbu zone atau zone simbol yang diberi
notasi u untuk sumbu yang sejajar dengan sumbu koordinat x atau h, v untuk
sumbu yang sejajar dengan sumbu koordinat / atau k dan w untuk sumbu yang
sejajar sumbu koordinat z atau 1. Untuk bentuk kubus mempunyai tiga buah
sumbu zone yang diberi notasi [uvw], gambar di bawah ini memperlihatkan mana
yang disebut zone, rusuk kristal dan sumbu zone dari suatu kristal yang
berbentuk kubus (Gbr. 2-11).
Bidang-bidang 1,2,3 dan 4 terletak satu zone yang sama, dan terdapat tiga
sumbu zone u,v dan w.
Gambar 2-11 . Kristal kubus yang mempunyai zone dan sumbu zone.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 15
2.4.1. Relasi bidanq dan zone
Untuk mengetahui simbol zone dari suatu bidang yang telah diketahui
indicesnya, maka digunakan determinan. Misalkan suatu bidang dengan indices
(h,k,l) dan (h',k',l'), tentukanlah zone simbolnya. Maka untuk menjawab ini
digunakan rumus determinan :
maka zone simbolnya adalah [uvw] :
u = kl’ – k’1
v = Ih’ – l’h
w = hk’ – kh’
Contoh lain, misalkan suatu bidang mempunyai indices (001) dan (110),
tentukanlah zone simbol untuk bidang tersebut. Maka determinannya :
sehingga zone simbolnya adalah [uvw] :
u = 1 – 0 = 1
v = 0 – 1 = 1
w = 0 – 0 = 0
maka zone simbol [uvw] = [110].
Untuk kristal yang mernpunyai ernpat buah sumbu seperti pada sistim
hexagonal, dimana pada sistim ini berlaku bahwa pada sumbu a3 v= i = -(h - k),
maka untuk determinasi pada sumbu a3 ini diabaikan. Secagai contoh, bidang
kristal dengan indices (111) dan (001), maka zone simbolnya adalah :
h
K l h k l
h’
K’ l’ h’ k’
l’
1 1 0 1 1 0
0 0 1 0 0 1
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 16
Determinan :
1 1 0 1 1 0
0 0 1 0 0 1
sehingga :
u = 1 - 0 = 1
v = 0 - 1 = 1 sedangkan untuk a3 = -(h + k)
w = 0 – 0 = 0 = - (1 – 1) = 0
sehingga simbol zone untuk [hkil] = [1100].
Suatu bidang (hkl) dengan zone simbol [uvw], bila bidang (hkl) terletak pada
zone [uvw], maka berlaku persa-maan zone : hu + kv + Iw = 0 hal ini dapat
dibuktikan :
hu = hkl’ – hlk’
kv = klh’ – khl’
lw = lhk’ – lkh
---------------- +
hu + kv + lw = 0
2.4.2. Penggabungan zone dengan zone
Penggabungan zone dengan zone gunanya adalah untuk mengetahui
atau mendapatkan indises pada perpotongan kedua zone tersebut. Misalkan dua
zone simbol [uvw] dan [u'v'w1], carilah indices bidang yang terletak pada
perpotongan ke dua zone tersebut. Untuk penyelesaiannya juga digunakan
determinan:
u V w u v W
U’ V, w’ u’ v’ W’
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 17
sehingga indices bidangnya adalah :
( e , f, g ) : e = vw’ – wv’
f = wu' - uw'
g = uv' - vu'
2.5. Bentuk (Form) dan Perangai (Habit) Bidang Kristal
Disini dibahas tentang sifatdari bidang kristal, garis dan titik serta
unsur-unsur simetri yang mengontrolnya, dalam hal ini ada dua istilah yang
hampir mirip, tetapi mempunyai pengertian yang berbeda, yaitu :
☆ Form (Bentuk)
☆ Habit (Perangai)
Bentuk : Asosiasi bidang-bidang kristal yang diperlukan sebagai akibat
adanya unsur simetri jika saiah satu bidang diketahui. Dapat juga disebutkan
bahwa form rnerupakan bentuk individu bidang kristal.
Habit: suatu aspek umum yang diperoleh dari psrkembangan relatif
dari berbagai bentuk/form (contoh : kubus, prismatik,dll). Disini jelas bahwa
habit adalah suatu perkembangan relatif dari form akibat pengaruh
lingkungan semasa kristal tersebut terbentuk.
Untuk mengetahui kedalam sistim apa kristal-kristal tersebut
digolongkan, yang perlu diperhatikan adalah jenis dan jumlah unsur simetri
yang dimilikinya. Perkembangan bentuk kristal dipengaruhi oleh lingkungan
pembentukannya, dimana pengaruh tersebut dapat terjadi karena adanya
perbedaan :
1. Homogenitas atau keseragaman dari zat pelarut atau alat pelarutnya,
2. Kecepatan pendinginan atau penguapan atau temperatur pengkristalan,
3. Kemurnian larutan atau adanya pengotoran pada larutan,
4. Distorsiatau deformasi, karena pengaruh ruang pembentuk-annya yang
sempit atau terbatas.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 18
Form bisa terdiri dari bidang-bidang yang tidak mempunyai hubungan
yang tidak tegak lurus atau paralel dengan unsur simetri yang ada. Kondisi ini
disebut sebagai general form. Jika mempunyai hubungan yang tegak lurus atau
paralel dengan unsur simetrinya disebut special form.
Bentuk atau form bisa dijumpai hanya pada satu sistem kristal saja atau
juga pada berbagai sistem kristal. Beberapa contoh bentuk (form) yang
berkaitan dengan penamaan kelas kristal adalah (Gbr 2-12) :
1. PEDION : bila hanya terdiri atas 1 bidang
2. PINACOID : bila hanya terdiri atas 2 bidang terbuka yang paralel
3. DOME : suatu bentuk terbuka dari 2 bidang yang tidak paralel, dimana
satu terhadap yang lainnya memiliki hubungan pencerminan
4. SPHENOID : 2 bidang non-paralel yang dikontrol oleh adanya sumbu lipat
dua
5. DISPHENOID : adanya pasangan 4 bidang, dua di atas merupakan bentuk
sphenoid dan duabentuk sphenoid dibawah
6. PRISMA : bentuk terbuka yang terdiri dari 3,4,6,8, dan 12 bidang yang
kesemuanya pararel terhadap sumbu sama, masing-masing dikontrol oleh
adanya sumbu lipat 3 (triad), 4 (tetrad) atau 6 (hexad) (gambar 2-12e-k).
7. PYRAMID : suatu bentuk terbuka yang bisa terdiri atas 3,4,6,8 atau 12
bidang yang tidak paralel dan saling berpotongan di satu titik,
masing-masing dikontrol oleh adanya sumbu lipat 3 (triad), 4 (tetrad) atau
6 (hexad)
8. SCALENOHEDRON : terdiri dari 3 bidang (tetragonal) atau 12 bidang
(hexagonal) yang merupakan pasangan simetri. Pada tetragonal pasangan
bidang yang atas dan bawah dikontrol oleh rotasi inversi 4(4), sedangkan
pada hexagonal satu pasangan bidang-bidang atas dan bawah dikontrol oleh
rotasi inversi 3(3)
9. TRAPEZOHEDRON : suatu bentuk terbuka yang terdiri dari 6,8 atau 12
bidang dengan 3,4 atau 6 bidang diatas dan 3,4 atau 5 bidang di bawah,
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 19
dimana tiap-tiap bidang berbentuk trapesium (mendekati trapesium).
Bentuk ini dikontrol oleh adanya sumbu lipat 3,4 atau 6 yang tegak lurus
sumbu lipat 2
10. DYPIRAMIDA : terdiri dari 6,8,12,15 atau 24 bidang-bidang piramid yang
saling berpotongan atas dan bawah akibat adanya cermin horizontal
11. ROMBOHEDRON : terdiri dari 6 bidang, dimana 3 bidang diatas dan 3
bidang di bawah, dan sudut antara dua bidang sebesar 60° dikontrol oleh
adanya sumbu lipat 3 yang terletak pada sudutnya
Gambar 2-12. Macam-macam bentuk kristal dan simetrinya
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 20
Gambar 2-12. Macam - macam bentuk kristal dan simetrinya (sambungan)
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 21
Gambar 2-12. Macam-macam bentuk kristal dan simetrinya (sambungan).
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 22
Gambar 2-1.2. Macam-macam bentuk krisral dan simetrinya (sambungan)
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 23
Selain bentuk-bentuk diatas yang dikelompokkan dalam bentuk non
isometri, maka juga .dapat dibedakan bentuk-bentuk kristal yang merupakan
bentuk isometrik. Pembahasan untuk masing-raasing bentuknya dapat dilihat
pada pembahasan sistim isometrik, sedangkan gambar dari bentuk-bentuknya
dapat dilihat pada gambar 2-13a-o dibawah ini.
Gambar 2-13. Bentuk-bentuk kristal isometrik dan simetrinya.
Laboratorium Petrologi & Mineralogi, FTG-UNPAD
Diktat Kristalografi 2 - 24
Gambar 2-13. Bentuk-bentuk kristal isometrik dan simetrinya (sambungan)
top related