asma dimar
Post on 27-Oct-2015
50 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS
Seorang Anak Dengan Sesak Nafas dan Status Gizi Kurang
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
Disusun Oleh:
Dimar Kumala Puspaningrum 01.208.5632
Pembimbing:
dr. Ch. Rini Pratiwi, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
1
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Presentasi CBD
Seorang Anak Dengan Sesak Nafas Status Gizi Kurang
Pembimbing,
dr. Ch. Rini Pratiwi, Sp.A
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. MA
b. Usia : 4 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. Alamat : Purworejo 04/05 Bonang, Demak
e. Nomer CM : 050.913
f. Tanggal Masuk : 28 Agustus 2013
g. Tanggal Pulang : 30 Agustus 2013
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 29 Agustus
2013:
a. Keluhan Utama
Sesak Nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Dua hari sebelum masuk Rumah Sakit, ibu mengatakan pasien
mengeluh panas semlenget. Panas dirasakan naik turun. Panas timbul
pada malam hari setelah siang harinya pasien kelelahan bermain dengan
teman di lingkungan rumahnya. Oleh ibunya pasien sempat diberikan
obat turun panas. Setelah beberapa saat panas akhirnya mereda. Pasien
tidak mual dan tidak muntah. Tidak batuk dan tidak pilek. Makan dan
minum masih dapat dilakukan seperti biasa. Anak tidak rewel. BAK
normal berwarna jernih dan jumlah cukup.
Satu hari sebelum masuk Rumah Sakit pasien mengeluh sesak nafas,
sesak nafas pasien dirasakan sejak pagi hari. Menurut ibu pasien, semakin
siang, sesak semakin bertambah sehingga pasien tidak bisa melakukan
3
aktivitas seperti biasa dan hanya tidur di tempat tidur. Ibu pasien belum
membawa pasien ke dokter dan belum minum obat apapun untuk
meredakan sesak napas pasien. Selain sesak pasien juga mengeluh batuk.
Batuk dirasakan ngekel, tetapi tidak berdahak. Tidak mengeluh pilek.
Tidak kejang, tidak nyeri kepala, tidak mimisan, buang air kecil (BAK)
dan BAB masih seperti biasa. BAK jernih, tidak sakit dan jumlah cukup.
Selama sakit, pasien masih mau makan dan minum. Karena sesak nafas
tersebut, ibu pasien akhirnya memutuskan untuk membawa pasien ke
IGD RSUD Sunan Kalijaga Demak, oleh dokter jaga lalu pasien di
sarankan untuk rawat inap.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya anak juga pernah sakit yang sama yaitu sesak nafas
sebanyak 2x. Serangan sesak pertama kali ± 2 bulan yang lalu setelah
pasien bermain dengan teman-temannya di sore hari. Sesak napas
dirasakan malam harinya. Kemudian ibu membawa pasien ke IGD dan
mendapat nebulizer, tetapi tidak sampai mondok.
Serangan yang kedua terjadi ± 1 bulan yang lalu setelah pasien lari-
larian 1 hari sebelumnya. Serangan yang kedua ini pasien juga mendapat
nebulizer di IGD. Serangan kali ini juga pasien tidak mondok di RS.
Pasien memiliki riwayat alergi udara dingin. Menurut ibu pasien setiap
kali udara dingin pasien akan mengalami hidung tersumbat.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada riwayat penderita asma.
Ayah pasien juga memiliki riwayat alergi udara dingin.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
4
Pasien tinggal serumah bersama kedua orang tuanya. Ayah bekerja
sebagai wiraswasta dan ibu ibu rumah tangga, dengan menanggung 2
orang. Anak pertama kelas 2 SD, dan yang ke 2 belum sekolah, Kesan
ekonomi : Cukup. Biaya pengobatan ditanggung Umum.
III. DATA KHUSUS
a. Riwayat Perinatal
Pasien lahir dari ibu dengan usia 28 tahun,G2 P1A0, dengan umur
kehamilan 9 bulan. Selama hamil ibu periksa rutin dan teratur di bidan.
Ibu tidak menderita penyakit selama hamil, tidak ada riwayat perdarahan.
Lahir dengan cara spontan di rumah bidan ditolong oleh bidan. Lahir
langsung menangis keras. Berat badan lahir 2900 gram dan panjang badan
48 cm.
b. Riwayat Imunisasi
i. BCG 1 kali (umur 0 bulan), timbul scar di lengan kanan atas
ii. Polio 4 kali (umur 0, 2, dan 2 lainnya lupa)
iii. Hepatitis B 3 kali (umur 0, dan 2 lainnya lupa)
iv. DPT 3 kali (umur 2, 2 lainnya lupa)
v. Campak 1 kali (umur 9 bulan)
Kesan: imunisasi dasar lengkap menurut petugas kesehatan berdasarkan
informasi dari ibu pasien tapi tanpa disertai bukti dari KMS (Kartu
Menuju Sehat).
c. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
1. Pertumbuhan
i. Berat badan lahir 2900 gram. Panjang badan 48 cm
ii. Berat badan sekarang 13,5 kg. Panjang badan 101 cm
Kesan : Pertumbuhan normal
5
2. Perkembangan
i. Anak mulai tersenyum spontan umur 1 bulan
ii. Anak mulai tengkurap dan angkat kepala umur 4 bulan
iii. Anak mulai duduk dengan bantuan usia ibu lupa
iv. Anak mulai merangkak umur ibu lupa
v. Anak mulai belajar berjalan umur 13bulan
vi. Anak mulai berbicara saat umur 11 bulan
vii. Anak mulai belajar makan sendiri usia ibu lupa
viii. Anak dapat berinteraksi dengan lingkungan usia ibu lupa
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia
d. Riwayat Makan dan Minum
i. ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 tahun, ASI ekslusif sampai
6 bulan.
ii. Sejak usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa bubur
susu.
iii. Mulai usia 10 bulan, anak diberi nasi lunak.
iv. Mulai usia 1 tahun, anak diberi makanan padat seperti makanan
keluarga 3 kali sehari.
Jenis Makanan FrekuensiNasi 3 kali sehari @ < 1 piringTahu / tempe 3 kali sehari porsi tidak teraturTelur 2 kali seminggu @ 1 butirAyam Jarang Ikan Kadang-kadangSayur 2 kali sehari, porsi tidak teraturBuah Frekuensi dan porsi tidak teraturAir putih Minuman harian penderitaSusu Diberikan bila ada
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman cukup baik
6
Kebutuhan Gizi kurang seimbang
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 29 Agustus 2013, pukul 08.00 WIB di
ruang bangsal dahlia kelas III. Anak Laki-laki usia 4 tahun, berat badan
13,5kg, panjang badan 101 cm.
Kesan Umum : sadar, lemah, tampak sesak.
a. Tanda Vital
i. Tekanan darah : -
ii. Nadi : 152 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
iii. Suhu : 38,0 0C
iv. Pernapasan : 80 x/menit
b. Status Gizi
BB: 13,5 kg
TB: 101 cm
BMI = BB/(TB)2 = 13,5/(1,01)2 = 13,5/1,0201 = 13,23 kg/m2
Kesan status gizi: kurang
c. Status Generalis
i. Kepala : kesan mesocephal
ii. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-)
iii. Telinga : discharge (-)
iv. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-) lidah
tremor, pernapasan mulut (-)
vi. Kulit : hipopogmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
vii. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
viii. Thorax : simetris, retraksi suprasternal (+) subcostal (+)
intercostal (+)
Paru
7
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, ada
retraksi.
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (+),
ronkhi kering (+),
Suara hantaran (+)
Jantung
Inspeksi : ictus codis tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrium (-)
Perkusi :
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke
medial
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan: Normal
ix. Abdomen
Inspeksi : Datar, gerakan peristaltik (+)
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-) di regio epigastrium,
hepar/lien tidak teraba besar
x. Ekstremitas
8
Superior InferiorEdema -/- -/-Akral dingin -/- -/-Pelebaran vena -/- -/-Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
xi. Status Neurologis
Rangsang Meningeal:
a. Kaku kuduk : negatif
b. Brudzinsky I – IV
- Neck sign : negatif
- Cheek sign : negatif
- Symphisis sign : negatif
- Leg sign : negatif
c. Kernig sign : negatif
Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas InferiorGerakan Bebas BebasKekuatan 5 5Refleks fisiologis (+) N / (+) N (+) N / (+) NRefleks patologis (-) / (-) (-) / (-)Tonus Normotonus/ Normotonus Normotonus/ NormotonusKlonus (-) / (-)
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin.
Darah rutinHasil Lab
(tanggal 29/8/13)Nilai normal
Hb 11,8 gr% 11,5-13
Ht 34 34-39
Leukosit 10.800 u/l 5.500-15.500
9
Trombosit 413.000 u/l 250.000-550.000
Kesan : darah rutin normal.
4. Pemeriksaan Khusus
Data Antopometri
Anak laki-laki, usia 4 tahun
Berat Badan : 13,5 kg
Tinggi Badan : 101 cm
Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :
WAZ = BB – median = 11-13,9 = -2,07 ( berat badan normal )
SD 1,40
HAZ = TB – median = 86 – 96,6 = -2,6 ( normal )
SD 3,60
WHZ = BB – median = 11 – 11,4 = -1 ( Normal )
SD 1
Kesan : Normoweight, Tinggi badan normal, status gizi normal
V. DAFTAR ABNORMALITAS
Data Anamnesis
2 hari panas semlenget
Sesak napas
Batuk tidak berdahak
Data Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum: lemah, tampak sesak
10
Suhu tertinggi 38,0 0C
Thorax : retraksi suprasternal (+) subcostal (+) intercostal (+)
Auskultasi paru : Suara tambahan wheezing (+), ronkhi kering (+),
Suara hantaran (+)
VI. DIAGNOSIS BANDING
a. Asma bronchial
b. Bronkitis
c. Bronkopneumoni
d. TBC
VII. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Asma Bronchiale
2. Diagnosis komorbid : -
3. Diagnosis komplikasi : -
4. Diagnosis gizi : gizi kurang
5. Diagnosis sosial ekonomi : cukup
6. Diagnosis Imunisasi : imunisasi dasar lengkap
7. Diagnosis Pertumbuhan : Garis pertumbuhan tidak dapat dinilai
8. Diagnosis Perkembangan : Sesuai umur
VIII. PENATALAKSANAAN
2. PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa
Menghindari factor pencetus
Medikamentosa
- O2 Nasal 2 ltr/mnt
- Infus D5% 12 tetes/menit
- Inj amoxan 3 x 400mg
11
- Inj dexametason 3 x 2 1/2 amp iv
- Paracetamol 3x1 C (bila panas)
- Extra nebule 2 x : pulmicort 1/2 resp
Ventolin 1/2 resp
IX. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan spirometri
b. Pemeriksaan analisa gas darah
c. Pemeriksaan foto thoraks (AP)
X. PROGNOSIS
Qua ad vitam = dubia ad bonam
Qua ad sanam = dubia ad bonam
Qua ad fungsional = ad bonam
XI. EDUKASI
Meminum obat yang teratur dan sesuai anjuran
Menghindari faktor alergi atau pencetus seperti debu dan kelelahan
Segera beristirahat yang cukup setelah melakukan aktivitas yang berat
Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
Segera pergi kepelayanan kesehatan jika terjadi kekambuhan
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Menghindari faktor alergi atau pencetus seperti debu, dingin dan
kelelahan
Segera beristirahat yang cukup setelah melakukan aktivitas yang berat
Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan
Segera pergi kepelayanan kesehatan jika terjadi kekambuhan
BAB II
12
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit Asma berasal dari kata “asthma” yang diambil dari bahasa Yunani
yang mengandung arti “sulit bernapas”.
Asma Adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma
adalah mengiberulang dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik
sebagai berikut:
• timbul secara episodik,
• cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
• musiman,
• setelah aktivitas fisik,
• ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
B. EPIDEMIOLOGI
13
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10%
pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi
asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun
sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002).
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003),
prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak
(jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah
dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak
daripada lelaki.
WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma.Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian
akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang.
C. ETIOLOGI
Etiologi asma bronkial belum diketahui dengan jelas. Tiap serangan biasanya
didahului dengan faktor pencetus.
• Faktor genetik
o Hiperreaktivitas.
o Atopi/Alergi bronkus.
o Faktor yang memodifikasi penyakit genetik.
o Jenis Kelamin.
o Ras/Etnik.
• Faktor pencetus
digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar tubuh dan dalam tubuh. Yang
termasuk faktor pencetus dari dalam tubuh yaitu infeksi saluran nafas, kecemasan,
stres psikis, aktivitas, olahraga, maupun emosi berlebihan. Faktor pencetus dari
luar tubuh yaitu debu (debu rumah), serbuk bunga, bulu binatang, zat makanan,
14
minuman, obat tertentu, zat warna, bau-bauan, bahan kimi, polusi udara, serta
perubahan cuaca atau suhu
• Infeksi virus
Infesi virus merupakan faktor pencetus yang panting untuk timbulnya
serangan asma. Hal ini disebabkan oleh kerusakan sel mukosa atau seeara tidak
langsung sebagai akibat berbagai reaksi karena terlepasnya mediator kimia.
• Alergen makanan
Pada anak yang agak besar serangan asma jarang sekali dicetuskan oleh
alergen makanan.Alergen makanan sebagai faktor peneetus hanya penting pada
masa bayi. Sensitivitas terhadap makanan seringkali menghilang dengan
bertambahnya umur.
• Alergen hirup
Tungau debu rumah yang terdapat dalam debu rumah merupakan alergen
hidup yang terpenting.Penghindarannya agak sulit oleh karena perlu usaha yang
terus menerus dan memerlukan ketekunan.Oleh karena seorang anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar tidur, maka harus diusahakan
agar kamar tidur dapat bebas dari debu rumah.Sekarang di Indonesia sudah
dipasarkan obat yang dapat membunuh tungau debu rumah. Alergen lain yang
penting juga adalah bulu binatang. Bilamana ada seorang anak menderita asma
maka sebaiknya dianjurkan untuk tidak memelihara anjing atau kucing di dalam
rumah.
15
• Bahan iritan
Oleh karena dasar utama dari penyakit asma adalah reaksi hiperreaktivitas
bronkus, maka semua bahan iritan baik yang bersifat spesidik (alergen) maupun
yang bersifat tidak spesifik dapat meneetuskan serangan asma. Bahan iritan
tersebut dapat berupa asal obat nyamuk, asap rokok, obat semprot rambut, minyak
wangi, bau bahan-bahan kimia, air dingin/es, udara dingin dll. Di antara semua
bahan yang bersifat iritan aspesifik tersebut yang paling berbahaya adalah asap
rokok. Terdapat bukti yang jelas bahwa asap rokok dapat menurunkan fungsi
paru. Jadi penghindaran terhadap asap rokok adalah sangat penting
• Olah raga
Latihan olah raga yang terlalu berat dapat menimbulkan serangan asma pada
sebagian besar penderita, sedangkan latihan jasmani sangat diperlukan oleh anak
asma untuk menambah kepercayaannya pada diri sendiri dan juga untuk
meningkatkan daya tahan tubuhnya terhadap rangsangan yang dapat mencetuskan
serangan asma. Latihan senam pernafasan misalnya, selain bermanfaat untuk
meningkatkan kekuatan tubuh seeara umum, juga mempunyai tujuan khusus
yakni memperkuat otot-otot pernafasan dan mengatur irama pernafasan sehingga
pada akhirnya akan terjadi peningkatan fungsi paru. Pada dasarnya anak asma
tidak dilarang untuk melakukan olah raga apapun, baik yang bersifat hobi maupun
yang bersifat kompetitif.Semua kegiatan olah raga tersebut dapat dilakukan di
luar serangan dan disesuaikan dengan kekuatan dan ketahanan masing-masing
anak. Latihan olah raga hams dilakukan secara teratur, dan sedikit demi sedikit
porsinya dapat ditingkatkan. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
asthma maka sebaiknya melakukan pemanasan dulu sebelum melakukan latihan
fisik yang berat dan kalau perlu memakai obat sebelumnya. Latihan olah raga
yang terbaik adalah berenang, karena olah raga ini dapat meningkatkan ketahanan
safaf otonom dan juga dapat memperkuat otot-otot pernafasan
• Faktor emosi
16
Gangguan emosi dapat mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi, hal ini
diduga terjadi melalui aktivitas jalur parasimpatis.
D. KLASIFIKASI
Dalam GINA 2004, klasifikasi derajat penyakit asma menurut tingkat gejala,
keterbatasan aliran udara, dan fungsi paru dikategorikan ke dalam empat kategori
yaitu :
17
Dengan mengacu pada GINA 2004, Pedoman Nasional Asma Anak Indonesia
tahun 2004 membagi klasifikasiderajat penyakit asma menjadi :
- Asma episodik jarang (Asma dengan serangan jarang)
Umumnya serangan dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran nafas bagian atas
dengan gejala pilek, demam ringan dan sakit tenggorokan. Gejala yang timbul
lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung selama 3 - 4 hari
tetapi batuk-batuknya dapat sampai 10 - 14 hari. ()bat yang di berikan : beta 2
agonis atau ephedrine per oral atau kalau perlu dapat dikombinasi dengan teofilin
oral. Pada serangan yang agak berat dapat ditambahkan kortikosteroid per oral
untuk jangka pendek. Bentuk serangan asma pada anak sebagian besar (70 - 74%)
adalah bentuk yang tingan ini. Setelah serangan dapat diatasi, sebaiknya
pengobatan tetap diteruskan selama 10 - 14 hari setelah bebas serangan untuk
menekan hiperreaktivitas bronkus yang mungkin Malt terjadi.
- Asma episodik sering(Asma dengan serangan sering)
Serangan biasanya didahului oleh infeksi virus akut pada saluran nafas bagian
atas. Pada anak di atas usia 5 tahun dapat terjadi serangan dengan penyebab yang
lain; biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan cuaca,
alergen/iritan, perubahan cuaca, kegiatan jasmani yang berlebihan atau emosi/
stress. Umumnya gejala memburuk pada malam hari dengan batuk dan mengi
sehingga mengganggu tidumya. Asma jenis ini merupakan 20 - 25% bentuk
serangan asma pada anak. Pada serangan asma jenis ini pengobatan profilaksis
sudah harus dimulai. Pada seorang anak yang diketahui kalau menderita serangan
infeksi virus akut pada saluran napas atas terjadi serangan asma, maka setiap kali
ia mendapat serangan infeksi harus diberikan bronkhodilator selama paling sedikit
14 hari dikombinasi dengan kortikosteroid jangka pendek (kurang dari 5hari).
Pada seorang anak yang berdasarkan anemnesa dapat diduga faktor pencetusnya
selain dicoba untuk dihindari, juga diberikan profilaksis bilamana temyata faktor
pencetus tersebut sulit dihindari. Misal seorang anak yang pada anamnesa kalau
melakukan olah raga terjadi serangan, sebelum dan sesudah latihan dapat
18
diberikan agonis beta - 2 aerosol, teofilin oral atau natrium kromolin aerosol.
Bilamana serangan akutnya sudah teratasi, tetap diberikan obat profilaksis
natrium kromolin aerosol dan/atau kortikosteroid aerosol dan/atau ketotifen. Di
bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM pengobatan ketotifen dengan dosis 2 x
1/2 mg pada anak kurang dari 3 tahun dan 2 x 1 mg untuk anak lebih 3 tahun
selama 3 sampai 6 bulan memberikan basil yang cukup baik.
- Asma persisten.
Biasanya kasus ini sangat jarang hanya merupakan 1 - 3% dari kasus asma anak.
Kasus asma berat ini biasanya serangannya dimulai pada usia kurang dari 3 tahun,
bahkan 25% kasus mendapat serangan sebelum usia 6 bulan. Pada golongan ini
hampir setiap hari selalu ditemukan mengi dan pada malam hari disertai gangguan
batuk.Aktivitas fisik sering menimbulkan serangan sehingga anak tidak dapat
melakukan kegiatan olahraga.Biasanya terdapat riwayat atopi dalam
keluarga.Sewaktu-waktu dapat terjadi serangan sesak berat sehingga memerlukan
perawatan di rumah sakit. Kelompok ini memerlukan obat kombinasi anti
inflamasi dan bronkhodilator untuk jangka pan jang. Dapat diberikan antara 6
bulan sampai 2 tahun.Diusahakan obat-obat diberikan secara aerosol.Kalau tidak
dapat, diberikan kombinasi obat oral dan obat aerosol dengan proporsi obat oral
seminimal mungkin.Kasus yang berat ini sebaiknya ditangani oleh seorang dokter
ahli (konsultan).
Klasifikasi asma lain berdasarkan derajat serangan yaitu
19
20
21
E. PATOFISIOLOGI
Obstruksi Saluran Respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan
oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang
diprovokasimediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin,
triptase, prostaglandinD2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast,
neuropeptidase yang dikeluarkan olehsaraf aferen lokal dan asetilkolin yang
berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yangditimbulkan dari kontraksi
otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh
darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga
timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan
lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debrisseluler .
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh
penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon
trakeobronkial. Salah satumekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran
nafas adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudiandapat menimbulkan
hiperinflasi toraks. Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat
mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan
rendahnyacompliancepada kedua paru.
Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara mekanik,
mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal .
Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan
timbulnyakelelahan dan gagal nafas
Hiperaktivitas Saluran Respiratori
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang
menyebabkan penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun
dapat berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi
22
sekunder serta berpengaruh terhadapkontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai
tambahan, inflamasi pada dinding saluran nafasyang terjadi akibat kontraksi otot
polos tersebut. Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika
pada pemberianhistamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan
penurunanForced Expiration Volume(FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik
asma, dan juga dapatdijumpai pada penyakit yang lainnya sepertiChronic
Obstruction Pulmonary Disease(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi.
Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupunadenosin, tidak memiliki
pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak sepertihistamin dan
metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sellain yang terdapat
disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.
Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus.
Kelainan inidisebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian
elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan
pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda
struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polosdapat menjadi
etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik .Peran dari
pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis pertubed
equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami kekakuan bila
dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang
merupakanfase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang
menetap atau persisten.Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder
terhadap inflamasi saluran nafas,kemudian menyebabkan timbulnya edema
adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoilelastis.Mediator inflamasi yang
dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan proteinkationik eosinofil, dikatakan
dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, samaseperti mediator
23
inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapatmemberikan
efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran
nafas.
Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada
salurannafas pasien asma dan penampakanremodeling saluran nafas merupakan
karakteristik asmakronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas
hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas
yang persisiten padaserangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan
bronkodilator .Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatanvolume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan
darisekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat
juga penumpukansel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri
mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, danDNA yang berasal dari sel inflamasi yang
mengalami lisis.Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu
mekanismeterhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan
mekanisme patofisologihingga terjadi sekresi sel granulasi.Degranulasi sel Goblet
yang dicetuskan oleh stimuluslingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya
pelepasan neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik.
Kemungkinan besar yang lebih penting adalah degranulasi yangdiprovokasi oleh
mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofilelastase,
kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease
24
F. PATOGENESIS
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai
olehserangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas
hiperreaktif.Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang
dengan penyakit atopik mengidapasma. Asma mungkin bermula pada semua usia
tetapi paling sering muncul pertama kalidalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang
asmanya muncul dalam 2 dekade pertamakehidupan lebih besar kemungkinannya
mengidap asma yang diperantarai oleh IgE danmemiliki penyakit atopi terkait
lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.Langkah pertama
terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigenyang
dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan
molekulMajor Histocompability Complexatau MHC (MHC kelas II pada sel T
CD4+dan MHC kelas I padasel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen
Precenting Cells(APC) utama pada saluranrespiratori.Sel dendritik terbentuk dari
prekursornya di dalam sumsum tulang, lalumembentuk jaringan yang luas dan
sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluranrespiratori. Kemudian, sel-
sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-
CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel
25
T,makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju
daerah yang banyak mengandung limfosit.Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-
sitokin lainnya, seldendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif Reaksi fase cepat
pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadapalergen Ig-E
spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen
alergiyang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase
lambat pada asmatimbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi
pengerakan dan aktivasi darisel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag.
Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul
adhesi, dan pelepasannewly generated mediator .Sel T pada saluran respiratori
yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi kearah Th2, selanjutnya
dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dantransaksi gen,
serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF
untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi,
sehingga reaksi faselambat semakin lama semakin kuat.
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan
kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan
berat. Secarakeseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan
perubahan struktur saluranrespiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori Remodeling juga merupakan hal penting
26
pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratoriyang non spesifik, terutama pada
pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2tahun) atau yang tidak sembuh
sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid.Gejala asma, yaitu batuk sesak
dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai
kronik dan hiperaktivitas bronkus. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervusvagus dan mungkin juga epitel saluran
nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akanmembuat epitel jalan nafas lebih
permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung
menyebabkan seranganasma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil,
trombosit dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang
kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors(PAF) dan
protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang
akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.
G. GEJALA
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih
sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu,
suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap
semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita
asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
27
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk
kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-
satunya gejala. Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat,
sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga
akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita
menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat.
Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita
seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa
persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan
pengobatan.
Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh
sempurna, Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan
menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara
terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan
oleh penderita
28
H. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
Adanya serangan asma yang berulang
Adanya riwayat asma, alergi bahan-bahan tertentu
Adanya pemaparan enviromental agent, penggunaan obat-obat yang belum
pernah dipakai
Ditemukan keluhan : mengi, batuk-batuk, dan sesak napas. Ada juga yang
hanya mengeluh batuk berulang saja, sesak napas saja atau batuk-batuk tanpa
dahak disertai sesak napas.
Berapa frekuensi dan lamanya serangan asma yang sudah pernah dialami
Bagi penderita lama, ditanyakan obat yang pernah dipakai.
PEMERIKSAAN FISIK
Saat serangan asma :
Penderita tampak gelisah, sesak napas (takipneu/bradipneu),kerja otot nafas
tambahan meninggkat, sianosis,kesadaran (normal/menurun)
Stridor ekspirasi, ekspirasi diperpanjang, wheezing (mengi)
Auskultasi : suara lemah, wheezing, ekspirasi diperpanjang
Asma ringan wheezing saat ekspirasi, asma berat wheezing saat
inspirasi dan ekspirasi
Saat diluar serangan :
Asma akut (sebelumnya) kelainan fisik tidak ada
Asma kronik auskultasi didengarkan wheezing walaupun penderita tidak
sesak napas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan faal paru derajat obstruksi yang terjadi
- spirometri
- Peak flow meter
29
Pemeriksaan laboratorium
- Darah : eosinofilia
- Sputum : eosinofilia, spiral crushman, kristal charcot leyden
- Tes kulit dengan alergen
- Pengukuran kadar IgE serum untuk asma alergi
Pemeriksaan radiologi
- Normal atau hiperinflasi
- Untuk mengetahui komplikasi : pneumotorak, pneumoni, atelektasis
Tes provokasi bronkus
Untuk mengetahui hiperaktivitas bronkus, pada penderita diluar serangan, tes
positif bisa timbul serangan asma, sehingga diagnosis asma positif
Beberapa tes provokasi :
- provokasi beban kerja
- provokasi dengan hiperventilasi isokapnik udara dingin
- provokasi inhalasi dengan bahan :
spesifik alergen tertentu
nonspesifik histamin, prostaglandin
Analisis gas darah
Bukan untuk diagnosis asma bronkial tapi untuk mendeteksi terjadinya gagal
napas.
Pemeriksaan EKG
Melihat seberapa jauh pengaruh asma bronkial pada jantung.
DIAGNOSIS BANDING
Asma pada anak dapat didiagnosis banding dengan:
GER, OSAS
rinosinobronkitis
fibrosis kistik
primary cilliary dyskinesis, vocal cord dysfunction
benda asing
30
Bronkiolitis, Bonkitis
Pneumoni
TBC paru
I. PENATALAKSANAAN
Sasaran terapi pada pasien asma dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi
yaitu peradangan saluran nafas dan gejala asma. Terapi asma disini bertujuan
untuk menghambat atau mengurangi peradangan saluran pernafasan serta
mencegah dan atau mengontrol gejala asma, sehingga gejala asma berkurang/
hilang dan pasien tetap dapat bernafas dengan baik.
Strategi terapi asma dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi non farmakologi (tanpa
menggunakan obat) dan terapi farmakologi (dengan obat).
Terapi Non Farmakologi
Untuk terapi non farmakologi, dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur,
misalnya saja renang. Sebagian orang berpendapat bahwa dengan berenang,
gejala sesak nafas akan semakin jarang terjadi. Hal ini mungkin karena dengan
berenang, pasien dituntut untuk menarik nafas panjang-panjang, yang berfungsi
untuk latihan pernafasan, sehingga otot-otot pernafasan menjadi lebih kuat. Selain
itu, lama kelamaan pasien akan terbiasa dengan udara dingin sehingga
mengurangi timbulnya gejala asma. Namun hendaknya olah raga ini dilakukan
secara bertahap dan dengan melihat kondisi pasien.
Selain itu dapat diberikan penjelasan kepada pasien agar menghindari atau
menjauhkan diri dari faktor-faktor yang diketahui dapat menyebabkan timbulnya
asma, serta penanganan yang harus dilakukan jika serangan asma terjadi.
Terapi Suportif
Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan.Pada keadaan tertentu, misalnya
terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik, atau atelektasis, diperlukan
31
tindakan untuk mengatasinya. Pada keadaan khusus, misalnya adanya gangguan
secara psikologis, maka peran psikolog atau psikiater anak sangat diperlukan karena
stres merupakan salah satu faktor pencetus serangan asma
Terapi Farmakologi
dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan yaitu:
• Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi
otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas,
memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma
(asthma attack).Contohnya yaitu bronkodilator.
• Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati
inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,
memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk
membantu mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya
yaitu kortikosteroid bentuk inalasi.
Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu parenteral
(melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi. Pemberian per
inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui
hirupan.Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek
samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis
yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.
32
33
Dosis obat yang sering dipakai untuk asma :
J. PENCEGAHAN
• Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan,
penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap
tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi
timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.
• Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah
melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak dari
asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu seperti anjing, burung, kucing;
memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi kelembaban kamar untuk anak
yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
• Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder, dan
tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang memiliki
riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada
suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada
janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan dilakukan saat janin
masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu hamil dan ibu yang
sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu (inducer) seperti: asap
rokok atau makanan yang alergenik.
• Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi (peradangan)
pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya adalah bayi atau
34
anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan
selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi dan riwayat atopi pada
orang tua.
• Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak
yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran pencetus
maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).
K. KOMPLIKASI
Pneumotorak
Pneumoni
Atelektasis
DAFTAR PUSTAKA
35
Behrman dan Vaughan (eds), Nelson: Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3, EGC, Jakarta
Rahajo, N.N. Supriyatno, B. Setyanto, D.B. (eds), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak ;
Respirologi Anak, 1st ed, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
Garna, H., 2002, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2nd,
Bagian/SMF Ilmu Keshatan Anak FKUP/RSHS Bandung, Bandung.
Nataprawira,H.M, 2007, Peran Asthma Control Test (ACT) dalam Tatalaksana
Mutakhir Asma Anak; www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=454
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, 2nd ed, EGC, Jakarta
Pusponegoro, H. D. Dkk (eds), Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, 1st ed,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta
36
top related