asma bronchial 5.docx
Post on 03-Apr-2018
243 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
1/39
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit
asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan
mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara
maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di
Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari
seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian
gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma
yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma
(GINA).1
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 81% pada anak dan 3-5% pada
dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% . Berdasarkan laporan
National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada
anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa >
18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan
lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian
akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat
asma atau 1,6 per 100 ribu populasi (Dahlan, 1998; Kartasasmita, 2008).
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
ini tergambar dari data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan
asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama
dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan
emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik
11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
2/39
2
menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 %
yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.2
Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalahkesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.
Dampak buruk asma meliputi menurunnya produktivitas dan kualitas hidup, serta
meningkatnya ketidakhadiran di sekolah, biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit
dan bahkan kematian.
Oleh karena itu penulisan makalah ini bertujuan untuk dapat menurunkan
insidensi kekambuhan penyakit asma bronchial sehingga angka morbiditas dan mortalitas
karena asma dapat berkurang pula.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai
pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus
selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan
edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan
keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan
yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah
terjadinya serangan asma.3
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
3/39
3
BAB II
PERMASALAHAN
Permasalahan yang didapatkan pada pasien ini adalah asma bronchial yang sudah
diderita selama 6 tahun.
2.1 Anatomi Sistem Respirasi
Anatomi sistem respirasi dibagi menjadi sistem respirasi atas dan sistem respirasi
bawah. Sistem respirasi atas dimulai dari hidung, faring, laring, sampai trake. Sistem
respirasi bawah dimulai dari bronkus, bronkiolus sampai alveolus.
Gambar 1. Anatomi Sistem Respirasi
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang
dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakhir
pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus
respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis.
Gambar 2. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
4/39
4
2.2 Fisiologi Sistem Respirasi
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas
dan keseimbangan asam basa.
2.2.1 Fungsi pertukaran gas
Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi, yaitu:7
1. VentilasiMerupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang
trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang.
Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari
tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
Gambar 3. Proses Ventilasi (1) istirahat (2) inspirasi (3) ekspirasi
Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan
iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intra pleura
dari4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekitar8mmHg. Pada saatyang sama tekanan pada intra pulmunal menurun 2 mmHg (relatif terhadap tekanan
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
5/39
5
atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara
mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir.
Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak
yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru.
2. DifusiDifusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-
kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan
parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli
mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah.
Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida
dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.
Gambar 4. Proses Difusi Udara
3. PerfusiPerfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui
transport aliran darah. Oksigen dapat masuk ke jaringan melalui dua jalan : pertama
secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin
sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
6/39
6
bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel
darah merah.
Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 mloksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ), bila darah teroksigenasi mencapai
jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial
oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam
cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing.
Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan
jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan
dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah.
7
2.2.2 Pengatur Keseimbangan Asam Basa
Fungsi sebagai pengatur keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar
7,35 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 7,45. Pada
peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun bertambahnya produksi CO2
jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis
respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan
lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius
adalah suatu keadaan PaCO2 turun akibat hiperventilasi.7
2.3 Definisi Asma
Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan
ini bersifat sementara/reversible. (WHO)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan. (The American Thoracic Society)
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
7/39
7
2.4 Etiologi Asma
Sampai pada saat ini etiologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti.
Diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus.
Hiperreaktivitas bronkus itu belum diketahui dengan jelas penyebabnya.
Gambar 5. Etiologi Asma
Namun demikian, ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi yang dapat mencetuskan timbulnya serangan asma bronkhial. Secara umum
faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan.1
Gambar 6. Faktor Pencetus Serangan Asma
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
8/39
8
1. Faktor genetika. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyaikeluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkusSaluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.
c. Jenis kelaminPria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi
asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapimenjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa
menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnike. Obesitas
Obesitas atau peningkatan body mass index (BMI), merupakan faktor resiko asma.
Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum
jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki
gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungana. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)
3. Faktor laina. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk,
bahan penyedap, pengawet dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentuContoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritosin, tetrasiklin,analgesik, antipiretik, dan lain-lain.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
9/39
9
c. Bahan yang mengiritasiContoh:parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebihStress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasihat untuk menyelsaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diobati maka gejala asmanya lebih sulit diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasifAsap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat
diukur seperti meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangang. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu.
Sebagaian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktiviatas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,
musin kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan)
2.5 Proses Imunologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alegen,
virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui
2 jalur, yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas
tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang
dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlahbesar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
10/39
10
permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus kecil.
Bila sesorang menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang
tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat padasel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik,
eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding
bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot
polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran nafas.1
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel
yang sensitif terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Spasme
bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin
yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada pasien dengan komponen alergi yang
kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan.
Gambar 7. Reaksi Fase Cepat pada Asma
Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase
awal. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa minggu.Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil,
netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi
molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
11/39
11
Gambar 8. Reaksi Fase Lambat pada Asma
Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast
dan makrofag akan menbuat epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan
alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi.
Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan
reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi
udara dingin, asap, kabut, dan SO2.
Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek syaraf. Ujung syaraf
eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP). Neuropeptida
itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma,
hipersekresi lendir, dan aktifasi sel-sel inflamasi.1
Gambar 9. Proses Imunologi dan Jalur Syaraf Otonom Asma
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
12/39
12
2.6 Patogenesis Asma
Dasar patogenesis terjadinya serangan asma adalah terjadinya obstruksi saluran
napas yang diakibatkan oleh adanya adanya inflamasi dan hiperaktivitas saluran napas,
spasme otot bronkus dan hipersekresi mukus.
Gambar 10. Obstruksi Saluran Nafas Pada Asma
2.6.1 Hiperaktivitas Saluran Napas
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan
dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh
terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding
saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.(7)
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada pemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan penurunan Forced
Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma, dan juga dapat
dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease
(COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun
adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak
seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung
serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.(7)
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
13/39
13
2.5.2 Spasme Otot Polos Bronkus
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan
ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot
polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asmaberhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot.
Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pada struktur filamen
kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas
saluran nafas yang terjadi secara kronik.(7)
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis
pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami
kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang
merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap
atau persisten. Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi
saluran nafas, kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan
dari tekanan rekoil elastis.(7)
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein
kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi,
sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapat
memberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri
saluran nafas.(7)
2.6.3 Hipersekresi Mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran
nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik
asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu
ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang
persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan
bronkodilator.(7)
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan
volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari
sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
14/39
14
penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi
bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis. (7)
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu mekanisme
terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan mekanismepatofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel Goblet yang dicetuskan
oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan neuropeptidase
lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang lebih penting adalah
degranulasi yang diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret,
seperti neutrofil elastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-
protease.(7)
2.7 Patofisiologi Asma
Patofisiologi asmadidasari oleh adanya hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menjadi faktor pencetus terjadinya serangan asma. Obstruksi saluran
napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, hipersekresi mukus, edema
dan inflamasi dinding bronkus.
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napasmenyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya
obstruksi terjebak dan tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan udara residu
dan kapasitas residu fungsional sehingga pasien akan bernapas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap
terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini
diperlukan otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif
dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi),
sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi
paru.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi pada saluran napas yang besar, sedang,
maupun kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
15/39
15
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada
daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah
tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma
sub-klinis. Untuk megatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar
kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan
sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik.
Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus
tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini
menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot bantu pernapasan bertambah berat serta
terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan
penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosisrepiratorik atau gagal napas.
Gambar 11. Patofisiologi Asma
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
16/39
16
Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan
konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran
darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk
hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi2. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan
sirkulasi darah paru
3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoliKetiga faktor tersebut akan mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis
respiratorik pada tahap lanjut.
2.8 Gambaran Klinis Asma
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak
napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada
asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin.
Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan
selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang
purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi,
dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu
dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi
bronkus dengan metakolin.9
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma
tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor
pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas
maupun perubahan cuaca.9
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal
minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap
memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan
dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
17/39
17
flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja
mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.9
2.9Klasifikasi asmaSebenarnya derajat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat asma
persisten dapat berkurang atau bertambah. derajat gejala eksaserbasi atau serangan asma
dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.
2.9.1 Klasifikasi menurut etiologiBerdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu sebagai beikut :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti
yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
18/39
18
2.9.2 Klasifikasi menurut gejalaMenurut gejala, asma diklasifikasikan menjadi asma intermiten, persisten ringan,
persisten sedang, dan persisten berat. (Tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala Pada Orang Dewasa
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru
intermitten Bulanan
Gejala 80%
VEP180% nilai
prediksi APE
80% nilai terbaik
Variabilitas APE
20-30%
Persisten
sedang
Harian
Gejala setiap hari
Serangan menggangu
aktivitas dan tidur
Bronkodilator setiap
hari
>2 kali sebulan APE 60-80%
-VEP1 60-80%
nilai prediksi APE
60-80% nilai
terbaik
-Variabilitas APE
>30%
Persisten
berat
Kontinyu
Gejala terus menerus
Sering kambuh
aktivitas fisik terbatas
Sering APE 60%
VEP1 60% nilai
prediksi APE
60% nilai terbaik
Variabilitas APE
>30%
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
19/39
19
2.9.3 Klasifikasi Menurut Kontrol AsmaKontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah
kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak
realistis. Maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit. Kontrol yang lengkap
biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan
mempertahankan kontrol untuk waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa
efek samping.
Ciri-ciri asma terkontrol
1. Tanpa gejala harian2. Tanpa keterbatasan aktivitas harian3. Tanpa gejala asma malam4. Tanpa pengobatan pelega5. Fungsi paru normal atau hampir normal6. Tanpa eksaserbasi
Ciri-ciri asma tidak terkontrol
1. Asma malam (terbangun malam hari karena gejala asma)2. Kunjungan ke IGD karena serangan asma akut3. Kebutuhan obat pelega meningkat
2.10 Diagnosis AsmaDiagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani
dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik
awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan
batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering
ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit.1
Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan
reversibilitas yang dapat membantu diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu
identifikasi faktor resiko. Pada penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru
normal, pengukuran respons dapat membantu diagnosis.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
20/39
20
Asma diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah dengan
waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut ambang
kontrol. Untuk dapat mendiagnosis asma diperlukan pengkajian kondisi klinis serta
pemeriksaan penunjang.1
2.10.1 AnamnesisAda beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat hidung
ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah dan berair (konjungtivitis alergi),
dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit
akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena
masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat
keluarga (riwayat asma, rhinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang
di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah.
Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan
karpet berbulu, sofa kain beludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah
sesak seperti bau-bauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien
merokok, orang lain yang merokok, di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan
pasien, apakah ada beta blocker, aspirin, atau steroid.1
2.10.2 Pemeriksaan klinisPada pemeriksaan fisik pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas,
dan terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan: napas cepat
sampai sianosis, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan
dada. Pada auskultasi dapat ditemukan mengi, ekspirasi memanjang.1,9
2.10.3 Pemeriksaan penunjanga. Uji faal paru
- SpirometriSpirometri adalah alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan
diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Untuk
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
21/39
21
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan
efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi.
Gambar 12. Pemeriksaan Spirometri pada Pasien Asma
- Peak flow meter/PFMPeak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan
pemeriksaan objektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan
dibanding PFM oleh karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV, untukdiagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar,
PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan
dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
b. X-ray toraks.Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan oleh
penyakit asma
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
22/39
22
c. Pemeriksaan IgEUji tusuk kulit (skin prick test), untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor
pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.Pemeriksaan darah IgE atopi dilakukan dengan cara radio allergo sorbent test
(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
d. Petanda inflamasiDerajat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan
atas penilaian objektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan
merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran
napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam
sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis
sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan
Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma.
Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi
tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
e. Uji hipereaktivitas bronkus/HRBPada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan
dengan berbagai test provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi
droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada
penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada
subyek alergi tanpa asma. Di samping ukuran alergen dalam alam yang terpajan
pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2-20m,
tidak dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan
informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi non spesifik untuk
mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin
atau kering, histamin dan metakolin.1
2.11 Diagnosis Banding
Diagnosis banding asma bronchial diantaranya adalah bronkitis kronik, emfisema
paru, gagal jantung kiri akut (asma cardial), dan emboli paru.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
23/39
23
a. Bronkitis kronikDitandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis,
bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertaisputum biasanya didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok
berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelmaan disertai mengi dan
menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut, datap ditemukan
sianosis dan tanda-tanda cor pulmonal.
b. Emfisema paruSesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema
tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor,
pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada
menunjukkan hiperinflasi.
c. Gagal jantung kiri akutDulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila
timbul pada malam hari disebut paroxyismal nokturnal dyspnea. Pasien tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang
bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan
gejala gagal jantung. Disamping ortopnea pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
d. Emboli paruHal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi,
gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk-natuk
yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan,
pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan
elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
24/39
24
2.12 Komplikasi AsmaKomplikasi yang dapat ditimbulkan dari asma bronchial ini diantaranya adalah:
a. Pneumothoraksb. Pneumodiastinum dan emfisema subkutisc. Atelektasisd. Aspergilosis bronkopulmoner alergike. Gagal napasf. Bronkitisg. Fraktur iga
2.13 Status Asmatikus
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang
berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang
lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya
hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam. Gambaran klinis
status asmatikus
- Penderita tampak sakit berat dan sianosis.- Sesak nafas, bicara terputus-putus- Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita
sudah jatuh dalam dehidrasi berat.
- Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapilambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah
kemudian jatuh ke dalam koma.
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang men
gancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus seperti ini, kerja
pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat meningkat, kebutuhan
oksigen juga meningkat,karena individu yang mengalami asma tidak dapat memenuhi
kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan
oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan
spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat
menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila
individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
25/39
25
BAB III
PERENCANAAN
Sebagai upaya untuk menurunkan prevalensi dan angka kekambuhan penyakit
asma broncial penulis sudah melakukan penyuluhan dan topik yang diangkat adalah
Asma Bronchial dan Penatalaksanaannya.
3.1 Penatalaksanaan Asma menurut GINA
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA) ada 6 komponen penting dalam
penatalaksanaan asma, yaitu:
1. Penyuluhan kepada pasienKarena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang,
diperlukan kerjasam antara pasien, keluarganya serta tenaga kesehatan. Hal ini
dapat tercapai bila pasien dan keluarganya memhami penyakitnya, tujuan
pengobatan, obat-obat yang dipakai serta efek samping.
2. Penilaian derajat beratnya asmaPenilaian derajat beratnya asma baik melaluipengukuran gejala,
pemeriksaan uji faal paru dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai
hasil pengobatan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak pasien asma
yang tanpa gejala, ternyata pada pemeriksaan uji faal parunya menunjukkan adanya
obstruksi salura napas.
3. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus seranganDi harapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus
serangan, sehingga kekambuhan asma makin berkurang dan derajat asma makin
ringan.
4. Perencanaan obat-obat jangka panjangUntuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan gejala
asma, ada 3 hal yang harus dipertimbangkan
a. Obat-obat anti asma
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
26/39
26
b. Pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tanggac. Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.
5. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari yang
ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau
bisa juga perlahan-lahan dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu
diingat bahwa serangan asma akut menunjukkan rencana pengobatan jangka
panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan faktor pencetus.
Tujuan pengobatan serangan asma yaitu:
a. Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segerab. Mengatasi hipoksemiac. Mengambalikan fungsi paru kearah normal secepat mungkind. Mencegah terjadinya serangan berikutnyae. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai cara-
cara mengatasi dan mencegah serangan asma.
6. Berobat secara teraturUntuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan pasien asma pada
umumnya memerlukan pengawasanyang teratur daritenaga kesehatan. Kunjungan yang
teratur ini diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara pemakaian obat, cara
menghindari faktor pencetus serta oenggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil
pengobatan, kunjungan ini akan semakin jarang.9
3.2 Obat Anti AsmaObat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau
gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala
maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat
pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan
untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
27/39
27
demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi
gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan
setelah tujuan pengobatan asma tercapai 68 minggu.(10)
3.2.1 Obatobat Pereda (Reliever)(9)
Obat pereda serangan asma dibagi menjadi beberapa golongan yaitu bronkodilator,
antikolinergik, dan kortikosteroid.
1. Bronkodilatora. Short-acting 2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada
anak. Reseptor2 agonistberada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-
sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12).
Obat ini menstimulasi reseptor 2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP
menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang
menyebabkan terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens
mukosilier, penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator
sel mast(12).
Epinefrin/adrenalinTidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2
agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor 1, 2, dan
sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi,
takiaritmia, tremor, dan hipertensi(12)
.
Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek
bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada
jantung dan CNS(12).
2 agonis selektif(12)Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol. Pemberian oral
menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
28/39
28
Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek
puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 46 jam.
- Serangan ringan : MDI 24 semprotan tiap 34 jam.- Serangan sedang : MDI 610 semprotan tiap 12 jam.- Serangan berat : MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada
keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek
samping takikardi lebih sering terjadi.
b. Methyl xanthineEfek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi
karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini
diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan
anticholinergick.(9)
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor
adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah
pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan
karena menimbulkan nyeri setempat yang lama.
Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan
absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine
didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu.
Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama
urin. (11)
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi
yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.(9)
2. AnticholinergicsObat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi
2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik..(9) Efek sampingnya adalah
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
29/39
29
kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan
pada terapi asma jangka panjang pada anak.(9)
3. KortikosteroidKortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:(9)
Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yangcukup lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroidhirupan sebagai kontroler.
Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai
perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di
pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 12 mg/kgBB/hari
diberikan 23 kali sehari selama 35 kali sehari.(9)
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis
eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru
dan menurunkan permeabilitas vascular.(11)
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi
kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid
minimal.
3.2.2 Obat
obat Pengontrol (3,10)
Obat obat asma pengontrol termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid,
leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting
oral 2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroidGlukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaaninhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
30/39
30
mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi
glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari
eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi
paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi
latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah
terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation
receptor 2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek
samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan
gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotr iene Receptor Antagonist (LTRA)Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin
hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang
membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah
sebagai berikut :
LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenilleukotriane;
Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,
penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat
montelukastini belum ada di Indonesia;
Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu denganmeningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming
growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis,
hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan
fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator. Ada 2 preparat LTRA :
- Montelukast- Zafirlukast
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
31/39
31
Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan
asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu
fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.
3. Long acting2 Agonist (LABA)Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS
400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan
sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.
Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone
propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide
dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan
obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.
4. Teofilin lepas lambatTeofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.
Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.
Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan
SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek
samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada
dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.
3.3 Pengobatan Farmakologis Berdasarkan Anak Tangga
Berdasarkan pengobatan sistemik anak tangga, maka mnurut berat ringannya
gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat, obat yang dipakai setiap hari obat-obat
pencegah, dosis tinggi, kortikosteroid hirup, bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid
oral jangka panjang (tabel 3).9
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
32/39
32
Tabel 2. Pengobatan Asma Jangka Panjang Menurut Sistem Anak Tangga
Tahap Obat Pencegah Harian Pilihan Lain
Asma Intermitten Tidak diperlukan
Asma Persisten Ringan Kortikosteroid hirup
500g BDP
(beclomethasone
diproprionate) atau
ekuivalen
Teofilin lepas lambat
Kromolin
Anti leukotrin
Asma Persisten Sedang Kortikosteroid hirup
(200-1000 g BDP atau
ekuivalen) + LABA (long
acting beta agonist)
- Kortikosteroid hirup 500-
1000g BDP atau ekuivalen
+ teofilin lepas lambat atau
- Kortikosteroid hirup 500-
1000g BDP atau ekuivalen
+ oral LABA atau
- Kortikosteroid hirup dosis
lebih tinggi >1000g BDP
atau ekuivalen
- Kortikosteroid hirup dosis
lebih tinggi >1000g BDP
atau ekuivalen + anti
leukotrin
Asma Persisten Berat Kortikosteroid hirup
(>1000 g BDP atau
ekuivalen) + LABA satu
atau lebih obat berikut
bila diperlukan
- Teofilin lepas lambat- Anti leukotrin- LABA oral- Kortikosteroid oral- Anti IgE
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
33/39
33
3.4 Pengobatan Asma Berdasarkan Sistem Wilayah Bagi Pasien
Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui
perjalanan dan kronisitas asma, memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini
serangan asma, dan dapat bertindak segera mengatasi kondisi tersebut. Denganmengunakan peak flow meter pasien diminta mengukur secara teratur setiap hari, dan
membandingkan nilai APE yang didapat pada waktu itu dengan nilai terbaik APE pasien
atau nilai prediksi normal.9
Seperti halnya lampu pengatur lalu lintas, berdasarkan nilai APE akan terletak pada
wilayah:9
Tabel 3. Pengobatan Asma Berdasarkan Sistem Wilayah Bagi Pasien
Hijau Berarti Aman
Nilai APE luasnya 80-100% nilai prediksi, variabilitas kurang dari 20%. Tidur dan
aktivitas tidak terganggu. Obat-obat yang dipakai sesuai dengan tingkat anak tangga saat
itu. Bila 3 bulan tetap hijau, pengobatan ini diturunkan ke tahap yang lebih ringan.
Kuning Berarti Hati-Hati
Nilai APE luasnya 60-80% nilai prediksi, variabilitas 20-30%. Gejala asma masih normal,
terbangun malam karena asma, aktivitas terganggu. Daerah ini menunjukkan bahwa pasien
sedang mendapat serangan asma.sehingga obat-obat anti asma perlu ditingkatkan atau
ditambah antara lain agonis beta 2 hirup dan bila perlu kortikosteroid oral. Mungkin pula
tahap pengobatan yang sedang dipakai belum memadai, sehingga perlu dikaji ulang
bersama dokternya.
Merah Berarti Bahaya
Nilai APE di bawah 60% nilai prediksi. Bila agonis beta 2 hirup tidak memberikan respon,segera mencari pertolongan dokter. Bila dengan agonis beta 2 hirup membaik, masuk ke
daerah kuning, obat diteruskan sesuai dengan wilayah masing-masing. Pada wilyah merah,
kortikosteroid oral diberikan lebih awal dan diberikan oksigen.9
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
34/39
34
3.5Pengobatan Serangan Asma Akut
Tabel 4. Pengobatan Serangan Asma Akut
Gejala Terapi lokasi
Ringan Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang
setia 1 jam
Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg
Di rumah
Sedang Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan
agonis beta 2 inhalasi
Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin
subkutan. Aminofilin 5-6mg/kgbb
- puskesmas
- klinik rawat jalan
- IGD
-praktek dokter umum
-rawat inap jika tidak ada
respons dalam 4 jam.
Berat Terbaik :
-Oksigen 2-4 liter/menit
-agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali
dalam 1 jam pertama
-aminofilin IV dan infuse-steroid IV diulang tiap 8 jam
- IGD
- Rawat inap apabila dalam
3 jam belum ada perbaikan
-pertimbangkan masuk ICU
jika keadaan memburukprogresif.
Mengancam
jiwa
Terbaik
-lanjutkan terapi sebelumnya
-pertimbangkan intubasi dan ventilasi
mekanik
ICU
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
35/39
35
BAB IV
PELAKSANAAN
Proses intervensi yang dapat dilakukan pada keluarga dan pasien dengan asma
broochial harus mencakup berbagai aspek sebagai berikut:
4.1EdukasiEdukasi ini dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Edukasi mencakup hal-hal di
bawah ini:
- Menjelaskan apa saja yang menjadi faktor pencetus serangan pada asma.Dengan demikian diharapkan dengan mengetahui dan mengendalikan faktor
pencetus serangan, angka kekambuhan asma makin berkurang dan derajat serangan
asma menjadi semakin ringan.
- Peran keluargaKarena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang, diperlukan
kerjasama antara pasien dan keluarganya (mengingatkan selalu siap sedia obat
untuk mengatasi serangan asma).
4.2Medikamentosa- Pasien ini datang dengan serangan asma akut, sehingga ditatalaksana dengan
pengobatan asma akut.
- Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan gejala asma,ada 3 hal yang harus dipertimbangkan
o Obat-obat anti asmao Pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tanggao Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.
- Obat-obatan yang dapat diberikan adalah obat pereda serangan asma (reliever) danobat pengontrol asma untuk mencegah kekambuhan.
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
36/39
36
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
5.1Monitoring dan EvaluasiMonitoring yang dapat dilakukan terhadap pasien adalah dengan mengamati
apakah pasien sudah dapat menghindari faktor pencetus serangan. Hal ini dapat dilakukan
dengan memonitor tingkat kekambuhan asama. Jika kekambuhan berkurang berarti pasien
sudah berhasil mengendalikan faktor resiko kekambuhan.
Evaluasi terhadap pengobatan umumnya memerlukan pengawasan yang teratur dari
tenaga kesehatan. Kunjungan yang teratur ini diperlukan untuk menilai hasil pengobatan,
cara pemakaian obat, cara menghindari faktor pencetus serta penggunaan alat peak flow
meter. Makin baik hasil pengobatan, kunjungan ini akan semakin jarang.
5.2Pengambilan Kesimpulan Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan
mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas yang
bersifar reversible/sementara.
Eksaserbasi asma biasanya timbul akibat faktor pencetus tertentu dan memerlukansuatu penanganan yang bersifat segera dan pengawasan secara ketat untuk
mengurangi timbulnya perburukan
Penanganan eksaserbasi asma dimulai dengan penentuan derajat beratnya serangan. Penatalaksanaan asma dapat dilakukan dengan menghindari faktor pencetus
serangan dan pemeberian medikamentosa sebagai reliever (pereda serangan) dan
controller (mencegah serangan).
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
37/39
37
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
38/39
38
PENUTUP
-
7/28/2019 ASMA BRONCHIAL 5.docx
39/39
DAFTAR PUSTAKA
1. Rengganis, I. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen IlmuPenyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58;
No.11;Nopember 2008.
2. Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison,Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Terjemahan Asdie, A. H.,
et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar SP,et al. Allergy And Asthma, The Scenario In Indonesia. In: Shaikh WA. Editor.
Principles And Practice Of Tropical Allergy And Asthma. Mumbai: Vicas Medical
Publisher; 2006.707-36
5. Ohrui T, Yasuda H, Yamaya M, Matsui T, Sasaki H. Transient Relief Of AsthmaSymptoms During Jaundice: A Possible Beneficial Role Of Bilirubin . Department of
Geriatric and Respiratory Medicine, Tohoku University School of Medicine
6. Alsagaff, H., Mukty, A. 2009. Anatomi dan Faal Pernapasan dalam Dasar-DasarIlmu Penyakit Paru, Edisi 6. Airlangga University Press: Surabaya
7. Rahmawati, I., Yunus, F., Wiyono, WH. 2003. Artikel: Tinjauan KepustakaanPatogenesis dan Patofisiologi Asma. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Persahabatan:
Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran No. 141, 2003
8. Sukamto, Sundaru, H. 2006. Asma Bronkhiale Dalam Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta
9. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of ChronicObstructive Pulmonary Disease. USA:2007. http://www.goldcopd.com/Guidelineitem
top related