askep orchitis
Post on 03-Jan-2016
980 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ASKEP ORCHITIS
KASUS 4
Tn B 25 th datang ke RS dengan keluhan demam, dari penis keluar nanah, nyeri ketika berkemih
(disuria). Dari hasil pengkajian fisik didapatkan, pembengkakan kelenjar getah bening di
selangkangan, skrotum, dan testis. Testis juga teraba lunak. Klien mengatakan pernah menderita
gondongan (mumps) 5 tahun yang lalu.
Diagnosa Medis ORCHITIS
PEMBAHASAN KASUS
DEFINISIOrkhitis merupakan suatu inflamasi testis (kongesti testikular), yang biasanya dapat disebabkan
oleh factor-faktor pyogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia, atau factor yang tidak
dapat diketahui.
Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar kasus
berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun virus lain dan bakteri juga dapat
menyebabkan orchitis.
ETIOLOGI- Virus : orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi coksakievirus tipe A, varicella, dan
echoviral jarang terjadi.
- Infeksi bakteri dan pyogenik E. coli, Klebsiella, pseudomonas, Stafilokokkus, dan
Sterptokokkus.
- Granulomatous : T. pallidum, Mycobakterium tuberculosis, Mycobakterium leprae,
Actinomycetes
- Trauma sekitar testis
- Virus lain, meliputi coksakievirus tipe A, varicella, dan echoviral
- Beberapa kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella (MMR) dapat
menyebabkan orchitis
- Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau laki-
laki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorhoeae, Clamidya trachomatis, Escherichia
coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Stafilococccus, Streptococcus
- Idiopatik
EPIDEMIOLOGI
Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki
Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda dari
10 tahun).
Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan dengan epididimitis
(epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual lebih tua
dari 15 tahun atau pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH).
Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong berkembang
orchitis. Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki postpubertal dengan gondong.
FAKTOR RESIKO
- Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan factor resiko yang umum untuk epididimis
akut. Uretritis atau prostatitis juga bisa menjadi factor resiko
- Refluks urin terinfeksi dari uretra prostatic ke epididimis melalui saluran sperma dan vas
deferens bisa dipicu melalui valsava atau pendesakan kuat
Factor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah :
- Imunisasi gondongan yang tidak adekuat
- Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
- Infeksi saluran berkemih berulang
- Kelainan saluran kemih
Factor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
- Berganti-ganti pasangan
- Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
- Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
MANIFESTASI KLINIS
Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
Kelelahan / mialgia
Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
Demam dan menggigil
Mual
Sakit kepala
Pembesaran testis dan skrotum
Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
Pembengkakan KGB inguinal
Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis
KOMPLIKASI
Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis.
Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk
mengurangi tekanan dari tunika.
Abscess scrotalis
Infark testis
Rekurensi
Epididymitis kronis
Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang
didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya
sementara.
Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang disebabkan
oleh gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki penderita epididymitis
yang tidak diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum
diketahui.
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang menunjukkan gejala dan tanda-tanda
epididimo orkitis, yaitu nyeri hebat dan pembengkakan di daerah belakang testis hingga testis
disertai skrotum yang bengkak dan berwarna merah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada sisi yang sakit, teraba epididimis yang
edema dari ekor hingga kepala epididimis. Salah satu pemeriksaan yang penting adalah Prehn
Sign untuk menyingkirkan diagnosis banding torsio testis. Meskipun Prehn Sign bukan patokan
pasti untuk diagnosis torsio testis, namun dalam praktek klinik dimana tidak terdapat alat
Doppler, pemeriksaan ini dapat membantu untuk menetapkan dilakukan eksplorasi testis dengan
segera atau tidak.
Menurut 2010 United Kingdom national guideline for the management of epididymo-orchitis,
ada beberapa lamgkah yang dilakukan untuk diagnosis:
a. Apusan Gram dari uretra. Pemeriksaan ini dilakukan meskipun gejala uretritis tidak ada.
Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis uretritis (> 5 PMNLs perlapang pandang besar x
1000) dan diagnosis untuk gonorrhea (Gram negative intracellular diplococci). Apabila
pemeriksaan mikroskopik apusan uretra dari seorang pria memperlihatkan diplokokus
intraseluler gram negative, pasien menderita uretritis gonokokus. Jika organisme ini tidak
terlihat, maka terdapat bukti presumtif yang kuat akan adanya uretritis non gonokokus (NGU),
sering disebabkan oleh klamidia. Meskipun demikian secret harus diperiksa untuk kultur gonore
dan klamidia.
b. Pemeriksaan mikroskopis dan kultur mid-stream urin. Urin tengah merupakan cara pengambilan
spesiman untuk pemeriksaan kultur urin yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi saluran kemih karena adanya bakteri.
c. Jika memungkinkan, colour Doppler ultrasound dapat digunakan untuk memeriksa aliran darah
arteri (edema akut). Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan antara epididimo-orkitis dan
torsio spermatic cord. Pemeriksaan tersebut berfungsi untuk membedakan torsio testis dengan
keadaan skrotum yang lain dengan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak
didapatkan adanya aliran darah ketestis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi
peningkatan aliran darah ke testis. Color Doppler ultrasound scanning memiliki kegunaan besar
dalam membedakan antara diagnosa di atas dengan pengesampingan torsio testis. Tidak adanya
aliran darah ke testikel yang terpengaruh dicatat dalam torsio testis, sedangkan aliran darah yang
meningkat dicatat dalam epididymitis/orchitis.
DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
Epididimitis
Hernia scrotalis
Torsio testis: kemungkinan besar jika nyeri memiliki onset tiba-tiba dan parah. Lebih
umum pada pria di bawah 20 tahun (tetapi bisa terjadi pada usia berapapun).
Membedakan torsi testikular ini dalam diagnosis sangat penting dari segi bedah.
Tumor testis
Hydrocele
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat
yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus.
Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat
diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone,
doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan
oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena
sudah resisten.
Contoh antibiotik:
1.Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi lebih rendah
terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu
atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa: IM 125-250 mg sekali, anak: 25-50 mg / kg /
hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan
kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone
untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam
1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari
3.Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan mikroorganisme.
Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali
untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg / kg PO
sekali, tidak melebihi 250 mg / hari
4.Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic. Umumnya
digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak
15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari
5.Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis,
dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob.
Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab
500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan
PROGNOSIS
Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3-10 hari.
Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis bakteri dapat sembuh
tanpa komplikasi.
PROSES KEPERAWATANPengkajian
DS DO
Tn. B (25 th)
Klien mengatakan demam
Klien mengatakan dari penis keluar nanah
Klien mengatakan nyeri saat BAK
Klien mengatakan pernah menderita
gondongan 5 tahun lalu
Nyeri skala 7
Belum menikah tetapi aktif melakukan
hubungan seksual
Tampak keluar nanah dari penis
Teraba pembengkakan kelenjar getah bening
di selangkangan. Skrotum,, dan testis
Testis teraba lunak
Wajah klien tampak meringis
Suhu : 38 C
RR : 20x/menit
TD : 120/80 mmHg
Nyeri tekan pada area yang bengkak
Volume urine 250 ml/hari
Analisa data
Problem Etiologi Symtop
Nyeri b.d infeksi urinaria DS:
Klien mengatakan Demam
Klien mengatakan Dari penis
keluar nanah
Klien mengatakan Nyeri
ketika berkemih (disuria)
Nyeri skala 7
Wajah klien tampak meringis
DO:
Inflamasi kel. Getah bening di
selangkangan, skrotum &
testis
Nyeri tekan pada area testis
S : 38°c
Perubahan pola eliminasi
urine
b.d gangguan pada sistem
urinaria
DS:
Klien mengatakan Disuria
DO:
Inflamasi kel. Getah bening di
selangkangan, skrotum &
testis
Volume urine 125 ml/hari
Resiko tinggi disfungsi
seksual
b.d perubahan status kesehatan DS:
Klien mengatakan dari penis
keluar nanah
DO:
Tampak keluar nanah dari
penis
Inflamasi kel. Getah bening di
selangkangan, skrotum &
testis
Resiko Gangguan harga diri b.d perubahan maskulinitas Ds:
Klien mengatakan takut
istrinya kecewa
Klien bertanya apakah bisa
sembuh total dan tidak
mengganggu fungsi seksual
Do:
Klien tampak sedih
Ansietas b.d kurangnya pengetahuan
tentang prognosis dan
simptom suatu penyakit
Ds:
Klien mengatakan takut kalau
dia terkena PMS
Klien mengatakan BAK
bernanah
Do:
Klien tampak sedih
Klien tampak gelisah
Klien tampak bingung
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan infeksi urinaria
2. Perubahan pola eliminasi urine: volume & karakteristik berhubungan dengan gangguan pada
sistem urinaria
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan maskulinitas
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap prognosis dan simptom suatu
penyakit.
Intervensi Keperawatan
Diag. Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Nyeri
berhubungan
dengan
infeksi
urinaria
Tujuan : setelah
dilakukan askep 1x24
jam Nyeri berkurang
dan terkontrol
KH:
Klien tampak rileks
Klien dapat
beristirahat
Skala nyeri 4
Mandiri :
Catat lokasi , lamanya
intensitas (skala 0-10) dan
penyebaran. Perhatikan
tanda non verbal, contoh
peninggian TD dan nadi,
gelisah, merintih,
menggelepar.
Jelaskan penyebab nyeri
dan pentingnya melaporkan
ke perawat terhadap
perubahan kejadian/
karakteristik nyeri.
Membantu mengevaluasi
tempat dan kemajuan
gerakan kalkulus. Nyeri
panggul sering menyebar ke
punggung , lipat paha,
genitelia, sehubungan
dengan proksimitas saraf
pleksus dan pembuluh darah
yang mencetuskan ketakutan,
gelisah, ansietas berat.
Memberikan kesempatan
untuk pemberian analgesic
sesuai waktu (membantu
dalam peningkatan
kemampuan koping pasien
dan dapat menurunkan
ansietas) dan mewaspadakan
perawat akan kemungkinan
terjadi komplikasi.
Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan otot,
dan meningkatkan koping.
Mengarahkan kembali
Berikan tindakan nyaman
Bantu atau dorong
penggunaan distraksi dan
aktivitas terapeutik.
Perhatikan keluhan
peningkatan/menetapnya
nyeri abdomen.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai
indikasi: asam mefenamat
2x500mg
Pertahankan patensi kateter
bila digunakan.
perhatian dan membantu
dalam relaksasi otot.
Obstruksi lengkap ureter
dapat menyebabkan perforasi
dan ekstravasasi urine ke
dalam area perineal. Ini
membutuhkan kedaruratan
bedah akut.
Biasanya diberikan selama
episode akut untuk
menrunkan kolik uretral dan
meningkatkan relaksasi
otot/mental.
Mencegah stasis/retensi
urine, menurunkan risiko
peningkatan tekanan ginjal
dan infeksi.
Perubahan
pola
eliminasi
urine:
Tujuan : setelah
dilakukan askep
1x24jam masalah
teratasi sebagian
Mandiri
Kaji kebiasaan pola
eliminasi urine klien
Merupakan nilai dasar untuk
perbandingan dan
menetapkan tujuan lebih
volume dan
karakteristik
berhubungan
dengan
gangguan
pada sistem
urinaria.
KH:
Berkemih dengan
jumlah normal dan
pola biasanya
Kaji terhadap tanda dan
gejala retensi urine: jumlah
dan frekuensi urine, distensi
supra pubis, keluhan tentang
dorongan untuk berkemih
dan ketidak nyamanan
Lakukan kateterisasi pada
pasien untuk menunjukan
jumlah urine residu
Awasi pemasukan,
pengeluaran dan
karakteristik urine.
Dorong meningkatkan
pemasukan cairan.
Kolaborasi
Ambil urine untuk kultur
urine dan sensitivitas.
lanjut
Berkemih 20-30cc dengan
teratur dan haluaran kurang
dari masukan adalah tanda
retensi urine
Menetapkan jumlah urine
yang tersisa
Memberikan informasi
tentang fungsi ginjal dan
adanya komplikasi, contoh
infeksi dan perdarahan.
Perdarahan dapat
mengindikasikan
peningkatan obstruksi /
iritasi ureter.
Peningkatan hidrasi
membilas bakteri, darah, dan
debris
Menentukan adanya ISK,
dari gejala komplikasi.
Risiko tinggi
disfungsi
seksual
berhubungan
Tujuan: Kemampuan
seksual pasien
teratasi
Mandiri
dengarkan pernyataan klien
atau orang terdekat klien
(istri)
masalah seksual sering
tersembunyi sebagai
pernyataan humor dan atau
dengan
perubahan
status
kesehatan
KH :
Menceritakan
masalah mengenai
fungsi seksual,
mengekspresikan
peningkatan
kepuasan dengan pola
seksual.
Kaji riwayat seksual
mengenai pola seksual,
kepuasan, pengetahuan
seksual, masalah seksual.
Identifikasi masalah
penghambat untuk
memuaskan seksual.
Bantu pasien untuk
menyadari/menerima tahap
berduka
Solusi pemecahan masalah
seperti cara alternatif
seksual lain menggunakan
alat bantu seksual
Kolaborasi:
Rujuk kekonselor / ahli
seksologi sesuai kebutuhan
pernyataan yang sebenarnya
untuk mengetahui tingkat
perubahan pola seksual dari
sebelumnya
terkadang disfungsi seksual
terjadi sebagai akibat stres
yang sangat tinggi
mengakui proses normal
kehilangan secara nyata/
menerima perubahan dapat
meningkatkan koping dan
memudahkan resolusi
membantu pasien kembali
pada hasrat atau kepuasan
seksual.
Mungkin dibutuhkan
bantuan tambahan untuk
meningkatkan kepuasan
hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson Sivia, M. Lorraine. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC
Carpenito- Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC.
Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. p:154-158.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi.2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
3
Senin, 15 Oktober 2012
Askep TORSIO TESTIS (Lengkap)
TORSIO TESTIS
I. PENDAHULUAN
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis.1 Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang murni dan
memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu singkat
(dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis. 1,2
Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai ‘sindrom musim dingin’. Hal ini
disebabkan karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga
merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda,
dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4 Torsio testis harus selalu
dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti tidak, namun kondisi
tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.2,5
Penyebab dari akut scrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat.5 Sekitar dua per
tiga pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.6
Keterlambatan dan kegagalam dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio yang
berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan
disekitarnya. 2,3,4
Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena
angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio.5 Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah
torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal
(29%), dan keterlambatan terapi (13%).7
II. ANATOMI
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran
4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum dengan axis panjang pada
sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah dibanding kanan. Testis diliputi oleh
tunika albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis dan
pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva yang terletak
disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan epididymis berasal dari
arteri renalis.
Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya di dekat ginjal
menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang menjelaskan mengenai proses ini antara
lain adanya tarikan gubernakulum dan tekanan intraabdominal. Faktor endokrine dan axis
hypothalamus-pituitary-testis juga berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12
dan 17 kehamilan, testis mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi didekat cincin
inguinal interna.
III. INSIDEN
Torsio testis bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia dewasa
muda (usia 10-30 tahun) dan lebih jarang terjadi pada neonatus. Puncak insiden terjadi pada usia
13-15 tahun.1,8 Terdapat kecenderungan penurunan insiden sesuai dengan peningkatan usia. Lee
dkk menemukan 26% pasien dengan torsio testis di atas usia 21 tahun.
Peningkatan insiden selama usia dewasa muda mungkin disebabkan karena testis yang
membesar sekitar 5-6 kali selama pubertas.9 Testis kiri lebih sering terjadi disbanding testis
kanan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena secara normal spermatic cord kiri lebih panjang.
Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase prenatal dan
30% terjadi postnatal.2
IV. ETIOLOGI
Penyebab dari torsio testis masih belum diketahui dengan pasti. Trauma terhadap scrotum
bias merupakan factor pencetus, sehingga torsio harus dipertimbangkan pada pasien dengan
keluhan nyeri setelah trauma bahkan pada trauma yang tampak kurang signifikan sekalipun.
Dikatakan pula bahwa spasme dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bias pula
menjadi factor pencetus.
Dalam salah satu literature disebutkan bahwa torsio testis lebih sering terjadi pada musim
dingin, terutama pada temperature di bawah 2C. Selain karena trauma, 50% kasus torsio testis
terjadi pada saat tidur.1 Hanya 4-8% kasus torsio testis disebabkan oleh karena trauma. Faktor
predisposis lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan
pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan
dimana spermatic cord intrascrotal yang panjang.7
Longo dkk mengungkapkan hubungan antara torsio testis dengan peningkatan kadar
testosterone dan elevasi serta rotasi testis selama siklus respon seksual.
V. PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh
karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi
posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior
oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang
tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas, dan keadaan ini
menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih
sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap
dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini sering
terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.
VI. GEJALA KLINIS
Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa timbul
mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut derajat kelainan. Riwayat
trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien mengalami episode nyeri
testis yang berulang sebelumnya.2,10 Derajat nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak
berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.
Pembengkakan dan eritema pada scrotum berangsur-angsur muncul. Dapat pula timbul
nausea dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada
torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan
orchio-epididymitis.10
Adapun gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
Nyeri perut bawah
Pembengkakan testis
Darah pada semen
VII. DIAGNOSIS
VII.1. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab akut
scrotum lainnya.7 Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak bengkak dan
hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotum sisi kontralateral. Testis yang
mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini,
dapat dilihat adanya testis yang terletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak
dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karena
adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena
pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam
menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn
sign).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster.
Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 99% pada torsio
testis.7
VII.2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio testis
masih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata.6,9 Dalam hal ini
diperlukan guna menentukan diagnosa banding pada keadaan akut scrotum lainnya. Urinalisis
biasanya dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi pada traktus urinarius. Pemeriksaan
darah lengkap dapat menunjukkan hasil yang normal atau peningkatan leukosit pada 60% pasien.
Namun pemeriksaan ini tidak membantu dan sebaiknya tidak rutin dilakukan. Adanya
peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai CRP) dapat membedakan proses inflamasi
sebagai penyebab akut scrotum. 2
Modalitas diagnostik yang paling sering digunakan ialah Doppler ultrasonografi (USG
Doppler) dan radionuclide scanning dengan menggunakan technetum 99m (99mTc) pertechnetate
dengan akurasi diagnostik 90%. Kedua metode tersebut digunakan untuk menilai aliran darah ke
testis dan membedakan torsio dengan kondisi lainnya.
VIII. DIANOSIS BANDING
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai penyebab dari akut
scrotum, antara lain :
Epididymio-orchitis
Hydrocele
Varicocele
Hernia incarserata
Tumor testis
Torsio appendix testis/epididymis
Edema scrotum idiopatik
IX. PENATALAKSANAAN
IX.1. REDUKSI MANUAL
Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran
darah ke testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan. Pada
waktu yang sama ada kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga
dapat dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan oleh
karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.
Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya
nyeri hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat
diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi non
invasif yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml Lidocain atau
Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan ke arah midline, sehingga
detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral. Selain itu, biasanya torsio terjadi lebih dari 360o,
sehingga diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh terhadap testis yang
mengalami torsio.
Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika detorsi manual
berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam. Dalam
literatur disebutkan bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan angka keberhasilan
26,5%. Sedangkan penelitian lain menyebutkan angka keberhasilan pada 30-70% pasien.
IX.2. PEMBEDAHAN
Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual tidak berhasil
dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera dilakukan. Pada pasien-pasien
dengan riwayat serangan nyeri testis yang berulang serta dengan pemeriksaan klinis yang
mengarah ke torsio sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang baik diperoleh
bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah 4 hingga 6 jam
biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang mengalami torsio.
Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk melihat testis
secara langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan insisi
inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami torsio. Selanjutnya testis
direposisi dan dievaluasi viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi orchidopexy,
namun jika testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna mencegah timbulnya
komplikasi infeksi serta potensial autoimmune injury pada testis kontralateral. Oleh karena
abnormalitas anatomi biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexy pada testis kontralateral
sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah terjadinya torsio di kemudian hari.
X. KOMPLIKASI
Torsio dari testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat daruratan
dalam bidang urologi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan
waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis
hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan atrofi testis. Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah torsio
dikoreksi. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih.
Komplikasi lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi :
Infark testis
Hilangnya testis
Infeksi
Infertilitas sekunder
Deformitas kosmetik
XI. PROGNOSIS
Jika torsio dapat didiagnosa secara dini dan dilakukan koreksi segera dalam 5-6 jam,
maka akan memberikan prognosis yang baik dengan angka pertolongan terhadap testis hampir
100%. Setelah 6 jam terjadi torsio dan gangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk
dilakukan tindakan pembedahan juga meningkat. Namun, meskipun terjadi kurang dari 6 jam,
torsio sudah dapat menimbulkan kehilangan fungsi dari testis. Setelah 18-24 jam biasanya sudah
terjadi nekrosis dan indikasi untuk dilakukan orchidectomy. Orchidopexy tidak memberikan
jaminan untuk tidak timbul torsio di kemudian hari, meskipun tindakan ini dapat menurunkan
kemungkinan timbulnya hal tersebut.
Keberhasilan dalam penanganan torsio ditentukan oleh penyelamatan testis yang segera
serta insiden terjadinya atrofi testis, dimana hal tesebut berhubungan secara langsung dengan
durasi dan derajat dari torsio testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan memperburuk
prognosis serta meningkatkan angka kejadian atrofi testis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama : Masuk PKM muntah-muntah
, keadaan umum lemah.- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, sakit kepala,
nyeri ulu hati, ma-mia ө, turgor kulit
- Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
- Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti
pasien
c. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital : Biasanya stabil
- Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher
- Dada : Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa
Genetalia : Tidak ada perubahan
- Palpasi abdomen : Terasa pembesaran limfa dan infeksi kronik juga akan membesar
- Auskultasi
- Perkusi
d. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
- Biologis
Pola makan dan minum
Klien mengalami anorexia ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Kaji frekwensi pola jenis diit dan gangguan pola eliminasi dihabiskan
Pola eliminasi : BAB tidak ada perubahan, BAK menurun frekwensi smpai dengan menurunnya
indeksi
Pola istrahat tidur : Klien sulit tidur karena adanya sakit kepala
Aktivitas : Tidak ada perubahan yang lelah dengan interaksi pasien
- Psikologi
Perubahan status emosional
- Sosial
Berhubungan dengan pola interaksi
- Spiritual
Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdo’a untuk kesembuhan.
- Pemeriksan diagnostik
Laboratorium
- Hb dan leukosit
Radiologi
II. PENGUMPULAN DATA
a. Data Obyektif
b. Data Subyektif
III. ANALISA DATA
Problem, symptom, etiologi
IV. PERIORITAS MASALAH
-
V. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Kekurangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan mual muntah
2. Gangguan kebutuhan istiharahat tidur berhubungan dengan sakit kepala
3. Gangguan pmenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Personal Hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri
VI. RENCANA KEPERAWATAN
1. Dehidrasi dapat terpenuhi
2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan pasien tidak mual muntah lagi
4. Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan keluarga
5. Personal hygiene dapat terpenuhi
VII. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah
- Memberikan masukan cairan intravena
- Anjurkan untuk banyak minum
- Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang mual
muntah
- Memberikan Health education kepada pasien dan keluarga pasien
- Mengobservasi vital sign pasien
2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan aneroxia
- Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary. Pengukuran BB setiap
hari, pemeriksaan lab. dan antropometri
- Berikan diet tinggi karbohidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan fungsi hati.
- Bantu pasien dalam mengenali jenis-jeni makanan rendah natrium
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan
- Pelihara hygiene oral sebelum makan dan berikan suasana yang aman dan nyaman pada waktu
makan
3. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sakit kepala
- Kaji kebiasaan tidur pasien.
- Berikan Health education tentang pentingnya istirahat tidur bagi kesehatan
- Mengatur suhu kamar pasien
- Kolaborasi dengan dokter
4. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
- Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik
- Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa lelah
- Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri
- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan
5. Personal hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri
- Beri dorongan pada pasien untuk merawat dirinya
- Bantu pasien untuk merawat dirinya
- Bantu kemampuan pasien untuk merawat dirinya
- Kaji kemampuuan pasien untuk memenuhi personal hygiene
- Beri HE kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diri
DAFTAR PUSTAKA
1. Siroky.M.B : Torsion of the testis. In : Siroky.M.B, Oates.R.D, Babayan.R.K (eds), Handbook of
urology: diagnosis and Therapy, 3rd ed, Lippincot William&Wilkins; Philadelpihia 2004: 369-
72.
2. Rupp.T.J : testicular Torsion, Department of Emergency Medicine, Thomas Jefferson
University, available in http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm, Dec 13, 2006
3. Anonym : Testicular torsion, available in http://en.wikipedia.org/wik/ Testicular_torsion, May
07, 2007
4. Cuckow.P.M, Frank.J.D : Torsion of the testis, BJU International 2000; 86 (3) : 349
5. Galejs.L.E, Kass.E.J : Diagnosis and Treatment of the Acute Scrotum, Am Fam Physician J
1999; 59 (4): 231-3.
6. Minevich.E : Testicular Torsion, Department of Surgery, Division of Pediatric urology, available
in http://www.emedicine.com/ med/topic2780htm, Feb 9, 2007
7. Ringdahl.E, Teague.L : Testicular Torsion, Am Fam Physician J 2006 ; 74 (10): 214-9.
8. Reynard.J : Torsion of the testis and testicular appendages. In: Reynard.J, Brewster.S, Biers.S
(eds), Oxford Handbook of Urology, Oxford University Press, New York 2006: 452
9. Grechi. G, Li Marzi.V :Torsion of the Testicle. In: Graham.S.D (ed), Glenn’s Urologic Surgery,
Fifth ed, Lippincot-Raven, Philadelphia 1998 : 535-8
10. Leape.L.L : Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology, W.B. Saunders
Company; Philadelphia 1990: 429-36
11. Anonym : Urologic Emergencies, available in http://www.urologychannel.com/
emergencies/torsion.shtml,
12. Ahmad.SN, Nisar C, Parray.FQ, Wani.RA : Torsion of undescended testis, Ind J of Surg 2006 ;
68 (02): 106-7.
13. Allan.W.R, Brown.R.B : Torsion of the Testis, Brit Med J 1966 ; 1: 1396-7.
14. Kadish.H.A, Bolte.R.G : A Retrospective Review of Pediatric Patient With Epididymitis,
Testicular Torsion, and Torsion of Testicular Appendages, J of Am Acad of Ped 1998 ; 102 (1):
73-6.
15. Muttarak.M : Clinics in Diagnostic Imaging, Singapore Med J 1999 ; 40 (01): 43-5.
16. Beasley.S.W, McBride.C.A : The risk of metachronus (asynchronous) contralateral torsion
following perinatal torsion, NZM J 2005 ; 118 (1218)
17. Clark. P : On the Testicle. In Clark.P (ed), Operation in Urology, Churchill Livingstone, New
York 1985 : 123-34
18. Kaplan. G.W, Silber.I : Neonatal Torsion-To Pex or Not?. In King.L.R (ed), Urologic Surgery in
Neonatus & Young Infants, W.B.Saunders Company, Philadelphia 1988 : 386-95
19. Boddy. A.M, Madden.N.P : Testicular Torsion. In Whitfield.H.N (ed), Rob&Smith Operative
Surgery: Genitourinary Surgery, Vol 2, Operation in Urology, Churchill Fifth ed, Butterworth-
Heinemann, London 1993: 741-3
20. Anonym : Testicular torsion Health Article, available in
http://www.healthline.com/adamcontent/ testicular_torsion, Oct 20, 2005
top related