4 biologi ikan julung-julung - repository.ipb.ac.id · perairan philipina, kepulauan indonesia,...
Post on 07-Mar-2019
254 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4 BIOLOGI IKAN JULUNG-JULUNG
4.1 Pendahuluan
Sumberdaya ikan julung-julung di Maluku Utara merupakan salah satu jenis
ikan pelagis kecil yang bernilai ekonomis penting. Khusunya di perairan Kayoa,
penangkapan ikan ini menggunakan alat tangkap giob dan dilakukan dalam skala
usaha. Perkembangan produksi ikan julung-julung akhi-akhir ini cenderung
menurung dari tahun ke tahun. Penurunan volume produksi mengindikasikan
terjadinya penurunan kelimpahan stok julung-julung di perairan. Penurunan stok
tersebut diduga akibat terjadinya peningkatan intensitas eksploitasi terhadap
sumberdaya julung-julung, sehingga mengakibatkan tangkap lebih (over
exploited).
Umumnya masyarakat Maluku Utara memanfaatkan ikan julung-julung
sebagai kebutuhan pangan secara langsung dalam keadaan segar ataupun diolah
dalam bentuk ikan asap kering. Produksi julung-julung segar dipasarkan untuk
memenuhi pasar lokal. Pemasaran produk julung-julung olahan asap kering
tersebar di pasar lokal maupun dipasarkan antar daerah seperti Sulawesi dan Jawa.
Bagi sebagian masyarakat, komoditi julung-julung sangat berperan penting dalam
menunjang perekonomian terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pulau-
pulau kecil. Hal ini disebabkan karena pengolahan julung-julung dalam bentuk
asap kering dianggap sederhana, selain harga jual relatif stabil sepanjang tahun.
Penangkapan ikan julung-julung menggunakan alat tangkap giob dimana
giob merupakan pukat cincin berukuran kecil (mini purse seine). Prinsip
penangkapan giob adalah melingkari gerombolan ikan secara horizontal dan
mengurung secara vertikal dengan menarik tali cincin, sehingga ikan tidak
berpeluang untuk meloloskan diri. Ukuran mata jaring pada bagian kantong relatif
kecil berpeluang menangkap ikan dalam berbagai ukuran. Target tangkapan sering
ditujukan pada ikan julung-julung dalam gerombolan besar yang beruaya
melintasi selat-selat yang relatif sempit diantara pulau-pulau kecil tanpa
memastikan kondisi biologi ikan. Kondisi ini jika berlansung terus menerus maka
akan berdampak terhadap keberlangsungan julung-julung di perairan.
27
Julung-julung termasuk dalam kategori ikan pelagis kecil (small pelagic
species), memiliki tubuh yang kecil dengan panjang rata-rata 18 cm. Ikan julung-
julung menyenangi air yang tenang, dimana mereka suka bergerombol di perairan
yang dangkal ketika matahari bersinar terang. Tapi kalau ada angin yang sangat
kencang yang mengakibatkan ombak yang pecah maka gerombolan ikan julung
akan lari ke perairan yang dalam (Yusron & Sumadhiharga 1987).
Secara morfologi (Peristiwady 2006) menggambarkan ikan julung-julung
memiliki tubuh yang simetris memanjang dan agak mampat ke bagian samping.
Memiliki rahang atas pendek membentuk paruh sedangkan rahang bawah panjang
dan membentuk segitiga. Selain itu, ikan julung-julung juga memiliki sirip
punggung dan sirip dubur terletak jauh di belakang, sedangkan sirip dada pendek
dan garis rusuk tertetak di bagian bawah (Gambar 2).
Berdasarkan klasifikasi julung-julung yang dikemukakan oleh (Gill 1859)
diacu dalam (Froese & Pauly 2012) sebagai berikut:
Kerajaan: AnimaliaFilum: Chordata
Kelas: ActinopterygiiOrdo: Beloniformes
Subordo: BelonoideiSuperfamili: Exocoetoidea
Family: HemiramphidaeGenus: Hemiramphus
Species: Hemiramphus spp.
Ikan julung-julung memiliki banyak spesies yang tersebar pada hampir
semua perairan, baik pada perairan tropis maupun pada perairan sub tropis.
Collette dan Parin (1979) diacu dalam (Froese & Pauly 2012) menggambarkan
bahwa julung-julung jenis Hemiramphus archipelagicus menyebar di perairan
Gambar 2 Ikan julung-julung (Hemiramphus sp.).
28
Indo-Pacific yang meliputi perairan pantai India dan Sri Lanka, Teluk Thailand,
Perairan Philipina, Kepulauan Indonesia, Utara Australia dan Papua Nugini
(Gambar 3).
Famili Hemiramphidae terbagi atas dua subfamili, yaitu Hemiramphinae
yang menghuni perairan laut dan Zenarchopterinae adalah penghuni air tawar
atau estuari. Selain itu ikan ini terbagi atas 13 genera, dan 117 spesies (Froese &
Pauly 2012). Allen (2000) mencatat julung-julung yang tersebar di kawasan Asia
Pasifik sebanyak 7 spesies yaitu, sebagai berikut: (1) Snub Nosed garfish
(Arrhamphus sclerolepis), (2) Buffon’s garfish (Zenachopterus buffonis), (3)
Barred garfish (Hemiramphus far), (4) Robust garfish (Hemiramphus robustus),
(5) Tropical garfish (Hyporhamphus affinis), (6) Quoy garfish (Hyporhamphus
quoyi), dan (7) Long finned garfish (Euleptorhamphus viridis).
Sumber: Collette dan Parin (1979)
Sampai saat ini data tentang pola pergerakan ikan julung-julung sulit
diperoleh karena terbatasnya penelitian ikan julung-julung yang dilakukan. Reppie
dan Sitanggang (2001) telah melaporkan bahwa ikan julung-julung tergolong ikan
pelagis hidup dan beruaya di perairan pantai dan lepas pantai. Yusron dan
Sumadhiharga (1987) menemukan ikan julung-julung hidup di daerah dangkal
sampai dalam dan mencari makanan di permukaan, serta bergerombol,
mengeluarkan buih dan melompat-lompat ke atas permukaan air.
Lokasi pemijahan ikan julung-julung diduga di perairan karang dangkal dan
laguna yang berpasir putih dan kualitas air baik. Ikan ini tidak terdeteksi pada
masa ruaya pembesaran, memakan plankton dan juvenil, dimana hanya terlihat
bergerombol di sekitar perairan karang yang dangkal ketika sudah dewasa dan
akan memijah. Habitat memijah ikan ini mirip dengan ikan malalugis biru
Gambar 3 Peta penyebaran julung-julung (Hemiramphus archipelagicus).
29
(Decapterus macarellus), yaitu bermigrasi ke perairan karang yang dangkal untuk
memenuhi siklus hidupnya dalam hal memijah (Reppie & Luasunaung 2001).
Daerah pemijahan ikan julung-julung telah lama diketahui oleh nelayan,
sehingga perairan sekitarnya menjadi target penangkapan. Jika penangkapan ikan
julung-julung pada suatu perairan merupakan indikator keberadaannya maka
musim penangkapan memiliki kaitan dengan migrasi ikan. Yusron dan
Sumadhiharga (1987) mencatat musim penangkapan ikan julung-julung di
perairan Teluk Piru pada bulan Desember, Januari dan Februari (Musim Barat),
Maret, April dan Mei (Musim Peralihan I), september, Oktober dan November
(Musim Peralihan II).
Penelitian struktur jenis kelamin populasi sumberdaya ikan julung-julung di
perairan Indonesia belum ditemukan, namun terdapat beberapa penelitian di luar
perairan Indonesia. Penelitian tentang parameter biologi ikan julung-julung
spesies Hemiramphus marginatus, dilakukan di perairan kawasan Mandapam
India tahun 1957-1959 (Talwar 1967). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
proporsi jumlah tangkapan jantan lebih banyak dibandingkan betina dan kegiatan
bertelur julung-julung hanya terjadi pada periode yang pendek dan waktu tertentu
saja yaitu November-Desember sebaliknya spesies ini tidak melakukan kegiatan
bertelur lebih dari sekali dalam setahun.
Effendie (1979), menyatakan bahwa tingkat kematangan gonad adalah tahap
tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pertumbuhan
ikan akan menjadi lambat pada saat mulai matang gonad karena sebelum terjadi
pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad.
Gonad semakin bertambah berat bersamaan dengan semakin bertambah besar
ukurannya, termasuk diametar telur. Selanjutnya dikatakan bahwa berat gonad
akan bertambah maksimum saat ikan berpijah, kemudian berat gonad akan
menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Untuk
mengetahui perubahan gonad secara kuantitatif dinyatakan dengan indeks
kematangan gonad.
Menurut Devados (1969) diacu dalam Soumokil (1996), pengetahuan
tentang tingkat kematangan gonad perlu untuk mengetahui musim-musim ikan
memijah, sehingga penangkapannya dapat dikontrol. Salah satu cara untuk
30
mengetahui tingkat kematangan gonad ikan yaitu mengukur perbandingan
panjang gonad dengan rongga tubuh (body cavity), disamping mengetahui warna
gonad, pembuluh darah dan butir-butir di dalamnya (Effendie 1979).
Makanan adalah salah satu faktor dasar yang mempengaruhi kehidupan ikan
baik secara individu maupun populasinya (Schreck dan Moyle 1990).
Keterbatasan suplai makanan akan mengakibatkan kompetisi antar individu
(bahkan antar spesies) yang dapat menyebabkan penurunan rekruitmennya.
Makanan, faktor ekologi dan kondisi fisiologi ikan dapat memberikan petunjuk
populasi suatu biomasa (Holden dan Raitt 1975). Pergerakan dan migrasi populasi
ikan terutama disebabkan oleh pencarian makanan dan tempat memijah.
Bal dan Rao (1990) menjelaskan bahwa berdasarkan kebiasaan makan, ikan
dapat diklasifikasikan sebagai pemangsa (predator), pemakan rumput (grazers),
penyaring (strainers), penghisap (sucker) dan parasit (parasites). Perubahan
kebiasaan makan ikan dapat terjadi sepanjang perubahan siklus hidup yang diikuti
perubahan organ tubuhnya atau tempat hidupnya. Penelitian tentang makanan ikan
sebaiknya dapat menjelaskan habitat, penyebaran, migrasi dan faktor-faktor lain
yang berkaitan. Makanan adalah faktor penting dari setiap organisme untuk
tumbuh, berkembang biak dan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan
energi makanan.
Sparre dan Venema (1999), menjelaskan bahwa untuk mempelajari umur
dan pertumbuhan ikan (age and growth) dapat dilakukan melalui dua metode
yaitu, metode langsung dan metode tidak langsung. Contoh metode langsung
adalah penandaan ikan (tagging experiment). Pertumbuhan ikan dihitung
berdasarkan ukuran dan lama waktu saat ikan dilepas sampai ditangkap kembali.
Metode penandaan ikan ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
Metode tidak langsung dapat dibagi dalam dua cara, yaitu dengan pengukuran
distribusi panjang ikan bulanan atau bagian keras dari tubuh ikan (seperti otolit).
Penelitian dengan menggunakan metode tidak langsung melalui pengukuran
distribusi panjang ikan. Tujuan utama mempelajari umur dan pertumbuhan ikan
adalah sebagai berikut: (1) untuk mendapatkan kelas umur yang masuk ke
perikanan, (2) untuk mengestimasi laju kematian ikan, (3) untuk mengetahui dan
menjaga keberlangsugan stok perikanan.
31
Pertumbuhan ikan dapat dinyatakan sebagai perubahan ukuran tubuhnya
sejalan dengan waktu, misalnya perubahan panjang ikan (L) sebagai fungsi waktu.
Pengetahuan mengenai pertumbuhan ikan ini penting karena kegiatan penilaian
stok ikan diantaranya menggunakan data komposisi umur ikan. Pola
pertumbuhan ikan bermanfaat untuk memperkirakan panjang ikan ketika
mencapai umur tertentu dan menentukan umur dari ikan ketika sudah mencapai
panjang tertentu. Berdasarkan umur ikan, kita dapat memperkirakan kapan ikan-
ikan tersebut menetas dan kapan ikan induknya memijah sehingga musim
pemijahan (spawning season) dapat diperkirakan. Selanjutnya, berdasarkan pola
pertumbuhan ikan, kita dapat memperkirakan kapan ikan-ikan ukuran tertentu
akan melimpah, yaitu dengan cara menambahkan umur ikan dan ukuran yang
dimaksud terhadap waktu kapan pemijahan terjadi. Dengan pengetahuan tersebut,
nelayan dapat memperkirakan kapan waktu yang terbaik untuk menangkap ikan-
ikan yang memiliki ukuran tertentu, misalnya ikan-ikan dewasa, atau menghindari
tertangkapnya ikan-ikan yang masih muda atau juvenil (Sondita 2010).
Mortalitas merupakan penurunan stok yang disebabkan oleh kematian alami
dan akibat penangkapan. Mortalitas total (Z) adalah merupakan jumlah semua
kekuatan mortalitas dalam populasi yaitu terdiri dari mortalitas alami (M) dan
akibat penangkapan (F). Laju mortalitas total ikan dapat ditentukan melalui
pendekatan hasil data frekuensi panjang ikan contoh yang diperoleh secara
kontinyu selama satu tahun. Mortalitas alami disebabkan oleh predator, penyakit,
parasit, karena tua dan lingkungan yang sebagian besar dipengaruhi keadaan yang
berubah-ubah sepanjang hidupnya. Menurut Pauly (1980) terdapat hubungan yang
erat antara mortalitas alami ikan dengan suhu perairannya yaitu, semakin hangat
suhu lingkungan perairan semakin tinggi mortalitas alami. Selanjutnya dijelaskan
pula bahwa ikan yang tumbuh cepat mortalitas alaminya tinggi dan ikan yang
berukuran kecil mempunyai mortalitas alami yang tinggi.
Mortalitas penangkapan cenderung bervariasi dari tahun ke tahun,
tergantung pada upaya penangkapan. Semakin besar upaya penangkapan maka
semakin besar pula mortalitas penangkapan. Penangkapan ikan secara besar-
besaran (eksploitasi yang berlebihan) dapat menyebabkan lebih tangkap. Lebih
32
tangkap dimaksud berupa lebih tangkap pertumbuhan (growth overfishing) dan
lebih tangkap rekruitmen (recruitment overfishing) (Pauly 1980).
Kegiatan penangkapan secara intensif tanpa mengetahui kondisi biologi ikan
akan berdampak terhadap struktur ukuran ikan yang tertangkap. Tekanan
penangkapan yang dilakukan setiap saat terhadap ikan-ikan dewasa yang matang
gonad maupun yang tidak matang gonad sangat mempengaruhi populasi ikan
julung-julung, sehingga pada suatu saat tidak cukup induk-induk ikan yang
tersedia guna menghasilkan ikan-ikan muda. Demikian juga terhadap ikan-ikan
muda sudah tertangkap sebelum mereka dapat mencapai ukuran yang
diperbolehkan untuk ditangkap menyebabkan lama kelamaan jumlah ikan makin
berkurang. Untuk itu suatu rencana pengelolaan perikanan khususnya julung-
julung saat ini perlu untuk segera dibuat di wilayah perairan yang berpotensi. Hal
ini berkaitan dengan potensi yang semakin tereksploitasi dan peluang
pemanfaatan cenderung meningkat.
Dalam upaya pemanfaatan julung-julung secara berkelanjutan maka
sebelumnya perlu diketahui beberapa data pendukung. Data pendukung dimaksud
adalah data biologi ikan yaitu terdiri dari data reproduksi ikan, data isi lambung
ikan, dan data parameter populasi julung-julung. Data reproduksi terdiri dari rasio
kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas. Parameter populasi meliputi
parameter pertumbuhan (koefisien pertumbuhan, panjang infiniti, umur pada saat
panjang ikan nol), koefisien kematian (kematian alami, kematian akibat
penangkapan dan kematian total), tingkat pemanfaatan, panjang pada saat pertama
kali ikan memasuki daerah penangkapan dan panjang ikan pada saat pertama kali
tertangkap merupakan beberapa parameter biologi yang sangat erat hubungannya
dengan usaha pengembangan, pengelolaan dan pelestarian sumberdaya perikanan.
Data reproduksi ikan akan digunakan untuk menduga waktu/musim
penangkapan julung-julung secara efektif dan berkelanjutan. Isi lambung ikan
diidentifikasi dan hasilnya berupa jenis makanan dan komposisinya akan
digunakan untuk menduga maksud kehadiran ikan julung-julung di perairan
tersebut. Data parameter populasi akan memberikan informasi tentang jumlah dan
ukuran yang dapat ditangkap oleh usaha perikanan setiap tahun dengan tetap
33
menjaga kelestarian sumberdaya, selain itu bermanfaat untuk memperoleh
gambaran mengenai intensitas penangkapan terhadap suatu stok.
Hingga saat ini belum banyak informasi tentang biologi ikan julung-julung.
Informasi tersebut sangat penting sebagai landasan pemanfaatan julung-julung
secara berkelanjutan. Tujuan dilaksanakannya penelitian tentang biologi ikan
julung-julung adalah untuk:
1) Menganalisis aspek biologi julung-julung yang meliputi distribusi nisbah
kelamin, distribusi tingkat kematangan gonad, dan ukuran ikan pertama kali
matang gonad;
2) Menganalisis jenis makanan ikan julung-julung yang tertangkap di perairan
Kayoa;
3) Menganalisis hubungan panjang berat, laju pertumbuhan, mortalitas dan
status eksploitasi;
Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan informasi terkait dengan aspek
biologi ikan julung-julung dalam kaitan dengan efektivitas penangkapan, daerah
penangkapan, dan tingkat pemanfaatan julung-julung sebagai acuan dalam
perumusan strategi pengembangan perikanan giob yang berkelanjutan di Kayoa,
Halmahera Selatan.
4.2 Metode Penelitian
Sampel ikan diperoleh dengan cara mengikuti operasi giob di perairan
Kayoa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini tidak dilakukan berdasarkan
pembagian stasiun. Hal ini disebabkan karena operasi penangkapan julung-julung
dengan giob sifatnya mengejar gerombolan ikan dan selalu berada pada satu
lokasi penangkapan. Sampel julung-julung diambil sekali setiap bulan, sejak
bulan November 2011-Oktober 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara acak
dan jumlah sampel ditentukan sebanyak 10% dari satu takar (1 takar = ± 1400
ekor), kecuali bulan November dan Desember 2011, jumlah sampel disesuaikan
dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Teknik ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa kondisi lingkungan dan target tangkapan giob yang relatif
homogen. Ikan contoh tersebut selanjutnya diletakkan di dalam wadah dan diberi
34
es sebagai pengawet. Wadah tempat ikan sampel tersebut diberi label berdasarkan
waktu penangkapan. Ikan contoh selanjutnya dibawa di labroratorium FPIK
Unkhair untuk diamati.
Pengambilan sampel untuk pengamatan isi perut ikan dilakukan sekali
dengan jumlah sampel berjumlah 37 ekor. Pengamatan terhadap isi perut ikan
dilakukan di Labratorium Ekobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Metode yang digunakan adalah volumetrik dan frekuensi kejadian (Effendie
1979). Setelah usus ikan dikeluarkan maka dibedah bagian usus palsu dan isinya
diletakan di dalam cawan kemudian diberi aquades untuk pengenceran.
Pemindahan ke preparat dengan menggunakan pipet dengan 1 sampai dengan 2
tetes ke lapang pandang yang terbagai sebanyak 5 lapang pandang. Pengamatan
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Identifikasi jenis makanan mengacu pada
petunjuk (Yamaji 1979).
Analisis data pada topik penelitian biologi ikan julung-julung ini meliputi
analisis nisbah kelamin, analisis pertama kali ikan matang gonad, analisis isi perut
ikan, analisis pertumbuhan, analisis mortalitas dan tingkat eksploitasi. Tahapan
analisis dapat disajikan sebagai berikut:
1) Nisbah kelamin
Untuk menentukan nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan
jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina.Nisbah kelamin = ................................................................................ (1)
Keterangan:
M = jumlah ikan jantan (ekor)
F = jumlah ikan betina (ekor)
2) Pendugaan ukuran pertama kali ikan matang gonad
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan julung-julung
menggunakan metode Sperman Karber (Udupa 1986), sebagai berikut:
log = + − ( ∑ ) ................................................................. (2)Keterangan :
35
= logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100%
x = selisih logaritma nilai tengah kelas
p = r/n
r = jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i
n = jumlah ikan pada kelas ke i
q = i - p
Ragam = ∗− 1Selang kepercayaan 95% yaitu:m ± Z / ragam3) Isi lambung ikan
Tujuan menidentifikasi isi lambung ikan adalah untuk mengetahui apakah
ikan itu sebagai pemakan plankton, ikan buas, bentuk makanan utamanya serta
makanan kesukaan lainnya (Effendie 1979). Metode yang digunakan untuk
mengetahui kebiasaan makanan seperti dikemukakan oleh Natarajan dan Jingran
(1961) yang dikutip dalam Effendie (1979) dengan formula perhitungan sebagai
berikut:
= ∑ × 100% ............................................................................(3)
Ipi = index of preponderance kelompok makanan ke-i
Vi = persentase volume satu macam makanan
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑ViOi = jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan
4) Hubungan panjang berat
Hubungan panjang dan berat ikan dianalisis secara terpisah antara ikan contoh
jantan dan betina. Perhitungan hubungan panjang dan berat mengacu pada rumus
Effendie (1979), yaitu :
36
W = aL .................................................................................................. (4)Keterangan:W = berat tubuh (gram)L = panjang total (mm)a dan b = konstanta
Untuk mempermudah perhitungan, maka persamaan di atas dikonversi ke dalam
bentuk logaritma sehingga menjadi persamaan liner sebagai berikut (Jennings et
al. 2001)logW = log a + b logL ............................................................................... (5)
Untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan julung-julung dapat ditentukan dari
nilai kontanta b hubungan panjang berat ikan tersebut. Jika b=3, maka
pertumbuhannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebanding dengan
pertambahan berat). Jika b≠3, maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik
(pertambahan panjang tidak sebanding dengan pertambahan berat). Apabila b˃3,
maka hubungannya bersifat allometrik positif dimana pertambahan berat lebih
dominan dari pertambahan panjangnya, sedangkan jika b˂3, maka hubungan yang
terbentuk bersifat allometrik negatif dimana pertambahan panjang lebih dominan
dari pertambahan beratnya (Effendie 1979). Untuk mengetahui nilai b berbeda nyata
atau tidak dengan 3, maka digunakan uji-t, dengan persamaan menurut Pauly (1984):
t̂ = ( )√ − √n − 2 ........................................................................... (6 )
5) Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan (K dan L∞) ditentukan dengan metode ELEFAN
dalam perangkat lunak FiSAT (Gayanilo et al. 1994) didasari melalui persamaan
Von Bertalanffy (1934) dalam Sparre & Venema (1999) sebagai berikut:L = L∞ 1 − e ( ) .......................................................................... (7)
Keterangan:L( ) = ukuran panjang ikan pada umur t tahun (cm)L∞ = panjang maksimum ikan yang dapat dicapait = umur ikan teoritis pada saat panjang 0 cmK = koeisi en pertumbuhan Von Bertalanffy
37
Untuk menentukan nilai K dan L∞ dengan menggunakan metode Ford
Walford, dalam:L = L∞ (1 − e ) + e L .............................................................................(8)
Maka diperoleh koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infiniti (L∞) sebagai
berikut :K = −(1/△ t)x ln b ...........................................................................................(9)L∞ = a − b .......................................................................................................(10)
Untuk menduga umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol (t0),
digunakan persamaan Pauly (1984), yaitu :log −t = − 0.3922 − 0.2752 log L∞ − 1.038 logK ....................................(11)
Dalam aplikasinya, pendugaan koefisien pertumbuhan (K) dilakukan dengan
menggunakan program ELEFAN.
6) Mortalitas dan status pemanfaatan
Laju mortalitas total (Z) ikan julung-julung di perairan Kayoa, diduga
dengan menggunakan metoda kurva hasil tangkapan konversi panjang (Length
Converted Catch Curve) yang dikemukakan oleh Pauly (1980) sebagai berikut:Ln = a − Zt ...................................................................................................(12)
Keterangan:
N = banyaknya ikan pada waktu t
t = waktu yang diperlukan untuk tumbuh suatu kelas panjang
a = hasil tangkapan yang dikonversikan terhadap panjang
Pendugaan terhadap laju mortalitas alami (M) dengan menggunakan rumus
empiris Pauly (1980) yaitu hubungan antara kematian alami (M) dengan
parameter pertumbuhan von Bertalanffy (K, L∞) dan suhu lingkungan rata-rata
(T) dimana populasi ikan tersebut berada adalah sebagai berikut :Log(M) = −0.0066 − 0.279 log (L∞) + 0.6543 log( K) + 0.5634 log(T) ..(13)
38
Keterangan:M = laju mortalitas alamiahL∞ = panjang ikan maksimum secara teoritis (mm)K = laju pertumbuhan (mm/tahun)T = suhu perairan (oC)
Dengan mengetahui nilai dugaan mortalitas total (Z) dan mortalitas alami
(M), maka laju mortalitas penangkapan (F) dapat diduga dengan mengurangkan M
terhadap Z, adalah :F = Z − M ........................................................................................................ (14)
Untuk menduga laju eksploitasi ikan julung-julung di perairan Kayoa digunakan
rumus sebagai berikut (Jones 1984) :E = F/Z .......................................................................................................... (15)
Keterangan:E = nisbah eksploitasiF = kematian akibat penangkapanZ = kematian total4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Nisbah kelaminPengumpulan sampel ikan julung-julung dilakukan sejak bulan November
2011 sampai dengan Oktober 2012 berjumlah 1.546 ekor. Jumlah sampel ikan
tersebut terdiri dari ikan jantan berjumlah 928 ekor (60%) dan ikan betina
berjumlah 618 ekor (40%). Nisbah kelamin julung-julung (jantan:betina) yang
tertangkap di perairan Kayoa, Halmahera Selatan adalah 1,0 : 0,7. Berdasarkan
nisbah kelamin bulanan dapat menginformasikan bahwa julung-julung jantan
lebih banyak dari pada betina, kecuali pada bulan November, April, dan
September nisbah kelamin cenderung berimbang. Gambaran nisbah kelamin
julung-julung di perairan Kayoa disajikan pada Tabel 8.
39
Tabel 8 Nisbah kelamin (jantan : betina) julung-julung di perairan Kayoa, bulanDesember 2011- November 2012
Waktu sampling Jumlah sampel(ekor)
Jumlah (ekor) Nisbah(Jantan: Betina)Jantan Betina
November 60 30 30 1,0 : 1,0Desember 76 57 19 1,0 : 0,3Januari 60 45 15 1,0 : 0,3Februari 150 111 39 1,0 : 0,4Maret 151 117 34 1,0 : 0,3April 152 77 75 1,0 : 1,0Mei 140 104 36 1,0 : 0,3Juni 157 94 63 1,0 : 0,7Juli 151 65 86 1,0 : 1,3Agustus 149 89 60 1,0 : 0,7September 150 76 74 1,0 : 1,0Oktober 150 63 87 1,0 : 1,4Jumlah 1.546 928 618 1,0 : 0,7Perbandingan 60% 40%
Berdasarkan stuktur ukuran panjang, terlihat bahwa nisbah kelamin julung-
julung bervariasi. Ukuran julung-julung antara 139-178 mm, terlihat bahwa
nisbah kelamin (jantan:betina) adalah 1,0 : 0,1 sampai dengan 1,0 : 0,4. Nisbah
kelamin cenderung berimbang pada ukuran selang kelas 179-186 mm. Setelah
ukuran di atas selang kelas 187-194 mm, nisbah kelamin berubah dimana julung-
julung betina lebih banyak dari jantan hingga mencapai perbandingan 1 ekor
jantan berbanding dengan 4 ekor betina (Tabel 9).
Nisbah kelamin berdasarkan periode musim terlihat berfluktuasi. Persentase
jantan yang tinggi pada Musim Barat cenderung menurun pada Peralihan Musim
Barat Timur, Musim Timur dan Peralihan Musim Timur Barat, sebaliknya
persentase betina yang rendah pada Musim Barat cenderung naik dari Peralihan
Musim Barat Timur, Musim Timur dan Peralihan Musim Timur Barat
(Gambar 4).
40
Tabel 9 Nisbah kelamin berdasarkan ukuran panjang ikan julung-julung yangtertangkap di perairan Kayoa, bulan Desember 2011- November 2012
Selang kelas Nilai TengahPanjang(mm)
Jumlah (ekor) NisbahJantan Betina Jantan: Betina
139 - 146 143 7 2 1,0 : 0,3147 - 154 151 15 2 1,0 : 0,1155 - 162 159 59 17 1,0 : 0,3163 - 170 167 228 47 1,0 : 0,2171 - 178 175 221 78 1,0 : 0,4179 - 186 183 272 244 1,0 : 0,9187 - 194 191 87 128 1,0 : 1,5195 - 201 198 33 89 1,0 : 2,7202 - 209 206 1 4 1,0 : 4,0210 - 217 214 4 7 1,0 : 1,8218 - 225 222 1 0 1,0 : 0,0Jumlah 928 618 1,0 : 0,7
4.3.2 Tingkat kematangan gonadTingkat kematangan gonad ikan julung-julung yang tertangkap sejak bulan
November 2011 sampai dengan bulan Oktober 2012 berfluktuatif. Tingkat
kematangan gonad ikan julung-julung selama penelitian dianalisis berdasarkan
jenis kelamin. Ikan julung-julung jantan yang tertangkap pada bulan Desember,
Januari, Februari dan Maret didominasi oleh TKG V, dan pada bulan Juli,
0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,00
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
MB PMBT MT PMTB
Jum
lah
ikan
(%)
Periode musim
Gambar 4 Nisbah kelamin ikan julung-julung yang tertangkap di perairanKayoa, berdasarkan periode musim.
41
September dan oktober didominasi oleh TKG IV (Gambar 5). Ikan julung-julung
betina yang tertangkap selama penelitian sangat didominasi oleh TKG IV,
sedangkan TKG II banyak ditemukan pada bulan Juli dan Agustus. Bulan April,
Mei dan Juni terlihat TKG III lebih mendominasi, sedangkan TKG I ditemukan
dalam jumlah yang sangat sedikit (Gambar 6).
Gambar 5 Persentasi TKG julung-julung jantan berdasarkan bulan pengamatan.
Gambar 6 Persentasi TKG julung-julung betina berdasarkan bulan pengamatan.
Ikan julung-julung jantan didominasi pada TKG IV dan TKG V masing-
masing bernilai 43,00% dan 23,38%. Perbandingan TKG berdasarkan selang kelas
panjang diketahui bahwa TKG II lebih banyak tertangkap pada selang kelas 150-
156 mm (10%), TKG II pada selang kelas 164-170 mm (13,30%), TKG III dan IV
pada selang kelas 178-184 mm yaitu (25,37%) dan (32,68%). TKG IV lebih
banyak ditemukan pada selang kelas panjang 157-156 mm (Tabel 10).
0,000,100,200,300,400,500,600,700,800,90
Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt
Pers
enta
si T
KG
(%)
Waktu pengamatan (bulan)
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
TKG V
0,000,100,200,300,400,500,600,700,800,901,00
Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt
Pers
enta
se T
KG
(%)
Waktu pengamatan (bulan)
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
TKG V
42
Tabel 10 Perbandingan tingkat kematangan gonad julung-julung jantanberdasarkan selang kelas panjang
SelangKelas
Nilai T.Panjang(mm)
Jumlah(ekor)
Persentase Tingkat Kematangan Gonad (%)
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V136 - 142 139 1 0 0 0 0 100,00143 - 149 146 11 0 0 0 54,55 45,45150 - 156 153 20 10,00 0 0 35,00 55,00157 - 163 160 59 6,78 8,47 11,86 33,90 38,98164 - 170 167 233 8,58 13,30 21,03 28,33 28,76171- 177 174 216 6,02 7,87 20,37 52,31 13,43178 - 184 181 205 7,80 12,68 25,37 32,68 21,46185 - 191 188 142 2,11 2,82 9,86 70,42 14,79192 - 198 195 22 0,00 9,09 9,09 63,64 18,18199 -205 202 19 5,26 0,00 0,00 31,58 63,16
Jumlah 928 6,36 9,16 18,10 43,00 23,38
Tabel 11 Perbandingan tingkat kematangan gonad julung-julung betinaberdasarkan selang kelas panjang
SelangKelas
Nilai T.Panjang(mm)
Jumlah(ekor)
Persentase Tingkat Kematangan Gonad (%)
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V139 - 146 143 2 0 0 0 100,00 0147 - 154 151 3 0 33,33 0 66,67 0155 -162 159 12 0 8,33 8,33 58,33 25,00163 -170 167 40 12,50 22,50 20,00 40,00 5,00171 -178 175 68 1,47 25,00 23,53 33,82 16,18179 - 186 183 254 2,36 32,28 27,95 31,50 5,91187 - 194 191 122 0,82 19,67 25,41 50,00 4,10195 -202 199 106 0 13,21 9,43 60,38 16,98203 - 210 207 10 0 20,00 0 50,00 30,00211 -218 215 1 0 0 0 100,00 0
Jumlah 618 2,10 24,27 22,17 42,23 9,22
Ikan julung-julung betina didominasi pada TKG IV, dengan nilai 42,23%.
Perbandingan TKG berdasarkan selang kelas panjang, menunjukkan bahwa
julung-julung betina banyak tertangkap pada selang kelas panjang 179-186 mm
sampai dengan 195-202 mm. Persentasi TKG I, II dan III banyak tertangkap pada
selang kelas 179-186 mm, sedangkan TKG IV dan V banyak tertangkap pada
selang kelas 195-202 (Tabel 11).
43
4.3.3 Ukuran ikan pertama kali matang gonadPanjang pertama kali matang digambarkan pada ukuran dimana 50% dari
ikan menjadi matang pada pertama kalinya. Ikan julung-julung yang diukur dan
diamati sebanyak 928 ekor jantan dan 618 ekor betina dari hasil tangkapan giob.
Ikan julung-julung jantang memiliki ukuran panjang antara 139-220 mm dan
betina 143-214 mm. Persentase ikan jantan matang gonad adalah 61% dan belum
matang sebanyak 39%, sedangkan ikan betina 64% matang gonad dan 36% belum
matang gonad (Gambar 7a dan 7b).
Hasil analisis pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan ikan julung-julung
jantan mencapai matang gonad pertama pada ukuran panjang rata-rata 164 mm
(16,4 cm) dan julung-julung betina pada ukuran 156,56 mm (15,7 cm) (Tabel 12
dan 13).
Gambar 7 Presentasi matang gonad ikan julung-julung (a) jantang, (b) betina.
(a) (b)
44
Tabel 12 Distribusi frekuensi panjang dan perhitungan panjang pertama kalimatang gonad ikan julung-julung jantan
Kelas TengahKelas
LogT. Kelas
Jlh.Ikan (ni)
MatangGonad
(ri)
% MatangGonad
pi =(ri/ni)(X) qi
(1-pi) pi*qi/ni-1
136 - 142 139 2,1430 1 0 0,0000 1,0000 0,0000143- 149 146 2,1644 11 6 0,5455 0,0213 0,4545 0,0248150 - 156 153 2,1847 20 7 0,3500 0,0203 0,6500 0,0120157 - 163 160 2,2041 59 27 0,4576 0,0194 0,5424 0,0043164 - 170 167 2,2227 233 115 0,4936 0,0186 0,5064 0,0011171 - 177 174 2,2405 216 157 0,7269 0,0178 0,2731 0,0009178 - 184 181 2,2577 205 119 0,5805 0,0171 0,4195 0,0012185 - 191 188 2,2742 142 108 0,7606 0,0165 0,2394 0,0013192 - 198 195 2,2900 22 22 1,0000 0,0159 0,0000 0,0000199 - 205 202 2,3054 19 6 0,3158 0,0153 0,6842 0,0120Total 928 567 5,2303 0,1623 4,7697Log m 2,2149Lm 164
Tabel 13 Distribusi frekuensi panjang dan perhitungan panjang pertama kalimatang gonad ikan julung-julung betina
Kelas TengahKelas
LogT. Kelas
Jlh.Ikan (ni)
MatangGonad
(ri)
% MatangGonad
pi =(ri/ni)(X) qi
(1-pi) pi*qi/ni-1
139 - 146 143 2,1538 2 2 1,0000 0,0000 0,000000147 - 154 151 2,1775 3 2 0,6667 0,023722 0,3333 0,111111155 - 162 159 2,2000 12 8 0,6667 0,022493 0,3333 0,020202163 - 170 167 2,2214 40 24 0,6000 0,021385 0,4000 0,006154171 - 178 175 2,2418 68 39 0,5735 0,020381 0,4265 0,003651179 - 186 183 2,2613 254 151 0,5945 0,019467 0,4055 0,000953187 - 194 191 2,2799 122 92 0,7541 0,018632 0,2459 0,001533195 - 202 199 2,2978 106 69 0,6509 0,017866 0,3491 0,002164203 - 210 207 2,3149 10 10 1,0000 0,017160 0,0000 0,000000211 - 218 215 2,3314 1 1 1,0000 0,016507 0,0000 0,000000Total 618 618 398 7,5064 0,1776 2,4936Log m 2,1947Lm 156,56
45
4.3.4 Jenis dan proporsi makananHasil analisis isi lambung ikan julung-julung ditemukan lima kelompok
makanan yaitu terdiri dari: fitoplankton, zooplankton, krustasea, serasah, dan sisik
ikan. Kelompok fitoplankton terdiri dari 16 spesies, yang didominasi oleh spesies
Rhizosolenia sp. (12,69%), Trichodesmium sp. (20,33%), Nitzschia sp. (14,34)
(Tabel 14). Zooplankton merupakan kelompok makanan yang terdiri dari 16
sepesies dengan proporsi berkisar antara 0,01-1,19% (Tabel 15).
Tabel 14 Proporsi jenis makanan ikan julung-julung dari kelompok fitoplankton
No Kelompok Makanan Vi (%) Oi (%) Vi*Oi ∑VI*Oi IP (%)I Fitoplankton
1 Eucampia sp. 0,37 70,33 25,70 2.656,89 0,972 Coscinodiscus sp. 0,63 173,33 109,29 4,113 Rhizosolenia sp. 0,93 363,33 337,07 12,694 Chaetoceros sp. 0,08 8,67 0,66 0,025 Guinardia sp. 0,07 13,33 0,96 0,046 Ceratium sp. 0,06 10,00 0,64 0,027 Gyrodinium sp. 0,01 10,00 0,08 0,008 Surirella sp. 0,18 33,00 5,96 0,229 Thalasionema sp. 0,03 1,33 0,04 0,00
10 Trichodesmium sp. 0,95 570,00 540,24 20,3311 Thalassiotrix sp. 0,25 39,67 9,88 0,3712 Coconeis sp. 0,02 6,67 0,16 0,0113 Nitzschia sp. 0,89 427,34 381,00 14,3414 Hemiaulus sp. 0,12 8,67 1,04 0,0415 Richelia sp. 0,05 3,33 0,16 0,0116 Gonyodoma sp. 0,05 3,33 0,16 0,0117 Protoceratium sp. 0,05 1,67 0,08 0,0018 Peridinium sp. 0,06 5,00 0,32 0,0119 Navicula sp. 0,21 29,33 6,24 0,2320 Melosira sp. 0,27 47,67 12,63 0,4821 Pleurosigma sp. 0,04 7,67 0,34 0,0122 Bacillaria sp. 0,02 6,67 0,13 0,0123 Thalassiosira sp. 0,05 5,33 0,26 0,0124 Leptocylindrus sp. 0,22 33,33 7,36 0,2825 Climacodium sp. 0,02 3,33 0,07 0,0026 Amphora sp. 0,06 10,00 0,56 0,0227 Dactyliosolen sp. 0,03 3,33 0,11 0,0028 Asterionella sp. 0,06 8,33 0,47 0,0229 Streptotheca sp. 0,21 38,00 7,94 0,3030 Dinophysis sp. 0,09 12,00 1,06 0,0431 Diatoma sp. 0,15 21,33 3,26 0,1232 Climacospheina sp. 0,08 5,00 0,40 0,0233 Halosphaera sp. 0,05 10,00 0,48 0,0234 Gomphonema sp. 0,02 3,33 0,08 0,0035 Fragilaria sp. 0,05 20,00 0,96 0,0436 Limcophora sp. 0,03 3,33 0,11 0,00
Jumlah 52,80
46
Tabel 15 Proporsi jenis makanan ikan julung-julung dari kelompok zooplankton,krustase, serasah, dan sisik
No Kelompok Makanan Vi (%) Oi (%) Vi*Oi ∑VI*Oi IP (%)II Zooplankton
1 Calanus sp. 0,13 12,67 1,68 0,06
2 Branchionus sp. 0,38 73,00 27,56 1,04
3 Synchaeta sp. 0,17 23,33 3,94 0,15
4 Favella sp. 0,05 9,67 0,47 0,02
5 Clamydodon sp. 0,08 10,33 0,83 0,03
6 Leptrotintinus sp. 0,48 65,66 31,64 1,19
7 Evadne sp. 0,10 31,00 3,24 0,12
8 Tintinnopsis sp. 0,35 56,00 19,79 0,74
9 Xystonella sp. 0,21 28,67 5,99 0,23
10 Sagitella sp. 0,04 3,33 0,13 0,01
11 Agalma sp. 0,03 6,67 0,21 0,01
12 Helicostomella sp. 0,19 29,67 5,72 0,22
13 Parafavella sp. 0,03 18,67 0,60 0,02
14 Rhabdonella sp. 0,03 6,67 0,21 0,01
15 Eucalanus sp. 0,04 3,33 0,13 0,01
16 Tintinnidium sp. 0,07 9,67 0,70 0,03
Jumlah 3,73III Kurstasea 0,86 388,00 331,90 12,04IV Serasah 0,98 886,00 864,65 31,36V Sisik 0,11 20,67 2,24 0,08
Secara keseluruhan proporsi kelompok makanan ikan julung-julung
berurutan adalah sebagai berikut: fitoplankton (52,80%), serasah (31,36%),
krustasea (12,04%), zooplankton (3,73%) dan sisik (0,08%) (Gambar 8).
Gambar 8 Komposisi makan julung-julung yang tertangkap di perairan KayoaHalmahera Selatan.
52,80%
3,73%12,04%
31,36%
0,08%
Fitoplankton
Zooplankton
Krustasea
Serasah
Sisik
47
4.3.5 Struktur ukuran ikan julung-julungStruktur ukuran merupakan salah satu informasi penting dalam pengkajian
suatu populasi. Pengukuran panjang organisme dalam seri waktu yang cukup
dapat dijadikan landasan untuk mengkaji pola pertumbuhan, mortalitas dan pola
penambahan individu baru dari organisme tersebut. Pada penelitian ini panjang
yang dijadikan kajian stok yaitu panjang standar. Pengukuran sampel ikan julung-
julung selama penelitian berjumlah 1.546 ekor yang terdiri dari 928 ekor jantan
dan 618 ekor betina. Hasil pengukuran panjang standar secara keseluruhan julung-
julung diperoleh panjang masimum yaitu 216 mm, dan panjang minimum 139
mm. Panjang maksimum julung-julung jantan yaitu 216 mm, dan panjang
minimum 139 mm, sedangkan panjang masimum julung-julung betina yaitu 214
mm, dan panjang minimum 143 mm. Distribusi frekuensi julung-julung jantan,
betina dan gabungan jantan-betina dapat disajikan pada Gambar 9-11.
Pada Gambar 9, menunjukkan bahwa ukuran ikan julung-julung jantan yang
tertangkap pada bulan November 2011-Oktober 2012 (satu siklus tahunan) maka
terdiri dari dua fase. Fase pertama yaitu pada bulan Februari-Juni dengan
frekuensi tertinggi pada ukuran rata-rata 169 mm, dan fase kedua pada bulan
Agustus-Januari dengan frewensi tertinggi pada ukuran rata-rata 189 mm. Gambar
10, menunjukkan bahwa julung-julung betina yang tertangkap setiap bulan lebih
didominasi pada frekuensi ukuran 183 mm.
48
0
5
10
15
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
November 2011
0
5
10
15
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Desember 2011
05
1015
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Januari 2012
010203040
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Pebruari 2012
0
20
40
60
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Maret 2012
010203040
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
April 2012
01020304050
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Mei 2012
0
10
20
30
40
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229Fr
ekue
nsi
Nilai tengah panjang (mm)
Juni 2012
0
10
20
30
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Juli 2012
010203040
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Agustus 2012
010203040
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
September 2012
0
10
20
30
139 149 159 169 179 189 199 209 219 229
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Oktober 2012
Gambar 9 Sebaran frekuensi panjang ikan julung-julung jantan yang tertangkapdengan giob di perairan Kayoa, November 2011-Oktober 2012.
49
0
5
10
15
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
November 2011
0
2
4
6
8
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Desember 2011
012345
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Januari 2012
0
5
10
15
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Pebruari 2012
02468
1012
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Maret 2012
05
1015202530
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
April 2012
0
5
10
15
20
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Mei 2012
0
10
20
30
40
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Juni 2012
01020304050
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Juli 2012
0
10
20
30
40
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Agustus 2012
010203040
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
September 2012
0
10
20
30
40
143 151 159 167 175 183 191 199 207 215
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Oktober 2012
Gambar 10 Sebaran frekuensi panjang ikan julung-julung betina yang tertangkapdengan giob di perairan Kayoa, November 2011-Oktober 2012.
50
0
10
20
30
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
November 2011
05
10152025
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Desember 2011
0
5
10
15
20
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Januari 2012
0
10
20
30
40
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Pebruari 2012
0
20
40
60
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Maret 2012
0
20
40
60
80
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
April 2012
01020304050
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Mei 2012
020406080
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
iNilai tengah panjang (mm)
Juni 2012
0
20
40
60
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Juli 2012
020406080
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Agustus 2012
0
20
40
60
80
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
September 2012
01020304050
139 146 153 160 167 174 181 188 195 202
Frek
uens
i
Nilai tengah panjang (mm)
Oktober 2012
Gambar 11 Sebaran frekuensi panjang ikan julung-julung gabungan yang tertangkapdengan giob di perairan Kayoa, November 2011-Oktober 2012.
51
4.3.6 Hubungan panjang beratHasil analisis hubungan antara panjang (mm) dengan bobot individu (gram)
julung-julung menunjukkan bahwa secara total hubungan panjang dan berat
adalah W = 0,00189L1,968 (Gambar 12). Berdasarkan jenis kelamin, hubungan
panjang dan berat ikan jantan adalah W = 0,0061L1,74 (Gambar 13) dan betina
adalah W = 0.00089L2,116 (Gambar 14). Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan
berat julung-julung betina lebih cepat dari pada jantan walaupun kedua jenis
memiliki pertumbuhan panjang dan berat yang allometrik negatif (kurus) yang
direpresentasikan oleh nilai b yang lebih kecil dari 3.
Berdasarkan uji t (t-test) terhadap nilai b untuk sampel total, jantan dan
betina menunjukkan perbedaan yang sangat nyata di mana t-hitung keseluruhan
variabel tesebut lebih besar dari pada t-tabel (99%). Ini berarti bahwa
pertumbuhan ikan julung-julung seluruh kelompok sampel adalah allometrik
negatif (b < 3) (Tabel 16).
Gambar 12 Hubungan panjang (mm) dan berat (gr) W = aLb) ikan julung-julungdi perairan Kayoa.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 50 100 150 200 250
Bera
t (gr
)
Panjang standar (mm)
GabunganW = 0,00189L1,968
n = 1.546
52
Gambar 13 Hubungan panjang (mm) dan berat (gr) W = aLb) ikan julung-julungjantan di perairan Kayoa.
Gambar 14 Hubungan panjang (mm) dan berat (gr) W = aLb) ikan julung-julungbetina di perairan Kayoa.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 50 100 150 200 250
Bera
t (gr
)
Panjang Standar (mm)
JantanW= 0.0061L1.74
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 50 100 150 200 250
Bera
t (gr
)
Panjang Standar (mm)
BetinaW= 0.00089L2.116
n = 928
n = 618
53
Tabel 16 Uji-t terhadap nilai b sampel ikan julung-julung total, jantan dan betina
Sampel b t-hitung t-tabel KeteranganTotalJantanBetina
1.9681.7402.116
788,05592,58547,12
1,6461,6461,647
t-hitung > t-tabel; Allometrik negatift-hitung > t-tabel; Allometrik negatift-hitung > t-tabel; Allometrik negatif
Nilai b pada julung-julung lebih kecil dari tiga atau berdasarkan kriteria
dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan julung-julung adalah allometrik negativ (b
< 3), artinya pertumbuhan beratnya tidak secepat pertumbuhan panjang. Hal ini
menunjukkan bahwa julung-julung yang hidup di perairan Kayoa memiliki tubuh
yang kurus memanjang.
4.3.7 Pertumbuhan ikanJumlah ikan yang dianalisis untuk mencari nilai pertumbuhan adalah
keseluruhan ikan yang diperoleh berjumlah 1.546 ekor, dengan kisaran panjang
total antara 139 mm hingga 220 mm. Berdasarkan hasil analisis statistik
keseluruhan data terbagi dalam 10 selang kelas panjang dan lebar 7 kelas.
Analisis model pertumbuhan ikan menggunakan perangkat lunak FISAT
(Pauly 1983) terhadap sebaran frekuensi panjang ikan diperoleh hasil panjang
infiniti (L∞) sebesar 212,10 mm dan koefisien pertumbuhan (K) diperoleh sebesar
0,650 per tahun. Nilai t0 ikan julung-julung berdasarkan rumus empiris Pauly
(1984) adalah -0,1230, sehingga persamaan pertumbuhan ikan julung-julung
secara keseluruhan (jantan dan betina) di Kayoa, Halmahera Selatan adalah Lt =
[1 - e-0,650(t+0,1230)] (Gambar 15). Berdasarkan jenis kelamin diperoleh ikan julung-
julung jantan memiliki panjang infiniti (L∞) sebesar 216,30 cm dan koefisien
pertumbuhan (K) sebesar 0,800 per tahun. Nilai t0 ikan julung-julung jantan
adalah -0,1068, sehingga persamaan pertumbuhan ikan julung-julung di Kayoa,
Halmahera Selatan adalah Lt = [1 - e-0,800(t+0,1068)] (Gambar 16). Ikan julung-julung
betina mempunyai variabel pertumbuhan lebih cepat jika dibandingkan dengan
jantan dimanan betina memiliki panjang infiniti (L∞) sebesar 225,75 dan
koefisien pertumbuhan (K) sebesar 1,300 per tahun, nilai t0 sebesar -0,1068,
sehingga persamaan pertumbuhan adalah Lt = [1 - e-1,300(t+0,1068)] (Gambar 17).
54
Gambar 15 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy hasil analisis frekuensi panjangjulung-julung di perairan Kayoa (L∞ = 212,10, K = 0,650 per tahundan t0 = -0,1230).
Gambar 16 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy hasil analisis frekuensi panjangjulung-julung jantan di perairan Kayoa (L∞ = 216,30, K = 0,800 pertahun dan t0 = -0,1068).
55
Gambar 17 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy hasil analisis frekuensi panjangjulung-julung betina di perairan Kayoa (L∞ = 225,75, K = 1,300 pertahun dan t0 = -0,1068).
4.3.8 Mortalitas dan laju eksploitasiNilai koefisien mortalitas diperoleh dengan menggunakan metode kurva
hasil tangkapan konversi panjang (length converted catch curve). Gambar 18,
menunjukkan bahwa laju mortalitas total (Z) secara keseluruhan ikan julung-
julung sebesar 2,26 per tahun, dengan memasukkan suhu rata-rata di perairan
Kayoa sebesar 28 0C maka diperoleh laju mortalitas alami (M) sebesar 0,78 per
tahun. Nilai laju mortalitas karena penangkapan (F) yang diperoleh sebesar 1,48
per tahun. Dengan mengetahui nilai mortalitas tersebut maka laju eksploitasi (E)
ikan julung-julung di perairan Kayoa diketahui sebesar 0,65 per tahun. Untuk
mengetahui umur relatif ikan julung-julung yang mati karena penangkapan
(tertangkap) dapat dilihat pada tiga titik yang berwarna hitam, sehingga populasi
yang umur relatif diatas 3,0 tahun. Gambar 19, menunjukkan bahwa laju
mortalitas total (Z) ikan julung-julung jantan sebesar 2,16 per tahun, dengan
memasukkan suhu rata-rata di perairan Kayoa sebesar 28 oC maka diperoleh laju
mortalitas alami (M) sebesar 0,84 per tahun. Nilai laju mortalitas karena
penangkapan (F) yang diperoleh sebesar 1,33 per tahun. Dengan mengetahui nilai
mortalitas tersebut maka laju eksploitasi (E) ikan julung-julung jantan di perairan
Kayoa diketahui sebesar 0,61 per tahun. Untuk mengetahui umur relatif ikan
56
julung-julung yang mati karena penangkapan (tertangkap) dapat dilihat pada tiga
titik yang berwarna hitam, sehingga populasi yang umur relatif diatas 2,0 tahun.
Gambar 18 Kurva hasil tangkapan konversi panjang ikan julung-julung di perairanKayoa.
Gambar 19 Kurva hasil tangkapan konversi panjang ikan julung-julung jantan diperairan Kayoa.
57
Gambar 20, menunjukkan bahwa laju mortalitas total (Z) ikan julung-
julung betina sebesar 4,41 per tahun, dengan memasukkan suhu rata-rata di
perairan Kayoa sebesar 28 0C maka diperoleh laju mortalitas alami (M) sebesar
1,21 per tahun. Nilai laju mortalitas karena penangkapan (F) yang diperoleh
sebesar 3,20 per tahun. Dengan mengetahui nilai mortalitas tersebut maka laju
eksploitasi (E) ikan julung-julung di perairan Kayoa diketahui sebesar 0,73 per
tahun. Untuk mengetahui umur relatif ikan julung-julung yang mati karena
penangkapan (tertangkap) dapat dilihat pada tiga titik yang berwarna hitam,
sehingga populasi yang umur relatif diatas 1,0 tahun.
Gambar 20 Kurva hasil tangkapan konversi panjang ikan julung-julung betina diperairan Kayoa.
4.4 Pembahasan
Nisbah kelamin suatu organisme perairan penting untuk dikaji, karena
terkait dengan kemampuan dan potensi reproduksi organisme tersebut ke depan.
Apabila keseimbangan alamiah nisbah kelamin terganggu, maka kesinambungan
stok alamiahnya dapat terganggu. Dengan mengetahui perbandingan jenis kelamin
dapat diduga keseimbangan populasi yang ada dengan asumsi bahwa
perbandingan jantan dan betina dalam suatu sediaan di alam adalah 1 : 1 dengan
demikian populasi dinyatakan dalam keadaan seimbang (Cristina 2003).
Tabel 8 menunjukan adanya perbedaan jenis kelamin dimana jantan lebih
banyak dari pada kelamin betina. Hasil penelitian yang sama telah dilaporkan
oleh (Talwar 1967; Talwar 1962), yang menemukan bahwa ikan julung-julung
58
(Hemirhamphus marginatus) di Teluk Mandapan India memiliki proporsi jumlah
tangkapan jantan lebih banyak dibandingkan betina. Secara umum proporsi
julung-julung jantan dan betina dapat dianalogkan bahwa setiap 10 ekor julung-
julung akan ditemukan 4 ekor betina. Kecuali bulan Juli dan Oktober dimana
betina lebih banyak. Angka nisbah kelamin tersebut juga mengindikasikan bahwa
ada kecenderungan julung-julung jantan pada umumnya memiliki pasangan lebih
dari satu. Hal ini memungkinkan pada saat musim perkawinan, julung-julung
betina akan diikuti julung-julung jantan lebih dari satu ekor. Tersedianya betina
yang lebih sedikit, memungkinkan rekrutmen yang terjadi juga sedikit sehingga
berpengaruh pada jumlah penambahan individu baru di alam.
Menurut Turkmen et al. (2002) penyimpangan nisbah kelamin dari pola 1 : 1
dapat terjadi dari faktor yang meliputi perbedaan distribusi, aktifitas dan gerakan
ikan. Agar pengelolaan sumberdaya ikan julung-julung berkelanjutan, perlu diatur
aktivitas penangkapan yang berlangsung di waktu penangkapan dimana jumlah
betinanya lebih sedikit, karena dengan sedikitnya jumlah betina berarti
kemampuan untuk menghadirkan individu baru pada waktu tersebut tidak
seoptimal di waktu penangkapan yang jumlah betinanya lebih banyak.
Menurut Hails dan Abdullah (1982) ikan yang hidup di daerah tropis cenderung
mempunyai periode pemijahan yang panjang atau bahkan memijah sepanjang tahun,
yang biasanya berkesesuaian dengan curah hujan. Tingkat kematangan gonad (TKG)
merupakan salah satu pengetahuan dasar dari biologi reproduksi pada suatu
organisme seperti ikan julung-julung. Kematangan gonad dapat digunakan sebagai
penduga status reproduksi ikan, penentu ukuran dan umur pada saat pertama kali
matang gonad, proporsi atau jumlah populasi yang secara reproduktif matang dan
pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies.
Jika ditinjau TKG-nya, ikan julung-julung yang tertangkap di perairan
Kayoa pada TKG III dan IV ditemukan tersebar hampir setiap bulan, yang
mengambarkan waktu pemijahan. Jika TKG IV dijadikan dasar untuk menduga
waktu pemijahan, maka terlihat julung-julung yang tertangkap dengan giob di
perairan Kayoa membentuk dua fase puncak pemijahan yaitu fase pertama pada
bulan Januari, Februari, Maret dan fase kedua yaitu pada bulan September,
Oktober, November. Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan Talwar (1967),
bahwa ikan julung-julung (Hemirhamphus marginatus) di Teluk Mandapan India
59
memiliki periode pemijahan yang pendek dan waktu tertentu saja yaitu
November-Desember dan nampaknya spesies ini tidak melakukan kegiatan
bertelur lebih dari sekali dalam setahun. Selain itu diinformasikan pula bahwa
kawasan bertelur bagi spesies ini berada di garis pantai pada kawasan yang
berbatu dan mengandung rumput laut.
Jika dugaan fase pemijahan tersebut dihubungkan dengan produksi bulanan
giob yang dikumpulkan selama satu tahun dimana produksi tertinggi pada bulan
Agustus-Oktober, maka dapat dipastikan bahwa puncak musim penangkapan
julung-julung bertepatan dengan musim pemijahan ikan. Puncak musim
penangkapan ikan julung-julung di perairan Kayoa, tidak jauh berbeda dengan di
perairan Selat Bangka, Sulawesi Utara yang terbagi dalam dua fase utama, yaitu
bulan Maret-Juni dan bulan September- November (Reppie dan Sitanggang 2011).
Puncak penangkapan julung-julung yang bertepatan dengan musim pemijahan
dapat diinterpretasikan bahwa kehadiran gerombolan julung-julung yang
melimpah di perairan pesisir pada waktu tertentu diduga melakukan pemijahan,
dimana kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk melakukan
penangkapan. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa pada bulan-bulan tersebut
sebaiknya aktivitas penangkapan dikontrol secara ketat baik jumlah tangkapan
maupun ukuran ikan dengan harapan dapat memberi kesempatan ikan untuk
memijah terlebih dahulu sebelum tertangkap sehingga tidak mengganggu proses
rekruitmen individu baru di daerah penangkapan tersebut. Kondisi ini perlu
diantisipasi karena pengoperasian giob dilakukan di perairan kawasan selat
diantara pulau-pulau kecil.
Informasi tentang makan dan kebiasaan makan akan sangat penting untuk
memahami sejarah hidup, termasuk pertumbuhan, migrasi, dan untuk pengelolaan
perikanan secara komersial. Pengetahuan tentang sumber makanan dari stok ikan
komersial memberi pengalaman berharga bagi nelayan dalam menentukan daerah
penangkapan secara lebih menguntungkan. Nikolsky (1963) mengklasifikasikan
makanan menjadi 4 kategori yaitu makanan utama adalah makanan yang dimakan
dalam jumlah besar, makanan pelengkap adalah makanan yang dimakan dalam
jumlah sedikit, makanan tambahan adalah makanan yang dimakan dalam jumlah
60
sangat sedikit, dan makanan pengganti yang hanya dimakanan jika makanan
utama tidak tersedia.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa makanan ikan julung-julung dari
kelompok fitoplankton memiliki nilai terbesar (52,80%). Hal ini mengindikasikan
bahwa fitoplankton merupakan makanan utama julung-julung di peraian Kayoa.
Serasah merupakan makanan urutan kedua dengan nilai sebesar 31,36% diduga
merupakan makanan pelengkap. Krustasea dan zooplankton masing-masing
dengan proporsi 12,04% dan 3,73% diduga merupakan makanan tambahan.
Ditemukannya makanan jenis sisik dalam lambung ikan, diduga julung-julung
dalam kondisi panik saat diburu hingga terkurung didalam kantong jaring
menyebabkan tidak terkontol sehingga sisik masuk ke dalam rongga mulut.
Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberpa faktor antara lain habitat
hidup, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran, dan umur ikan
(Lagler 1956). Jenis makanan ikan julung-julung berupa serasah dalam jumlah
yang besar mengindikasikan bahwa habitat yang senang dikunjungi ikan ini
adalah daerah sekitar mangrove. Realitas menunjukkan bahwa daerah
penangkapan julung-julung di Kayoa merupakan daerah pulau-pulau kecil dengan
jenis tumbuhan peisir adalah mangrove dan lamun. Sebagaimana pernyataan
Lagler (1956); Kagwade (1967); Holden & Raitt (1975), bahwa komposisi dari
makanan ikan akan membantu, menjelaskan kemungkinan habitat yang
dikunjungi.
Kaitan makanan dengan waktu penangkapan, dimana kehadiran ikan julung-
julung di perairan pada sore hari diduga karena mengejar pergerakan makanan
yang terbawa oleh arus. Jumlah sediaan ikan di suatu lokasi merupakan fungsi
dari potensialitas makanan, sehingga pengetahuan yang benar dari hubungan antar
ikan dengan organisme makanan sangat penting untuk prediksi dan eksploitasi
dari sediaan ikan tersebut (Nikolsky 1963; Rao 1974).
Berkurangnya kelimpahan ikan dalam sutu kelompok umur pada satu kurun
waktu tertentu disebabkan oleh faktor alami maupun penangkapan digambarkan
oleh koefisien kematian. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai dugaan koefisien
kematian total (Z) sebesar 2,09 per tahun. Besarnya nilai koefisien kematian total
ini tergantung dari besarnya nilai koefisien kematian alami (M) dan nilai koefisien
61
kematian akibat penangkapan (F). Kematian alami umumnya dipengaruhi oleh
faktor lingkungan (kondisi perairan, predator, penyakit, kekurangan pakan dan
mati karena tua). Koefisien kematian akibat penangkapan pada umumnya
dipengaruhi oleh jumlah alat tangkap dan intensitas penangkapan. Semakin
banyak jumlah alat tangkap dan intensitas penangkapan maka koefisien kematian
akibat penangkapan semakin besar.
Nilai status pemanfaatan (E) ikan julung-julung yang tertangkap di perairan
Kayoa, Halmahera Selatan adalah sebesar 65%. Nilai tersebut mengindikasikan
bahwa tingkat pemanfaatan ikan julung-julung di perairan Kayoa telah melewati
tingkat pemanfaatan optimal. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa hasil
berimbang adalah optimal bila E = 0,50 (Gulland 1971) diacu dalam (Pauly 1984).
4.5 Kesimpulan
1) Ikan julung-julung yang tertangkap dengan giob di perairan Kayoa memiliki
perbandingan kelamin jantan lebih banyak dari betina yaitu pada nisbah 1:0,7.
Julung-julung betina mengalami dua kali puncak matang gonad yakni pada
bulan Januari-Maret dan bulan September-November. Ukuran panjang
julung-julung jantan pertama kali mencapai matang gonad yaitu 164 mm
(16,4 cm) lebih besar jika dibandingkan dengan julung-julung betina pada
ukuran 156,56 mm (15,7 cm).
2) Komposisi makanan ikan julung-julung terdiri dari fitoplankton (52,80%),
serasah (31,36%), krustasea (12,04%), dan zooplankton (3,73%), sedangkan
sisik sebesar 0,08% sebagai isi lambung tapi bukan merupakan makanan.
3) Secara total, dan berdasarkan jenis kelamin (jantan dan betina) ikan julung-
julung mempunyai bentuk tubuh kurus (allometrik negatif). Persamaan
hubungan panjang dan berat ikan secara total adalah W = 0,00189L1,968,
jantan W = 0,0061L1,74, dan betina W = 0.00089L2,116. Pertumbuhan ikan
julung-julung betina lebih cepat dari pada jantan dengan persamaan
pertumbuhan secara total Lt = [1 - e-0,650(t+0,1230)], jantan adalah Lt = [1 - e-
0,800(t+0,1068)], dan betina adalah Lt = [1 - e-1,300(t+0,1068)]. Mortalitas total (Z),
mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F) dan tingkat pemanfaatan
ikan julung-julung betina lebih besar dari pada jantan.
top related