ambiguitas dalam peristiwa tutur dialog interaktif
TRANSCRIPT
i
AMBIGUITAS DALAM PERISTIWA TUTUR
DIALOG INTERAKTIF INDONESIA LAWYERS CLUB PERIODE JULI—SEPTEMBER 2019
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Eka Averia Desyyanti
161224011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Tuhan Yesus Kristus putra Santo Yosef dan Bunda Matas kasih serta karunia-
Nya yang selalu berlimpah dan menyertai setiap langkah baik suka maupun
duka yang saya lalu yang selalu menuntun dan memberkati saya, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Dosen pembimbing, Bapak Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. yang telah membimbing
saya dari awal hingga akhir skripsi ini dibuat.
3. Ketua Program Studi PBSI, Ibu Rishe Purnama Dewi, M.Hum., yang saya
cintai. Beliau selalu memberikan perhatian dan motivasi kepada anak-
anaknya, sehingga membuat saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Kunjana Rahardi, M.Hum., yang dengan senang hati menjadi
triangulator dalam penelitian saya ini.
5. Dosen-dosen PBSI yang selama ini memberikan banyak sekali ilmu selama
masa perkuliahan.
6. Keluarga saya tercinta, Bapak Warsino, Ibu Anastasia Surajinem, dan adik
saya Magda Dwi Julita Sari yang selalu memberikan doa, semangat, dorongan,
serta nasihat selama masa kuliah dan penyelesaian skripsi ini.
7. Keluarga besar saya di Jogja, Cibubur, Wonogiri, maupun di Semarang yang
telah memberikan dukungan dan doa untuk segera lulus gelar sarjana.
8. Patrisia Sisy, S.Pd. yang selalu membimbing saya dengan penuh cinta dari
semester 5 hingga penulisan skripsi ini selesai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
9. Sahabat-sahabat saya di lingkungan KPOP seperti Koko Chrunch, fandom
ONE IT JOGJA, MOODZ JOGJA, dan sahabat-sahabat KPOPERS Jogja
lainnya yang telah menjadi teman serta keluarga di dunia KPOP Jogja.
10. Keluarga besar PBSI Sanata Dharma angkatan 2016 kelas A yang telah
menjadi sahabat serta keluarga besar penulis selama empat tahun. Segala suka
duka yang selama perkuliahan telah kita lalui bersama. Banyak kenangan,
canda tawa serta kesedihan bercampur menjadi satu yang telah terukir tak
akan pernah terlupakan.
11. Sahabat-sahabat KKN Kedungdowo Wetan yang telah menjadi keluarga dan
selalu mendukung saya.
12. Serta seluruh orang yang telah mendukung dan membantu saya untuk
menyelesaikan skripsi agar selesai tepat pada waktunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
MOTO
“Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan
menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan
meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.”
-Ulangan 31:8-
“Berikan yang terbaik demi impianmu dan kamu akan terkejut dengan energi luar
biasa yang sebenarnya ada di dalam dirimu.”
-Merry Riana-
“Lakukan yang terbaik dan jadilah yang terbaik. Tuhan akan melakukan sisanya”
-Eka Averia-
Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini
Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan
memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.
- Yesaya 41:10 -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRAK
Desyyanti, Eka Averia. 2020. Ambiguitas Dalam Peristiwa Tutur Dialog
Interaktif Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019. Skripsi.
Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini membahas mengenai ambiguitas dalam peristiwa tutur dialog
interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019. Penelitian ini
memiliki rumusan masalah utama, yaitu ambiguitas yang terjadi pada peristiwa
tutur dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
Dari rumusan masalah utama tersebut peneliti menjabarkan dua sub rumusan
masalah, yaitu ambiguitas pada makna dalam peristiwa tutur dialog interaktif, dan
ambiguitas pada diksi dalam peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia Lawyers
Club periode Juli—September 2019.
Tujuan penelitian dari rumusan masalah utama adalah mendeskripsikan
ambiguitas yang terdapat dalam peristiwa tutur dialog interaktif. Lalu, peneliti
menjabarkan tujuan penelitian berdasarkan sub masalah, yaitu mendeskripsikan
ambiguitas pada makna dalam peristiwa tutur dialog interaktif dan
mendeskripsikan ambiguitas pada diksi dalam peristiwa tutur dialog interaktif
Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sumber data
yang diambil dari tanggal 20 April—27 Juni 2020 melalui video unggahan di
Youtube mengenai dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—
September 2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
simak. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneiliti adalah simak dan catat.
Selain itu, teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti yaitu, menyeleksi
data, menganalisis, mendeskripsikan, memaparkan hasil penelitian, dan membuat
kesimpulan.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, hasil yang diperoleh peneliti adalah
empat puluh satu data tuturan yang dianalisis. Hasil data pada rumusan masalah
utama, yaitu berupa ambiguitas fonetik, gramatikal, dan leksikal. Lalu peneliti
memperoleh data dari sub rumusan masalah, yaitu ambiguitas pada makna dalam
peristiwa tutur dialog interaktif, yaitu konotatif dan makna nonreferensial, serta
ambiguitas pada diksi dalam peristiwa tutur dialog interaktif, yaitu polisemi,
homonim, dan sinonim.
Kata kunci: semantik, ambiguitas, makna, diksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRACT
Desyyanti, Eka Averia. 2020. Ambiguity in Interactive Dialogue Speech Event of
Indonesia Lawyers Club in July—September 2019 Period. Undergraduate
Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Education Study Program.
Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University.
This research discusses ambiguity in the interactive dialogue speech events
of the Indonesia Lawyers Club for the period July—September 2019. This
research has a formulation of the main problem, namely the ambiguity that occurs
in the interactive dialogue speech events of the Indonesia Lawyers Club for the
period July—September 2019. Describes two sub-problem formulations, namely
ambiguity in meaning in interactive dialogue speech events, and ambiguity in
diction in the interactive dialogue speech event of the Indonesia Lawyers Club for
the July - September 2019 period.
The research objective of the formulation of the main problem is to describe
the ambiguity in interactive dialogue speech events. Then, the researcher
described the research objectives based on the sub-problem, namely describing
the ambiguity in the meaning in interactive dialogue speech events and describing
the ambiguity in diction in the interactive dialogue program of the Indonesia
Lawyers Club for the July - September 2019 period.
This type of research is a qualitative research with data sources taken from
20 April —7 June 2020 through uploaded videos on Youtube regarding the
interactive dialogue of the Indonesia Lawyers Club for the period July -
September 2019. The method used in this research is the observation method. The
data technique used by the researcher was listening and taking notes. In addition,
the data analysis techniques used by researchers were selecting data, analyzing,
describing, explaining the results of the research, and making conclusions.
Based on the formulation of the problem above, the results obtained by the
researcher were forty-one speech data analyzed. The results of the data on the
formulation of the main problem, namely in the form of phonetic, grammatical,
and lexical ambiguities. Then the researcher obtained data from the sub-problem
formulation, namely ambiguity in the meaning in interactive dialogue speech
events, namely connotative and non-referential meanings, as well as ambiguity in
diction in interactive dialogue events, namely polysemy, homonym, and synonym.
Keywords: learning module, Indonesian phonology, communicative approach,
phonetic aspects, and phonetic transcription.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN .................................. Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
MOTO ................................................................................................................... vi
HALAMAN KEASLIAN KARYA .................................................................... vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT ............................................................................................................ x
KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah ................................................................................................ 5
1.6 Sistematika Penyajian .................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................................... 8
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ............................................................... 8
2.2 Kajian Teori ............................................................................................... 10
2.2.1 Hakikat Semantik .................................................................................... 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2.2.2 Semantik Leksikal ................................................................................... 12
2.2.3 Makna ..................................................................................................... 13
2.2.4 Relasi Makna .......................................................................................... 14
2.2.4.1 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal ........................................ 15
2.2.4.2 Makna Referensial dan Nonreferensial .......................................... 17
2.2.4.3 Makna Denotatif ............................................................................. 18
2.2.4.4 Makna Konotatif ............................................................................. 18
2.2.5 Diksi ........................................................................................................ 20
2.2.6 Jenis-jenis Diksi ...................................................................................... 23
2.2.6.1 Sinonim........................................................................................... 24
2.2.6.2 Antonim .......................................................................................... 26
2.2.4.3 Polisemi ............................................................................................ 26
2.2.4.4 Homonim, Homofon, dan Homograf ............................................. 27
2.2.4.5 Hiponim dan Hipernim ................................................................... 29
2.2.7 Hakikat Ambiguitas ................................................................................ 30
2.2.8 Jenis-jenis Ambiguitas ............................................................................. 32
2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 39
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 39
3.2 Sumber Data dan Data ................................................................................. 39
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 40
3.4 Teknik Analisis Data ................................................................................... 41
3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................... 42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 44
4.1 Deskripsi Data Penelitian ............................................................................ 44
4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................ 45
4.2.1 Ambiguitas yang Terdapat dalam Peristiwa Tutur Dialog Interaktif ....... 46
4.2.2 Makna yang mengandung Ambiguitas ..................................................... 52
4.2.3 Diksi yang mengandung Ambiguitas ....................................................... 58
4.3 Pembahasan ................................................................................................. 64
4.3.1 Ambiguitas ............................................................................................... 66
4.3.2 Makna ...................................................................................................... 68
4.3.3 Diksi . ....................................................................................................... 69
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 72
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 72
5.2 Saran ............................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74
LAMPIRAN ......................................................................................................... 77
BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................... 119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian ................................................................ 38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I pendahuluan ini memaparkan: (1) latar belakang, (2) batasan masalah,
(3) rumusan masalah, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian, dan (6) definisi
istilah. Berikut adalah uraian selengkapnya dari paparan tersebut.
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat melepaskan diri dari
pengaruh manusia lain. Di dalam hidupnya, manusia melakukan interaksi dengan
orang lain menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa mempunyai
peran penting dalam menyampaikan pesan, perasaan, atau pikiran seseorang.
Melalui bahasa manusia dapat berinteraksi serta menjalin hubungan antar sesama.
Penggunaan bahasa sebagai sarana interaksi sosial ditentukan dari berbagai
macam oleh faktor, baik linguistik maupun non linguistik. Faktor-faktor linguistik
berupa kata-kata, frase-frase, ataupun kalimat-kalimat saja tidak akan cukup untuk
melancarkan komunikasi seseorang. Faktor non linguistik juga sangat
menentukan, seperti faktor pendidikan, tingkat sosial, jenis kelamin yang turut
menentukan penggunaan bahasa seseorang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa merupakan sistem
lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat
untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Hal yang sama
juga dikemukakan oleh (Wahyu, 2001) bahwa bahasa ialah sistem simbol bunyi
yang bermakna serta berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sifat arbitrer serta konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh
sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan serta pikiran. Maksud dari
lambang bunyi yang arbitrer atau manasuka adalah tidak adanya hubungan
langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
Sementara, menurut (Gorys, 2004) bahasa adalah alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem
lambang bunyi arbiter yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi yang
dihasilkan tersebut digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Dalam
pembelajaran bahasa, kita tidak hanya mempelajari teori tentang bahasa, tetapi
cara kita untuk menerapkan bahasa itu ke dalam kehidupan sehari-hari, apalagi
kita sebagai mahasiswa.
Banyak hal yang disampaikan penutur kurang dipahami sepenuhnya oleh si
mitra tutur atau bisa saja penutur sama sekali tidak paham apa yang kita katakan.
Kendala-kendala seperti itu terjadi karena penggunaan kata (simbol) atau struktur
kalimat da nada juga yang terjadi karena kondisi maupun situasi di sekitar
komunikasi itu. Hal-hal tersebutlah yang menjadi kendala bagi pemahaman
informasi. Salah satu kendala yang menyebabkan komunikasi tidak tercapai atau
tidak dipahami oleh lawan bicara kita adalah ambiguitas (ketaksaan) (Abdul,
2010).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ambigu bermakna lebih dari satu
(sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, ketidakjelasan, dan
sebagainya); bermakna ganda; taksa. Jadi, bahasa yang dituturkan oleh penutur
bisa menimbulkan ambiguitas yang membuat mitra tutur merasa ragu, kabur,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
maupun tidak jelas maksud yang disampaikan oleh penutur. Pemaknaan suatu
tanda bahasa multitafsir disebut ambiguitas (ambiguily) yang menyebabkan
makna bersifat samar-samar.
Penelitian ini akan mengkaji peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia
Lawyers Club periode Juli—September 2019. Indonesia Lawyers Club merupakan
sebuah talkshow yang disiarkan di tvOne. Acara ini menampilkan dialog
mengenai masalah hukum, kriminalitas, maupun masalah-masalah lainnya yang
terjadi di sekitar masyarakat. Indonesia Lawyers Club tayang selama 210 menit
dan dipandu oleh Karni Ilyas. Acara ini disiarkan setiap hari Selasa pukul 20:00
WIB. Hal yang ingin dikaji atau objek penelitian adalah ambiguitas atau bahasa
yang mempunyai makna ganda.
Alasan peneliti memilih judul Ambiguitas dalam Peristiwa Tutur Dialog
Interaktif Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019 karena setiap
penonton Indonesia Lawyers Club menangkap makna berbeda dari yang
diutarakan oleh para pembicara di acara tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan acuan bagi
peneliti lain di bidang semantik.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah ambiguitas apa yang
terdapat dalam peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode
Juli—September 2019?
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, disusun submasalah sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
a. Ambiguitas makna apa sajakah yang terjadi pada peristiwa tutur dialog
interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019?
b. Ambiguitas yang terdapat pada diksi apa sajakah yang ada dalam peristiwa
tutur dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September
2019?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian utama dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan
ambiguitas yang terdapat dalam peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia
Lawyers Club periode Juli—September 2019.
Berdasarkan tujuan penelitian utama di atas, tujuan penelitian
dikembangkan sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan ambiguitas pada makna dalam peristiwa tutur dialog
interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
b. Mendeskripsikan ambiguitas pada diksi dalam peristiwa tutur dialog
interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ambiguitas dalam peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia
Lawyers Club ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca,
baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaatnya sebagai berikut.
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dan bahan
pustaka bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengadakan penelitian dengan topik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
yang sama. Sekaligus dapat menjadi pembelajaran bagi peneliti agar mampu
menguasai maksud dari penutur agar tidak terjadi ketaksaan yang diterima oleh
mitra tutur.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan
bekal pada calon guru Bahasa Indonesia mengenai makna ganda dari suatu bahasa
pada peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—
September 2019. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
inspirasi pada peneliti lain untuk melakukan penelitian serupa yang lebih
mendalam.
1.5 Batasan Istilah
Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini ialah semantik,
ambiguitas, dan diksi. Beberapa istilah ini sangat berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti. Adapun beberapa batasan istilah yang ada
dalam skripsi ini sebagai berikut.
a. Semantik
Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan
makna ungkapan dan dengan struktur makna suatu wicara (Kridalaksana, 2001).
Makna adalah maksud pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman
persepsi, serta perilaku manusia atau kelompok.
b. Ambiguitas
Ketaksaan (ambiguity atau ambiguitas) adalah persoalan semantik, yaitu
persoalan penafsiran arti dari suatu tuturan sebuah tuturan (utterance atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
expression) dapat ditafsirkan berbagai-bagai sehingga memicu terjadinya
kesalahpahaman (Subroto, 2011). Jadi, ambiguitas merupakan suatu tuturan yang
dapat ditafsirkan berbagai macam makna yang bisa menimbulkan
kesalahpahaman.
c. Diksi
Diksi adalah pilihan kata terhadap bahasa-bahasa yang dikuasai oleh
penutur (Siswono, 2014). Gorys Keraf (dalam Sumadiria, 2011: 30)
menyimpulkan terdapat tiga hal yang berkaitan dengan diksi yaitu pertama, diksi
mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu
gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi. Jadi, diksi merupakan pilihan bahasa yang dikuasai
oleh penutur untuk menyampaikan gagasan kepada mitra tutur dengan
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa mitra tutur.
1.6 Sistematika Penyajian
Pada penelitian ini sistematika penyajian dijabarkan ke dalam lima bab yang
terdiri dari Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV, Bab V, dan Daftar Pustaka. Bab I
menjabarkan mengenai pendahuluan yang mencakup dari latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah,
dan sistematika penyajian. Bab II memaparkan mengenai kajian teori terdahulu
yang relevan, kajian pustaka yang berisi berbagai teori yang digunakan sebagai
pisau analisis untuk menjawab seluruh rumusan masalah pada penelitian ini, serta
kerangka berpikir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Bab III tentang Metodologi Penelitian yang mendeskripsikan mengenai jenis
penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen
pengumpulan data, teknik analisis data, serta triangulasi data. Lalu, Bab IV
merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Terakhir, bab V menguraikan
simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran yang bermanfaat bagi pihak lain
terkait dengan penelitian ini dan juga merupakan simpulan hasil penelitian. Selain
beberapa bab yang telah dipaparkan di atas, peneliti juga menyajikan daftar
pustaka sebagai pedoman yang dipergunakan penelitian ini. Selain itu, terdapat
juga lampiran-lampiran yang mendukung dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan penelitian terdahulu yang relevan,
kajian pustaka, serta kerangka berpikir yang digunakan sebagai acuan untuk
menjawab rumusan masalah dalam penelitian. Ketiga hal tersebut diuraikan pada
subbab berikut ini.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian yang relevan berfungsi sebagai referensi yang dibutuhkan peneliti
dalam melakukan penelitian. Beberapa penelitian terdahulu sangat diperlukan dan
dibutuhkan oleh peneliti untuk menunjang penelitian. Peneliti menemukan lima
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini.
Pertama, Restiasih dalam penelitian berjudul ―Ketaksaan Makna dalam Kajian
Logika‖ yang dimuat dalam e-jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya membahas
ambiguitas menurut kajian logika. Dalam penelitian tersebut ditemukan tiga jenis
ketaksaan, yaitu ketaksaan fonetis, ketaksaan gramatikal, dan ketaksaan leksikal.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ketaksaan makna akan mempengaruhi
logika berbahasa. Untuk menghindari ketaksaan dalam berbahasa sebaiknya
diperhatikan penggunaan jeda, pemilihan diksi, dan struktur kalimatnya.
Kedua, peneliti relevan dengan penelitian ini naskah publikasi dari Dwi
Purwanti yang berjudul ―Makna Ambiguitas Slogan Iklan Sepeda Motor di
Televisi‖ dari Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini menghasilkan
11 makna ambiguitas yang difokuskan pada bentuk pemakaian slogan iklan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
iklan sepeda motor di televisi khususnya Yamaha, Honda, dan Suzuki.
Pembahasan makna ambiguitas iklan sepeda motor dalam penelitian ini adalah
makna konvensional dan kontekstual.
Ketiga, artikel jurnal karya Yusmawati dan Restiawan Permana pada tahun
2018 yang berjudul ―Makna Ambiguitas Pesan Pemberdayaan Masyarakat (Studi
Kasus: Kampanye Sosial ―Ketimbang Ngemis‖ di Media Sosial)”. Artikel jurnal
tersebut menghasilkan pemaknaan terhadap tuturan tidak dapat lepas dari konteks
karena tuturan yang sama dan diucapkan pada situasi yang berbeda akan memiliki
makna yang berbeda pula seperti istilah ―Ketimbang Ngemis‖ memunculkan
makna yang ambigu.
Keempat, skripsi yang berjudul ―Ambiguitas Pada Judul Artikel Surat Kabar
Tempo‖ yang disusun oleh Ahmad Chandra Firmansyah. Penelitian ini
menghasilkan tiga jenis ambiguitas. Ketiga ambiguitas tersebut, ialah ambiguitas
gramatikal, ambiguitas leksikal, dan ambiguitas fonetik. Penyebab ambiguitas
pada judul artikel di surat kabar Tempo memiliki dua faktor, yaitu morfologi dan
sintaksis. Faktor morfologi meliputi faktor afiks (prefiks) dan leksikon (polisemi
dan homonim). Faktor sintaksis meliputi ungkapan, frasa, dan kalimat.
Kelima, skripsi yang berjudul ―Ambiguitas dalam Humor Parikan/Pantun
Kilat sebagai Pelesetan Makna‖ yang disusun oleh M. Hermintoyo pada tahun
2019. Penelitian ini menghasilkan 15 parikan/pantun yang bermakna ambigu
dalam bahasa Jawa. Keambiguan isi pantun tersebut karena ada informasi ganda
yang masing-masing penutur maupun lawan tutur ada pengetahuan yang sama.
Sejauh pengamatan peneliti terhadap lima penelitian terdahulu yang televan
adalah penelitian ini lebih terfokus pada makna yang mengandung ambiguitas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
diksi yang mengandung ambiguitas serta jenis-jenis ambiguitas yang digunakan
dalam peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli -
September 2019.
2.2 Kajian Teori
Dalam kajian teori, peneliti menjabarkan teori-teori sepadan dengan
penelitian yang dilakukan pen eliti. Teori-teori ini juga sebagai dasar utama atau
pisau dalam menganalisis data penelitian yang terkumpul. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu, (1) hakikat semantik, (2) relasi makna, (3) diksi, (4)
jenis-jenis diksi, (5) hakikat ambiguitas, (6) jenis-jenis ambiguitas. Berikut ini
akan dibahas secara detail teori tersebut.
2.2.1 Hakikat Semantik
Semantik pertama kali digunakan oleh Michel Breal pada tahun 1883 yang
merupakan seorang Filolog Perancis. Semantik kemudian disepakati sebagai
istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-
tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Semantik merupakan salah satu
dari cabang linguistik bahasa. Secara etimologi kata semantik berasal dari bahasa
Yunani yaitu semainein yang berarti ‗bermakna‘. Menurut Kridalaksana
(2001:1993) semantik merupakan bagian dari struktur bahasa yang berhubungan
dengan makna ungkapan dan dengan struktur makna suatu wicara. Semantik
merupakan studi tentang makna dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian
dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik (Aminuddin, 2011).
Semantik adalah telaah mengenai makna (Tarigan, 2015). Semantik salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
cabang linguistik yang menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang
menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, serta pengaruh
makna tersebut terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, semantik
mencakup kata-kata, perkembangan, serta perubahannya.
Secara sederhana semantik dapat diartikan sebagai cabang linguistik bahasa
yang mempelajari makna bahasa. Berdasarkan pengertian sederhana ini semantik
menempatkan kajian terhadap makna yang terkandung dalam suatu tataran
bahasa. Kajian ilmu semantik begitu luas bahkan beberapa studi keilmuan
menggunakan fungsi pemaknaan bahasanya secara tersendiri. Strukturisasi
pemaknaan kata yang diterapkan dalam ilmu semantik memungkinkan kita dalam
memberikan pemaknaan yang mendalam dari beberapa struktur bahasa seperti
frasa, kalimat, atau wacana. Seperti yang kita ketahui bahwa semantik adalah ilmu
yang mengkaji mengenai makna bahasa dan yang menjadi objek semantik adalah
makna bahasa atau makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frasa, klausa,
kalimat, dan wacana. Semantik memiliki berbagai manfaat, seperti:
a. Bagi seorang jurnalis
Pengetahuan semantik yang dikuasainya akan memudahkan dalam memilih
dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan
informasi kepada masyarakat umum melalui lisan maupun tulisannya.
Tanpa pengetahuan akan konsep-konsep semantik, seperti polisemi,
homonimi, denotasi, konotasi dan nuansa-nuansa makna tertentu akan sulit
bagi mereka untuk dapat menyampaikan informasi secara tepat dan benar.
b. Bagi yang berkecimpung dalam penelitian bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Semantik yang dikuasai akan banyak memberi bekal teoretis untuk dapat
menganalisis suatu bahasa yang sedang dipelajarinya.
c. Bagi seorang guru atau calon guru
Sebagai guru bahasa harus memahami pengetahuan semantik untuk bekal
mengajar untuk anak didiknya. Seorang guru bahasa, selain harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang luas mengenai bahasa, juga harus
memiliki pengetahuan teori semantik secara memadai.
2.2.2 Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah sebuah kajian semantik yang lebih memusatkan
pada pembahasaan sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal
menyangkut makna leksikal, yakni makna yang dimiliki atau yang terdapat pada
leksem meski tidak ada konteks apapun.
Kearns (2000:3) mengatakan bahwa makna leksikal sebagai makna dari kata
itu sendiri sedangkan bidang yang meneliti semantik leksikal menurut asas-
asasnya dinamai ―leksikologi‖. Sementara Pateda (2001:74) mengatakan dalam
kajian semantik, semantik leksikal cenderung lebih memfokuskan pada
pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Bahwasanya kajian tentang
makna kata disebut juga kajian semantik leksikal (Saeed, 2000). Menurut Keraf
(2002:34) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan struktur leksikal adalah
bermacam-macam relasi semantik yang terdapat pada kata. Hubungan anatar kata
yang dimaksudkan itu antara lain dapat berwujud sinonim, polisemi, homonim,
hiponim, dan antonim. Adapun Verhaar (1999: 388) berpendapat bahwa semantik
leksikal menyangkut makna leksikal. Semantik leksikal secara leksikologis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
mencakup segi-segi sebagai berikut: (a) makna dan refren, (b) denotasi dan
konotasi, (c) analisis ekstensional dan analisis intensional, (d) analisis
komponensial, (e) makna dan pemakaiannya, (f) kesinoniman, keantoniman,
kehomoniman, dan kehiponiman. Secara umum hubungan antara satu makna dan
makna yang lain secara leksikal dibedakan atas sinonim, antonim, penjamin
makna, hipernim, dan hiponim (superordinal atau homonim, dan polisemi (Parera,
2004:60)
2.2.3 Makna
Menurut Djajasudarma (2009:7) makna adalah pertautan yang ada di antara
unsur-unsur bahasa itu sendiri terutama kata-kata. Unsur-unsur bahasa yang
dimaksud adalah fonem, fonologi, sintaksis, morfem, dan lain-lain yang
digunakan oleh pemakai bahasa. Artinya, setiap pertautan unsur-unsur bahasa
menimbulkan makna-makna tertentu. Makna adalah hubungan antara bahasa
dengan dunia luar bahasa yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa
sehingga dapat saling dimengerti (Aminuddin, 2008). Hubungan antara bahasa
dengan dunia luar bahasa juga disepakati oleh para pemakai bahasa. Diketahui ada
tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yaitu: a) makna adalah hasil
hubungan antara bahasa dengan dunia luar, b) penentuan hubungan terjadi karena
kesepatan para pemakai, c) perwujudan makna dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi sehingga saling dimengerti satu sama lain.
Selain itu, makna adalah maksud pembicara, pengaruh satuan bahasa dalam
pemahamam persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia, hubungan,
dalam arti kesepadanan antara bahasa dan alam diluar bahasa, atau anatara ujaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dan semua hal yang ditunjukannya, cara menggunakan lambang-lambang bahasa
(Kridalaksana, 2008). Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
makna merupakan arti dari suatu kata atau maksud pembicara yang membuat kata
tersebut berbeda dengan kata-kata lain.
2.2.4 Relasi Makna
Setiap bahasa seringkali ditemukan hubungan kemaknaan atau relasi makna
antara sebuah kata adengan kata lainnya atau sebuah bahasa dengan bahasa
lainnya. Makna kata merupakan salah satu bidang kajian yang dibahas dalam ilmu
semantik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Pateda, 2001:82) kata
makna diartikan sebagai: (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang
terdapat dalam tulisan kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii)
pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Kridalaksana
(2008:148) berpendapat makna (meaning, linguistic meaning, sense) yaitu: (1)
maksud pembicara, (2) pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau
perilaku manusia atau kelompok manusia, (3) hubungan, dalam arti kesepadanan
atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran
dan semua hal yang ditunjuknya, (4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa.
Menurut (Chaer, 2003) pembagian tipe makna berdasarkan beberapa
kriterianya antara lain:
a. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem, dapat
dibedakan menjadi makna referensial da makna non referensial.
b. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dapat
dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
c. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna
kata dan makna istilah.
d. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna
asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya.
Berkaitan dengan data penelitian, peneliti hanya membatasi beberapa jenis
makna untuk analisis data yang akan diteliti. Peneliti menggunakan enam makna
yang secara umum banyak digunakan oleh masyarakat. Keenam makna yang
digunakan sebagai landasan teori, yaitu makna leksikal, makna gramatikal, makna
referensial, makna nonreferensial, makna denotatif, dan makna konotatif
2.2.4.1 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Semantik leksikal merupakan kajian semantik yang memusatkan pada
pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata. Struktur leksikal adalah
bermacam-macam relasi semantik yang terdapat pada kata (Keraf, 2002).
Hubungan antara kata itu dapat berwujud sinonim, polisemi, homonim, hiponim
dan antonim. Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina
leksikon (vokabuler, kosakata, perbendaharaan kata). Makna leksikal merupakan
makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikal
juga dapat dikatakan makna yang sesuai dengan referennya. Selain itu, makna itu
sesuai dengan hasil observasi alat indera yang sungguh-sungguh nyata dalam
kehidupan. Contoh kata dalam makna leksikal adalah tikus. Makna leksikal
tersebut adalah sebuah binatang pengerat yang dapat menimbulkan penyakit
seperti tifus. Makna leksikal pada kata tikus tampak jelas pada kalimat ‗kucing
mengejar tikus untuk menjadi santapannya‟ atau ‗hama tikus membuat panen kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
ini gagal.‟ Kata tikus pada kedua kalimat tersebut merajuk pada binatang tikus,
tetapi kata tikus bukanlah makna leksikal jika terdapat dalam kalimat ‗saat ini,
banyak tikus berdasi yang menggunakan kepintarannya untuk menggelapkan
uang negara.‘ Kalimat tersebut bukanlah makna leksikal karena kata tikus yang
dimaksud adalah seseorang yang melakukan korupsi.
Jika makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang
sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir
sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses
reduplikasi, dan proses komposisi. Makna gramatikal merupakan makna yang
muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Selain itu, menurut
makna gramatikal juga disebut makna yang timbul karena peristiwa gramatikal
(Hardiyanto, 2008). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:488) makna
gramatikal yaitu sesuai dengan tata bahasa dan menurut apa yang ada dalam tata
bahasa. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Chaer yang menyatakan bahwa
makna gramatikal merupakan makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.
(Chaer, 2009). Misalnya saja pada kata teringat yang memiliki proses afiksasi
awalan ter- dan kata dasar ingat pada kalimat ‗Kakek teringat masa mudanya
bersama nenek‘ Adanya kata ingat menjadi teringat mempunyai makna dapat.
Pada kalimat „Melihat berita pembunuhan di televisi membuat kakek teringat
kasus pembunuhan yang hampir menimpa dirinya‘ dari kalimat tersebut kata
teringat memiliki makna gramatikal, yaitu tidak sengaja mengingat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
2.2.4.2 Makna Referensial dan Nonreferensial
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial jika terdapat referen
atau acuannya (Chaer, 2007). Menurut Kridalaksana (1993:133) makna referensial
(referential meaning) adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya
dengan dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh
analisi komponen; juga disebut denotasi; lawan dari konotasi. Maknda referensial
adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan (acuan), makna
referensial disebut juga makna kognitif karena memiliki acuan (Djajasudarma,
1999). Dari kedua pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa makna referensial
adalah makna yang berhubungan langsung dengan kenyataan atau memiliki
acuannya. Selain itu, makna referensial memiliki hubungan dengan konsep
mengenai sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh masyarakat bahasa).
Contohnya seperti kata ‗pensil‘ dan ‗penghapus‘ merupakan kata yang bermakna
referensial karena kedua kata tersebut memiliki referen, yaitu sejenis alat tulis
yang disebut ‗pensil‘ dan ‗penghapus‘. Tak hanya berbentuk benda, tetapi bisa
berbentuk gejala maupun peristiwa.
Makna non referensial merupakan makna yang tidak memiliki acuan atau
referen, seperti kata preposisi, konjungsi, ataupun kata tugas lainnya. Kata yang
tidak memiliki makna referensial atau non referensial, yaitu kata yang tidak
memiliki referen atau tidak memiliki wujud benda yang diacu oleh makna
tersebut, contohnya kata sehingga, tetapi, dan, atau, dan walaupun (Chaer, 2009).
Perbedaan makna referensial dan makna non referensial berdasarkan ada
tidaknya referen dari kata-kata tersebut. Bila kata-kata itu mempunyai referen,
yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu maka kata tersebut bermakna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
referensial. Makna non referensial merupakan kata yang tidak memiliki makna
referensial atau dalam artian tidak memiliki gambaran dalam dunia nyata.
2.2.4.3 Makna Denotatif
Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna kata yang didasarkan
atas penunjukkan yang lugas, polos, dan apa adanya (Suwandi, 2008).
Djajasudarma (1999:9) mengungkapkan makna denotatif adalah makna yang
menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna
denotatif didasarkan pada penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa
atau yang didasarkan atas konvensi tertentu. Makna denotatif merupakan makna
dasar suatu kata atau satuan bahasa yang bebas dari nilai rasa. Makna denotatif
atau sering disebut makna denotasional menyangkut informasi-informasi faktual
objektif. Makna denotatif yang biasa ditemukan dalam kamus. Denotatif
merupakan makna asli, makna asal, dan makna sebenarnya dari sebuah kata atau
leksem. Makna denotatif sama dengan makna leksikal. Contohnya, pada kata
‗wanita‟ dan ‗perempuan‟ yang mempunyai makna denotasi, yaitu manusia
dewasa bukan laki-laki.
2.2.4.4 Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna kata atau satuan lingual yang merupakan
makna tambahan yang berupa nilai rasa (Hardiyanto, 2008). Makna konotatif
adalah makna kata atau satuan lingual yang merupakan makna tambahan yang
berupa nilai rasa. Makna konotatif mempunyai nilai rasa yang bersifat negatif dan
positif. Pembeda makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada atau tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
adanya ―nilai rasa‖. Sebuah kata disebut makna konotatif apabila kata itu
mempunyai ―nilai rasa‖, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai
rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi bisa disebut berkonotasi
netral.
Makna kias atau bahasa kias atau sering disebut pemajasan merupakan
makna yang mengandung pengandaian atau pengibaratan. Kiasan adalah
pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya (Pateda, 2010). Makna kias atau
pemajasan tidak merujuk kepada makna secara langsung, tetapi melalui pelukisan
sesuatu atau pengiasan. Seluruh bentuk bahasa baik kata, frasa, maupun kalimat
yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Di dalam makna kiasan sudah tidak
sesuai lagi dengan konsep yang terdapat di dalam kata tersebut yang memiliki
artian makna kiasan sudah bergeser dari makna sebenarnya. Contohnya pada kata
banting tulang yang bukan memiliki arti seseorang yang sedang membanting
tulang, tetapi memiliki artian orang yang bekerja keras.
Pengertian bahasa kias (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai
dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek
keindahan (Kutha, 2009). Penggunaan bahasa kiasan oleh penutur menyebabkan
si mitra tutur lebih tertarik dengan pesan yang disampaikan bersifat konotatif dan
tersirat. Misalnya, ―kalian berdua terlihat seperti amplop dan perangko‖. Melalui
kalimat tersebut si penutur menyampaikan kepada si kedua mitra tutur kalau
mereka sangat dekat seperti amplop dan perangko yang selalu menempel.
Makna konotatif dalam kasus kosakata ataupun bentuk kata memiliki
kemungkinan sebagai ambiguitas. Walaupun, tidak sepenuhnya benar bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
makna konotatif adalah ambiguitas oleh sebagian orang. Salah satu penyebabnya
adalah minimnya pengetahuan mengenai bahasa.
2.2.5 Diksi
Pilihan kata dikenal dengan istilah diksi. Seseorang yang menguasai banyak
kosakata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik melalui pilihan katanya.
Di dalam sebuah tindak tutur, diksi atau pilihan kata merupakan salah satu unsur
penting yang harus diperhatikan. Hal ini dikarenakan mitra tutur mengerti makna
atau konteks yang dimaksudkan oleh penutur. Hal tersebut ditegaskaan dengan
pendapat Siswono yang mengungkapkan bahwa diksi adalah pilihan kata terhadap
bahasa-bahasa yang dikuasai oleh penutur (Siswono, 2014). Diksi berasal dari
kata dictionary (bahasa Inggris yang kata dasarnya diction) berarti perihal
pemilihan kata yang digunakan dalam sebuah kalimat (Putrayasa, 2007). Diksi
atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk
menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.
Diksi tidak hanya mengenai ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mengenai
kata yang dipilih mampu memengaruhi imajinasi pembacanya, sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata yang
tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga
memperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.
Pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi
juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga diterima atau tidak
merusak suasana yang ada (Keraf, 2002). Sebuah kata yang tepat untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
menyatakan suatu maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh orang yang
diajak bicara. Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya
mempersoalkan kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata
untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau
pendengarnya (Rahardi, 2009). Jadi, diksi merupakan pemilihan kata serta
pemakaiannya dalam sebuah kalimat maupun tindak tutur yang bisa diterima oleh
pembaca atau mitra tutur tanpa merusak suasana yang ada.
Pada dasarnya, masyarakat pemakai bahasa mengguakan diksi untuk
menciptakan keefektifan kegiatan berbahasa apalagi di dalam termasuk menulis.
Diksi manjadi teknik yang tepat agar si penulis bisa menuangkan gagasan maupun
pikiran kepada para pembaca.
Hal tersebut memiliki tujuan, yaitu agar tidak terjadi salah tafsir dalam
penginterpretasian kata-kata. Pemakaian kata yang tepat akan membantu
seseorang dalam mengungkapkan dengan tepat pula tentang sesuatu yang ingin
disampaikan, baik lisan maupun tulisan. Agar gagasan atau pikiran dapat
diungkapkan secara tepat dalam berbahasa sehari-hari, baik lisan maupun tulisan
ada beberapa kriteria dalam pemilihan kata. Kriteria tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Ketepatan dalam pemilihan kata. Ketepatan dalam memilih kata akan
tercapai jika pengguna bahasa memahami kata-kata yang bermakna
denotatif, konotatif, dan kata-kata yang bersinonim.
2. Kecermatan memahami kata-kata yang kehadirannya dalam konteks
berbahasa tidak diperlukan. Umumnya, para pengguna bahasa tidak
memperhatikan penggunaan makna seperti makna jamak ganda auatupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
seperti pengunaan kata yang mempunyai kemiripan makna atau fungsi
secara berganda. Contoh penggunaan makna ganda, seperti para anak-anak
(anak-anak) dan semua bapak-bapak (bapak-bapak). Contoh penggunaan
kemiripan makna pada kalimat ‗Sejarah adalah merupakan kajian tentang
masa lampau yang memiliki kaitan dengan manusia‟. Kata adalah dan
merupakan mempunyai makna yang sama. Kriteria ini menuntut penulis
ataupun penutur cermat dalam memilih kata yang ingin ditulis atau
diucapkan.
3. Keserasian dalam pemilihan kata yang tepat hubungannya dengan makna
antara satu kata dengan kata yang lain. Contoh pada kata ‗yang mana‘ atau
‗di mana‘. Dalam sebuah kalimat berita atau suatu tulisan, kedua kata
tersebut tidak selayaknya dihadirkan. Hal itu dikarenakan kata tersebut
seharusnya digunakan untuk mengungkapan pertanyaan, sedangkan
hubungan antarkalimat tidak memerlukan kehadirannya.
Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti menarik
kesimpulan.
a. Diksi atau pilihan kata mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan. Selain itu, diksi juga dapat membentuk
pengelompokkan kata-kata yang tepat.
b. Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat
gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk
bahasa dari diksi yang sesuai atau cocok dengan situasi dan nilai rasa yang
dimiliki oleh mitra tutur ataupun kelompok masyarakat pendengar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
c. Diksi sangat memengaruhi imajinasi mitra tutur atau pembacanya yang
mampu membuat mereka berpikir lebih jauh dan mencari tahu kosakata-
kosakata bahasa.
d. Diksi atau pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan
penguasaan sejumlah besar kosakata bahasa.
e. Diksi bukan hanya sekadar memilih kata yang tepat, melainkan juga kata
yang sesuai dengan konteks.
Diksi mempunyai peranan yang sangat penting oleh penutur dalam
penggunaan bahasa sehari-hari untuk menyampaikan sebuah gagasan kepada
mitra tutur. Diksi pun mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
a. untuk memperoleh keindahan guna menambah daya ekspresivitas. Maka,
sebuah kata akan lebih jelas bila pilihan kata tersebut tepat dan sesuai.
b. ketepatan pemilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi
yang berlainan antara penutur dan mitra tutur, sedangkan kesesuaian kata
bertujuan agar pilihan kata tersebut tidak merusak suasana yang ada.
c. diksi berfungsi untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih
indah.
Pemilihan kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan
dengan tepat sesuatu yang ingin disampaikan baik lisan maupun tulisan.
Pemilihan kata itu harus sesuai dengan situasi kata tersebut digunakan.
2.2.6 Jenis-jenis Diksi
Diksi memiliki berbagai macam jenis, antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2.2.6.1 Sinonim
Sinonimi adalah ungkapan (biasanya sebuah kata tetapi dapat pula frasa dan
kalimat) yang kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan lain (Pateda,
2001). Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu
onama yang berarti ―nama‖ dan syn yang berarti ―dengan‖. Maka, secara harfiah
kata sinonimi berarti ―nama lain untuk benda atau hal yang sama‖. Jadi kalau kita
kaitkan kedua kata tersebut mempunyai makan harfiah ―nama lain untuk benda
yang sama‖ (Pateda, 2001). Sinonimi digunakan untuk menyatakan sameness of
meaning (kesamaan arti) (Djajasudarma, 2012). Kata-kata yang sinonim memiliki
makna yang ‗sama‘, dengan hanya bentuk-bentuk yang berbeda (Verhaar, 2004).
Dapat dikatakan bahwa sinonim sesungguhnya adalah persamaan makna kata.
Adapun yang dimaksud adalah dua kata atau lebih yang berbeda bentuknya,
ejaannya, pengucapan atau lafalnya, tetapi memiliki makna sama atau hampir
sama.
Sinonim merupakan pilihan kata yang memiliki persamaan makna.
Penggunaan kata sinonim mempunyai tujuan untuk membuat yang dikatakan atau
dituliskan sesuai dengan keadaan yang ingin diungkapkan. Hal tersebut
diungkapkan sama oleh Wijana yang menyatakan bahwa sinonimi adalah
hubungan atau relasi persamaan makna, jadi bentuk kebahasaan yang satu
memiliki kesamaan makna dengan bentuk kebahasaan yang lain (Wijana, 2008).
Ullman (1964:142-143) dalam Djajasudarma (1993:39-40) menggolongkan
sinonim menjadi sembilan golongan, yaitu: 1) sinonim yang salah satu
anggotanya memiliki makna yang lebih umum, misalnya menghidangkan dan
menyiapkan, 2) sinonim yang salah satu anggotanya memiliki unsur mana yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
intensif, misalnya jenuh dan bosan, 3) sinonim yang salah satu anggotanya lebih
menonjolkan makna emotif, misalnya mungil dan kecil, 4) sinonim yang salah
satu anggotanya bersifat mencelah atau tidak membenaran, misalnya boros dan
tidak hemat, 5) Sinonim yang salah satu anggotanya menjadi istilah di bidang
tertentu, misalnya plasenta dan ari-ari, 6) sinonim yang salah satu anggotanya
lebih banyak dipakai di dalam ragam bahasa tulisan, misalnya selalu dan
senantiasa, 7) sinonim yang salah satu anggotanya lebih lazim dipakai di dalam
Bahasa percakapan, misalnya kayak dan seperti, 8) sinonim yang salah satu
anggotanya dipakai dalam bahasa kanak-kanak, misalnya maem dan makan, 9)
sinonim yang salah satu anggotanya dipakai di daerah tertentu, misalnya cabai dan
Lombok.
Penggunaan dan penguasaan sinonim yang benar sangat berperan dalam
kegiatan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan yang berkaitan degan
diksi atau pilihan kata. Kesamaan atau kemiripan makna kebahasaan yang satu
dengan yang lain masih memiliki perbedaan tertentu. Kata-kata yang bersinonim
tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Oleh karena itu, penulis
atau penutur harus lebih berhati-hati dalam memilih kata dari sekian kata sinonim
yang ada untuk menyampaikan makna yang ingin disampaikannya. Hal tersebut
dapat menghindarkan penulis atau penutur dari interpretasi yang berlainan.
Contoh sinonim pada kata ‗mati‘ dan ‗wafat‘. Pada kata mati merupakan pilihan
kata kasar yang tidak pantas ketika dikatakan atau dituliskan untuk manusia. Kata
tersebut digunakan untuk binatang ataupun tumbuhan, tidak untuk manusia.
Sementara itu, pada kata ‗wafat‘ adalah kata yang lebih halus dan pantas jika
ditunjukkan kepada manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
2.2.6.2 Antonim
Antonim sangat berlawanan dengan sinonim. Kata antonim berasal dari
bahasa Yunani Kuno, yaitu onoma berarti nama dan anti bermakna melawan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:80) antonim merupakan kata yang
berlawanan dengan kata lain. Antonim adalah hubungan semantik antara dua buah
satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras
antara yang satu dengan yang lain (Chaer, 2007). Kata berantonim berlawanan
dengan kata bersinonim (Rahardi, 2010). Bentuk kebahasaan tertentu akan dapat
dikatakan berantonim kalau bentuk itu memiliki makna yang tidak sama dengan
makna lainnya. Dalam linguistik dijelaskan bahwa antonim menunjukkan bentuk-
bentuk kebahasaan itu memiliki relasi antar makna yang wujud logisnya berbeda
atau bertentangan antara satu dengan lainnya. Menurut ketiga pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa antonim merupakan pilihan kata yang memiliki makna
berlawanan atau pun berbeda. Contoh kata antonim adalah besar dan kecil.
2.2.4.3 Polisemi
Istilah polisemi berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly yang berarti banyak
dan sema tanda atau lambang. Tanda atau lambang bahasa yang bermakna
banyak. Polisemi adalah kata-kata yang mengandung makna lebih dari satu, tetapi
makna itu masih berhubungan dengan makna dasarnya disebut juga kata beraneka
(Sudaryat, 2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2008:1305) menyatakan
polisemi merupakan bentuk bahasa (kata, frasa, dan sebagainya) yang mempunyai
makna lebih dari satu. Selain itu, (Chaer, 2007) mengatakan bahwa polisemi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
adalah suatu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Sementara itu, (Parera,
2004) mengungkapkan bahwa polisemi adalah satu ujaran dalam bentuk kata yang
mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara
makna-makna yang berlainan.
Berdasarkan beberapa para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa polisemi
merupakan kata yang memiliki makna lebih dari satu, tetapi masih ada hubungan
dan kaitan antara makna-makna tersebut. Contohnya kata kepala yang dapat
bermakna bagian tubuh yang terletak di atas leher, atau dapat juga bermakna
bagian yang terletak di sebelah atas dan dapat juga bermakna pemimpin.
Ilustrasi Kata yang Berpolisemi
2.2.4.4 Homonim, Homofon, dan Homograf
Kata homonim berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ‗onoma‟ yang berarti
nama dan ‗homo‟ yang berarti sam. Homonim secara harafiah diartikan sebagai
―nama sama untuk benda atau hal yang lain‖. Menurut Kamus Bahasa Indonesia,
KATA
Makna 1
Makna 4
Makna 2
Makna 3
Polisemi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
homonim berarti kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya
karena berasal dari sumber yang berlainan. Chaer memberi contoh kata pacar
yang berarti ‗inai‘ dengan pacar yang berarti ‗kekasih‘; antara bisa yang berarti
‗racun ular‘ dan kata bisa yang berarti ‗sanggup, dapat‘ (Chaer, 1995). Contoh
lain, antara kata baku yang berarti ‗standar‘ dengan baku yang berarti ‗saling‘;
atau antara kata bandar yang berarti ‗pelabuhan‘, bandar yang berarti ‗parit‘, dan
bandar yang berarti ‗pemegang uang dalam perjudian‘. Menurut Tarigan yang
mengatakan homonim dalam ilmu bahasa adalah kata-kata yang sama bunyinya
tetapi mengandung arti dan pengertian berbeda (Tarigan, 2009). Hubungan antar
kata yang ditulis dan atau dilafalkan dengan cara yang sama dengan kata lain,
tetapi yang tidak mempunyai hubungan makna disebut homonim (Kridalaksana,
2008). Contoh homonim adalah kata ‗beruang‟. Beruang adalah satu bentuk kata
yang memiliki makna lebih dari satu. Beruang bisa memiliki arti orang yang
mempunyai uang dan memiliki arti lain, yaitu hewan beruang.
Homonim, yaitu kata yang berhomonimi dengan kata lain, ada homograf
dan homofon (Kridalaksana, 2008). Jenis-jenis homonim:
a. Homonim yang Homofon
Kata homofon dilihat dari segi bunyi berasal dari kata ‗homo‟ dan ‗fon‟.
Kata ‗homo‟ berarti ―sama‖ dan ‗fon‟ berarti ―bunyi‖. Dari kedua kata tersebut
homofon diartikan sebagai bentuk kata yang mempunyai bunyi yang sama.
Contoh pada kata ‗sangsi‟ dan ‗sanksi‟. Kedua kata ini memiliki bentuk kata yang
haampir mirip dan pengucapan atau pelafalan yang sama, tetapi memiliki makna
yang berbeda. Sangsi berarti ragu-ragu dan sanksi berarti hukuman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
b. Homonim yang Homograf
Kata homograf berasal dari kata ‗homo‟ dan ‗grafo‟. Kata ‗homo‟ berarti
sama dan kata ‗grafo‟ berarti tulisan. Jika, homofon dilihat dari bunyi, berbeda
dengan homograf yang dilihat dari tulisan dan ejaan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia homograf adalah kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapi
berbeda lafal dan maknanya. Contoh kata homograf adalah kata ‗serang‟.
Pelafalan pada kata kecap (é) dan (e). Kécap yang berarti sebuah bumbu dapur
atau penyedap makanan yang berupa cairan berwarna hitam yang memiliki rasa
manis ataupun asin, sedangkan kecap yang berarti gerakan mulut dengan
membuka dan mengatup seperti ketika makan hingga menimbulkan bunyi.
2.2.4.5 Hiponim dan Hipernim
Hiponim berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu onoma dan hypo. Onoma
berarti ―nama‖ dan hypo berarti ―bawah‖. Jadi, secara harfiah hiponim berarti
―nama yang termasuk di bawah nama lain‖. Hiponim merupakan hubungan makna
yang mengandung pengertian hierarki (Djajasudarma, 2008).
Konsep hiponim dan hipernim mengandaikan adanya kelas bawahan dan
kelas atasan, adanya makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata lainnya
(Chaer, 2013:100). Oleh sebab itu, ada suatu kemungkinan kata hipernimi
terhadap kata lain akan menjadi hiponim yang hierarkial berada di atasnya.
Contohnya, pada kata perkutut merupakan hiponim dari kata burung. Hal itu
disebabkan karena pada kata perkutut termasuk dalam makna kata burung.
Perkutut memang burung tetapi burung bukan hanya perkutut saja, melainkan ada
merpati, cendrawasih, merak, gagak, rajawali, dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Jika, pada dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim
mempunyai relasi dua arah yang berbeda, tidak dengan kata yang berhiponim.
Kata yang berhiponim akan memiliki relasi yang searah. Jadi, pada kata perkutut
berhiponim dengan kata burung, tetapi kata burung tidak berhiponim dengan kata
perkutut, sebab makna burung meliputi seluruh jenis binatang burung. Relasi
antara burung dan perkutut disebut hipernim. Dapat disimpulkan, kata perkutut
berhiponim dengan kata burung dan burung berhipernim dengan kata perkutut.
2.2.5 Hakikat Ambiguitas
Menurut etimologi, istilah ambigu mengacu pada bahasa Latin yaitu
Ambiguus, yang memiliki arti bergerak dari sisi ke sisi yang tidak pasti, atau
keadaan yang meragukan. Istilah Ambiguus sendiri berasal dari kata ambigere
yang memiliki arti ―pergi ke tempat yang belum pasti, atau berjalan tanpa arah
tujuan, dan keragu-raguan‖. Ambigere merupakan gabungan dari dua kata, yaitu
ambi yang berarti kira-kira atau kedua sisi, dan kata agere yang memiliki arti
mendorong atau bergerak.
Burung
Merpati Cendrawasih Merak Gagak Rajawali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Ambiguitas atau ketaksaan merupakan gejala kegandaan makna akibat
tafsiran gramatikal yang berbeda yang umumnya terjadi pada bahasa tulis (Chaer,
2003). Ketaksaan adalah kegandaan arti kalimat, sehingga meragukan atau sama
sekali tidak dipahami orang lain (Setyawati, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008:50) ambiguitas memiliki pengertian, yaitu (1) sifat atau hal yang
bermakna dua atau kemungkinan yang mempunyai dua pengertian, (2)
ketidaktentuan dan ketidakjelasan, (3) kemungkinan adanya makna atau
penafsiran yang lebih dari satu atas suatu karya sastra, dan (4) kemungkinan
adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat.
Menurut beberapa pendapat diatas ambiguitas dapat diartikan sebagai sebuah
kalimat yang tidak jelas dan sulit dipahami karena memiliki makna yang berbeda-
beda. Makna yang berbeda-beda tersebut membuat pembaca atau pendengar
merasa kebingungan serta kerancuan. Ada beberapa faktor yang menpenyebabkan
ambiguitas, antara lain 1) faktor morfologi, yaitu keambiguan yang terjadi akibat
dari suatu pembentukan kata itu sendiri, 2) faktor sintaksis, yaitu faktor ini terjadi
karena suatu susunan kata di dalam kalimat yang kurang jelas, 3) faktor struktural,
yaitu faktor yang menyebabkan keambiguitasan akibat dari struktur kalimat itu
sendiri.
Ambiguitas umumnya terjadi pada bahasa tulis, tetapi tidak menutup
kemungkinan ambiguitas dapat terjadi dalam bahasa lisan. Ambiguitas bahasa
tulisan terjadi ketika pembaca kebingungan ataupun ragu terhadap makna yang
dimaksudkan oleh penulis, sedangkan ambiguitas dalam bahasa lisan umumnya
terjadi karena penutur tidak cermat dalam menyusun kata-kata yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
diucapkannya. Ambiguitas ini muncul ketika mitra tutur sulit untuk menangkap
yang dimaksudkan oleh si penutur.
Ketaksaan atau sering disebut ambiguitas sering diartikan sebagai kata yang
bermakna ganda. Konsep ambiguitas yang seperti ini tidaklah salah. Ambiguitas
tidak dapat dibedakan dengan polisemi. Polisemi juga bermakna ganda hanya saja
kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna
dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau
kalimat. Selain itu, ambiguitas sebagai akibat penafsiran sruktur gramatikal yang
berbeda. Ketaksaan ini muncul apabila kita sebagai pendengar atau pembaca sulit
menangkap pengertian yang kita baca, atau yang kita dengar. Bahasa lisan sering
menimbulkan ketakasaan sebab sesuatu yang kita dengar belum tentu yang
dimaksudkan oleh si penutur atau si penulis.
2.2.6 Jenis-jenis Ambiguitas
Ullmann (diadaptasi Sumarsono, 2007) mengelompokkan ambiguitas menjadi
tiga tipe utama, yaitu ambiguitas fonetik, leksikal, dan gramatikal. Berikut adalah
ambiguitas menurut Ullman.
2.2.6.1 Ambiguitas tingkat fonetik
Marsono (1999:1) mendefinisikan bahwa fonetik adalah ilmu yang
menyelidiki dan berusaha merumuskan secara teratur tentang hal ihwal bunyi
bahasa, bagaimana cara membentuknya, berapa frekuensinya, intensitas,
timbernya sebagai getaran udara, dan bagaimana bunyi diterima oleh telinga.
Menurut Chaer (2009:10) fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara
menghasilkan bunyi bahasa atau cara suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
manusia dengan kata lain fonetik mempelajari cara kerja organ tubuh manusia
terutama yang berhubungan dengan penggunaan dan pengucapan bahasa.
Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut
fungsinya sebagai pembeda arti dalam kata lain fonemik adalah kajian atau analisa
bunyi bahasa dengan memperhatikan statusnya sebagai pembeda makna
(id.wikipedia.org). Pengetahuan fonetik tidak berkembang sendiri dari aspek
pengetahuan bahasa yang lain namun berkembang bersamaan dengan aspek
pengetahuan semantik, sintaksis, morfemik, dan pragmatik.
Fonetik dapat diklafisikasikan menjadi fonetik artikolatoris, fonetik akustik,
dan fonetik auditoris (Chaer, 2003).
a. Fonetik artikulatoris bisa disebut fonetik organis atau fonetik fisiologis,
yaitu mempelajar tentang mekanis alat-alat bicara manusia yang bekerja
dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu
diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai
peristiwa fisis atau fenomena alam. Fonetik jenis ini banyak berkaitan
dengan linguisti. Hal tersebut membuat para linguis, khususnya para ahli
fonetik, memasukannya sebagai cabang linguistik.
b. Fonetik akustis, mempelajari bunyi bahasa sebagai gejala fisis yang berupa
getaran udara. Jenis fonetik akustik ini mengkaji frekuensi getaran bunyi,
amplitudo, intensitas, dan timbrenya.
c. Fonetik auditoris, mempelajari bagaimana mekanisme telinga menerima
bunyi bahasa sebagai getaran udara. Fonetik jenis ini berkaitan erat dengan
proses mendengarkan atau menyimak. Pada bidang fonetik ini cenderung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dimasukan dan banyak digunakan oleh para dokter ke dalam ilmu
kedokteran bagian neurologi.
Ambiguitas tingkat fonetik timbul akibat membaurnya bunyi-bunyi bahasa
yang diujarkan, kadang karena kata-kata yang membentuk kalimat diujarkan
terlalu cepat sehingga orang menjadi ragu akan makna kalimat yang diujarkan
(Pateda, 2001). Ambiguitas ini berhubungan dengan keraguan mitra tutur terhadap
bunyi bahasa yang di dengar. Terkadang kata-kata yang membentuk kalimat
ketika diujarkan penutur terlalu cepat sehingga mitra tutur menjadi ragu akan
makna kalimat yang diujarkan. Biasanya ambiguitas ini terjadi pada suatu ujaran
karena ketidakjelasan dalam mengartikulasikan morfem, kata, maupun kalimat.
Hal tersebut bisa terjadi pada Bahasa Indonesia. Ketika penutur
mengucapkan beberapa kata dalam satu helaan nafas, kata-kata tersebut seolah
menjadi satu suku kata. Misalnya saja kata pada pengucapan kata beruang. Kata
tersebut memiliki makna ganda yang berarti „nama binatang‟ ataupun „orang
yang memiliki uang‟. Ketika penutur menuturkan kata tersebut mitra tutur tidak
dapat membedakan maksud dari si penutur. Hal tersebut bisa saja terjadi karena
mitra tutur menganggap kata yang diujarkan oleh penutur terlalu cepat atau
membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang dikarenakan ketidakjelasan intonasi, jeda,
maupun nada yang dapat menyebabkan pembaca atau pendengarnya salah dalam
menafsirkan makna tersebut.
2.2.6.2 Ambiguitas tingkat leksikal
Ambiguitas leksikal adalah kegandaan makna yang ditimbulkan karena
adanya butir-butir leksikal yang memiliki makna ganda baik karena penerapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
pemakaiannya maupun karena hal-hal yang bersifat insidental (Wijana, 2008).
Ambiguitas tingkat leksikal ini terjadi karena penggunaan kata dalam homonim,
homofon, dan homograf (Sudaryono dalam Alwi, 2002). Hal ini berkaitan dengan
makna yang dikandung setiap kata yang dapat memiliki lebih dari satu makna atau
mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai lingkungan pemakaiannya. Jadi,
ambiguitas leksikal merupakan makna lebih dari satu dapat mengacu pada benda
dan sesuai dengan lingkungan pemakaiannya.
Telah dijelaskan diatas bahwa setiap kata dapat saja mengandung lebih dari
satu makna. Hal tersebut berkaitan dengan polisemi dan untuk menghindari
ambiguitas karna polisemi ada baiknya ditelusuri melalui konteks kalimat. Selain
polisemi, ambiguitas leksikal juga bisa disebabkan oleh homonim, yaitu kata-kata
yang sama bunyinya tetapi maknanya berbeda.
2.2.6.3 Ambiguitas tingkat Gramatikal
Istilah gramatikal berasal kata grammar yang berarti tata bahasa. Makna
gramatikal baru ada apabila terjadi suatu proses gramatikal, seperti afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi (Chaer, 2003:290). Ambiguitas gramatikal muncul
pada tataran morfologi dan sintaksis yang dilihat dari dua alternatif. Pertama,
ambiguitas yang disebabkan oleh peristiwa pembentukan kata secara gramatikal.
Misalnya, pada proses morfemis atau tataran morfologi yang mengakibatkan
perubahan makna, peN-+ dorong: pendorong memiliki makna yang multitafsir
‗orang yang mendorong‘ atau ‗alat yang digunakan untuk mendorong‘. Kedua,
adalah ambiguitas pada frasa yang mirip. Setiap kata yang membentuk frasa
sebenarnya sudah jelas, tetapi kombinasi yang dihasilkan memiliki makna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
multitasfir. Misalnya, frase ‗orang tua‘ dapat bermakna ganda ‗bapak-ibu‘ atau
‗orang yang tua‘.
Makna gramatikal dalam bahasa Inggris (grammatical meaning; functional
meaning, structural meaning, internal meaning) adalah makna yang menyangkut
hubungan intrabahasa atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya
sebuah kata di dalam kalimat. Ambiguitas tingkat gramatikal adalah ketaksaan
yang terbentuk karena proses penggabungan satuan-satuan lingual menurut sistem
bahasa tertentu (Wijana, 2008). Di dalam semantik, makna gramatikal adalah
makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal, seperti proses afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan sebuah cara kerja yang dilakukan peneliti
untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Tujuan dari kerangka
berpikir ini adalah memudahkan peneliti dalam menjelaskan alur dari penelitian
mengenai Ambiguitas dalam Peristiwa Tutur Dialog Interaktif Indonesia Lawyers
Club. Dalam kerangka berpikir ini, peneliti berusaha memaparkan permasalahan
yang dengan secara ringkas agar dapat dipahami. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan teori semantik sebagai pisau atau patokan analisis dalam penelitian.
Penelitian dengan judul ―Ambiguitas dalam Peristiwa Tutur Dialog
Interaktif Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019‖ ini membahas
kekaburan makna kata, diksi, dan kalimat. Berikut adalah prosedur atau cara kerja
penelitian ini yang terdiri dari beberapa tahap, sebagai berikut. Pertama, peneliti
mengumpulkan data. Di tahap ini, peneliti menetapkan dan menentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
kehomogenan data. Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data dari video
Indonesia Lawyers Club yang peneliti tonton.
Dari data yang sudah terkumpul tersebut, akan ditindaklanjuti dengan
menganalisis data, dengan menggunakan sebuah metode memalui beberapa tahap
analisis. Analisis data merupakan cara peneliti untuk mengelola dan mengkritisi
data yang sudah terkumpul dari hasil penelitian guna menjawab permasalahan
dalam penelitian tersebut.
Kedua, mengidentifikasi keambiguitasan makna kata, diksi, dan jenis
ambiguitas. Tahap ini peneliti mengoreksi seluruh data yang telah ditentukan dan
ditetapkan. Setelah kesalahan dapat diidentifikasi, kesalahan yang ditemukan
diberi tanda kemudian memasukkan kesalahan data tersebut pada kartu data.
Ketiga, mengklasifikasikan keambiguitasan. Penelitian ini mengambil
keambiguitasan meliputi kekaburan makna kata, diksi, dan jenis ambiguitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Artinya, data
maupun fakta yang telah disatukan oleh peneliti kualitatif berbentuk kata atau
gambar. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif
dan analisis. Pendekatan deskriptif kualitatif menafsirkan data yang bersangkutan
dengan situasi yang sedang terjadi, serta sikap dan pandangan yang terjadi dalam
masyarakat. Pertentangan dua keadaan atau lebih, perbedaan terhadap fakta,
pengaruh terhadap suatu kondisi, dan masih banyak hal lainnya, yang berkaitan
dengan data yang diambil serta dianalisis. Penelitian dekriptif ini memiliki tujuan,
antara lain mengungkapkan fakta, kejadian, fenomena, keadaan yang terjadi saat
penelitian, dan menerangkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan keadaan.
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Hotman, 2002:1)
adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan. Data yang telah terkumpul melalui teknik pengumpulan data
dianalisis yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau kalimat
yang dicurigai mengandung ambiguitas pada peristiwa tutur dialog interaktif
Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
3.2 Sumber Data dan Data
Data yang diperoleh peneliti dalam penelitian ini menggunakan dua jenis
data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
penelitian ini berupa kata-kata atau kalimat yang dicurigai mengandung
ambiguitas pada peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia Lawyerss Club periode
Juli—September 2019.
Selain itu, data sekunder merupakan daya pelengkap berupa sumber-sumber
yang dapat mendukung data primer yang diperoleh dari buku-buku referensi,
jurnal, maupun artikel yang berkaitan dengan ambiguitas yang ada di dalam
peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September
2019. Data-data tersebut disatukam dengan menyaksikan dan menganalisis secara
seksama disertai dengan catatan-catatan yang mencakup deskripsi mengenai jenis
ambiguitas, makna yang megandung ambiguitas, maupun diksi yang mengandung
ambiguitas pada peristiwa dialog interaktif tersebut. Selain itu, sumber data yang
terdapat dalam penelitian ini diperoleh dari video yang diunggah di Youtube
mengenai dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September
2019.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Tahap penyediaan data merupakan salah satu tahap yang harus dilalui
peneliti pada pelaksanaan penelitian. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya
peneliti memerlukan metode-metode beserta teknik-teknik tertentu agar data yang
tersedia menjadi representatif untuk menjelaskan ihwal keberadaan objek
penelitian yang dipersoalkan. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data ini
menggunakan metode simak. Cara memperoleh data dengan metode simak
dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Alasan metode simak dipilih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
oleh peneliti karena peneliti akan melakukan penyimakan terhadap peristiwa tutur
pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Teknik Simak
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak.
Metode simak disebut juga metode penyimakan karena kegiatan yang dilakukan
berupa penyimakan, yaitu peneliti melakukan penyimakan terhadap penggunaan
bahasa. Teknik menyimak dalam penelitian ini adalah dengan cara menyimak
video dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019
yang diambil dari youtube.
b. Teknik Catat
Pada teknik ini penulis bertindak sebagai instrumen kunci yang melakukan
observasi terhadap sumber data secara cermat, terarah, dan teliti. Langkah-
langkah yang digunakan peneliti dalam teknik ini adalah menyimak video dialog
interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019 yang diambil
dari youtube, menggolongkan jenis ambiguitas, makna yang megandung
ambiguitas, maupun diksi yang mengandung ambiguitas dan memberi penjelasan.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan sebuah proses mencari serta menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil penelitian. Menurut Mahsun (2005:117)
tahapan analisis data merupakan tahapan yang sangat menentukan, karena pada
tahap ini kaidah-kaidah yang mengatur keberadaan objek penelitian harus sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
diperoleh. Data yang diperoleh tersebut diolah dengan menggunakan analisis data
kualitatif yang berbentuk teks tertulis yang dapat dengan mudah dipahami dan
diinformasikan kepada orang lain.
Data penelitian ini dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyeleksi dan mengidentifikasi data ambiguitas pada peristiwa tutur
dialog interaktif Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
2. Menganalisis jenis ambiguitas, makna yang megandung ambiguitas,
maupun diksi yang mengandung ambiguitas pada peristiwa tutur dialog interaktif
Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
3. Mendeskripsikan jenis ambiguitas, makna yang megandung ambiguitas,
maupun diksi yang mengandung ambiguitas pada peristiwa tutur dialog interaktif
Indonesia Lawyers Club periode Juli—September 2019.
4. Memaparkan hasil penelitian.
5. Membuat kesimpulan dan menghitung kesalahan yang dominan tentang
jenis ambiguitas, makna yang megandung ambiguitas, maupun diksi yang
mengandung ambiguitas yang terjadi pada dialog interaktif Indonesia Lawyers
Club periode Juli—September 2019.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data,
tetapi dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah peneliti itu sendiri.
Posisi peneliti sebagai instrumen terkait dengan ciri penelitian ambiguitas yang
berorientasi kepada media video, bukan kepada sekelompok individu yang
menerima perlakuan tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Menurut pendapat dalam penelitian kualitatif peneliti menjadi instrumen
atau alat peneliti (Sugiyono, 2008). Sebagai instrumen, peneliti menggunakan
kriteria-kriteria tertentu yang digunakan untuk menyaring data. Berbagai kriteria
itu digunakan untuk menetapkan jenis kesalahan ejaan yang terdapat pada abstrak
skripsi. Dengan menggunakan kriteria tersebut, peneliti menganalisis kekaburan
makna, diksi, dan kalimat yang terjadi pada peristiwa tutur.
Selain peneliti sebagai instrumennya, instrumen pendukung adalah
komputer sebagai sarana pencatatan data dan kerangka wacana. Instrumen ini
digunakan untuk menyaring data berupa tabel dan kartu data yang digunakan
untuk mencatat dan mengidentifikasi kekaburan makna, diksi, dan kalimat yang
terjadi. Kartu data yang dibuat juga untuk mempermudah analisis dan mengecek
data ambiguitas. Penulis menggunakan table ataupun kartu data untuk mencatat
jenis ambiguitas, makna yang megandung ambiguitas, maupun diksi yang
mengandung ambiguitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian mengenai (1) deskripsi data, (2) hasil penelitian, dan
(3) pembahasan. Deskripsi data berisi gambaran terkait data yang diperoleh
peneliti dari penelitian yang dilakukan. Pada bagian hasil penelitian, peneliti
memaparkan hasil analisis data penelitian berdasarkan teori yang dipakai. Selain
itu, pada bagian pembahasan, peneliti menguraikan temuan-temuan hasil analisis
data berdasarkan teori-teori yang relevan.
4.1 Deskripsi Data Penelitian
Penelitian ini berjudul Ambiguitas dalam Peristiwa Tutur Dialog Interaktif
Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019. Penelitian ini
mengkaji makna, diksi, dan jenis ambiguitas tuturan. Sumber data pada penelitian
ini berupa video yang diunggah di Youtube mengenai dialog interaktif Indonesia
Lawyers Club periode Juli—September 2019. Data penelitian ini didapat
dari tuturan dialog interaktif berupa makna, diksi yang diduga mengandung
ambiguitas dan juga jenis ambiguitas yang digunakan. Data penelitian ini
didapatkan dari teknik simak dan catat yang dilakukan peneliti dari 15 April—28
Juni 2020. Data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti sebanyak 41 data yang
terdiri dari jenis ambiguitas, makna yang mengandung ambiguitas, dan diksi yang
mengandung ambiguitas. Jenis ambiguitas yang didapat peneliti, yaitu ambiguitas
fonetik, ambiguitas leksikal, dan ambiguitas gramatikal. Makna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
mengandung ambiguitas, seperti makna konotatif dan makna non referensial.
Diksi yang mengandung ambiguitas, seperti polisemi, homonym, dan sinonim.
4.2 Hasil Penelitian
Analisis yang diperoleh dari peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia
Lawyers Club diduga mengandung ambiguitas. Peneliti menganalisis data
meliputi tiga bagian, yaitu makna yang mengandung ambiguitas, diksi yang
mengandung ambiguitas, dan jenis ambiguitas. Peneliti menggunakan teori
menurut beberapa para ahli untuk memperkuat analisis data ambiguitas di dalam
sebuah makna tuturan. Teori para ahli tersebut adalah Marafad sebagai landasan
analisis mengenai makna konotatif dan teori Chaer sebagai landasan analisis
mengenai makna nonreferensial.
Kemudian, peneliti menggunakan teori Parera sebagai landasan analisis
mengenai polisemi, teori dari Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai landasan
analisis mengenai homonim, serta teori Pateda sebagai landasan analisis mengenai
sinonim. Selanjutnya, peneliti menggunakan teori Djajasudarma sebagai landasan
analisis mengenai ambiguitas fonetik, teori Chaer sebagai landasan analisis
mengenai ambiguitas leksikal, dan teori Dewa Putu dan Rohmadi sebagai
landasan analisis mengenai ambiguitas gramatikal.
Berbagai macam teori serta pendapat para ahli yang digunakan oleh peneliti
dapat memperkuat penelitian ini. Selain itu, nasihat serta masukkan dari hasil
triangulasi oleh dosen maupun triangulator juga digunakan untuk memperdalam
pembahasan yang dilakukan oleh peneliti. Makna yang mengandung ambiguitas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
diksi yang mengandung ambiguitas, dan jenis-jenis ambiguitas dipaparkan oleh
peneliti secara rinci sebagai berikut.
4.2.1 Ambiguitas yang Terdapat dalam Peristiwa Tutur Dialog Interaktif
Berdasarkan hasil analisis data tuturan yang telah dilakukan, peneliti
menemukan tiga belas data tuturan jenis ambiguitas baik dalam ambiguiats
fonetik, gramatikal, dan leksikal. Tuturan itu muncul dalam sebuah konteks
percakapan antara penutur dan mitra tutur. Ullmann (diadaptasi Sumarsono,
2007:196) mengelompokkan ambiguitas menjadi tiga tipe utama, yaitu ambiguitas
fonetik, leksikal, dan gramatikal. Berikut ini adalah data jenis ambiguitas yang
dijabarkan oleh peneliti.
a. Ambiguitas Fonetik
Analisis ini dilakukan berdasarkan tuturan yang mengandung ambiguitas
fonetik yang muncul dalam peristiwa tutur dialog interaktif Indonesia Lawyer
Club Periode Juli—September. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Pateda
(2001:202) mendefinisikan ambiguitas tingkat fonetik timbul akibat membaurnya
bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan, kadang karena kata-kata yang membentuk
kalimat diujarkan terlalu cepat sehingga orang menjadi ragu akan makna kalimat
yang diujarkan. Pada penelitian ini, peneliti menemukan dua data tuturan yang
mengandung ambiguitas fonetik. Peneliti akan menjabarkan contoh data
ambiguitas fonetik sebagai berikut.
(1) Ini kekacauan kita seolah-olah Pancasila itu hanya dimonopoli.
(2) Itu baru bunganya saja belum pokoknya.
Data tuturan (1), kalimat yang dituturkan oleh Yasonna Laoly merupakan
ambiguitas fonetik karena jika kata ‗monopoli‘ diucapkan menggunakan jeda akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
berbeda maknanya. Jika ‗monopoli‘ diucapkan menggunakan jeda akan menjadi
‗mono‘ dan ‗poli‘. Kata ‗mono‘ memiliki makna isyarat yang disalurkan melalui
saluran tunggal, biasa digunakan dalam sistem pemancar radio dan kata ‗poli‘
bermakna bentuk terikat banyak: poliglot; poligami; poliandri; poliklinik. Pada
kata ‗monopoli‘ memiliki makna 1) situasi yang pengadaan barang dagangannya
tertentu (di pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai
oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan 2) hak
tunggal untuk berusaha (membuat dan sebagainya). Padahal makna yang
dimaksud oleh Yasonna Laoly adalah sebuah kekacauan bersama yang seolah-
olah Pancasila itu hanya dikuasai oleh satu orang atau kelompok tertentu yang
tidak dapat dikendalikan.
Data tuturan (2) yang berbunyi ‗Itu baru bunganya saja belum
pokoknya‘ merupakan salah satu ambiguitas fonetik. Kalimat tersebut
menimbulkan ambiguitas. Kata ‗bunga‘ memiliki berbagai macam makna, seperti
1) untuk berbagai-bagai bunga, 2) gambar hiasan (pada kain, pamor ukiran, dan
sebagainya), 2) tambahan untuk memperindah 3) tanda-tanda baik 4) sesuatu yang
dianggap elok (cantik) seperti bunga 5) nama yang dipakai untuk beberapa jenis
tumbuhan yang tidak berkerabat satu sama lain,
seperti bunga bangkai, bunga ketongkeng, bunga manila 6) imbalan jasa untuk
penggunaan uang atau modal yang dibayar pada waktu tertentu berdasarkan
ketentuan atau kesepakatan, umumnya dinyatakan sebagai persentase dari modal
pokok 7) pendapatan atas setiap investasi modal 8) bagian tumbuhan yang akan
menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya. Mitra tutur bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
menangkap makna kata ‗bunga‘ seperti 1) Pokoknya itu baru tumbuhan bunganya
saja 2) Pokoknya itu baru modalnya saja.
Kata ‗pokok‘ memiliki berbagai macam makna, seperti 1) segala tumbuhan
yang berbatang keras dan besar; pokok kayu, 2) batang kayu dari pangkal ke atas;
pokok kayu, 3) uang yang dipakai sebagai induk dalam berniaga; modal 4) harga
pembelian, 5) lantaran; sebab, 6) asas; dasar; inti sari dasarnya, 7) pusat (yang
menjadi titik perhatian dan sebagainya), 8) tergantung; terserah, 9) yang terutama;
yang sangat penting. Salah satu sinonim dari kata ‗pokok‘ adalah penting. Mitra
tutur bisa menangkap makna yang diungkapkan oleh penutur seperti 1) yang
terpenting itu baru tumbuhan bunganya saja 2) itu baru bunganya saja belum
modalnya.
b. Ambiguitas Leksikal
Ambiguitas tingkat leksikal merupakan salah satu jenis ambiguitas menurut
Ullman. Ambiguitas lekskikal terjadi bukan karena interprestasi tata bahasa, tetapi
karena homonim dan polisemi. Berikut ini adalah data jenis ambiguitas yang
dijabarkan oleh peneliti.
(3) Kita pribadi saja yang tidak presiden yang tidak dipilih 100 juta rakyat
Indonesia kalau diserang kehormatan kita, kita menuntut konon lagi
seorang kepala Negara.
(4) Ketika sebelumnya saling serang, ketika sebelumnya saling evaluasi
tapi di akhir masa jabatan ini malah sama-sama saling menyepakati
RUU-RUU bermasalah.
(5) Kasian dong saya memimpin tanpa wakil.
Data tuturan (3), jika dilihat dari jenis ambiguitas merupakan ambiguitas
leksikal karena kata ‗kepala‘ pada kalimat yang berbunyi „Kita pribadi saja yang
tidak presiden yang tidak dipilih 100 juta rakyat Indonesia kalau diserang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
kehormatan kita, kita menuntut. Konon lagi seorang kepala Negara‟ adalah kata
yang berpolisemi. Dikatakan kata berpolisemi karena kata ‗kepala‘ memiliki
berbagai macam makna, seperti 1) bagian tubuh yang di atas leher (pada manusia
dan beberapa jenis hewan merupakan tempat otak, pusat jaringan saraf, dan
beberapa pusat indra), 2) bagian tubuh yang di atas leher tempat tumbuhnya
rambut, 3) bagian suatu benda yang sebelah atas (ujung, depan, dan sebagainya),
4) bagian yang terutama (yang penting, yang pokok, dan sebagainya), 5)
pemimpin; ketua (kantor, pekerjaan, perkumpulan, dan sebagainya) 6) otak
(pikiran, akal, budi). Makna kata ‗kepala‘ yang di maksud oleh penutur bukanlah
bagian tubuh yang berada di atas leher, tetapi bermakna pemimpin „Kita pribadi
saja yang tidak presiden yang tidak dipilih 100 juta rakyat Indonesia kalau
diserang kehormatan kita, kita menuntut konon lagi seorang pemimpin Negara‟
Data tuturan (4), kata ‗serang‘ merupakan kata homonim yang homograf.
Dikatakan kata homonim yang homograf karena ‗serang‘ merupakan kata yang
sama ejaannya dengan kata lain, tetapi berbeda lafal dan maknanya. Kata ‗serang‘
memiliki makna, seperti 1) gerakan tiba-tiba dengan tujuan menjatuhkan lawan, 2)
nama daerah di Provinsi Banten. Ambiguitas leksikal bisa muncul pada data
tuturan (4) yang berbunyi ‗Ketika sebelumnya saling serang, ketika sebelumnya
saling evaluasi tapi di akhir masa jabatan ini malah sama-sama saling
menyepakati RUU-RUU bermasalah‘. Kata ‗serang‘ yang dimaksudkan oleh
penutur adalah gerakan tiba-tiba dengan tujuan menjatuhkan lawan yang
sebelumnya saling evaluasi tapi di akhir masa jabatan ini malah sama-sama
saling menyepakati RUU-RUU yang bermasalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Data tuturan (5), kata ‗wakil‘ pada kalimat yang berbunyi ‗Kasian dong
saya memimpin tanpa wakil‟ merupakan kata yang berpolisemi karena kata
‗wakil‘ adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu, tetapi makna masih
saling berkaitan. Makna kata ‗wakil‘ adalah 1) orang yang dikuasakan
menggantikan orang lain, 2) orang yang dipilih sebagai utusan negara; duta, 3)
orang yang menguruskan perdagangan dan sebagainya untuk orang lain; agen 4)
jabatan yang kedua setelah yang tersebut di depannya. Makna kata ‗wakil‘ yang
dimaksud oleh penutur adalah jabatan kedua setelah ketua yang membantu segala
pekerjaan ketua.
c. Ambiguitas Gramatikal
Jenis ambiguitas yang ketiga menurut Ullman adalah ambiguitas gramatikal.
Ambiguitas tingkat gramatikal adalah ketaksaan yang terbentuk karena proses
penggabungan satuan-satuan lingual menurut sistem bahasa tertentu (Wijana,
2008). Di dalam semantik, makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai
akibat adanya proses gramatikal, seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Berikut ini adalah data jenis ambiguitas gramatikal yang dijabarkan
oleh peneliti.
(6) Saya pribadi tentunya memiliki satu pandangan.
(7) Sebetulnya kami polos-polos saja melihat politik.
(8) Jangan ada orang yang bersembunyi dengan kekuatannya di belakang
menjadi dalang-dalang.
Afiksasi merupakan proses penambahan afiks pada bentuk dasar, sehingga
menjadi sebuah kata (Chaer, 2015). Afiks dibedakan menjadi empat, yaitu 1)
Prefiks adalah afiks yang dibubuhkan di kiri bentuk dasar, yaitu ber-, me-, per-,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
di-, ter-, se-, ke- 2). Infiks adalah afiks yang dibubuhkan di tengah kata biasanya
pada suku awal, yaitu –el, -em, er 3) Sufiks adalah afiks yang dibubuhkan di
kanan bentuk dasar, yaitu –kan, -i, -an, -nya, 4) Konfiks adalah afiks yang
dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara bersamaan dengan konfiks,
yaitu ke-an,ber-an, pe-an, per-an, senya.
Data tuturan (6) yang berbunyi ‗Saya pribadi tentunya memiliki satu
pandangan‘ pada kata ‗pandangan‘ merupakan sufiks. Dikatakan sufiks karena
‗pandangan‘ berasal dari kata ‗pandang + -an‘. Kata ‗pandang‘ memiliki arti
penglihatan yang tetap dan agak lama. Tuturan yang diungkapkan oleh penutur
menimbulkan ambiguitas karena mitra tutur meraba-raba makna ‗pandangan‘
yang dimaksudkan oleh penutur. Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata
‗pandangan‘ memiliki arti 1) perbuatan memandang (memperhatikan, melihat,
dan sebagainya) 2) benda atau orang yang dipandang (disegani, dihormati, dan
sebagainya) 3) pengetahuan 4) pendapat. Makna data tuturan (6) pada kata
‗pandangan‘ yang dimaksudkan bahwa penutur memberi tahu kepada mitra tutur
kalau ia memiliki satu pengetahuan atau pendapat bukan memberitahu bahwa ia
sedang melihat sesuatu.
Data tuturan (7) dan (8) merupakan makna gramatikal akibat adanya proses
reduplikasi. Reduplikasi atau proses pengulangan ialah pengulangan bentuk, baik
seluruh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak (Ramlan,
2009). Hasil pengulangan disebut kata ulang, sedangkan bentuk yang diulang
merupakan bentuk dasar.
Data tuturan (7) yang berbunyi ‗Sebetulnya kami polos-polos saja melihat
politik‘ pada kata ‗polos‘ merupakan kata proses reduplikasi dwilangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Reduplikasi dwilangga adalah bentuk kata ulang menyeluruh. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata ‗polos‘ memiliki berbagai macam makna, seperti
1) berwarna semacam saja (tidak dihiasi atau diberi berbunga-bunga dan
sebagainya) 2) sangat sederhana (sikap, tingkah laku, dan sebagainya); 3) apa
adanya; dengan sebenarnya 4) tidak bermaksud jahat; jujur (tentang hati, pikiran).
Makna kalimat yang diungkapkan oleh penutur bisa menimbulkan ambiguitas
karena merupakan makna kiasan. Mitra tutur bisa menangkap berbeda makna
yang diungkapkan oleh penutur. Makna yang bisa ditangkap oleh penutur
contohnya seperti ia melihat anggota-anggota politik menggunakan kaos polos.
Padahal makna yang dimaksud oleh penutur adalah ia melihat politik secara
sederhana atau apa adanya.
Data tuturan (8) yang berbunyi ‗Jangan ada orang yang bersembunyi
dengan kekuatannya di belakang menjadi dalang-dalang‘ pada kata ‗dalang‘
merupakan kata proses reduplikasi dwilangga. Reduplikasi dwilangga adalah
bentuk kata ulang menyeluruh. Kata ‗dalang‘ memiliki arti 1) orang yang
memainkan wayang 2) orang yang mengatur (merencanakan, memimpin) suatu
gerakan dengan sembunyi-sembunyi. Sebagian mitra tutur mungkin mengira
bahwa dalang yang dimaksud oleh penutur adalah orang yang memainkan
wayang, tetapi makna yang dimaksudkan adalah orang yang mengatur atau
memimpin suatu rencana untuk melakukan sesuatu.
4.2.2 Makna yang mengandung Ambiguitas
Pembagian tipe makna berdasarkan beberapa kriterianya, antara lain 1)
berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
menjadi makna referensial da makna non referensial, 2) berdasarkan ada tidaknya
nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi makna denotatif
dan makna konotatif, 3) berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan
menjadi makna kata dan makna istilah, 4) berdasarkan kriteria atau sudut pandang
lain, dibedakan menjadi makna asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya
(Chaer, 2003). Dari keenam landasan teori yang dipaparkan oleh peneliti, hanya
ada tiga landasan teori yang digunakan peneliti untuk dianalisis, seperti makna
nonreferensial, makna konotatif, dan makna denotatif. Hasil analisis data tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna kiasan atau makna yang memiliki tambahan
nilai rasa (Marafad, 2011). Pada penelitian ini, peneliti menemukan lima data
tuturan yang mengandung makna konotatif pada peristiwa tutur Indonesia
Lawyers Club periode Juli—September 2019. Makna konotatif dalam kasus
koskata ataupun bentuk kata memiliki kemungkinan sebagai ambiguitas.
Walaupun, tidak sepenuhnya benar bahwa makna konotatif adalah ambiguitas
oleh sebagian orang. Salah satu penyebabnya adalah minimnya pengetahuan
mengenai bahasa. Peneliti akan menjabarkan contoh data makna konotatif yang
menimbulkan ambiguitas sebagai berikut.
(1) Demokrasi menggantikan prinsip-prinsip totaliter tirani-tirani ketika tirani
dirontokkan.
(2) Ketika nenek moyang kita memang bangsa pelaut dan mengambil kendali
laut dunia ini menerawangi dengan kapal yang sederhana kemana-mana dan
itu luar biasa.
(3) Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih sudah menjadi pilar
dalam demokrasi kita dan memperkaya diskusus pada periode pilpres
kemarin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
(4) Tapi yang mereka persoalkan itu soal kumpul kebo.
Data tuturan (1), ‗dirontokkan‘ merupakan makna konotatif. Kata
‗dirontokkan‘ memiliki kata dasar ‗rontok‘ yang tergolong kata kerja. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‗rontok‘ memiliki berbagai makna, seperti 1)
jatuh atau gugur dalam jumlah yang banyak (tentang buah-buahan, daun-daunan),
2) luruh (tentang bulu, rambut, dan sebagainya), 3) lepas; mengelupas (tentang
cat, bedak), 4) banyak tanggal (tentang gigi), 5) kalah.
Makna kata ‗dirontokkan‘ pada kalimat ‗Demokrasi menggantikan prinsip-
prinsip totaliter tirani-tirani ketika tirani dirontokkan‘ bukanlah sesuatu yang
gugur atau berjatuhan, tetapi demokrasi menggantikan prinsip pemerintah yang
mempunyai kekuasaan untuk menindas hak pribadi kehidupan warganya ketika
kekuasaan sewenang-wenang itu dihilangkan.
Data tuturan (2), ‗menerawangi‘ merupakan makna konotatif. Dikatakan
makna konotatif karena penutur ingin menyampaikan sebuah makna terssendiri
melalui kata ‗menerawangi‘ ini. Kata ‗menerawang‘ memiliki beberapa makna,
seperti 1) membuat terawang (pada saputangan, taplak meja, dan sebagainya),
2) menembuk; menembus; melubangi kecil-kecil, 3) melihat dari celah-celah
kaca; 4) melihat dengan mata batin (untuk melihat keadaan seseorang dari jarak
jauh atau untuk meramal nasib seseorang), 5 melamun. Pada kalimat yang
diungkapkan oleh penutur yang berbunyi ‗Ketika nenek moyang kita memang
bangsa pelaut dan mengambil kendali laut dunia ini menerawangi dengan kapal
yang sederhana kemana-mana dan itu luar biasa‘ memunculkan ambiguitas bagi
mitra tutur karena makna yang ingin diungkapkan oleh penutur berbeda dengan
makna yang diterima oeh mitra tutur. Penutur ingin menyampaikan makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
‗menerawang‘ bahwa nenek moyang dulu adalah bangsa pelaut yang menjelajahi
menggunakan kapal yang saderhana.
Data tuturan (3), pada kalimat ‗Pertama-tama saya ingin mengucapkan
terima kasih sudah menjadi pilar dalam demokrasi kita dan memperkaya diskusus
pada periode pilpres kemarin‘ kata ‗pilar‘ merupakan makna konotatif. Hal
tersebut dikarenakan didalam kata ‗pilar‘ penutur ingin menyampaikan makna
secara tidak langsung kepada mitra tutur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
‗pilar‘ mempunyai arti 1) tiang penguat (dari batu, beton, dan sebagainya), 2)
tiang berbentuk silinder pejal atau berongga untuk menyangga balok geladak atau
bagian konstruksi lain di kapal, 3) dasar (yang pokok) 4) induk. Di dalam kalimat
tersebut muncul sebuah keambiguitasan karena ‗pilar‘ bagi sebagian orang
menganggap bahwa makna tersebut adalah sebuah tiang penguat, tetapi bukan
makna tersebut yang ingin disampaikan oleh penutur. Makna yang ingin
disampaikan oleh penutur adalah ‗Pertama-tama ia ingin mengucapkan terima
kasih karena sudah menjadi dasar atau hal yang utama dalam demokrasi kita dan
memperkaya diskusus pada periode pilpres kemarin‘
Data tuturan (4), ‗Kumpul kebo‘ dalam kalimat tersebut merupakan makna
konotatif. Bermakna konotatif, ‗kumpul kebo‘ mempunyai makna hidup bersama
sebagai suami istri di luar pernikahan dalam satu atap. ‗Kumpul kebo‘ berasal dari
penggabungan dua kata bahasa Melayu ejaan lama dan Belanda, yaitu koempoel
gebouw. Koempoel merupakan kata dari bahasa Melayu ejaan lama yang memiliki
arti kumpul. Sedangkan gebouw merupakan kata dari bahasa Belanda yang
bermakna bangunan atau atap. Jadi, koempoel gebouw memiliki arti berkumpul
dalam satu rumah. Jika ‗kumpul kebo‘ ingin dijadikan makna denotatif bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
kata harus diubah. Kata ‗kumpul kebo‘ diubah menjadi kumpul kerbau karena kata
baku Indonesia yang benar adalah kerbau bukan kebo. Pendengar ketika
mendengar kalimat ‗Tapi yang mereka persoalkan itu soal kumpul kebo.‘
menimbulkan makna yang bermacam-macam, seperti 1) yang di persoalkan oleh
mereka adalah banyak kebo yang sedang berkumpul dan 2) mereka
mempersoalkan tentang sepasang kekasih diluar pernikahan yang hidup dan
tinggal di satu atap.
b. Makna NonReferensial
Kata yang tidak memiliki makna referensial/nonreferensial yaitu kata yang
tidak memiliki referen atau tidak memiliki wujud benda yang diacu oleh makna
tersebut, contohnya kata sehingga, tetapi, dan, atau, dan walaupun (Chaer, 2009).
(5) Jadi, saya mencoba mendalami perasaan presiden.
(6) Modalnya untuk membayar utang lebih besar daripada kita.
(7) Saya bisa ngerti perasaan orang seperti Roma Irama.
(8) Kita lihat dulu masyarakat karena ini ada tekanan.
Jika diamati, keempat data yang didapatkan oleh peneliti memiliki unsur
makna nonreferensial. Pada kata ‗jadi‘ pada data (6) dan ‗seperti‘ (8) merupakan
kata sambung atau konjungsi, kata ‗untuk‘ pada data (7) merupakan kata
penghubung, dan kata ‗ini‘ pada data (9) merupakan kata pronomina. Di dalam
kalimat yang terdapat makna nonreferensial terdapat makna ambiguitas, seperti
data tuturan (6), (7), (8), dan (9).
Data tuturan (6), kata ‗jadi‘ merupakan salah satu makna nonreferensial
karena kata tersebut tidak mempunyai kata referen. ‗Jadi, saya mencoba
mendalami perasaan presiden‘, tetapi di dalam kalimat tersebut menimbulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
keambiguitasan. Mitra tutur mengalami kebingungan dengan kalimat yang
diucapkan oleh penutur, seperti perasaan apa yang dimaksud oleh penutur,
sehingga dia mencoba mendalami perasaan presiden? Maksud kalimat yang
diucapkan oleh penutur adalah ia ingin mencoba mendalami dan merasakan apa
yang dirasakan oleh presiden.
Tuturan (7), kata ‗untuk‘ merupakan salah satu makna nonreferensial karena
kata tersebut tidak mempunyai kata referen. Pada kalimat yang diucapkan oleh
Prof. Salim Said berbunyi ‗Modalnya untuk membayar utang lebih besar
daripada kita‘ mitra tutur dapat menangkap beragam makna dari kalimat tersebut,
seperti modal yang digunakan untuk membayar utang lebih besar daripada modal
milik kita atau modal yang digunakan untuk membayar utang lebih besar
daripada membayar kita.
Tuturan (8), kata ‗seperti‘ merupakan salah satu makna nonreferensial
karena kata tersebut tidak mempunyai kata referen. Ketika seseorang mendengar
kalimat yang berbunyi ‗Saya bisa ngerti perasaan orang seperti Roma Irama‘
menimbulkan keambiguitasan karena makna yang ditangkap oleh mitra tutur
berbeda dengan makna yang diungkapkan oleh si penutur. Mitra tutur bisa
menangkap makna yang diungkapkan oleh penutur, seperti 1) Dia dan Roma
Irama bisa mengerti perasaan orang atau 2) Dia bisa mengerti perasaan orang,
contohnya seperti Roma Irama.
Tuturan (9), kata ‗ini‘ merupakan salah satu contoh kata yang bermakna
nonteferensial. Di dalam tuturan yang berbunyi ‗Kita lihat dulu masyarakat
karena ini ada tekanan‘ menimbulkan keambiguitasan bagi mitra tutur karena
makna yang ditangkap pasti berbeda dengan makna yang dimaksud oleh penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Mitra tutur bingung, tekanan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Kata ‗tekanan‘
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki berbagai macam makna, seperti
1) keadaan (hasil) kekuatan menekan, 2) desakan yang kuat; paksaan 3) keras
lembutnya pengucapan bagian ujaran; aksen, 4) yang dipentingkan (sangat
diutamakan); titik berat, 5) keadaan tidak menyenangkan yang umumnya
merupakan beban batin. Makna yang dimaksud oleh penutur adalah ia ingin
melihat dulu masyarakatnya karena ada desakan atau paksaan yang kuat.
4.2.3 Diksi yang mengandung Ambiguitas
a. Polisemi
Polisemi adalah satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna
berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang
berlainan (Parera, 2004).
(1) Kubu kiri, kubu kanan, kubu Pancasila, kubu Islam, dan lain-lain.
(2) Selama beberapa tahun ini Jakarta sebagai pusat pikiran ini tenggelam.
(3) Ketika ada kasus dia ada cerita mengenai dia sudah kawin sebelum masuk
ke akademi militer dia datang sendiri ke POLDA untuk mengadukan.
(4) Kita merasa tersinggung, kita tidak dijemput, kita tidak dihargai ketika kita
masuk kita sadar ini bukan negara kita dan kita harus tunduk.
Data tuturan (1), yang dituturkan oleh Fahri Hamzah memiliki kata
berpolisemi yaitu pada kata ‗kubu‘. Kata ‗kubu‘ memiliki beberapa makna, seperti
1) pagar dari kayu yang diberi berlapis tanah dan sebagainya untuk menahan
serangan dan sebagainya, 2) tempat pertahanan yang diperkuat dengan pagar-
pagar pertahanan; benteng pertahanan, 3) tempat yang diberi berpagar kuat-kuat
(untuk menangkap gajah dan sebagainya), 4) sekelompok pendukung atau
penggembira. Memiliki banyak makna, kata ‗kubu‘ menimbulkan keambiguitasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
bagi mitra tutur. Kalimat ‗Kubu kiri, kubu kanan, kubu Pancasila, kubu Islam,
dan lain-lain‘ dapat menimbulkan berbagai macam makna yang ditangkap oleh
penutur, seperti ‗tempat pertahanan di sebelah kiri, tempat pertahanan di sebelah
kanan, tempat pertahanan untuk Pancasila, tempat pertahanan untuk agama
Islam, dan lain-lain‟. Bukan makna tersebut yang ingin diungkapkan oleh Fahri
Hamzah sebagai pembicara. Makna kata ‗kubu‘ pada kalimat yang ingin
disampaikan oleh Fahri Hamzah adalah sekelompok pendukung ‗Sekelompok
pendukung kiri, sekelompok pendukung kanan, sekelompok pendukung Pancasila,
sekelompok pendukung agama islam, dan lain-lain.‘
Data tuturan (2) yang diungkapkan oleh penutur memiliki salah satu kata
yang berpolisemi, yaitu kata ‗tenggelam‘. Dikatakan kata berpolisemi karena kata
‗tenggelam‘ mempunyai makna lebih dari satu, seperti 1) masuk terbenam ke
dalam air, 2) karam (tentang perahu, kapal), 3) terbenam (tentang matahari),
4) jatuh ke dalam kesengsaraan (kesusahan dan sebagainya) 5) hilang; lenyap
6) asyik. Ketika mitra tutur mendengar kalimat ‗Selama beberapa tahun ini
Jakarta sebagai pusat pikiran ini tenggelam.‘ mengalami kebingungan karena
makna yang ditangkap oleh mitra tutur berbeda-beda. Ada yang menangkap
bahwa kalimat tersebut memiliki makna ‗Jakarta sebagai pusat pikiran masuk
terbenam di dalam air‘ Padahal, makna yang disampaikan oleh penutur tidak
demikian. Makna yang dimaksud oleh penutur adalah Jakarta selama beberapa
tahun ini sebagai pusat berbagai gagasan dan pikiran mulai menghilang.
Data tuturan (3), Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‗kawin‘
mempunyai beberapa arti, seperti 1) membentuk keluarga dengan lawan jenis;
bersuami atau beristri; menikah, 2) melakukan hubungan kelamin; berkelamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
(untuk hewan), 3) bersetubuh, 4) perkawinan. Memiliki banyak makna, kata
‗kawin‘ menimbulkan keambiguitasan bagi mitra tutur. Kalimat yang dituturkan
oleh Prof. Salim Said erbunyi ‗Ketika ada kasus dia ada cerita mengenai dia
sudah kawin sebelum masuk ke akademi militer dia datang sendiri ke POLDA
untuk mengadukan‘ menimbulkan tafsiran yang bermacam-macam bagi mitra
tutur. Mitra tutur bisa menangkap makna yang dimaksud oleh penutur, seperti
‗Ketika ada kasus dia ada cerita mengenai dia sudah bersetubuh sebelum masuk
ke akademi militer dia datang sendiri ke POLDA untuk mengadukan‟, tetapi
makna yang dimaksudkan oleh penutur yang sebenarnya adalah ‗Ketika ada kasus
dia ada cerita mengenai dia sudah menikah sebelum masuk ke akademi militer
dia datang sendiri ke POLDA untuk mengadukan‟
Data tuturan (4), Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata ‗tunduk‘ mempunyai
berbagai macam makna, seperti 1) menghadapkan wajah ke bawah, condong ke
depan dan ke bawah (tentang kepala), 2) melengkung ke bawah (tentang malai
padi), 3) takluk, 4) menyerah kalah. Kata ‗tunduk‘ pada kalimat ‗Kita merasa
tersinggung, kita tidak dijemput, kita tidak dihargai ketika kita masuk kita sadar
ini bukan negara kita. Dan kita harus tunduk.‟ menimbulkan keambiguitasan bagi
para pendengar. Hal tersebut terjadi karena ‗tanduk‘ makna yang ditangkap oleh
pendengarnya berbeda dengan makna yang disampaikan oleh pembicara.
Pendengar bisa saja menangkap makna ‗tunduk‘ yang dimaksudkan oleh
pembicara adalah menghadapkan wajah ke bawah. Padahal, makna yang
dimaksudkan oleh pembicara adalah takluk atau nurut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
b. Homonim
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, homonim merupakan kata yang
sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber
yang berlainan.
(5) Perlu dilakukan dialog biar tahu sampai kelapisan paling bawah.
(6) Presiden minta rapat konsultasi lagi.
(7) Ini hanya operasi menjelang pemilu doang.
Homonim adalah kata yang mempunyai pelafalan dan ejaan yang sama,
tetapi memiliki makna berbeda. Homonim sangat berbeda dari polisemi. Polisemi
adalah kata yang memiliki lebih dari satu makna. Data tuturan (6), kata ‗tahu‘
yang terdapat pada kalimat ‗Ini juga perlu dilakukan dialog biar tahu sampai
kelapisan paling bawah‟‘ merupakan sebuah kata kerja yang seharusnya memiliki
arti mengerti, namun disalah artikan dengan kata tahu yang merupakan kata benda
yang berarti makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus, dan
dicetak. Kedua kata ‗tahu‘ tersebut memiliki penulisan dan pelafalan yang sama,
namun memiliki arti yang berbeda. Penulisan dan pelafalan yang sama membuat
mitra tuturnya merasa kebingungan. Mitra tutur bisa saja menangkap kalimat ‗Ini
juga perlu dilakukan dialog biar tahu sampai kelapisan paling bawah‘ berbeda
dengan yang dinyatakan oleh penutur. Makna sebenarnya yang ingin diungkapkan
oleh penutur adalah ‗dialog sangat diperlukan agar paham dan mengerti sampai
bagian yang mendasari permasalahan dibentuk‘
Data tuturan (7), kata ‗rapat‘ memiliki dua makna, yaitu 1) pertemuan atau
diskusi yang membahas suatu hal, 2) Tidak renggang, berhimpitan. Makna
‗Presiden minta rapat konsultasi lagi‘ bisa ditangkap berbeda oleh mitra tutur,
seperti Presiden meminta agar konsultasi yang dilaksanakan tidak renggang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
ataupun berhimpitan. Padahal makna yang dimaksudkan adalah Presiden
meminta pertemuan konsultasi. Data tuturan (8), kata ‗operasi‘ memiliki makna,
yaitu 1) bedah untuk mengobati penyakit, 2) tindakan atau gerakan militer, 3)
pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan. Makna kata ‗operasi‘ merupakan
homonim karena memiliki arti yang tidak saling berhubungan. Tuturan yang
berbunyi ‗Ini hanya operasi menjelang pemilu doang‟ pada kata „operasi‟
menimbulkan multitafsir. Makna kata ‗operasi‘ yang dimaksud oleh penutur
adalah ‗ini hanya pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan menjelang
pemilu‘
c. Sinonim
Sinonimi adalah ungkapan (biasanya sebuah kata tetapi dapat pula frasa dan
kalimat) yang kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan lain (Pateda,
2001b). Berikut ini adalah data kalimat yang mempunyai kata sinonim dan
memiliki ambiguitas yang dijabarkan oleh peneliti.
(8) Makanya waktu pembahasan tingkat pertama selesai Pak Muladi itu
mengeluarkan air mata.
(9) Bersatu saja belum tentu kita bisa melalui satu gelombang yang sangat
berat ini.
(10) Kita ada di situ, pada kekonyolan itu berupaya untuk menganalisis
sesuatu yang terang benderang diperlihatkan bahwa itu adalah ambisi
kursi.
(11) Perbuatan ini menunjukkan bahwa para ahli itu galau.
Data tuturan (9), kata ‗tingkat‘ bersinonim dengan kata tahapan dan level
yang memiliki makna sama tanpa mengubah konteks kalimatnya. Kalimat
‗Makanya, waktu pembahasan tingkat pertama selesai Pak Muladi itu
mengeluarkan air mata‘ memiliki arti yang sama dengan ‗Makanya, waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
pembahasan tahapan pertama selesai Pak Muladi itu mengeluarkan air mata‘.
Pada kata ‗mengeluarkan air mata‘ yang dimaksudkan disini adalah
mengeluarkan air mata karena menangis ataupun terharu. Hal tersebut menjadi
sebuah makna ambigu ketika orang-orang berpikir bahwa mengeluarkan air mata
bukanlah karena menangis, tetapi bisa saja mengeluarkan air mata karena ada
benda asing masuk ke mata sehingga mata mengeluarkan air mata.
Data tuturan (10), kata ‗gelombang‘ merupakan sinonim dari kata ombak,
aliran, arus, atau saluran. Sinonim tersebut memiliki makna yang sama tanpa
mengubah konteks kalimat yang ada, seperti pada kalimat yang berbunyi ‗bersatu
saja belum tentu kita bisa melalui satu gelombang yang sangat berat ini‘
mempunyai makna yang sama dengan kalimat yang berbunyi ‗bersatu saja belum
tentu kita bisa melalui satu ombak yang sangat berat ini‘. Makna kalimat yang
diungkapkan oleh penutur ditangkap berbeda dengan mitra tutur. Kata
‗gelombang‘ yang dimaksudkan disini bukanlah ombak besar yang bergulung-
gulung di laut ataupun aliran getaran suara yang bergerak dalam eter (radio),
tetapi makna kata ‗gelombang‘ yang dimaksudkan adalah rintangan ‗bersatu saja
belum tentu kita bisa melalui satu rintangan yang sangat berat ini‟.
Data tuturan (11) kata ‗ambisi‘ bersinonim dengan kata keinginan, tekad,
dan kemauan. Kalimat yang berbunyi ‗Kita ada di situ, pada kekonyolan itu
berupaya untuk menganalisis sesuatu yang sudah terang benderang diperlihatkan
bahwa itu adalah ambisi kursi‘ mempunyai arti yang sama jika kata ‗ambisi‘
diganti dengan kata sinonimnya, seperti ‗Kita ada di situ, pada kekonyolan itu
berupaya untuk menganalisis sesuatu yang sudah terang benderang diperlihatkan
bahwa itu adalah keinginan untuk mendapatkan kursi‟. Makna kalimat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
dituturkan oleh penutur memunculkan ambiguitas bagi mitra tutur. Makna pada
kata ‗terang benderang‘ bukanlah sesuatu yang sangat terang, tetapi yang
dimaksud oleh penutur adalah sesuatu yang sudah nyata.
Data tuturan (12), kata ‗galau‘ bersinonim dengan kata bimbang, gelisah,
cemas, sehingga mempunyai makna yang sama dengan sinonimnya. Kalimat
‗Perbuatan ini menunjukkan bahwa para ahli itu galau‟ mempunyai makna yang
sama dengan ‗Perbuatan ini menunjukkan bahwa para ahli itu sedang dilanda
kecemasan atau kegelisahan‟
Selain itu, kalimat ‗Perbuatan ini menunjukkan bahwa para ahli itu galau‘
menimbulkan ambiguitas bagi mitra tutur. Apalagi kata ‗galau‘ adalah kata
kekinian yang banyak digunakan oleh anak-anak muda zaman sekarang untuk
menggambarkan suasana hati yang sedang sedih karena percintaan atau hal yang
lainnya. Mitra tutur dapat menangkap kalimat ‗Perbuatan ini menunjukkan bahwa
para ahli itu galau‘ sebagai perbuatan itu menunjukkan bahwa para ahli sedang
sedih karena urusan percintaan. Padahal, makna kata ‗galau‘ yang dimaksud oleh
penutur adalah bimbang, gelisah, maupun kecemasan.
4.3 Pembahasan
Setelah peneliti menganalisis data tuturan ambiguitas pada peristiwa tutur
dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019, dalam
analisis tersebut peneliti mengulas jenis ambiguitas, makna yang mengandung
ambiguitas, dan diksi yang mengandung ambiguitas. Pada sub bab ini, peneliti
akan menjelaskan temuan data-data hasil analisis penelitian yang secara
keseluruhan didapatkan dari proses analisis sebelumnya, yaitu pada sub bab 4.2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Beberapa teori yang digunakan peneliti dan sub bab pembahasan ini, yaitu
teori yang disampaikan oleh Djajasudarma sebagai landasan analisis mengenai
ambiguitas fonetik, teori Chaer sebagai landasan analisis mengenai ambiguitas
leksikal, dan teori Dewa Putu dan Rohmadi sebagai landasan analisis mengenai
ambiguitas gramatikal. Marafad sebagai landasan analisis mengenai makna
konotatif dan teori Chaer sebagai landasan analisis mengenai makna
nonreferensial. Kemudian, peneliti menggunakan teori Parera sebagai landasan
analisis mengenai polisemi, teori dari Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai
landasan analisis mengenai homonim, serta teori Pateda sebagai landasan analisis
mengenai sinonim.
Dalam data yang telah peneliti analisis, peneliti mencantumkan latar
belakang ambiguitas dalam tuturan yang peneliti analisis. Tuturan tersebut terjadi
pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club yang tayang di TvOne setiap hari
Selasa dan dipandu oleh Karni Tyas.
Selanjutnya, pembahasan akan didasarkan pada tiga pokok rumusan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini untuk melihat kesesuaian dan
keserasian teori dengan hasil temuan data-data hasil penelitian. Tiga pokok
rumusan masalah tersebut meliputi jenis ambiguitas, makna yang menimbulkan
ambiguitas, dan diksi yang menimbulkan ambiguitas.
Hasil dari penelitian ini akan dipaparkan dengan urutan pertama, yakni
mendeskripsikan jenis ambiguitas yang muncul dalam dialog interaktif Indonesia
Lawyers Club Periode Juli—September 2019. Kedua, yaitu mendeskripsikan
makna yang mengandung ambiguitas dalam dialog interaktif Indonesia Lawyers
Club Periode Juli—September 2019. Ketiga cara yang digunakan oleh orang tua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
menanamkan kesantunan berbahasa melalui implikatur, dan yang terakhir, yaitu
mendeskripsikan makna implikatur percakapan dalam tuturan orang tua kepada
anak untuk menanamkan kesantunan berbahasa. Berikut pembahasan hasil analisis
terhadap ketiga poin penting tersebut.
4.3.1 Ambiguitas
Setiap kata dalam suatu bahasa memeiliki kemungkinan ada makna lebih
dari satu. Akibatnya, mitra tutur sering melakukan kesalahan dalam menafsirkan
makna suatu kata. Makna suatu kata dapat saja berbeda tergantung pada konteks
kalimatnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan berbagai tuturan yang memiliki
ambiguitas. Berbekal pendapat menurut KBBI dan berbagai pendapat para ahli
peneliti memperoleh tiga belas tuturan yang mengandung ambiguitas fonetik,
ambiguitas leksikal, dan ambiguitas gramatikal. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008:50) ambiguitas memiliki pengertian, yaitu (1) sifat atau hal yang
bermakna dua atau kemungkinan yang mempunyai dua pengertian, (2)
ketidaktentuan dan ketidakjelasan, (3) kemungkinan adanya makna atau
penafsiran yang lebih dari satu atas suatu karya sastra, dan (4) kemungkinan
adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat.
Lain halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh Chaer, yaitu mbiguitas atau
ketaksaan merupakan gejala kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang
berbeda yang umumnya terjadi pada bahasa tulis (Chaer, 2003). Walaupun,
menurut Chaer ambiguitas muncul pada bahasa tulis, bagi peneiti tidak menutup
kemungkinan bahwa ambiguitas juga dapat muncul pada bahasa lisan. Dari
beberapa konsep ambiguitas yang diterangkan oleh para ahli di atas, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
mengambil kesimpulan bahwa ambiguitas adalah makna yang menimbulkan
multitafsir bagi mitra tuturnya.
Peneliti menggunakan teori Ullman (diadaptasi dari Sumarsono) dalam
mengelompokkan jenis-jenis ambiguitas seperti, ambiguitas fonetik, ambiguitas
leksikal, dan ambiguitas gramatikal. Ketiga jenis ambiguitas ini diteliti
berdasarkan dari teori masing-masing ambiguitas. Ambiguitas fonetik, peneliti
menggunakan teori menurut Pateda (2001:202) sebagai landasan untuk
menemukan ambiguitas fonetiik yang terdapat dalam tuturan dialog interaktif
Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019. Menurutnya, ambiguitas
fonetik timbul akibat membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan, kadang
karena kata-kata yang membentuk kalimat diujarkan terlalu cepat sehingga
menjadi ragu akan makna kalimat yang diujarkan.
Pada ambiguitas fonetik ini peneliti menemukan salah satu ambiguitas
fonetik yang disebabkan oleh atrikulatoris, yaitu monopoli. Ambiguitas fonetik
terjadi karena adanya penambahan fonem. Selain itu, ambiguitas fonetik terjadi
karena kata yang diucapkan terlalu cepat ataupun ketidakjelasan jeda saat sebuah
kata dituturkan. Pembauran bunyi bahasa tersebut mengakibatkan ketidakjelasan
Agar kata yang dituturkan dapat dipahami, penuturannya harus memperlambat
dan memberi jeda pada bunyi bahasa yang membaur tersebut.
Ambiguitas yang kedua adalah ambiguitas leksikal. Peneliti menggunakan
teori Chaer (2014:308) yang menjelaskan bahwa ambiguitas leksikal terjadi
karena interprestasi tata bahasa tetapi karena homonim dan polisemi. Homonin
merupakan dua kata yang sama tetai mempunyai makna yang berbeda, sedangkan
polisemi adalah satu kata yang memiliki banyak mana yang saling bekaitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Ambiguitas leksikal berkaitan dengan makna yang terkandung pada setiap
kata yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh kata homonim adalah salam
memiliki arti ucapan ataupun sebuah tananaman berbentuk daun. Contoh kata
polisemi adalah pada kata ekor yang memiliki banyak makna seperti 1) bagian
tubuh binatang dan sebagainya yang paling belakang, baik berupa sambungan dari
tulang punggung maupun sebagai lekatan 2) kata penggolong untuk binatang, 3)
sesuatu yang rupanya (keadaannya) seperti ekor, 4) bagian yang di belakang
sekali (tentang pesa-wat, pasukan dan sebagainya), 5) akibat dari kejadian atau
keadaan sebelumnya, 6) orang yang harus ditanggung (diurus, dibiayai dan
sebagainya) 7) tanggungan.
Ambiguitas yang ketiga adalah ambiguitas gramatikal. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan teori Wijana untuk membahas mengenai ambiguitas
gramatikal. Ambiguitas gramatikal merupakan ketaksaan yang terbentuk karena
proses penggabungan satuan-satuan lingual menurut sistem bahasa tertentu
(Wijana, 2008). Peneliti berpendapat bahwa ambiguitas gramatikal terjadi karena
proses-proses gramatikal, seperti reduplikasi, afiksasi, ataupun komposisi.
4.3.2 Makna
Dalam teori di penelitian ini, peneliti menemukan tipe-tipe makna menurut
Chaer (2003:289), seperti 1) berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata
atau leksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna
nonreferensial, 2) berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau
leksem, dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif, 3)
berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
dan makna istilah, 4) berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan
menjadi makna asosiatif, idiomatik, kolokatif dan sebagainya. Peneliti
menggunakan tipe-tipe makna menurut Chaer sebagai landasan untuk menemukan
tipe makna yang sesuai dengan keambiguitasan karena tidak semua tipe makna
bisa dikaitkan sebagai ambiguitas.
Berdasarkan tipe-tipe makna yang diungkapkan oleh Chaer diatas, peneliti
hanya membahas dua tipe makna, yaitu makna konotatif dan makna
nonreferensial. Makna konotatif adalah makna kiasan atau makna yang memiliki
tambahan nilai rasa (Marafad, 2011). Misalnya,
Selain makna konotatif ada makna non referensial. Makna non referensial
merupakan makna yang tidak memiliki acuan atau referen. Kata preposisi,
konjungsi, ataupun kata tugas lainnya merupakan makna non referensial. Makna
non referensial merupakan kata yang tidak memiliki referen atau tidak memiliki
wujud benda yang diacu oleh makna tersebut, contohnya kata sehingga, tetapi,
dan, atau, dan walaupun.
4.3.3 Diksi
Di dalam sebuah tindak tutur, diksi atau pilihan kata merupakan salah satu
unsur penting yang harus diperhatikan oleh penutur. Hal ini dikarenakan agar
mitra tutur mengerti makna atau konteks yang dimaksudkan oleh penutur. Diksi
tidak hanya mengenai ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mengenai kata yang
dipilih mampu memengaruhi imajinasi pembacanya.
Diksi berasal dari kata dictionary (bahasa Inggris yang kata dasarnya
diction) berarti perihal pemilihan kata yang digunakan dalam sebuah kalimat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
(Putrayasa, 2007). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diksi dapat diartikan
sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk
mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu seperti yang
diharapkan. Dalam penelitian ini, peneliti menjabarkan berbagai jenis-jenis diksi,
seperti sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, dan hipernim, tetapi data
yang diperoleh oleh peneliti hanya sinonim, polisemi, dan homonim.
Sinonim merupakan kata-kata yang sinonim memiliki makna yang
‗sama‘, dengan hanya bentuk-bentuk yang berbeda (Verhaar, 2004). Sinonim
adalah hubungan atau relasi persamaan makna, jadi bentuk kebahasaan yang satu
memiliki kesamaan makna dengan bentuk kebahasaan yang lain (Wijana, 2008).
Kata yang bersinonim memiliki makna yang sama tetapi dalam bentuk kata yang
berbeda. Penulis dan penutur harus berhati-hati ketika menggunakan kata untuk
menyampaikan makna yang akan diungkapkan kepada pembaca maupun mitra
tutur, seperti pada kata wafat dan mati. Kedua kata tersebut sama-sama memiliki
makna yang sama yaitu mati atau sudah tiada. Kata wafat untuk orang dan kata
mati untuk benda, tumbuhan, ataupun hewan.
Polisemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2008:1305)
menyatakan polisemi merupakan bentuk bahasa (kata, frasa, dan sebagainya) yang
mempunyai makna lebih dari satu. Selain itu, polisemi adalah kata-kata yang
mengandung makna lebih dari satu, tetapi makna itu masih berhubungan dengan
makna dasarnya disebut juga kata beraneka (Sudaryat, 2009). Ambiguitas dan
polisemi sebenarnya tidak bisa dibedakan karena sama-sama memiliki banyak
makna yang berbeda. Perbedaan yang mencolok antara polisemi dan ambiguitas
terletak pada bentuknya. Ambiguitas memiliki banyak makna jika dilihat dari satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
bentuk kalimat, sedangkan polisemi memiliki banyak makna jika dilihat dati satu
bentuk kata, contohnya pada kata kepala.
Pada pengertian homonim, peneliti menggunakan pengertian dari seorang
ahli yang bernama Tarigan (2009:26) yang mengatakan bahwa homonim dalam
ilmu bahasa adalah kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung arti dan
pengertian berbeda. Peneliti menemukan kata yang berhomonim, seperti pada kata
tahu, rapat, dan operasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini peneliti memaparkan dua hal pokok yaitu, (1) simpulan, (2)
saran. Simpulan berisi rangkuman secara menyeluruh isi dari penelitian ini. Saran
bersisi hal-hal relevan yang perlu diperhatikan pada penelitian-penelitian
selanjutnya, baik bagi peneliti, maupun bagi peneliti-peneliti lainnya. Berikut
paparan terkait simpulan dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian yang berjudul
Ambiguitas Dialog Interaktif Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September
2019, peneliti menyimpulkan bahwa makna ambiguitas yang dikemas dalam
dialog interaktif tersebut sering kali terjadi secara tidak sengaja yang membuat
mitra tutur bingung dengan makna yang dimaksud oleh penutur. Oleh karena itu,
mitra tutur dituntut untuk lebih jeli dalam menyerap makna yang dimaksud oleh
penutur agar tidak menimbulkan multitafsir. Peneliti menemukan empat puluh
satu data ambiguitas pada makna yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur.
Pada dasarnya ketaksaan atau yang biasa disebut ambiguitas merupakan
salah satu penyimpangan dalam kegiatan berbahasa. Ada tiga bentuk ketaksaan
yang terjadi, yakni ketaksaan fonetik, gramatikal, dan leksikal. Peneliti
menemukan fenomena makna yang mengandung ambiguitas berupa makna
konotatif yang mengandung ambiguitas dan makna nonreferensial yang
mengandung ambiguitas. Selain itu, beberapa penyebab ambiguitas, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
kurangnya penanda ejaan, kesalahan peletakan unsur dalam kalimat, pemilihan
kata yang kurang tepat dengan teks bahasa sumber, serta adanya unsur homonim
dan polisemi. Peneliti menemukan beberapa fenomena diksi yang mengandung
ambiguitas, yaitu diksi berpolisemi, berhomonim, dan bersinonim.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, peneliti menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, peneliti
mengajukan beberapa saran bagi peneliti selanjutnya terutama dalam melakukan
penelitian yang sejenis. Berikut merupakan beberapa saran yang dapat peneliti
berikan:
1. Bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mencari tahu
seberapa besar penggunaan ambiguitas dimasyarakat khususnya pada acara
talkshow Indonesia Lawyers Club. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian
yang masih terbilang baru dan jarang diteliti oleh banyak peneliti. Peneliti
berharap bahwa penelitian ini dapat berguna bagi program studi untuk
dipergunakan dalam hal memperkaya litelatur pembahasan mengenai ambiguitas.
2. Bagi masyarakat umum atau pembaca
Penelitian ini pada dasarnya meneliti mengenai tuturan ambiguitas antar
pembicara Indonesia Lawyers Club. Peneliti berharap, kedepannya terdapat
penelitian serupa yang mungkin dapat memperkaya pengetahuan dan pembahasan
mengenai tuturan ambiguitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
DAFTAR PUSTAKA
Alwi. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Aminuddin. (2008). Semantik Pengantar Studi Makna. Bandung: Sinar Baru
Agensindo.
Aminuddin. (2011). Semantik Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar
Baru Agensindo.
Chaer, A. (1995). Sosiolinguistik : Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chaer, A. (2003). Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chaer, A. (2007). Linguistik Umum cetakan ketiga. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chaer, A. (2009). Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Chaer, A. (2015). Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Djajasudarma, F. (1999). Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Djajasudarma, F. (2008). Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna.
Djajasudarma, F. (2012). Semantik 1- Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung:
Refika Aditama.
Gorys, K. (2004). Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores:
Nusa Indah.
Hardiyanto. (2008). Leksikologi. Yogyakarta: Kanwa.
Hermintoyo, M. (2019). Ambiguitas dalam Humor Parikan atau Pantun Kilat
sebagai Pelesetan Makna. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 14(2), 160.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
https://doi.org/10.14710/nusa.14.2.160-168
Keraf, G. (2002). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, H. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kutha, R. N. (2009). Stilistika, Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Mataram: Rajawali Pers.
Marafad. (2011). Mutiara Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Puitika.
Marsono. (1999). Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Parera. (2004). Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Pateda, M. (2001a). Semantik Leksikal: edisi kedua. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Pateda, M. (2001b). Semantik Leksikal. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Pateda, M. (2010). Semantik Leksikal. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Putrayasa, I. B. (2007). Kalimat Efektif: Diksi, Struktur, dan Logika. Bandung:
Refika Aditama.
Rahardi, K. (2009). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga.
Rahardi, K. (2009). Penyuntingan Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang.
Jakarta: Erlangga.
Rahardi, K. (2010). Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Ramlan. (2009). Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta: CV. Karyono.
Setyawati, N. (2013). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia: Teori dan
Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Siswono. (2014). Teori dan Praktik (Diksi, Gaya Bahasa, dan Pencitraan).
Yogyakarta: Deepublish.
Subroto, E. (2011). Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta:
Cakrawala Media.
Sudaryat, Y. (2009). Makna dalam Wacana (Prinsip-prinsip Semantik dan
Pragmatik). Bandung: Yrama Widya.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabet.
Sumarsono. (2007). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Suwandi, S. (2008). Semantik: Penganta Kajian Makna. Yogyakarta: Media
Perkasa.
Tarigan. (2009). Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Tarigan. (2015). Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Verhaar. (2004). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
Univetsity Press.
Wahyu, W. (2001). Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wijana, D. P. dan M. R. (2008). SEMANTIK: Teori dan Analisis. Surakarta:
Yuma Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
LAMPIRAN
TRIANGULASI DATA
Ambiguitas dalam Peristiwa Tutur Dialog Interaktif Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019
Oleh: Eka Averia Desyyanti / 161224011
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Pranowo, M.Pd.
Berikut ini adalah hasil analisis data penelitian Ambiguitas dalam Peristiwa Tutur Dialog Interaktif Indonesia Lawyers Club Periode
Juli—September 2019 yang perlu dicek oleh ahli atau pakar. Berilah tanda centang (✓) pada kolom “setuju” atau “tidak setuju” yang
menggambarkan penilaian Anda terhadap hasil analisis kesalahan berbahasa.
No Jenis ambiguitas yang
banyak terjadi pada
peristiwa tutur
Analisis Kesalahan Triangulator
Keterangan Alasan Setuju Tidak Setuju Komentar
1. Ini kekacauan kita
seolah-olah Pancasila
itu hanya dimonopoli.
Ambiguitas
Fonetik
Ambiguitas fonetik adalah
ambiguitas yang ditimbulkan
karena ketidakjelasan struktur
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
fonetik dalam satu kata
maupun kalimat. Kata
monopoli pada kalimat
tersebut merupakan
ambiguitas fonetik.
Peneliti memilih data ini
karena kata monopoli jika
diucapkan menggunakan jeda
akan berbeda artikulasinya.
2. Itu baru bunganya saja
belum pokoknya.
Ambiguitas
Fonetik
Ambiguitas fonetik adalah
ambiguitas yang ditimbulkan
karena ketidakjelasan struktur
fonetik dalam satu kata
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
maupun kalimat. Kata bunga
pada kalimat tersebut
merupakan ambiguitas
fonetik.
3. Kita pribadi saja yang
tidak presiden yang
tidak dipilih 100 juta
rakyat Indonesia kalau
diserang kehormatan
kita, kita menuntut.
Konon lagi seorang
kepala Negara.
Ambiguitas
Leksikal
Ambiguitas leksikal adalah
sebuah kata yang mengacu
pada suatu yang berbeda
sesuai dengan lingkungan
pemakaiannya. Ambiguitas
leksikal dilihat dari bentuk
polisemi dan homonim,
sehingga kata kepala
merupakan salah satu bentuk
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
ambiguitas leksikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata kepala
merupakan salah satu bentuk
polisemi.
4. Ketika sebelumnya
saling serang, ketika
sebelumnya saling
evaluasi tapi di akhir
masa jabatan ini malah
sama-sama saling
menyepakati RUU-
RUU bermasalah.
Ambiguitas
Leksikal
Ambiguitas leksikal adalah
sebuah kata yang mengacu
pada suatu yang berbeda
sesuai dengan lingkungan
pemakaiannya. Ambiguitas
leksikal dilihat dari bentuk
polisemi dan homonim,
sehingga kata serang
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas leksikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata serang
merupakan salah satu bentuk
homonym yang homograf.
5. Kasian dong saya
memimpin tanpa wakil.
Ambiguitas
Leksikal
Ambiguitas leksikal adalah
sebuah kata yang mengacu
pada suatu yang berbeda
sesuai dengan lingkungan
pemakaiannya. Ambiguitas
leksikal dilihat dari bentuk
polisemi dan homonim,
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
sehingga kata wakil
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas leksikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata wakil merupakan
salah satu bentuk polisemi.
6. Kami ingin mendorong
supaya presiden
mendengarkan.
Ambiguitas
Gramatikal
Ambiguitas gramatikal
adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata mendorong
merupakan salah satu
ambiguitas gramatikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata mendorong
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas gramatikal yang
terjadi karena afiksasi.
7. Ada 68 juta lebih rakyat Ambiguitas Ambiguitas gramatikal ✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Indonesia yang
menjatuhkan pilihan
kepada Pak Prabowo
Sandi.
Gramatikal adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata menjatuhkan
merupakan salah satu
ambiguitas gramatikal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Peneliti memilih data ini
karena kata menjatuhkan
merupakan salah satu salah
satu bentuk ambiguitas
gramatikal yang terjadi
karena afiksasi.
8. Bagaimana perjuangan
mengadu gagasan.
Ambiguitas
Gramatikal
Ambiguitas gramatikal
adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata mengadu
merupakan salah satu
ambiguitas gramatikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata mengadu
merupakan salah satu salah
satu bentuk ambiguitas
gramatikal yang terjadi
karena afiksasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
9. Saya pribadi tentunya
memiliki satu
pandangan.
Ambiguitas
Gramatikal
Ambiguitas gramatikal
adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata pandangan
merupakan salah satu
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
ambiguitas gramatikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata pandangan
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas gramatikal yang
terjadi karena afiksasi.
10. Saya ingin
menyinggung hal yang
terkait dengan RKUHP
yang menjadi topik
utama pada malam ini.
Ambiguitas
Gramatikal
Ambiguitas gramatikal
adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata
menyinggung merupakan
salah satu ambiguitas
gramatikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata menyinggung
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas gramatikal yang
terjadi karena afiksasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
11. Terakhir saya
mendoakan Pak Jokowi
di periode keduanya ini
itu bisa lebih baik, lebih
peka lagi dengan
kebutuhan rakyat
dimampukan oleh Yang
Maha Kuasa untuk
melunasi janji-janji
kampanyenya selama
ini.
Ambiguitas
Gramatikal
Ambiguitas gramatikal
adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata janji-janji
merupakan salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
ambiguitas gramatikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata janji-janji
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas gramatikal yang
terjadi karena reduplikasi.
12. Sebetulnya kami polos-
polos saja melihat
politik.
Ambiguitas
Gramatikal
Ambiguitas gramatikal
adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata polos-polos
merupakan salah satu
ambiguitas gramatikal.
Peneliti memilih data ini
karena kata polos-polos
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas gramatikal yang
terjadi karena reduplikasi.
13. Jangan ada orang yang Ambiguitas Ambiguitas gramatikal ✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
bersembunyi dengan
kekuatannya di
belakang menjadi
dalang-dalang.
Gramatikal adalah ambiguitas yang
terjadi karena sebuah proses
pembentukan suatu
ketatabahasaan baik kata,
frasa, maupun kalimat. Di
dalam semantik, makna
gramatikal hadir sebagai
akibat adanya proses
gramatikal, seperti proses
afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Kata dalang-
dalang merupakan salah satu
ambiguitas gramatikal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Peneliti memilih data ini
karena kata dalang-dalang
merupakan salah satu bentuk
ambiguitas gramatikal yang
terjadi karena reduplikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
No Makna yang
Mengandung
Ambiguitas
Analisis Makna Ambiguitas Triangulator
Keterangan Alasan Setuju Tidak Setuju Komentar
1. Demokrasi
menggantikan prinsip-
prinsip totaliter tirani-
tirani ketika tirani
dirontokkan.
Makna
konotatif
Makna konotatif adalah
makna yang bukan dalam
artian yang sebenarnya. Kata
‗dirontokkan‟ mempunyai
kata dasar ‗rontok‘ dapat
masuk ke dalam jenis makna
konotatif karena bukan dalam
arti yang sebenarnya.
✓
2. Ketika nenek moyang
kita memang bangsa
Makna
Konotatif
Makna konotatif adalah
makna yang bukan dalam
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
pelaut dan mengambil
kendali laut dunia ini
menerawangi dengan
kapal yang sederhana
kemana-mana dan itu
luar biasa.
artian yang sebenarnya. Kata
‗menerawangi‟ mempunyai
kata dasar ‗terawang‘ dapat
masuk ke dalam jenis makna
konotatif karena bukan dalam
arti yang sebenarnya.
3. Selalu saja ada
kambing hitam dalam
kegagalan.
Makna
Konotatif
Makna konotatif adalah
makna yang bukan dalam
artian yang sebenarnya. Arti
kata dari ‗kambing hitam‟
dapat masuk ke dalam jenis
makna konotatif karena bukan
dalam arti yang sebenarnya.
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
4. Pertama-tama saya
ingin mengucapkan
terima kasih sudah
menjadi pilar dalam
demokrasi kita dan
memperkaya diskusus
pada periode pilpres
kemarin.
Makna
Konotatif
Makna konotatif adalah
makna yang bukan dalam
artian yang sebenarnya. Kata
‗pilar‟ dapat masuk ke dalam
jenis makna konotatif karena
bukan dalam arti yang
sebenarnya.
✓
5. Tapi yang mereka
persoalkan itu soal
kumpul kebo.
Makna
Konotatif
Makna konotatif adalah
makna yang bukan dalam
artian yang sebenarnya. Kata
‗kumpul kebo‘ dapat masuk ke
dalam jenis makna konotatif
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
karena bukan dalam arti yang
sebenarnya.
6. Jadi, saya mencoba
mendalami perasaan
presiden.
Makna
nonreferensial
Makna nonreferensial
merupakan makna kata yang
tidak memiliki makna
referensial atau dalam artian
tidak memiliki gambaran
dalam dunia nyata. Kata ‗jadi‟
merupakan salah satu makna
nonreferensial.
✓
7. Modalnya untuk
membayar utang lebih
besar daripada kita.
Makna
nonreferensial
Makna nonreferensial
merupakan makna kata yang
tidak memiliki makna
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
referensial atau dalam artian
tidak memiliki gambaran
dalam dunia nyata. Kata
‗untuk‟ merupakan salah satu
makna nonreferensial.
8. Saya bisa ngerti
perasaan orang seperti
Roma Irama.
Makna
nonreferensial
Makna nonreferensial
merupakan makna kata yang
tidak memiliki makna
referensial atau dalam artian
tidak memiliki gambaran
dalam dunia nyata. Kata
‗seperti‟ merupakan salah satu
makna nonreferensial.
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
9. Kita lihat dulu
masyarakat karena ini
ada tekanan.
Makna
nonreferensial
Makna nonreferensial
merupakan makna kata yang
tidak memiliki makna
referensial atau dalam artian
tidak memiliki gambaran
dalam dunia nyata. Kata ‗ini‟
merupakan salah satu makna
nonreferensial.
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
No Diksi pada kalimat
yang Mengandung
Ambiguitas
Analisis Makna Diksi Triangulator
Keterangan Alasan Setuju Tidak Setuju Komentar
1. Kubu kiri, kubu kanan,
kubu Pancasila, kubu
Islam, dan lain-lain.
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗kubu‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
makna lebih dari satu.
✓
2. Jadi, mereka tumbuh Polisemi Polisemi merupakan kata ✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
menjadi organisasi
eksklusif yang tidak bisa
di kontrol terjadi
pembusukan di dalam.
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗tumbuh‘ merupakan
kata polisemi karena
memiliki makna lebih dari
satu.
3. Ikut rapat konsultasi
dengan presiden sekitar
empat kali khusus
Undang-Undang tentang
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
KPK. hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗rapat‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
makna lebih dari satu.
4. Selama beberapa tahun
ini Jakarta sebagai pusat
pikiran ini tenggelam.
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗tenggelam‘ merupakan
kata polisemi karena
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
memiliki makna lebih dari
satu.
5. Jalan kaki, bebas emisi,
dan angkutan umum.
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗emisi‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
makna lebih dari satu.
✓
6. Ketika ada kasus dia ada
cerita mengenai dia
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
sudah kawin sebelum
masuk ke akademi
militer dia datang
sendiri ke POLDA
untuk mengadukan
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗kawin‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
makna lebih dari satu.
7. Jujur setiap langkah Pak
Prabowo kita selalu
berkonsultasi.
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
kata ‗langkah‘ merupakan
kata polisemi karena
memiliki makna lebih dari
satu.
8. Kita merasa
tersinggung, kita tidak
dijemput, kita tidak
dihargai ketika kita
masuk kita sadar ini
bukan negara kita. Dan
kita harus tunduk.
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗tunduk‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
makna lebih dari satu.
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
9. Kita sangat
menyayangkan
tudingan-tudingan yang
sangat liar.
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗liar‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
makna lebih dari satu.
✓
10. Presiden kan bisa punya
alat.
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗alat‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
makna lebih dari satu.
11. Bagus niatnya mungkin
agar kemudian pejalan
kaki dapat tempat lebih
terhormat, tapi jadi
kontradiktif dengan
pencemaran udara yang
semakin masif karena
kemacetan yang
Polisemi Polisemi merupakan kata
yang memiliki makna lebih
dari satu, tetapi makna
tersebut masih memiliki
hubungan dengan makna
yang lainnya. Oleh sebab itu,
kata ‗masif‘ merupakan kata
polisemi karena memiliki
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
berkepanjangan. makna lebih dari satu.
12. Perlu dilakukan dialog
biar tahu sampai
kelapisan paling bawah.
Homonim Homonim adalah sebuah
kata, frasa, atau kalimat yang
mempunyai bentuk yang
sama dengan kata, frasa, atau
kalimat, tetapi memiliki
makna yang berbeda. Kata
‗tahu‘ merupakan salah satu
kata berhomonim.
✓
13. Presiden minta rapat
konsultasi lagi.
Homonim Homonim adalah sebuah
kata, frasa, atau kalimat yang
mempunyai bentuk yang
sama dengan kata, frasa, atau
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
kalimat, tetapi memiliki
makna yang berbeda. Kata
‗rapat‘ merupakan salah satu
kata berhomonim.
14. Ini hanya operasi
menjelang pemilu
doang.
Homonim Homonim adalah sebuah
kata, frasa, atau kalimat yang
mempunyai bentuk yang
sama dengan kata, frasa, atau
kalimat, tetapi memiliki
makna yang berbeda. Kata
‗operasi‘ merupakan salah
satu kata berhomonim.
✓
15. Jangan dikaitkan jujur Sinonim Sinonim atau persamaan ✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
kami keberatan.
makna adalah suatu bentuk
kata yang memiliki bentuk
yang berbeda, tetapi memiliki
arti atau pengertian yang
sama. Oleh karena itu, kata
‗keberatan‘ merupakan kata
sinonim dengan kata terlalu
berat, penolakan, protes, dan
keluhan.
Penutur harus berhati-hati
dan memperhatikan konteks
ketika menggunakan kata,
apalagi kata-kata dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
bentuk sinonim untuk
menyampaikan makna yang
akan diungkapkan kepada
pembaca maupun mitra tutur.
16. Makanya waktu
pembahasan tingkat
pertama selesai Pak
Muladi itu
mengeluarkan air mata.
Sinonim Sinonim atau persamaan
makna adalah suatu bentuk
kata yang memiliki bentuk
yang berbeda, tetapi memiliki
arti atau pengertian yang
sama. Oleh karena itu, kata
‗tingkat‘ merupakan kata
sinonim dengan kata tahap,
bagian, dan level.
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Penutur harus berhati-hati
dan memperhatikan konteks
ketika menggunakan kata,
apalagi kata-kata dalam
bentuk sinonim untuk
menyampaikan makna yang
akan diungkapkan kepada
pembaca maupun mitra tutur.
17. Bersatu saja belum tentu
kita bisa melalui satu
gelombang yang sangat
berat ini.
Sinonim Sinonim atau persamaan
makna adalah suatu bentuk
kata yang memiliki bentuk
yang berbeda, tetapi memiliki
arti atau pengertian yang
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
sama. Oleh karena itu, kata
‗gelombang‘ merupakan kata
sinonim dengan kata ombak,
arus, dan aliran.
Penutur harus berhati-hati
dan memperhatikan konteks
ketika menggunakan kata,
apalagi kata-kata dalam
bentuk sinonim untuk
menyampaikan makna yang
akan diungkapkan kepada
pembaca maupun mitra tutur.
18. Kita ada di situ, pada Sinonim Sinonim atau persamaan ✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
kekonyolan itu berupaya
untuk menganalisis
sesuatu yang sudah
terang benderang
diperlihatkan bahwa itu
adalah ambisi kursi.
makna adalah suatu bentuk
kata yang memiliki bentuk
yang berbeda, tetapi memiliki
arti atau pengertian yang
sama. Oleh karena itu, kata
‗ambisi‘ merupakan kata
sinonim dengan kata
keinginan, target, dan tekad.
Penutur harus berhati-hati
dan memperhatikan konteks
ketika menggunakan kata,
apalagi kata-kata dalam
bentuk sinonim untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
menyampaikan makna yang
akan diungkapkan kepada
pembaca maupun mitra tutur.
19. Perbuatan ini
menunjukkan bahwa
para ahli itu galau.
Sinonim Sinonim atau persamaan
makna adalah suatu bentuk
kata yang memiliki bentuk
yang berbeda, tetapi memiliki
arti atau pengertian yang
sama. Oleh karena itu, kata
‗galau‘ merupakan kata
sinonim dengan kata
bimbang, bingung, dan
gelisah.
✓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Penutur harus berhati-hati
dan memperhatikan konteks
ketika menggunakan kata,
apalagi kata-kata dalam
bentuk sinonim untuk
menyampaikan makna yang
akan diungkapkan kepada
pembaca maupun mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
BIOGRAFI PENULIS
Penulis lahir di Jakarta, 3 Desember 1997. Pendidikanya
dimulai pada jenjang Taman Kanak-kanak (TK) di TK
Notre Dame pada 2002 dan lulus pada 2004. Kemudian
penulis melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar (SD) di SD
Notre Dame dan lulus pada 2010. Selanjutnya, penulis
menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
SMP Notre Dame dan lulus pada tahun 2013. Lalu,
penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMA Notre Dame dan lulus pada tahun 2016. Sejak tahun 2016, penulis
memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi sebagai salah
satu mahasiswi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ia menempuh jalur skripsi untuk
mendapatkan gelar S-1. Skripsi yang ia tulis berjudul Ambiguitas dalam Peristiwa
Tutur Dialog Interaktif Indonesia Lawyers Club Periode Juli—September 2019.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI