ambalat

16
PENYELESAIAN SENGKETA BLOK AMBALAT Kentos R. Artoko Abstrak Perseteruan perebutan wilayah atau yang lebih dikenal dalam perspektif politik internasional sebagai sengketa wilayah, antara Indonesia dan Malaysia sudah kerap terjadi. Sejatinya, kesepakatan perbatasan bilateral antara Indonesia dan Malaysia telah diteken pada 1969 yang dikenal dengan perjanjian ‘Tapal Batas’. Namun, pada 1970 Malaysia meratifikasi perjanjian tersebut, karena diketahui telah membuat peta sendiri yang bersumber dari penjajahan Inggris di wilayah itu. Pada 1998, Malaysia mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional untuk mengakui wilayah Sipadan-Ligitan sebagai bagian dari kedaulatan negeri jiran itu. Pada 2002, Mahkamah Internasional memenangkan gugatan Malaysia. Kini Malaysia pun hendak kembali mengklaim wilayah Ambalat sebagai bagian dari kedaulatannya, di sisi lain Indonesia pun berkeinginan serupa. Perseteruan ini masih berlangsung hingga kini. Kalangan ahli geologi berpendapat wilayah ini kaya dengan sumber daya alam seperti minyak dan gas. Rupanya Malaysia berupaya mengincar Ambalat karena wilayah ini sangat seksi, demikian pula dengan Indonesia. Bagaimana agar Indonesai tidak lagi mengalami kekalahan dalam forum internasional? Kata kunci: Politik Internasional, Sengketa, Negosiasi, Diplomasi. 1. PENDAHULUAN.

Upload: kentos2069

Post on 21-Aug-2015

29 views

Category:

News & Politics


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ambalat

PENYELESAIAN SENGKETA BLOK AMBALAT

Kentos R. Artoko

Abstrak

Perseteruan perebutan wilayah atau yang lebih dikenal dalam perspektif politik internasional sebagai sengketa wilayah, antara Indonesia dan Malaysia sudah kerap terjadi. Sejatinya, kesepakatan perbatasan bilateral antara Indonesia dan Malaysia telah diteken pada 1969 yang dikenal dengan perjanjian ‘Tapal Batas’. Namun, pada 1970 Malaysia meratifikasi perjanjian tersebut, karena diketahui telah membuat peta sendiri yang bersumber dari penjajahan Inggris di wilayah itu. Pada 1998, Malaysia mengajukan gugatan ke Mahkamah Internasional untuk mengakui wilayah Sipadan-Ligitan sebagai bagian dari kedaulatan negeri jiran itu. Pada 2002, Mahkamah Internasional memenangkan gugatan Malaysia. Kini Malaysia pun hendak kembali mengklaim wilayah Ambalat sebagai bagian dari kedaulatannya, di sisi lain Indonesia pun berkeinginan serupa. Perseteruan ini masih berlangsung hingga kini. Kalangan ahli geologi berpendapat wilayah ini kaya dengan sumber daya alam seperti minyak dan gas. Rupanya Malaysia berupaya mengincar Ambalat karena wilayah ini sangat seksi, demikian pula dengan Indonesia. Bagaimana agar Indonesai tidak lagi mengalami kekalahan dalam forum internasional?

Kata kunci: Politik Internasional, Sengketa, Negosiasi, Diplomasi.

1. PENDAHULUAN.

Sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia sebenarnya telah terjadi

sejak 1967, saat itu kedua negara melakukan pertemuan teknis terkait dengan

hukum laut perbatasan antara kedua negara. Kedua negara sepakat

Page 2: Ambalat

menandatangani kesepakatan yang dikenal dengan ‘Perjanjian Tapal Batas’ pada

1969.

Pada 7 November 1969, kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi.

Anehnya pada tidak lama berselang, masih pada tahun yang sama, Malaysia

membuat peta baru yang memasukkan pulau Sipadan, Ligitan dan Bau Puteh

(Pedra Blanca) sebagai bagian dari yurisdiksinya.

Tentu saja hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura, mengapa dan

untuk tujuan apa Malaysia membuat peta baru itu. 17 Maret 1970, Indonesia-

Malaysia meratifikasi perjanjian tapal batas. Hal yang sama kemudian berulang,

pada 1979 Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan

maritim dengan yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri

dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan

memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik.1

Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk

pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan

Persetujuan Tapal batas Laut tahun 1970. Indonesia melihatnya sebagai usaha

secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap

wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan

1 Kentos R. Artoko, Incar Migas Malaysia Siap Rebut Ambalat, TNI Jangan Ragu Pamer Kekuatan, www suarakarya.id/2015/06/26

Page 3: Ambalat

Ligitan, juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia

oleh Mahkamah Internasional dengan mengacu pada peta yang dibuat Malaysia

pada 1979 itu.

Timbul pertanyaan, mengapa Malaysia sangat agresif untuk mengambil

wilayah yang berbatasan dengan Indonesia? Bukankah negeri jiran itu telah

menang dalam perebutan pulau Sipadan dan Ligitan? Kemudian bagaimana

mengatasi persoalan ini dari sisi Indonesia?

Dalam kerangka diplomasi, bagaimana kekuatan yang dimiliki oleh

Indonesa dan seberapa besar potensi yang dimiliki oleh Indonesia untuk

memenangi sengketa wilayah tersebut?

2. PEMBAHASAN.

Sengketa kepemilikan pulau Ambalat antara Indonesia dan Malaysia, hingga

kini belum mendapatkan titik terang. Berbagai cara diplomasi telah dilakukan,

namun Mahkamah Internasional belum memutuskan blok Ambalat sebagai

bagian dari negara mana?

Indonesia mengklaim wilayah ini, karena blok Ambalat masuk dalam lingkup

Laut Sulawesi dan masih merupakan bagian dari selat yang membatasi wilayah

pulau Kalimantan dan Sulawesi. Jika ditinjau dari sisi hukum internasional,

wilayah ini berada diluar kedaulatan maritim Indonesia (12 mil dari garis pantai

Page 4: Ambalat

terluar), demikian pula dengan Malaysia, wilayah ini pun tidak masuk dalam garis

12 mil pantai terluar yang dimiliki oleh Malaysia.

Untuk lebih mempermudah pemahaman, maka penulis akan memberikan

gambar dimanakah letak sesungguhnya dari blok Ambalat tersebut dan mengapa

dipersengketakan antara Indonesia-Malaysia?2

Gambar:

Melalui gambar diatas sangat jelas bahwa, blok yang berwarna coklat

muda merupakan wilayah yang dipersengketakan antara Indonesia (berwarna

putih) dan Malaysia yang berwarna merah tua.

Malaysia sendiri, telah memberikan sejumlah konsesi pengeboran dan

eksplorasi minyak mentah kepada British Petroleeum dan Shell, di wilayah yang

2 Kentos R. Artoko, Nasib Ambalat Tak Boleh Seperti Sipadan-Ligitan, www.suarakarya.id/2015/06.

Page 5: Ambalat

berwarna merah tua. Sedangkan menurut para ahli geologi, wilayah yang

memiliki cadangan minyak terbesar adalah wilayah yang masih dipersengketakan.

Mungkinkah Indonesia, harus kembali menerima kekalahan dari Malaysia,

setelah luluh lantak untuk mempertahankan Sipadan dan Ligitan? Jika memang

belum pernah dicapai kesepakatan yang secara eksplisit berkaitan dengan

Ambalat maka perlu dirujuk kembali Konvensi Batas Negara tahun 1891 yang

ditandatangani Belanda dan Inggris sebagai penguasa di daerah tersebut di masa

kolinialisasi (Morgenthau, 1990).3

Konvensi ini tentu saja menjadi salah satu acuan utama dalam penentuan

perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. Perlu diteliti apakah

Konvensi tersebut secara eksplisit memuat/mengatur kepemilikan Ambalat. Hal

ini sama halnya dengan penggunaan Traktat 1904 dalam penegasan perbatasan

RI dengan Timor Leste.

Bahwa Malaysia mengklaim Ambalat menggunakan peta (laut) yang

diproduksi tahun 1979, menurut Prescott (2004), peta tersebut memuat klaim

Malaysia atas landas kontinen di Ambalat di mana klaim tersebut secara

kesuluruhan melewati median line.

3 Hans J. Morgenthau, Politics Among Nations, dialihbahasa, Yayasan Obor, 1990, hal.40.

Page 6: Ambalat

Deviasi maksimum pada dua sekor sekitar 5 mil laut. Nampaknya dalam

membuat klaim dasar laut ini Malaysia mengabaikan beberapa titik garis pangkal

Indonesia yang sudah sah.

Di luar pandangan tersebut di atas, perlu ditinjau secara detail bagaimana

sesungguhnya sebuat peta laut bisa diakui dan sah untuk dijadikan dasar dalam

mengklaim suatu wilayah.

Tentang hal ini, Clive Schofield, mantan Direktur International Boundary

Research Unit (IBRU) berpendapat, “peta laut tertentu harus dilaporkan dan

diserahkan ke PBB, misalnya peta laut yang memuat jenis garis pangkal dan batas

laut. Namun begitu suatu Negara yang mengeluarkan peta laut tentu saja tidak

bisa memaksa Negara lain kecuali memang disetujui.”

Intinya, penggunaan peta laut tahun 1979 oleh Malaysia harus didasarkan

pada kaidah ilmiah dan hukum yang bisa diterima. Jika peta laut ini hanya

memenuhi kepentingan dan keyakinan sepihak tanpa memperhatikan kedaulatan

Negara tetangga, jelas hal ini tidak bisa dibenarkan.

Sayang sekali, sebagai salah satu sumber hukum yang bisa diacu, Konvensi

1891, nampaknya tidak akan membantu banyak dalam penyelesaian kasus ini.

Seperti halnya Sipadan dan Ligitan,

Page 7: Ambalat

Konvensi itu kemungkinan besar tidak mengatur secara tegas kepemilikan

Ambalat. Hal ini terjadi karena Konvensi 1891 hanya menyebutkan bahwa Inggris

dan Belanda sepakat mengakui garis batas yang berlokasi di garis lintang 4° 10’ ke

arah timur memotong Pulau Sebatik tanpa lebih rinci menyebutkan

kelanjutannya.

Tentu saja ini meragukan karena Ambalat, seperti juga Sipadan dan Ligitan

berada di sebelah tenggara titik akhir garis yang dimaksud. Jika garis tersebut,

sederhananya, diperpanjang lurus ke timur, memang Ambalat, termasuk juga

Sipadan dan Ligitan akan berada di pihak Indonesia. Namun demikian, menarik

garis batas dengan cara ini, tanpa dasar hukum, tentu saja tidak bisa diterima

begitu saja.

Melihat kondisi di atas, diplomasi , merupakan solusi untuk mengatasi

sengketa perbatasan yang serumpun ini. Ada tiga cara diplomasi yang lebih tepat

digunakan dalam penyelesaian Blok Ambalat.

Diplomasi adalah seni dan praktik bernegosiasi yang biasanya mewakili

suatu negara atau organisasi. Kata diplomasi ini berkaitan langsung dengan

praktik politik internasional. Diplomasi itu sendiri dapat dibagi menjadi 3 (tiga)

yaitu (Soelhi, 2001):

1. Negosiasi

Page 8: Ambalat

Negosiasi merupakan teknik penyelesaian sengketa yang tidak melibatkan pihak

ketiga. Pada dasarnya negosiasi hanya berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh

pihak-pihak terkait yakni Indonesia dan Malaysia. Perbedaan persepsi yang

dimiliki oleh kedua negara diharapkan akan diperoleh jalan keluar dan

menyebabkan pemahaman atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk

dipecahkan. Bilamana jalan keluar ditemukan kedua belah pihak, maka akan

berlanjut pada pemberian konsesi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

2. Mediasi

Mediasi yang merupakan bentuk penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga,

dalam hal ini pihak ketiga bertindak sebagai pelaku mediasi (mediator). Mediator

memiliki peran yang aktif untuk mencari solusi yang tepat untuk melancarkan

terjadinya kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa.

3. Inquiry

Inquiry yaitu ketika terdapat sengketa antara Indonesia dan Malaysia maka untuk

menyelesaikannya sengketa tersebut, kedua belah pihak dapat mendirikan

sebuah komisi atau badan yang bersifat internasional untuk mencari dan

mendengarkan semua bukti-bukti yang relevan dengan permasalahan yang

dipersengketakan.

Page 9: Ambalat

Komisi atau badan ini sering disebut Komisi Pencari Fakta yang dengan dasar

bukti-bukti yang dikumpulkannya, kemudian dapat mengeluarkan sebuah fakta

yang sebenarnya dan disertai dengan penyelesaiannya.

3. KESIMPULAN.

Perseteruan dalam memperebutkan wilayah Ambalat antara Indonesia-

Malaysia sebenarnya telah terjadi sejak 1969. Pada tahun ini, kedua negara

menandatangani kesepakatan ‘Tapal Batas’. Pada 1970 Malaysia meratifikasi

batas wilayahnya dengan membuat peta sendiri. Hal yang sama pun dilakukan

pada 1979 yang kemudian dijadikan dasar untuk mengklaim sebagian wilayah

yang berbatasan langsung dengan Indonesia di Mahkamah Internasional,

khususnya pulau Sipadan dan Ligitan.

INDONESIA MALAYSIA

AMBALAT

DIPLOMASI

Page 10: Ambalat

Pada 1998, Mahkamah Internasional melakukan persidangan untuk

membahas sengketa Sipadan-Ligitan, hasilnya pada 2002 Malaysia berhak atas

pulau Sipadan-Ligitan dengan dasar peta yang dibuatnya sendiri. Usai

memenangkan sengketa itu, kini Malaysia hendak mengambil wilayah Ambalat.

Ambalat adalah pulau yang berada di laut Sulawesi dan berada diluar batas

territorial Indonesia dan Malaysia (12 mil). Oleh karena itu, baik Indonesia dan

Malaysia masih berhak untuk mengklaim wilayah ini sebagai bagian dari

yurisdiksinya. Namun, ternyata Malaysia telah memberikan konsensi pengeboran

minyak dan eksplorasi kepada British Petroleum dan Shell khusus di wilayah yang

dipersengketakan.

Tentu saja hal ini membuat pihak Indonesia berang, karena belum ada

keputusan Mahkamah Internasional terhadap wilayah ini, negeri jiran telah

memberikan izin tersebut.

Berbagai ‘show of force’ dar militer Malaysia dan Indonesia telah dilakukan,

bahkan kerap kali Malaysia masuk di wilayah yang dipersengketakan itu sekedar

untuk memberikan shock therapy kepada Indonesia. Solusi untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan jalan negosiasi.

Negosiasi yang dilakukan, tentu saja harus melibatkan perwakilan negara.

Karena melibatka negara maka praktik negosiasi itu dikenal dengan nama

Page 11: Ambalat

diplomasi. Diplomasi itu bisa dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu, Negosiasi antara

negara dengan negara, Mediasi (dengan mengikutsertakan negara lain sebagai

mediator) dan Inquiry (pendirian komisi bersama untuk menyelesaikan masalah).

PUSTAKA

1. Hans J. Morgenthau, Politik Among Nations, diterjemahkan Yayasan

Obor, 2009.

2. Mohammad Soelhi, Diplomasi Praktis Komunikasi Internasional,

Simbiosa Rektama Media, 2001.

Jurnal:

1. Mohammad Aden Saputra, Border Dispute of Indonesia-Malaysia in

Ambalat Territory, Digital Library, Unila, 2014.

2. Diplomasi Publik Sebagai Pendukung Hubungan-Indonesia Malaysia,

Jurnal Ilmiah, www.unpar.ac.id, 2014.

3. Kentos R. Artoko, Incar Migas Malaysia Siap Rebut Ambalat, TNI Jangan

Ragu Pamer Kekuatan, www suarakarya.id/2015/06/26