aliran jabariyah dan qadariyah

32
ALIRAN JABARIYAH DAN QADARIYAH A. Pendahuluan Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan. Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran- ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan

Upload: nur-fatimah-imah

Post on 03-Aug-2015

83 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

ALIRAN JABARIYAH DAN QADARIYAH

A. Pendahuluan

Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang

didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam

tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode

Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding

persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama

periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.

Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu

Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan

kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut

sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan

sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari

agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak

mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama

muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi

perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan

teologi.

Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka

dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak

melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi

patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis

diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan

berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya.

Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal,

keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu

Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.

Page 2: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam

makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah

dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan

ajaran-ajarannya secara umum.

B. Aliran Jabariyah

1. Latar Belakang Lahirnya Jabariyah

Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian

memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata

jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah

satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan

secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan

menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia

mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).

Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala

perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya

adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak

manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak

mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang

mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan

sebagai dalangnya.

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya

penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman

sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah

Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.

Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah

Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak

sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi

oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di

Page 3: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang

panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan

suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat

untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyatalkat arab tidak

melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan

yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup.

Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka

kepada paham fatalisme.

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran

sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya

paham jabariyah, diantaranya:

a. QS ash-Shaffat: 96

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

b. QS al-Anfal: 17

Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka

c. QS al-Insan: 30

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat

dalam beberapa peristiwa sejarah:

a. Suatu ketika Nabi menjumpai sabahatnya yang sedang bertengkar dalam

masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan

persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat

Tuhan mengenai takdir.

b. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika

ditntrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri".

Page 4: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah

berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang

itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera

karena menggunakan dalil takdir Tuhan.

c. Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam

kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan

(menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada

pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan

Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat

berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka

tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak

pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.

d. Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani

Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.

Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari pemahaman

terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar

muncul karena adanya pengaruh dari dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama

Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.

Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan

kedalam dua factor, yaitu factor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang

bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang mempunyai paham yang mengarah kepada

Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam

melahirkan aliran ini.

Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga

perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya, telalu tekstualnya pamahaman

agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan ketiga adalah adanya aliran salaf yang

ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan

sehingga membawa kepada Tasybih.

2. Ajaran-ajaran Jabariyah

Page 5: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan berdasarkan menjadi dua

kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.

Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan

pendaptnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak

mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.

Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya

tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan

melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah.

Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan

hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah

makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara,

mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di

akherat kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah

Khalisah.

Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Alquran

adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah

tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat dan

mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.

Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia

lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai

kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh

tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah.

Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya

adalah merupakan ketentuan Allah.

Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan

manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya.

Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan

perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh

dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan

yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad

Page 6: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi

manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan

Tuhan tidak dapat dilihat di akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat

lainnya) pendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan perbuatan

dapat ditimbulkan oleh dua pihak.

C. Aliran Qadariyah

1. Latar Belakang Lahirnya Aliran Qadariyah

Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara

yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu

aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-

aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia

dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih

menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-

perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa

manusia menusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan

berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang

yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki

kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia

mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.

Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih

merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar

teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-

Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.

Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada

mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen.

Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W.

Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah

Page 7: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-

Basri sekitar tahun 700M.

Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang

politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya

selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh

Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam

perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.

2. Ajaran-ajaran Qadariyah

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa

manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik

atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau

menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam

menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat

berkuasa atas segala perbuatannya.

Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya

sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas

kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak

mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh

hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan

balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat,

itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat

pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.

Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang

umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa

nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya

bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan

demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta

seluruh isinya, sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.

Page 8: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat

diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti

hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan kecuali tidak mempunyai sirip

seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak

mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram.

Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan

kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran

yang berbicara dan mendukung paham itu

a. QS al-Kahfi: 29

Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".

b. QS Ali Imran: 165

Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

c. QS ar-Ra'd:11

� �

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri.

d. QS. An-Nisa: 111

Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri.

D. Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah: Sebuah Perbandingan tentang Musibah

Dalam paham Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan

bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun daya untuk

menentukan gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus angin. Sedang yang

Page 9: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

berpaham Qadariyah akan menjawab, bahwa perbuatan manusia ditentukan dan

dikerjakan oleh manusia, bukan Allah. Dalam paham Qadariyah, berkaitan dengan

perbuatannya, manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk menentukan dan

mengerjakan perbuatannya.

Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham

tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai

paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut

melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman masing-masing

atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) - dan aqli (argumen

pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di Indonesia, yang dominan adalah

paham Jabariyah. Orang Muslim yang berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang

terbatas atau hanya sedikit dari mereka.

Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan

dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang berpaham

Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu sudah kehendak dan

perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong mencari tahu di mana letak

peranan manusia pada kecelakaan itu.

Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada paham

Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa

dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham Qadariyah,

semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan peranan

(perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui suatu

investigasi.

Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai

makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas

perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah. Akibat

dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti berkembang di dalam

paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.

Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai

Page 10: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila tindakan

membantu korban dan memetik "hikmat" sudah dilakukan.

Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup

selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa. Sedang bagi yang berpaham Qadariyah, meski

gempa dan tsunami tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun

mengajukan pertanyaan yang harus dijawab: adakah andil manusia di dalam

"mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan alam "marah" dalam bentuk

gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah membenarkan suatu investigasi

(pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit kawasan yang dilanda musibah.

E. Penutup

Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua alira, baik Qadariyah ataupun Jabariyah

nampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-

sama berpegang pada Alquran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan

perbedaan pendapat dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2

Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)

Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)

Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008)

Maghfur, Muhammad, Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam, (Bangil: al-Izzah, 2002)

Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5

an-Nasyar, Ali Syami, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar al-Ma'arif, 1977)

Nata, Abudin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)

Page 11: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an. (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004)

asy-Syahrastani, Muhammad ibn Abd al-Karim, al-Milal wa an-Nihal, (Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, t.th)

Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997)

Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum al-Qur'an. (Jakarta: Litera AntarNusa, 2004), h. 86

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5, h. 1

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 63

Harun Nasution, op.cit., h. 31

Tim, Enseklopedi Islam, "Jabariyah" (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997), cet ke-4, h. 239

Adapun riwayat Jahm tidak diketahui dengan jelas, akan tetapi sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa dia berasal dari Khurasan yang juga dikenal dengan tokoh murjiah, dan sebagai pemuka golongan Jahmiyah. Karena kelerlibatanya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah, sehingga dia ditangkap.

Rosihan Anwar, op.cit., h. 64

Harun Nasution, loc.cit.,

Rosihan Anwar, op.cit., h. 64-65

Ibid.,

Ali Syami an-Nasyar, Nasy'at al-Fikr al-Falsafi fi al-Islam, (Cairo: Dar al-Ma'arif, 1977), h. 335

Rosihan Anwar, op.cit., h. 67-68; Lihat juga Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008), h. 79-80

Hadariansyah, loc.cit; Lihat asy-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, (Beirut-Libanon: Dar al-Kurub al-'Ilmiyah, t.th);

Rosihan Anwar, op.cit., h. 68

Page 12: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Ibid., Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 41-42; Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 75

Lihat Rosihan Anwar, op.cit., h. 70; Abudin Nata, op.cit., h. 36; Hadariansyah, op.cit., h. 68

Hadariansyah, loc.cit.,

Hadariansyah, loc.cit.,; Harun Nasution, op.cit., h. 32; Rosihan Anwar, op.cit., h. 71

Rosihan Anwar, loc. cit,.

Yusran Asmuni, op.cit., h. 74

Harun Nasution, op.cit., h. 31

Rosihan Anwar, op.cit., h. 73

Label: Ilmu Kalam

Page 13: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Etimologi

Kata "Jabariyah" berasal dari kata bahasa arab "Jabara" yang artinya memaksa. Dan yang dimaksud adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah SWT. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak atau adanya campur tangan manusia.

Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri. Ini dapat diartikan pula bahwa manusia itu akhirnya tidak bersalah dan tidak berdosa, sebab ia hanya digerakkan oleh kekuatan atasan dimana ia tidak lain laksana robot yang mati, tidak berarti.

Sejarah Jabariyah

Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyade (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.

Awal Kemunculan Jabariyah

Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.

Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.

Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri

Page 14: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

sendiri tanpa adanya intervensi Allah.

Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat.

Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.

Pemimpin Penganut Jabariyah

1. Ja'd Bin Dirham

Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.

Pendapat-pendapatnya :a. Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang

disebutkan oleh Alqur'an surat An-Nisa ayat 164. b. Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya

menurut ayat 125 dari surat An-Nisa.

2. Jahm bin Shafwan

Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwa dengan Bani Ummayad.

Pendapat-pendapatnya:a. Bahwa keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai

dengan akal sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan.

b. Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab itu iman itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak berbeda tingkatnya.

c. Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat itu mungkin diberikan pula kepada manusia, sebab itu berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka Allah tidak diberi sifat sebagai satu zat atau sesuatu yang hidpu atau alim/mengetahui atau mempunyai keinginan, sebab manusia memiliki sifat-sifat yang demikian itu. Tetapi boleh Allah disifatkan dengan Qadir/kuasa, Pencipta, Pelaku, Menghidupkan, Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu untuk Allah semata dan tidak dapat dimiliki oleh manusia.

Page 15: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Penolakan Terhadap Paham Jabariyah

Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi.

Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir.

Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan melakukan usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa dan berdoa. Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma'ruf dan tidak memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan merupakan takdir yang pasti akan terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan yang dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah.

Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat itu dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa keimanan kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia mempunyai keinginan dan pilihan dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk melaksanakannya. Hal ini ditunjukkan dengan dalil-dalil baik syariat maupun akal.

Dalil-Dalil Al Qur'an

1. Allah SWT berfirman, "Ítulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya." (QS. An Naba : 29)

2. Firman Allah SWT : "Istri-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu sebagaimana saja kamu kehendaki. (QS. Al Baqarah : 223)

Page 16: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

Fokus pengambilan dalil dari kedua ayat di atas, bahwa Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia untuk menempuh jalan yang dapat mengantarkannya menuju keridhaanNya. Allah juga memberikan mereka kebebasan untuk mendatangi istri-istri mereka pada tempat yang ditetapkan sekehendak mereka.

Dalil-Dalil Dari As Sunnah

Rasulullah SAW bersabda : "Setiap orang diantara kalian telah ditetapkan tempat duduknya di surga atau di neraka." Lalu mereka bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa kita tidak bersandar kepada Kitab kita dan meninggalkan usaha?" Beliau menjawab, "Berusahalah karena semua itu akan memudahkan untuk menuju apa yang telah ditakdirkan kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalil-Dalil Dari Akal

Setiap orang tahu bahwa dirinya mempunyai kehendak dan kemampuan untuk mengerjakan keduanya sesuai dengan keinginannya dan meninggalkan apa yang diinginkannya. Dia bisa membedakan sesuatu yang terjadi karena keinginannya sendiri karena merasa bertanggungjawab terhadapnya dan sesuatu yang tanpa disengaja sehingga dia merasa lepas tanggung jawab terhadapnya. Seperti orang yang mimpi basah di siang bulan ramadhan, maka puasanya tidak batal karena hal itu terjadi karena bukan pilihan orang itu. Tetapi jika orang itu dengan sengaja melakukan onani sehingga keluar air mani, maka batallah puasanya karena hal itu terjadi akibat kehendak dan pilihannya.

"(Yaitu) bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam." (QS. At-Takwir : 28-29)

Ayat tersebut menegaskan bahwa manusia mempunyai kehendak yang masuk dalam kehendak Allah SWT.

Imam Ahmad pernah ditanya oleh seseorang yang berkata bahwa Allah memaksa manusia atas semua perbuatan mereka. Beliau menjawab, "Kita tidak berpendapat demikian dan kami mengingkarinya." Beliau berkata, "Allah menyesatkan siapa yang berkehendak dan memberikan petunjuk kepada siapa yang berkehendak.." Lalu datanglah kepadanya seorang lelaki seraya berkata, "Seorang laki-laki berkata, "Allah memaksa manusia untuk taat." Beliau menjawab, "Alangkah buruknya apa yang dikatakannya."

Ciri - Ciri Ajaran Jabariyah

Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :

1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.

2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi. 3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru) 4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan. 5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.

Page 17: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.

7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga. 8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.

Qadha dan Qadar Serta Makna Takdir Allah Menurut Jabariyah

Aliran Jabariyah berpendapat mengatakan segala sesuatu yang terjadi pada manusia atau jagad raya ini meupakan kehendak Allah semata tanpa peran serta sesuatu pun termasuk di dalamnya adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Aliran Jabariyah mengibaratkan bahwa perbuatan manusia tak ubah seperti dedanunan yang bergerak diterpa angin atau dalam ilustrasi yang sangat sederhana bisa dicontohkan bahwa aliran Jabariyah menggambarkan manusia bagaikan robot yang disetir oleh remote kontrol.

Perbuatan, Kehendak Manusia Dengan Qudrat Iradat Allah Menurut Jabariyah

Para Ulama Pengikut aliran Jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia merupakan kehendak dan ketetapan Allah. Manusia tidak mempunai peran atas segala perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia merupakan Qudrat dan Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah.

Ulama aliran Jabariyah mengesampingkan usaha dan ikhtiar manusia. Dengan kata lain manusia tidak mempunyai peran apa-apa atas kehendak dan perbuatannya, semuanya berdasarkan Qadha dan Qadar Allah, Kalau semua perbuatan manusia merupakan ketetapan dan kehendakan Allah mengapa manusia harus diberi pahala jika menjalani suatu kebaikan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:

Artinya: " Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Niscaya Allah memasukannya ke dalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya; dan itulah kemenangan yang besar". (QS: 4: An-Nisa': 13)

Allah juga akan memberikan siksa kepada hambaNya yang selalu berbuat dosa artinya tidak mau ta'at kepada Allah dan rasul-Nya. Yakni tidak mau meninggalkan semua larangan-Nya dan tidak mau menjalankan semua perintah-Nya. Sebagaimana firman Allah:

Arinya: "Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, Niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan". (QS: 4: An-Nisaa':14)

Dilihat dari sisi lain pendapat 'Ulama Jabariyah kurang kuat karena: Untuk apa pula Allah memberi petunjuk, kabar gembira dan memberikan peringatan melalui para Rasul-Nya agar manusia dapat mengerti antara haq dan yang bathil sebagaimana firman Allah:

Artinya: "Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan" (QS:18: Al-Kahfi: 56)

Dari beberapa Kutipan Ayat suci Al-Quran diatas maka pendapat ulama Jabariyah

Page 18: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

menjadi lemah. Sementara itu Yusuf Al Qardhawi memandang bahwa aliran Jabariyah hanya memandang satu sifat kekuasaan Allah dan tidak memandang keadilan dan kebijaksanaan-Nya; sehingga semua perbuatan yang dilakukan disandarkan pada takdir Allah. Dengan kata lain aliran Jabariyah menafikan fungsi dan peran Rasul Allah serta ancaman yang akan diberikan kepada pelanggar (durhaka) tatanan nilai Ilahiyah (syari'ah agama) dan pahala bagi para pelaksana (bertaqwa) tatanan nilai Ilahiyah (sayri'ah agama). Hal ini menurut Jalaluddin Ar-Rumi bahwa: Sekiranya manusia dalam keadaan terkekang seperti pendapat aliran Jabariyah, maka tidak mungkin jika dia dibebani perintah dan larangan, atau disuruh untuk menjalankan syari'at dan hukum Islam. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu berisikan perintah dan larangan.

Jabariah sebagai penolakan terhadap pandangan kaum qadariyah, munculnya kaum Jabariyah yang berpendapat bahwa perbuatan manusia itu baik dan buruk, semuannya berasal dari Allah. Jika perbuatan tersebut disebut sebagai perbuatan manusia, maka hal ini hanya kiasan saja. Seperti saat kita menyatakan bahwa sungai itu mengalir, padahal pada hakikatnya Tuhanlah yang mengalirkannya. Manusia menurut pandangan kaum Jabariyah tak ubahnya seperti bulu ayam yang bertebangan ditiup angin (karena itulah maka kaum Jabariyah dan kaum qadariyah dikatakan dua golongan yang satu sama lainnya saling bertolak belakang.

Berdasarkan keyakinan seperti ini maka kaum Jabariyah memiliki pandangan yang meniadakan sifat dan nama Allah, sementara Al-kalam (firman Allah) yang merupakan sifat Allah menurut pendapat mereka adalah hadis (sesuatu yang baru).

Wassalamu'alaykum Wr.Wb<><><><><><>><><><><><>

Oleh: Jenny HP

Disarikan Dari:

1. A. Said Aqil Humam Abdurrahman, Penjelasan menyeluruh tentang Qadha dan Qadar, Al-Azhar Press, Bogor:2004

2. Abu Lubaba, Husein, Pemikiran Hadist Mu'tazilah, Pustaka Firdaus, Jakarta 3. DR. Fuad Mohd. Fachruddin, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam,

CV. Yasaguna, Jakarta: 1990 4. Dr. Said bin Musfin Al-Qahthani, Buku Putih Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani,

Penerbit Buku Islam Kaffah, Jakarta: 2003 5. Drs. Muhammad Sufyan Raji Abdullah, Lc., Mengenal Aliran-aliran Islam dan

ciri-ciri ajarannya, Pustaka Al-Riyadl, Jakarta: 2003 6. Sutrisna Sumadi, Sag. dan Rafi'udin, Sag., Kebebasan Manusia atas Takdir

Allah berdasar Konsep Penciptaan Nabi Adam a.s, Pustaka Quantum, Jakarta: 2003

Milis EramuslimDikirim oleh: JdpSenin, 13 Maret 2006

Page 19: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

ALIRAN JABARIYAH

A. PENGERTIAN JABARIYAHSebelum kita memahami dan mengenal lebih dalam mengenai sejarah kemunculan aliran Jabariyah ini, perlu saya paparkan pengertian dari kata Jabariyah itu sendiri, baik secara etimologi maupun sacara terminologi. Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. (Abdul Razak, 2009 : 63).Pengertian arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadar Allah. (Harun Nasution, 1986 : 31)Dapat Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri.

B. SEJARAH KEMUNCULAN ALIRAN JABARIYAHMengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari beberapa faktor. Antara lain :1. Faktor PolitikPendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya. Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula

Page 20: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia. Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali. Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah. Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat. Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.

2. Faktor GeografiPara ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung kepada sikap Fatalisme.

C. TOKOH-TOKOH SERTA DOKTRIN AJARAN1. Ja'd Bin Dirham Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri. Pendapat-pendapatnya :a. Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an surat An-Nisa ayat 164. b. Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut ayat 125 dari surat An-Nisa.2. Jahm bin Shafwan Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwan dengan Bani Ummayah. Pendapat-pendapatnya:

Page 21: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

a. Bahwa keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan akal sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan. c. Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab itu iman itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak berbeda tingkatnya. d. Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat itu mungkin diberikan pula kepada manusia, sebab itu berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka Allah tidak diberi sifat sebagai satu zat atau sesuatu yang hidpu atau alim/mengetahui atau mempunyai keinginan, sebab manusia memiliki sifat-sifat yang demikian itu. Tetapi boleh Allah disifatkan dengan Qadir/kuasa, Pencipta, Pelaku, Menghidupkan, Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu untuk Allah semata dan tidak dapat dimiliki oleh manusia.D. CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAHDiantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya. 2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi. 3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru) 4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan. 5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya. 6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata. 7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga. 8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullahE. PENOLAKAN TERHADAP PAHAM JABARIYAH Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam menetapkan takdir hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan manusia dan mengingkari bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi. Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan, bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka mengerjakan suatu amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi. Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada syahwat dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka. Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir. Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih dan melakukan usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti shalat, puasa

Page 22: Aliran Jabariyah Dan Qadariyah

dan berdoa. Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya karena segala apa yang ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha tidak berguna baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma'ruf dan tidak memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan merupakan takdir yang pasti akan terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang dzalim dan kerusakan yang dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah. Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang sesat itu dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka. Menjelaskan bahwa keimanan kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa manusia mempunyai keinginan dan pilihan dalam perbuatannya serta kemampuannya untuk melaksanakannya. Hal ini ditunjukkan dengan dalil-dalil baik syariat maupun akal.

DAFTAR PUSTAKA DR. Abdul Razak, M.Ag, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung : 2009 Harun Nasution, Teologi Islam, UI-Press, Jakarta : 1986