alasan dan dampak kebijakan impor beras di indonesia
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : RAHMAT AHADIN HARIO CAESAR NUR, MOCH. KHOIRUL ANWAR,TRANSCRIPT
1
ALASAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN IMPOR BERAS DI INDONESIA
Rahmat Ahadin H.C.N.SUniversitas Negeri Surabaya
Email: [email protected]
This study aims to analyze the reason Indonesian rice import policy and do what the impact would arise if the government rice import policy. This study used a descriptive approach to thoroughly describe the reasons and impact of rice imports by Indonesia. Sources of data used in this study are from the Central Bureau of Statistics, FAO, and the Regulation of the Minister of Trade of Indonesia. Data collection techniques in this study using a literature study. Results from this study is that although Indonesia is the country's third largest producer of rice, but Indonesia is still not quite able to meet the food needs of its people. In addition to the impact that will arise is that Indonesia will be further away from food security, the impact on farmers in Indonesia, farmers will increasingly cornered by the policy of Indonesia's rice imports.
Keywords: rice, imports, policy
PENDAHULUAN
Melakukan ekspor impor merupakan kegiatan yang cukup penting di setiap
Negara. Tidak ada satu Negara pun di dunia ini yang tidak melakukan perdagangan
luar negeri (Sadono,1994;360). Walau bagaimana pun kepentingan sektor luar negeri
dalam suatu perekonomian berbeda dari satu Negara ke Negara lain. Di sebagaian
Negara, ekspor dan impor meliputi bagian yang cukup besar dalam pendapatan
nasional, sedangkan di beberapa Negara lain merupakan bagian kecil saja dari
pendapatan nasional. Tak terkecuali oleh Indonesia, Indonesia sangat getol
melakukan kegiatan ekspor dan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan
juga pemaksimalan Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Sadono Sukirno (1994;360) ada beberapa keuntungan dalam
melakukan perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) salah satunya adalah
2
memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Selain itu tujuan
dari spesialisasi merupakan salah satu faktor pendukung suatu Negara melakukan
perdagangan luar negeri. Walaupun suatu Negara dapat memproduksi suatu barang
yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh Negara lain, tetapi ada kalanya
lebih baik apabila Negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Keuntungan berikutnya adalah meningkatkan produktivitas dari Negara yang
bersangkutan.
Perdagangan luar negeri tidak terlepas dari kegiatan ekspor dan impor. Impor
merupakan hal yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat
diproduksi dalam negeri. Menurut Undang-undang Perpajakan, Impor adalah
kegiatan atau aktivitas memasukkan barang dari luar wilayah Pabean Indonesia (luar
negeri). Sedangakan menurut Waluyo dan Subroto (2007) Impor adalah usaha
mendatangkan atau memasukkan barang-barang dari luar negeri. Adapun menurut
Gede (2012) impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian, pengertian impor adalah usaha untuk mendatangkan barang dari
luar negeri dengan ketentuan yang berlaku guna memenuhi kebutuhan di dalam
negeri.
Salah satu komoditi yang menjadi barang impor Indonesia adalah beras. Beras
adalah kebutuhan pangan utama di Negara Indonesia karena sudah menjadi
kebutuhan pokok di masyarakat Indonesia sehari-hari. Menurut Hasyrul (2012) beras
merupakan bahan makanan pokok yang tetap mendominasi pola makan orang
Indonesia.
3
Dalam perkembangannya, beras merupakan komoditi utama di Negara
Indonesia. Indonesia merupakan salah satu Negara penghasil padi terbesar di dunia.
Berdasarkan data yang dilansir oleh FAO (Organisasi Pangan Dunia) dibawah
naungan PBB pada tahun 2009, Indonesia berada di peringkat ketiga produsen padi
terbesar.
Tabel 1 Data Produsen Padi (FAO, 2009)
Produksi padi per Negara tahun 2009(juta ton)
Republik Rakyat Cina 196
India 133
Indonesia 64
Bangladesh 47
Vietnam 38
Myanmar 32
Thailand 32
Filipina 16
Brasil 12
Jepang 10
Sumber : FAO.org
Data tersebut menunjukkan betapa Indonesia mempunyai kekuatan pada
bidang agraris, dengan semakin banyaknya produksi padi yang dihasilkan maka akan
berbanding lurus dengan produksi beras yang akan dihasilkan. Selain data dari FAO
diatas, kekuatan agraris di Indonesia juga diperkuat dengan data dari Badan Pusat
Statistik (BPS). Catatan dari Majalah Tempo (2013) menyebutkan bahwa pada tahun
2012 produksi gabah kering giling mencapai angka 69,05 juta ton atau setara dengan
40,05 juta ton beras, Sementara konsumsi beras masyarakat Indonesia sekitar 139
4
kilogram per kapita per tahun atau total 34,05 juta ton per tahun., dengan demikian
masih ada surplus sekitar 6 juta ton.
Fakta itu menyebutkan bahwa Indonesia masih bisa untuk memenuhi
kebutuhan pangan di negeri sendiri. Secara kasat mata dapat ditraik kesimpulan
bahwa Indonesaia tidak perlu mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Bahkan seharusnya Indoneisa mampu untuk mengekspor beras ke Negara lain.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 06/M-
DAG/PER/2/2012 tentang ketetntuan impor dan ekspor beras menyebutkan bahwa
untuk menjaga ketersediaan beras nasional, mempertahankan kondisi perberasan
nasional yang kondusif saat ini, dan menciptakan stabilitas ekonomi nasional, maka
perlu diambil kebijakan terkait pengadaan beras khususnya yang berasal dari luar
negeri.
Kebijakan Pemerintah tersebut mengundang pro dan kontra. Di satu pihak
dikemukakan bahwa impor beras harus dilakukan sebagai upaya pengamanan pangan
dan di pihak lain impor beras tersebut ditakutkan akan menghancurkan keberadaan
para petani beras nasional. Tindakan mengimpor, dan juga mengekspor, dalam kamus
ekonomi makro sebenarnya adalah hal yang biasa. Jika kebutuhan konsumsi belum
dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam negeri, artinya terjadi excess demand, maka
cara pemenuhannya adalah dengan melakukan impor. Dan sebaliknya jika produksi
melebihi konsumsi, yakni terjadi excess suplly maka suatu Negara bisa melakukan
ekspor.
Adanya kebijakan pemerintah mengimpor beras dengan sendirinya
memojokan petani di wilayah yang surplus. Para petani merasa bahwa pemerintah
5
tidak berpihak pada kepentingan petani kecil. Sebab dengan impor beras itu
menyebabkan harga dasar gabah tetap rendah. Padahal petani yang merupakan
mayoritas penduduk Indonesia selain telah banyka berjasa bagi negara juga selalu
menjadi pangkal dan tujuan produksi pangan.
Latar belakang dilakukannya impor beras oleh pemerintah adalah karena
beberapa faktor. Di antaranya karena harga beras dari luar negeri relatif lebih murah
dan lebih bermutu daripada beras dari dalam negeri. Namun hal ini sangatlah tidak
baik, karena dapat mematikan pasaran produk dalam negeri.
Keputusan pemerintah untuk melakukan impor beras menuai kritikan dan
penolakan dari berbagai kalangan di daerah, mulai dari petani, LSM, mahasiswa dan
tanpa terkecuali juga dari aparatur Negara. Mereka yang menolak, khawatir impor
beras akan semakin menenggelamkan kehidupan petani yang terpuruk. Di sisi lain,
hal itu menunjukkan tidak adanya program pembangunan yang konkret terhadap
sektor pangan (Tempo,2013).
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis kebijakan impor beras yang dituangkan penulis dengan judul “Alasan
dan Dampak Kebijakan Impor Beras di Indonesia”.
Fokus dalam penelitian ini adalah Indonesia sebagai Negara agraris yang
notabene merupakan Negara dengan lahan pertanian yang melimpah ruah justru
melakukan kegiatan impor beras. Data dari FAO merupakan bukti bahwa produksi
padi di Indonesia masih bisa untuk menghidupi masyarakat Indonesia. Lantas
mengapa sampai saat ini Indonesia masih saja mengimpor beras dari luar negeri.
6
Perlu dicermati bersama apakah kebijakan pemerintah dalam memberlakukan
kegiatan impor beras ini merupakan strategi ekonomi dari pemerintah untuk
pemaksimalan PDB pada sektor lain (sebagai bentuk spesialisasi) atau justru karena
ketidakberdayaan pemerintah dalam pengelolaan pangan di negeri sendiri sehingga
mengharuskan untuk dilakukannya impor beras dari Negara lain.
Dengan adanya kebijakan impor beras yang dilakukan Indonesia, tentu ada
dampak yang akan timbul dikemudian hari. Menarik untuk dilihat dampak apa saja
yang akan terjadi nanti apabila Indonesia menerapkan kebijakan impor beras.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa yang
menyebabkan Indonesia menerapkan kebijakan impor beras dan juga dampak apa
yang akan timbul apabila kebijakan impor beras diberlakukan oleh pemerintah.
Manfaat dari penelitian ini adalah pembaca bisa mengetahui alasan
pemerintah melakukan kebijakaan pemerintah melakukan kebijakan impor beras.
Selain itu pembaca bisa tahu dampak yang akan terjadi apabila pemerintah
menerapkan kebijakan impor beras.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dari perdagangan bebas salah satunya adalah mengoptimalkan Produk
Domestik Bruto (PDB) pada sektor lain yang lebih potensial. Wijaya (1997),
menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu
periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Sedangkan menurut Samuelson (2002),
PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara
7
dalam satu tahun. Dengan demikian pengertian PDB adalah nilai barang dan jasa
yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada
suatu periode waktu tertentu.
Dengan adanya perdagangan bebas, Indonesia berharap untuk bisa lebih
meningatkan PDB nya dari segala sektor. Baik itu sektor pariwisata, industri,
tambang, pangan, dan sebagainya.
Salah satu tujuan Indonesia melakukan perdagangan bebas adalah sebagai
bentuk spesialisasi dan mengharapkan keuntungan mutlak. Menurut Sadono Sukirno
(1994;363) Keuntungan mutlak adalah keuntungan yang diperoleh suatu Negara
karena lebih memfokuskan produksinya pada barang-barang yang mempunyai tingkat
efektivitas dan efisiensi lebih tinggi dari Negara-negara lain.. Perdagangan luar negeri
juga dapat dilakukan walaupun salah satu Negara tersebut lebih efisien dari Negara
yang lain di dalam memproduksikan kedua barang. Dalam keadaan seperti ini kedua
belah pihak masih tetap akan mendapat keuntungan dari perdagangan tersebut.
Perdagangan yang saling menguntungkan itu dimungkinkan oleh wujudnya suatu
bentuk yang dinamakan keuntungan berbanding
Sektor yang memungkinkan akan dilakukan spesialisasi dalam kegiatan impor
di Indonesia yaitu beras. Sebenarnya beras merupakan komoditi yang sangat
berlimpah di Indonesia. Indonesia dikenal sebagai Negara agraris dimana banyak
masyarakat yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Tentunya produk
yang banyak dihasilkan adalah bahan pangan termasuk di dalamnya yaitu beras.
8
Menarik apabila Indonesia menggunakan beras sebagai bagian dari kebijakan
spesialisasi pada kegiatan impor.
Menurut data yang dilansir BPS pada tahun 2012, beras merupakan komoditi
utama yang paling besar tingkat impornya dibandingkan komoditi yang lain.
Tabel 2 Impor di Indonesia
Komoditas Pangan
Konsumsi (ton)
Volume Impor (ton)
Nilai Impor (ribu USD)
Rasio Impor/Konsumsi (%)
Beras 33.500.000 2.750.000.000
1.500.000 8
Kedelai 3.100.000 1.847.900 2.500.000 60Gula 5.500.000 2.700.000 1.500.000 18
Gandum 5.500.000 5.500.000 1.300.000 100Jagung 18.800.000 2.068.000 1.020.000 11
Sumber : Badan Pusat Statistik,2012
Tabel di atas menggambarkan bahwa tingkat impor di Indonesia masih cukup
tinggi, terutama pada komoditi beras yang mencapai 2.750.000.000. Fenomena
tersebut cukup mencengangkan mengingat Indonesia adalah Negara agraris.
Alasan Indonesia melakukan Impor
Kebijakan pemerintah mengenai impor beras menimbulkan berbagai
tanggapan dari masyarakat. Banyak yang menolak, disisi lain ada juga yang
mendukung. Para pembuat kebijakan tersebut harus lebih bisa menganalisis apakah
memang perlu kebijakan tersebut dibuat dan juga dampak apa yang akan timbul
ketika kebijakan tersebut dibelakukan.
9
Seperti nahkoda, para pembuat kebijakan menghadapi masalah terkait
ketepatan waktu. Sebuah kapal mengubahn jalur dalam waktu yang lama setelah
nahkoda menyesuaikan kemudinya, dan sekali kapal itu berubah arahnya,ia akan
terus dalam kondisi seerti itu untuk beberapa saat walaupun kemudi telah kembali
normal. Lintasan kapal bisa jadi tidak stabil apabila nahkoda terlalu jauh berbelok dan
setelah mengetahui kesalahannya, bertindak berlebihan dengan menggerakkan
kemudi terlalu jauh ke arah yang berlawanan (Mankiw, 2007;398).
Kebijakan mempengaruhi hanya setelah kelambanan yang panjang. Kebijakan
membutuhkan kemampuan untuk memprediksikan secara akurat kondisi ekonomi
masa depan. Apabila tidak pemerintah tidak dapat memprediksikan apakah
perekonomian akan mengalami masa resesi dalam waktu enam bulan sampai satu
tahun, pemerintah tidak akan dapat mengevaluasi apakah kebijakan tersebut
berpengaruh terhadap kondisi perekonomian secara makro atau tidak (Mankiw,
2007;399)
Menurut Saktyanu (2012) Walaupun ketersediaan beras sudah mengarah pada
pertumbuhan produksinya namun masih cenderung terjadi percepatan pertumbuhan
produktivitas pertanian yang melambat dan dalam kondisi perdagangan bebas. Dalam
kondisi yang demikian, produk beras Indonesia ini bersaing dengan komoditas impor.
Tarto (2014) menyebutkan tiga alasan perlu atau tidaknya Indonesia
mengimpor beras. Yang pertama adalah ketercukupan beras dalam negeri. Dia
menyebutkan apabila tidak ingin melakukan impor, maka produksi dalam negeri
harus mencukupi. Yang kedua apabila produksi beras mencukupi maka harga akan
10
terjamin stabil. Dan yang ketiga adalah faktor stok yang ada di pemerintah. Stok ini
harus seimbang dimana jumlah permintaan dan ketersediaan beras tidak terlalu jauh
drastis.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Desiane (2014), produksi beras di
Indonesia belum dapat memenuhi permintaan masyarakat sehingga mengharuskan
pemerintah untuk melakukan impor beras guna mencukupi kebutuhan pangan
masyarakat Indonesia akan beras. Banyaknya impor beras Indonesia digambarkan
dalam tabel berikut.
Table 3 Impor Beras Indonesia Tahun 2011
Negara Volume Impor (Ton) Nilai Impor (US$)Vietnam 1.780 946,5Thailand 938,7 533
Cina 4,7 15,5Pakistan 18,4 12,4Lainnya 10,2 5,8
Sumber : Badan Pusat Statistik,2012
Dari pembahasan di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih belum bisa
untuk memenuhi kebutuhan pangan di negeri sendiri, sehingga pemerintah perlu
untuk melakukan impor beras guna mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri.
Menurut media Kompas di tahun 2013, ada beberapa alasan pemerintah mengimpor
beras, di antaranya:
1. Untuk menahan laju inflasi
Beras dianggap komoditi terpenting sebagai indikator pergerakan inflasi, karena
beras merupakan makanan pokok sehari-hari rakyat Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan impor untuk menambah suplai beras agar dapat mengontrol harga
11
dasar beras dan gabah pada umumnya. Sesuai hukum ekonomi supply
berbanding terbalik dengan harga. Namun hal ini tentu saja mengakibatkan efek
yang tidak baik bagi para petani Indonesia. Karena harga beras dalam negeri
tidak akan bisa menyamai harga beras impor. Akibatnya, banyak petani yang
terlantar akibat berkorban bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
2. Karena Bolug kehabisan stok beras.
Pada dasarnya produksi beras nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan beras
nasional. Akan tetapi tidak ada stok cadangan untuk berjaga-jaga. Oleh karena itu
perlu mengimpor beras untuk menutupi stok cadangan. Hal ini tentu saja akan
membuat asumsi lain bahwasanya Indonesia tidak mampu memproduksi beras
sendiri dan hanya mengandalkan beras impor dari luar negeri.
Akan tetapi, pemerintah menyangkal hal ini. Mereka mengatakan, stok beras
cukup untuk kebutuhan pokok bagi masyarakat sekitar. Mereka berdalih, mengimpor
beras demi mengejar kenaikan inflasi.
Sebenarnya stock beras nasional ini berkurang, karena pihak bulog tidak
melakukan upaya pembelian gabah dari kalangan petani atau koperasi-koperasi
petani. Karena mereka hanya membeli padi dari pedagang dan pengusaha. Dan secara
otomatis menimbulkan selisih harga yang tinggi dibanding harga dari petani. Dan
jumlah yang dibeli bulog tidak memenuhi jumlah standart stock nasional. Oleh
karena itu letak kurangnya stock Bulog sekarang ini adalah disebabkan karena
lambatnya Bulog membeli gabah-gabah petani pada masa panen raya.
Alasan lain yaitu seputar kekeringan, gagal panen, tingginya harga beras
dalam negeri sehingga Bulog tidak sanggup membeli beras dari petani, dan yang
12
terakhir adalah untuk menutupi cadangan beras pemerintah supaya aman dalam
beberapa bulan kedepan.
Impor beras yang dilakukan pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah
tidak menaruh perhatian terhadap nasib petani, yang merupakan bagian besar dari
masyarakat Indonesia. Karena bisa dipastikan begitu beras impor masuk, harga beras
petani langsung anjlok.
Dampak Impor Beras bagi Indonesia
Apabila ditinjau menurut wilayah, lebih dari separuh impor berasal dari
Negara-negara di Asia (Dumairy, 1997;194). Termasuk impor beras yang dilakukan
Indonesia, senagian besar berasal dari Negara-negara Asia seperti Thailand dan
Vietnam.
Beberapa kejadian heboh terkait impor beras ini telah mengemuka di mana-
mana. Antaranya adalah, kenaikan harga beras, berkurangnya petani (banyak petani
yang beralih profesi ke bidang industri karena merasa dunia pertanian semakin lama
semakin sempit), juga adanya penimbunan stok beras untuk dijual agar memperoleh
keuntungan besar dari dampak kenaikan harga beras (Majalah Tempo,2013).
Ada beberapa dampak yang akan terjadi nantinya apabila pemerintah tetap
menerapkan kebijakan impor beras. Bagi Indonesia, dengan semakin membanjirnya
beras impor akan mengakibatkan petani semakin tidak memiliki daya saing baik dari
sisi harga maupun mutu sehingga berakibat pada melemahnya daya beli masyarakat
terutama dari pihak petani. Dengan melemahnya daya beli pada akhirnya
kesejahteraan petani pun semakin tidak membaik (Akhmad,2012).
13
Dampak yang terasa bagi kaum petani adalah dengan adanya kebijakan impor
beras, maka secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada petani
Indonesia. Dampak secara langsung yaitu pasokan padi yang telah di panen petani
akan semakin berkurang karena dengan adanya impor beras maka pemerintah
cenderung memproyeksikan beras impor. Dengan semakin berkurangnya pasokan
beras dari dalam negeri menyebabkan harga jual gabah semakin turun. Kemungkinan
yang paling buruk yang akan terjadi adalah petani akan kehilangan mata
pencahariannya.
Petani mengalami kerugian akibat penurunan harga beras karena naiknya
penawaran. Dampak psikologis juga dialami kaum petani. Mereka tidak termotivasi
menanam padi, membiarkan sawahnya terbengkalai. Padahal tidak mudah bagi
mereka memperoleh pekerjaan lain. Petani perlu memenuhi kebutuhannya, tidak
adanya penghasilan bisa mendorong melakukan tindakan kriminalitas.
Di sisi lain, jumlah petani yang begitu banyak dan sebagian besar merupakan
masyarakat kecil, menyebabkan posisi mereka lemah di hadapan pemerintah.
Tindakan-tindakan aktif dalam rangka mencegah atau pembatalan aturan pemerintah
mengenai impor beras hanya akan merugikan mereka sendiri.
Para petani yang terlantar akibat dampak dari impor beras, yang merasa
bahwa beras produksi dalam negeri tidak laku lebih memilih profesi lain yang lebih
menguntungkan. Akan tetapi, apabila petani Indonesia berhasil panen dalam jumlah
yang amat besar, mungkin pemerintah tidak akan mengambil kebijakan impor beras.
Hal ini tentu saja sulit, karena dalam bertani, tentu akan sangat banyak sekali
dijumpai hambatan-hambatan, yang di antaranya adalah masalah irigasi, adanya hama
14
dan penyakit, juga faktor Sumber Daya Manusia yang semakin lama semakin
berkurang jumlahnya.
Dampak bagi pemerintah adalah Kebijakan ini dikhawatirkan akan
mengurangi kredibilitas Negara Indonesia sebagai Negara agraris, dan yang akan
sangat mengancam yaitu dengan adanya impor beras secara terus-menerus akan
membuat Indonesia semakin jauh dari keinginan untuk mewujudkan ketahanan
pangan (Media Kompas, 2013). Selain itu, dampak yang diterima pemerintah adalah
pengeluaran devisa negara yang cukup besar untuk melaksanakan impor. Hal ini
berarti bangsa Indonesia telah memberikan penghidupan bagi petani negara lain,
sedangkan bagi petani dalam negeri tidak. Suatu hal yang ironis bagi sebuah negara
agraris yang luas dan kaya seperti Indonesia. Dengan melaksanakan kebijakan impor
produk pertanian dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk pertanian luar
negeri.
Idealnya, pemerintah harus melindungi sektor-sektor perekonomian yang
menyerap banyak tenaga kerja. Khususnya tenaga kerja nonterampil berupah rendah
yang sulit menemukan pekerjaan lain seandainya mereka kehilangan pekerjaan yang
sudah ada. Contohnya kaum petani. Namun kenyataannya pemerintah malah
mengeluarkan kebijakan yang merugikan bagi kaum petani.
SIMPULAN
Dalam masalah ini, adanya proses impor beras dari luar negri disaat nilai
produksi beras di Indonesia mengalami surplus memang banyak menimbulkan tanda
15
tanya. Seharusnya, pemerintah dalam hal ini khususnya Bulog melakukan manajemen
stok yang lebih baik, bulog harus memaksimalkan penyerapan beras dari para petani
lokal. Hal ini selain dapat mengamankan stok beras juga dapat menghasilkan
pendapatan bagi petani sehingga kesejahteraan petani dapat naik. Bulog harus lebih
agresif menyerap gabah dari petani agar mereka tidak dirugikan.
Selanjutnya, pemerintah diharapkan dapat menggelar operasi pasar untuk
menstabilkan harga. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan manajemen stok yang
baik. Pemerintah harus berkomitmen kuat mengatasi segala persoalan perberasan
nasional secara komprehensif dari hulu ke hilir agar tidak harus selalu bergantung
pada impor.
Akan tetapi, kebijakan untuk mengimpor beras dengan alasan pengamanan
stok oleh Bulog ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan. Hal ini dikarenakan data
produksi dan data konsumsi beras yang masih diragukan keakuratan dalam
perhitungannya. Pada akhirnya, tugas bagi berbagai pihak yang terkait adalah
memperbaiki kinerja masing-masing. BPS diharapkan dapat memberikan data yang
lebih akurat lagi. Akan tetapi, diperlukan juga kebijaksanaan oleh Bulog agar setiap
kebijakan yang diambil tidak merugikan petani lokal yang kesejahteraannya masih
rendah tanpa mengorbankan ketahanan pangan Indonesia.
Dari pembahasan di atas mengenai kebijakan impor beras yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia, dapat disimpulkan bahwa:
1. Impor beras merupakan strategi pemerintah untuk menahan laju inflasi dan juga
karena Bulog kekurangan stok beras untuk cadangan.Indonesia masih belum
mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan di Negeri sendiri.
16
2. Dengan adanya kebijakan ini dikhawatirkan Indonesia akan kehilangan
kredibilitasnya sebagai Negara agraris, selebihnya keinginan Indonesia untuk
mewujudkan ketahanan pangan juga akan semakin jauh dari kenyataan.
Berdasarkan pemaparan masalah diatas, peneliti menyarakan pemerintah
khususnya Bulog untuk lebih memperhatikan dan merealisasikan manajemen stok
yang lebih baik serta memaksimalkan penyerapan beras lokal dari petani-petani lokal,
sehingga stok beras dapat diatur dengan baik dan petani Indonesia pun dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Penelitian ini terbatas pada lingkup impor beras yang dijadikan sebagai objek
penelitian. Diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu memicu peneliti
selanjutnya untuk lebih mengembangkan kerangka berpikir supaya dapat bermanfaat
bagi banyak pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga
Harahap, Hasrul Aziz. 2012. Analisis Permintaan Beras di Sumatera Utara. QE Jurnal Vol.01 No.03
Jogiyanto.2010. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE-YOGYAKARTA
Karmini. 2005. Resiko Harga Dalam Pemasaran Beras Lokal dan Impor di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pertanian Vol.02 No.06
Kompas.com.Hentikan Kebijakan Impor Beras .8 Januari 2013 (diakses tanggal 23 November 2013)
Mankiw, N.Gregory. 2007. MAKROEKONOMI Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras
17
Rungkat, Desiane Maria. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Beras di Sulawesi Utara. Jurnal 3763-7111-1
Suara Pembaruan. Indonesia Impor Beras 500.000 Ton dari Myanmar. 23 April 2013 (diakses tanggal 23 November 2013)
Sukirno, Sadono. 1994. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada
Tempo.co. Indonesia Akan Bebas Impor Beras. 24 Maret 2013 (diakses tanggal 23 November 2013)
Widarsih, Dwi. 2012. Pengaruh Sektor Komoditi Beras terhadap Inflasi Bahan Makanan. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan Vol.02 No.06