akulturasi budaya nadran
TRANSCRIPT
AKULTURASI NADRAN
Husnul khotimah
Renita rahmawati
Agustin farah
Khusnul khotimah
Imam rosyidi
M. Zulfikar Noor
NADRAN
SEJARAH
PROSES PELAKSANAAN
NADRAN MENURUT AJARAN
ISLAM
PENGERTIAN
GAMBAR
PENGERTIAN
Nadran merupakan suatu tradisi hasil akulturasi
budaya Islam dan Hindu yang diwariskan sejak ratusan
tahun secara turun-temurun. Kata nadran menurut sebagian
masyarakat berasal dari kata nazar yang mempunyai
makna dalam agama Islam yaitu pemenuhan janji. Adapun
inti upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen
(yang merupakan ritual dalam agama Hindu untuk
menghormati roh leluhurnya) kepada penguasa laut agar
diberi limpahan hasil laut, sekaligus merupakan ritual tolak
bala (keselamatan).
Nadran adalah upacara adat para nelayan di pesisir pantai utara Jawa, seperti : Subang, Indramayu dan Cirebon yang bertujuan untuk mensyukuri hasil tangkapan ikan, mengharap peningkatan hasil pada tahun mendatang dan berdo’a agar tidak mendapat aral melintang dalam mencarinafkah di laut. Inilah maksud utama dari Upacara Adat Nadran yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun. Selain upacara ritual adat, kesenian tradisional serta pasar malam pun diselenggarakan selama seminggu.
SEJARAH NADRAN
Asal usul pelaksanaan budaya Nadran berawal pada tahun 410 M, dimana Raja Purnawarman, raja ketiga Kerajaan Tarumanegara yang terletak di dekat sungai Citarum yang mengalir dari Bandung ke Indramayu, memerintahkan Raja Indraprahasta Prabu Santanu untuk memperdalam atau memperbaiki tanggul, yang bertujuan untuk menduplikat Sungai Gangga di India. Duplikat Sungai Gangga tersebut untuk keperluan mandi suci. Sungai yang dimaksud adalah sungai Gangganadi dan muaranya di sebut Subanadi. Sungai tersebut sekarang adalah sungai Kriyan, terletak di belakang Keraton Kasepuhan Kota Cirebon. Mandi suci di sungai Gangganadi dilakukan setahun sekali, sebagai acara ritual untuk menghilangkan kesialan dan sebagai sarana mempersatukan rakyat dan pemujaan kepada sang pencipta.
PROSES PELAKSANAAN
Pemotongan kepala kerbau dan pemotongan nasi
tumpeng yang disiapkan dalam sebuah dongdong atau
miniatur kapal nelayan. Kepala kerbau tersebut dibalut
dengan kain putih bersama dengan perangkat Sesajen lainnya
untuk ditenggelamkan.
Nasi tumpeng dan lauk pauk lainnya dibagikan kepada
anggota masyarakat sekitarnya, yang biasa disebut dengan
bancaan atau berkah. Umumnya upacara ini disertai dengan
penyajian tari-tarian, pergelaran wayang kulit, mantra, doa-
doa dan sesajen.
Pembacaan mantra dilakukan oleh seorangtokoh spiritual nelayan yang dilanjutkan denganmengusung dongdong menuju lautan. Puncak prosesiberlangsung saat dongdong yang berisi sesajidiceburkan ke laut. Puluhan kapal langsung berebutmendekati sesaji tersebut. Mereka percaya berbagaisesaji yang menempel pada kapal mereka akanmendatangkan berkah bagi tangkapan selanjutnya. Selesai prosesi berebut sesaji, para nelayan inikembali dengan harapan baru, mereka yakin hasiltangkapan ikan semakin meningkat setelah ruwatanselesai dilakukan.
Sesajen yang diberikan oleh masyarakat disebut ancak,
yang berupa anjungan berbentuk replika perahu yang berisi
kepala kerbau, kembang tujuh rupa, buah-buahan, makanan
khas dan lain sebagainya. Sebelum dilepaskan kelaut, ancak
diarak terlebih dahulu mengelilingi tempat-tempat yang
telah ditentukan sambil diiringi berbagai suguhan seni
tradisional, seperti tarling, genjring, buroq, barongsai, telik
sandi, jangkungan ataupun seni kontemporer (drumband).
Upacara Nadran bertambah semarak karena upacara
ini menampilkan hiburan wayang yang merupakan
kebudayaan Hindu. Selain itu, banyak tetabuhan dan
nyanyian dalam proses upacara Nadran.
Upacara Nadran yang dilakukaan setiap tahun sekali
oleh masyarakat pesisir ini mempunyai nilai-nilai filosofi
yang kuat. Nilai nilai yang terbangun dari upacara
tersebut adalah solidaritas, etis, kultural dan religius
yang tercipta dari simbol-simbol yang ada dalam upacara
tersebut.
Nilai-nilai kebersamaan yang ada dalam upacara
Nadran ini menjadi sebuah dorongan ke depan
untuk membangun masyarakat yang menjalankan
nilai-nilai kebersamaan dan kepatuhan terhadap
yang maha kuasa
Upacara Nadran dilakukan masyarakat nelayan
satu tahun sekali yang waktunya jatuh antara
bulan Juli sampai agustus.
NADRAN MENURUT AJARAN ISLAM
Tradisi-tradisi Nadran setelah kedatangan Islam tidaklagi dimaknai sebagai sebuah persembahan kepadaSanghyang Jagat Batara , akan tetapi lebih dimaknaisebagai wujud syukur kepada Allah SWT atas karuniayang diberikan-Nya kepada para nelayan, baik itu karuniakesehatan, kekuatan maupun hasil tangkapan ikan yang berlimpah. Mantra-mantra yang dibacakan dalam prosesiNadran diganti dengan pembacaan do’a-do’a yang dipimpin oleh seorang ulama. Lauk pauk hasil bumi yang diikut sertakan dalam ucapan ini di bagi-bagikan kepada penduduk desa dengan simbolisasi pembagian berkah.
Pelarungan kepala kerbau ke laut tetap
dilakukan, tapi tidak lagi dimaknai sebagai
persembahan kepada Dewa Baruna, tetapi lebih
bersimbol pada membuang kesialan, sekaligus
untuk mengingat bahwa laut merupakan sumber
kehidupan bagi para nelayan sehingga perlu
dijaga dan dilestarikan.
Nuansa keislaman juga nampak dalam pementasan seni wayang dantari. Wayang yang dipertunjukan adalah wayang Golek Cepak dan wayangkulit Dakwah yang merupakan asli Indramayu yang alur ceritanya diambildari Babad Indramayu, Babad Walisanga dan Babad Ambiya, yang menggambarkan sejarah Islamisasi di tanah Jawa yang dilakukan para Wali, beserta cerita perjuangan Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya dalammenegakkan syariat islam.
Pagelaran wayang semalam suntuk dalam tradisi Nadran bukan hanyauntuk bergadang, akan tetapi masyarakat mendapatkan penyuluhan danpembekalan rohani. Pagelaran ini diistilahkan dengan tabarukan, yaitumencari keberkahan atas syukur yang mendalam, dengan membuangkebiasaan-kebiasaan buruk dan menggantinya dengan nilai-nilai positif.