aktivitas senyawa alkaloid sa2014 dari spons laut...
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR – SB141510
AKTIVITAS SENYAWA ALKALOID SA2014 DARI SPONS LAUT Cinachyrella anomala TERHADAP PROTEIN p53 KANKER PAYUDARA T47D MENGGUNAKAN DOCKING MOLEKULER FITRI LIANINGSIH 1512100011
Dosen Pembimbing Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, M.Si JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
TUGAS AKHIR – SB141510
AKTIVITAS SENYAWA ALKALOID SA2014 DARI SPONS LAUT Cinachyrella anomala TERHADAP PROTEIN p53 KANKER PAYUDARA T47D MENGGUNAKAN DOCKING MOLEKULER FITRI LIANINGSIH 1512100011
Dosen Pembimbing Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, M.Si
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
FINAL PROJECT – SB141510
ACTIVATED ALKALOID COMPOUND SA2014 OF MARINE SPONGE Cinachyrella anomala AGAINST p53 PROTEIN T47D BREAST CANCER USING MOLEKULAR DOCKING FITRI LIANINGSIH 1512100011
Advisor Lecturer Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, M.Si
BIOLOGY DEPARTMENT Faculty of Mathematic and Natural Sciences Institute Technology Sepuluh Nopember Surabaya 2016
LEMBARPENGESAHANLAPORAN TUGAS AKIIIR
AKTIVTTAS SENYAWA ALKAI,JOID SA2O14 I}ARISPONS LAUT Cinachyrella anomala TERIIADAPPROIEIN p53 KANKER PAYUDARA T47DMENGGUNAKAN DOCKING MOLEKULER
Oleh:
FTTRI LIAI{INGSIHr\RP. 1s12 100 011
Disefujui oleh pembimbing Tuges Akhir:
Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati" M.Si.
(r- {..\
ffiq4t$fll s 3
#f,
fit[3H',r",+f/ffff?iS
199802 2 001
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, rasa syukur dipanjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Tugas Akhir
dengan judul Aktivitas Senyawa Alkaloid SA2014 Dari Spons
Laut Cinachyrella anomala Terhadap Protein p53 Kanker
Payudara T47D Menggunakan Docking Molekuler. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Februari - April 2016. Penyusunan
laporan Tugas Akhir ini merupakan persyaratan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penyusunan laporan Tugas Akhir ini tidak lepas dari
bimbingan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada para pihak yang membantu terselesaikannya laporan
Tugas Akhir ini, yaitu Ibu Dr. Awik Puji Dyah Nurhayati, M.Si
selaku pembimbing serta tim penguji Dr.rer.nat. Edwin Setiawan,
M.Sc, dan Aunurohim, DEA. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada orangtua, saudara, dan teman-teman seperjuangan
angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan Tugas Akhir ini
masih memiliki banyak kekurangan. Namun, besar harapan
penulis agar laporan ini dapat bermanfaat.
Surabaya, 7 Juni 2016
Fitri Lianingsih
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................... ii
ABSTRAK .................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................ 1
1.2 Rumusan Permasalahan ........................................... 5
1.3 Batasan Masalah ...................................................... 5
1.4 Tujuan ..................................................................... 5
1.5 Manfaat ................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker ..................................................................... 7
2.2 Kanker Payudara ...................................................... 9
2.3 p53 (Tumor Protein 53) ........................................... 12
2.4 Respon Protein p53................................................ 18
2.4.1 Aktivasi Protein p53 ........................................... 18
2.4.2 Induksi Terhadap Ketahanan Siklus Sel ............. 21
2.4.3 Perbaikan DNA dan Apoptosis ........................... 21
2.5 Kemoterapi dan Efek Sampingnya ......................... 24
2.6 Spons Cinachyrella anomala ................................... 28
2.7 Simbiosis Spons dan Mikroba .................................. 30
2.8 Docking molekuler ................................................... 33
2.9 Docking PLANTS .................................................... 36
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................. 39
3.2 Alat dan Bahan ......................................................... 39
x
3.3 Metode yang Digunakan .......................................... 39
3.3.1 Pengambilan Data .............................................. 39
3.3.2 Docking Molekuler ........................................... 40
3.3.2.1 Preparasi Database Protein ........................ 40
3.3.2.2 Preparasi Database Ligan .......................... 41
3.3.2.3 Input File Konfigurasi ................................ 41
3.3.2.4 Simulasi Program Docking PLANTS ......... 41
3.3.2.5 Evaluasi dan Interpretasi Hasil ................... 41
3.3.3 Visualisasi Hasil Docking ................................. 43
3.3.3.1 Visualisasi Asam Amino menggunakan
YASARA .................................................. 43
3.3.3.2 Visualisasi Jarak Ikatan Ligan dan
Protein menggunakan VMD……................ 43
3.3.4 Rancangan Penelitian dan Analisa Data ………. 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Struktur Protein Target ................................................. 47
4.2 Hasil Docking Ligan dan Protein Target....................... 48
4.3 Validasi Hasil Docking Ligan dan Protein Target ......... 49
4.4 Visualisasi Hasil Docking Menggunakan YASARA ..... 51
4.4.1 Visualisasi Hasil Docking SA2014 dan Protein .......... 51
4.4.2 Visualisasi Hasil Docking Doxorubicin dan Protein p53
....................................................................................... 53
4.5 Analisa Visualisasi Asam Amino pada p53 ................... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................... 63
5.2 Saran.............................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 65
LAMPIRAN ....................................................................... 83
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Contoh beberapa gen penekan
tumor lokasi, fungsi, jenis
mutasi dan gejala yang terlibat
dalam kanker
manusia……………………..
15
Tabel 1.2
Nilai dari skor docking
……………………………….
44
Tabel 1.3
Hasil seleksi docking
……………………………….
45
Tabel 1.4 Hasil dari skor docking ligan
dan protein p53
……………………………….
49
Tabel 1.5
Hasil seleksi docking Ligan
dan Protein p53
……………………………….
49
Tabel 1.6
Jenis Asam Amino pada
Interaksi p53 dan senyawa
alkaloid SA2014
……………………………….
57
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sifat kanker……………………………… 8
Gambar 2.2 Domain fungsional pada gen p53 terdiri
atas domain N‐terminal, domain central
core dan domain c terminal
………………………….................... 12
Gambar 2.3 Representasi skematik molekul
p53…………………......................... 13
Gambar 2.4 Struktur tiga dimensi p53 tumor
supresor kompleks dengan
DNA………………………………….. 15
Gambar 2.5 Jalur pada p53 dihubungkan dengan
Mdm2 ketika terjadi kerusakan
DNA………………………………… 17
Gambar 2.6 Model mekanisme protein p53 pada
tumor ……………..…….…………... 18
Gambar 2.7 Berbagai jalur dalam regulasi AMPK
yang dapat memodulasi proliferasi sel
…………………..................................... 20
Gambar 2.8 Mekanisme apoptosis…………………. 24
xiv
Gambar 2.9 Struktur doxorubicin…………………. 26
Gambar 2.10 Karakteristik spons laut Cinachyrella
sp. …………………………………….
28
Gambar 2.11
Struktur kimia senyawa dari spons laut
C.anomala……………………………..
25
Gambar 2.12
Model produksi metabolit sekunder
melalui simbiosis spons dengan
mikroba………..……………………… 32
Gambar 2.13 Filosofi docking …...…………………. 29
Gambar 2.14 Penambatan molekul…………………. 36
Gambar 3.1 Hasil docking yang benar dan salah….. 42
Gambar 3.2
Contoh hasil visualisasi docking…….. 45
Gambar 4.1 Struktur tiga dimensi MDM2 berikatan
dengan domain transaktivasi pada p53.. 47
Gambar 4.2a Hasil RMSD senyawa hasil docking
dengan referensinya………………….. 50
Gambar 4.2b
Perbesaran hasil RMSD senyawa hasil
docking dengan nilai 1.0300A………. 50
xv
Gambar 4.3A Visualisasi hasil docking SA2014 dan
protein p53 menggunakan YASARA
tampak depan…………………………. 51
Gambar 4.3B Visualisasi hasil docking SA2014 dan
protein p53 menggunakan YASARA
tampak samping……………………… 51
Gambar 4.3C Visualisasi hasil docking SA2014 dan
protein p53 menggunakan YASARA
tampak belakang……………………… 52
Gambar 4.3D Visualisasi asam amino pada SA2014
dan protein p53 menggunakan
YASARA…………………………….. 52
Gambar 4.3E Visualisasi asam amino pada SA2014
dan Protein p53 menggunakan
YASARA jika diperbesar……………. 53
Gambar 4.3F
Visualisasi struktur ligan SA2014
menggunakan Marvin
Space………………………………….. 53
Gambar 4.4A Visualisasi hasil docking doxorubicin
dan protein p53 menggunakan
YASARA tampak depan…………….. 54
Gambar 4.4B Visualisasi hasil docking doxorubicin
dan protein p53 menggunakan
YASARA tampak samping…………… 54
xvi
Gambar 4.4C Visualisasi hasil docking doxorubicin
dan protein p53 menggunakan
YASARA tampak belakang…………. 55
Gambar 4.4D
Visualisasi asam amino pada
doxorubicin dan protein p53
menggunakan YASARA……………. 55
Gambar 4.4E Visualisasi asam amino pada
doxorubicin dan Protein p53
menggunakan YASARA jika
diperbesar……………………………. 56
Gambar 4.4F
Visualisasi struktur ligan doxorubicin
menggunakan Marvin
Space…………………………………. 56
Gambar 4.5 Hasil visualisasi jarak asam amino
disekitar ligan menggunakan VMD…
58
Gambar 4.6
Struktur fenilalanin……………………
59
Gambar 4.7
Struktur leusin………………………...
61
Gambar 4.8
Struktur senyawa alkaloid SA2014…...
61
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Prosedur docking menggunakan
PLANTS………………………
83
Lampiran 2
Biodata penulis..........................
97
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Siklus sel merupakan proses penting dalam kehidupan
setiap organisme karena berperan pada pembelahan sel. Secara
normal, siklus sel terdiri atas dua proses utama yaitu mitosis/M
(pembelahan satu sel menjadi dua sel) dan interfase, yang terdiri
atas fase gap 1 (G1), sintesis DNA (S) dan gap 2 (G2) (Alberts, et
al., 2008). Siklus sel dikontrol oleh sejumlah gen dan apabila
salah satu gen tersebut mengalami perubahan fungsi maka akan
berpengaruh pada seluruh sistem. Akibatnya, sel normal
membutuhkan sejumlah mekanisme intrinsik yang melibatkan
“gatekeeper” molekuler untuk menghindarkan diri dari
pembelahan yang tidak terkontrol. Pembentukan dan
perkembangan tumor terjadi jika protein khusus yang mengatur
pembelahan sel mengalami perubahan fungsi, ekspresi gen atau
hilang kedua-duanya. Salah satu protein yang berhubungan erat
dengan pengendalian siklus sel adalah p53 (Syaifuddin, 2010).
p53 merupakan faktor transkripsi (protein regulator)
yang mempunyai berat molekul 53 kilodalton (kD) dan pertama
kali ditemukan pada tahun 1979 (Lane & Crawford, 1979 dalam
Syaifuddin, 2010). p53 yang berfungsi normal akan mengontrol
siklus sel dan induksi apoptosis (Agarwal, et al., 1995).
Kehilangan fungsi p53 akan mengakibatkan proliferasi tidak
terkendali dan menimbulkan kanker. Mutasi p53 merupakan
perubahan genetik dengan frekuensi lebih dari 50% pada kanker
manusia (Bai & Wei, 2006). Pasien dengan mutasi p53 memiliki
ketahanan yang buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak
memiliki mutasi p53 (Olivier, et al., 2006; Sjogren, et al., 1996).
Mutasi pada p53 terlibat pada proses pembentukan kanker
payudara (Hanahan, et al., 2011; Solomon, et al., 2011 dalam
Walerych, et al., 2012).
Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang
disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dan proliferasi sel yang
2
tidak terkontrol pada bagian duktus terminal dan lobular pada
payudara (Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast
Cancer, 1996). Menurut World Health Organization (WHO),
kanker merupakan salah satu penyebab kematian didunia dengan
setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 7,9 juta
orang pada tahun 2007 dan jumlah ini akan bertambah 80 juta
setiap tahunnya (Maxwell, 2000). Kanker payudara merupakan
penyebab maligna pada wanita yang melibatkan satu juta pasien
setiap tahunnya mencakup sekitar 10% dari semua kanker dan
23% kanker wanita di negara berkembang (Coley, 2008). Pada
tahun 2014, Berdasarkan Sistem Informasi RS (SIRS), jumlah
pasien rawat jalan maupun rawat inap pada kanker payudara
terbanyak yaitu 12.014 orang (28,7%) dan kanker serviks 5.349
orang (12,8%) (Anonim1, 2014). Hal tersebut menunjukkan
bahwa kanker payudara tergolong jenis kanker yang
membahayakan. Pengobatan kanker umumnya menggunakan kemoterapi,
yaitu membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel
kanker, menghentikan pertumbuhannya agar tidak menyebar dan
mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker.
Kemoterapi terkadang merupakan pilihan pertama untuk
menangani kanker namun menimbulkan efek samping antara lain
terjadinya penurunan jumlah sel-sel darah, infeksi, anemia,
pendarahan seperti mimisan, rambut rontok, kadang muncul
keluhan seperti kulit gatal dan kering, mual dan muntah, dehidrasi
dan tekanan darah rendah, sembelit/konstipasi, diare dan
gangguan sistem syaraf (Siswandono, 2000). Tingginya efek
samping dari kemoterapi disebabkan obat yang dipergunakan
masih belum mempunyai mekanisme yang spesifik terhadap sel
kanker saja, tetapi obat tersebut juga menyerang sel-sel normal.
Obat kanker umumnya berfungsi menghambat proliferasi sel
tanpa mematikan sel kanker dan bersifat multidrug resistance
(MDR) atau tahan terhadap berbagai obat kanker (William &
Andersen, 2006). Riset untuk mendapatkan kandidat potensial
obat antikanker baru sangat diperlukan untuk menjawab
3
permasalahan tersebut. Obat antikanker yang sedikit
menimbulkan efek samping dan memiliki target bioaktif spesifik
umumnya diperoleh dari alam (Iwamaru, et al., 2007). Salah
satunya adalah spons laut.
Spons sebagai salah satu organisme bentik yang telah
diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif yang paling luas
dan paling banyak mendapat perhatian para peneliti dibandingkan
invertebrata laut lainnya yang telah diteliti. Menurut Jha dan Zi-
Rong (2004), spons merupakan kontributor terbesar senyawa
bioaktif dari laut jika dibandingkan dengan biota laut lainnya
yaitu 37%, disusul coelenterata (21%), mikroorganisme (18%),
alga (9%), echinodermata dan tunikata masing-masing (6%),
moluska (2%) dan bryozoa (1%). Spons merupakan biota sesil,
sehingga tidak dapat menghindari serangan predator dengan
berpindah tempat sehingga spons mempunyai mekanisme
pertahanan secara kimiawi. Mekanisme pertahanan kimiawi
dilakukan dengan cara menghasilkan senyawa bioaktif (Joseph &
Sujatha, 2011). Senyawa bioaktif tersebut antara lain alkaloid,
steroid, dan terpene (Sjogren, 2006). Senyawa bioaktif tersebut
diisolasi dan dimurnikan kemudian secara terpisah dilakukan
sintesis secara kimia sehingga organisme bentik penghasil
senyawa bioaktif tidak dieksploitasi secara berlebihan (Sukandar,
2014). Beberapa senyawa bioaktif ini bersifat antivirus, antijamur,
antimikroba, antiinflamasi, antitumor, dan sitotoksik (Joseph &
Sujatha, 2011). Spons juga memiliki potensi farmakologis
(Faulkner, 2001).
Cinachyrella anomala merupakan spons laut yang tergolong
kelas Demospongiae, ordo Tetractinellida, dan familia Tetillidae
(Cardenas, 2015). C. anomala merupakan spons laut yang
melimpah ditemukan di perairan Indonesia. Organisme bentik ini
memiliki kadar metabolit sekunder lebih tinggi dibanding zat
metabolit sekunder pada tanaman. Tingginya zat metabolit
sekunder tersebut dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan
kanker.
4
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain
Shimogawa, et al. (2006) berhasil mengisolasi senyawa
Cinachyramine dari spons genus Cinachyrella sp. dari perairan
Okinawa, Jepang. Penelitian yang telah dilakukan Machida, et al.
(2014) berhasil mengidentifikasi senyawa Cinanthrenol A dari
spons Cinachyrella sp. dan diketahui pula aktivitas biologinya.
Komponen alkaloid dari Cinachyrella sp.telah diisolasi dan
diidentifikasi dari kelompok derivat cinachyramine dengan
formula molekular dan nama struktur 4,9 triaza
tricyclo[7,3,1,0]trideca-3,5(13),10-trien-8-ol (SA2014)
(Nurhayati, et al., 2014). Uji sitotoksik dan antiproliferasi spons
laut Cinachyrella sp. dapat menghambat proliferasi sel T47D
lebih baik dibandingkan pada sel Hela, Widr dan Vero
(Nurhayati, et al., 2014). Komponen1,4,9-
triazatricyclo[7,3,1,0]trideca-3,5(13),10-trien-8-ol (SA2014) yang
telah diisolasi dari spons laut C.anomala memiliki mekanisme
seluler melawan sel T47D (Nurhayati, et al., 2015).
Senyawa bioaktif spons C. anomala berpotensi sebagai
obat kanker. Obat yang ditargetkan diharapkan merupakan
treatment yang lebih baik melalui interaksi protein-ligan yang
penting untuk mendesign obat. Biologi komputasi dan
bioinformatika memiliki potensi untuk mempermudah proses
penemuan obat serta membantu mengidentifikasi metode yang
bervariasi untuk identifikasi komponen obat. Salah satu metode
yang digunakan adalah docking molekul obat dengan reseptor
(target). Studi interaksi protein-ligan melalui metode komputasi
membantu mengetahui struktur berdasarkan desain obat (Lyskov,
et al., 2008). Penelitian docking molekuler antara senyawa
alkaloid SA2014 dari C. anomala terhadap p53 kanker payudara
T47D belum pernah dilakukan. Metode docking molekuler membantu mengetahui ikatan
molekul yang stabil dengan energi minimum pada target protein
p53 dan senyawa alkaloid SA2014 dari spons laut C. anomala.
Penelitian ini penting dilakukan sebagai salah satu metode untuk
mendesain obat yang sesuai dengan pasien kanker payudara
5
T47D akibat mutasi p53 dan berpotensi menambah informasi dari
manfaat bahan alam laut, khususnya spons C. anomala di
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana skor docking senyawa alkaloid SA2014 dari
spons laut C.anomala terhadap protein p53.
b. Bagaimana peran asam amino pada interaksi senyawa
alkaloid SA2014 dari spons laut C.anomala terhadap
protein p53 kanker payudara T47D.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Skor docking senyawa alkaloid SA2014 dari spons laut
C.anomala dibandingkan dengan skor docking
doxorubicin terhadap protein p53 menggunakan software
PLANTS.
b. Jarak ikatan asam amino pada interaksi senyawa alkaloid
SA 2014 terhadap protein p53 menggunakan software
VMD.
1.4 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skor docking
senyawa SA2014 terhadap protein p53 dan asam amino yang
berperan pada ikatannya.
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai potensi bahan alam laut di Indonesia untuk desain obat
yang efektif mengobati kanker payudara.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker
Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
kehilangan fungsi kontrol regulasi siklus sel dan homeostatis.
Akibatnya, sel akan berproliferasi dengan pertumbuhan jaringan
abnormal (Ullah & Aatif, 2009). Sel-sel kanker akan berkembang
dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri,
selanjutnya menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive) dan terus
menyebar melalui jaringan ikat, darah dan menyerang organ-
organ penting serta syaraf tulang belakang. Sel hanya akan
membelah diri untuk mengganti sel-sel yang telah mati dan rusak
dalam keadaan normal, sebaliknya sel kanker mengalami
pembelahan secara terus menerus meskipun tubuh tidak
memerlukannya sehingga terjadi penumpukan sel baru yang
disebut tumor ganas. Penumpukan sel akan mendesak dan
merusak jaringan normal sehingga mengganggu organ yang
ditempatinya. Kanker dapat terjadi di berbagai jaringan dalam
berbagai organ di setiap tubuh, mulai dari kaki sampai kepala.
Kanker yang terjadi di permukaan tubuh mudah diketahui dan
diobati sedangkan ketika kanker terjadi didalam tubuh, kanker
sulit diketahui dan kadang-kadang tidak memiliki gejala. Jika
timbul gejala biasanya sudah stadium lanjut sehingga sulit diobati
(Anonim2, 2006).
Sel kanker memiliki karakteristik yang unik, antara
lain sel kanker mampu melakukan proliferasi sendiri, dapat
melawan suppresor growth, mampu menembus jaringan yang
lain, tidak ada kematian sel (immortal), replikasi immortal, dan
induksi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru)
(Hanahan, et al., 2011).
Kanker memiliki gen-gen yang berperan yaitu onkogen
dan protoonkogen. Onkogen adalah bentuk mutan dari proto-
onkogen (disebut juga gen-gen untuk pertumbuhan atau growth
promoting genes). Proto-onkogen mengkode protein seluler yang
8
merespon sinyal dari sel-sel lain dan membawanya ke inti sel,
untuk menstimulasi pertumbuhan. Proto-onkogen berfungsi
dalam pertumbuhan dan pembelahan sel-sel normal (Hunt, 1998).
Apabila proto-onkogen mengalami mutasi menjadi onkogen
(berasal dari bahasa Yunani “Oncos”yang berarti tumor) yang
bersifat karsinogen, akibatnya sel-sel mengalami multiplikasi
(penggandaan) secara berlebihan, karena gen-gen mutan ini tidak
bereaksi terhadap sinyal pengatur pertumbuhan (Does, et
al.,2007).
Gambar 2.1 Sifat kanker (Hanahan, et al., 2011)
Kanker secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kanker jinak dan kanker ganas. Kanker jinak (benign)
memiliki kecenderungan untuk tumbuh lebih lambat dari kanker
ganas dan tidak menyebar ke organ lain. Kanker ganas (malign)
memiliki pertumbuhan sel yang sangat cepat, dapat menginvasi
serta menghancurkan jaringan disekitarnya dan pada tahap
selanjutnya akan menyebar ke organ-organ lain (Lumongga,
2008). Kanker juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jaringan
dan tipe sel tempat mereka tumbuh. Kanker yang tumbuh dari sel
epitel disebut karsinoma sedangkan kanker yang tumbuh pada
9
jaringan penghubung (connective) atau sel otot disebut sarcoma
(Alberts, et al., 1994).
Mekanisme kanker adalah mulanya, sel normal terdiri
atas ukuran yang sama, yang terorganisir dan semua lapisan sel
berada diatas membran basement. Membran tersebut membagi sel
berdasarkan tipe selnya untuk membentuk organ yang berbeda.
Sel normal yang mengalami mutasi akan tumbuh lebih cepat
daripada sel disekitarnya. Sel termutasi yang tumbuh lebih cepat
disebut dengan hyperproliferative cell. Akumulasi dari
hyperproliferative cells akan membentuk tumor benign kecil.
Tumor tersebut dikenal dengan adenoma. Jika adenoma diangkat,
penderita akan sembuh dan kanker tidak akan menyebar lebih
ganas. Jika adenoma belum terangkat seluruhnya dapat
mengakibatkan adenocarcinoma. Sel adenocarcinoma akan
terlepas dari membrane basement dan menyebar melalui
pembuluh darah dan mengalami metastasis. Sel kanker yang telah
mengalami metastasis disebut malign (Hunt,1998).
2.2 Kanker payudara
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang
mempunyai prevalensi yang paling sering ditemukan di Indonesia
setelah kanker leher rahim. Data Badan Registrasi Kanker Ikatan
Ahli patologi Indonesia (BRK-IAPI) tahun 1994 menunjukkan
bahwa kanker payudara tetap menduduki peringkat ke-2 tertinggi
setelah keganasan pada wanita kanker leher rahim dengan angka
kejadian 17,1% dari keseluruhan kanker pada wanita. Namun,
baru- baru ini data melaporkan bahwa kanker payudara
menempati posisi pertama penyebab kematian terbesar di
Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004
jumlah kasus kanker payudara yang dilaporkan oleh rumah sakit
di Jawa Tengah adalah lebih tinggi dibanding kanker leher rahim,
jumlah kasus kanker payudara 3.593 (43,91%) dibanding kanker
leher rahim sebanyak 2.780 kasus (33,98%) (Anonim3, 2004).
Data Sistem Informasi Rumah Sakit (2010) menunjukkan bahwa
kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%), kanker
10
leher rahim 5.349 kasus (12,8%). Pada tahun 2014, Berdasarkan
Sistem Informasi RS (SIRS), jumlah pasien rawat jalan maupun
rawat inap pada kanker payudara terbanyak yaitu 12.014 orang
(28,7%) dan kanker serviks 5.349 orang (12,8%) (Anonim1,
2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa kanker payudara
tergolong jenis kanker yang membahayakan. Kanker Payudara adalah tumor ganas yang menyerang
jaringan payudara yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan
jaringan penunjang payudara. Kanker payudara terjadi karena
adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi sehingga sel ini tumbuh dan berproliferasi tanpa
dapat dikendalikan (Mardiana, 2004). Pada umumnya tumor pada
payudara bermula dari sel epitelial, sehingga kebanyakan kanker
payudara dikelompokkan sebagai karsinoma (keganasan tumor
epitelial) (Hondermarck, 2003).
Kanker payudara pada umumnya berupa ductal yang
invasif dengan pertumbuhan tidak terlalu cepat (Tambunan,
2003). Kanker payudara sebagian besar (sekitar 70%) ditandai
dengan adanya gumpalan yang biasanya terasa sakit pada
payudara, juga adanya tanda lain yang lebih jarang yang berupa
sakit pada bagian payudara, erosi, retraksi, pembesaran dan rasa
gatal pada bagian puting, juga secara keseluruhan timbul
kemerahan, pembesaran dan kemungkinan penyusutan payudara
(Bosman, 1999).
Salah satu model sel kanker payudara yang banyak
digunakan dalam penelitian adalah sel T47D. Sel kanker
payudara T47D merupakan continous cell lines yang
morfologinya seperti sel epitel yang diambil dari jaringan
payudara seorang wanita berumur 54 tahun yang terkena ductal
carcinoma. Sel ini dapat ditumbuhkan dengan media dasar
penumbuh RPMI (Roswell Park Memorial Institute) 1640
(Anonim4, 2008) yang mengekspresikan ER-β (Zampieri, et al.,
2002) dibuktikan dengan adanya respon peningkatan proliferasi
sebagai akibat pemaparan 17β-estradiol (Verma, et al., 1998).
Sel diklasifikasikan sebagai sel yang mudah mengalami
11
diferensiasi karena memiliki reseptor estrogen + (Wozniak &
Keely, 2005). Sel ini sensitif terhadap doxorubicin (Zampieri, et
al., 2002) dan mengalami mutasi missense pada residu 194
(dalam DNA binding domain) gen p53. Mutasi missense
merupakan perubahan materi genetik yang mengakibatkan
penggantian satu kodon sense oleh kodon sense lainnya sehingga
mengubah asam amino yang dikodekan (Stansfield, et.al., 2006).
Jika p53 tidak dapat berikatan dengan element pada DNA,
kemampuannya untuk regulasi siklus sel dapat berkurang atau
hilang (Schafer, et al., 2000). Sel kanker dengan mutasi p53
diketahui terjadi pengurangan respon terhadap agen-agen yang
menginduksi apoptosis (kematian sel terprogram) dan kanker
tersebut kemungkinan menjadi resisten terhadap obat antikanker
yang memiliki target kerusakan DNA (Crawford, 2002).
Penyebab kanker payudara sangat beragam, tetapi ada
sejumlah faktor risiko yang dihubungkan dengan perkembangan
penyakit ini yaitu asap rokok, konsumsi alkohol, umur pada saat
menstruasi pertama, umur saat melahirkan pertama, lemak pada
makanan, dan sejarah keluarga tentang ada tidaknya anggota
keluarga yang menderita penyakit ini (Macdonald & Ford,1997).
Hormon juga memegang peranan penting dalam terjadinya
kanker payudara. Estradiol dan atau progesteron dalam daur
normal menstruasi meningkatkan resiko kanker payudara. Hal ini
terjadi pada kanker payudara yang memiliki reseptor estrogen.
Kasus kanker payudara dengan prevalensi 50% merupakan
kanker yang tergantung estrogen (Gibbs, 2000). Kompleks
estrogen dengan reseptornya juga akan memacu transkripsi gen
suppressor tumor, seperti p53 namun pada penderita kanker
payudara (yang umumnya telah lewat masa menopause) gen-gen
tersebut telah mengalami perubahan akibat dari hiperproliferasi
sel-sel payudara selama perkembangannya, sehingga tidak
berperan sebagaimana mestinya (Adelmann, et al., 2000; Clarke,
2000). Gen p53 secara normal menyandi protein dengan berat
molekul 53 kDa yang terlibat dalam kontrol pertumbuhan sel.
12
Mutasi yang terjadi pada gen ini dapat menyebabkan
pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol (Gondhowiarjo, 2004).
2.3 p53 (Tumor Protein 53)
p53 yang merupakan faktor transkripsi berada pada
kromosom manusia 17p13.1, terdiri dari 393 asam amino, 11
exon, dan mempunyai panjang 20 kilobasa. Gen penekan tumor
diperlukan untuk mempertahankan pembelahan sel tetap
terkontrol. Gen penekan tumor yang berfungsi normal akan
mengontrol siklus sel dan replikasi DNA, jika gen tersebut tidak
berfungsi dengan baik maka proliferasi sel tidak dapat terkendali
dan menimbulkan kanker. Gen penekan tumor tidak saja diyakini
sebagai protein yang diperlukan sebagai alat deteksi kerusakan
DNA, tetapi memiliki fungsi yang lebih luas setelah terjadinya
penekanan selular seperti aktivasi onkogen (Vousden, 2000). Gen
penekan tumor telah menjadi topik utama penelitian kanker
karena umumnya termutasi pada kanker manusia.
Gambar 2.2. Domain Fungsional pada Gen p53 terdiri atas domain
N‐terminal, domain Central core dan domain C terminal (Bai &
Wei, 2006).
13
Gambar 2.3 Representasi Skematik Molekul p53 (Syaifudin,
2010).
Menurut Bai & Wei (2006), p53 disebut juga TP53 (tumor
protein 53) merupakan protein yang memiliki 393‐residu
polipeptida. p53 memiliki tiga domain fungsional, yaitu:
1. Domain N‐terminal (residu 1‐94) terdiri atas domain
transaktivasi (1-42) dan domain kaya Prolin (residu 61‐94),
domain yang berperan dalam stabilitas p53 dengan ikatan
MDM2.
2. Domain central core, paling besar (residu 102‐292) melibatkan
ikatan DNA dan lokasi hampir semua mutasi p53 onkogenik.
3. Domain C terminal dasar (residu 324‐393) regulator terdiri atas
domain tetramer (324- 355) dan regulator (363- 393).
p53 mengikat DNA dalam bentuk yang spesifik untuk
menjalankan fungsinya sehingga memungkinkan p53
mengaktifkan transkripsi gen sasaran. Bagian tengah protein
tersebut (residu asam amino 102-292) adalah deret spesifik
daerah DNA-binding, umumnya mutasi p53 spontan berada pada
daerah ini dan secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi interaksi p53 dengan DNA. Residu asam amino
yang paling banyak mengalami mutasi berada pada atau dekat
14
antar-muka (interface) DNA-protein (Chen, et al.,1994). Mutasi
p53 memiliki frekuensi paling banyak pada domain terkonservasi
yaitu domain II, III, IV and V yang bertanggungjawab pada
residu asam amino 117-142 (ekson 4-5), 171-181 (ekson 5), 234-
258 (ekson 4) dan 270- 286 (ekson 8). Region terkonservasi pada
ekson 5-8 yang merupakan target dari mutasi p53 pada maligna
manusia (Nigro, 1989 dalam Makwane, 2009).
Menurut George (2011) fungsi seluler gen p53 antara
lain: 1.) p53 mencegah adanya transmisi dari informasi genetik
yang rusak dari generasi 1 sel ke sel berikutnya melalui ikatan
faktor transkripsi yang disebut E2F. 2.) Inisiasi apoptosis jika
kerusakan pada beberapa sel dan bekerja sebagai penanda
kerusakan pada pembentukan kanker dengan cara membunuh sel
yang berproliferasi. 3.) p53 berperan sebagai tumor suppressor:
mutasi pada p53 dapat menyebabkan sel menjadi berubah secara
onkogen (oncogenically transformed). 4.) p53 merupakan faktor
transkripsi dan sekali diaktivasi akan menekan transkripsi pada
satu set gen (beberapa untuk menstimulasi pertumbuhan sel). 5.)
Fungsi p53 penting untuk pengobatan banyak kanker dengan cara
membunuh sel sejak radioterapi dan kemoterapi berperan untuk
memperbaiki kerusakan DNA. Keberhasilan respon terapi ini
berkurang ketika p53 mengalami mutasi (mutan p53), sehingga
kanker sulit diobati.
15
Gambar 2.4 Struktur Tiga Dimensi MDM2 Berikatan dengan
Domain Transaktivasi pada Protein p53
(http://www.rcsb.org/pdb).
Tabel 1.1 Contoh beberapa Gen Penekan Tumor, Lokasi, Fungsi,
Jenis Mutasi dan Gejala yang Terlibat dalam Kanker Manusia
(Donehower, et al., 1992).
Gen p53 merupakan pelindung siklus sel. Bila sel
terluka, p53 dalam inti memicu sel untuk melakukan “arrest”
a
b
16
pada perbatasan G1/S dengan menginduksi penghambat CDK
(cyclin dependent kinase) dan sistem perbaikan DNA terlebih
dahulu menghilangkan luka tersebut sebelum sel memasuki fase
S tanpa adanya DNA yang terluka. Program “arrest”dan
apoptosis ini tergantung pada lingkungan fisiologik ataupun jenis
sel. Kehilangan fungsi gen p53 ini merupakan penyebab
munculnya malignansi (Parada, 1982 dalam Syaifuddin, 2010).
Penelitian membuktikan bahwa mutan p53 memperbesar proses
pembentukan tumor (Finlay et al., 1989; Lehman, et al., 1991;
Lowe, et al., 1993). p53 dalam bentuk aktif atau stabil mengkode
pengaktif transkripsi yang targetnya dapat meliputi gen-gen yang
mengatur kestabilan genomik. Contoh gen tersebut adalah
Murine double minute 2 (MDM2) (Grosovsky, et al., 1988).
Produk gen MDM2 berikatan dengan p53 dan
berlawanan dengan fungsi transaktivasi p53. Amplifikasi gen
MDM2 terjadi pada beberapa jenis kanker seperti payudara dan
leukemia. fungsi normal MDM2 adalah membatasi lamanya
“arrest” yang diinduksi oleh p53 (Lodish, et al., 2000).
Aktivitas p53 secara normal dalam kadar rendah karena
mudah didegradasi dan tidak stabil. Kadar p53 yang rendah
tersebut dikontrol oleh MDM2. Pada proses respon kerusakan
DNA dalam ketahanan G1 (pada gambar 3) dapat dijelaskan
sebagai berikut: aktivitas kinase diaktifkan oleh respon kerusakan
DNA akibat stress yang bervariasi (contohnya: panas, iradiasi
UV). Ataxia telangiectasia (ATM) serine kinase teraktivasi
kemudian menggerakkan tiga jalur yang berperan dalam
ketahanan G1: (1) Chk2 difosforilasi kemudian memfosforilasi
Cdc25, dan membuatnya terdegradasi dan menahan aktivasi
CDK2 (enzim yang berikatan dengan siklin E berperan dalam
checkpoint dan siklus sel).(2) jalur kedua, fosforilasi p53 akan
menstabilkannya sehingga p53 teraktivasi mengekspresikan gen
yang mengkode protein yang menyebabakan ketahanan G1,
memicu apoptosis dan perbaikan DNA. (3) jalur ketiga adalah
cara lain untuk mengontrol kelimpahan p53. Protein MDM2
dalam bentuk aktif dapat membentuk kompleks dengan p53,
17
menghambat faktor transkripsi dan menyebabkan ubiquitinasi
dan degradasi oleh proteosom. ATM memfosforilasi MDM2
untuk tidak mengaktifkannya, menyebabkan bertambahnya
stabilisasi p53. Level MDM2 dikontrol oleh P14ARF yang
berikatan dengan MDM2. Gen ini diinduksi oleh level yang
tinggi dari sinyal mitogenik yang secara frekuensi diteliti pada sel
yang membawa mutasi onkogen pada jalur sinyal faktor
pertumbuhan. Gen MDM2 pada manusia secara frekuensi
teramplifikasi pada sarcoma dan mengakibatkan inaktivasi p53
dan P14ARF juga ditemukan termutasi pada beberapa kanker
(Lodish, et al., 2000).
Gambar 2.5 Jalur pada p53 dihubungkan dengan MDM2 Ketika
Terjadi Kerusakan DNA (Lodish, et al., 2000).
Mekanisme inaktivasi gen p53 pada kanker payudara
dapat terjadi melalui 1) mutasi perubahan asam amino pada DNA
binding domain yang mengakibatkan p53 dihalangi dari binding
pada deret DNA spesifik dan mengaktifkan gen didekatnya. 2)
Delesi gen P14ARF sehingga mengakibatkan kegagalan
18
menghambat MDM2 dan menahan degradasi p53 untuk tetap
terkendali 3) Mis-lokasi p53 pada sitoplasma, diluar inti
mengakibatkan kegagalan fungsi p53 (Smith & Fornace,1996).
2.4 Respon Protein p53
2.4.1 Aktivasi Protein p53
Respon seluler yang ditimbulkan oleh p53 terhadap
mutasi atau kerusakan DNA melalui aktivasi p53, induksi
terhadap ketahanan siklus sel, perbaikan DNA dan apoptosis
(Reles, 2001; Bai & Zhu, 2006). Aktivasi dari p53 bergantung
induksinya (stress yang bervariasi dan kerusakan gen). Respon
p53 terhadap stress yang rendah dan tinggi berbeda. Respon p53
akibat stress yang rendah, p53 berperan sebagai “pelindung” yang
menghasilkan ketahanan siklus sel, menghambat pertumbuhan,
perbaikan DNA dan antioksidan. Respon tersebut mampu
mengembalikan sel akibat kerusakan yang diinduksi oleh stress.
Gambar 2.6 Model Mekanisme Protein p53 pada Tumor
(Vousden & Prives, 2009).
Ketika sel menerima stress yang tinggi, maka p53
berperan sebagai “pembunuh” yang menginduksi apoptosis atau
penuaan, mencegah proliferasi sel berlebih. Jika p53 salah
merespon sebagai “pelindung” ketika sel menerima stress tinggi,
19
maka sel tidak dapat diperbaiki, sel tetap mengalami kerusakan
dan berdampak menjadi kanker. Model mekanisme p53 pada
tumor ditunjukkan pada gambar 4.6 (Vousden & Prives, 2009).
Jalur yang berperan dalam perkembangan kanker dan
berhubungan dengan p53 terdiri atas tiga jalur, yaitu jalur AMPK,
PI3K dan mTOR.
1. Jalur AMPK
Protein AMP-kinase teraktivasi (AMPK) merupakan
kompleks kinase protein yang berperan dalam regulasi
homeostasis energi selular, mempertahankan, energi dan viabilitas
selular. AMPK diaktivasi pada keadaan stress seperti kekurangan
energi dan hipoksia. Aktivasi AMPK dapat positif atau negatif
terhadap pertumbuhan tumor tergantung pada konteks p53.
Apabila terdapat p53, AMPK menginduksi titik periksa siklus sel
metabolik yang pada proliferasi sel. Ketika tidak terdapat p53,
dibutuhkan inhibitor progresi tumor lain yang mampu berperan
sebagai pengganti p53 (Maddocks, 2011; Luo, et al., 2011;
Gottlieb, 2010).
Aktivasi AMPK telah dilaporkan dapat menekan proliferasi
pada berbagai tipe sel. Temuan-temuan ini mengindikasikan
bahwa sistem AMPK memainkan peranan penting dalam regulasi
proliferasi sel (Luo, et al., 2011; Fruman, et al., 2008). AMPK
dapat meregulasi berbagai variasi jalur sinyal yang berperan
dalam proliferasi sel (Gambar 4.7). AMPK dapat mempengaruhi
proliferasi sel, termasuk:
Inhibisi ACC yang menyebabkan supresi sintesis asam lemak;
Inhibisi reduktase HMG-CoA yang menyebabkan supresi
sinstesis mevalonat dan produk jalur sintesis kolesterol lainnya.
Inhibisi jalur mTOR sehingga menyebabkan hambatan
terhadap sintesis protein; dan
Inhibisi progresivitas siklus sel dengan aktivasi aksis p53-p21.
Saat ini belum ada data yang menyediakan cukup informasi untuk
menentukan seberapa banyak dan lama aktivasi AMPK dapat
berfungsi untuk menekan sintesis protein, asam lemak dan juga
20
DNA sehingga dibutuhkan studi lanjutan (Luo, et al., 2011;
Fruman, et al., 2008; Zhou, et al., 2009).
Gambar 2.7 Berbagai Jalur dalam Regulasi AMPK yang dapat
Memodulasi Proliferasi Sel (Luo, et al., 2010). Keterangan:
Aktivasi AMPK dapat meregulasi proliferasi sel, tidak hanya dengan
aktivasi aksis p53-p21 dan inhibisi sinyal mTOR, namun juga dengan
penekanan jalur sintesis asam lemak. Pada saat AMPK teraktivasi,
beberapa jalur yang diindikasikan dengan garis titik-titik mengalami
supresi.
2. Jalur PI3K
Phospatidilinositol 3 kinase (PI3K) merupakan jalur yang
mengatur level phospatidil inositol terfosforilasi (PIP3) pada
membran plasma. Aktivasi PI3K terkait faktor pertumbuhan
menyebabkan aktivasi mammalian target of rapamycin (mTOR),
yang mengkoordinasi aktivitas metabolik pendukung biosintesis
selular (Sokolosky, et al., 2011).
3. Jalur mTOR
Mamalian target of rapamycin (mTOR) merupakan jalur
yang berperan dalam sintesis protein dengan mengatur asupan
asam amino, TRNA dan inisiasi translasi. Asam amino akan
21
berperan dalam mTOR sehingga akan mempengaruhi laju sintesis
protein. Jalur mTOR terbagi menjadi dua kompleks protein
berbeda yaitu: TORC1 dan TORC2. TORC1 berperan dalam
menentukan ukuran sel sedangkan TOR2 berperan dalam
mengatur bentuk sel dan sitoskeleton aktin (Wullschleger, 2006;
Luo, et al., 2010).
2.4.2 Induksi Terhadap Ketahanan Siklus Sel
Kemampuan protein p53 untuk menghambat
pertumbuhan sel sangat penting karena berfungsi sebagai penekan
tumor. Inhibisi terhadap siklus sel terjadi apabila timbul blokade
di dalam siklus pembelahan sel. Induksi ketahanan siklus sel oleh
p53 dapat memberikan tambahan waktu bagi sel untuk
memperbaiki kerusakan genom sebelum memasuki tahapan
penting sintesis DNA dan mitosis. Sel-sel yang sebelumnya
tertahan akan dikembalikan ke kondisi proliferasinya melalui
fungsi biokimia p53 yang memfasilitasi perbaikan DNA termasuk
diantaranya nucleotide excision repair (NER) dan base excision
repair (Bai & Zhu, 2006).
2.4.3 Perbaikan DNA dan Apoptosis
Respon p53 melalui perbaikan DNA yang terlibat dalam
koreksi berbagai jenis kerusakan pada DNA tidak bekerja secara
langsung saat mengalami aktivasi. Hal ini karena mutasi pada
gen ini menyebabkan instabilitas genetik sehingga terjadi
akumulasi kerusakan dari semua gen, termasuk gen yang
mengatur pertumbuhan sel. p53 berperan penting dalam
memelihara stabilitas genetik. Mekanismenya masih belum jelas,
tetapi p53 mungkin terlibat pada induksi gen yang meregulasi
Nucleotide excision repair (NER) dari DNA, rekombinasi
kromosomal dan segregasi kromosom (Vogelstein, 2000).
Inaktivasi p53 dapat menimbulkan peningkatan frekuensi mutasi
akibat dari tidak efisiennya NER. NER yang buruk menyebabkan
instabilitas genom. Instabilitas ini dimanifestasikan dengan
amplifikasi gen, aneuplodi, dan aberasi kromosom, berasosiasi
dengan progresi malignansi (Reles, 2001). Induksi gen spesific
ribonucleotide reductase oleh p53 setelah terjadinya kerusakan
22
DNA merupakan bukti lain peran p53 dalam perbaikan DNA
(Vogelstein, 2000).
Protein p53 melakukan modulasi pada sebagian besar
proses perbaikan DNA melalui jalur transaktivasi dependen
maupun independen, sehingga protein p53 berfungsi sebagai
molecular node yang terletak pada persimpangan upstream
signaling cascade dan downstream DNA-repair (Sengupta,
2005). Akumulasi protein p53 menghasilkan transient arrest
pada siklus sel di Gl, sesaat sebelum replikasi DNA, atau di G2,
sesaat sebelum mitosis. Berhentinya pembelahan sel ini
memberikan kesempatan pada sel mengaktivasi sistem perbaikan
DNA enzimatis untuk memperbaiki lesi yang terjadi. Dengan kata
lain, pada sel yang mengekspresikan mutasi p53, pembelahan sel
tidak berhenti walaupun telah terjadi kerusakan DNA (Soussi,
2004).
Salah satu peranan p53 adalah untuk memonitor stress
selular dan menginduksi apoptosis apabila lesi DNA irreversible
atau tidak dapat diperbaiki. Apoptosis merupakan proses
bertingkat yang diregulasi dengan ketat, ditandai dengan
penyusutan sel, kondensasi kromatin, serta fragmentasi sel dan
inti. Dalam perkembanganya apoptosis juga sering disebut dengan
programmed cell death, yang berlangsung terus selama proses
kehidupan dengan maksud untuk menjaga homeostasis jaringan,
yaitu keseimbangan antara proliferasi dengan kematian sel (Bai
& Zhu, 2006; Miettinen, 2009).
Apoptosis merupakan barier utama onkogenesis dan
protein tumor supressor p53 merupakan kunci utama regulasi
apoptosis dan karsinogenesis (Maximov, 2008). Apoptosis
dimediasi oleh dua jalur apoptosis utama, yaitu jalur ekstrinsik
dan intrinsik. Apapun jalur aktivasi yang diinduksi, masing-
masing jalur tersebut menimbulkan aktivasi protease selektif yang
disebut sebagai caspase. Caspase dikenal sebagai eksekutor
apoptosis, merupakan sistein protease selektif yang mengontrol
semua tahap apoptosis. Caspase terdapat di setiap sel sebagai
prekursor tidak aktif yang disebut procaspase. Jalur ekstrinsik
23
dikenal sebagai death receptor pathway dan jalur intrinsik sebagai
mitochondrial pathway. Jalur ekstrinsik dan intrinsik diaktifkan
oleh tumor suppressor protein p53 (Miettinen, 2009). Pada jalur
ekstrinsik terjadi aktivasi caspase 8 untuk menginduksi apoptosis,
sedangkan pada jalur intrinsik terdapat peran protein mitokondria
dalam aktivasi caspase 9 untuk menginduksi apoptosis. Selain itu,
protein p53 dapat mengaktifkan Apaf-1 secara langsung untuk
menginduksi apoptosis (Maximov, 2008).
Menurut Rashmi, et al. (2012) p53 merupakan protein
supresor tumor yang mampu mengaktivasi apoptosis, melalui dua
jalur:
1. Jalur ekstrinsik, melalui induksi gen yang mengkode 3 protein
transmembran, yaitu: Tumor Necrosis Factor receptor 1
(TNFR1), Fas, dan Death Receptor-5 (DR-5). Protein ini akan
mengaktifkan sinyal transduser yang akan mengaktifkan caspase.
p53 menginduksi protein Fas melalui ikatan elemen pada
promotor dan intron, sedangkan p53 akan mengaktifkan DR-5
dan TNFR1 dalam merespon kerusakan DNA dan melalui caspase
8 akan memicu kematian sel.
2. Jalur intrinsik, melalui protein pro-apoptosis: Bax, Noxa,
Puma, Bid dan protein anti-apoptosis: Bcl-XL, Bcl2 yang
berfungsi untuk pengeluaran sitokrom C dari mitokondria.
Mekanisme terjadinya apoptosis ketika terjadi kerusakan
DNA adalah induksi pro-apoptosis, dengan membentuk lubang di
mitokondria melalui pengeluaran sitokrom C dan protein pro-
apoptosis dari permukaan intermembran. Keluarnya sitokrom C
dari mitokondria merupakan mekanisme yang penting dalam
induksi apoptosis sehingga mampu berinteraksi dengan protein
Apoptotic protease activating Factor 1 (Apaf 1). Kompleks
multiprotein antara Apaf 1 dan sitokrom C akan membentuk
apoptosom. Pembentukan apoptosom akan mengaktifkan caspase
9 dan menginduksi apoptosis (Rashmi, et al., 2012).
24
Gambar 2.8 Mekanisme Apoptosis (Rashmi, et al., 2012).
Caspase terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai inisiator: caspase
9, caspase 2, caspase 8 dan caspase 10 dan sebagai efektor yaitu
caspase 3, caspase 6 dan caspase 7. Inisiator caspase berfungsi
untuk merespon perubahan mitokondria dan efektor caspase
berfungsi sebagai aktivasi reseptor kematian dengan target
proenzym sebagai target yang penting untuk ketahanan sel
(Rashmi, et al., 2012).
2.5 Kemoterapi dan Efek Sampingnya
Terapi kanker payudara dapat digolongkan menjadi
pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan terapi hormonal (Jong,
2005). Kemoterapi adalah proses pengobatan dengan
menggunakan obat-obatan yang bertujuan untuk menghancurkan
atau memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker (Noorwati,
2007). Kemoterapi neoadjuvant merupakan kemoterapi
preoperative berdasarkan perawatan sistemik dengan obat
sitotoksik sebelum diinjeksikan ke pasien dengan tumor maligna
25
lokal pada tahap akhir. Kemoterapi neoadjuvant menjadi metode
konvensional untuk mereduksi tahapan dan ukuran tumor primer
(Charfare, 2006). Salah satu contohnya adalah traztuzumab.
Traztuzumab merupakan obat dengan prinsip kerja antibodi
monoklonal yang beraksi pada reseptor HER2/ neu (Human
Epidermal growth factor Receptor) (Hudis, 2007). Traztuzumab
memiliki tingkat toksisitas yang rendah sehingga dapat
diberikan dalam dosis yang cukup tinggi. Kemampuan afinitas
traztuzumab terhadap reseptor HER2 cukup ampuh namun
beberapa pasien pengguna traztuzumab tidak merespon adanya
pengobatan tersebut dan mengalami suatu resistensi. Mekanisme
resistensi ini dimungkinkan karena kekurangan p27Kip
translokasi ke nukleus, yang menyebabkan CDK2 menginduksi
proliferasi suatu sel (Kute, et al., 2004).
Obat lain yang digunakan untuk mengobati kanker
adalah doxorubicin, yaitu antibiotik golongan antrasiklin yang
banyak digunakan untuk terapi berbagai macam jenis kanker
seperti leukemia akut, kanker payudara, kanker tulang dan
ovarium (Childs, et al., 2002). Senyawa ini diisolasi dari
Streptomyces peucetius var caesius pada tahun 1960-an dan
digunakan secara luas (Minotti, et al., 2004). Antibiotik
antrasiklin seperti doxorubicin memiliki mekanisme aksi
sitotoksik melalui empat mekanisme yaitu: (1) penghambatan
topoisomerase II, yaitu suatu enzim tergantung ATP yang
bekerja mengikat DNA dan menyebabkan double-strand break
pada ujung 3′fosfat sehingga memungkinkan penukaran strand
dan pelurusan DNA. Pelurusan strand ini diikuti dengan
penyambungan strand DNA oleh topoisomerase II.
Topoisomerase ini sangat penting fungsinya dalam replikasi dan
perbaikan DNA (Gewirtz, 1999; Minotti et al., 2004). (2)
interkalasi DNA sehingga mengakibatkan penghambatan
sintesis DNA dan RNA dan mempengaruhi transkripsi dan
replikasi (Gewirtz, 1999; Minotti, et al., 2004). (3) pengikatan
membran sel yang menyebabkan aliran dan transpor ion (4)
pembentukan radikal bebas semiquinon dan radikal bebas
26
oksigen melalui proses yang tergantung besi dan proses reduktif
yang diperantarai enzim. Mekanisme radikal bebas ini telah
diketahui bertanggungjawab pada kardiotoksisitas akibat
antibiotik antrasiklin (Bruton, et al., 2005).
Gambar 2.9 Struktur Doxorubicin (Anonim6, 2015).
Doxorubicin dapat menyebabkan kardiotoksisitas pada
penggunaan jangka panjang, sehingga penggunaannya secara
klinis menjadi terbatas. Efek samping pada pemakaian kronisnya
bersifat irreversibel, termasuk terbentuknya cardiomyopathy dan
kegagalan jantung (Han, et al., 2008). Terjadinya
cardiomyopathy pada pemakaian doxorubicin kemungkinan juga
terjadi akibat peningkatan produksi oksidan di jantung.
Mitokondria diperkirakan merupakan target utama
kardiotoksisitas akibat doxorubicin. Elektron tunggal di
mitokondria ditransfer ke doxorubicin sehingga menyebabkan
peningkatan pembentukan radikal oksigen melalui autooksidasi
doxorubicin semiquinon (Bruton, et al., 2005). Mekanisme
toksisitas doxorubicin telah banyak diketahui. Toksisitas kronis
doxorubicin kemungkinan diperantarai oleh konversi metabolik
doxorubicin menjadi doxorubicinol yang melibatkan berbagai
enzim antara lain karbonil reduktase. Mekanisme utama toksisitas
doxorubicinol terjadi karena interaksinya dengan besi dan
pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang merusak
makromolekul sel (Minotti et al, 2004). Doxorubicin umumnya
27
digunakan dalam bentuk kombinasi dengan agen antikanker
lainnya seperti siklofosfamid dan cisplatin. Peningkatan respon
klinis dan pengurangan efek samping cenderung lebih baik pada
penggunaan kombinasi dengan agen lain dibandingkan
penggunaan doxorubicin tunggal (Bruton, et al., 2005).
Kemoterapi memiliki efek samping karena obat-obat
kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga
menyerang sel-sel sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan
cepat (Noorwati, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Love, et.
al (1989) menunjukkan bahwa persentase pasien yang mengalami
efek samping dari kemoterapi yang dijalaninya yaitu kerontokan
rambut sebanyak 89%, mual 87%, lelah 86%, muntah 54%,
gangguan tidur 46%, peningkatan berat badan 45%, sariawan
44%, kesemutan 42%, gangguan pada mata 38%, diare 37%,
konstipasi 19 %, kemerahan pada kulit 18% dan penurunan berat
badan 13%.
Efek samping kemoterapi bervariasi tergantung regimen
kemoterapi yang diberikan. Efek samping yang dapat terjadi
akibat kemoterapi berbasis antrasiklin (adriamisin/doxorubicin)
dikelompokkan menjadi mual, muntah, diare, stomatitis, alopesia,
rentan terinfeksi, trombositopenia, neuropati, dan myalgia
(Partridge, et al., 2001). Salah satu efek samping yang sering
ditemukan akibat kemoterapi adalah alopesia (kehilangan
rambut). Penelitian yang dilakukan oleh Kiebert, et al.(1990)
menunjukkan bahwa lebih dari 80% wanita yang menjalani
kemoterapi mengatakan bahwa alopesia (kerontokan rambut)
merupakan aspek paling traumatik dari kemoterapi yang
dijalaninya dan 8% pasien bahkan berhenti dari kemoterapi
karena ketakutannya akan mengalami alopesia (Botchkarev,
2003). Efek samping penggunaan doxorubicin juga
mengakibatkan resistensi obat. Mekanisme yang menyebabkan
resistensi doxorubicin adalah adanya overekspresi PgP yang
menyebabkan doxorubicin dipompa keluar sel dan konsentrasi
doxorubicin dalam sel turun (Bruton, et al., 2005).
28
2.6 Spons Cinachyrella anomala
Spons merupakan hewan akuatik yang melekat pada
substrat dan mampu memakan partikel makanan yang telah
disaring melalui kanal pada tubuhnya (filter feeder) (De Goeij, et
al., 2008). Spons merupakan organisme sederhana sel
terspesialisasi sesuai fungsinya namun belum membentuk
jaringan atau organ. Semua spons memiliki kulit dari sel datar
atau bentuk T yang disebut pinakosit sebagai penutup terluar dari
spons, ruang (chamber) dan kanal. Jarak antara kanal dan ruang
terisi oleh matriks kolagen, yang dsebut mesohil yang
mengandung sel individu, mendukung serat dan struktur skeleton
(De Vos, et al., 19911981 dalam Van Soest, 2012). Skeleton
dibentuk oleh silika atau elemen kapur (spikula) dan atau serat
kolagen (spongin) (Hentschel, 2003; Taylor, 2007).
Keanekaragaman yang besar dari organisme simbiotik dapat
hidup pada tubuh spons, misalnya: polychaetes, hydrozoa dan
ikan (Westinga & Hoetjes, 1981 dalam Van Soest, 2012).
Spons adalah komponen biota laut yang memiliki potensi
bioaktif yang belum sepenuhnya dieksplorasi. Senyawa aktif
Gambar 2.10 A. Karakteristik Spons Laut Cinachyrella sp.
dibawah batu, B. Penampang Cinachyrella sp. dilihat dari
bawah (Nurhayati, et al., 2014).
29
tersebut memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman darat (Thakur & Muller, 2004). Jenis porifera
yang hidup di laut dangkal ini merupakan sumber metabolit
sekunder yang tinggi dengan struktur unik, yang tidak ditemukan
pada organisme darat (Haufner, 2003).
Spons sebagai salah satu sumber penemuan senyawa-
senyawa baru dari laut telah diketahui memiliki kandungan
senyawa bioaktif yang paling luas dan paling banyak mendapat
perhatian para peneliti dibandingkan invertebrata laut lainnya
yang telah diteliti. Menurut Jha & Zi-Rong (2004), spons
merupakan kontributor terbesar senyawa bioaktif dari laut jika
dibandingkan dengan biota laut lainnya yaitu 37%, disusul
coelenterata (21%), mikroorganisme (18%), alga (9%),
echinodermata dan tunikata masing-masing 6%, moluska (2%)
dan bryozoa (1%). Spons merupakan biota sesil, sehingga tidak
dapat menghindari serangan predator dengan berpindah tempat
sehingga spons mempunyai mekanisme pertahanan ssecara
kimiawi. Mekanisme pertahanan kimiawi dilakukan dengan cara
menghasilkan senyawa bioaktif. Beberapa senyawa bioaktif ini
bersifat antivirus, antijamur, antimikroba, antiinflamasi,
antitumor, dan sitotoksik (Joseph & Sujatha, 2011).
Senyawa bioaktif spons dihasilkan dari metabolisme
yaitu suatu proses perubahan senyawa yang satu menjadi
senyawa lain. Hasil metabolisme tersebut disebut metabolit.
Metabolit diklasifikasikan menjadi dua, yaitu metabolit primer
dan metabolit sekunder. Metabolit primer yang dibentuk dalam
jumlah terbatas dan penting untuk pertumbuhannya, sedangkan
metabolit sekunder tidak digunakan untuk pertumbuhan dan
dibentuk dari metabolit primer pada kondisi stress. Contoh
metabolit sekunder adalah alkaloid, fenol, flavonoid dan
sebagainya (Djide, et al., 2007). C. anomala merupakan salah
satu spons laut yang memiliki senyawa bioaktif alkaloid.
Senyawa alkaloid tersebut memiliki potensi farmakologis. Jenis
spons ini umumnya melimpah dan belum banyak diteliti
manfaatnya (Faulkner, 2001).
30
Klasifikasi dari C. anomala menurut Cardenas (2015)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Tetractinellida
Famili : Tetillidae
Genus : Cinachyrella
Spesies : C. anomala
Komponen alkaloid dari C.anomala telah diisolasi dan
diidentifikasi dari kelompok derivat cinachyramine dengan
formula molekular dan nama struktur 4,9
triazatricyclo[7,3,1,0]trideca-3,5(13),10-trien-8-ol atau SA2014
(Nurhayati, et al.,2014).
Gambar 2.11 Struktur Kimia Senyawa dari Spons Laut C.
anomala dengan Rumus Molekul C10H13N3O dan Nama Struktur
yaitu 1,4,9-triazatricyclo[7,3,1,0]trideca-3,5(13),10-trien-8-ol
(SA2014).
2.7 Simbiosis Spons dan Mikroba
Pembentukan metabolit sekunder diatur oleh nutrisi,
penurunan kecepatan pertumbuhan, feedback control, inaktivasi
31
enzim dan induksi enzim. Keterbatasan nutrisi dan penurunan
kecepatan pertumbuhan akan menghasilkan sinyal yang memiliki
efek regulasi sehingga menyebabkan diferensiasi kimia (metabolit
sekunder) dan diferensiasi morfologi (morfogenesis) (Demain,
1998 dalam Nofiani, 2008). Sinyal ini adalah suatu induser
dengan berat molekul rendah yang bekerja sebagai kontrol
negatif, sehingga pada keadaan normal (pertumbuhan cepat dan
cukup nutrisi) mencegah pembentukan metabolit sekunder dan
morfogenesis. Jalur metabolit sekunder belum banyak dimengerti
(Nofiani, 2008).
Hasil eksplorasi metabolit sekunder selama ini
menunjukkan bahwa bakteri laut merupakan salah satu sumber
potensial metabolit sekunder. Berdasarkan cara hidupnya, bakteri
penghasil metabolit sekunder dapat berasal dari bakteri yang
hidup bebas, bakteri laut yang terdapat pada sedimen, bakteri
yang berasosiasi dengan alga maupun invertebrate (Burgess, et
al., 1999). Bakteri yang hidup berikatan dengan partikel tertentu
menghasilkan lima sampai sepuluh kali lebih tinggi dibanding
dengan bakteri yang hidup bebas (Long, 2001).
Simbiosis antara mikroba dengan invertebrata menjadi
suatu aturan yang digunakan mikroba dalam menghasilkan jenis
metabolit sekunder yang akan dihasilkan (Thakur, et al., 2003).
Umumnya jenis metabolit sekunder yang dihasilkan mikroba
dimanfaatkan oleh invertebrata laut untuk melawan serangan
makhluk hidup lain. Simbiosis yang menghasilkan metabolit
sekunder dapat dipicu karena adanya halangan biotik. Model yang
digunakan untuk menjelaskan konsep ini adalah simbiosis bakteri
dengan spons pada gambar berikut (Muller, et al., 2004).
32
Gambar 2.12. Model Produksi Metabolit Sekunder melalui
Simbiosis Spons dengan Mikroba (Muller, et al., 2004). Keterangan: 1. Sel inang (spons) mensintesis senyawa bioaktif untuk
melengkapi perlindungan melawan serangan mikroba/eukariot; 2.
Mikroba berasosiasi dengan spons menghasilkan suatu metabolit
sekunder yang berperan dalam sistem pertahanan spons; 3. Perlindungan
dengan sistem imun; 4. Perlindungan tidak langsung; 5. Simbiosis
bakteri atau fungi menghasilkan metabolit sekunder.
Mula-mula sel inang (spons) mensintesis metabolit
sekunder untuk melengkapi perlindungan melawan serangan
mikroba atau eukariot (perlindungan langsung pertama), contoh
senyawa asetilenat. Spons juga mampu menghasilkan metabolit
sekunder berupa protein yang dapat menahan pertumbuhan
bakteri (perlindungan dengan sistem imun), contohnya adalah
perforin (Thakur, et al, 2003) dan tachylectin (Schroder, et al,
2003). Secara fungsional, senyawa ini beraksi sebagai molekul
pertahanan. Akibat adanya interaksi metabolit sekunder yang
dihasilkan dengan bakteri yang berasosiasi dengan spons
menyebabkan kemungkinan bakteri terinduksi untuk
menghasilkan suatu metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang
dihasilkan memiliki bermacam-macam fungsi, misalnya berfungsi
dalam sistem pertahanan sekaligus pengaktivasi jalur penting
33
untuk pertahanan diri (aktivator metabolit). Contoh metabolit
sekunder bakteri adalah asam okadaat (okadaic acid) yang
dihasilkan oleh bakteri dalam spons Suberites domuncula. Asam
okadaat berperan sebagai molekul pertahanan melawan serangan
metazoa asing dan secara simultan merupakan modulasi positif
jalur ini untuk memperbesar respon imun sel inang (Wiens et al,
2003). Bakteri yang hidup pada permukaan sel inang spons
menghasilkan metabolit sekunder spesifik untuk melawan bakteri
tertentu (perlindungan tidak langsung), contoh senyawa
antifouling (Thakur, et al., 2003) dan senyawa tribromophenol
(Claire, et al., 1999).
2.8 Docking molekuler
Studi komputasi dikenal dengan terminologi in silico
merupakan analog in vivo dan in vitro yang menggunakan
aplikasi komputer sehingga waktu dan biaya menjadi lebih
efisien (Quinion, 2011; Kroemer, 2003). Terminologi in silico
diantaranya dikenal sebagai penapisan virtual. Penapisan/
penambatan senyawa biologis terhadap milyaran senyawa masih
sulit dilakukan, sehingga pendekatan senyawa secara virtual
menjadi alternatif. Metode ini relatif lebih cepat dan mampu
menangani ribuan senyawa dalam waktu yang lebih cepat dan
bergantung pada senyawa yang diuji serta kecepatan computer.
Penapisan virtual telah mencapai status sebagai teknologi yang
dinamis dan menguntungkan dalam penemuan senyawa obat
(Schoichet, 2004; Schapira, et al., 2003).
34
Gambar 2.13 Filosofi Docking
Prediksi struktur kompleks ligan dengan protein, yang
disebut docking protein-ligan dibutuhkan pada proses
pengembangan obat. Tujuan docking adalah menemukan
konformasi energi ligan rendah di situs pengikatan protein yang
sesuai. Docking molekuler akan menghasilkan skor yang
menggambarkan energi total ikatan protein ligan. Perbandingan
skor suatu senyawa dengan senyawa lainnya dapat menjelaskan
suatu senyawa bersifat poten atau tidak. Makin kecil suatu hasil
docking berarti kompleks protein- ligan makin stabil sehingga
senyawa makin poten. Visualisasi dibutuhkan untuk mengetahui
asam amino yang berperan dalam menjaga stabilitas senyawa
tersebut pada reseptornya (Purnomo, 2011). Jika target telah
diketahui, algoritma docking dapat digunakan untuk
menempatkan kandidat obat ke dalam sisi aktif dari target seperti
enzim atau reseptor. Kemudian interaksi senyawa-senyawa yang
telah diikatkan kemudian diurutkan berdasarkan hasil analisis
secara komputasi (Barnard & Drowns, 1998; Bender & Glen,
2005; Kurumbail, et al.,1996).
Docking molekuler atau penambatan molekul adalah
metode komputasi yang bertujuan meniru peristiwa interaksi
suatu molekul ligan dengan protein yang menjadi targetnya pada
uji in-vitro (Motiejunas & Wade, 2006). Molekul ligan dan situs
Gambar 2.9 Filosofi docking
35
tambat proteinnya yang cocok adalah spesifik, seperti kecocokan
lubang kunci dengan anak kuncinya (lock-and-key) (Motiejunas
& Wade, 2006). Situs aktif atau situs tambat mendesak
(menginduksi) pengubahan konformasi ligan untuk menuju
kecocokan ini (Foloppe & Chen, 2009; Motiejunas & Wade,
2006).
Docking molekuler bermanfaat karena digunakan untuk
penemuan obat dan pada satu target protein dengan jutaan obat
memungkinkan untuk diteliti. Keuntungan docking adalah
menghemat waktu, biaya, dan dapat digunakan untuk
memprediksi aktivitas senyawa untuk pengobatan (Knapp, 2012).
Protein ligan atau protein konformasi didapatkan secara
in-silico dan dibandingkan dengan struktur yang didapatkan dari
crystallography sinar X atau spektroskopi NMR (Nuclear
Magnetic Resonance) yang disimpan dalam Protein Data Bank
(PDB) (Marshall, 1987).
Program docking terdiri atas 2 bagian, yaitu docking
algorithms dan scoring function. Docking algoritms berfungsi
untuk mencari orientasi / konformasi ligan dan reseptor sehingga
didapat konformasi yang paling stabil. Gugus fungsional ligan
akan berinteraksi dengan residu asam amino reseptor dan
membentuk ikatan. Ikatan ini akan dihitung dan diranking dengan
scoring function (Tegar & Purnomo, 2013).
Docking terdiri atas dua jenis, yaitu: blind docking dan
oriented docking. Blind docking merupakan proses docking tanpa
mengetahui posisi sisi aktif enzim kemudian pada grid box yang
ditentukan tidak spesifik tetapi diaplikasikan ke area enzim.
Oriented docking merupakan jenis docking dengan target sisi
aktif enzim dan grid box yang ditentukan spesifik. Parameter grid
box dibutuhkan untuk mendeskripsikan area proses docking
(Tambunan, et al., 2011).
36
Gambar 2.14 Penambatan Molekul (Santoyo, et al., 2013).
2.9 Docking PLANTS
Docking PLANTS (Protein-Ligand Ant System)
merupakan suatu metode penambatan molekul berdasarkan
software PLANTS dengan optimasi koloni semut ACO (Ant
Colony Optimization). ACO terinspirasi oleh perilaku semut
nyata menemukan jalan terpendek antara sarang dan sumber
makanan. Semut menggunakan komunikasi langsung dalam
bentuk jalur feromon yang menandai jalur antara sarang dan
sumber makanan. Kasus docking protein-ligan, sebuah koloni
semut buatan digunakan untuk menemukan konformasi energi
minimum ligan di situs yang mengikat. Semut ini digunakan
untuk meniru perilaku semut nyata dan menandai ligan
konformasi energi rendah melalui jalur feromon. Informasi jejak
feromon buatan yang diubah dalam pengulangan (iterasi)
berikutnya digunakan untuk menghasilkan konformasi energi
rendah (Purnomo, 2011).
PLANTS adalah program aplikasi docking molekuler
gratis yang diketahui memiliki kualitas seperti GOLD (aplikasi
docking molekuler yang berbayar). PLANTS memiliki banyak
kelebihan seperti gratis, software ini sederhana dan mudah
diaplikasikan. Kekurangannya adalah PLANTS tidak
menyediakan fungsi preparasi database protein, ligan, dan
visualisasi. PLANTS tidak memiliki aplikasi untuk Windows
sehingga hanya dapat digunakan untuk LINUX. Jika pengguna
Windows ingin memakai PLANTS, dapat menggunakan bantuan
37
Co-Pendrivelinux-KDE yaitu software untuk hibridisasi LINUX
dalam Windows, YASARA digunakan untuk preparasi protein
dan visualisasi asam amino, Marvinsketch ChemAxon digunakan
untuk preparasi database ligan dan Visual Molecular Dinamic
(VMD) digunakan untuk mengetahui jarak ikatan ligan dan
protein (Purnomo, 2011).
39
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai April
2016 di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya dan Laboratorium Kimia
Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah prosesor :
Pentium(R) Dual Core Acer sistem operasi Windows 8.1 RAM
1GB, jaringan internet, software PLANTS (Protein Ligand ANT
System) (http://www.tcd.uni konstanz.de/research/plants.php)
melalui Co-Pendrivelinux KDE (http://www. pendrivelinux.
com), YASARA (http://www.yasara.org), MarvinSketch
ChemAxon (http://www.chemaxon.com), MarvinSpace dan Visual
Molecular Dinamic (VMD) (Purnomo, 2011). Bahan yang
digunakan pada penelitian ini adalah database protein p53,
struktur kimia senyawa alkaloid SA2014 dan doxorubicin.
Beberapa sumber data antara lain: Protein Data Bank (PDB),
database Drug bank, dan NCBI.
3.3 Metode yang Digunakan
3.3.1 Pengambilan Data
Data struktur protein target (p53) dengan kode spesifik
yaitu 1YCR dan Doxorubicin, dengan kode 3NS9 diambil melalui
Protein Data Bank (PDB). Protein Data Bank merupakan tempat
penyimpanan dunia untuk proses dan distribusi 3D data struktur
biomolekuler biologi. Struktur protein didownload dari situs
dengan kata kunci spesifik (Berman et.al, 2000). Database Drug
bank merupakan sumber bioinformatika dan informasi kimia yang
dikombinasikan dengan obat, misalnya data farmakologi dengan
target obat (informasi struktur, sekuens dan jalur) (Wishart,
2006). Protein target yang digunakan adalah p53 yang akan di-
40
docking-kan dengan ligan (target obat) yaitu senyawa alkaloid
SA2014 dan doxorubicin.
3.3.2 Docking Molekuler
3.3.2.1 Preparasi Database Protein
Penelitian docking molekuler yang akan dilakukan adalah
protokol docking PLANTS (Purnomo, 2011). Protokol yang
dikembangkan pada penelitian adalah protokol docking untuk
memprediksi posisi dan interaksi senyawa alkaloid SA2014 dari
spons C. anomala, sebuah senyawa metabolit sekunder sebagai
antikanker dengan target protein p53. Hasil docking tersebut
akan dibandingkan dengan doxorubicin sebagai obat terapi.
Preparasi database protein target dilakukan dengan
menggunakan YASARA, yaitu berkas protein dalam format
#.pdb, kemudian dihapus salah satu rantai protein untuk
meminimisasi wilayah docking, dilanjutkan dengan menghapus
bagian dari sistem yang tidak diperlukan dalam protokol docking
(dibutuhkan hanya satu protein, termasuk air jika esensial dan
satu ligan). Hidrogen ditambahkan ke dalam sistem dengan
bantuan YASARA sebab resolusi struktur kristal tidak mampu
memprediksi keberadaan hidrogen (Edit > Add> Hydrogens to:
all). Simpan file sebagai YASARA Object ( File> Save as>
YASARA Object). Ligan asli di hapus sehingga hanya
menyisakan protein target saja dengan pocket untuk docking (Edit
> Delete > Residue). Hasilnya disimpan dalam bentuk berkas
protein.mol2 (File > Save as > Other format). Koordinat pocket
dapat diketahui dengan merujuk pada koordinat ligan 3D asli,
sehingga dibutuhkan file mol2 yang berisi ligan asli. Ketik File >
New dan klik “Yes”. Buka File > Yasara Object lalu pilih Edit >
Delete > Residue). Pilih nama SA2014, atau Belongs to or has
All, opsi "negate name" diaktifkan kemudian klik “OK". Hasil
disimpan sebagai ref_ligand.mol2. Preparasi protein docking ini
yang akan digunakan sebagai protokol docking untuk pe-napisan
virtual p53 (Purnomo, 2011).
41
3.3.2.2 Preparasi Database ligan
Pemodelan molekul senyawa antikanker dari bahan alam
dilakukan dengan menggambar struktur sampel. Data struktur
sampel dari bahan alam digambar dengan mengunakan
MarvinSketch (disimpan dalam format file ligand_2D.mrv).
Kemudian protonasi senyawa dicek pada pH = 7.4 ( Tools>
protonation > Major microspecies lalu klik “ OK” pada jendela
yang baru terbuka. Klik kanan dijendela yang memunculkan
major species pilih “ Save as” dan disimpan di C:/ docking_plants
sebagai ligand_2D.mrv lalu ditutup jendela marvinSketch.
Jendela marvinSketch yang baru dibuka (File>
Open…ligand_2D.mrv lalu konformasi dicari (Tools>
Conformation> Conformers) dan klik “OK” untuk diperlihatkan
dalam bentuk 3-dimensi, kemudian berkas disimpan dalam
bentuk mol2 (Purnomo, 2011).
3.3.2.3 Input File Konfigurasi
Langkah input file konfigurasi yaitu hasil peparasi
protein, ligan dan file konfigurasi dipersiapkan lalu pendrivelinux
dibuka dan di salin file yang dibutuhkan. Pada pendrivelinux
yang telah dijalankan, binding site center dan binding site radius
akan diketahui. Kemudian beberapa tipe atom yang tidak dapat
dikenali perlu diperbaiki. Secara manual dengan cara dihapus
salah satu atom dan diganti, lalu diperbaiki file plantsconfig
dengan mengganti binding site definition (Purnomo, 2011).
3.3.2.4 Simulasi Program Docking PLANTS
Simulasi peogram docking dilakukan dengan cara
pendrivelinux dijalankan, ditunggu prosesnya hingga selesai
kemudian konformasi 10 hasil docking terbaik akan didapat.
Konformasi dipilih dengan hasil skor terendah, lalu file dicopy ke
C:/docking_plants (Purnomo, 2011).
3.3.2.5 Evaluasi dan Interpretasi Hasil
Manual folder results akan dihasilkan yaitu 10 input
konformasi. Konformasi hasil dengan skor terendah dipilih.
YASARA dijalankan lalu ligan dan hasil docking disalin ke
C:/docking_plants ke YASARA. Hasil docking dengan referensi
42
hasil eksperimen dihitung dengan RMSD (Root Mean Square
Distances) dengan cara Analyze > RMSD of > Molecules.
Perhitungan RMSD dilakukan untuk evaluasi validasi. RMSD
merupakan pengukuran dua pose dengan membandingkan posisi
atom hasil docking dibandingkan dengan referensinya (Hawkinset
et.al, 2008). Nilai RMSD < 2,0 Å biasanya digunakan sebagai
kriteria kesuksesan metode docking (Jain & Nicholls, 2008;
Moitessier, et.al, 2008). Apabila nilainya kurang dari 2Ǻ, maka
dapat digunakan sebagai protokol docking untuk skrining virtual
sampel berikutnya. Semakin kecil nilai RMSD menunjukkan
bahwa pose/ikatan ligan yang diprediksi semakin baik karena
semakin mendekati konformasi native. Formula RMSD adalah:
Keterangan:
N - nomor atom
δi -jarak antara dua atom i berdasarkan dua struktur
unit RMSD : Ångstrom
Gambar 3.1 Hasil docking yang benar dan salah. Hasil docking
dinyatakan benar jika protein dan ligan terinduksi sempurna (kiri)
sedangkan hasil docking dinyatakan salah jika protein dan ligan
tidak terinduksi sempurna (Knapp, 2012).
43
File hasil docking dicopy dan disimpan didalam format PDB
untuk dilakukan visualisasi.
3.3.3 Visualisasi Hasil Docking
3.3.3.1 Visualisasi Asam Amino menggunakan YASARA
Software YASARA dapat digunakan untuk preparasi
protein dan visualisasi asam amino anatara ligan dan protein.
Langkah yang dilakukan yaituprogram YASARA dibuka lalu klik
File > Load > PDB File > Cari PDB yang akan dibuka, missal
1YCR_SA2014 lalu klik OK. Klik F6, lalu klik kiri pada
1YCR_SA2014 > Klik molekul baris ke 3 > klik non > klik
kanasn> stick. Untuk mengetahui aam amino sorot kursor dilayar
bagian bawah. Klik Effect > label > residu > kemudian klik non 0
pada Sequence > Unk pada Name > All pada Belong to or has >
centang Negate Name > oke > set label color [tercentang residu
name dan residu number] lalu pilih warna putih dan klik OK.
Klik kiri untuk memutar gambar, klik kanan untuk mengatur jarak
jauh dan dekat gambar,sehingga dapat diketahui asam amino
disekitar ligan yang didockingkan.
3.3.3.2 Visualisasi Jarak Ikatan Ligan dan Protein
menggunakan VMD
Visualisasi jarak ikatan ligan dan protein menggunakan
software Visual Molecular Dinamic (VMD). Langkah yang
dilakukan yaitu program VMD diinstal dan ditunggu prosesnya
hingga selesai. Program VMD dijalankan lalu klik File-New
molecule, kemudian klik Browse untuk mencari file PDB yang
akan divisualisasi. Klik “Load” dan tutup (klik X) pada Molecule
File Browser. Klik Graphic Representative > Create Rep lalu klik
dua kali pada Line Name All baris pertama. Pada “selected atom
“ganti “All” dengan “resname UNK”. Pada software ini senyawa
dikenal sebagai UNK atau non; untuk mengetahui klik Selection
> klik resname, sehingga di kolom “Value” akan tampak UNK
atau non. Klik Line Name all baris ke 2 dan pada Selected Atom
ditulis dengan [same residue as within 4 of resname UNK]. Untuk
44
mengganti tampilan “resname UNK” agar berbeda dengan
protein, klik Draw style > Drawing Method > Bonds.
Langkah- langkah yang dilakukan untuk melihat ikatan
hydrogen pada ikatan antara protein dan ligan adalah klik mause
> labels > bond 2 kemudian dilihat dilayar terdapat tanda +
[pertanda software sudah dapat digunakan]. Layar tampilan
dibesarkan denagn menggeser mouse tengah sehingga diketahui
ketiga asam amino yang berperan pada ikatan protein dan ligan.
Software VMD dapat digunakan untuk mengetahui jarak ikatan
tersebut.
3.3.4 Rancangan Penelitian dan Analisa Data
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan
bioinformatika menggunakan analisis docking molekuler ligan
terhadap protein. Penelitian ini bersifat deskriptif. Analisis data
dilakukan dengan nilai skoring. Molekul dengan nilai skoring
terendah menunjukkan afinitas kestabilan yang baik, setelah itu
visualisasi interaksi menggunakan YASARA. Visualisasi
interaksi untuk mengetahui asam amino disekitar ligan yang
didockingkan. Hasil yang diperoleh akan dikaitkan dengan
aktivitas obat pada protein target p53 pada kanker payudara
T47D.
Tabel 1.2 Nilai dari skor docking
Konformasi SA2014 doxorubicin
entry_00001_conf_01
entry_00002_conf_01
entry_00003_conf_01
entry_00004_conf_01
entry_00005_conf_01
entry_00006_conf_01
entry_00007_conf_01
entry_00008_conf_01
entry_00009_conf_01
entry_000010_conf_01
45
Tabel 1.3 Hasil Seleksi Skor Docking
Ligan Skor docking terhadap p53
SA2014
Doxorubicin Keterangan: Ligan [SA2014] = struktur senyawa1,4,9-
triazatricyclo[7,3,1,0]trideca-3,5(13),10-trien-8-ol spons laut C.
anomala, doxorubicin= obat anti kanker.
Hasil visualisasi docking akan ditunjukkan melalui asam
amino yang berperan pada ikatan antara ligan dan protein target
(gambar 3.2) misalnya LYS 129 adalah kode asam amino lisin
nomor 129 dan ILE 192 adalah kode asam amino ileusin nomor
192 yang berperan dalam ikatan reseptor dan protein targetnya.
Gambar 3.2 Contoh Hasil Visualisasi Docking (Nurhayati, et al.,
2015).
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Struktur Protein Target
Protein p53 yang berikatan dengan Murine Double
Minute 2 (MDM2) telah digunakan sebagai target terapi dalam
kanker payudara. Struktur tiga dimensi protein p53 didapatkan
dari kode PDB : 1YCR berdasarkan kristalografi sinar X dengan
resolusi 2.6 Å .
Gambar 4.1 Struktur Tiga Dimensi MDM2 Berikatan dengan
Domain Transaktivasi pada Protein p53
(http://www.rcsb.org/pdb). Keterangan: a. MDM2; b. Domain
Transaktivasi p53.
p53 merupakan protein supresor tumor sebagai master
regulator pada jalur sinyal yang bervariasi. Peran protein p53
sebagai supresor tumor termasuk kemampuan untuk menahan
siklus sel, perbaikan DNA, dan apoptosis. Aktivitas protein p53
sebagai supresor tumor akan terganggu jika terjadi mutasi baik
pada p53 maupun MDM2. Onkoprotein MDM2 merupakan
regulator negatif yang mengatur aktivitas p53 dengan
menghambat secara langsung aktivitas transkripsi p53. Aktivitas
a
b
48
protein p53 dapat distabilkan melalui penghambatan interaksi
antara p53 dan MDM2 (Leao, et al., 2013).
4.2 Hasil Docking Ligan dan Protein Target
Docking molekuler dilakukan untuk memprediksi kemungkinan aktivitas yang terjadi antara ligan dengan protein
target. Salah satu mekanisme molekuler antikanker adalah dengan
menghambat aktivasi protein p53 yang berikatan dengan MDM2
yang berperan dalam proliferasi sel kanker.
Penelitian ini menggunakan metode docking molekuler
melalui software Protein Ligand Ant System (PLANTS) untuk
mengetahui skor docking, Co-Pendrivelinux KDE untuk
hibridisasi LINUX dalam Windows, YASARA untuk preparasi
protein dan visualisasi hasil docking, Marvinsketch untuk
preparasi ligan dan Visual Molecular Dinamic (VMD) untuk
analisa jarak antara ligan dan protein. Database protein p53
didapatkan dari Protein Data Bank (PDB) dan database
doxorubicin didapatkan dari Drug Bank. Berdasarkan penelitian, hasil docking antara ligan dan
protein target p53 didapatkan 10 hasil konformasi nilai terbaik.
Hasil docking menunjukkan bahwa senyawa alkaloid SA2014
memiliki skor docking sebesar -52.0728 pada konformasi ke 6
lebih stabil dibandingkan dengan skor doxorubicin sebesar
-50.6343 pada konformasi ke 8. Penghambatan molekul p53
berikatan dengan MDM2 oleh senyawa alkaloid SA2014 akan
menghasilkan respon biologis berupa efek penghambatan
proliferasi (antiproliferasi) yang dapat diprediksi melalui skor
yang didapatkan dari hasil docking. Skor merupakan parameter
kekuatan afinitas pengikatan ligan uji terhadap reseptor. Semakin
stabil interaksi ligan-protein dicerminkan dengan semakin
rendahnya skor (minus) (Purnomo, 2011). Sehingga senyawa
SA2014 memiliki aktivitas antikanker terhadap protein p53 yang
berikatan dengan MDM2 pada kanker payudara T47D melalui
docking molekuler.
Perbandingan skor suatu senyawa dengan senyawa
lainnya dapat menjelaskan suatu senyawa bersifat poten atau
49
tidak. Makin kecil suatu hasil docking berarti kompleks protein-
ligan makin stabil sehingga senyawa makin poten. Visualisasi
dibutuhkan untuk mengetahui asam amino yang berperan dalam
menjaga stabilitas senyawa tersebut pada reseptornya (Purnomo,
2011). Nilai skor docking dicantumkan dalam tabel 1.4 dan 1.5.
Tabel 1.4 Hasil dari Skor Docking Ligan dan Protein p53
Konformasi SA2014 Doxorubicin
entry_00001_conf_01 -51.8614 -49.9983
entry_00002_conf_01 -51.8600 -49.1915
entry_00003_conf_01 -51.7016 -49.5867
entry_00004_conf_01 -51.6456 -47.5193
entry_00005_conf_01 -50.7724 -49.1704
entry_00006_conf_01 -52.0728 -49.9439
entry_00007_conf_01 -52.0493 -50.4389
entry_00008_conf_01 -52.0076 -50.6343
entry_00009_conf_01 -51.2384 -49.9637
entry_000010_conf_01 -51.2131 -50.1500
Tabel 1.5 Hasil Seleksi Docking Ligan dan Protein p53
Ligan Skor docking terhadap p53
SA2014 -52.0728
Doxorubicin -50.6343 Keterangan: Ligan SA2014 = struktur senyawa1,4,9-
triazatricyclo[7,3,1,0]trideca-3,5(13),10-trien-8-ol spons laut C.
anomala, doxorubicin= obat anti kanker.
4.3 Validasi Hasil Docking Ligan dan Protein Target
Hasil penyimpangan kuadrat rata - rata akar atau Root
Mean Square Deviation (RMSD) berat atom senyawa hasil
docking dengan referensinya adalah 1.0300 Angstrom. Sebuah
protokol diterima apabila hasil RMSD berat atom dibandingkan
dengan referensinya kurang dari 2.0 Angstrom (Purnomo, 2011).
Jadi protokol yang dikembangkan dapat diterima dan dilakukan
50
uji lanjutan untuk skrining dalam usaha penemuan antikanker
yang bekerja pada protein p53 kanker payudara T47D.
Gambar 4.2A. Hasil RMSD Senyawa Hasil Docking dengan
Referensinya
Gambar 4.2B. Perbesaran Hasil RMSD Senyawa Hasil Docking
dengan Nilai 1.0300 A.
51
4.4 Visualisasi Hasil Docking Menggunakan YASARA
4.4.1 Visualisasi Hasil Docking SA2014 dan Protein p53
Visualisasi hasil docking senyawa alkaloid SA2014
dengan protein p53 menggunakan software YASARA
ditampilkan dalam gambar 4.3A- 4.3C, hasil visualisasi asam
amino pada SA2014 dan protein p53 ditampilkan dalam gambar
4.3D dan 4.3E. Visualisasi Struktur Ligan SA2014 menggunakan
Marvin Space ditampilkan dalam gambar 4.3F.
Gambar 4.3A. Visualisasi Hasil Docking SA2014 dan Protein p53
Menggunakan YASARA Tampak Depan.
Gambar 4.3B. Visualisasi Hasil Docking pada SA2014 dan
Protein p53 Menggunakan YASARA Tampak Samping.
52
Gambar 4.3C. Visualisasi Hasil Docking pada SA2014 dan
Protein p53 Menggunakan YASARA Tampak Belakang.
Gambar 4.3D. Visualisasi Asam Amino pada SA2014 dan Protein
p53 Menggunakan YASARA
53
Gambar 4.3E. Visualisasi Asam Amino pada SA2014 dan Protein
p53 Menggunakan YASARA Jika Diperbesar.
Gambar 4.3F. Visualisasi Struktur Ligan SA2014 Menggunakan
Marvin Space.
4.4.2 Visualisasi Hasil Docking Doxorubicin dan Protein p53
Visualisasi hasil docking senyawa doxorubicin dengan
protein p53 menggunakan software YASARA ditampilkan dalam
gambar 4.4A- 4.4C, hasil visualisasi asam amino pada
doxorubicin dan protein p53 ditampilkan dalam gambar 4.4D dan
4.4E. Visualisasi struktur ligan doxorubicin menggunakan marvin
space ditampilkan dalam gambar 4.4F.
54
Gambar 4.4A. Visualisasi Hasil docking Doxorubicin dan Protein
p53 Menggunakan YASARA Tampak Depan.
Gambar 4.4B. Visualisasi Hasil docking Doxorubicin dan Protein
p53 Menggunakan YASARA Tampak Samping.
55
Gambar 4.4C. Visualisasi Hasil Docking Doxorubicin dan Protein
p53 Menggunakan YASARA Tampak Belakang.
Gambar 4.4D. Visualisasi Asam Amino Doxorubicin dan Protein
p53 Menggunakan YASARA.
56
Gambar 4.4E. Visualisasi Hasil Docking Doxorubicin dan
Protein p53 Menggunakan YASARA Jika diperbesar.
Gambar 4.4F. Visualisasi Struktur Doxorubicin Menggunakan
Marvin Space.
57
4.5 Analisa Visualisasi Asam Amino pada p53
Berdasarkan visualisasi hasil docking antara ligan dan
protein p53 (sub bab 4.3.1 dan 4.3.2) menggunakan software
YASARA, jenis asam amino yang berperan pada interaksi p53
dan senyawa alkaloid SA2014 pada table 1.6.
Tabel 1.6 Jenis Asam Amino pada interaksi p53 dan senyawa
alkaloid SA2014
Asam Glutamat 25
Asam Glutamat 69
Asam Glutamat 95
Asam Glutamat 52
Threonin 26
Threonin 47
Threonin 49
Threonin 63
Threonin 101
Leusin 27
Leusin 33
Leusin 34
Leusin 35
Leusin 37
Leusin 38
Leusin 54
Leusin 57
Leusin 66
Leusin 81
Leusin 82
Leusin 85
Leusin 107
Valin 28
Valin 41
Valin 53
Valin 75
Valin 88
Arginin 29
Arginin 65
Arginin 97
Arginin 105
Prolin 30
Prolin 32
Prolin 89
Lisin 31
Lisin 36
Lisin 39
Lisin 45
Lisin 51
Lisin 64
Lisin 70
Lisin 94
Lisin 98
Serin 40
Serin 78
Serin 90
Serin 92
Glisin 42
Glisin 58
Glisin 83
Glisin 87
Glutamin 72
Tirosin 48
Tirosin 56
Tirosin 60
Tirosin 67
Tirosin 76
Tirosin 100
Tirosin 104
Metionin 50
Metionin 62
Metionin 102
Fenilalanin 55
Fenilalanin 86
Fenilalanin 91
Ileusin 61
Ileusin 74
Ileusin 99
Ileusin 103
Asparagin 68
Asparagin 79
Asparagin 80
Asparagin 84
Asparagin 105
Asparagin 106
58
Valin 93
Valin 108
Valin 109.
Glutamin 44
Glutamin 59
Glutamin 71
Histidin 73
Histidin 96
Sistein 77
Jenis asam amino yang dekat dengan interaksi antara
senyawa alkaloid SA2014 dan protein p53 dapat diketahui
melalui jarak ikatan protein dan ligan menggunakan software
Visual Molecular Dinamic (VMD). Jenis asam amino yang dekat
dengan interaksi antara senyawa alkaloid SA2014 dan protein p53
adalah leusin 34 dengan jarak sebesar 3.91 oA , leusin 57 sebesar
4.12 oA dan fenilalanin 91 memiliki jarak 5.72 oA. Berikut
merupakan hasil visualisasi jarak antara asam amino disekitar
ligan menggunakan VMD.
Gambar 4.5 Hasil Visualisasi Jarak Asam Amino disekitar Ligan
Menggunakan VMD. Keterangan: a. Leusin 34; b. Fenilalanin 91
dan c. Leusin 57.
Berdasarkan hasil visualisasi menggunakan VMD, jenis
asam amino yang dekat dengan interaksi ligan dan protein adalah
fenilalanin dan leusin. Fenilalanin merupakan reseptor yang
a
b
c
59
berperan pada ikatan p53-MDM2 dengan SA2014. Hal ini
dikarenakan fenilalanin merupakan asam amino yang terdapat
pada daerah tetramerisasi daerah p53 protein supresor tumor.
Asam amino fenilalanin berada pada daerah interface interaksi
p53 dan penting untuk menstabilkan struktur tetramerik (Gambar
2.2 pada halaman 12) melalui ikatan hidrogen (Nomura, et al.,
2011). Sehingga apabila terjadi mutasi pada asam amino
fenilalanin dapat mengubah kestabilan struktur tetrameriknya.
Fenilalanin memiliki cincin aromatik yang tidak larut
dalam air (non polar) (Poedjiadi, 2005). Fenilalanin juga memiliki
gugus fenil pada rantai sampingnya (Poedjiadi, 2005). Gugus
fenil inilah yang dapat berikatan dengan senyawa alkaloid
SA2014 pada gugus hidroksil (OH- ).
Gambar 4.6 Struktur Fenilalanin
Asam amino leusin yang berperan pada ikatan p53 dan
SA2014 akan mempengaruhi ketahanan siklus sel pada fase G1/S
dan memicu apoptosis. Hal ini sesuai dengan teori bahwa leusin
menstimulasi biogenesis mitokondria melalui siklus sel (Filhiol,
2012; Sun & Zemel M, 2009). Siklus sel merupakan proses yang
diatur oleh empat fase, yaitu G1, S, G2, and M (Anderson et al.,
2010; Johnson et al., 1999). Biogenesis mitokondria dan
transkripsi dari mitokondria telah ditunjukkan terjadi pada awal
siklus sel, selama fase G1. Selama Fase G1, siklus sel lambat.
Progresi ke fase S tidak akan terjadi tanpa sinyal seluler setelah
60
DNA dikodekan dengan benar (Seyfried & Shelton, 2010;
Michel, et al., 2011; Johnson et al., 1999).
Fungsi mitokondria dibutuhkan untuk siklus sel normal,
terutama fase G1 menuju fase S (Anderson et al., 2010; Michel, et
al., 2011; Chicco, et al., 2007). Fase S dan G2/M tidak
membutuhkan proses mitokondria (Michel, et al., 2011).
Beberapa sel dengan kerusakan DNA atau kehilangan fungsi dari
fosforilasi oksidatif akan mengakibatkan ketahanan siklus sel
untuk perbaikan DNA melalui p53 (Tucci, 2012). Kerusakan
DNA yang tidak dapat diperbaiki akan dikirim ke organel
degradasi melalui autofag atau apoptosis (Anderson, et al., 2010;
Michel, et al., 2011 ; Johnson, et al., 1999).
Kerusakan DNA dapat direspon melalui gen ketahanan
proapoptosis dan akumulasi p53 akan menginisiasi ketahanan
siklus sel (Johnson, et al., 1999). Pada kondisi ini, p53
ditranslokasikan ke nukleus untuk memicu transkripsi p21
(Johnson, et al.,1999; Tucci, 2012). Pada jalur downstream, p21
mengekspresikan cyclin dependent kinase (CDK) untuk
mengakumulasi siklin yang dibutuhkan pada siklus sel (Seyfried
& Shelton, 2010).
p53 akan mengatur siklus sel melalui apoptosis dengan
dua jalur berbeda, yaitu apoptosis bergantung transkripsi dan
apoptosis yang tidak bergantung transkripsi (Seyfried & Shelton,
2010; Leontieva, et al., 2010; Yi J, et al., 2010). Apoptosis
bergantung transkripsi terjadi melalui translokasi p53 ke nukleus
yang akan menginisiasi gen apoptosis BAX, PUMA, dan NOXA.
Pada waktu yang sama, p53 akan mengeblok gen anti apoptosis.
Disisi lain, p53 akan mengatur apoptosis yang tidak bergantung
transkripsi. Bentuk dari apoptosis ini terjadi melalui translokasi
p53 ke mitokondria yang berikatan dengan Bcl-2, akan
mengaktifkan Bax dan bak, aktifnya protein tersebut akan
memicu protein selektif, caspase untuk melakukan apoptosis
(Johnson & Walker, 1999). Kelimpahan leusin dapat berperan
dalam penambahan caspase 3 dimediasi apoptosis (Sheen, et al.,
2011). Sehingga aktivitas p53 dengan SA2014 melalui peran
61
asam amino leusin kemungkinan dapat memicu apoptosis dalam
pengobatan kanker payudara T47D.
Gambar 4.7 Struktur Leusin
Berdasarkan struktur kimianya, leusin memiliki
percabangan pada gugus R alifatiknya sehingga disebut asam
amino berantai cabang. Percabangan gugus R kemungkinan dapat
berikatan dengan OH- pada senyawa alkaloid SA2014 (Poedjiadi,
2005).
Gambar 4.8 Struktur Senyawa Alkaloid SA2014
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, senyawa
alkaloid SA2014 memiliki skor docking sebesar -52.0728
sedangkan skor doxorubicin sebesar -50.6343. Jenis asam amino
yang dekat dengan interaksi antara senyawa alkaloid SA2014 dan
protein p53 adalah leusin dan fenilalanin. Senyawa SA2014
memiliki kemampuan sebagai senyawa antikanker melawan
kanker payudara T47D melalui interaksi asam amino leusin dan
fenilalanin.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
diajukan saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1) Perlu dilakukan metode in vitro untuk membuktikan
bahwa senyawa SA2014 memiliki potensi sebagai
senyawa antikanker terhadap kanker payudara T47D.
2) Perlu dilakukan docking dengan database protein lainnya
yang dapat menginduksi apoptosis untuk memvalidasi
hasil yang lebih baik.
3) Perlu pengembangan software docking untuk
menghasilkan skor interaksi protein dan ligan yang lebih
baik.
65
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, M.L., Agarwal, A., Taylor, W.R., and Stark, G.R. 1995.
p53 controls both the G2/M and the G1 cell cycle checkpoints and
mediates reversible growth arrest in human fibroblasts. Proc Natl
Acad Sci. 92: 8493-8497.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K.,and
Walter, P. 2008. Molecular Biology of The Cell fifth edition.
Oxford: Garland Science.
Anderson, R.M., and Weindruch, R. 2010. Metabolic
reprogramming, caloric restriction, and aging. Trends in
Endocridal Metabolism ;21(3) 134-141
Anonim1. 2007. SIRS Data penderita breast cancer di
Indonesia. Dinas Kesehatan Nasional.
<http://www.depkes.go.id/> [9 September 2015].
Anonim2. 2006. Informasi Dasar Tentang kanker Cetakan ke-
4. Jakarta: Yayasan Kanker Indonesia:
Anonim3. 2004. Survei Kesehatan rumah Tangga (SKRT)
Sudut Pandang Masyarakat Mengenai Status, Cakupan,
Ketanggapan dan Sistem Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Badan
Litbangkes.
Anonim4 2008. Cell Biology. <http://www.atcc.org>[9 September
2015].
Anonim5. 2015. Struktur Tiga Dimensi p53 Supresor Tumor
Kompleks dengan DNA. <http://www.rcsb.org>[1 Nopember
2015].
Anonim6. 2015. Struktur Doxorubicin.
<http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov>[1 Nopember 2015].
66
Bai, L., and Zhu, G. 2006. p53: Structure, Function and
Therapeutic Applications, [cited 2010 august.11] available from
<http://mupnet.com/>[1 Nopember 2015].
Bai, Ling and Wei Ghuo Zhu. 2006. p53: Structure, function and
therapeutic applications. Journal of Cancer Molecules. 2(4):
141-153.
Barnard, M.J., and Drowns, M.G., 1998. Model-ling scene
illumination colour for computer visi-on and image reproduction:
A survey of com-putational approach. J. Chem. Inf. Comput.
Sci. Vol. 38. pp.983-996.
Bender, A., and Glen, C.R. 2005. A discussion of measure of
enrichment in virtual screening: Comparing the information
content of descriptors with increasing levels of sophistication. J.
Chem. Inf. Model. Vol 45. pp. 1369-1375.
Berman, H.M., Westbrook, J., Feng, Z., Gilliland, G., Bhat, T.N.,
Weissig, H., Shindyalov, I.N., and Bourne, P.E. 2000. The
Protein Data Bank. Nucleic Acids Res.Vol 28 235–242.
Bosman. 1999. Onkologi Edisi Kelima.Yogyakarta: UGM Press.
Botchkarev, V.A. 2003. Molecular mechanism of chemotherapy-
induced hair loss. Journal of Investigative Dermatology 8:72-5.
Bruton, L., Lazo, J. S., and Parker, K. L. 2005. Goodman &
Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 11th
Edition. Lange: McGrawHill.
Burgess, J.G., Jordan, E.M., Bregu, M., Mearns-Spragg, A., and
Boyd, K.G. 1999. Microbial antagonism: a neglected avenue of
natural product research. Journal Biotechnology 70: 27-32.
67
Cardenas P. 2015. World Porifera Database. <http://www.
marienspecies.org/porifera/porifera.php>[14 Desember 2015].
Charfare, H., Limongelli, S., and Purushotham, A.D. 2006.
Neoadjuvant chemotherapy in breast cancer. Br J Surg
92(92):14-23.
Chen, C.Y., Oliner, J.D., Zhan, Q., Fornace, A.J., Jr., Vogelstein,
B., and Kastan MB. 1994. Interaction between p53 and MDM2 in
mammalian cell cycle checkpoint pathway. Proc Natl Acad Sci.
Chicco, A.J., and Sparagna, G.C. 2007. Role of cardiolipin
alterations in mitochondrial dysfunction and disease. Am J
Physiol Cell Physiol 292(1):C33-44.
Childs, A.C., Phaneuf, S.L., Dirks, A.J., Phillips, T., and
Leeuwenburgh. 2002. Doxorubicin treatment in Vivo causes
cytochrome C release and cardiomyocyte apoptosis as well as
increased mitochondrial efficiency, superoxide dismutase
activity, and Bcl-2:Bax Ratio. Cancer Research, 62:4592-4598.
Claire, A.S., Rittschof, D., Gerhart, D.J., Hooper, I.R., and
Bonaventura, J. 1999. Anti-settlement and narcotic action of
analogues of diterpene marine natural product antifoulant from
octocarals. Marine Biotechnology 1: 427-436.
Clarke. 2000. Breast Cancer Metastasis, Molecular and
Cellular Mechanism and Clinical Intervention. Kluwer
academic Publisher.
Coley, H.M. 2008. Mechanisms and strategies to overcome
chemotherapy resistance in metastatic breast cancer. Cancer
Treat Rev. 34, 378-90.
68
Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer.
1996. Breast cancer and hormonal contraceptives: collaborative
reanalysis of individual data on 53,297 women with breast cancer
and 100,239 women without breast cancer from 54
epidemiological studies. Lancet. 347, 1713-27.
Crawford, J.M., Kumar, V., and Robbins. 2002. Neoplasia. In:
vinay kumar, Cotran S., Stanley L., and Robbins: Robbins Basic
pathology 7edition. Philadelphia: Saunders.
De Goeij, J.M., Van den Berg, H., Van Oostveen, M.M., Epping,
E.H.G., and Van Duyl, F.C. 2008. Major bulk dissolved organic
carbon (DOC) removal by encrusting coral reef cavity sponges.
Mar Ecol Prog Ser. 357: 139–151.
De Vos, L., Rutzler, K., Boury-Esnault, N., Donadey, C., and
Vacelet, J. 1991. Atlas of Sponge Morphology. Atlas de
morphologie des e´ponges. Washington & London: Smithsonian
Institution Press. 117 p.
Demain, A.L. 1998. Introduction of Microbial Secondary
Metabolism. Review Article. Int. Microbiol 1: 259-264.
Djide, N., Sartini, and Kadir. 2007. Dasar- dasar Mikrobiologi.
Bioteknologi Farmasi. Makassar: Unhass Press.
Does, A., Jhonson, N.A., and Thiel, T. 2007. Rediscovering
Biology: Cell biology cancer.
<http://www.learner.org/courses/biology.html> [13 Juli 2014].
Donehower, L.A, Harvey, M., Slagle, B.L., McArthur, M.J.,
Montgomery, C.A.Jr., Butel, J., and Bradley, A. 1992. Mice
deficient for p53 are developmentally normal but susceptible to
spontaneous tumor. Nature; 356:215-21.
69
Faulkner, D.J. 2001. Marine Natural Product. Nat. Prod. Rep.
18: 1- 49.
Filhiol, T. M. 2012. The Effects of Leucine on Mitochondrial
Biogenesis and Cell Cycle in A-375 Melanoma Cells. Thesis.
University of Tennessee. KnoxvilleTrace.
Finlay, C.A., Hinds, P.W., and Levine, A.J. 1989. The p53 proto-
oncogene can act as a suppressor of transformation, Cell.
57:1083-1093.
Fruman, D.A., Edinger, A.L.2008. Cancer therapy: staying
current with AMPK. Biochem J 412:e3-5.
Gewirtz, D.A. 1999. A critical evaluation of the mechanisms of
action proposed for the antitumor effects of the anthracycline
antibiotics adriamycin and daunorubicin. Journal Biochem.
Pharmacol.. 57:727-741.
Gibbs, J.B. 2000. Anticancer drug target: Growth factors and
growth factor: Signalling J Clin Invest. 105 (1): 9-13.
Gondhowiardjo. 2004. Proliferasi sel dan Keganasan. Majalah
Kedokteran indonesia 54(7).
Gottlieb, E., and Vousden, K.H. 2010. p53 regulation of
metabolic pathways. Cold Spring Harb Perspect Biol.
Grosovsky, A.J., De Boer, J.G., De Jong, P.J., Drobetsky, E.A.,
and Glickman, B.W. 1988. Base substitution, frameshift, and
small deletions constitute ionizing radiation -induced point
mutations in mammalian cells. Proceeding Natl. Acad. Sci.
USA; 85:185-188.
70
Han, X., Pan, J. Ren, D., Cheng, Y., Fan, P., and Lou., H. 2008.
Naringenin- 7-O glucoside protects against doxorubicin-induced
toxicity in H9c2 cardiomyocites by induction of endogenous
antioxidant enzymes. Food and Chemical Toxicology 46: 3140-
3146.
Hanahan, D. 2011. Hallmarks of Cancer: the next generation.
Cell. 144, 646–674.
Haufner, B. 2003. Drug Discover Today (8): 536 – 44.
Hentschel, U., Fieseler, L., Wehrl, M., Gernert, C., and Steinert,
M. 2003. Microbial diversity of marine sponges. Progr Mol
Subcell Biol 37: 59–88.
Hondermarck, H. 2003. Breast cancer when proteomics
challenges biological complexity. Molecullar and cellular
proteomics: MCP 2(5) 281-91.
Hudis, CA. 2007. Trastuzumab–mechanism of action and use in
clinical practice. N Engl J Med. 357 (1): 39–51. Jul 5;357(1):39-
51.
Hunt, J.D., and Jay, D. 1998. An introduction to Cancer.<
http://www.medschool.lsuhsc.edu/genetics_center/louisiana
/article_cancer.htm/> [22 juni 2015].
Iwamaru, A., Iwado, E., and Kondo, S. 2007. Eupalmarea acetate,
a novel anticancer agent from carribean gorgonian octocorals,
induces apoptosis in malignant glioma cells via the c-jun NH2
terminal kinase pathway. Molecular Cancer Therapeutics vol. 6
No.1 pp. 184-192.
Jain, A. N., and Nicholls, A. 2008. Recommendation for
evaluation of computational methods, Journal Compt. Aidded
Mol. Des. 22: 133-139.
71
Jha, R.K., and Zi- Rong. 2004. Biomedical compounds from
marien organism. Mar. Drugs. 2, 123-146.
Johnson, D.G., and Walker, C.L. 1999. Cyclins and cell cycle
checkpoints: Cell cycle review. Annu Rev Pharmacol Toxicol
;39:295-312.
Jong, W.D., and Sjamsuhudijat, R. 2005. Payudara dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah Ed. ke-2. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Joseph, B., and Sujatha. 2011. Pharmacologically important
natural products from marine sponges. Journal of natural
products Vol 4 p: 5-12.
Knapp, B. 2012. An introduction into docking and molecular
dynamics simulations. Medical University of Vienna / AKH
(General Hospital).
Kroemer, R.T. 2003. Molecular Modelling Probes : Docking and
Scoring. J. Biochemical Socie-ty, 31(5). pp.980-981.
Kumariya, R.,, Amit, K. B., and Smita, S. 2012. p53-Cells Inbuilt
Mechanism to Inhibit Cancer through Apoptosis. Journal
Cancer Science and Therapy 4:10.
Kurumbail, R.G. 1996. Cyclooxygenase-2 (Prostaglandin
Synthase-2 Complexed with a Selective Inhibitor), SC-558 IN
I222 Space Goup. <http://www.pdb.org/
pdb/explore/explore.do?structureId=6COX> [1 Oktober 2015].
Kute, T., Lack, C.M., Willingham, M., Bishwokama, B.,
Williams, H., Barrett, K., Mitchell, T., and Vaughn, J.P. 2004.
Development of herceptin resistance in breast cancer cells.
Cytometry 57A (2): 86–93.
72
Lane, D.P., and Crawford, L.V. 1979. T antigen is bound to a
host protein in SV40-transformed cells. Nature. 278, 261-263.
Leao, M., Clara, P., Alessandra, B., Yari C., Ana, M. P., Neuza
M., Andreia, P., Miguel, X., Fernandes, Madalena P., Alberto, I.,
Luci´lia, S., and Emilia, S. 2013. Discovery of a new small-
molecule inhibitor of p53–MDM2 interaction Using a yeast-based
approach. Biochemical Pharmacology 85:1234–1245.
Lehman, T.A., Reddel, R., Pfeifer, A.M.A., Spillare, E., Kaighn,
E., Weston, A., Gerwin, B.I., and Harris, C.C. 1991. Oncogenes
and tumor-suppressor genes. Env. Health. Persp. 93:133-144.
Leontieva, O.V., Gudkov, A.V., Blagosklonny, M.V. 2010. Weak
p53 permits senescence during cell cycle arrest. Cell Cycle
;9(21):4323-7
Lodish, H., Arnold, B., Christ. A., Kaiser, M.K., Anthony, D.,
Hidde, P., and Angelika, A. 2000. Molecular Cell Biology
Seventh Edition. New York: WH Freeman & Company.
Long, R.A. & Azam, F. 2001. Antagonistic Interactions among
marine pelagic bacteria. Appl Environ Microbiol 67: 49754983.
Love, R.L., Leventhal, H., Easterling, D.V., and Nerenz. D.R.
1989. Side Effects and Emotional Distress During Cancer
Chemotherapy. Wisconsin Clinical Cancer Center. 63:604-12.
Lowe, S.W., Schmitt, E.M., Smith, S.W., Osborne, B.A., and
Jacks, T. 1993. p53 is required for radiation-induced apoptosis in
mouse thymocytes, Nature. 362:847-9.
Lumongga, F. 2008. Invasi Sel Kanker. Departemen Patologi
Anatomi UMS.
73
Luo, Z., Zang, M., and Guo, W. 2010. AMPK as a metabolic
tumor suppressor: control of metabolism and cell growth. Future
Oncol ;6:457-70.
Lyskov, S., and Gray, J.J. 2008. The Rosetta Dock server for local
protein-protein docking. Nucleic Acids Res. 36: 233-238.
Macdonald, F., and Ford, C. H. J. 1997. Molecular Biology of
Cancer. Oxford: Bio Scientific Publisher.
Machida, K., Abe, T., Arai, Okamoto, D., and Shimizu, M. 2014.
cinanthrenol a, an estrogenic steroid containing phenanthrene
nucleus from marine sponge Cinachyrella sp. Organic letters
16(6) : 1539- 1541.
Maddocks, O.D., and Vousden, K.H. 2011. Metabolic regulation
by p53. J Mol Med (Berl) ;89:237-45.
Makwane, N., and Alpana, S. 2009. Study of mutations in p53
tumour suppressor gene in human sporadic breast cancers. Indian
Journal of Clinical Biochemistry 24(3) 223-228.
Mardiana, L. 2004. Kanker Pada Wanita Pencegahan dan
Pengobatan dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Marshall, G.R. 1987. Computer aided drug design. Annual
review of Pharmacology and Toxicology 27(1): 193- 213.
Maximov, G.K., 2008. The Role of p53 Tumor-Supressor Protein
in Apoptosis and Carcinogenesis. Biotechnol Review 22:664-
668.
Maxwell, P. 2001. Global Cancer Statistic in The Year 2000. The
Lancet Oncology Vol. 2 No.9, pp 533-543.
74
Michel, S., Wanet, A., De Pauw, A., Rommelaere, G., Arnould,
T., and Renard, P. 2011. Crosstalk between mitochondrial
(dys)function and mitochondrial abundance. J Cell Physiol ;
227:2297-2310.
Miettinen, S. 2009. Targetting the Growth of Ovarian Cancer
Cell. Dissertation. Finland: University of Tampere.
Minotti, G., Menna, P., Salvatorelli, E., Cairo,G., and Gianni, L.
2004. Anthracyclins: molecular advances and pharmacologic
developments in antitumor activity and cardiotoxicity.
Pharmacol Rev; 56:185-228.
Moittesier, N., Englebienne, P. L., and Corbeil. 2008. Toward the
development of universal, fast and highly accurate docking
/Scoring methods: a long way to go: Journal Pharmacology.
153: S7-S26.
Motiejunas, D.& Wade, R. 2006. Structural, energetics, and
dinamic aspects of ligand-receptor interaction In J B. Taylor &
D.J Triggle (Eds) Comprehensive medicinal chemistry II vol 4:
Computer-assisted drug design. Elsevier.
Muller, W.E.G., Schroder, H.J. & Wiens, M. 2004. Approaches
for a sustainable exploitation of biodiversity
(secondarymetabolites ans biomaterials from sponses) in
traditional and modern biomedical prospecting:part ii-the
benefits. eCAM 1:133-144.
Nigro, J.M., and Baker, S.J. 1989. Mutations in p53 gene occur in
diverse tumour types. Nature; 342: 705-8.
Nofiani, R. 2008. Urgensi dan Mekanisme Biosintesis Metabolit
Sekunder Mikroba Laut. Jurnal Natur Indonesia 10(2) : 120-
125.
75
Nomura, T., Kamada, R., Ito, I., Sakamoto, K., Chuman, Y.,
Ishimori, K., Shimohigashi, Y., and Sakaguchi, K. 2011. Probing
Phenylalanine Environments in Oligomeric Structures with
Pentafluorophenylalanine and Cyclohexylalanine. Article
Biopolymers 95(6):410-9 ·
Noorwati, S. 2007. Kemoterapi, Manfaat dan Efek Samping.
Dharmais Cancer Hospital. Jakarta.
Nurhayati, A.P.D; Rarastoeti, P., Subagus, W., Istriyati and
Nichole, J. De Voogt. 2014. The Anticancer Activity of Marine
Sponge Cinachyrella sp. (Family Tetillidae) IPTEK. The Journal
for Technology and Science. Vol. 25, No. 3.
Nurhayati, A.P.D, Pratiwi, Wahyuono, Istriyati, and Syamsudin.
2015. Cellular mechanism of anti-cancerous activity in active
marine sponge Cinachyrella anomala against T47D cell.
International Journal of Current Microbiology and Applied
Sciences. Vol 4 No3 pp 785-791.
Nurhayati, A.P.D, Pratiwi, Wahyuono, Istriyati, Fadlan and
Syamsudin. 2014. Isolation and identification of alkaloid
compound of marine sponge Cinachyrella sp. (Family Tetillidae).
Jounal of Advanced Botany and Zoology.
Nurhayati, A.P.D, Rarastoeti, P., Subagus W., Istriyati, Hari P.,
and Syamsudin A. 2015. In vitro test and molecular docking of
alkaloid compound in marine sponge Cinachyrella anomala
against T47D cell cycle. Journal Marine Science Research and
Development Vol5 Issue 2. Olivier, M., Langerod, A., and Carrieri, P. 2006. The clinical
value of somatic TP53 gene mutation in 1,794 patients with
breast cancer. Clin Cancer res. 12: 1157-1167.
76
Parada, L.F., Tabin, C., Shih, C.J., and Weinberg, R.A. 1982.
Human EJ bladder carcinoma oncogene is homologue of Harvey
sarcoma virus ras gene. Nature; 297: 474-8.
Partridge, A.H., Burstein, H.J., and Winer, E.P. 2001. Side effects
of chemotherapy and combined chemohormonal therapy in
women with breast cancer. Journal of the National Cancer
Institute Monographs. 30:135-42.
Poedjiadi, Anna. 2005. Dasar – dasar Biokimia. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).
Proksch, P., Edrada, R. and Ebel, R. 2002. Drugs from The sea :
Current status and microbiological implications, J Appl.
Microbiol. Biotechnol. 59: 125-134.
Purnomo, H. 2011. Kimia Komputasi: Molecular Docking
Plants Penambatan Molekul Plants [Protein-Ligand-Ant-
System] (Ilmu Semut). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Quinion, M. 2011. World Wide Words : In Silico. [Serial on the
internet]. <http://www.worldwidewords.org/weirdwords/ww-ins1.html> [1 Oktober 2015].
Santoyo, A.H., Aldo, Y., Victor, A., Héctor, V., and Claudia, M.
B. 2013.Protein-Protein and Protein-Ligand Docking DOI:
10.5772/56376. <http://www.intechopen.com/books/protein-
engineering-technology-and-application/protein-protein-and-
protein-ligand-docking> [9 Oktober 2015].
Schafer. 2000. Pencegahan Infeksi dan Praktek yang Aman.
Jakarta.
Schapira, M. 2003. Making virtual screening a reality. PNAS.
Vol. 100.pp.7354–7359.
77
Schroder, H.C., Ushijima, H., Krasko, A., Gamulin, V., Shut ze,
J. & Muller, I . M. 2003. Emergence and disappearance of an
immun molecule, an antimicrobial lectin, in basal metazoa: the
achylectin family. J Biol Chem 278: 32810-32817.
Schroer, T. A. 2005. Cell cycle 2 molecular mechanisms of cell
cycle progression.
<http://www.pha.jhu.edu/~ghzheng/old/webct/note7_3.files/F13-
31.gif > [9 Oktober 2015].
Seyfried L, Shelton L. 2010. Cancer as a Metabolic Disease.
Nutri Metab ;7:7 .
Sheen, J.H., Zoncu, R., Kim, D., and Sabatini, D.M. 2011.
Defective Regulation of Autophagy upon leucine deprivation
reveals a targetable liability of human melanoma cells in vitro and
in vivo. Cancer Cell ;19:613-62.
Shimogawa, H., Kuribayashi,S., Teruya,T., Suenaga, K., and
Kigoshi, H. 2006. Tetrahedron Letters, 47: 1409–1411.
Shoichet, B.K. 2004. Virtual screening of chemical libraries.
Nature. Vol.432. pp. 862-865 .
Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya.: Universitas
Airlangga Press.
Sjogren, S., Inganas, M., and Norberg, T. 1996. The p53 gene in
breast cancer: prognostic value of complementary DNA
sequencing versus Immunohistochemistry. Journal of the
National Cancer Institute 88:173-182.
Smith, M.L., and Fornace. 1996. Abnormality on the P53
pathway. Cancer research.
78
Sokolosky, M.L., Stadelman, K.M., and Chappell, W.H. 2011.
Involvement of Akt-1 and mTOR in Sensitivity of Breast Cancer
to Targeted Therapy. Oncotarget.
Solomon, H. 2011. Mutant p53 gain of function is interwoven
into the hallmarks of cancer. J. Pathol.225, 475–478.
Soussi, T, 2004. Analysis of p53 Gene Alterations in Cancer: a
Critical Review. In: Hainaut, P., Wiman, K.G. editors. 25 Years
of p53 Research. Netherlands: Springer, p. 259-288.
Stansfield, W., Jaime, S.,and Raul, J. 2006. Biologi Molekuler
dan Sel. Jakarta.: Penerbit Erlangga.
Sukandar, E. Y. 2014. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi:
Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan. Bandung: Departemen
Farmasi, FMIPA ITB.
Sun, X., and Zemel, M.B. 2009. Leucine Modulation of
Mitochondrial Mass and Oxygen Consumption in Skeletal Muscle
Cells and Adipocytes. Nutri Metab ;6: 26.
Syaifudin, M. 2010. Perubahan Molekuler Gen Penekan Tumor
p53 Akibat Pajanan Radiasi Pengion. Seminar Nasional VI
SDM Teknologi Nuklir.
Tambunan, U., Bramantya, N., and Arli, A.P. 2011. In silico
modification of suberoylanilide hydroxamic acid (SAHA) as
potential inhibitor for class II histone deacetylase (HDAC). BMC
Bioinformatics. 12(Supply 13) : S23 doi: 1186/ 1471-2105-12-
S13-S23.
Taylor, M.W., Radax, R., Steger, D., and Wagner, M. 2007.
Sponge-associated microorganisms: evolution, ecology and
79
biotechnological potential. Microbiol Mol Biol Rev. 71: 295–
347.
Tegar, M and Hari, P. 2013. Tea leaves extractted as anti malaria
basedon molecular docking PLANTS. Procedia Environmental
Sciences. 17: 188-194.
Thakur, and Muller, W. 2004. A Review Marine Biotechnology.
6: 105- 117.
Thakur, N.L., Hensschel, U., Krasko, A., Anil, A.C. and Muller,
W.E.G. 2003. Antibcterial activity of the sponse suberites
domuncula and its primmorphs: potential basis for chemical
defense. Aquatic Microbiol Ecol 31: 77-83.
Tucci, P. 2012. Caloric restriction: is mammalian life extension
linked to p53? Aging (Albany NY) ;4(8):525-34.
Ullah, M. F and M. Aatif. 2009. Hot Topic. The footprints of
cancer development: cancer biomarker. Cancer Treatment
Reviews. 35: 193-200.
Van Soest, Rob, W. M., Nicole B-E., Jean V., Martin D., Dirk E.,
Nicole J. D V., Nadiezhda S., Bart V., Michelle K., and John N.
A. 2012. Global Diversity of Sponges (Porifera). PLoS ONE.
7(4): e35105.
Verma, S.P. Goldin, B. R., and Lin, P.S. 1998. The inhibition of
The Estrogenic Effects of Pesticides and environmental Chemicals
by Curcumin and Isoflavonoid, Envir. Health Presp, 106(12)
807- 812.
Vogelstein, B., Lane, and D., Levine, A.J. 2000. Surfing the p53
Network. Nature 408: 307-310.
80
Vousden, K. H. 2000. p53: death star. Cell 103:691-694.
Vousden, K. H and C. Prives. 2009. “Blinded by the light: the
growing complexity of p53. Cell vol. 137, no. 3, pp. 413–431.
Walerych, D., Marco, N., Licio Collavin; dan Giannino Del Sal.
2012. The rebel angel: mutant p53 as the driving oncogene in
breast cancer. Carcinogenesis.Vol.00 p. 1-11.
Westinga, E., and Hoetjes, P. 1981. The intrasponge fauna of
Spheciospongia vesparia (Porifera, Demospongiae) at Curac¸ao
and Bonaire. Mar Biol. 62: 139–150.
Wiens, M., Luckas, B., Brummer, F., Ammar, M.S.A., Steffen, R.
and Batel, R. 2003. Okadaic acid: a potential defense molecule
for the sponse Suberites domuncula. Mar Biol 142: 213-223.
Williams, D.E. and Andersen, R.J. 2006. Coral reefs toclinical
trials: bio prospecting for drugs from the sea. report on
international seminar and workshop on marine biodiversity and
their potential fordeveloping bio-pharmaceutical industry in
Indonesia. Research Center for Marine and Fisheries Product
Processing and Biotechnology Book 2. Jakarta. p. 80–92.
Wishart, D.S., Knox, C., Guo, A.C., Shrivastava, S., M.
Hassanali, P. Stothard, Z. Chang, and J.Woolsey. 2006. Drug
Bank: a comprehensive resource for in silico drug discovery and
exploration. Nucleic Acids Res. 1: 34–36.
Wozniak, M.A and Keely, P.J. 2005. Use of three dimensional
collagen gels to study mechanotransduction in t47d breast
epithelial cell. biol. Proced. Online. 7(1): 144-161.
Wullschleger, S., Loewith, R., and Hall, M.N. 2006. mTOR
signaling in growth and metabolism. Cell;124:471-84.
81
Xue, W, L., Zender, C., and Miething. 2007.Senescence and
tumour clearance is triggered by p53 restoration in murine liver
carcinomas. Nature vol. 445, no. 7128, pp. 656–660.
Yi, J., and Luo, J. 2010. SIRT1 and p53, effect on cancer,
senescence and beyond. Biochim Biophys Acta ;1804(8):1684-9
Zampieri, L., Bianchi, P., Ruff, P., and Arbuthnot, P. 2002.
Differential modulation by estradiol of P-glycoprotein drug
resistance protein expression in cultured MCF and T47D breast
cancer cells. Anticancer Res. 22(4) 2253-9.
83
LAMPIRAN
1.Prosedur docking menggunakan PLANTS
1.1 Instalasi Co- pendrivelinux KDE
1.1.1 Buka link http://www. pendrivelinux.com/run-
pendrivelinux-2009-in-windows.
1.1.2 Buat folder baru di drive C sebagai tempat instalasi
program misalnya “docking_plants”. Kopi file Co-
pendrivelinux- KDE ke folder docking_plants di hardisk
C.
1.1.3 Salin file Co- pendrivelinux – KDE.exe ke dalam foler
C:/docking_plants
84
1.1.4 Double klik ikon co-pendrivelinux-KDE akan muncul
tampilan berikut. Klik “extract”
1.1.5 Saat proses ekstraksi selesai, akan muncul folder baru
Co-pendrivelinux-KDE. Masuk ke dalam folder tersebut,
kopi file bernama “start- pendrivelinux” sebagai shortcut
ke desktop dengan cara klik kanan > copy > ke desktop >
paste shortcut.
1.1.6 Masuk ke desktop. Klik kanan shortcut dan pilih run as
administrator”. Akan muncul pertanyaan apakah aplikasi
ini boleh atau tidak dijalankan. Klik “yes”.
Muncul tampilan berikut:
1.1.7 Silahkan klik sembarang tombol untuk melanjutkan.
1.1.8 Toolbar linux distro Debian akan muncul di bagian atas
desktop.
1.1.9 Co- Pendrivelinux KDE siap untuk digunakan
85
1.2 Download dan Instalasi PLANTS
1.2.1 Buka link http://www.tcd.uni .de/research/plants.php jika
ingin mendownload program PLANTS.
1.2.2 Klik kanan link PLANTS 1.1 (32 bit demo version) dan
pilih “save target as… “ ke C\ docking_plants.
1.2.3 Buka console di Co-pendrivelinux – KDE (ikon nomor 7
dari toolbar Debian)
1.2.4 Klik perintah berikut untuk mengcopi file dari folder
PLANTS ke Co pendrivelinux KDE:
Pendrivelinux:-# cp/ mnt/win/docking_plants/PLANTS
PLANTS
1.2.5 Ketik perintah berikut untuk membuat PLANTS menajdi
file yang dapat dijalankan:
Pendrivelinux:-# chmod u+ x PLANTS
1.2.6 Ketik perintah berikut untuk mencoba apakah PLANTS
sudah dapat berfungsi atau belum:
Pendrivelinux:-# ./PLANTS
1.2.7 Jika muncul tampilan seperti dibawah ini, maka PLANTS
sudah dapat digunakan.
86
1.3 Download dan Instalasi ChemAxon
1.3.1 Buka link http://www.chemaxon.com/marvin/download-
user.html
1.3.2 Klik “ I accept the terms of the license agreement”,
kemudian double click “Windows Installer with Java”.
Anda akan diarahkan ke halaman login.
1.3.3 Klik “registration” lalu pilih “I agree to these terms”. Isi
formulir registrasi yang disediakan dan submit.
1.3.4 Login dan download “Windows Installer With Java”
(marvinbeans -5_2_06-windows_with_jre.exe) ke
C:\docking_plants.
1.3.5 Ikuti petunjuk instalasi dari windows hingga selesai (klik
Next…
1.3.6 Saat anda selesai melakukan instalasi, amak desktop anda
akan muncul ikon MarvinSketc. Klik ikon tersebut.
1.3.7 Jika muncul jendela seperti dibawah ini, maka
MarvinSketch dapat digunakan.
87
1.4 Download dan Instalasi YASARA
1.4.1 Buka link http://www. Yasara.org/viewdl.htm
1.4.2 Isi formulir yang sesuai dengan anda. Gunakan alamat
email yang valid, link untuk download akan dikirimkan
oleh YASARA ke email tersebut.
1.4.3 Masuk ke alamat email anda. Download YASARA sesuai
petunjuk di email anda. Simpan dalam C:\docking_plants
1.4.4 Double click di ikon file YASARA dan klik “run”.
1.4.5 Folder baru YASARA akan muncul saat proses ekstraksi
selesai dilakukan. Masuk ke folder tersebut, temukan file
bernama “yasara.exe”. Kopi file tersebut sebagai shortcut
ke desktop (klik kanan file> copy> ke desktop > paste
shortcut).
1.4.6 Klik ikon tersebut dan muncul tampilan berikut:
88
1.4.7 Tampilan akan segera berubah menjadi:
1.4.8 YASARA sudah siap digunakan
2.1 Preparasi Protein
2.1.1 Buka link berikut: http://rcsb.org/pdb/explore
.do?structure=1YCR
2.1.2 Download file 1YCR.pdb
2.1.3 Buka YASARA (Klik shortcut YASARA di desktop).
Load file 1YCR.pdb ke YASARA (YASARA| File >
load> PDB File.. cari direktori tempaty menyimpan file
tersebut klik “OK”)
89
2.1.4 Hapus bagian dari sistem yang tidak diperlukan dalam
protocol docking (dibutuhkan hanya satu protein,
termasuk air jika esensial dan satu ligan).
2.1.5 Hidrogen ditambahkan ke dalam sistem dengan bantuan
YASARA sebab resolusi struktur kristal tidak mampu
memprediksi keberadaan hidrogen (Edit > Add>
Hydrogens to: all).
2.16 Simpan file sebagai YASARA Object ( File> Save as>
YASARA Object). Ligan asli di hapus sehingga hanya
menyisakan protein target saja dengan pocket untuk
docking (Edit > Delete > Residue).
90
2.1.7 Hasilnya disimpan dalam bentuk berkas protein.mol2
(File > Save as > Other format).
2.1.8 Koordinat pocket dapat diketahui dengan merujuk pada
koordinat ligan 3D asli, sehingga dibutuhkan file mol2
yang berisi ligan asli. Ketik File > New dan klik “Yes”.
2.1.9 Buka File > Yasara Object lalu pilih Edit > Delete >
Residue). Pilih nama 1YCR atau Belongs to or has All,
opsi "negate name" diaktifkan kemudian klik “OK".
Hasil disimpan sebagai ref_ligand.mol2.
2.2 Preparasi Ligan
2.2.1 Buka MarvinSketch dan gambarkan senyawa SA2014
secara manual di jendela MarvinSketch.
2.2.2 Menggambar manual struktur dibawah ini
91
2.2.3 Cek protonasi di Ph 7,4 (Tools > protonation > major
Microspesies| klik “OK” dijendela yang baru terbuka)
2.2.4 Klik kanan dijendela yang memunculkan major species
pilih “ Save as”
2.2.5 Simpan di C:/ docking_plants sebagai ligand_2D.mrv lalu
ditutup jendela marvinSketch.
2.2.6 Jendela marvinSketch yang baru dibuka (File>
Open…ligand_2D.mrv
2.2.7 Konformasi dicari (Tools> Conformation> Conformers)
dan klik “OK” untuk diperlihatkan dalam bentuk 3-
dimensi, berkas disimpan dalam bentuk mol2.
2.3 Input File Preparation
2.3.1 Jalankan command berikut di pendrivelinux
2.4 Simulasi Docking PLANTS
2.4.1 Jalankan pendrivelinux dan tunggu prosesnya hingga
selesai.
2.5 Interpretasi Hasil Docking
2.5.1 Jalankan pendrivelinux dan ketik sebagai berikut:
92
2.5.2 Ketik Pendrivelinux:-# cd results
Pendrivelinux:-# results #more bestranking.csv
akan muncul hasil berikut:
Dari hasil diatas diketahui 10 input konformasi yang
disubmit ke simulasi, lalu diseleksi skor terendah dan file
dikopi di c:/docking_plants.
Pendrivelinux:-#results# cp*entry_00007_conf_01.mol2
/mnt/win/docking_plants/
2.5.3 Jalankan YASARA. Load ref_ligand.mol2 dan file hasil
docking yang dikopikan di C:/docking_plants ke
YASARA. Disimpan sebagai YASARA scene di
C:/PLANTS dengan nama align.sce, delete atom
hydrogen (YASARA| Edit > Delete > Hydrogens) dan
hitung RMSD pose hasil docking dengan hasil
eksperimen.
93
2.5.4 Analyze > RMSD of > Molecules… akan muncul jendela
seperti berikut dua kali. Pada saat muncul pertama pilih
sequence dengan kolom 3 bernomor 1. Pada kemunculan
kedua pilih sequence atas atau sequence dengan kolom 3
bernomor 2. Sementara Name dan Belongs to or has
dibiarkan apa adanya.
2.5.5 Lalu akan muncul jendela dibawah ini
2.5.6 Pastikan semua opsi unchecked kecuali opsi dibawah
tulisan “ molecule” sehingga menjadi:
dan klik “ OK”
2.5.7 akan muncul jendela command line dari YASARA
dibagian bawah akan menampakkan kalkulasi RMSD.
2.6 Membuat file PDB dari Hasil Docking
2.6.1 Buka YASARA
File.. Load.. other file format
Akan tampak format klik mol.2-Sybyl.mol2
Browse: tempat file kita berada
Klik. Protein.mol2 … lalu OKE.
2.6.2 File… load… other file format
Akan tampak format klik mol.2 Sybyl.mol2
Browse: tempat file kita berada
94
Klik.ligand entry_00001conf_01.mol2… lalu OKE.
2.6.3 Sorot Edit… join.. obyek
Lalu klik baris 2 Sequen
Klik baris 1 Name
Klik belong to All, klik OK
Klik baris ke 1 sequen
Klik baris ke 2 Name
Klik belong to All, klik OK
2.6.4 Sorot file… save as… PDB File, lalu klik 1 protein pada
sequence dan klik protein pada Name > OK.
2.6.5 Simpan file di folder yang diinginkan, mislnya
valid_1YCR.PDB.
3.1 Visualisasi Hasil Docking Menggunakan YASARA
3.1.1 Buka YASARA
3.1.2 Klik file> load> PDB file > cari PDB yang akan dibuka,
misal SA2014_1YCR.
3.1.3 Klik F6, Klik kiri pada SA2014_1YCR > klik molekul
baris ke 3 > klik non> klik kanan > stick maka akan
tampak sebagai berikut
3.1.4 Untuk mengetahui asam amin klik Effects > label >residu
kemudian klik non 0 pada sequence > Unk pada name >
95
oke > set label color (centang residu name dan residu
number) > pilih warna putih seperti berikut
3.1.5 Klik kiri untuk memutar gambar, klik kanan untuk
mengatur jarak jauh dekat gambar, sehingga dapat
diketahui asam amino disekitar ligan yang ditambatkan.
97
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan di
Kediri, 24 Desember 1993. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan H. Misdi
dan Hj. Katemi. Penulis memulai
pendidikan dasar di SDN Kedung
Malang, Papar. Kemudian penulis
melanjutkan jenjang selanjutnya di
MTsN 1 Pare. Setelah lulus, penulis
melanjutkan jenjang selanjutnya di
SMAN 2 Pare.
Penulis melanjutkan
jenjang pendidikan S1 Biologi
Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya. Penulis aktif mengikuti organisasi seperti
UKM Teater Tiyang Alit sebagai anggota aktif pada tahun 2012
sampai sekarang dan sebagai wakil ketua pada tahun 2014-2015,
Redaksi Majalah BIOGONAL sebagai anggota pada tahun 2013
dan Pimpinan redaksi tahun 2014-2015. Penulis Penulis juga aktif
mengikuti pelatihan seperti Pelatihan Karya Tulis Ilmiah (PKTI)
HIMABITS, Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa Pra
Tingkat Dasar (LKMM Pra-TD) ITS serta mengikuti kegiatan
PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) dan berhasil didanai pada
tahun 2015. Penulis juga aktif sebagai panitia Big Event Biologi
ITS (BOF) yang dihelat setiap setahun sekali. Penulis juga pernah
mewakili ITS dalam ajang lomba Monolog PEKSIMINAL
(Pekan Seni Mahasiswa regional di Malang). Penulis yang
menyukai puisi dan teater ini pernah menjadi aktris, sutradara
sekaligus tata rias dalam berbagai event di ITS maupun diluar
ITS.