akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur …
TRANSCRIPT
AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR
DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT
(STUDI PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan
memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
Mitra Sejati Ginting
140200409
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
ABSTRAK
Mitra Sejati Ginting*)
OK. Saidin**)
Puspa Melati Hasibuan***)
Pengguna kartu kredit, diantaranya debitur selaku pemegang kartu kredit
sudah tidak mampu lagi melakukan pembayaran. Debitur selaku pengguna kartu
yang seperti ini sudah mulai tertunggak pembayarannya, dan mulai tercatat
dalam blacklist Bank Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
perjanjian penerbitan kartu kredit antara debitur dengan kreditur pada Bank BCA
Cabang Diponegoro Medan. Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur
dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.
Penyelesaian hukum akibat wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian
kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Sumber
data meliputi dua jenis yaitu sumber data primer dan data sekunder. Teknik dan
alat pengumpulan data pada penelitian ini observasi dan wawancara. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Perjanjian penerbitan kartu kredit, perjanjian penerbitan kartu kredit dapat
digolongkan dalam perjanjian pinjam meminjam dan perjanjian melakukan
pekerjaan dan penggunaan kartu kredit dapat digolongkan dalam perjanjian jual
beli dan perjanjian penanggungan, dimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang penyelenggaraan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29/POJK.05/2014
tentang Penyelenggaran Usaha Perusahaan Pembiayaan. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016, tentang Perubahan
Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 tentang
Rincian Jenis Data Dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data Dan
Informasi Yang Berkaitan Dengan Perpajakan. Akibat hukum wanprestasi yang
dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang
Diponegoro Medan, menjadi tanggung jawab pemegang kartu kredit dan penerbit
kartu kredit maka pihak Bank BCA memberikan sanksi denda akan keterlambatan
tersebut dan pihak debitur dalam hal ini wajib untuk membayar denda beserta
bunga yang turut serta di dalamnya. Akibat hukum yang timbul apabila pihak
debitur dalam hal ini melaksanakan prestasi yang tidak boleh dilakukan, maka
pihak Bank BCA sesuai dengan yang dituangkan dalam perjanjian kreditnya maka
pihak Bank BCA melakukan pemblokiran terhadap kartu kredit milik debitur
disertai penagihan terhadap debitur tersebut. Penyelesaian hukum dari Bank BCA
selaku penerbit kartu kredit terhadap tindakan wanprestasi dalam kartu kredit
yang dilakukan oleh pemegang di Bank BCA dijalankan sesuai dengan ketentuan
yang terdapat dalam perjanjian kartu kredit yaitu dengan cara musyawarah
melalui mediasi.
Kata kunci : Wanprestasi, Debitur, Perjanjian Kartu Kredit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
ABSTRACT
Mitra Sejati Ginting *)
OK Saidin **)
Puspa Melati Hasibuan ***)
Credit card users, including debtors as credit card holders are no
longer able to make payments. Debtors as card users like this have started to be
overdue in payments, and have begun to be recorded in the Bank Indonesia
blacklist. The problem in this study is the credit card issuance agreement between
the debtor and the creditor at the Bank BCA Diponegoro Branch Medan. The
legal consequences of defaults made by the debtor in the credit card agreement at
the Bank BCA Branch Diponegoro Medan. Legal settlement due to default by the
debtor in the credit card agreement with Bank BCA Diponegoro Branch Medan.
This type of research is empirical legal research. Data sources include
two types, namely primary data sources and secondary data. Data collection
techniques and tools in this study were observations and interviews. Data analysis
in this study uses qualitative methods.
Credit card issuance agreements, credit card issuance agreements can
be classified in lending and borrowing agreements and agreements to carry out
work and use of credit cards can be classified in buying and selling agreements
and underwriting agreements, which are stipulated in Bank Indonesia Regulation
No. 14/2 / PBI / 2012 dated January 6, 2012 concerning Amendments to Bank
Indonesia Regulation Number 11/11 / PBI / 2009 concerning the conduct of card
payment instruments. Financial Services Authority Regulation (POJK) No. 1 /
POJK.07 / 2013 concerning Consumer Protection in the Financial Services
Sector. Financial Services Authority Regulation (POJK) No. 29 / POJK.05 / 2014
concerning Conducting Financing Company Businesses. Regulation of the
Minister of Finance Number 39 / PMK.03 / 2016 dated March 22, 2016,
concerning the Fifth Amendment to the Regulation of the Minister of Finance
Number 16 / PMK.03 / 2013 concerning Details of Data and Information Types
and Procedures for Submitting Data and Information Related to Taxation. As a
result of legal defaults committed by debtors in credit card agreements with Bank
BCA Diponegoro Branch Medan, is the responsibility of credit card holders and
credit card issuers, the Bank BCA imposes a penalty for the delay and the debtor
in this case is obliged to pay fines and interest participate in it. Legal
consequences arising if the debtor in this case performs an achievement that may
not be carried out, then the Bank of BCA in accordance with what was stipulated
in the credit agreement, the Bank has blocked the debtor's credit card
accompanied by billing the debtor. Legal settlement from Bank BCA as the issuer
of credit cards for defaults on credit cards carried out by holders at Bank BCA is
carried out in accordance with the provisions contained in the credit card
agreement, namely by means of deliberation through mediation.
Keywords: Default, Debtor, Credit Card Agreement
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,
karena atas berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga
dengan kemampuan yang ada menyelesaikan tugas menyusun skipsi ini. Sudah
merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa bahwa dalam menyelesaikan studi
untuk mencapai gelar kesarjanaan menyusun skripsi dalam hal ini penulis memilih
judul “ Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur Dalam
Perjanjian Kartu Kredit (Studi Pada Bank Bca Cabang Diponegoro Medan)”
Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif untuk mendekati kesempurnaan didalam skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
penyempurnaan dan kemanfaatannya.
Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, ayahanda Arjuna Ginting dan
Ibunda Dementa br Pinem dan keluarga besar Amsal Ginting (Aband), Dewinta
Sinulingga (Kakak), Dodos Ginting (Abang), Thesa Barus (Abang) serta Aman
Ginting (Adik) yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam mendidik
dan membimbing anaknya untuk menjadi orang yang berhasil, dan juga tiada
hentinya mencari rezeki dari terbit fajar hingga terbenam matahari untuk
menafkahi keluarga dan membiayai pendidikan penulis hingga saat ini, serta
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi hingga saat ini, terima
kasih atas do‟a yang tiada henti.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun yang tidak
langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama
penulis menempuh perkuliahan, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Fakultas
Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Rosmalinda, S.H, LLM, selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
8. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
9. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik
penulis.
10. PT. Bank BCA Cabang Diponegoro Medan yang telah memberikan
kesempatan dan waktunya untuk memberikan data yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Terima Kasih penulis kepada seluruh rekan-rekan perkuliahan saya yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada
semua pihak dan semoga kritik dan saran yang telah diberikan mendapatkan
balasan kebaikan berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum di negara Republik Indonesia.
Medan, November 2019
Penulis,
Mitra Sejati Ginting
NIM: 140200409
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 8
D. Tinjauan Kepustakaan .................................................................... 9
E. Keaslian Penulisan ....................................................................... 14
F. Metode Penelitian ........................................................................ 17
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 21
BAB II PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT ANTARA
KREDITUR DENGAN DEBITUR PADA BANK BCA
CABANG DIPONEGORO MEDAN .............................................. 23
A. Sejarah Perkembangan Kartu Kredit ............................................ 23
B. Para pihak yang terlibat dalam Perjanjian Penerbitan
Kartu Kredit .................................................................................. 27
C. Keabsahan Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit ........................... 32
D. Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit Antara Kreditur
Dengan Debitur Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan .... 39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
BAB III AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN
DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT PADA
BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN ......................... 47
A. Prosedur Penerbitan Kartu Kredit Pada Bank BCA Cabang
Diponegoro Medan ....................................................................... 47
B. Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur
Dalam Perjanjian Kartu Kredit Pada Bank BCA Cabang
Diponegoro Medan ....................................................................... 54
C. Perlindungan Hukum Yang Diperoleh masing-masing
Pihak Apabila Terjadi Permasalahan Dalam Penggunaan
Kartu Kredit................................................................................... 58
BAB IV PENYELESAIAN HUKUM AKIBAT HUKUM
WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM
PERJANJIAN KARTU KREDIT................................................... 63
A. Gambaran umum Bank BCA Cabang Diponegoro Medan .......... 63
B. Bentuk Wanprestasi dalam Perjanjian Kartu Kredit..................... 69
C. Penyelesaian Hukum Bank BCA Cabang Diponegoro Medan
Terhadap Debitur Yang Wanprestasi ........................................... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 78
A. Kesimpulan .................................................................................. 78
B. Saran ............................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 80
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era teknologi informansi dan komunikasi mempengaruhi sistem transaksi
dengan munculnya alat pembayaran menggunakan kartu salah satunya kartu
kredit. Istilah credit card dalam Bahasa Indonesia kartu kredit yaitu gaya hidup
dan bagian dari komunitas masyarakat untuk dapat dikatakan modern dalam tata
kehidupan sebuah kota yang beranjak menuju metropolitan (cosmopolitan). Kartu
kredit merupakan kartu yang diterbitkan oleh bank selaku penerbit yang dapat
digunakan pemakainya dalam berbagai jenis transaksi keuangan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan masyarakat akan kartu kredit dalam melakukan
transaksi keuangan menunjukkan perkembangan yang begitu mengembirakan di
Indonesia, namun penggunaan kartu kedit tetap mengacu tetap mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.1
Era digitalisasi bisnis kartu kredit sangat diminati oleh semua kalangan
masyarakat, sehingga tidak heran apabila bank berlomba-lomba mengeluarkan
jenis kartu kredit dengan berbagai bermacam-macam fasilitas dan kemudahan
diberikan kepada pemegang kartu kredit, sehingga berdampak persaingan antar
bank itu sendiri. Istilah kredit dalam kehidupan sehari-hari yaitu pinjam dari bank
untuk kemudian membayarkanya kembali dalam jangka waktu tertentu dengan
cara mencicil dengan imbalan berupa bunga.2
1 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit Dilematis Antar Kontrak dan Kejahatan, (Bandung:
Refika Aditama, 2004), hlm. 7 2 Ibid, hlm. 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Persamaan kehendak dalam perjanjian kredit akan menimbulkan perikatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata) tentang bagaimana syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu
persetujuan dari mereka yang mengikatkan dirinya. Perjanjian kredit didahului
adanya persamaan kehendak untuk mengikatkan dirinya, kemudian pihak lainnya
juga memberikan pernyataan penerimaan penawaran atas perjanjian yang
dilakukan tersebut. Perjanjian kredit ini dua subjek hukum yang mempunyai
kehendak dan dapat menyatakan kehendaknya agar tujuan dibuatnya suatu
perjanjian dapat tercapai.3
Produk yang dikeluarkan oleh bank salah satunya kartu kredit. Kartu kredit
yaitu kartu yang dikeluarkan oleh bank selaku penerbit (issuer), digunakan oleh
pemegang kartu (card holder) berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah
sebagai pengganti uang tunai dan pihak penerima seperti para merchant yang telah
ditentukan oleh bank selaku penerbit kartu kredit tersebut juga dapat diuangkan
oleh pemiliknya di berbagai tempat seperti bank-bank di Anjungan Tunai Mandiri
(ATM) yang tersebar di berbagai tempat yang strategis seperti dipusat
perbelanjaan, hiburan, perkantoran, fasilitas public dan pasar.4
Perjanjian kartu kredit antara bank selaku pihak penerbit dengan pihak
pemegang kartu kredit ini sama dengan perjanjian kredit umumnya dilakukan oleh
pihak bank, dimana hutang akan dibayar kembali dengan cara cicil dan akan
dibayar kembali sekaligus pada waktu penagihan dalam kasus pembayaran tunai.
3 V. Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Teraupetik, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 11 4 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007),
hlm. 125
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Berdasarkan ketentuan KUHPerdata, maka perjanjian antara pihak penerbit
tergolong kedalam bentuk perjanjian “Pinjam Pakai Habis”, sebagaimana diatur
pada Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1773 KUHPerdata.
Pemakaian kartu kredit mulai banyak dipergunakan di seluruh dunia yaitu
dengan menggunakan sistem franchise. Sistem ini penerbit dapat menerbitkan
kartu kepada pemegangnya seperti yang dilakukan Visa dan Master. Bank dalam
sistem franchise berfungsi sebagai penerbit kartu kredit. Bank perantara yakni
yang bertugas untuk menerima slip pembayaran atas penjual barang/jasa dan
membayarnya kepada penjual tersebut, dan meneruskan slip pembayaran
kembali.5
Penggunaan kartu kredit yang dirasa lebih aman, nyaman dan praktis
dengan berbagai fungsinya yang semakin bertambah, menjadikan kartu kredit ini
semakin berkembang pesat, khususnya daerah perkotaan dimana banyak terdapat
fasilitas publik dan layanan masyarakat seperti pusat perbelanjaan, pasar,
perhotelan, restoran, tempat hiburan dan lain sebagainya. Kartu kredit sebagai alat
pembayaran yang sah pada zaman modern ini, pemegang kartu cukup dengan
“menggesek” kartu untuk mendebit nilai transaksi yang diinginkan.
Perkembangan lembaga keuangan dan pesatnya pembangunan, dan adanya
kemudahan dalam bertransaksi merupakan kebutuhan pokok dan penting
menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga banyak masyarakat ingin
menggunakan kartu kredit tersebut.6
5 Munir Fuady, Hukum Pembiayaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 182.
6 Johannes Ibrahim. Op.Cit., hlm 16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Pengggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran untuk melakukan
belanja di mana dilakukan dengan cara bank akan melakukan pembayaran terlebih
dahulu kepada merchant sesuai dengan jumlah transaksi yang dilakukan oleh
pemegang kartu kredit setelah bank penerbit kartu kredit melakukan pembayaran
terhadap pemegang kartu kredit tersebut, maka pemegang kartu kredit
bertanggung jawab untuk membayar kepada bank penerbit kartu kredit atas
jumlah transaksi yang tercantum dalam jumlah tagihan dan tagihan dilakukan
setiap bulan dengan melalui billing statement ke alamat pemegang kartu kredit
atau melalui email. 7
Perjanjian pemegang kartu dan syarat-syarat penggunaan sebagaimana
diterbitkan Bank BCA adalah perjanjian baku. Perjanjian baku yakni
perjanjian yang isinya telah dibuat pihak kreditur dalam bentuk akta-akta tertentu,
ketika kontrak tersebut ditandatangani pihak debitur hanya mengisikan data-data
informatif tanpa perubahan sedikitpun, sehingga biasanya perjanjian baku berat
sebelah, dimana pihak kreditur tidak dapat bernegosiasi terhadap isi akta tersebut.
Kepada debitur dalam perlaksanaan perjanjian baku diberkan akta oleh pihak
kreditur, pihak debitur tidak mempunyai kesempatan untuk bernegoisasi dan
berada hanya pada posisi “take it or leave it”.8
Kartu kredit sebagai salah satu alat pembayaran yang sah mempunyai
fasilitas yang berbeda dibandingkan dengan alat pembayaran tunai. Sebagai alat
pembayaran kartu kredit merupakan instrumen baru dalam dunia perdagangan
7 Ch. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank dan
Manajemen, (Jakarta: Citra Kreasi, 2005), hlm. 76 8Munir Fuady, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 145.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
yang merupakan surat-surat berharga yang mempunyai nilai uang. Surat-surat
berharga ini secara konseptual dapat dibedakan menjadi surat berharga dan surat
yang berharga.9
Perjanjian ini dibuat dalam bentuk akta oleh pihak bank selaku pihak
penerbit yang memuat beberapa dokumen misalnya informasi permohonan, syarat
dan ketentuan, informasi tentang prosedur dan prosedur penggunaan kartu kredit,
yang kesemuanya yaitu bagian tidak terpisahkan dalam bentuk akta. Pemegang
kartu hanya tinggal memilih menyetujui atau menolak isi perjanjian tersebut. 10
Perjanjian kartu kredit ini menerbitkan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan
pemegangnya untuk membayarkan barang/jasa perjanjian kartu kredit ini
mengacu pada perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 KUH
Perdata.11
Permasalahan yang timbul dalam perjanjian kartu kredit berbeda dengan
kredit perbankan lainnya yang memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan
adanya unsur jaminan, sehingga dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan
perhatian yang lebih, khususnya dalam penerbitan kartu kredit sesuai dalam
aplikasi. Permasalahan yang timbul dalam perjanjian kartu kredit terhadap
kreditur yaitu adanya penyalahgunaan kartu kredit yang dilakukan oleh pihak
yang tidak ada hubungannya dalam penerbitan kartu kredit, mengakibatkan
kerugian bank selaku penerbit serta pemegang kartu kredit. Debitur merasa
keberatan apabila dalam penagihan kartu kredit macet dilakukan dengan
9 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Surat Berharga, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm.5.
10 Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hlm. 53 11
Johannes Ibrahim, Op.Cit, hlm 20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
menggunakan dept collector dalam proses penagihannya. Debitur ada yang
merasa tidak nyaman, merasa hak asasinya dilanggar, dan tidak menyukai
perlakuan dept collecetor yang berkata kasar atau bahkan berlaku yang tidak
sopan, bahkan bisa berlaku kasar atau tidak menyenangkan. Para dept collector
tersebut hanya melaksanakan tugasnya, namun di sisi lain dept collector
dihadapkan dengan kondisi debitur yang diluar dugaan kondisi para petugas
penagih hutang tersebut.12
Permasalahan lain yang timbul dalam pengguna kartu kredit, diantaranya
debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, debitur selaku pemegang kartu
kredit sudah tidak mampu lagi mencicil tagihan, debitur selaku pengguna kartu
yang seperti ini sudah mulai tertunggak pembayarannya. Sehingga pihak kreditur
melakukan melalui penagihan melalui dept collector. 13
Wanprestasi (ingkar janji) akan berakibat timbulnya kerugian bagi pihak
kreditur, guna menuntut ganti rugi yang dideritanya terhadap pihak yang
wanprestasi (ingkar janji). Pihak yang wanprestasi (ingkar janji) memiliki
kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian.
Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata yang dinyatakan bahwa perjanjian-perjanjian
yang dibuat hanya berlaku di antara para pihak yang membuatnya. Ini berarti
bahwa setiap perjanjian, hanya membawa akibat berlakunya ketentuan Pasal 1131
KUHPerdata bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.
12
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib 13
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan Akibat Hukum
Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur dalam Perjanjian Kartu Kredit (Studi Pada
Bank BCA Cabang Diponegoro Medan).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang penulis
sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perjanjian penerbitan kartu kredit antara debitur dengan kreditur
pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan?
2. Bagaimana akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam
perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan?
3. Penyelesaian hukum akibat wanprestasi yang dilakukan debitur dalam
perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui perjanjian penerbitan kartu kredit antara debitur dengan
kreditur pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.
2. Untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam
perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan.
3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum akibat wanprestasi yang dilakukan
debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro
Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Adapun manfaat penelitian ini, dapat dibedakan menjadi dua yaitu manfaat
teoritis dan praktis, berikut penjelasannya di bawah ini:
1. Manfaat teoritis
Dengan adanya penelitian tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan
serta informasi mengenai akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur
dalam perjanjian kartu kredit.
2. Manfaat praktis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap
masyarakat pada umumnya tentang akibat hukum wanprestasi (ingkar janji)
yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit, terutama dalam hal
terjadinya wanprestasi (ingkar janji) pada permasalahan dalam wanprestasi
yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit.
D. Tinjauan Kepustakaan
1. Wanprestasi
Kesepakatan para pihak merupakan dasar dalam perjanjian yang akan
menimbulkan prestasi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam
perjanjian akan menimbulkan wanprestasi (ingkar janji) jika memang debitur
dapat membuktikan bukan, disebabkan keadaan memaksa (overmach). Perkataan
wanprestasi (ingkar janji) berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk. Wanprestasi (ingkar janji) yakni suatu keadaan yang disebabkan kelalaian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah
ditentukan dalam disepakati dalam perjanjian tersebut.14
Wanprestasi (ingkar janji) adalah istilah yang dipakai dalam hukum
perbankan dan hukum dagang yang kemudian didefinisikan sebagai tidak
terlaksananya prestasi karena debitur baik, karena kesengajaan atau kelalaian.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa wanprestasi (ingkar janji) yaitu perbuatan lalai
sebagai wujud dari tidak memenuhi perikatan. Bentuk-bentuk wanprestasi yang
sering didengar, antara lain:
a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
b) Melaksanakan apa yang disepakati tetapi tidak sebagaimana mestinya.
c) Melakukan apa yang dijanjikannya, akan tetapi terlambat.
d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.15
Pelaksanaan perjanjiaan sebagaimana Pasal 1234 KUHPerdata, yang
dinyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. 16
2. Perjanjian
Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda yakni overeenkomst.17
Perjanjian disering juga disebut dengan istilah persetujuan. Suatu perjanjian
adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak yang lain, dan
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Disamping itu
perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada
14
Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), hlm.221. 15
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta:Intermasa,2009), hlm 1 16
Junaidi Ganie A. Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm 67 17
Leli Joko Suryono, Pokok-pokok Perjanjian Indonesia, (Yogyakarta:LP3M UMY,
2014), hlm 43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.18
Pasal 1313 dinyatakan bahwa “Perjanjian merupakan suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu
orang atau lebih lainnya”. Perjanjian dalam arti sempit merupakan suatu
persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan dibidang harta kekayaan.19
Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
untuk melaksanakan sesuatu hal yang telah diperjanjikan.20
Perjanjian yaitu suatu perbuatan atau tindakan hukum yang terbentuk
dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari
dua orang (pihak) atau lebih, di mana tercapainya kata sepakat tersebut tergantung
dari para pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang
satu dan atas beban pihak yang lain atau kepentingan pihak yang satu dan atas
beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan
perundang-undangan.21
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa merupakan suatu
perjanjian dapat menjadi suatu perbuatan hukum jika ada kata sepakat kedua belah
pihak.
18
Subekti., Op.Cit., hlm 29 19
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2010), hlm 290 20
Subekti, Op.Cit., hlm.84 21
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, (Bandung: Citra aditya Bakti, 2010), hlm. 54.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
3. Perjanjian Kartu Kredit
Istilah kartu kredit diadopsi kata credit card, yaitu kata majemuk, yang
terjadi dari dua kata yang masing-masing mempunyai pengertian dan arti yang
berbeda, dalam pengertian yang tidak sepadan serta berbeda pula pengertiannya
secara harafiahnya.22
Kartu kredit (credit card) yaitu jenis kartu yang dapat digunakan sebagai
alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa, dimana pelunasan atau
pembayarannya dapat dilakukan sekaligus atau dengan cara mencicil sejumlah
minimum tertentu. Jumlah cicilan tersebut dihitung dari nilai saldo tagihan
ditambah bunga bulanan. Tagihan pada bulan lalu termasuk bunga (retail
interest) merupakan pokok pinjaman pada bulan berikutnya.23
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa alat
pembayaran pengganti uang tunai dalam bentuk kartu yang diterbitkan oleh bank
untuk memudahkan para debiturnya bertransaksi.
Sumber hukum utama kartu kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis
dan perjanjian jual beli bersyarat sebagaimana diatur dalam Buku III KUH
Perdata. Perjanjian kartu kredit yaitu salah satu bentuk perjanjian khusus yang
tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata. Perjanjian penerbitan kartu kredit
antara penerbitan dan pemegang kartu dapat digolongkan ke dalam “perjanjian
pinjam pakai habis” yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata
(verbruiklening).
22
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2010), hlm.395. 23
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), hlm. 208.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Perjanjian dalam penerbitan kartu kredit berbeda dengan perjanjian yang
lain jika ditinjau dari segi hukum, sebab memiliki persamaan yang tersendiri
dengan perjanjian lainnya. Adapun pendirian perusahaan yang bergerak dalam
usaha kartu kredit didasarkan aturan hukum yang berlaku Pasal 6 huruf I Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan (Undang-Undang Perbankan) yang mengatur
salah satu usaha Bank adalah melakukan usaha kartu kredit, Keputusan Presiden
Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dalam Pasal 2 ayat (1) yang
dinyatakan bahwa salah satu lembaga pembiayaan adalah kartu kredit,
selanjutnya Pasal 1 angka 7 yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah
badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian
barang/jasa dengan menggunakan kartu kredit, yaitu bank, perusahaan
pembiayaan.24
Kartu kredit diterbitkan oleh bank penerbit atau lembaga pengelola kartu
kredit guna kepentingan pemegang kartu dan dapat digunakan oleh pemegangnya
sebagai alat pembayaran yang sah secara kredit. Kartu kredit merupakan sebuah
kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan identitas dari
pemegang dan penerbitnya bersifat magnetis yang memberikan hak kepada siapa
kartu ini diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari
suatu jasa atau barang-barang yang dibeli di tempat tertentu, yang pembayarannya
dapat dilakukan sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu.25
24
Munir Fuady, Op.Cit., hlm 91 25
Serfianto Dibyo Purnomo, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang
Elektronik, (Jakarta:Visimedia, 2012), hlm. 113
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas yang ada di
Indonesia tidak ditemukan judul tersebut di atas baik secara fisik maupun online,
namun ada beberapa judul terkait dengan perjanjian kartu kredit, seperti di bawah
ini:
Mohammad Zen Wijanaka. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta (2008), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Bagi Pemilik
Kartu Kredit Dalam Transaksi e-commerce. Permasalahan yang diangkat pada
penelitian ini adalah:
1. Hukum mengatur transaksi e-commerce.
2. Kontrak elektronik sama kekuatan hukumnya dengan kontrak tertulis.
3. Hukum memberi perlindungan bagi pemilik kartu kredit dalam transaksi e-
commerce.
Kesimpulan hukum yang mengatur transaksi e-commerce diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata serta Rancangan Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Perjanjian elektronik pada dasarnya sama seperti perjanjian
tertulis seperti termaktub dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Nurul Putri. Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung
(2017), dengan judul penelitian Perlindungan Hukum Pemegang Kartu Kredit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Berkaitan Dengan Peretasan Kartu Kredit (Studi Kasus PT. BankMandiri Tbk
Teluk Betung Bandar Lampung). Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini
1. Hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu kredit dalam peretasan
kartu kredit.
2. Perlindungan hukum bagi pemegang kartu kredit berkaitan dengan peretasan
kartu kredit.
3. Upaya hukum dari pemegang kartu kredit untuk menyelesaikan pelanggaran
hak tersebut
Kesimpulan dalam penelitian hubungan hukum antara bank dan pemegang kartu
kredit yaitu hubungan yang diatur dengan hukum perjanjian. Hukum perjanjian
diatur tentang apa yang menjadi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, yaitu
pihak bank dan pihak pemegang kartu kredit. Bank selaku pelaku usaha wajib
memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang kartu kredit.
Alfin Oktavianus Sianipar. Fakultas Hukum Universitas Jember (2013),
dengan judul penelitian Aspek hukum perjanjian penerbitan kartu kredit dengan
suku bunga melebihi ketentuan batas maksimum suku bunga kartu kredit. Adapun
permasalahan dalam penelitian ini :
1. Aspek hukum perjanjian penerbitan kartu kredit
2. Pengaturan batas maksimum suku bunga kartu kredit
3. Upaya penyelesaian jika terjadi sengketa antara penerbit kartu kredit dengan
pengguna kartu kredit terhadap penetapan suku bunga yang melebihi
ketentuan batas maksimum dalam perjanjian penerbitan kartu kredit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Kesimpulan dalam penelitian batas maksimum suku bunga kartu kredit diatur di
dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.14/34/DASP tanggal 27 November 2012
perihal Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. Untuk penekanan terkait
besarnya nominal batas suku bunga terdapat di angka (1) Surat Edaran Bank
Indonesia No.14/34/DASP yang menyatakan bahwa Batas maksimum suku bunga
Kartu Kredit yang wajib diterapkan oleh Penerbit Kartu Kredit adalah sebesar
2,95 persen (dua koma sembilan puluh lima persen) per bulan atau 35,40 persen
(tiga puluh lima koma empat puluh persen) per tahun. Jika bank penerbit
menentukan bunga kartu kredit yang melebihi ketentuan Surat Edaran tersebut,
maka akibat hukumnya sebagaimana diatur Pasal 38 Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 14/2/PBI/2012 berupa sanksi administratif seperti teguran, denda,
penghentian sementara atau sebagian atau seluruh kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK), dan/atau pencabutan izin penyelenggaraan
kegiatan APMK
Kiki Yunitasari Saras Putri Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta (2016), dengan judul penelitian Kartu Kredit Dan Debitur (Studi
Tentang Hubungan Hukum Antara Bank dan Pemegang Kartu Kredit Di Kantor
Cabang Utama Bank BCA Surakarta). Adapun permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah :
1. Hubungan hukum antara bank penerbit dengan pemegang kartu kredit dalam
perjanjian penerbitan kartu kredit di BCA.
2. Permasalahan yang akan timbul di dalam melakukan transaksi dengan
menggunakan kartu kredit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
3. Perlindungan hukum yang diperoleh masing-masing pihak apabila terjadi
permasalahan dalam penggunaan kartu kredit.
Kesimpulan penelitian ini adalah bank selaku penerbit akan melakukan penagihan
kartu kredit kepada pemegang kartu kredit sesuai dengan nota transaksi atau sales
slip. Pemegang kartu yang menerima tagihan tersebut akan melakukan
pembayaran sesuai dengan nota transaksi/sales slip. Penerbit akan mengeluarkan
tagihan kartu kredit pada hari yang telah ditentukan dalam satu bulan, pemegang
kartu kredit harus membayar sebelum masa tenggang berakhir, selebihnya, denda
keterlambatan harus dibayar.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan guna menjamin terungkapnya suatu
kebenaran ilmiah, proses penelitian ini membutuhkan metode-metode yang tepat,
karena hal tersebut digunakan sebagai pedoman dalam rangka mengadakan
penelitian termasuk analisis dari data-data hasil penelitian tersebut. Metode
penelitian merupakan faktor yang penting dalam proses penulisan skripsi dan
merupakan cara utama yang digunakan penulis untuk mencapai tujuan dan objek
yang dibahas dalam penelitian. Metode yang tepat, dalam menggunakan metode
diharapkan dapat menggunakan alur pemikiran yang berurutan dalam usaha
mencapai pengkajian. Metode yang dimaksud isini adalah jenis penelitian, sifat
penelitian, pendekatan masalah, sumber hukum, analisa bahan hukum, sehingga
dapat ditarik kesimpulan.
1. Jenis penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu
penelitian empiris. Penelitian empiris yaitu penelitian yang dilakukan melalui
studi kasus (lapangan) yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yang
bersifat yuridis dan didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari hasil
penelitian.26
2. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang menggambarkan masalah yang terjadi pada masa sekarang dan
sedang berlangsung, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan apa yang terjadi
saat penelitian dilakukan.27
3. Pendekatan masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu memecahkan
masalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Pendekatan
yuridis yang dimaksudkan adalah hukum dilihat sebagai norma atau das sollen,
disebabkan dalam melakukan pembahasan masalah dalam penelitian ini
menggunakan bahan-bahan hukum. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu metode kualitatif.28
Penelitian kualitatif yaitu penelitian untuk memahami
permasalahan yang dialami oleh subjek secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 2010), hlm. 41 27
Ibid 28
Hadari Nawawi. Penelitian Terapan, (Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 2005),
hlm 63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.29
Pendekatan empiris adalah
dengan melihat hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau das sein, karena
dalam penelitian ini data yang digunakan data primer yang diperoleh langsung
melalui wawancara kepada informan yang berkompeten.
4. Sumber data
Data yang dikumpulkan guna menunjang hasil penelitian adalah data
primer dan data sekunder yang dapat didefinisikan sebagai berikut:
a. Data primer. Data primer yaitu data yang didapat secara langsung dari sumber
pertama yaitu melalui wawancara yang tentunya berkaitan dengan pokok
permasalahan. Peneliti mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari
hasil penelitian di Bank BCA Cabang Diponegoro Medan. Wawancara
dilakukan kepada Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Debitur KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019.
b. Data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan mempelajari
peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli hukum, dan dokumen yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) Bahan hukum primer yaitu data yang diperoleh dari sumber aslinya yang
berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat
mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini
bahan hukum primer terdiri atas: Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
29
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya,
2010), hlm 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Perbankan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Peraturan Bank
Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaran Usaha
Perusahaan Pembiayaan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).
2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yang diperoleh dari studi
kepustakaan berupa literature-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian berupa pendapat para ahli, buku jurnal hukum,
buku-buku hukum dan artikel.
3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang mendukung bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, kamus
Bahasa Indonesia, majalah, surat kabar dan ensiklopedia berkaitan dengan
masalah dalam penelitian ini.
5. Analisis data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya
menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat
(deskritif). Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak dari analisis empiris,
yang dalam pendalamannya dilengkapi dengan analisis normatif. Kesimpulan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
secara dedukatif, didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum untuk kemudian
ditarik suatu kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dapat tersusun secara teratur dan berurutan sesuai apa yang
hendak dicapai dan dimaksud dengan judul skripsi tersebut. Skripsi ini terdiri atas
lima bab, dimana antara bab satu dengan bab lainnya saling terkait. Sistematika
skripsi berjudul Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur dalam
Perjanjian Kartu Kredit (Studi Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan),
seperti berikut ini:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan,
keaslian penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT ANTARA
DEBITUR DENGAN KREDITUR PADA BANK BCA CABANG
DIPONEGORO MEDAN
Bab ini berisikan sejarah perkembangan kartu kredit. Para pihak
yang terlibat dalam perjanjian penerbitan kartu kredit. Keabsahan
perjanjian kartu kredit. Perjanjian penerbitan kartu kredit antara
debitur dengan kreditur pada Bank BCA Cabang Diponegoro
Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
BAB III AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN
DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT PADA
BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN
Bab ini berisikan Prosedur Penerbitan Kartu Kredit Pada Bank
BCA Cabang Diponegoro Medan. Akibat hukum wanprestasi yang
dilakukan debitur dalam perjanjian kartu kredit pada Bank BCA
Cabang Diponegoro Medan. Perlindungan hukum yang diperoleh
masing-masing pihak apabila terjadi permasalahan dalam
penggunaan kartu kredit.
BAB IV PENYELESAIAN HUKUM AKIBAT HUKUM WANPRESTASI
YANG DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN
KARTU KREDIT PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO
MEDAN
Bab ini berisikan gambaran umum Bank Central Asia (BCA).
Faktor penyebab wanprestasi dalam perjanjian kartu kredit dan
Penyelesaian Hukum Bank BCA Cabang Diponegoro Medan
terhadap Debitur Yang Wanprestasi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, penulis memuat tentang kesimpulan singkat tentang
hal-hal yang telah dibahas pada bab sebelumnya, serta saran–saran
yang dianggap perlu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
BAB II
PERJANJIAN PENERBITAN KARTU KREDIT ANTARA DEBITUR
DENGAN KREDITUR PADA BANK BCA CABANG
DIPONEGORO MEDAN
A. Sejarah Perkembangan Kartu Kredit
Amerika Serikat pertama kali menggunakan kartu kredit yaitu pada dekade
1920-an, yang diberikan oleh Department Store besar kepada para pelanggannya.
Tujuannya guna mengidentifikasi pelanggannya yang ingin berbelanja tetapi
dengan pembayaran bulanan. Karena itu, kartu kredit seperti ini berbentuk kartu
pembayaran lunas (charge card), yang dibayar bulanan setelah ditagih dan tanpa
kewajiban membayar bunga bagi pelanggannya. Sehingga para pihaknya hanya 2
(dua) pihak saja, yaitu pertama toko sebagai penerbit, sedangkan pihak kedua
adalah pelanggan sebagai pemegang kartu kredit.30
Tujuan dari pembuatan kartu tersebut agar konsumen menjadi lebih loyal
terhadap toko tersebut dan terciptanya sistem manajemen yang ideal sehingga
pemilik toko mengetahui data-data konsumen. Masyarakat diperkenalkan kepada
sebuah sistem pembayaran kredit yang diprakarsai oleh institusi perbankan pada
tahun 1946. Sistem ini dikenal dengan nama "Charge-It" dan diperkenalkan oleh
seorang bankir bernama John Biggins dari Flatbush National Bank of Brooklyn
yang bertujuan guna memudahkan debitur bank tersebut dalam bertransaksi
dengan toko-toko atau merchant-merchant yang juga menjadi debitur di bank
tersebut. Jadi merchant-merchant haruslah menyerahkan slip bukti transaksi di
mana nanti bank baru akan menagih kepada debiturnya yang menggunakan
30
Lawrence‟s Clark etl. Law and Business, (New York: McGraw Hill Book Company,
1992), hlm.16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
fasilitas "Charge-It" ini. Dengan begitu debitur harus memiliki rekening atau dana
di bank tersebut.31
Berawal pada tahun 1949 secara tidak sengaja ketika seorang pengusaha
bernama Frank McNamara melupakan dompetnya setelah acara makan malam di
sebuah restoran ternama. Saat tagihan datang dirinya baru menyadari bahwa
dompetnya tertinggal. Frank Mc.Namara memulai debutnya untuk mencari solusi
pengganti uang tunai atau dompet yang mungkin juga sering kali dialami oleh
konsumen-konsumen restoran lainnya. Frank McNamara pada tahun 1950,
bersama rekannya, Ralph Schneider, kembali ke restoran tersebut dengan
menggunakan sebuah kartu pembayaran yang unik. Inilah cikal bakal kartu kredit
yang dikenal hingga saat ini. Perkembangan selanjutnya disebut dengan diners
club card. Semuanya bermula dari diners club yang saat itu adalah jenis kartu
"charge card". Charge Card yang berarti kartu tunda sehingga dalam hal ini
konsumen dapat menunda pembayaran pada saat bertransaksi, tetapi pada bulan
berikutnya konsumen harus membayar penuh. Charge Card pada mulanya terbuat
dari bahan baku kertas dalam pembuatannya.32
Sejak tahun 1951 masyarakat Amerika Serikat mulai menggunakan charge
card, ketika itu digunakanlah plastik sebagai bahan bakunya seperti bentuk
sekarang ini. American Express pada tahun 1958, mengeluarkan kartu kreditnya
yang disebut AMEX. Disusul kemudian oleh Bank of America mengeluarkan
kartu kreditnya yaitu Visa. Pemerintah Amerika pada tahun 1970-an,
mengeluarkan regulasi kebijakan mengenai aturan dan penggunaan kartu kredit.
31
Fitri Rahayu. A. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia. Jurnal Manajemen Vol.1,
No.1, 2011, hlm 6 32
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Sejak saat itu, perusahaan kartu kredit berkembang pesat hingga keseluruh
dunia.33
Akhirnya berkembanglah berbagai macam kartu kredit dan menerobos
batas negara, seiring dengan arus globalisasi dan perkembangan teknologi dan
komunikasi. Perkembangan yang pesat terhadap pemakaian kartu kredit tersebut
tidak terkecuali juga di Indonesia. 34
Sistem pembayaran yang menggunakan kartu yang dikenal dengan
Dinners Club. Sistem baru relatif lebih aman dan praktis. Penggunaan kartu
sebagai alat pembayaran kemudian berkembang semakin luas dan diikuti oleh
penerbit kartu yang lain seperti Visa Card dan Master Card. Di negara-negara
yang telah maju dan telah lama menggunakan kartu plastik dalam perekonomian,
kegiatan perusahaan kartu diatur secara khusus dalam undang-undang.
Perkembangan kartu untuk transaksi keuangan mulai berkembang di Indonesia
pada tahun 1980 an.35
Pelopor pengembangan usaha kartu kredit di Indonesia dilakukan oleh
Citibank dan Bank Duta. Dewasa ini jenis kartu kredit yang beredar semakin luas
seperti Master Card, Visa BCA Card, Dinner Club, Kassa Card dan Amex Card.
Khusus untuk Dinner dan Kassa Card merupakan kartu kredit yang bukan
dikeluarkan oleh bank, akan tetapi perusahaan pembiayaan seperti Dinner Jaya
Indonesia untuk kartu Dinner dan PT Kassa Multi Finance untuk kartu Kassa.36
33
Ibid, hlm 6-7 34
Johannes Ibrahim, Op.Cit., hlm 22 35
Sigit Triandaru dan Totok Budisanto, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi 2,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 256 36
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2016),
hlm 298
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
Pengelola khusus bergerak di bidang kartu kredit adalah PT. Diners Jaya
Indonesia. Diners Club diterbitkan oleh PT. Diners Club Indonesia, sejak 1988
berada di gedung Rajawali, punya 225 pegawai yang tersebar di beberapa kota
Indonesia.37
Perkembangan bisnis kartu kredit di Indonesia kini makin semarak.
Hal ini terlihat dari terus bertambahnya jenis kartu kredit yang diterbitkan,
meningkatnya jumlah debitur, dan melonjaknya jumlah kartu kredit beredar
maupun nilai transaksinya dalam enam tahun terakhir (2005–2010). Jika pada
tahun 2005 jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia tercatat 8,34 juta kartu
dengan nilai transaksi Rp 51,67 triliun, pada tahun 2009 jumlah kartu beredar
telah menjadi 13,41 juta kartu dengan nilai transaksi Rp 137,25 triliun.
Akhir tahun 2010, jumlah kartu kredit beredar di Indonesia diprediksi akan
mencapai sekitar 14,15 juta kartu dengan nilai transaksi sekitar Rp 157,48 triliun.
Apakah ini menunjukkan penduduk Indonesia yang makin makmur atau tingkat
konsumtif penduduk Indonesia yang tinggi? Jawabannya karena kartu kredit
semakin populer sebagai alat pengganti uang tunai bahkan telah menjadi bagian
dari gaya hidup masyarakat modern di Indonesia. Selain dipicu oleh
perkembangan gaya hidup masyarakat di kota-kota besar, pertumbuhan bisnis
kartu kredit ini juga ditunjang oleh beragamnya program menarik yang
ditawarkan perusahaan penerbit, mengikuti selera dan kebutuhan debitur yang
makin bervariasi. Berbagai tawaran kartu kredit yang menarik saat ini banyak
37
Y. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: Salemba Empat, 2010,
hlm, 170.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
bertebaran di sejumlah media cetak, elektronik, media online, dan juga melalui
layanan Short Message Service (SMS).38
Kartu kredit di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan
pada tahun 2010 hingga April 2017. Hal ini terjadi disebabkan bertambahnya jenis
kartu kredit yang diterbitkan, meningkatnya jumlah debitur, dan melonjaknya
jumlah kartu kredit yang beredar maupun nilai transaksinya dalam 7 tahun
terakhir (2010-2017). Jika pada tahun 2010 jumlah kartu kredit yang beredar di
Indonesia 13.574.673 unit dan pada April 2017 mencapai 17.661.935 unit. Jumlah
kartu kredit mengalami penurunan sebesar 4.3% yaitu 17.661.935 pada April 2017
hingga September 2017 yang hanya 16.905.319 unit.39
Jumlah kartu kredit beredar per akhir Februari 2019, berdasarkan data
Bank Indonesia, beredar sebanyak 17,15 juta kartu, turun dari Februari 2018
sebanyak 17,43 juta kartu beredar. Bank Indonesia, naik/turunnya jumlah kartu
kredit dikarenakan terdapat kebijakan di beberapa bank penerbit untuk menghapus
kepemilikan kartu dari pengguna yang sudah tidak aktif atau tidak dapat
memenuhi kewajiban yang ditentukan.40
Peraturan yang mengatur mengenai kartu
kredit adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.41
38
Fitri Rahayu. A, Op.Cit, hlm 12 39
Pranoto. Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (e-money) Sebagai
Alat Pembayaran Yang Sah. Privat Law. Vol : 6 No: 1 Tahun 2018, hlm 27. 40
Komarul Hidayat https://keuangan.kontan.co.id/news/gesekan-bisnis-kartu-kredit-di-
awal-tahun-mulai-kencang/diakses tanggal 1 November 2019 41
Siaga Yoze Rosario, Penyelesaian Sengketa Tagihan Kartu Kredit Yang Tidak Pernah
Dimohonkan Oleh Konsumen Kepada PT. Bank negara indonesia (Persero), Tbk. Kantor Wilayah
Padang (Studi Kasus Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Padang), Jurnal Jurusan Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Vol. 3 No. 1 Tahun 2013, hlm 1-2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
B. Para Pihak yang terlibat dalam Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit
Perjanjian penerbitan kartu kredit hampir sama dengan perjanjian kredit
bank, dimana tagihan akan dibayar kembali secara angsur/cicil pada kartu kredit
(dalam arti sempit), dan akan dibayar kembali sekaligus pada waktu penagihan
dalam kartu pembayaran tunai. Untuk dapat diterbitkannya sebuah kartu kredit,
dibutuhkan unsur-unsur, antara lain sebagai berikut:
1. Unsur kepercayaan, merupakan hal yang prinsip dalam penerbitan kartu
kredit. Penerbit kartu dalam menilai kelayakan dari pemohon
mempertimbangkan kelayakan berdasarkan kelengkapan data yang diserahkan
oleh pemohon bersama dengan aplikasi atau formulir yang telah ditanda-
tanganinya.
2. Unsur waktu, penerbitan kartu kredit baik untuk pemegang kartu kredit
maupun kartu tambahan dalam tenggang waktu yang diperjanjikan, umumnya
12 (dua belas) bulan.
3. Unsur prestasi, baik pihak bank maupun pemegang kartu kredit secara timbal
balik memberikan prestasi. Bank akan merekomendasikan setiap penggunaan
ataupun penarikan tunai yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit sesuai
dengan fasilitas kredit yang diperjanjikan. Sedangkan pemegang kartu kredit
harus membayar biaya-biaya.
4. Unsur risiko, penerbitan kartu kredit memiliki risiko tinggi, dikarenakan
dalam pemberian fasilitas kredit umumnya tidak disyaratkan adanya agunan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Bank sangat berisiko, jika tidak dikaitkan secara cross collateral dengan
fasilitas kredit yang dimiliki pada Bank tersebut.42
Transaksi yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit melibatkan
berbagai pihak yang saling berkepentingan. Masing-masing pihak satu sama lain
terikat perjanjian baik tentang hak maupun kewajibannya. Pihak-pihak yang
terlibat ini pada akhirnya akan membentuk suatu sistem kerja kartu kredit itu
sendiri.43
Pihak-pihak dalam hubungan kartu kredit yaitu subjek yang berperan
dalam hubungan hukum penerbitan kartu kredit dan penggunaan kartu kredit.
Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penerbit (Issuer)
Pihak penerbit kartu kredit dapat berupa bank yang mendapat izin atau
lisensi dari perusahaan card international, seperti visa card dan master Card.
Bank-bank yang mendapat izin ini di Indonesia antara lain adalah Bank Niaga,
Bank BCA, Bank Mandiri, Bank Internasional Indonesia, Citibank, dan lain
sebagainya; lembaga keuangan non bank yang khusus bergerak di bidang
penerbitan kartu kredit; lembaga keuangan yang selain bergerak di dalam
penerbitan kartu kredit juga bergerak di bidang kegiatan-kegiatan keuangan
lainnya.44
2. Pemegang kartu kredit (cardholder)
Pemegang kartu kredit yakni orang yang namanya tercantum dalam kartu
kredit tersebut. Kartu kredit pihak pemegang kartu kredit (cardholder) dapat
42
Johannes Ibrahim, Op.Cit, hlm. 11 43
Kasmir, Op.Cit., hlm 300 44
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 132
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
membeli barang dan jasa di tempat-tempat yang menerima penggunaan kartu
kredit tersebut.45
Pemegang kartu (cardholder) yaitu seseorang yang telah diberi
kepercayaan oleh Bank Penerbit untuk menggunakan kartu kredit dalam
melakukan transaksi dengan Merchant yang telah ditetapkan oleh Bank Penerbit.
Seseorang memiliki kartu kredit dengan mempertimbangkan kemanfaatannya
yaitu:
a. Praktis dan nyaman. Praktis disebabkan pemegang katu tidak perlu
memegang uang tunai, sedangkan kenyamanan terjamin karena pemegang
kartu tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan uang pada saat.
Pembayaran karena dengan kartu kredit yang bersangkutan dapat
memanfaatkan fasilitas kredit yang diberikan.
b. Pembayaran dapat dilakukan dengan secara penuh (full payment) atau
dengan mengangsur dan membayar terlebih dahulu pembayaran minimal
(minimum payment).
c. Pemegang kartu mencerminkan status sosial tertentu, dikarenakan tidak
semua orang dapat memiliki kartu kredit.
3. Penjual yang menerima kartu kredit (merchant)
Penjual yang menerima kartu kredit (merchant) adalah mereka yang
membuat perjanjian dengan pihak penerbit kartu kredit dan merupakan pihak yang
menerima pemakaian kartu kredit guna melakukan transaksi.46
Terlihat bahwa
kartu kredit merupakan kredit tanpa jaminan, adapun syarat yang diminta bank
45
Kasmir, Op.Cit, hlm. 178 46
Sunaryo., Loc.Cit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
untuk memperoleh kartu kredit pada umumnya yang bersangkutan merupakan
debitur bank dan memiliki rekening koran serta suatu saldo minimum yang
jumlahnya berbeda-beda, hal ini tergantung ketentuan dari bank yang
bersangkutan dimana rekening koran dan saldo minimum ini kedudukannya
bukanlah sebagai jaminan.
Beberapa bank mensyaratkan bagi pemegang kartu kredit yang tidak
memiliki rekening koran di bank tersebut, untuk menyediakan deposito sebagai
jaminan. Syarat seperti ini boleh saja diadakan dan berlaku bagi kedua belah
pihak, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka47
, maksud dari sistem
terbuka adalah orang bebas membuat perjanjian dalam bentuk apapun atau tidak
terikat pada bentuk-bentuk perjanjian yang telah ada di dalam KUHPerdata,
asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilan yang berlaku.48
Keleluasan dan kebebasan dalam menggunakan sangat dibatasi kepada jenis
kartu kredit yang dimilikinya. Setiap jenis kartu kredit memiliki keunggulan dan
kekurangannya. Oleh karena itu, debitur harus pandai memilih kartu kredit yang
sesuai dengan keinginannya. Jenis-jenis kartu kredit yang ada pada saat ini dilihat
dari berbagai sisi, yaitu:
1. Dilihat dari segi fungsi
a. Charge card
Charge card yaitu kartu kredit di mana pemegang kartu harus melunasi
semua penagihan yang terjadi atau dirinya sekaligus pada saat jatuh tempo.
47
Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Hukum Perbankan: Seri
Varia Yustisia 1, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cab. Mahkamah Agung RI, 1996, hlm
18. 48
Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Tanya-Jawab Pokok-Pokok Hukum Perdata dan
Hukum Agraria”, (Bandung: Armico, 2007), hlm 75.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Misalnya debitur melakukan suatu transaksi senilai Rp. 500.000,- maka
pada saat jatuh tempo pembayaran harus dilakukan atas seluruh nilai
transaksi tersebut dan dapat dicicil.
b. Credit card
Credit card yaitu suatu sistem di mana pemegang kartu dapat melunasi
penagihan yang terjadi atas dirinya sekaligus atau secara angsuran pada
saat jatuh tempo. Jenis kartu ini pembayarannya dapat dicicil asal
memenuhi ketentuan minimal yang harus dipenuhi dan bisanya besarnya
minimal 10 persen dari nilai tagihan.
c. Debit card
Debit card yaitu kartu kredit yang pembayaran atas penagihan debitur
melalui pendebitan atas rekening yang ada di bank di mana pada saat
membuka kartu. Dengan pendebitan tersebut, maka sejumlah uang debitur
yang sesuai dengan minimal transaksi berkurang dan dikreditkan kepada
rekening pedagang tempat debitur belanja.49
d. Cash card
Cash card, yaitu kartu yang berfungsi sebagai alat penarikan tunai pada
ATM maupun langsung di Teller bank. Namun, pembayaran cash ini tidak
dapat dilakukan diluar bank
e. Check guarantee
Check guarantee yaitu kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam
penarikan cek dan dapat pula digunakan untuk menarik uang tunai
49
Kasmir, Op.Cit.,hlm 302
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
2. Berdasarkan wilayah
a. Kartu lokal
Kartu lokal merupakan kartu kredit yang hanya dapat dilakukan dalam
suatu wilayah tertentu misalnya di seluruh wilayah negara Indonesia.
Contohnya jenis kartu kredit ini adalah Bank BCA Card.
b. Kartu internasional
Kartu internasional yaitu kartu kredit yang dapat dilakukan lintas negara
atau dapat digunakan seluruh negara. Contohnya jenis kartu ini adalah visa
card, master card, Dinner Card atau American Card.50
C. Keabsahan Perjanjian Kartu Kredit
Undang-Undang Perbankan menentukan pemberian kredit harus diberikan
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam, namun tidak ada
ketentuan lanjut mengenai bagaimana bentuk dari perjanjian kredit tersebut.
Praktiknya, perjanjian kredit seringkali merupakan perjanjian baku.51
Bank
biasanya mempunyai form tersendiri dan di sana-sini dilakukan perubahan
seperlunya. Meskipun demikian, semua syarat dan kondisinya (terms and
conditions) sudah bersifat baku. Debitur hanya dalam posisi menerima atau tidak
perjanjian kredit tersebut. Apabila menerima semua syarat dan ketentuan dalam
perjanjian kredit, maka debitur harus menandatanganinya. Sebaliknya, bila debitur
menolak, kreditur tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut. Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata mencerminkan asas kebebasan bagi para pihak untuk
dapat menentukan isi perjanjian. Namun, masih ada pertentangan pendapat
50
Ibid 51
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002),
hlm 41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
mengenai apakah perjanjian baku memenuhi asas konsensualisme dan asas
kebebasan berkontrak atau tidak. Perjanjian dengan klausul baku dianggap tidak
memenuhi asas kebebasan berkontrak karena dibuat oleh satu pihak, sehingga
pihak lainnya tidak dapat mengemukakan kehendak secara bebas.52
Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan bahwa keabsahan perjanjian
diantaranya adanya kata kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum, adanya objek dan adanya kuasa yang halal. Pasal
1338 KUHPerdata dinyatakan “Bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan- alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Persyaratan tersebut di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun
objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek
perjanjian. Persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek
perjanjian. Pembedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan masalah
batal demi hukumnya (nieteg, null and void, void ab initio) dan dapat
dibatalkannya (vernietigbaar, voidable) suatu perjanjian. Perjanjian yang batal
demi hukum adalah perjanjian yang sejak semula sudah batal, hukum
menganggap perjanjian tersebut tidak pernah ada. Perjanjian yang dapat
52
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
dibatalkan adalah sepanjang perjanjian tersebut belum atau tidak dibatalkan
pengadilan, maka perjanjian yang bersangkutan masih terus berlaku.53
Tiap-tiap perjanjian mempunyai dasar pembentukannya. Ilmu hukum
mengenal empat unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat
disebut dengan perjanjian yang sah. Keempat unsur tersebut selanjutnya
digolongkan ke dalam dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang
mengadakan perjanjian (unsur subjektif) dan dua unsur pokok lainnya yang
berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif). Unsur subyektif
mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji
dan kecakapan dari pihak yang melaksanakan perjanjian. Unsur objektif meliputi
keberadaan objek yang diperjanjikan dan objek tersebut harus sesuatu yang
diperkenankan menurut hukum. “Tidak dipenuhinya salah satu unsur dari keempat
unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut
diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat
pelanggaran terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak
terpenuhinya unsur objektif)”.54
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa
para pihak yang membuat perjanjian telah ada kata sepakat atau ada persesuaian
kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh
53
R.M. Panggabean. Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku. Jurnal Hukum No. 4
Vol. 17 Oktober 2010, hlm 164 54
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006), hlm 16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan penipuan. Persetujuan mana
dapat dinyatakan secara tegas maupun secara diam-diam.55
Guna mengetahui kapan terjadinya kata sepakat, KUH Perdata sendiri
tidak mengaturnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan terdapat beberapa teori sebagai
berikut:
1) Teori kehendak (wilstheorie). Teori ini kata sepakat dianggap telah terjadi
mana kala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan suatu
perjanjian. Ny. Ky dan Ny. ST bertemu dijalan, kemudian bersepakat
mengadakan kerja sama dalam bidang perdagangan.56
2) Teori kepercayaan (vetrouwenstheorie). Berdasarkan teori kepercayaan, kata
sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat pernyataan
salah satu pihak dapat dipercaya secara objektif oleh pihak lain.
3) Teori ucapan (vitingstheorie). Teori ini yang dilihat adalah ucapan (jawaban)
debitur. Kata sepakat dianggap telah terjadi pada saat debitur mengucapkan
persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan kreditur. Kalau dilakukan
dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada saat menulis surat jawabannya.
4) Teori pengiriman (verzendingstheorie). Teori kata sepakat dianggap telah
terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban kepada kreditur. Jika
dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata sepakat dianggap telah
terjadi pada saat surat jawaban tersebut distempel (cap) oleh kantor pos.
5) Teori penerimaan (Onterangstheorie). Teori ini kata sepakat terjadi pada saat
kreditur menerima surat jawaban dari debitur. Tepatynya pada saat kreditur
55
Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni,
2000), hlm. 214 56
I. G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta: Kesaint Blance, 2003), hlm.47.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
membaca surat jawaban tersebut, karena saat itu ia mengetahui kehendak
debitur.
6) Teori pengetahuan (Vernamingstheorie). Berdasaekan teori ini kata sepakat
dianggap telah terjadi pada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah
menyatakan menerima penawaran. Tampak teori pengetahuan lebih luas dari
teori penerimaan, karena dalam teori ini memandang kreditur mengetahui
kehendak debitur baik melalui surat maupun secara lisan. Ketidaksahan yang
disebabkan karena kesepakatan yang diberikan secara tidak bebas,
mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan.57
b. Kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian
Seseorang itu dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum, apabila sudah
dewasa, artinya umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun.58
Sebagai lawan dari cakap hukum ialah tidak cakap hukum dan hal ini diatur dalam
Pasal 1330 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1330 KUH Perdata :
“Tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
1) Orang-orang yang belum dewasa.
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan.
3) Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan.
Undang-Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-
Undang telah melarang persetujuan tertentu. Baik yang belum dewasa maupun
yang ditaruh di bawah pengampunan apabila melakukan perbuatan hukum harus
diwakili oleh wali mereka. Ketentuan mengenai seorang perempuan bersuami
57
Ibid, hlm 47 58
Abdul Kadir Muhammad., Op.Cit., hlm 92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
atau istri yang dalam melakukan perbuatan hukum harus mendapat izin dari
suaminya dinyatakan sudah tidak berlaku lagi dalam Pasal 108 dan 110 Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang diperkuat dengan
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
c. Suatu hal tertentu
Syarat ketiga untuk sahnya perjanjian yaitu bahwa suatu perjanjian harus
mengenai suatu hal tertentu yang merupakan pokok perjanjian yaitu objek
perjanjian.59
Berdasarkan Pasal 1333 KUHPerdata, suatu perjanjian harus
mempunyai pokok suatu barang yang sedikit sudah ditentukan. Dan tidaklah
menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak ditentukan/tertentu, asal saja jumlah
itu kemudian dapat ditentukan/dihitung. Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan pula
bahwa barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok
suatu perjanjian. Dengan demikian jelas bahwa yang dapat menjadi pokok
perjanjian ialah barang-barang/benda yang sudah ada maupun barang/benda yang
masih akan ada. Hal tertentu menurut Undang-Undang yaitu prestasi yang
menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Barang yang dimaksudkan dalam
perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, undang-undang tidak
mengharuskan barang tersebut sudah ada atau belum di tangan debitur pada saat
perjanjian dibuat dan jumlahnya juga tidak perlu disebutkan asal saja kemudian
dapat dihitung atau ditetapkan.
d. Suatu sebab yang halal (causa)
59
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Kata causa berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu yang
menyebabkan orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan sebab
dalam Pasal 1320 KUHPerdata bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan
orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri
yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. Akibat hukum
perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi
hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian
dimuka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.
Demikian juga apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa sebab, ia dianggap tidak
pernah ada.
D. Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit Antara Debitur Dengan Kreditur
Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan
Pendekatan pemanfaatan kartu kredit tidak hanya dilakukan dari segi
kebutuhan ekonomi, melainkan harus didukung pula oleh pendekatan hukum
(legal approach), sehingga diakui dan berlaku dalam hubungan hukum ekonomi.
Kartu kredit merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang usaha
pembiayaan yang bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian
maupun perundang-undangan.60
Beberapa peraturan yang sifatnya untuk memenuhi kebutuhan bagi
kelancaran atau kemudahan dalam lalu lintas pembayaran kartu kredit yaitu:
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988, tentang
Lembaga Pembiayaan. Pasal 1 angka 7, menyatakan bahwa perusahaan kartu
60
Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 277
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembayaran untuk membeli
barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit. Perusahaan ini di bawah
pengawasan dan pembinaan Menteri Keuangan.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/ KMK. 013/
1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Pada Pasal 1 huruf n dan o diberi batasan mengenai:
a) Perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu
kredit.
b) Pemegang kartu kredit adalah debitur yang mendapat pembiayaan dari
perusahaan kartu kredit. Pasal 7, mengatur tentang kegiatan perusahaan
kartu kredit sebagai berikut: kegiatan kartu kredit, dilakukan dalam bentuk
penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk
pembayaran pengadaan barang dan jasa.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK. 013/1988 Tentang
Ketentuandan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK
Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 1988.
KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga
Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaan ini dinyatakan bahwa
usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat
dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Pada Pasal 6 huruf 1, usaha Bank Umum meliputi melakukan kegiatan anjak
piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit
didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan. Pasal
6 huruf 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit
merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan
demikian, Undnag-Undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan
usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-
Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan
penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran.
4. Peraturan Menteri Keuangan No. 39/PMK.03/2016 yang diterbitkan 22 Maret
2016, penyelenggara kartu kredit wajib menyerahkan data transaksi pemegang
kartu kredit kepada Ditjen Pajak. Data yang disampaikan meliputi nama bank,
nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik
kartu, alamatnya Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau paspor, Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), bukti tagihan dan rincian transaksi.61
Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter, memberikan pedoman
bagi penerbitkartu kredit, dengan ketentuan sebagai berikut: Bahwa kartu kredit
hanya boleh dikeluarkan oleh bank yang tergolong sehat atau cukup sehat setelah
mendapat persetujuan Bank Indonesia. Ketentuan hukum tersebut di atas, ternyata
61
Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Di Indonesia. (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2010), hlm 21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
hanyaberfungsi sebagai alat untuk melegalisasi adanya usaha kartu kredit, namun
tidak mengatur secara terperinci mengenai hak dan kewajiban apa yang harus
ditaati oleh para pihak yang terlibat dalam penerbitan dan penggunaan kartu
kredit, karena baik Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang)
maupun KUH Perdata belum diatur tentang kartu kredit
Pihak penerbit kartu kredit diberikan hak untuk menagih kembali
pelunasan hak tersebut kepada pihak pemegang kartu kredit ditambah dengan
biaya-biaya lainnya seperti bunga, biaya tahunan, uang pangkal, denda dan
sebagainya.62
Ketentuan Pasal 1 angka 4 PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No.11/11/PBI/2009 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, kartu
kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi
pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban
pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit,
dan pemegnag kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang
disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan
pembayaran secara angsuran.63
Bank BCA memasuki lini bisnis baru yaitu perbankan Syariah,
pembiayaan sepeda motor, asuransi umum dan sekuritas. Di tahun 2013, BCA
menambah kepemilikan efektif dari 25 persen menjadi 100 persen pada
62
Munir Fuady, Op.Cit., hlm 174 63
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
perusahaan asuransi umum, PT Asuransi Umum BCA (sebelumnya bernama PT
Central Sejahtera Insurance dan dikenal juga sebagai BCA Insurance).
Produk yang ditawarkan BCA sebagai berikut :
1. Produk Simpanan terdiri dari Tahapan, Tahapan Gold, Tahapan Xpresi,
Tapres, TabunganKu, giro, deposito berjangka, dan BCA Dollar.
2. Kartu Kredit terdiri dari BCA Card, BCA MasterCard dan BCA VISA
3. Fasilitas Kredit, terdiri dari kredit pemilikan rumah, kredit kendaraan
bermotor, kredit modal kerja, kredit sindikasi, kredit ekspor, kredit investasi,
distributor financing, supplier financing, dealer financing, warehouse
financing, dan trust receipt.
4. Fasilitas ekspor impor terdiri dari letter of credit (L/C), negotiation, bankers
acceptance, bills discounting, dan documentary collections.
5. Fasilitas valuta asing yang terdiri dari spot, forward, swap dan produk
derivatif lainnya.
Debitur merupakan pihak yang menggunakan jasa bank. Penghimpunan
dana dan pemberian kredit merupakan pelayanan jasa perbankan yang utama dari
semua kegiatan lembaga keuangan bank. Berdasarkan Pasal 1 angka (16) Undang-
Undang Perbankan diintroduksikan rumusan debitur yaitu debitur adalah pihak
yang menggunakan jasa bank.
Praktik perbankan, setidaknya dikenal tiga macam debitur, yaitu:
1. Debitur deposan, yaitu debitur yang menyimpan dananya pada suatu bank,
misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
2. Debitur yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan misalnya kredit usaha
kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.
3. Debitur yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya,
transaksi antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri.
Adapun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah debitur penyimpan.64
Penerbitan kartu kredit antara pihak Bank dan debitur tidak dapat
dilepaskan dari perikatan yang dibuat antara kedua belah pihak, yaitu bersumber
dari perjanjian. Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUPerdata memberikan
rumusan tentang perjanjian sebagai berikut “Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”.65
Perjanjian merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari
undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu
hubungan hukum dengan kewajiban-kewajiban yang berkaitan satu sama lain.
Perjanjian yang lahir karena undang-undang mencakup misalnya kewajiban
seorang ayah untuk menafkahi anak yang dilahirkan oleh istrinya.66
Setiap perjanjian agar dapat dikatakan sah, maka harus memenuhi
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, untuk sahnya
perjanjian diperlukan empat syarat: Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Suatu hal tertentu. Suatu sebab yang
halal Jadi, berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata jounto Pasal
64
Ibid, hlm 40-41 65
Laksanto Utomo, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen, (Bandung:
Alumni, 2015), hlm.37 66
Ibid., hlm 41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
1320 KUH Perdata maka perjanjian dan syarat-syarat perjanjian yang dibuat
secara sah mengikat para pihak seperti Undang-Undang. Demikian halnya dengan
perjanjian penerbitan kartu kredit.67
Penerbitan kartu kredit antara pihak Bank dan debitur tidak lepas dari
perikatan yang dibuat antara kedua belah pihak, yaitu bersumber dari perjanjian.68
Perjanjian baru dapat dikatakan sah jika telah dipenuhinya semua ketentuan yang
telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan keterangan tersebut
dapat diketahui juga terdapat hal-hal yang menyebabkan batalnya suatu
perjanjian. Jika diuraikan secara rinci, syarat cakap dan sepakat suatu perjanjian
digolongkan ke dalam syarat subjektif. Apabila salah satu syarat subjektif ini tidak
dipenuhi maka akibat hukumnya perjanjian dapat dimintakan pembatalannya.
Suatu hal tertentu dan sebab halal digolongkan kedalam syarat objektif. Apabila
salah satu syarat objektif ini tidak dipenuhi, maka akibat hukumnya perjanjian
batal demi hukum. Artinya perjanjian dengan sendirinya menjadi batal dengan
kata lain perjanjian telah batal sejak dibuatnya perjanjian tersebut atau dianggap
tidak ada. Hal-hal inilah yang merupakan unsur-unsur penting dalam mengadakan
perjanjian.69
Ketentuan Undang-Undang Perbankan dapat disimpulkan bahwa
hubungan hukum antara bank dengan debitur diatur oleh suatu “Perjanjian”. Hal
ini dapat disimpulkan antara lain dari Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Perbankan
yang berbunyi, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat
67
R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung:
Alumni, 2005), hlm, 339. 68
Laksanto Utomo, Op.Cit, hlm. 65 69
Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia Buku Kesatu Hukum
Dagang Menurut KUHD Dan KUHPerdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hlm. 191.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
kepada bank berdasarkan „perjanjian penyimpanan‟ dan dalam bentuk giro,
deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau untuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu”. Ketentuan ini dapat dilihat bahwa simpanan masyarakat yang ada di
bank, dasarnya adalah „perjanjian‟.70
Hubungan hukum antara bank dengan debitur penyimpan dana, artinya
bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para
investor). Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan „debitur penyimpan‟ adalah debitur yang menempatkan dananya
di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan debitur yang
bersangkutan”. Bentuk hubungan hukum antara bank dengan debitur penyimpan
dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk
perbankan, seperti deposito, tabungan, giro dan sebagainya.71
Tanggung jawab pihak bank penerbit dapat dilihat dari dua sisi yaitu
melalui aspek perjanjian dan aspek peraturan perundangan yang berlaku.
Tanggungjawab dari aspek hukum perjanjian diatur dengan jelas pada klausul-
klausul yang ada dalam perjanjian penerbitan kartu kredit. Terkait dengan isi dari
perjanjian penerbitan kartu kredit ini, sebuah perjanjian haruslah berpedoman
kepada peraturan yang berlaku. Apabila isi dari perjanjian bertentangan dengan
suatu peraturan perundangan, maka perjanjian tersebut dapat dianggap batal demi
hukum. Tanggung jawab yang berkaitan dengan penyelenggaraan pembayaran
menggunakan kartu kredit pihak bank penerbit harus tunduk pada peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan perbankan, lembaga pembiayaan, peraturan-
70
Mauritz Pray Takasenseran, “Perjanjian Antara Bank dan Nasabah Menurut Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998”, Lex et Societatis, Vol. IV Juli, 2016, hlm. 44 71
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan peraturan berkenaan dengan
perlindungan konsumen.72
72
Annisa Aprilia WD, Tanggung Jawab Bank Penerbit (Card Issuer) Terhadap Kerugian
Nasabah Kartu Kredit Akibat Pencurian Data (Carding) Dalam Kegiatan Transaksi, Diponegoro
Law Journal Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017, hlm 10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
BAB III
AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG DILAKUKAN DEBITUR
DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT PADA BANK BCA
CABANG DIPONEGORO MEDAN
D. Prosedur Penerbitan Kartu Kredit Pada Bank BCA Cabang Diponegoro
Medan
Proses permohonan dan penerbitan kartu kredit ada beberapa tahapan yang
harus dilalui calon debitur, meliputi:
1. Segi pemegang kartu kredit
Proses pengajuan permohonan penerbitan kartu kredit, debitur wajib
memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam formulir aplikasi.
Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Data pribadi dicantumkan seperti nama pribadi secara lengkap sesuai
dengan identitas pemohon (e-KTP, paspor), nomor identitas,
kewarganegaraan, tanggal lahir, alamat lengkap pemohon dan status
kepemilikannya, serta pendidikan terakhir pemohon.
b. Data pekerjaan. Data pekerjaan yaitu pekerjaan dapat berwiraswasta atau
pegawai swasta atau kalangan profesional tertentu. Disebutkan nama
perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan departemen,
lamanya bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah karyawan. Dokumen-
dokumen yang perlu dilengkapi bagi wiraswasta adalah seluruh data
perusahaan yang mendukung beserta perijinannya, sedangkan bagi
pegawai swasta atau kalangan profesi lain dapat berupa surat keterangan
penghasilan dari lembaga dimana yang bersangkutan bertugas;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
c. Data penghasilan dan referensi. Bank Penghasilan pemohon dihitung
besarnya per tahun dari penghasilan pokok dan penghasilan tambahan.
Aktivitas pemohon dalam menatabukukan penghasilan yang diperolehnya
pada lembaga keuangan bank dan bukan bank disertai dokumen-dokumen
rekening koran, tabungan, deposito, atau pendukung lainnya;
d. Data lainnya yaitu data pendukung sesuai dengan masing-masing
pemohon. Misalnya pemohon telah berkeluarga, akan dimintakan
keterangan tentang suami/isteri, perusahaan atau pekerjaannya, dilengkapi
dengan domisili lembaga yang dimaksud. Selain itu data lainnya berupa
rekening untuk pendebetan transaksi.
e. Data kartu tambahan. Diisi bagi pemohon yang melengkapi dengan kartu
tambahan. Untuk kartu tambahan dimintakan dokumen-dokumen pribadi
yang dipersyaratkan;
f. Persyaratan pemohon. Biasannya dalam setiap aplikasi, terdapat
pernyataan dari pemohon tentang kebenaran dari informasi yang diberikan
kepada bank penerbit, dokumen yang diserahkan, menerima alasan-alasan
terhadap penolakan aplikasi penerbitan kartu kredit dan kesediaan untuk
terikat dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam perjanjian kartu kredit.73
2. Segi penerbit (bank)
Permohonan kartu kredit yang diajukan oleh calon debitur selanjutnya akan
diproses dengan memperhatikan segi keamanan, antara lain :
73
Johannes Ibrahim, Op.Cit, hlm. 20-21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
a. Memeriksa keaslian e-KTP/Paspor;
b. Melakukan cross checking (rating) kepada penerbit lain apabila pemohon
mempunyai kartu kredit lain;
c. Melakukan penelitian dalam daftar hitam Bank Indonesia atau Asosiasi
Kartu Kredit Indonesia;
d. Jika diperlukan penerbit akan melakukan penyelidikan lapangan;
e. Meneliti data rekening atau tabungan dan keterangan gaji yang ada untuk
menetapkan apakah pemohon layak diberikan kartu kredit.74
Bank BCA untuk menjadi pemegang kartu kredit ada prosedur yang harus
ditempuh oleh calon debitur, meliputi:
1. Calon debitur mengajukan permohonan kepada kepada Bank BCA dengan
cara mengisi formulir aplikasi terdiri dari :
a. Data pribadi berisikan nama, alamat, tempat tinggal
b. Dibutuhkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi yang membutuhkan
limit di atas Rp. 50.000.000, jika tidak mempunyai NPWP harus mengisi
formulir bahwasannya calon debitur tersebut tidak mempunyai NPWP dan
hanya mendapat batas limit di bawah Rp. 50.000.000,-
c. Data pekerjaan berisikan Nama Perusahaan, alamat perusahaan
d. Data penghasilan berisikan gaji per tahun, penghasilan tambahan, rekening
bank kartu kredit yang sudah dimiliki
2. Calon debitur melampirkan dokumen yang diperlukan pada formulir aplikasi
yang terdiri dari :
74
Ibid.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
a. Bagi karyawan berisikan fotocopy e-KTP, fotocopy surat keterangan
penghasilan.
b. Bagi dokter/pengacara berisikan fotocopy e-KTP, Fotocopy Surat izin
praktik .
c. Bagi pengusaha berisikan fotocopy e-KTP, Fotocopy STUP/Akte
pendirian/Tanda, Daftar Perusahaan.
3. Calon debitur menyampaikan formulir aplikasi yang sudah diisi lengkap
bersama lampiran yang diperlukan kepada Bank BCA. Calon debitur
menandatangani formulir aplikasi, maka permohon akan memberikan
pernyataan, seperti data yang diisikan dalam formulir adalah benar.
Memberikan kuasa kepada penerbit memeriksa kebenaran. Tunduk dan terikat
pada syarat dan ketentuan bagi pemegang kartu yang ditetapkan oleh Bank
BCA. Tanggung jawab untuk membayar semua biaya yang timbul dari
penggunaan kartu.75
Setelah Bank BCA setelah menerima formulir aplikasi, selanjutnya Bank
BCA melakukan beberapa hal, antara lain:
1. Bank BCA melakukan analisis terhadap aplikasi berikut lampiran yang
diterima jika perlu dilakukan pengecekan setempat untuk memastikan
kebenaran dari data yang disampaikan, termasuk kepada bank lain, dalam hal
debitur mencantumkan bahwa debitur sudah menjadi pemegang kartu kredit
dari bank lain.
2. Bank BCA menetapkan putusan terhadap permohonan tersebut, yang dapat
berupa :
75
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
a. Bank BCA mengabulkan permohonan debitur untuk menjadi pemegang
kartu Bank BCA, jika hasil analisis menunjukkan bahwa pemohon layak
menjadi pemegang kartu, atau
b. Bank BCA menolak permohonan debitur tersebut, jika terjadi sebaliknya.
Sesuai dengan formulir aplikasi, penerbit dapat menolak permohonan
calon Pemegang kartu tanpa harus menyebutkan alasannya.
3. Putusan disampaikan kepada calon debitur sebagai pemohon dengan surat.
4. Jika permohonan calon debitur dikabulkan, dipersiapkan pembuatan kartu
kredit.
5. Proses selesainya kartu kredit 14 (empat belas) hari kerja sudah sampai
ditangan debitur.
6. Kartu kerdit dikirimkan kepada debitur dengan menggunakan jasa kurir. Kartu
kredit tersebut disampaikan dalam sampul tertutup yang hanya boleh dibuka
oleh debitur. Penyampaian kartu juga disampaikan pemberitahuan tentang
plafond kredit diberikan. Debitur sebagai pemegang kartu menanda tangani
bagian kartu kredit. Pembubuhan tanda tangan itu, debitur sebagai pemegang
kartu sudah dapat menggunakannya baik untuk mendapatkan barang atau jasa
maupun untuk mendapatkan uang tunai, dengan demikian perjanjian sah
menurut hukum, karena isinya disepakati oleh semua pihak yang terkait.76
Setelah kartu kredit diterbitkan oleh Bank BCA kartu tersebut tidak dapat
dipindahtangankan dan harus ditandatangani oleh orang yang namanya tercetak di
atas kartu. Selama masa berlakunya kartu, debitur selaku pemegang kartu adalah
76
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
satu-satunya orang yang berhak menggunakan kartu untuk melakukan transaksi
pembayaran kepada pedagang yang dapat menerima pembayaran dengan
menggunakan kartu melakukan transaksi penarikan uang tunai melalui mesin
ATM, atau transaksi penarikan uang tunai di kantor cabang BCA yang menerima
transaksi penarikan uang tunai dengan menggunakan kartu.77
Setelah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank dan
mengisi formulir pengajuan dengan lengkap, maka aplikasi tersebut akan diproses
dan sebagaimana mestinya. Hal ini akan memakan waktu selama kurang lebih dua
minggu, hingga akhirnya debitur tersebut bisa menerima kartu kreditnya dan
menggunakannya sebagaimana mestinya, sehingga menimbulkan hak dan
kewajiban oleh debitur selaku pemegang kartu kredit. Adapun yang menjadi hak
pemegang kartu kredit, antara lain:
1. Fasilitas untuk meningkatkan atau menurunkan limit kredit yang diberikan
oleh pihak bank, di mana hal ini dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan
debitur itu sendiri dan kesepakatan antara kedua belah pihak.
2. Fasilitas perlindungan (asuransi) terhadap berang-barang tertentu yang dibeli
menggunakan kartu kredit, hal ini biasanya berlaku untuk jenis barang yang
memiliki harga tinggi (mahal).
3. Fasilitas gawat darurat (kenaikan limit secara mendadak), hal ini biasa
dilakukan oleh debitur yang sedang atau akan bepergian ke luar negeri.
4. Fasilitas asuransi ketika bepergian, ini termasuk dalam fitur tambahan yang
tentu saja dikenai sejumlah biaya secara berkala
77
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
5. Menerima billing statement setiap bulannya.78
Tanggung jawab debitur selaku pemegang kartu kredit, antara lain :
1. Tanggung jawab terhadap adanya penyalahgunaan kartu kredit, hal ini bisa
terjadi akibat adanya tindakan pencurian dan berbagai tindakan lainnya.
2. Membayar berbagai macam biaya yang dikenakan oleh pihak bank sebagai
bentuk konsekuensi atas pemakaian kartu kredit tersebut, seperti: biaya
keterlambatan pembayaran, biaya penarikan tunai, biaya over limit, biaya
iuran tahunan, dan beragam biaya lainnya.
3. Membayar biaya bunga, jika terjadi penunggakan pembayaran atau pun
pembayaran yang tidak penuh atas tagihan atau pembelanjaan yang timbul
dalam kurun waktu tertentu.
4. Melapor dengan segera kepada pihak bank penerbit kartu kredit, jika sewaktu-
waktu mengalami tindak pencurian atau kehilangan atas kartu kredit yang
dimiliki.
5. Mematuhi semua aturan dan kebijakan yang diterapkan oleh bank penerbit
kartu kredit.79
E. Akibat Hukum Wanprestasi Yang Dilakukan Debitur dalam Perjanjian
Kartu Kredit Pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan
Apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban/prestasinya, maka
pihak tersebut dapat dikatakan melakukan wanprestasi (ingkar janji). Akibat
hukum merupakan suatu akibat dari tindakan yang dilakukan, untuk memperoleh
78
https://www.cermati.com/artikel/mengenal-kartu-kredit-serta-hak-dan-tanggung-jawab-
pemiliknya/diakses tanggal 1 Agustus 2019 79
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
suatu akibat yang diharapkan oleh pelaku hukum. Akibat yang dimaksud adalah
akibat yang diatur oleh hukum, sedangkan tindakan yang dilakukan merupakan
tindakan hukum yaitu tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.80
Akibat hukum merupakan suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh karena
suatu sebab, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum, baik perbuatan
yang sesuai dengan hukum, maupun perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum.
Pasal 1266 KUHPerdata memberikan akibat hukum terhadap debitur yang tidak
aktif dalam perjanjian.
Terjadinya wanprestasi (ingkar janji) senantiasa diawali dengan hubungan
kontraktual. Kontrak dibuat sebagai instrumen yang secara khusus mengatur
hubungan hukum antara kepentingan yang bersifat privat dan perdata khususnya
dalam pembuatan kontrak. Kepentingan antara masyarakat individu dalam
kehidupan bermasyarakat apabila dilanggar akan menimbulkan suatu konfik
kepentingan antara hak dan kewajiban.81
Debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan debitur
melakukan wanprestasi, debitur alpa, lalai, atau bahkan ingkar janji, atau debitur
juga melanggar perjanjian, bila debitur melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak
boleh dilakukannya. Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa
Belanda “Wanprestatie”, artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti
yang telah ditetapkan dalam perjanjian tersebut. Faktor penyebab wanprestasi ada
dua kemungkinannya, yaitu faktor dari luar dan faktor dari dalam dari pihak.
Faktor dari luar adalah peristiwa yang tidak diharapkan terjadi dan tidak dapat
80
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm 295 81
Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan yang lahir dari
hubungan kontraktual, (Jakarta, Prenada Media Group, 2014), hlm 51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
diduga akan terjadi ketika perjanjian dibuat. Faktor ini disebut keadaan memaksa,
yang menghalangi pihak dalam perjanjian memenuhi kepada pihak lainnya. Pihak
yang tidak memenuhi kewajiban itu tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat
dikenal sanksi.82
Perjanjian penerbitan kartu kredit antara pihak pemegang kartu kredit
dengan bank penerbit disebutkan bahwa jika pemegang kartu kredit tidak
melakukan kewajiban pembayaran, maka pemegang kartu kredit dengan ini
memberi hak dan kuasa kepada bank penerbit untuk:
1. Mendebet rekening giro/ tabungan/ deposito atau jenis simpanan lainnya yang
dimiliki pemegang kartu kredit di bank
2. Mencairkan jaminan yang ada di bank
3. Meminta/ melakukan penagihan pembayaran melalui jasa pihak ketiga
4. Memanggil pemegang kartu kredit melalui media masa
5. Dengan cara-cara lain yang dianggap layak oleh bank.83
Akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum.
Disebabkan suatu peristiwa hukum disebabkan oleh perbuatan hukum, sedangkan
suatu perbuatan hukum juga dapat melahirkan suatu hubungan hukum, maka
akibat hukum juga dapat dimaknai sebagai suatu akibat yang ditimbulkan oleh
adanya suatu perbuatan hukum dan/atau hubungan hukum.84
Dasar perjanjian merupakan kesepakatan para pihak yang akan
menimbulkan prestasi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam
82
Ibid 83
Johannes Ibrahim, Op.Cit, hlm. 69 84
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,Cetakan I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
perjanjian akan menimbulkan wanprestasi, jika memang dapat dibuktikan bukan
karena keadaan memaksa (overmach). Wanprestasi adalah suatu keadaan yang
dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi
seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian.85
Wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa tidak melakukan apa
yang disanggupi sebagaimana dalam perjanjian. Melaksanakan apa yang
diperjanjikan, akan tetapi tidak sesuai sebagaimana dalam perjanjian. Melakukan
yang diperjanjikan tetapi terlamabat. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukan.86
Wanprestasi dalam pengunaan kartu kredit oleh debitur tidak bisa
dikenakan sanksi secara langsung oleh pihak bank, hal tersebut sesuai dengan
Pasal 1243 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa penggantian kerugian atas
wanprestasi baru dapat dilakukan setelah pihak yang melakukan wanprestasi harus
dibuktikan adanya kelalaian dari pemegang kartu kredit dan diberi peringatan,
karena tidak menepati janjinya, dan debitur tetap tidak bersedia melakukan
kewajibannya. Apabila peringatan ini tidak dihiraukan oleh debitur, maka pihak
bank akan mengirimkan tagihan serta mengingatkan akan menyita harta benda
sesuai dengan perjanjian yang ada. Pernyataan lalainya pihak pemegang kartu
kredit harus dibuktikan dengan surat perintah peringatan pembayaran yang diatur
dalam Pasal 1238 KUHPerdata87
85
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung:Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm. 196-197. 86
R. Subekti, Op.Cit., hlm 1 87
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
Wanprestasi mempunyai akibat yang sangat penting, maka harus
ditetapkan terlebih dahulu apakah debitur telah melakukan wanprestasi dan
apabila hal tersebut disangkalnya harus dibuktikan dimuka pengadilan yang
diputuskan oleh majelis hakim. Penentuan saat terjadinya wanprestasi seringkali
tidak diperjanjikan dengan tepat, kapan debitur diwajibkan melakukan prestasi
yang telah diperjanjikan. Saat terjadinya wanprestasi diatur dalam Pasal 1238
KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa: “si berhutang adalah lalai, apabila ia
dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dnyatakan lalai, atau demi
perikatannya send, ialah jika ini menetapkan bahwa si berhutang akan di anggap
lalai dengan lewatnya waktu yang dihentikan”.
Pasal 1243 KUH Perdata dinyatakan bahwa debitur wajib membayar ganti
rugi, apabila setelah dinyatakan lalai debitur tetap tidak memenuhi prestasi itu,
maka dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur. Kerugian yang bisa dimintakan
penggantikan itu tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah
dikeluarkan, atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang,
tetapi juga berupa kehilangan keuntungan, yaitu keuntungan yang didapat
seandainya siberhutang tidak lalai dalam menepati janji.88
Bank BCA dengan pertimbangan tertentu setiap saat berhak untuk
mengurangi pagu kredit atas kartu, memblokir kartu, mengakhiri penggunaan
kartu, dan mencabut semua hak yang melekat pada kartu. Bank BCA akan
memberitahukan kepada semua pedagang mengenai hal-hal tersebut. Penggunaan
kartu kredit akan diakhiri, debitur wajib untuk melunasi tagihan rekening kepada
88
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa, 2005), hlm.148
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
Bank BCA dengan seketika dan sekaligus lunas. Debitur dan BCA sepakat untuk
mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata sepanjang mengenai
pengakhiran perjanjian sehingga untuk mengakhiri penggunaan kartu tidak
diperlukan adanya putusan pengadilan.89
Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu
kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan, akibat hukum yang timbul
apabila pihak debitur selaku pengguna kartu kredit dalam hal ini terlambat dalam
pemenuhan prestasi, maka pihak Bank BCA memberikan sanksi denda akan
keterlambatan tersebut dan pihak debitur dalam hal ini wajib untuk membayar
denda beserta bunga yang turut serta di dalamnya. Akibat hukum yang timbul
apabila pihak debitur dalam hal ini melaksanakan prestasi yang tidak boleh
dilakukan, maka pihak Bank BCA sesuai dengan yang dituangkan dalam
perjanjian kreditnya maka pihak Bank BCA melakukan pemblokiran terhadap
kartu kredit milik debitur disertai penagihan terhadap debitur tersebut.90
F. Perlindungan Hukum Yang Diperoleh masing-masing Pihak Apabila
Terjadi Permasalahan Dalam Penggunaan Kartu Kredit
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi
manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada
masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum.91
89
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib 90
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib 91
Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V 2000),
hlm. 53.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Hukum menlindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan
suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut. Pengalokasikan kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti
ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang
disebut hak. Dengan demikian, tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa
disebut hak, melainkan kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum
kepada seseorang.92
Dibutuhkan seperangkat aturan hukum untuk melindungi konsumen.
Aturan tersebut berupa Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mempunyai maksud untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen menurut Pasal 1 angka 1 UUPK. UUPK
mempunyai pengertian berupa segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat diketahui bahwa perlindungan konsumen merupakan segala upaya
yang dilakukan untuk melindungi konsumen sekaligus dapat meletakan konsumen
dalam kedudukan yang seimbang dengan pelaku usaha. Konsumen dalam Pasal 1
ayat (2) UUPK disini yang dimaksudkan adalah “Pengguna Akhir (end user)” dari
suatu produk yaitu setiap orang pemakaian barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.93
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 tentang Peraturan Bank Indonesia Nomor:
14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
92
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional, (Jakarta: Kencana,2014), hlm 121. 93
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Pelindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2014, hlm.27.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu didalam ditegaskan bahwa pemegang kartu kredit adalah
pengguna yang sah dari APMK. Perkembangannya terkadang konsumen tidak
merasa menggunakan kartu kredit sesuai dengan tagihan yang diberikan oleh
pihak bank kepada konsumen, dari pihak bank hanya mengetahui debitur
tersebutlah pengguna yang sah dari kartu kredit tersebut.94
Perlindungan hukum terhadap pemegang kartu dapat dilakukan melalui 2
(dua) cara, yaitu:
1. Perlindungan secara implisit (Implict deposit protection), yaitu perlindungan
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang
dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang
diperoleh melalui:
a. Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan (UU Nomor 7 Tahun
1992 Jo UU Nomor 10 Tahun 1998);
b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang
efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia;
c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada
khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya;
d. memelihara tingkat kesehatan bank;
e. Melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian;
f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan
pemegang kartu;
94
Raphael Sitorus. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Jurnal Lex Privatum,
Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015, hlm 233
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
g. Menyediakan informasi risiko pada pemegang kartu.
6. Perlindungan secara eksplisit (explisit deposit protection) yaitu perlindungan
melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat,
sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.
Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin
simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor
26 Tahun 1998 Tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.95
Konsumen pengguna kartu kredit memang dilindungi oleh UUPK. Jika
memang kartu kredit hilang atau dicuri oleh orang lain, ada beberapa cara yang
harus diketahui oleh setiap debitur pengguna kartu kredit agar konsumen tidak
mengalami kerugian yaitu sebagai berikut :
a. Jangan panik, segera hubungi pihak bank untuk meminta kartu kredit telah
diblokir;
b. Apabila telah terjadi transaksi yang tidak dilakukan oleh konsumen/pemegang
kartu kredit, maka konsumen segera melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Melapor ke bank penerbit kartu kredit;
2) Apabila laporan tersebut tidak juga ditindaklanjuti, konsumen dapat
membuat pengaduan tertulis yang ditunjukan kepada pihak bank yang
bersangkutan dan ditembuskan ke instansi terkait, misalnya Direktorat
Investigasi dan Mediasi Perbankan (Bank Indonesia), Asosiasi Kartu
Kredit Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.96
95
Hermasnyah, Op.Cit, hlm 145 96
Ibid., hlm 233
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
Kreditur beralasan, bahwa perlindungan terhadap pemegang kartu kredit
hanya sebatas apabila konsumen meminta informasi dan/atau konsfirmasi atas
produk dari bank tersebut, pengetahuan konsumen sangat terbatas tentang hal itu.
Disamping itu, debitur berada pada posisi yang kadang tidak menguntungkan atau
terdesak akan kebutuhan atau keinginan untuk memperoleh kartu kredit sehingga
tidak memperdulikan isi perjanjian atau ketentuan yang disodorkan oleh pihak
bank. Upaya perlindungan hukum terhadap debitur kartu kredit dapat terwujud,
jika adanya partisipasi dari berbagai pihak. Pihak debitur harus bersikap lebih
proaktif untuk mengetahui hak dan kewajibannya, pihak Bank BCA hendaknya
lebih bersikap terbuka dan memperabiki kinerjanya, sehingga hubungan hukum
antara pihak Bank BCA dengan debitur selaku pemegang kartu kredit akan
berjalan dengan baik karena kedua belah pihak saling mengetahui akan hak dan
kewajibannya masing-masing, sehingga kepercayaan debitur terhadap pihak bank
akan semakin meningkat.97
97
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
BAB IV
PENYELESAIAN HUKUM AKIBAT HUKUM WANPRESTASI YANG
DILAKUKAN DEBITUR DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT
PADA BANK BCA CABANG DIPONEGORO MEDAN
A. Gambaran Umum Bank Central Asia
Kehadiran Bank Central Asia Berdiri (BCA) di tengah masyarakat
Indonesia dan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu bank umum terbesar di
Indonesia sejak berdiri pada tahun 1957. Selama hampir 63 tahun Bank BCA tak
pernah berhenti menawarkan beragam solusi perbankan yang menjawab
kebutuhan finansial masyarakat Indonesia dari semua kalangan. Beragam produk
dan layanan Bank BCA yang berkualitas dan tepat sasaran, solusi finansial Bank
BCA mendukung perencanaan keuangan pribadi dan perkembangan masyarakat
bisnis. Didukung oleh kekuatan jaringan antar cabang, luasnya jaringan ATM,
serta jaringan perbankan elektronik lainnya, siapa saja dapat menikmati fasilitas
dan kemudahan serta kenyamanan bertransaksi yang ditawarkan Bank BCA.98
Bank BCA akan terus berupaya menjaga kepercayaan dan harapan debitur
serta para pemangku kepentingan. Sesuai dengan komitmen Bank BCA
“Senantiasa di Sisi Anda”. Memenangkan kepercayaan untuk memberikan solusi
terbaik bagi kebutuhan finansial para debitur adalah suatu kehormatan dan
kebanggaan bagi BCA. Sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No.42855/ U.M.II tertanggal 14 Maret 1957 perihal izin melakukan
usaha bank.99
98
https://www.bca.co.id/tentang-bca/diakses tanggal 1 Oktober 2019. 99
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Krisis ekonomi yang melanda sebagian negara Asia termasuk Indonesia
pada tahun 1997 tersebut mempengaruhi aliran dana tunai Bank BCA dan bahkan
sempat mengancam kelanjutan perusahaan, disebabkan kepercayaan masyarakat
terhadap dunia perbankan menurun, akibat banyaknya debitur panik lalu beramai-
ramai menarik dana di Bank BCA. Bank BCA terpaksa harus meminta bantuan
dari pemerintah yaitu melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
pada tanggal 28 Mei 1998 mengambil alih operasi dan manajemen Bank BCA.
Status Bank BCA diubah menjadi Bank Taken Over (BTO) dan status ini
berakhir pada tanggal 28 April 2000. Sesuai dengan keputusan tersebut, setelah
masa restrukturisasi selesai, pada bulan Mei 2000, Anggaran Dasar Bank BCA
mengalami perubahan sehubungan dengan Penawaran Umum Perdana saham.
Kondisi ini mengubah status Bank BCA menjadi perusahaan terbuka dan nama
bank menjadi PT Bank BCA Tbk. Bank BCA menawarkan 22 persen dari modal
saham yang ditempatkan dan disetor, sebagai bagian dari divestasi pemilikan
saham Republik Indonesia yang diwakili oleh BPPN. BPPN melakukan
penawaran saham ke dua dilaksanakan di bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN
mendivestasikan 10 persen lagi dari saham miliknya di Bank BCA. Di tahun
2002, BPPN melepas 51 persen dari sahamnya di Bank BCA melalui tender
penempatan privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di
Mauritius, memenangkan tender tersebut.100
100
https://www.bca.co.id/tentang-bca/korporasi/berita/2016/04/05/04/34/www-bca-co-id-
website-baru-bca/diakses tanggal 20 Agustus 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
Sesuai dengan Anggaran Dasarnya, Bank BCA beroperasi sebagai bank
umum yang bergerak di bidang perbankan dan jasa keuangan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Bank BCA
memperoleh izin untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Keuangan No. 42855/U.M.II tanggal 14 Maret 1957. Pada
tahun 1977, Bank memperoleh izin untuk melakukan kegiatan usaha devisa.
Praktiknya dalam menjalankan usahanya, bisnis dan kompetensi inti yang
dipilih oleh Bank BCA adalah untuk menjadi transaksional bank. Bank BCA
mempersiapkan infrastruktur perbankan diantaranya sektor teknologi informasi
dan komunikasi, sehingga dapat mendukung produk dan layanan yang sesuai
dengan kebutuhan debitur. Bank BCA mengembangkan ruang lingkup usahanya
dengan menjalankan fungsi intermediasi melalui penyaluran kredit. Sejak tahun
2000 Bank BCA menyiapkan pengembangan kegiatan perkreditan. Pertumbuhan
kredit yang sangat baik (kredit Bank BCA pada tahun 2006 dibandingkan tahun
2001 telah tumbuh sebesar 40 persen), menyebabkan pergeseran aktiva produktif
Bank BCA ke produk kredit yang memiliki imbal jasa lebih tinggi. Bank BCA
juga melihat kesempatan baru untuk memenuhi kebutuhan segmen menengah.
Segmen ini, selain membutuhkan kemudahan bertransaksi dan mendapatkan
pembiayaan kredit, mereka juga membutuhkan sarana untuk melakukan investasi.
Bank BCA dalam hal ini mulai aktif menjadi relationship banking untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.101
101
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
Praktiknya dalam menjalankan persaingan bisnisnya, Bank BCA
merancang bidang usaha berdasarkan konsep Strategic Business Unit
(SBU). Konsep ini memungkinkan bank untuk dapat lebih fokus pada jenis
produk dan jasa yang ditawarkannya. Bank BCA mengelompokkan kegiatan
perbankan ke dalam tiga kelompok besar yaitu Bisnis Perbankan Konsumer,
Bisnis Kredit, Bisnis Tresuri dan Internasional. Ketiga bisnis lini tersebut
didukung oleh unit-unit pengendali risiko serta pendukung korporasi.
Visi Bank BCA
“Visi Bank BCA sebagai Bank pilihan utama dan andalan masyarakat Indonesia,
yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia”
Visi tersebut Bank BCA bercita-cita menjadi Bank pilihan utama di Indonesia.
Bank BCA mengharapkan kegiatan perbankan yang ditawarkan dapat
memberikan service excellence dan pengalaman yang baik kepada debitur. Hal ini
harus diwujudkan dalam bentuk kesiapan prasarana, sistem dan prosedur,
kemampuan sumber daya manusia dan budaya perusahaan.
Bank BCA diharapkan dapat menjadi bank yang memiliki brand
awareness, brand loyalty dan brand recommendation yang tinggi dalam
pandangan debitur. Tidak hanya itu, Bank BCA juga ingin menjadi institusi
andalan masyarakat luas karena sangat peduli lingkungan dan masyarakat sekitar.
Bank BCA adalah bank yang peduli pada peningkatan taraf hidup masyarakat,
keseimbangan ekosistem, pendidikan, bantuan korban bencana alam dan bantuan
pengembangan tempat ibadah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
Hal lain yang diharapkan terwujud adalah Bank BCA menjadi bank dengan tata
kelola yang baik dan juga berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia,
sehingga Bank BCA akan menjadi bagian dari pembangunan ekonomi Indonesia.
Misi Bank BCA
Guna mencapai visi tersebut di atas, maka Bank BCA menetapkan misi
perusahaan, antara lain:
1. Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan
solusi keuangan bagi debitur bisnis dan perseorangan
2. Memahami beragam kebutuhan debitur dan memberikan layanan finansial
yang tepat demi tercapainya kepuasan optimal bagi debitur
3. Meningkatkan nilai francais (franchise value) dan nilai stakeholder.
Ruang lingkup kegiatan usaha Bank BCA adalah bergerak di bidang
perbankan dan jasa keuangan lainnya. Bank BCA memperoleh pernyataan efektif
dari BAPEPAM-LK pada tanggal 11 Mei 2000, untuk melakukan Penawaran
Umum Saham Perdana Bank BCA (IPO) sebanyak 662.400.000 saham dengan
jumlah nilai nominal Rp500,- dengan harga penawaran Rp1.400,- per saham, yang
merupakan 22 persen dari modal saham yang ditempatkan dan disetor, sebagai
bagian dari divestasi pemilikan saham Republik Indonesia yang diwakili oleh
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Penawaran umum ini dicatatkan
pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 31 Mei 2000.102
BPPN melakukan divestasi 22,5 persen tahun 2000 dari seluruh saham
Bank BCA melalui Penawaran Saham Publik Perdana (IPO), sehingga
102
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
kepemilikan BPPN berkurang menjadi 70,3 persen. Penawaran Publik Kedua
(Secondary Public Offering) 10 persen dari total saham Bank BCA. Kepemilikan
BPPN atas Bank BCA berkurang menjadi 60,3 persen Mulai tahun 2002, FarIndo
Investment (Mauritius) Limited mengambil alih 51 persen total saham Bank BCA
melalui proses tender strategic private placement. BPPN melakukan divestasi atas
1,4 persen saham Bank BCA kepada investor domestik melalui penawaran
terbatas dan Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Perusahaan Pengelola
Aset (PPA) melakukan divestasi seluruh sisa kepemilikan saham Bank BCA
sebesar 5,02 persen. Bank BCA melakukan pengembangan bisnis dengan
memperkuat dan mengembangkan produk dan layanan, terutama perbankan
elektronik dengan memperkenalkan Debit Bank BCA, Tunai Bank BCA, internet
banking Klik Bank BCA, mobile banking Bank BCA dan EDCBIZZ. Bank BCA
mendirikan fasilitas Disaster Recovery Center di Singapura dan meningkatkan
kompetensi di bidang penyaluran kredit, termasuk melalui ekspansi ke bidang
pembiayaan mobil melalui anak perusahaannya, Bank BCA Finance.
Bank BCA memasuki lini bisnis baru yaitu perbankan Syariah,
pembiayaan sepeda motor, asuransi umum dan sekuritas. Bank BCA di tahun
2013, menambah kepemilikan efektif dari 25 persen menjadi 100 persen pada
perusahaan asuransi umum, PT Asuransi Umum BCA (sebelumnya bernama PT
Central Sejahtera Insurance dan dikenal juga sebagai BCA Insurance).
Produk-produk yang ditawarkan BCA sebagai berikut :
a. Produk Simpanan terdiri dari tahapan, tahapan Gold, Tahapan Xpresi, Tapres,
TabunganKu, giro, deposito berjangka, dan BCA Dollar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
b. Kartu Kredit terdiri dari BCA Card, BCA MasterCard dan BCA VISA
c. Fasilitas Kredit, terdiri dari Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan
Bermotor, Kredit Modal Kerja, Kredit Sindikasi, Kredit Ekspor, Kredit
Investasi, Distributor Financing, Supplier Financing, Dealer Financing,
Warehouse Financing, dan Trust Receipt.
d. Fasilitas ekspor impor terdiri dari Letter of Credit (L/C), Negotiation, Bankers
Acceptance, Bills Discounting, dan Documentary Collections.
6. Fasilitas valuta asing yang terdiri dari spot, forward, swap dan produk
derivatif lainnya.103
B. Bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Kartu Kredit
Apabila dalam suatu perjanjian si debitur tidak melaksanakan apa yang
telah diperjanjikan, maka dapat dikatakan debitur telah melakukan wanprestasi.
Debitur dapat pula dikatakan telah lalai atau ingkar janji atau bahkan melanggar
perjanjian dengan melakukan sesuatu hal yang dilarang/tidak boleh dilakukan. Hal
ini berakibat hukum yakni pihak/para pihak yang dirugikan dapat menuntut
pelaksanaan dari prestasi atau konsekwensi lain yang di atur dalam perjanjian.
Wanprestasi terjadi disebabkan adanya kesalahan, kelalaian dan
kesengajaan. Yang dimaksud adanya “kesalahan”, harus dipenuhi syarat-syarat,
yaitu sebagai berikut
1. Perbuatan yang dilakukan harus dapat dihindarkan.
2. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia
dapat menduga tentang akibatnya.104
103
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Faktor terjadinya wanprestasi (ingkar janji) dalam perjanjian kartu kredit
yang biasa dilakukan oleh debitur yaitu adanya unsur kesengajaan, artinya debitur
secara sengaja bermaksud tidak membayar kewajibannya, sehingga terjadi
wanprestasi. Adanya unsur tidak sengaja, artinya debitur mau membayar, tetapi
belum mampu.105
Pasal 1267 KUHPerdata dijelaskan bahwa apabila debitur dalam keadaan
wanprestasi (ingkar janji), maka kreditur dapat memilih diantara beberapa
kemungkinan tuntutan, antara lain yaitu pemenuhan perikatan, pemenuhan
perikatan dengan ganti kerugian, ganti kerugiannya saja, pembatalan perjanjian,
ataupun pembatalan perjanjian dengan ganti kerugian.
Bentuk wanprestasi (ingkar janji) dalam perjanjian kartu kredit umumnya
yang biasa terjadi adalah pihak pemegang kartu kredit tidak membayar tagihan
dari bank penerbit hingga jatuh tempo. Wanprestasi dalam perjanjian kartu kredit
oleh pemegangnya tidak dapat dikenakan sanksi secara langsung oleh pihak bank
selaku penerbit, sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata yang dinyatakan bahwa
penggantian kerugian atas wanprestasi baru dapat dilakukan setelah pihak yang
melakukan wanprestasi harus dibuktikan adanya kelalaian dari pemegang kartu
kredit dan diberi peringatan karena tidak menepati janjinya, dan ia tetap tidak
bersedia melakukan kewajibannya. Apabila peringatan ini tidak dihiraukan oleh
pemegang kartu kredit, maka pihak bank akan mengirimkan tagihan serta
mengingatkan akan menyita harta benda sesuai dengan perjanjian yang ada.
Pernyataan lalainya pihak pemegang kartu kredit harus dibuktikan dengan surat
104
Yahman, Op,CIt, hlm.84 105
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
perintah peringatan pembayaran atau surat sejenis lainnya yang diatur dalam Pasal
1238 KUHPerdata.106
Bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian kartu kredit di Bank BCA,
antara lain seperti:
1. Pemegang kartu kredit tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan
dengan dengan cardholder yang tidak memenuhi prestasinya, sehingga
dikatakan cardholder tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Pemegang kartu kredit memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya.
Apabila prestasi cardholder masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka
cardholder dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
3. Pemegang kartu kredit memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Cardholder yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru
tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka cardholder dikatakan tidak
memenuhi prestasi sama sekali.107
C. Penyelesaian Hukum Bank BCA Cabang Diponegoro Medan terhadap
Debitur Yang Wanprestasi
Bilamana debitur tidak dapat menyelesaikan semua kewajiban yang timbul
sebagai akibat penggunaan kartu dengan ini bersedia secara sukarela menyerahkan
harta kekayaan milik debitur baik berupa benda bergerak maupun benda tidak
bergerak kepada Bank BCA untuk melunasi kewajiban pemegang kartu. Oleh
karena itu, Bank BCA diberi kuasa oleh debitur untuk melakukan tindakan-
106
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib 107
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian semua kewajiban pemegang
kartu kredit kepada Bank BCA.108
Debitur bertanggjungjawab penuh atas penggunaan kartu maupun
penyalahgunaan kartu, baik oleh debitur maupun pihak ketiga. Semua tagihan
berikut biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan penggunaan kartu oleh
debitur. Tambahan menjadi tanggung jawab sepenuhnya debitur, dengan tidak
menutup kemungkinan bahwa jika dianggap perlu oleh Bank BCA, Bank BCA
berhak untuk menagih secara langsung kepada debitur. Tambahan atas faktur
transaksi yang telah ditandatangani oleh debitur.109
Bila Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) tidak dapat menyelesaikan
pengaduan konsumen, dapat ditempuh dengan penyelesaian di Pengadilan atau di
lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS), yaitu :
a. Pengaduan konsumen wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh PUJK.
b. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian Pengaduan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, Konsumen dan PUJK dapat melakukan penyelesaian
Sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.
c. Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada angka
2 dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat
dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
108
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib 109
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
4. PUJK wajib melaksanakan putusan Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Pengaturan mengenai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di
Sektor Jasa Keuangan akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
7. Penyelesaian Pengaduan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
dapat disampaikan oleh Konsumen apabila pengaduan tersebut belum pernah
diselesaikan melalui lembaga arbitrase (pengadilan).110
Upaya hukum yang dilakukan kreditur bank apabila pemegang kartu kredit
melakukan wanprestasi yaitu dengan melakukan upaya atau penyelesaian dengan
dua cara yaitu:
1. Penyelesaian secara damai/ diluar pengadilan (non litigasi);
Penyelamatan adalah suatu langkah penyelesaian kredit yaitu melalui
perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memerhatikan syarat-
syarat yang sudah ditentukan. 111
a. Bila debitur macet karena usahanya merugi dikarenakan pelanggannya
yang menunggak tentu diusahakan penyelesaiannya disesuaiakan dengan
kemampuan debitur yang dimulai dengan:
1) Kreditur secara internal memanggil atau mendatangi debitur agar
menyelesaikan kewajibannya;
2) Restrukturisasi, memperpanjang waktu pinjaman, memberikan
potongan denda, bunga atau modal;
110
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib 111
Muh. Arfah Arif Putra, Upaya Hukum PT. Bank Negara Indonesia Tbk. Dalam
Menyelesaikan Wanprestasi Nasabah Kartu Kredit. Alauddin Law Develompent (ALDEV)|
Volume 1 Nomor 1 Maret 2019, hlm 9-10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
3) Bila penyebab macet dikarenakan gempa dan usahanya masih
mempunyai prospek yang baik, tentu bank dapat melakukan
pendampingan manajemen dan atau menambah modal sehingga usaha
dari debitur tetap berjalan.
b. Bila penyelesaian upaya di atas hasilnya tidak sesuai dengan yang
diharapkan, maka cara penyelesaian berikutnya yaitu bank dan debitur
menjual jaminan (eksekusi fidusia/ hak tanggungan) secara bersama-
sama baik di bawah tangan maupun melalui lelang umum untuk
mendapatkan harga yang terbaik;
c. Bila usaha bagian di atas tidak tercapai maka penyelesaian berikutnya
dapat dilakukan mengumumkan melalui koran agar debitur melunasi
hutangnya;
d. Bila dengan cara bagian di atas tidak tercapai, maka cara berikutnya
bank dapat menjual piutangnya dengan cara cessie atau subrogasi;
e. Bila seluruh cara di atas tidak berhasil/ tidak dapat dilakukan, maka
bank dapat melakukan hapus buku dan hapus tagih selanjutnya
mengambil alih jaminan dari kreditur (Barang Jaminan Diambil Alih
/BJDA/AYDA).112
3. Penyelesaian Melalui Pengadilan (Litigasi)
Penyelesaian dengan cara damai/ diluar pengadilan (non litigasi) tidak
tercapai, maka cara berikutnya dengan cara:
112
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
a. Melalui Pengadilan Negeri Eksekusi jaminan melalui Pengadilan Negeri
dengan dengan dasar hukum:
1) Pasal 1131 KUHPerdata yang artinya segala harta dari debitur baik yang
ada maupun yang akan ada menjadi jaminan dari hutang dari peminjam;
2) Eksekusi hak tanggungan (Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4
Tahun 1996 Pasal 6 dan atau Fidusia (UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Fidusia Pasal 29) yang dilanjutkan menjual melalui lelang.
b. Melalui Pengadilan Niaga Untuk penyelesaian pengadilan niaga hal ini
dilakukan dengan cara mengajukan kepailitan atau PKPU dengan dasar hukum
(Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 2 jo. Pasal 1131 KUH Perdata).
c. Bila bank menemukan debitur melakukan data fiktif guna mengajukan
pinjaman, bank dapat menekan debitur dengan cara melaporkan debitur
kepada kepolisian.113
Upaya hukum yang dilakukan dapat dilakukan Bank BCA dalam hal ini
penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam perjanjian kartu
kredit, yaitu jika debitur terlambat melakukan pelunasan tagihan kartu kredit
selama tiga bulan, maka Bank BCA mengirimkan surat peringatan pertama
melalui Debt Collector Bank BCA, setelah peringatan pertama debitur belum juga
melunasi tagihan kartu kreditnya, maka pihak Bank BCA melakukan pemblokiran
terhadap kartu kredit milik debitur disertai penagihan terhadap debitur tersebut;
hari pertama sampai hari kelima puluh sembilan dihubungi melalui handpone, hari
113
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
keenam puluh sampai ke hari seratus tujuh puluh sembilan collector langsung ke
lapangan atau alamat pemegang kartu, hari serratus delapan puluh dan seterusnya
diserahkan kepada pihak ketiga (jasa penagihan).114
Adanya tunggakan dalam membayar cicilan oleh debitur, maka secara
hukum bank selaku kreditur memiliki hak untuk memberikan surat peringatan
atau somasi kepada debiturnya yang lalai dalam memenuhi kewajibannya untuk
membayar cicilannya. Hal ini sesuai yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor
852/K/Sip/1972, yang pada intinya memiliki kaidah hukum sebagai berikut:
“Bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan wanprestasi terlebih
dahulu harus dilakukan penagihan resmi oleh juru sita (somasi). Oleh karena
somasi dalam perkara ini belum dilakukan, maka pengadilan belum dapat
menghukum para tergugat/ pembanding telah melakukan wanprestasi.115
Tindakan yang dilakukan oleh pihak Bank BCA dalam menangani
masalah wanprestasi kartu kredit, yaitu pihak Bank BCA adalah mengatasi sendiri
sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian kedua belah pihak
maupun dalam perjanjian antara bank penerbit (issuer) dan penjual yang
menerima kartu kredit (merchant). Tindakan pertama yang dilakukan tidak
membuahkan hasil, barulah dari pihak bank akan menempuh jalur hukum.116
Setelah penyelesaian sengketa dengan cara mediasi tidak berhasil, maka untuk
menyelesaikan sengketa ini dapat dilakukan melalui jalur pengadilan dengan
114
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib 115
Muh. Arfah Arif Putra, Op.Cit, hlm 11-12 116
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
perusahaan pembiayaan konsumen yang mengajukan gugatan ke pengadilan
negeri setempat dengan dasar bahwa debitur telah melakukan wanprestasi
Disamping itu pihak Bank BCA juga melakukan mediasi dengan debitur.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (7) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009
Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu ditegaskan bahwa pemegang kartu kredit adalah pengguna yang sah,
sehingga apa pun yang terjadi pihak bank hanya mengetahui bahwa yang
menggunakan kartu adalah pemegang kartu itu sendiri, terlepas dari pencurian
identitas ataupun pemalsuan identitas.117
117
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan Layanan
Nasabah KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dari Bab I sampai bab IV,
maka dapat ditarik kesimpulan, seperti di bawah ini:
1. Perjanjian kartu kredit dapat digolongkan dalam perjanjian pinjam
meminjam dan perjanjian melakukan pekerjaan. Penggunaan kartu kredit
dapat digolongkan dalam perjanjian jual beli dan perjanjian
penanggungan, dimana diatur pada PBI No. 14/2/PBI/2012 2012 tentang
Perubahan Atas PBI No.11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaran Usaha
Perusahaan Pembiayaan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
39/PMK.03/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data Dan
Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Yang
Berkaitan dengan Perpajakan.
2. Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan debitur dalam perjanjian kartu
kredit pada Bank BCA Cabang Diponegoro Medan, menjadi tanggung
jawab pemegang kartu kredi, maka pihak Bank BCA selaku penerbit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
memberikan sanksi berupa denda akan keterlambatan tersebut dan pihak
debitur dalam hal ini wajib untuk membayar denda beserta bunga yang
turut serta di dalamnya. Akibat hukum yang timbul apabila pihak debitur
dalam hal ini melaksanakan prestasi yang tidak boleh dilakukan, maka
pihak Bank BCA sesuai dengan yang dituangkan dalam akta perjanjian
kredit, maka pihak Bank BCA melakukan pemblokiran terhadap kartu
kredit milik debitur disertai penagihan terhadap debitur tersebut.
3. Penyelesaian hukum dari Bank BCA selaku penerbit kartu kredit terhadap
tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh pemegang di Bank BCA
dijalankan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kartu
kredit yaitu dengan cara musyawarah melalui mediasi. Terkait wanprestasi
kartu kredit juga dapat diselesaikan dengan tim khusus dari Bank BCA
yang ditugaskan dalam mengatasi berbagai penyalahgunaan dan
wanprestasi (ingkar janji) kartu kredit sebagai bentuk penyelesaian awal
dan dengan jasa pihak ketiga.
B. Saran
Berikut ini adalah saran yang mengacu pada permsalahan yang telah
dibahas sebelumnya, yaitu
1. Kepada debitur khususnya pemegang kartu kredit disarankan agar dapat
melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya guna menghindari
terjadi wanprestasi (ingkar janji) yang berakibat merugikan pihak Bank
BCA maupun debitur selaku pemegang kartu kredit tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
2. Adanya akibat hukum terhadap debitur selaku pemegang kartu kredit,
disarankan kepada debitur sebelum melakukan perjanjian kartu kredit
sebaiknya debitur mempelajari apa manfaat dan kerugian penggunaan
kartu kredit tersebut sehingga terhindar dari jerat hukum bagi pemegang
kartu.
3. Upaya penyelesaian terkait wanprestasi debitur dalam perjanjian kartu
kredit baik menyangkut persoalan perdata maupun pidana berrdasarkan
ketentuan yang berlaku, apabila tidak dapat diselesaikan dengan mediasi
sebaiknya dilakukan melalui jalur hukum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asri, Benyamin dan Thabrani Asri. 2007. Tanya-Jawab Pokok-Pokok Hukum
Perdata dan Hukum Agraria”, Bandung,Armico
Budiono, Herlien. 2010. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di
Bidang Kenotariatan, Bandung, Citra aditya Bakti.
Djumhana, Muhammad. 2010. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung, Citra
Aditya Bakti.
Djuwaini, Dimyauddin. 2008. Pengantar Fiqih Muamalah, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar
Fuady, Munir. 2002. Hukum Pembiayaan, Bandung, Citra Aditya Bakti.
___________.2002 Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya
Bakti.
___________. 2006. Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata,
Jakarta, Rajagrafindo Persada.
Ganie A, Junaidi.2 011. Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2011
Ibrahim, Johannes. 2004. Kartu Kredit Dilematis Antar Kontrak dan Kejahatan,
Bandung, Refika Aditama.
Hermansyah.2014. Hukum Perbankan Nasional, Jakarta, Kencana.
Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum,Cetakan I, Jakarta, Sinar Grafika.
Kansil. 1994. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia Buku Kesatu
Hukum Dagang Menurut KUHD Dan KUHPerdata, Jakarta, Sinar
Grafika.
Kasmir. 2016. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Rajagrafindo
Persada.
Komalawati, V. 1999. Peranan Informed Consent dalam Transaksi Teraupetik,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung,Remaja
Rosdakarya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2014. Hukum Pelindungan Konsumen, Jakarta, Sinar
Grafika
Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati. 2000. Segi Hukum Lembaga
Keuangan dan Pembiayaan, Bandung, Citra Aditya Bakti.
Nawawi, Hadari. Penelitian Terapan, Yogyakarta, Gajah Mada University Press,
2005.
Pramono, Nindyo. 2003. Hukum Komersil, Jakarta, Pusat Penerbitan UT.
Purnomo, Serfianto Dibyo. 2012. Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-
Debit, & Uang Elektronik, Jakarta, Visimedi
Rahardjo, Satjipto. 2002. Ilmu Hukum, Cetakan Kelima, Bandung, Citra Aditya
Bakti
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung,
Citra Aditya Bakti.
Shofie, Yusuf. 2003. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen
Hukumnya, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003.
Simatupang, Richard Burton. 2007. Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta, Rineka
Cipta, 2007.
Soekanto, Soerjono.2010. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas
Indonesia Press.
Soeroso, R. 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2006.
Subekti. 2005. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa
______.2009. Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa.
Subekti dan R. Tjitrosudibio. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Bandung, Alumni.
Sunaryo. 2009. Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika
Susilo, Y. Sri, dkk. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta, Salemba
Empat.
Suryono, Leli Joko. 2014. Pokok-pokok Perjanjian Indonesia, Yogyakarta, LP3M
UMY
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
Syahrani, Ridwan. 2000. Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Bandung,
Alumni
Triandaru, Sigit dan Totok Budisanto. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya Edisi 2, Jakarta, Ghalia Indonesia
Usman, Rachmadi. 2001. Dimensi Hukum Surat Berharga, Jakarta, Djambatan.
Utomo, Laksanto, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen,
Bandung, Alumni, 2015.
Wardoyo, Ch. Gatot. 2005. Sekitar Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, Bank
dan Manajemen, Jakarta, Citra Kreasi, 2005
Widjaja, Gunawan. 2001. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama.
Yahman, 2014. Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan yang
lahir dari hubungan kontraktual, Jakarta, Prenada Media Group.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 2006. Seri Hukum Bisnis Perseroan
Terbatas, Jakarta, RajaGrafindo Persada.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaran Usaha Perusahaan Pembiayaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
Jurnal/Artikel/Skripsi/Makalah/Kamus
Annisa Aprilia WD, Tanggung Jawab Bank Penerbit (Card Issuer) Terhadap
Kerugian Debitur Kartu Kredit Akibat Pencurian Data (Carding) Dalam
Kegiatan Transaksi, Diponegoro Law Journal Volume 6, Nomor 2, Tahun
2017.
Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2010.
Fitri Rahayu. A. Perkembangan Kartu Kredit di Indonesia. Jurnal Manajemen
Vol.1, No.1, 2011
Lawrence‟s Clark etl. Law and Business, New York: McGraw Hill Book
Company, 1992
Mauritz Pray Takasenseran, “Perjanjian Antara Bank dan Debitur Menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998”, Lex et Societatis, Vol. IV (Juli,
2016.
Muh. Arfah Arif Putra, Upaya Hukum PT. Bank Negara Indonesia Tbk. Dalam
Menyelesaikan Wanprestasi Debitur Kartu Kredit. Alauddin Law
Develompent (ALDEV)| Volume 1 Nomor 1 Maret 2019
Pranoto. Eksistensi Kartu Kredit Dengan Adanya Electronic Money (e-money)
Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah. Privat Law. Vol : 6 No: 1 Tahun
2018.
Raphael Sitorus. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Kartu Kredit Ditinjau
Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Jurnal Lex Privatum, Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015.
Retnowulan Sutantio, Kapita Selekta Hukum Ekonomi Dan Hukum Perbankan:
Seri Varia Yustisia 1, (Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cab.
Mahkamah Agung RI, 1996.
R.M. Panggabean. Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku. Jurnal Hukum
No. 4 Vol. 17 Oktober 2010.
Siaga Yoze Rosario, Penyelesaian Sengketa Tagihan Kartu Kredit Yang Tidak
Pernah Dimohonkan Oleh Konsumen Kepada PT. Bank negara indonesia
(Persero), Tbk. Kantor Wilayah Padang (Studi Kasus Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Kota Padang), Jurnal Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Bung Hatta Vol. 3 No. 1 Tahun 2013.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
Wawancara
Hasil wawancara dengan Muhammad Rezanda, selaku Kepala Operasi dan
Layanan Debitur KFCC Medan, tanggal 29 Juli 2019 Pukul. 10.15 Wib
Website
https://www.bca.co.id/tentang-bca/korporasi/berita/2016/04/05/04/34/www-bca-
co-id-website-baru-bca/diakses tanggal 20 Agustus 2019
https://www.bca.co.id/tentang-bca/diakses tanggal 1 Oktober 2019
Komarul Hidayat https://keuangan.kontan.co.id/news/gesekan-bisnis-kartu-kredit-
di-awal-tahun-mulai-kencang/diakses tanggal 1 November 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA