akhlak

5
Para ulama menjelaskan pengertian khusyuk tersebut dengan berbagai ungkapan. Menurut al-Junaid, khusyuk adalah kerendahan hati dihadapan Zat yang Mahatahu atas yang ghaib. Hasan al-Bashri mengartikan, khusyuk adalah rasa takut yang langgeng bersemayam di dalam hati. Menurut Ibn al-Qayim al-Jawziyah di dalam Madârij as-Sâlikîn, khusyuk adalah berdirinya hati dihadapan Rab dengan tunduk dan rendah”. Dan khusyuk itu adalah makna yang muncul dari pengagungan dan kecintaan kepada Allah; kerendahan dan kelemahan dihadapan Allah. Sedangkan al-Jurjani memaknai khusyuk itu sebagai keterikatan kepada kebenaran (inqiyâd li al-haqq). Menurut Imam Ibn Taimiyah di dalam Majmû’ al-Fatâwâ, khusyuk itu mengandung dua makna:pertama, tawadhu’ dan tadzallul (kerendahan dan kehinaan dihadapan Allah). Kedua, ketenangan dan thuma’ninah. Hal itu adalah keniscayaan dari kelembutan hati dan menafikan kekerasan dan kekesatan hati. Jadi khusyuk itu adalah rasa takut kepada Allah yang ada di dalam hati dan tampak diatas aspek lahiriah. Al-Hafizh Ibn Rajab al-Hambali menjelaskan, khusyuk itu asalnya dari kehalusan dan kelembutan hati serta ketundukan, kelemahan dan ketakberdayaannya. Jika hati telah khusyuk maka akan diikuti oleh kekhusyukan seluruh lahiriah dan anggota badan karena semua itu mengikuti hati. Imam Ibn Katsir ketika menjelaskan QS al-Ahzâb: 35 menyatakan bahwa pendorong khusyuk itu adalah rasa takut kepada Allah dan pengawasan (murâqabah) Allah.

Upload: prasetia-aji-ramadhan

Post on 21-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

menjelaskan tentang akhlak

TRANSCRIPT

Page 1: Akhlak

Para ulama menjelaskan pengertian khusyuk tersebut dengan berbagai ungkapan.

Menurut al-Junaid, khusyuk adalah kerendahan hati dihadapan Zat yang Mahatahu atas yang

ghaib. Hasan al-Bashri mengartikan, khusyuk adalah rasa takut yang langgeng bersemayam di

dalam hati. Menurut Ibn al-Qayim al-Jawziyah di dalam Madârij as-Sâlikîn, khusyuk adalah

berdirinya hati dihadapan Rab dengan tunduk dan rendah”. Dan khusyuk itu adalah makna yang

muncul dari pengagungan dan kecintaan kepada Allah; kerendahan dan kelemahan dihadapan

Allah. Sedangkan al-Jurjani memaknai khusyuk itu sebagai keterikatan kepada kebenaran

(inqiyâd li al-haqq).

Menurut Imam Ibn Taimiyah di dalam Majmû’ al-Fatâwâ, khusyuk itu mengandung dua

makna:pertama, tawadhu’ dan tadzallul (kerendahan dan kehinaan dihadapan Allah). Kedua,

ketenangan dan thuma’ninah. Hal itu adalah keniscayaan dari kelembutan hati dan menafikan

kekerasan dan kekesatan hati. Jadi khusyuk itu adalah rasa takut kepada Allah yang ada di dalam

hati dan tampak diatas aspek lahiriah.

Al-Hafizh Ibn Rajab al-Hambali menjelaskan, khusyuk itu asalnya dari kehalusan dan

kelembutan hati serta ketundukan, kelemahan dan ketakberdayaannya. Jika hati telah khusyuk

maka akan diikuti oleh kekhusyukan seluruh lahiriah dan anggota badan karena semua itu

mengikuti hati. Imam Ibn Katsir ketika menjelaskan QS al-Ahzâb: 35 menyatakan bahwa

pendorong khusyuk itu adalah rasa takut kepada Allah dan pengawasan (murâqabah) Allah.

Khusyuk itu bukan dalam kondisi trance (hilang kesadaran). Tetapi menghadapkan hati

kepada Allah dengan penuh kesadaran, ketundukan dan kerendahan. Dan dari sisi lahiriah, hanya

mengucapkan bacaan shalat dan melakukan gerakan shalat yang disyariatkan, dan mengucapkan

perkataan atau melakukan perbuatan yang dibolehkan sesuai keharusan tanpa kesia-siaan atau

memperbanyaknya sehingga dominan atas shalat, dimana orang yang shalat itu tetap khudhû’

(tunduk) kepada ketentuan Allah, tenang dan thuma’ninah. Memahami setiap bacaan shalat dan

detil ketentuan tentang shalat mutlak diperlukan untuk bisa khusyuk di dalamnya.

Tawakal (bahasa Arab: توُك�ل) atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan.

Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi

atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.

Imam al-Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut, "Tawakkal ialah

menyandarkan kepada Allah swt tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepadaNya

Page 2: Akhlak

dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati

yang tenteram.

Menurut Abu Zakaria Ansari, tawakkal ialah "keteguhan hati dalam menyerahkan urusan

kepada orang lain". Sifat yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang

yang diserahi urusan tadi. Artinya, ia betul-betul mempunyai sifat amanah (tepercaya) terhadap

apa yang diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman terhadap orang yang memberikan

amanat tersebut.

Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya

yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah

yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan

mengatur alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala

persoalannya kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena

Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.

Sementara orang, ada yang salah paham dalam melakukan tawakkal. Dia enggan

berusaha dan bekerja, tetapi hanya menunggu. Orang semacam ini mempunyai pemikiran, tidak

perlu belajar, jika Allah menghendaki pandai tentu menjadi orang pandai. Atau tidak perlu

bekerja, jika Allah menghendaki menjadi orang kaya tentulah kaya, dan seterusnya.

Semua itu sama saja dengan seorang yang sedang lapar perutnya, seklipun ada berbagai

makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah menghendaki ia kenyang, tentulah kenyang. Jika

pendapat ini dpegang teguh pasti akan menyengsarakan diri sendiri.

Menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau

perjuangan. Jadi arti tawakkal yang sebenarnya -- menurut ajaran Islam -- ialah menyerah diri

kepada Allah swt setelah berusaha keras dalam berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan

dalam mengikuti sunnah Allah yang Dia tetapkan.

Misalnya, seseorang yang meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci rapat,

barulah ia bertawakkal. Pada zaman Rasulullah saw ada seorang sahabat yang meninggalkan

untanya tanpa diikat lebih dahulu. Ketika ditanya, mengapa tidak diikat, ia menjawab, "Saya

telah benar-benar bertawakkal kepada Allah". Nabi saw yang tidak membenarkan jawaban

tersebut berkata, "Ikatlah dan setelah itu bolehlah engkau bertawakkal."

Page 3: Akhlak

Sholat yang berkualitas, berarti segala sesuatu yang terkaiit dengan sholat, seperti;

wudhu, busana, makanan dan minuman, benar-benar jauh dari barang haram. Dengan demikian,

sholat itu membawa perubahan siginifikan terhadap prilaku sehari-hari. Walaupun begitu, masih

bisa ditangkap makna yang tersirat lebih dalam, bahwa ayat itu mensiyalir terkait dengan

kesehatan fisik. Sebab, sholat memang tidak luput dari gerakan fisik, jika sholat itu dilakukan

dengan asal-asalan, seperti: gerakanya yang kurang tepat, waktunya, bacaanya, tidak akan

membawa dampak positif, baik secara moral, fisik (sehat), rejeki (penghasilan), sampai masalah

kebahagiaan batin (rumahtangga) juga tidak bisa diperoleh.

Firman Allah Swt yang berbunyi’’ sesungguhnya sholat kalian (sakanun)’’. Imam Al-

Alusi berpendapat bahwa Sakanun itu bisa memberikan ketentraman keluarga, masyarakat

(negara). Wajar, jika Nabi Saw menyampaikan sholat itu tiangnya agama. Agar supaya sholat

kita benar-benar memberikan penggaruh positif pada kehidupan sehari-hari, seperti: fisik sehat,

batin tenang, pikiran jernih, keluarga sejahtera dan berkah, maka sholatlah kuncinya.

Terkait dengan pelaksanaan sholat yang membawa dampak ketentaraman batin. Sudah

barang tentu, sholat yang dimaksud adalah sholat yang baik. Bukan sholat yang khusu’, sebab

sholat yang khusu’ dan baik, dampakanya bukan hanya pada pelaksananya, tetapi pada

sekitarnya (lingkungan). Wajar, jika kota Makkah, Madinah, Yaman, serta tempat-tempat yang

dihuni oleh para kekasih Allah SWT memiliki kekutan dan aura atau mahnit yang sangat kuat

dari pada tempat lainya. Di tanah Jawa, terdapat sebuah masjid, seperti: Ampel, Demak, serta

sebagian masjid jami’ yang menyebar dipelosok Nusantara. Masjid tersebut masih terasa

ketentraman, ketenaganya, karena penggaruh sholat para kekasih Allah yang baik dan khusu’

pada masa itu.