aes2 bioflock.pptx

47
BIOFLOK DALAM AKUAKULTUR M. FADJAR

Upload: alief

Post on 16-Sep-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Slide 1

BIOFLOK DALAM AKUAKULTUR

M. FADJAR 1FLOKTersusun atas bakteri heterotrof dan bakteri filamen , dimana bakteri heterotrof menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbonnya2Bioflocs terdiriataspartikelseratorganikyang kayaakan selulosa,partikelanorganikberupa kristal garamkalsium karbonat hidrat,biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur danzooplankton.

Penggunaanprobiotikheterotropyangterdiriatas:bakteriorganothroph: Bacillusspp.,Lactobacillusspp.bakterichemoautothroph: Thiobacillusspp.,Rhodobacterspp.autothroph:planktondarigeneradiatomaedanchlorella4Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi alkanoat (PHA) terutama yang spesifik seperti polihidroksi butirat. Senyawa ini diperlukansebagaibahanpolimeruntukpembentukanikatanpolimerantara substansisubstansipembentukbioflocs.TEKNOLOGI BIOFLOK teknologi yg menggunakan teknik mengaktifkan suspensi yg berasal dr limbah budidaya (N organik spt amoniak, amonium, nitrit dan nitrat) kemudian dikonversikan menjadi bioflokMembutuhkan aerasi dan pengadukan air untuk menjaga tingginya mikrobial flok dalam keadaan tetap tersuspensi dan penambahan karbon organik sebagai substrat untuk melakukan dekomposisi aerobik6Karbohidrat (C6H12O6) + Nitrogen anorganik (NH4+-N, NH3-N, NO2- -N dan NO3N)Disintesis menjadi mikrobial protein (C6H2O2N) (Ebeling et al., 2006)Hubungan antara penambahan KH dan reduksi ammonium merupakan sebuah hubungan konversi C/N ratio78Biofilmsin hot springs, rivers and laboratory flow cells

Hall-Stoodley et al. (2004)Nature Rev Microbiol 2: 95. Hydrothermal hot springHydrothermal hot springHydrothermal hot springFreshwater riverFreshwater riverLaboratory flow cellLaboratory flow cellLaboratory flow cellLaboratoryflow cellSimilar structuresa,d,g: low shear environment: circular structures (mushrooms)b,e,h,i: faster, hight shear flows: biofilm streamers, ripple structuresg,h,i: P. aeruginosa in a flow cell at 0.03 m/s (g) or 1 m/s (h,i)Regulation by cell density (quorum sensing)Quorum sensing: regulation of gene expression by producing, secreting, detecting, and responding to extracellular signaling molecules (autoinducers, AI) that accumulate in proportion to cell density.

Quorum sensing regulated processes: bioluminescence, virulence, biofilm formation, antibiotic production, sporulation, competence.

Quorum sensing allows bacteria to collectively control gene expression and thus synchronize group behaviour.9

10Proses pembentukan flok

11Bioluminescence symbiotic Vibrio fisheri12Pinecone fish (12 cm), red organ in lower jaw, 1010 V. fisheri per ml)

Bobtail squid (2 cm),light organ close to ink sac, 1011 V. fisheri per mlSymbiosis: exchange of light for nutrients, recycling of reducing equivalents, providing photoreactivating wavelengths for DNA repair.Symbiosis: exchange light (search for and attracht prey or mates, matching moonlight provides protection against predators) for nutrients, recycling of reducing equivalents and providing photoreactivating wavelengths for DNA repairBiofilms13

100 mmBiofilm: city of microbes

Structured community of bacteria enclosed in aself-produced extracellular polymeric matrix (glycocalix, slime), adherent to inertor living surfaces.

Within biofilms, bacteria are protected from predators (amoebae) phages biocides (chemical, physical) antibiotics immunophagocytes- antibodiesConfocal micrograph of biofilm of P. aeruginosa expressing GFPInfections of immuno-compromised individuals with commensals (Staphylococcus epidermidis) or bacteria commonly found in the environment (Pseudomonas aeruginosa). These opportunistic pathogens form biofilms (P. aeruginosa, Burkholderia cepacia, Aeromonas hydrophila).Tools to analyze biofilms include confocal microscopy and gene microarrays.There is a debate on the relative contribution of genetic (active response) and environmental conditions (passive response) to the development of a mature biofilm structure. Shape of the biofilm depends on nutritient conditions.Biofilm development14

attachment: surface attachment defective (sad) mutants class I: flagella and motility mutants do not adhere well to surface class II: type IV pili mutants form monolayer and not microcolonies, twitching motility important for aggregation and formation of microcolonies transcription of alg genes (alginate, extracellular polysaccharide) is upregulated due to contact to the surface Exopolysaccharide matrix (glycocalix) is neutral or polyanionic (gram-negative bacteria), stabilized by iron (X-linking), destabilized by lactoferrin (innate immunsystem).http://www.nottingham.ac.uk/quorum/Quorum sensing - Signalmolekle3-Oxo-C6-HSL(Vibrio fischeri)

2-Heptyl-3-Hydroxyl-4-Chinolon(Pseudomonas aeruginosa)

zyklisches Thiolacton (Typ III)(Staphylococcus aureus)

Butyrolacton(Streptomyces griseus)

Gram-Gram+Gram-: meist Homoserin-Lactone (HSL); AHL, N-Acyl-Homoserin-Lacton (auch andere)Gram+: meist posttranslational modifizierte Peptide oft spezifische Signale pro Spezies z.T. mehrere verschiedene Signale pro Stamm!

Shiner et al. 2005. FEMS Microbiol. Rev. in press.Gram- & Gram+AI-215

Contoh-contoh signal quorum-sensing mikroba (Dong et al., 2007). Sejumlah signal AHL dengan variasi pada rantai acyl (nZ0, 1, 2, .; RZH, O atau OH) telah diidentifikasi pada lebih dari 70 species bakteri Gram-negatif.

16SISTEM QS (Waters and Basler, 2005)

17Dua mekanisme umum quorum sensing mikroba. (a) Deteksdi sinyal oleh faktor transkripsi cytosolic, Dihadirkan oleh sistem AHL-type quorum-sensing . Sinyal diproduksi oleh suatu LuxI-type protein (I )berkumpul di lingkungan interseluler, masuk ke cytosol, berikatan dengan LuxR-type transcription factors (R), dan memulai ekspresi target gen (diindikasikan oleh tanda garis). (b) Deteksi signal oleh suatu two-component sensor dan pasangan regulator respon, dihadirkan oleh system AIP-type quorum-sensing. Precursor peptides (PP) dimodifikasi dan menghasilkan sinyal-sinyal AIP yang diekspor oleh suatu transporter ABC (T). Sinyal-sinyal dideteksi oleh sensor histidine kinase (S), transduksi ke response regulator (RR) yang asalnya sama oleh phosphorylation relay (P), yang mengatur target ekspresi gen.

18Quorum Sensing (QS) V. harveyi

19V. harveyi dilaporkan memiliki tiga system QS.. Setiap sistem memiliki sintase autoinducer yang berbeda dan sebuah sensor hibrida khusus protein histidine kinase. Autoinducer pertama adalah Harveyi Autoinducer (HAI-1), suatu acylated homoserine lactone (AHL) (Cao dan Meighen, 1989). AI-1 adalah N-(3-hydroxybutanoyl) homoserine lactone (HSL), yang disintesa oleh LuxLM. N-(3-hydroxybutanoyl) homoserine lactone mengikat sensor spesifiknya protein LuxN (Turovskiy et al., 2007). Autoinducer kedua adalah Autoinducer 2 (AI-2), yaitu furanosyl borate diester (Chen et al., 2002). LuxS dibutuhkan untuk biosintesa AI-2, yaitu 3A-methyl-5,6-dihydro-furo(2,3-D)(1,3,2)dioxaborole-2,2,6,6A-tetraol. Diketahui melalui protein periplasmic soluble LuxP, berhubungan untuk mengaktifkan suatu hibrida dua komponen sensor kinase response regulator protein LuxQ (Turovskiy et al., 2007). Autoinducer ketiga pada sistem QS V. harveyi adalah Cholerae Autoinducer 1 (CAI-1) dan strukturnya belum diketahui (Henke dan Bassler, 2004b). CAI-1 disintesa oleh CqsA dan diketahui melalui sensor cognate CqsS. Sistem Cqs pertamakali dijumpai pada V. cholerae (Henke and Bassler, 2004a).

20Pemanfaatan u/ BudidayaAVNIMELECH (1999)Bakteri dan beberapa mikroorganisme memanfaatkan KH sbg sumber pakan u/ energi & pertumbuhan, produksi protein, dan pembentukan sel2 baru

21

ASP Tilapia ponds (Avnimelech) 45%ASP ShConventional fish, shrimp ponds 20-25%Srimpponds (McIntosh) 45%Closed shrimp tanks (Velasco) 63%

ASP shrimp ponds, 15N studyMichele Burford et al. 18-29% of total N consumptionData on feed protein utilization

Basic Concept of Biofloc Technology

Yoram Avnimelech, 2000, 2005

2220 4010 2020 25> 20

C/N Ratiosesuai kebutuhan bakteri yaitu berkisar 12 atau lebihKonsumsi N cepat pada C/N ratio 10-20konsumsi nitrogen terjadi Lambat pada C/N ratio 20-404012C/N ratio 20-25 kritis karena tinggi dapat menurunkan aktifitas mikroba240C/N ratio >20 TAN 0 ppmKontrol23Pembentukan Flok1. Tarikan permukaan dnding sel bakteriptoreinas.amino=amfoter (-+-+-+-+)2. b.filamen rangka

- + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - + - +-+- _- -_ + +_ _+ +- --+-+ +-+- _- -_ + +_ _+ +- --+-+ _- -_ + +_ _+ +- --+-+ +-+- _- -_ + +_ _+ +- --+-+24C/N ratioC/N ratio merupakan perbandingan antara Karbon (C) dan Nitrogen (N).C/N ratio tampak seperti cara yang praktis dan tidak mahal, dalam pengertian untuk mengurangi akumulasi nitrogen anorganik di kolam. Kontrol nitrogen yaitu dengan memanfaatkan bakteri untuk mengkonsumsi nitrogen dengan adanya karbohidrat, kemudian nitrogen diambil dari air dan disintesis menjadi mikrobial protein. Hubungan antara penambahan karbohidrat dan reduksi ammonium merupakan sebuah hubungan nilai konversi C/N ratio. Penambahan karbohidrat atau persamaan nilai reduksi protein pada pakan dapat diketahui dengan perhitungan (Avnimelech, 1999).

25C/N ratioBerard et al.,(1995) dalam Torres (2005) menyarankan bahwa C/N ratio di atas 10 bakteri akan mengasimilasi bahan organik dengan baik, tapi bila C/N ratio di bawah 10 maka akan membutuhkan karbon dari fraksinasi CO2. Mohanty et al.(1994) dalam Torres (2005) mendemontrasikan bahwa bakteri, rata-rata melakukan mineralisasi nitrogen dengan cepat pada C/N ratio 10-20 dan berlangsung lambat pada C/N ratio 20-40. C/N ratio 20-25 termasuk kritis karena tingginya C sehingga dapat menurunkan aktifitas mikroba.

26Aplikasi Teknologi BioflokAplikasi Teknologi Bioflok harus menjaga alkalinitas berada pada konsentrasi 100-150 ppm dengan penambahan CaCO3. Hal ini perlu karena setiap konsumsi 3,75 g karbon memproduksi 1 g TAN (Total Ammonia Nitrogen) dan setiap 1 g TAN menghasilkan 9,65 g CO2. Jika konsumsi alkalinitas tidak digantikan dengan dengan suplementasi, maka pH pada sistem akan drop. Rendahnya pH akan menyebabkan CO2 dalam bentuk bikarbonat sehingga CO2 dalam bentuk terlarut, dan akan meningkatkan kandungan CO2 terlarut dalam air sehingga akan mempengaruhi spesies yang dibudidayakan (Ebeling et al., 2006).

27Perhitungan C/N ratioMenurut Suprapto (2007), pengukuran C/N Ratio dapat dilakukan dengan pengukuran laboratorium, dengan cara mengukur Total Organic Carbon (TOC) dan Total Kjedahl Nitrogen (TKN) kemudian dimasukan kedalam rumus sebagai berikut: C/N ratio = TOC/TKN

28Ebeling et al.(2006) menjelaskan bahwa untuk mengetahui C/N ratio dapat menggunakan BOD5/TKN ratio. Modifikasi BOD5/TKN dapat menggambarkan penyesuaian untuk memperkirakan C/N ratio. TKN adalah jumlah amoniak nitrogen, atau dari sudut pandang pengolahan limbah TKN yaitu oksigen yang diperlukan untuk mengubah bentuk nitrogen yang tersedia menjadi nitrat-nitrogen. Sedangkan BOD5 memperkirakan jumlah oksigen yang dikonsumsi untuk memanfaatkan C-organik.

29Menurut Avnimelech (2006), Cara yang terakhir yaitu dengan mengukur TAN, kemudian ditentukan dosis karbohidrat yang harus diberikan. Avnimelech (1999) menganjurkan untuk mereduksi TAN dengan konsentrasi 1 ppm N atau maksudnya 1 g N/m3 dapat digunakan penambahan 20 g/m3 karbohidrat. Pemberian ini akan menghasilkan C/N ratio sekitar 10 (karena diperkirakan kandungan C-organik sekitar 50%) atau menghasilkan C/N ratio 10,75 dan dapat meningkat sampai 15,75.

30Menurut Anonymousc (2009) perhitungan C/N ratio, yaitu sebagai berikut:Jumlah carbon = Jumlah bahan x kandungan C (3)Jumlah Nitrogen = Jumlah bahan x kandungan N (4)C/N ratio = Jumlah karbon/Jumlah NitrogenKarena TOC menggambarkan kandungan C pada bahan dan PTAN menunjukan jumlah Nitrogen. Sehingga dengan mudah bila diketahui PTAN dan TOC bahan maka dimasukan persamaan dibawah ini:C/N ratio = TOC bahan karbohidrat PTAN

31Pendekatan lainnya dapat dilakukan dengan memperkirakan jumlah karbohidrat yang akan ditambahkan mengikuti dengan amonium yang di eksresikan oleh ikan atau udang dari pakan. Ditemukan bahwa ikan dan udang di kolam menurut Avnimelech dan Lacher (1979); Boyd (1985); Muthuwani dan Lin (1996) dalam Avnimelech (1999) mengasimilasi 25 % nitrogen yang ditambahkan dalam pakan. Sisa yang dieksresikan sebagai NH4 atau N-organik dalam feses atau residu pakan. Ini dapat diasumsikan bahwa flux/perputaran amonium di air rNH4, secara langsung atau tidak langsung di degradasi oleh mikrobial sebagai residu N-organik, secara kasar 50% dari N pada pakan yang dilepaskan:N = Pakan x %Npakan x %Neksresi32Contoh pada Avnimelech (1999), yaitu pada pellet dengan protein 30% diperkirakan mengandung 4,65% N dan 50% N yang dilepas ke air. Dari pakan yang diberikan dengan kandungan protein 30% diberikan penambahan 46,5% karbohidrat berdasarkan Persamaan 8.CH = 0,465 x Pakan (8)

Karena diperkirakan karbohidrat (rCH) mengandung 50% C-organik, dan Persamaan 7 dimasukan dalam Persamaan 8, maka:CH = 0,465 x Pakan(9) 2 CH = 0.465 X N %N pakan X % N ekskresi = 0.465 X N 0,0465 X 0,5 C/N= 10(10)Penambahan karbohidrat sebanyak 46,5% dari jumlah pakan yang diberikan ini menghasilkan perhitungan C/N ratio 10 dan C/N ratio yaitu 10,75 pada pakan dan dapat meningkat sampai 15,75.

33

FLOC COMMUNITIES AND SIZE

The biofloc Defined as macroaggregates diatoms, macroalgae, fecal pellets, exoskeleton, remains of dead organisms, bacteria, protest and invertebrates. (Decamp, O., et al 2002)100

The Biofloc (Floc) As Natural Feed (filter feeders L. vannamie & Tilapia) : It is possible that microbial protein has a higher availability than feed protein (Yoram, 2005)

BrownGreen34Bakteri HeterotrofBakteri heterotrof merupakan golongan bakteri yang mampu memanfaatkan dan mendegradasi senyawa organik komplek baik yang mengandung unsur C, H dan N. Kelompok bakteri ini mengawali tahap degradasi senyawa organik lewat serangkaian tahapan reaksi enzimatis, dengan menghasilkan senyawa yang lebih sederhana/senyawa anorganik dan sel-sel bakteri baru, yang menyebabkan pertambahan populasiBakteri heterotrof menggunakan senyawa organik sebagai sumber karbonnya, sedangkan bakteri autotrof memanfaatkan CO2 sebagai sumber karbonnya. Laju pertumbuhan bakteri heterotrof lebih cepat dibandingkan bakteri autotrof. Bakteri yang bersifat heterotrof lebih toleran terhadap lingkungan yang asam dan tumbuh lebih cepat dengan hasil yang lebih tinggi pada kondisi dengan konsentrasi DO rendah (Zhao et al., 1998 dalam Agustiyani, 2004).

35Rumus stokiometri untuk bakterial aerob pada sistem heterotrof menurut Ebeling et al. (2006), yaitu:NH4+ + 1,18 C6H12O6 + HCO3 + 2,06 O2 C5H7O2N + 6,06 H2O + 3, 07 CO2Persamaan stokiometri diatas ini menjelaskan bahwa pada sistem bakteri heterotrof, amoniak-nitrogen (NH4+) pada kondisi aerob dengan adanya penambahan sumber C-organik/karbohidrat (C6H12O6) akan membentuk biomassa protein mikrobial (C5H7O2N).

36Basic of BFT in Shrimp Farming 1. High stocking density - over 130 150 PL10/m22. High aeration 28 to 32 HP/ha PWAs3. Paddle wheel position in ponds4. HDPE / Concrete lined ponds 5. Grain (pellet)6 Molasses 7. Expected production 2025 MT/ha/crop

Bioflocs

High density

High aeration Dark VannameiRed VannameiGrain pelletFeed & grain application and biofloc37AERASIUntuk menghasilkan pengadukan menurut Hopkins et al.(1993) dalam Chamberlain et al.(2001) melaporkan bahwa aerasi 20 Hp cukup untuk kolam dengan ukuran 1 ha dengan sistem Aeration Microbial Reuse (AMR) atau Teknologi Bio-Flok. Sedangkan menurut Mc Intosh (2000) dalam Chamberlain et al,(2001) melaporkan bahwa pengadukan yang baik untuk sistem ini adalah menghasilkan pergerakan air dengan kecepatan air 10-20 cm/detik untuk menjaga material organik tetap tersuspensi.

38Budidaya Super IntensifMenurut Ritvo et al.(2003) menyatakan bahwa untuk penerapan superintensif, yaitu kolam harus dilapisi plastik dan kolam tidak boleh dilberi tanah dasar. Kepadatan ikan/biomassa yang digunakan yaitu 13 Kg/m3 dengan pakan mengandung protein tinggi (30-35%) dengan pemberian pakan 2% dari berat tubuh. Serta harus menggunakan paddle wheel agar air dalam wadah teraduk konstan

391 liter / 2 places/ 15 cm deep/ between 10-12 amLet it settled for 15-20 minutes

Read density of flocs in cone (ml/l)

Sampling MethodMeasuring procedure40

Control Biofloc

Black bioflocBlack gillBrown bioflocGreen bioflocBiofloc- general view at surface41Feed, Grain Pellet & Growth

Nyan Taw WAS Las Vegas 200642

Shrimp Farms in Indonesia & Malaysia Global Medan IndonesiaBali, Indonesia

CPB Lampung, IndonesiaNyan Taw Shrimp Farming GAA 2005

Blue Archipelago Malaysia43Raceway TechnologyBiofloc Trials - Nursery & GO

DescriptionStocking Density (pcs/m2)550130Pond22Initial MBW (g)4.91.7Period (days)5790Harvest Biomass (kg)374151Final MBW (g)13.818.4FCR1.21.0Survival rate (%)6688ADG (g/day)0.160.19Productivity (kg/m2)5.22.1Productivity (kg/ha)51,89321,001Nyan Taw, et.al Role of R&D World Aquaculture 2005 Bali44Advantages/ DisadvantagesAdvantages

1. Bio-security very good (from water) to date WSSV negative using the system.2. Zero water exchange less than 100% exchange for whole culture period.3. Production (Carrying capacity): 5-10% better than normal system4. Shrimp size bigger by about 2.0 g than normal system5. FCR low between 1.0 to 1.3 (without GP)6. Production cost lower by around 15-20 %.

Disadvantages

1. High energy input paddlewheels 28HP/ha.2. Power failure critical maximum one hour at any time (better zero hour failure)3. Full HDPE lined ponds minimum semi-HDPE lined4. Technology similar but more advance need to train technicians

45PRINSIPKARBOHIDRAT BAKTERI FLOK PAKAN UDANG/IKAN

EFFISIENSI PAKAN

PERBAIKAN KUALITAS AIR

46TERIMA KASIH

47