adhd
DESCRIPTION
Pengayaan Neurologi ADHDTRANSCRIPT
Tugas Pengayaan Neurologi
ADHD
Disusun Oleh:Nur Puspita Sari Siregar
0710710091
Pembimbing:dr. Machlusil Husna, Sp.S
Laboratorium Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful AnwarMalang
2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................1
ADHD ............................................................................2
1. Definisi ................................................................ 2
2. Epidemiologi ........................................................2
3. Etiologi ............................................................... 3
4. Klasifikasi.............................................................4 ........
..
5. Manifestasi klinis .................................................6
6. Diagnosis ............................................................7
7. Diagnosis Banding ..............................................10
8. Terapi .................................................................10
9. Algoritma ............................................................16
10.Prognosis ...........................................................16
11.Referensi .............................................................17
. REFERENSI
....………................................................... 19
RESUME........................................................................... 19
PERTANYAAN.................................................................. 21
1
ADHD
1. Definisi
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
merupakan sekelompok masalah yang berkenaan dengan
perhatian, konsentrasi, impulsivitas, dan overaktivitas yang
timbul selama awal masa kanak-kanak dan muncul pada
berbagai keadaan menandai suatu sindrom tingkah laku (1).
ADHD ditandai oleh rentan perhatian yang buruk yang tidak
sesuai dengan perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan
impulsivitas atau keduanya yang tidak sesuai dengan usia (2).
Menurut American Academy Pediatrics (AAP), gangguan
yang diketahui dalam kelompok gangguan ADHD adalah
suatu kondisi neurologis kronis yang diakibatkan dari adanya
gangguan fungsi pada sistem saraf dan tidak berkaitan
dengan jenis kelamin, tingkat kecerdasan, atau lingkungan
kultural (1).
2. Epidemiologi
Laporan tentang insidensi ADHD di Amerika Serikat
adalah bervariasi dari 2-20% pada kelompok usia anak
2
sekolah dasar. Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan anak perempuan, dengan rasio
3:1 sampai 5:1 (2). Gangguan paling sering ditemukan pada
anak laki-laki pertama, dan pada setengah kasus, usia pada
saat gangguan pertama kali terjadi di bawah 3 tahun (3).
Gangguan sistem saraf sentral dan neurologis
berperan sebagai faktor yang memberi kecendrungan pada
sindrom ini (3). Orangtua dari anak-anak dengan ADHD
menunjukkan peningkatan insidensi hiperkinesis, antisosial,
gangguan penyalahgunaan alkohol, gangguan konversi serta
tingkah laku (2).
3. Etiologi
Penyebab ADHD biasanya diklasifikasikan
berdasarkan waktu terjadinya, yaitu (5) :
- Penyebab prenatal, termasuk abnormalitas perkembangan
otak, anemia maternal, toksemia dalam kehamilan,
pengguanaan alkohol dan kokain, dan merokok. Faktor
lingkungan lain yang dicurigai berpengaruh, antara lain
paparan timbal, pestisida, kurangnya iodin dan hipotiroid.
Infeksi virus, terutama influenza dan eksantema pada
trimester pertama kehamilan atau pada saat kelahiran,
biasanya berhubungan dengan diagnosis ADHD.
- Penyebab perinatal, termasuk kelahiran prematur, letak
sungsang, anoxic-ischaemic-encephalopathy, perdarahan
otak, meningitis, dan encephalitis.
3
- Penyebab postnatal, termasuk cedera kepala, meningitis,
encephalitis, serangan otitis media yang sering, atau
rendahnya kadar gula dalam darah. Obat-obatan asma dan
epilepsi, sering menyebabkan atau memicu munculnya
perilaku hiperaktif. Pengaruh makanan terhadap ADHD masih
merupakan kontroversi. Konsumsi bahan pengawet dan
pemanis buatan, kurangnya asam lemah omega-3, kurangnya
zat besi dan anemia merupakan penyebab yang potensial.
Lebih jarang lagi, disfungsi hormon tiroid dihubungkan
dengan kejadian ADHD.
4. Klasifikasi
Menurut American Psychiatric Association, sesuai
dengan DSM-IV, ADHD dibedakan menjadi 3 subtipe, yaitu (4):
ADHD tipe inatentif, sekurang-kurangnya terdapat
enam dari sembilan gejala yang menetap selama 6
bulan atau lebih, dan sering muncul pada saat
aktivitas sekolah atau bermain. Gejala tersebut,
antara lain:
a) sering melakukan kesalahan dan tidak berhati-hati
dalam tugas sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain.
b) mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian
atau atensi terhadap tugas atau aktivitas
c) tidak tampak mendengarkan jika berbicara
langsung
d) gagal dalam menyelesaikan tugas atau kewajiban
4
e) mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan
aktivitas
f) menghindari tugas yang memerlukan usaha mental
yang lama (misalnya tugas sekolah)
g) sering kehilangan sesuatu (misalnya alat tulis)
h) mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar
i) sering lupa
ADHD tipe hiperaktif-impulsif, terdapat enam atau
lebih gejala yang menetap selama enam bulan.
Gejala hiperaktif, yaitu:
a) sering terlihat gelisah dengan tangan dan kaki atau
menggeliat di tempat duduk.
b) meninggalkan tempat duduk di kelas
c) sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan
dalam situasi yang tidak tepat
d) tidak dapat bermain atau beraktivitas dengan
tenang
e) sering “siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan
“didorong” oleh sebuah motor
f) bicara berlebihan
Gejala impulsivitas, yaitu:
g) menjawab pertanyaan tanpa berpikir, sebelum
pertanyaan selesai
h) sulit untuk menunggu giliran atau mengantri
i) sering memutus atau mengganggu orang lain
(misalnya, memotong percakapan atau permainan)
5
ADHD tipe kombinasi, adanya gejala yang termasuk
dalam tipe inatensi dan hiperaktif-impulsif yang
menetap selama 6 bulan.
5. Manifestasi Klinis
Anak dengan ADHD secara tipikal menunjukkan
beberapa atau semua gejala dibawah ini, yaitu (1):
Inatensi dan perhatian mudah dialihkan.
Adanya kesulitan dalam menyeleksi stimulus yang
sesuai dan memusatkan pada tugas, terutama jika
tugas terlalu lama dan lambat.
Impulsivitas.
Anak bertindak cepat dan tanpa mempertimbangkan
konsekuensi tindakan mereka.
Kelelahan motorik dan hiperaktivitas
Manifestasi dapat meliputi kegelisahan, menggeliat,
dan kelelahan.
Kesulitan merencanakan dan mengatur tugas.
Anak memperlihatkan adanya kesulitan dalam fungsi
eksekutif proses belajar, meliputi merencanakan,
mengorganisasikan, atau menyiapkan tugas dengan
cara yang benar; memulai dan mengakhiri aktivitas
secara benar; atau berpindah dari tugas satu ke tugas
yang lain.
Labilitas emosional.
6
Adanya tingkah laku yang tidak diinginkan secara
sosial, seperti ledakan emosi, berkelahi, dan
kegembiraan yang berlebihan.
Karakteristik anak dengan ADHD yang tersering
ditemukan (berdasarkan frekuensi), adalah (2) :
1. hiperaktivitas
2. gangguan motorik perseptual
3. labilitas emosional
4. defisit kordinasi yang menyeluruh
5. gangguan atensi (rentang atensi yang pendek,
distrakbilitas, keras hati, gagal menyelesaikan hal,
inatensi, konsentrasi yang buruk)
6. impulsivitas (bertidak sebelum berpikir, mengubah
perilaku dengan tiba-tiba)
7. gangguan daya ingat dan pikiran
8. ketidakmampuan belajar spesifik
9. gangguan bicara dan pendengaran
10. tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-
samar.
6. Diagnosis
Menurut AAP, diagnosis ADHD ditegakkan
berdasarkan guideline diagnosis, yaitu (5) :
1. Evaluasi ADHD dimulai pada usia 6-12 tahun dengan
inatensi, hiperaktif, impulsivitas, prestasi akademik yang
buruk atau gangguan kepribadian.
7
2. Anak harus memenuhi kriteria seperti yang tercantum pada
DSM-IV untuk ADHD.
3. Bukti ADHD harus diperoleh secara langsung dari orangtua
atau pengasuh, sesuai dengan gejala pada berbagai situasi,
durasi munculnya gejala dan derajat gangguan fungsi.
4. Bukti ADHD harus diperoleh secara langsung dari guru.
5. Kondisi yang berhubungan harus diperiksa.
6. Pemeriksaan diagnosis lainnya dapat diindikasikan pada
gangguan belajar atau mental.
Anamnesis
Informasi terperinci mengenai tingkah laku anak di
tingkah laku anak di sekolah dan di rumah sebaiknya
diperhatikan, terutama berkenaan dengan frekuensi, beratnya
dan konteks masalah dengan perhatian, impulsivitas, dan
hiperaktivitas. Adanya tingkah laku terkait, misalnya labilitas
emosional dan keterampilan organisasi yang buruk sebaiknya
juga dipastikan. Aspek lain yang penting pada fungsi di
sekolah adalah pencapaian akademik anak tersebut (1).
Riwayat perinatal sebaiknya diulas untuk melihat
adanya masalah yang berkaitan dengan defisit perhatian,
misalanya konsumsi alkohol atau obat-obatan maternal
selama kehamilan. Masalah kesehatan pada awal masa
kanak-kanak yang memiliki relevansi khusus adalah otitis
media rekuren atau persisten, keracunan timbal, anemia
defisiensi besi dan cedera yang sering akibat aktivitas yang
berlebihan. Riwayat keluarga dan riwayat sosial dapat
8
mengidentifikasi faktor genetik atau lingkungan yang
memberikan kontribusi (1).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki peran terbatas, tetapi
penting pada evaluasi anak yang mengalami ADHD.
Observasi umum dapat menunjukkan adanya gangguan
mood, kesedihan atau ansietas. Observasi langsung pada
rentang perhatian dan tingkat aktivitas harus diinterpretasikan
secara hati-hati karena tingkah laku anak di tempat periksa
dapat sangat berbeda dari tingkah lakunya di kelas atau
rumah. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
peningkatan jumlah gambaran atipikal, seperti rambut
“elektrik”, lipatan epikantus, letak telinga yang rendah, arkus
palatum yang tinggi, klinodaktili, dan peningkatan jarak antara
jari kaki pertama dan kedua pada anak dengan ADHD.
Namun, sebagian besar anak dengan ADHD tidak memilki ciri
fisik tersebut. Pemeriksaan fisik harus meliputi penglihatan
dan skrining pendengaran, karena defisit sensoris dapat
mengakibatkan kurangnya perhatian dan hiperaktivitas (1).
Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain
Pemeriksaan laboratorium memiliki nilai yang
terbatas. Skrining terhadap timbal sebaiknya dipertimbangkan
pada semua anak dan secara pasti diindikasikan pada anak
yang memiliki riwayatlampau, lingkungan tempat tinggal, pika
dan pajanan pekerjaan orang tua. Skrining anemia defisiensi
besi sebaiknya dilakukan pada anak yang beresiko karena
9
riwayat nutrisi atau status sosioekonomi. Prevalensi kelainan
tiroid dilaporkan lebih tinggi pada anak yang mengalami
ADHD daripada populasi normal, sehingga sebaiknya
dilakukan tes fungsi tiroid. Pemeriksaan neurologik rutin (CT-
scan kepala, MRI) atau pemeriksaan neuropsikologik (EEG,
neurometrik, atau pemetaan aktivitas listrik otak) tidak
berperan pada anak yang mengalami ADHD (1)
7. Diagnosis Banding
ADHD memiliki beberapa diagnosis banding (1,2,3) :
1. Gangguan tingkah laku dan ketidakmampuan belajar
2. Kelemahan sensoris
3. Epilepsi petit mal
4. Gangguan hiperaktivitas dan perhatian akibat obat
5. Gangguan ansietas
6. Gangguan depresif
8. Terapi
Pengobatan anak dengan ADHD harus sesuai pada
setiap individu, ditujukan baik untuk karakteristik intrinsik
lingkungan yang relevan (1). Pendekatan tunggal terhadap
penatalaksanaan ADHD tidak pernah memberikan hasil yang
memuaskan. Sebagai tambahan penggunaan obat-obatan,
regimen terapi yang penting termasuk (5):
Intervensi psikologis dan psikososial
10
Konseling orang tua dan keluarga
Modifikasi tingkah laku dan/atau konseling anak.
AAP merekomendasikan guideline terapi ADHD, yaitu (5):
1. Dokter harus mengenali ADHD sebagai suau kondisi
kronis.
2. Hasil yang ingin dicapai harus dispesifikan untuk
memandu penatalaksanaan.
3. Obat-obatan stimulan dan/atau terapi perilaku
direkomendasikan untuk meningkatkan hasil yang
ingin dicapai.
4. Ketika metode penatalaksanaan yang terpilih tidak
memberikan hasil yang diinginkan, dokter harus
mengevaluasi diagnosis awal, menggunaka terapi
yang sesuai dan memikirkan kondisi yang ada
sebelumnya.
5. Efek terapi dipantau melalu kunjungan rutin setiap 3-6
bulan.
6. Jika salah satu jenis stimulan tidak bekerja pada
pemberian dosis tertinggi yang memungkinkan,
pemberian stimulan jenis lainnya harus
dipikirkan.lainnya.
Penanganan tingkah laku (1)
Metode modifikasi tingkah laku yang dapat digunakan
diantaranya:
Penguatan positif dengan menggunakan pujian
atau penghargaan yang nyata, misalnya hadiah.
11
Strategi penghukuman, misalnya dikeluarkan
atau isolasi sosial, teguran dengan kata-kata.
Teknik pemusnahan, misalnya pengabaian
sistemik tingkah laku yang tidak diinginkan.
Pendidikan khusus (1)
Pelayanan pendidikan khusus dan tutor sebaiknya
ditujukan untuk penundaan akademik serta tidak
kemampuan belajar spesifik. Program pendidikan
sebaiknya dirancang untuk menciptakan kesempatan
bagi anak untuk mengalami keberhasilan dan
meningkatkan harga diri.
Terapi medikamentosa (2)
Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan SSP,
terutama dextroamphetamine (Dexedrine),
methylphedinate, dan pemoline (Cylert). Mekanisme
kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui.
Methylphenidate telah terbukuti sangat efektif pada
hampir tigaperempat anak dengan ADHD dan memiliki
efek samping yang relatif kecil. Methylphenidate adalah
obat-obatan kerja singkat yang biasanya digunakan
secara efektif selama jam-jam sekolah, sehingga anak
ADHD dapat memperhatikan tugasnya dan tetap berada
di dalam ruang kelas. Efek samping obat yang paling
sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual, dan
insomnia. Beberapa anak dapat mengalami efek
“rebound”, dimana mereka menjadi lebih mudah marah
12
dan tamapahk agak hiperaktif saat pengobatan
dihentikan. Selama periode pemakaian, methylphenidate
bisa disertai dengan supresi pertumbuhan.
Antidepressan, termasuk imiperamine (Tofranil),
desipramine, dan notriptyline (pamelor), telah
menunjukkan keberhasilan dalam mengobati ADHD.
Pada anak-anak dengan gangguan kecemasan, dimana
penggunaan stimulan tidak dapat digunakan,
antidepressan dapat digunakan. Pemantauan efek obat
yang ketat, perlu dilakukan pada penggunaan
antidepressan terutama golongan trisiklik, didapatkan
kasus kematian, meskipun mekanismenya belum dapat
dijelaskan.
Penelitian lain tentang penggunaan kombinasi
methylphenidate dan despiramine dapat meningkatkan
kemampuan anak untuk menggunakan strategi
pelacakan visual (visual search) pada tugas kognitif
tertentu. Clonidine juga telah digunakan dalam terapi
ADHD. Obat ini terutama digunakan pada kasus dimana
anak juga menderita gangguan tik.
13
Tabel 1. Formulasi Methylphenidate (5)
Tabel 2. Formulasi Dextroamphetamine (5)
Terapi tambahan (1)
Psikoterapi bermanfaat dalam memperbaiki harga diri
yang rendah, depresi, dan ansietas. Terapi keluarga
dapat membantu memperbaiki konflik dalam hubungan.
Pelatihan tingkah laku kognitif diduga membantu
14
pemantauan diri pada murud, mencapai pengen dalian
diri dan membangun strategi pemecahan masalah,
sedangkan pelatihan keterampilan sosial mengajarkan
anak bagaimana cara mendengarkan dan berpartisipasi
dalam situasi kelompok, memberi dan menerima pujian,
dan menghadapi frustasi.
Terapi lainnya yang dinyatakan memiliki dasar
biokimia, yaitu kedokteran ortomolekuler (megavitamin,
terapi mineral), manipulasi diet (mis:penyingkiran gula
dan makanan tambahan), dan pengobatan dugaan
hipoglikemia.
9. Algoritma
15
Algoritma dasar ADHD (7)
10. Prognosis
Sebanyak 30-60% anak dengan ADHD akan terus
memiliki gejala pada saat mereka dewasa, seperti inatensi,
disorganisasi, impulsifitas, labilitas emosi, gangguan proses
16
belajar dan gangguan pada fungsi eksekutif (6). Penelitian lain
menunjukkan bahwa anak dengan ADHD, pada saat dewasa
akan menjadi baik jika mereka berhasil dalam pekerjaan (3).
Faktor prognostik yang baik untuk individu yang
menderita ADHD adalah tingkat kecerdasan atau status
ekonomi yang lebih tinggi, sedangkan faktor prognostik buruk
meliputi agresi dini dan masalah-masalah konduksi,
psikopatologi orang tua, pencapaian akademik yang buruk,
ketidakstabilan emosional, dan buruknya hubungan sosial (1).
Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
pengobatan spesifik mempengaruhi prognosis. Hasil yang
paling menjanjikan dilaporkan terjadi pada terapi
multimodalitas yang mengombinasikan penanganan tingkah
laku, penggunaan obat-obatan yang sesuai dan psikoterapi (1,3).
11. Referensi
1. Sadock, Benjamin, et al. Kaplan and Sadock;s Comprehensive Textbook of Psychiatry 9th edition. London: Lippincott Williams and Wilkins, 2009
2. Rudolph, Abraham, et al. Rudoph’s Pediatrics, 21st edition. Philadephia : Mc Graw Hills, 2010.
3. Behrman, R.E, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition. Philadelphia : WB Sauders, 2007.
4. Maslim, Rusli, ed. Buku Saku PPDGJ III. Jakarta, 1995.
17
5. Mullichap, J.G. Attention Deficit Hyperactivity Disorder Handbook 2nd edition. New York : Springer Science Media, 2010.
6. Samuels, Martin A. Manual of Neurologic Therapeutics, 7th Edition. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004.
7. Hill P., Taylor E. An auditable protocol for treating attention deficit/hyperactivity disorder. London : Arch Dis Child, 2001
RESUME
18
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
merupakan sekelompok masalah yang berkenaan dengan
perhatian, konsentrasi, impulsivitas, dan overaktivitas yang
timbul selama awal masa kanak-kanak dan muncul pada
berbagai keadaan menandai suatu sindrom tingkah laku.
Angka kejadian ADHD bervariasi dari 2-20% pada kelompok
usia anak sekolah dasar. Gangguan sistem saraf sentral dan
neurologis berperan sebagai faktor yang memberi
kecendrungan pada sindrom ini. Penyebab ADHD bersifat
multifaktorial dan biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu
terjadi, yaitu prenatal, perinatal, dan postnatal.
Berdasarkan DSM-IV, ADHD dibedakan menjadi 3
subtipe, yaitu tipe inatentif, tipe hiperaktif-impulsif, dan tipe
kombinasi, yang memiliki kriteria-kriteria khusus. Anak
dengan ADHD biasanya menunjukkan gejala inatensi dan
mperhatian mudah dialihkan, impulsivitas, kelelahan motorik
dan hiperaktivitas, kesulitan merencanakan dan mengatur
tugas, serta labilitas emosi.
Diagnosis ADHD ditegakkan lebih berdasarkan
anamnesis dibandingkan dengan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan tambahan kurang dibutuhkan dan hanya
dikerjakan pada kondisi-kondisi tertentu. Pengobatan anak
dengan ADHD harus sesuai pada setiap individu, ditujukan
baik untuk karakteristik intrinsik lingkungan yang relevan.
Pendekatan tunggal terhadap penatalaksanaan ADHD tidak
pernah memberikan hasil yang memuaskan. Pengobatan
19
termasuk penanganan tingkah laku, pendidikan khusus,
pengobatan dengan medikamentosa, dan terapi tambahan.
Obat-obatan stimulan, seperti methylphenidate dan
dextroamphetamine menjadi obat pilihan lini pertama dalam
terapi farmakologis ADHD.
Sebanyak 30-60% anak dengan ADHD akan terus
memiliki gejala pada saat mereka dewasa, seperti inatensi,
disorganisasi, impulsifitas, labilitas emosi, gangguan proses
belajar dan gangguan pada fungsi eksekutif.
PERTANYAAN
20
1. Apakah terdapat kriteria diagnosis yang lain yang
harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis ADHD?
Gejala ADHD (baik inatensi maupun tipe
hiperaktif-impulsif) harus telah muncul
sebelum usia 7 tahun
Gejala harus muncul setidaknya pada dua
situasi (rumah, sekolah, atau tempat praktik
dokter)
Gejala dapat mengganggu fungsi akademik,
sosial, atau okupasional.
Gejala yang muncul tidak dapat didiagnosis
sebagai suatu gangguan mental, seperti
depresi, ansietas atau gangguan kepribadian. (5)
2. Apa sajakah faktor resiko yang dapat digunakan
untuk memprediksi perkembangan awal ADHD?
- Beberapa faktor resiko dapat digunakan untuk
memprediksi perkembangan awal ADHD (5), yaitu:
Riwayat keluarga yang menderita ADHD.
Perilaku ibu merokok atau minum alkohol
pada saat hamil.
Ibu yang menjadi pecandu kokain pada
kehamilan dan periode neonatal.
Status ekonomi-sosial yang rendah dan
tingkat pendidikan orang tua yang rendah.
21
Paparan timbal dan peningkatan kadar timbal
dalam darah pada usia bayi dan kanak-
kanak.
Perkembangan fungsi bicara, bahasa, dan
psikomotor yang terhambat.
3. Apakah terdapat tes sebagai penapisan ADHD?
Tes yang dapat dilakukan sebagai skrining ADHD,
diantaranya (1), yaitu:
Tes kewaspadaaan (misalnya, Children’s
Checking Task), dapat menilai kapasitas
anak untuk mempertahankan konsentrasi
pada waktu tertentu selama menjalankan
tugas yang monoton.
Impulsivitas dapat diukur dengan alat
(misalnya Continous Performance Test) yang
meliputi penundaan tugas pada anak untuk
menghamat respons pencapaian titik tertentu.
4. Apakah indikasi pemeriksaan EEG, CT-scan dan MRI
pada anak dengan ADHD?
Indikasi pemeriksaan EEG pada anak dengan ADHD (5) :
Adanya riwayat “daydreaming” atau adanya
episode kurangnya kesadaran yang sering.
22
Adanya riwayat epilepsi pada pasien atau
keluarga. EEG dilakukan sebagai prekursor
pengobatan dengan stimulan yang dapat
mencetuskan kejang pada pasien-pasien
tertentu.
ADHD dengan komplikasi keterlambatan
bahasa.
Indikasi MRI atau CT-scan pada anak dengan
ADHD (5) :
Adanya sakit kepala dengan gejal
peningkatan tekanan intrakranial atau
tanda-tanda kerusakan struktur otak.
Kejang dan EEG abnormal yang
menunjukkan adanya discharge
epileptifor fokal atau perlambatan fokal.
ADHD dengan komplikasi keterlambatan
bahasa dan kejang.
ADHD dan disabilitas belajar yang
berhubungan dengan neurocutaneus
syndrome (misalnya neurofibromatosis,
sindrom Sturge-Weber).
5. Berapakah dosis terapi farmakologis yang dapat
digunakan pada anak dengan ADHD?
Dosis obat-obatan yang biasa digunakan sebagai
terapi pada anak dengan ADHD (3) :
23
Metilfenidat memberikan efek terapeutik pada
75-80% dengan dosis 0,3-1,0 mg/kg.
Umumnya obat ini mempunyai pengaruh
selama 2-4 jam.Penelitian menunjukkan
bahwa dosis 0,3 mg/kg membantu
memperbaiki perhatian, sedangkan perbaikan
perilaku membutuhkan dosis 0,7 mg/kg.Obat
ini biasanya diberikan selama 2-3 minggu
untuk memberikan efek yang memadai.
Dekstroamfetamin memberikan efek
terapeutik pada 70-75% pasien, dengan dosis
optimal 0,2-0,5 mg/kg. Obat ini memiliki
waktu paruh yang lebih lama dibandingkan
dengan metilfenidat.
Magnesium pemolin efektif pada 65-70%
anak. Pengaruhnya berjalan lambat dan
memerlukan waktu 2-3 minggu untuk
mengevaluasi efektivitasnya. Dosis awal yang
diberikan adalah 18,75 mg dan ditingkatkan
sampai setengah tablet perminggu bila
diperlukan (dosis maksimal 112,5 mg/hari).
24