adat perkawinan suku banjar di desa kempas...
TRANSCRIPT
1
ADAT PERKAWINAN SUKU BANJAR DI DESA KEMPAS
JAYA KEC. SENYERANG KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
SKRIPSI
Oleh:
FITRIA KHAIRUNNISA
NIM: SPM 152131
PEMBIMBING
Dr. Hj. Ramlah, M.Pd.I., M.Sy
Dra. Rafika, M.Ag
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDINJAMBI
1440 H/2019 M
2
3
4
5
MOTTO
ة ود هيا وجعل بينك مدسكنوا ا جا م ن أهفسك أزو ۦ أن خوق مك م خه ومن ءاي
لوم يخفكرون ت م ي ل ل ن ف ذ ا ة ١٢ورح
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenisamu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (QS. Ar-Rum(30):
21).1
1 Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989).
6
PERSEMBAHAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk kedua orang tua yang sangat saya
sayangi, cintai dan hormati. Ayahandaku Alm. H. Khairus Saleh yang telah
tenang di Surga dan Ibundaku Hj. Maysihan. Yang keduanya selama ini telah
mendidik, mengasuh, dan membesarkan ananda hingga seperti sekarang. Yang
tiada hentinya memberi ananda semangat, do‟a, motivasi, nasehat, kasih sayang,
materi serta pengorbanan yang tiada terhingga, yang tiada mungkin dapat
ananda balas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan persembahan ini.
Terima Kasih Ayah… Terima Kasih Ibu…
Juga untuk Abang dan Kakak ku Khatibul Umam S.Sos dan Neni Khairina S.Pd,
terima kasih telah memberikan semangat, dorongan serta inspirasi untuk adinda
dalam menempuh dan menyelesaikan perkuliahan. Juga untuk kedua adikku
Khaira Umniati dan Zulfa Khairani, serta keponakanku M.Arsyil Al-Khair
mudah-mudahan karya kecil ini dapat menjadi inspirasi dan semangat kalian
untuk terus menuntut ilmu, mencapai cita-cita dan meraih masa depan yang cerah
kelak.
Untuk kedua Dosen Pembimbingku Ibu Dr. Hj. Ramlah, M.Pd.I, M.Sy selaku
Pembimbing I serta Ibu Dra. Rafika, M.Ag selaku Pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan kepada saya sehingga karya tulis ini selesai sesuai
dengan harapan.
Tak lupa untuk keluarga, teman-teman seperjuangan jurusan Perbandingan
Madzhab 2015, sahabat Villa Karya Mandiri, yang selalu menyertai
perjuanganku dalam suka maupun duka, memberikan semangat dan dukungan
hingga selesai nya perkuliahan ini.
Dengan keikhlasan hati yang paling dalam saya ucapkan terimah kasih yang tak
terhingga dan panjatkan do‟a kehadirat Ilahi Robbi, mudah-mudahan Allah
membalas semua kebaikan dan pengorbanan kalian, selalu diberikan Taufiq dan
Hidayah-Nya serta selalu dalam jalan dan lindungan Allah SWT.
Aamiin Yaa Robbal „aalamiin…
7
ABSTRAK
Fitria Khairunnisa, SPM 152131, Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas
Jaya Kec. Senyerang kab, Tanjung Jabung Barat dalam Perspektif Hukum Islam.
Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap penerapan hukum adat istiadat
perkawinan yang berlaku di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung
Jabung Barat dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif dengan instrumen pengumpulan data melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian
lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research) dengan sumber
data primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
diperoleh hasil dan kesimpulan sebagai berikut: pertama, pelaksanaan upacara
adat perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya dilakukan dengan beberapa
tahap yaitu pra nikah, yang mana tradisinya adalah dimulai dari
bapara‟/peminangan, pemingitan pengantin perempuan yang didalamnya terdapat
tradisi begosok/berlulur, betimung dan mencukur alis. Tahap kedua yaitu prosesi
akad nikah dan tahap ketiga yaitu pasca nikah, yang mana tradisi nya adalah
mandi pengantin, betamat/khatamul Qur‟an, dan resepsi perkawinan. Terdapat
beberapa upacara/tradisi ataupun tatacara pelaksanaanya yang bertentangan
dengan hukum Islam namun tetap dipertahankan oleh hukum adat Banjar,
diantaranya mandi pengantin dengan menggunakan kemben yang dilaksanakan di
hadapan masyarakat sehingga memperlihatkan sebagian auratnya. merias
pengantin perempuan dengan mencukur alisnya serta adanya hiburan yang kadang
kala pengisi acaranya mengumbar aurat. Ada pula yang dapat diterima oleh
syari‟at Islam yaitu peminangan/bapara‟, batamat/khatamul qur‟an, prosesi akad
nikah dan tahlilan.
Kata Kunci: Adat Perkawinan, Hukum Islam
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah swt
yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya serta kesehatan dan kekuatan
dalam penulisan skripsi yang berjudul “Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa
Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat dalam Perspektif
Hukum Islam” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula shalawat dan
salam penulis sampaikan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Kemudian dalam penulisan skripsi ini, banyak hambatan dan rintangan
yang penulis temui. Dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, terutama
bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
terutama sekali kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
2. Bapak Dr. A. A.Miftah, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc, M.HI, Ph.D, selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik dan Kelembagaan, Ibu Dr. Rahmi Hidayati, M.HI selaku Wakil
Dekan Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, dan Ibu Dr.
Yuliatin, S.Ag, M.HI selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
9
Kerjasama, di lingkungan Fakultas Syari‟ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
4. Bapak Al-Husni, S.Ag, M.HI selaku Ketua Jurusan Perbandingan Madzhab,
Bapak Yudi Armansyah, S.Th.I, M.Hum selaku Sekretaris Jurusan
Perbandingan Madzhab, Bapak Edi Kurniawan, S.Sy, M.Phil selaku Staff
Akademik Jurusan Perbandingan Madzhab dan Bapak Elvi Alvian, S.H, M.H
selaku Staff Pustaka Jurusan Perbandingan Madzhab Fakultas Syari‟ah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Ibu Dr. Hj. Ramlah, M.Pd.I, M.Sy selaku Pembimbing I serta Ibu Dra.
Rafikah, M.Ag selaku Pembimbing II.
6. Bapak dan ibu dosen, asisten dosen dan seluruh karyawan/karyawati Fakultas
Syari‟ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Semua pihak yang begitu banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari
kekurangan dan kekeliruan, Karena itu, penulis mengharapkan adanya tanggapan
dan masukan berupa saran, nasehat dan kritik dari semua pihak demi kebaikan
skripsi ini. Semoga apa yang diberikan tercatat sebagai amal jariyah di sisi Allah
SWT.
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iii
MOTTO .................................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Batasan Masalah .......................................................................... 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................. 6
E. KerangkaTeori.............................................................................. 7
F. Kerangka Konseptual ................................................................... 11
G. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 19
H. Metode Penelitian......................................................................... 21
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Historis dan Geografis.................................................................. 29
B. Struktur Pemerintahan serta Visi dan Misi .................................. 30
C. Keadaan Penduduk ....................................................................... 33
D. Adat Istiadat Desa Kempas Jaya .................................................. 38
BAB III GAMBARAN UMUM PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan ................................................................. 39
B. Dasar Hukum Perkawinan............................................................ 41
C. Hukum Perkawinan ...................................................................... 44
D. Rukun dan Syarat Perkawinan ..................................................... 46
E. Tujuan Perkawinan....................................................................... 50
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Pelaksanaan Adat Perkawinan Suku Banjar di
Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung
Barat ............................................................................................ 51
B. Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas Jaya
Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat dalam
Perspekti Hukum Islam ................................................................ 63
11
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 76
B. Saran ............................................................................................. 77
C. Kata Penutup ................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUMVITAE
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah SWT dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan merupakan sunnatullah
yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya baik pada manusia, hewan,
maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT
sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembangbiak dan melestarikan
hidupnya.2
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur‟an:
ة و ود هيا وجعل بينك مدسكنوا ا جا م ن أهفسك أزو خهۦ أن خوق مك م ل ومن ءاي ن ف ذ
ا ة رح
لوم يخفكرون ت م ي ١٢ل
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenisamu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (QS. Ar-Rum(30):
21).3
Melakukan perbuatan ibadah berarti juga melaksanakan separuh
(ajaran) agamanya, yang separuh lagi, hendaklah ia taqwa kepada Allah SWT”
demikian sunnah qauliyah (Sunnah dalam bentuk perkataan Rasulullah).
Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah mempunyai kesanggupan
2A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta:
PT Raja grafindo, 2010), hlm. 6. 3 Ar-Rum (30): 21.
13
untuk menikah dan berumahtangga. Karena perkawinan akan memeliharanya
dari (melakukan) perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT. Bahwa
agama Islam menganjurkan bahkan mewajibkan seseorang (kalau sudah
memenuhi ‟illat dan alasannya) untuk menikah dapat dibaca dalam Al-Qur‟an
dan dalam sunnah Rasulullah yang kini terekam dengan baik dalam kitab-
kitab hadits. Tujuannya jelas agar manusia dapat melanjutkan keturunan,
membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.4
Penikahan merupakan hukum natural yang telah disyariatkan Allah
SWT dan dijadikan sarana untuk menyempurnakan agama, menjaga harga
diri, terampuni dosa, memelihara kekuatan generasi muda, menjaga fisik,
mempererat tali persaudaraan baik antar individu maupun antar kelompok,
memperkuat pilar umat, dan menjunjung tinggi kalimah-Nya. Dengan
terjadinya pernikahan, Islam menganjurkan untuk memgumumkan pernikahan
dengan mengadakan walimatul „urs atau sering disebut dengan pesta
pernikahan.
Desa Kempas Jaya merupakan daerah yang dihimpun oleh beberapa
suku, yaitu salah satunya suku Banjar. Suku Banjar di Desa Kempas Jaya
merupakan suku yang konsisten terhadap adat istiadatnya yang mana pesta
pernikahan adalah hal yang harus dilakukan dengan berbagai macam tradisi
atau adat istiadat yang turun menurun dari nenek moyang mereka hingga
sekarang. Sebagaimana yang dikatakan oleh ibu Supiah bahwa:
4 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002) hlm. 3.
14
“Tradisi-tradisi tersebut dilaksanakan dari beberapa hari sebelum
dilaksanakannya akad pernikahan hingga sesudahnya, seperti
peminangan (bapara‟), berhias di antaranya bekasai/berlulur, betimung
dan mencukur alis), upacara mandi pengantin, upacara betamat atau
khatamul Qur‟an, upacara akad nikah, dan upacara resepsi
perkawinan.”5
Adapun mengikuti adat perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas
Jaya, perkawinan merupakan lambang kebahagiaan setiap pengantin. Oleh
sebab itu untuk menjaga perkawinan ini agar lebih baik dan bahagia serta
tidak terjadi hal-hal yang tidak baik dan boleh merusak upacara ini, maka
peraturan-peraturan yang diatur dalam adat masyarakat ini adalah bertujuan
untuk menciptakan suatu kebaikan kepada masyarakat itu sendiri. Sebelum
berlangsungnya hari perkawinan, calon pengantin perempuan tidak dibenarkan
keluar dari rumah selama seminggu (tujuh hari). Hal ini bertujuan untuk
menjaga agar tidak terjadi sesuatu kejadian yang boleh mencemar marwah
calon pengantin dan keluarga tersebut. Adapun seandainya calon pengantin
tidak mematuhi adat ini, maka calon pengantin akan dipandang rendah oleh
masyarakat.
Adapun dalam waktu tujuh hari pemingitan maka dilaksanakanlah
beberapa tradisi didalam nya diantaranya: begosok/berlulur yang dilaksanakan
tiga sebelum akad nikah, betimung yang dilaksanakan dua hari sebelum akad
nikah, serta mencukur alis yang dilaksanakan satu hari sebelum akad nikah
yaitu setelah matahari tinggi sekitar pukul 1 siang. Menurut mereka ini adalah
tanda bagi perempuan yang sudah menikah.
5 Wawancara dengan ibu Supiah, sesepuh Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab.
Tanjung Jabung Barat pada hari Kamis 3 Desember 2018.
15
Dalam syari‟at Islam memang pandangan Islam terhadap masyarakat
yang telah berkembang tidaklah bersifat apriori mengakui atau menolak.
Tetapi yang tidak bertentangan dengan syari‟at tetap diakui, yang
bertentangan ditolak, dan jika ada dalam suatu perbuatan adat terhadap aspek
yang tidak bertentangan disamping aspek yang bertentangan dengan ajaran
agama maka dibuang aspek yang bertentangan dan diakui aspek yang tidak
bertentangan.
Tradisi lain dalam adat perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya
kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat yaitu tradisi mandi pengantin
dengan menggunakan kain kemben bagi mempelai perempuan yang
pelaksanaannya didepan orang banyak yaitu para sesepuh tua dan sebagian
masyarakat yang ingin melihat proses mandi pengantin, sehingga sebagian
auratnya terlihat orang banyak. Jika tradisi ini tidak dilaksanakan maka di
percayai oleh masyarakat tersebut akan menimbulkan hal-hal yang tidak di
inginkan ketika dilaksanakannya pesta pernikahan. Tradisi mandi pengantin
dilaksanakan pada waktu sore hari setelah akad nikah. Hal tersebut jelas
bertentang dengan syari‟at Islam.
Selain itu juga, tradisi lain yang ada dalam adat perkawinan suku
Banjar di Desa Kempas Jaya berdasarkan wawancara peneliti dengan ibu
Salamiah, beliau mengatakan bahwa:
“Adat perkawinan Banjar di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab.
Tanjung Jabung Barat terdapat juga tradisi menghamburkan beras
kuning atau beras kunyit di iringi dengan pembacaan shalawat kepada
kedua mempelai pengantin ketika akan bersanding di pelaminan.
16
Tujuannya sebagai tanda kebahagiaan karena pernikahan tersebut dan
diharapkan kehidupan kedua mempelai kelak senantiasa dikaruniai
berkah, murah rezki dan mau membagi-bagikannya kepada orang-
orang sekitar.6
Islam datang untuk mengatur dan membimbing manusia menuju
kehidupan yang baik dan seimbang. Islam tidaklah datang untuk menghapus
budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersama Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari
hal-hal yang tidak bermanfaat dan membawa mudharat di dalam
kehidupannya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
melihat terdapat beberapa tradisi yang memiliki ketidak seragaman antara adat
perkawinan yang diterapkan di Desa tersebut dengan syari‟at Islam. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini lebih mendasar melalui
karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul: “Adat Perkawinan Suku
Banjar di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung
Barat dalam Perspektif Hukum Islam”
6 Wawancara dengan ibu Salamiah, sesepuh Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab.
Tanjung Jabung Barat pada hari Kamis 6 Desember 2018.
17
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di
atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan upacara adat perkawinan suku Banjar di Desa
Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat?
2. Bagaimana Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat dalam Perspektif Hukum Islam?
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang dibahas, maka dipandang perlu
akan adanya batasan masalah agar tidak terjadinya kerancuan. Adapun dalam
penelitian ini penulis membatasi permasalahan dan pembahasan hanya pada
masalah prosesi adat perkawinan suku Banjar dalam perspektif Hukum Islam.
Yang mana lokasi penelitiannya adalah di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat Tahun 2018-2019.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada hakikatnya mengungkapkan apa yang
hendak dicapai oleh peneliti. Sehubungan dengan pokok masalah yang
penulis kemukakan di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah:
a. Ingin mengetahui pelaksanaan adat perkawinan suku Banjar di Desa
Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
18
b. Ingin mengetahui adat perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya
Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat dalam perspektif Hukum
Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Setiap sesuatu yang dikerjakan pasti mengharapkan nilai guna,
adapun nilai guna yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Sebagai sumbangsih penulis untuk dijadikan informasi dan dijadikan
ilmu pengetahuan bagi masyarakat awam mengenai pelaksanaan
perkawinan yang sesuai dengan syari‟at Islam.
b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan-bahan
informasi di Perpustakaan UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
c. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi strata
satu (S1) pada jurusan Perbandingan Madzhab Fakultas Syari‟ah UIN
Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
E. Kerangka Teori
1. Perbandingan Hukum
Perbandingan merupakan suatu kegiatan untuk mengadakan
identifikasi terhadap persamaan dan/atau perbedaan antara dua gejala
tertentu atau lebih.7 Menurut Romli Atmasasmita, bahwa perbandingan
Hukum diperoleh dua pandangan yaitu perbandingan hukum sebagai suatu
metoda dan perbandingan hukum sebagai cabang dari ilmu hukum.
Selanjutnya Romli Atmasasmita menjelaskan bahwa:
7 Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Disertasi, (Bandung
: Alfabeta), 2017, hlm. 238.
19
“Perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang juga
mempergunakan metode perbandingan) menurut Lemaire,
mempunyai lingkup: (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan
perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya.
Perbandingan hukum sebagai metoda, yaitu metoda perbandingan
yang dapat dipergunakan dalam semua cabang hukum (hukum tata
Negara, hukum pidana dan hukum perdata)”.8
2. Teori Wailmatul ‘urs
Walimatul „urs (resepsi pernikahan) adalah hidangan makanan
yang disediakan pada hari-hari resepsi pasangan pengantin. Disebut
walimah lantaran orang-orang berkumpul pada acara ini. Walimah
termasuk acara yang di syari‟atkan. Menurut para ahli fiqh walimatul „urs
adalah undangan untuk menghadiri perjamuan yang diadakan ketika
hendak menggauli seorang wanita (yang diperistrikan) yang disebut juga
dengan pesta atau resepsi perkawinan. Sedangkan perjamuan-perjamuan
lainnya dibuat ketika mendapat kesenangan dan biasanya mengundang
orang-orang ada istilah lain, bukan walimah. Maka yang demikian itu
tidak disebut sebagai walimah dalam artian yang sebenarnya.9
Menurut Jumhur, mengadakan walimah hukumnya sunnat
bukannya wajib, karena walimah itu adalah jamuan makan lantaran
mendapat kegembiraan seperti mengadakan majlis-majlis yang lain juga.
Maka anjuran Nabi dalam hadits tersebut adalah perintah sunnat, karena
diqiyaskan kepada perintah qurban pada Hari Raya Idul Adha.10
Mengenai
hukum walimatul „urs Imam Madzhab berbeda pendapat, diantaranya:
8 Ibid, hlm. 239.
9 Abdurrahman Ali Jaziri, Fiqh Empat Madzhab, (Jakarta: Darul Ulum Press), hlm. 206.
10 Usman, Pedoman Mu‟amalat dan Munakahat, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd,
2001), hlm. 180.
20
a. Syafi‟iyah: mereka berpendapat disunatkan membuat makanan dan
mengundang orang setiap kali mendapat kesenangan, baik berupa
perkawinan, sunatan (khitan) atau datang dari bepergian jauh dan
sebagainya. Ketentuan ini tidak hanya khusus untuk pesta perkawinan.11
b. Hanafiyah: mereka berpendapat bahwa yang sunat adalah pesta
perkawinan (walimatul‟urs). Sedangkan undangan pesta lain selain
pernikahan seperti undangan pesta khitan dan lain sebagainya, maka
yang demikian itu boleh selama tidak mengandung sesuatu yang
dilarang agama.
c. Malikiyah: mereka berpendapat yang mandub adalah persta pernikahan.
Sedangkan selain pesta pernikahan hukumnya boleh, bukan wajib dan
tidak juga mustahab.
d. Hanabilah: mereka berpendapat yang sunat hanya undangan
perkawinan saja. Sedangkan macam-macam undangan lainnya
hukumnya boleh selain undangan jamuan kematian, maka yang
demikian makruh.12
Hikmah diadakannya walimatul „urs ada dua yaitu pertama,
termasuk penyiaran dan pengumuman pernikahan. Kedua, bahwasanya
walimatul „urs merupakan pintu syukur atas nikmat Allah SWT yang telah
memberi kemudahan dalam pernikahan, karena tidak semua orang
mendapatkan kemudahan untuk melangsungkan pernikahan.13
11
Abdurrahman Ali Jaziri, Fiqh Empat Madzhab….hlm. 208. 12
Ibid. 13
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Shahih Fiqh Wanita,….hlm.324.
21
Memenuhi undangan walimah adalah wajib. Sebagaimana sabda
nabi SAW
ذا دلاك فأجبه مسل لى ام حق اممسل ست وذنر منا: وا
Artinya: “Hak muslim atau muslim enam.” Dan beliau menyebutkan
diantaranya, “Dan jika dia mengundangmu maka penuhilah
undangannya.”14
Syarat-syarat wajib menghadiri undangan walimatul „urs
a. Harus ditentukan, yaitu dengan mengatakan: hai fulan, hadirilah
walimatul „urs. Jika dia tidak menentukannya tapi hanya
menyampaikan pengumuman-pengumuman yang menjelaskan bahwa
dia mengadakan suatu acara walimatul „urs pada hari kedua dan
mengundang kaum muslimin untuk menghadirinya, dalam kondisi ini
tidak diwajibkan menghadiri undangan, karena undangannya berlaku
umum, maka hukumnya sebagai fardhu kifayah.
b. Hendaknya ditempat walimah tidak ada kemungkaran yang tidak dapat
dirubah.
c. Hendaknya orang yang mengundang adalah muslim.
d. Hendaknya dia bukan muslim yang dibolehkan dihindari (dikucilkan)
e. Hendaknya undangan dihadiri pada hari pertama. karena hari pertama
dalam walimah adalah sunah, kedua dibolehkan dan ketiga makruh.15
14
Shahih diriwayatkan oleh Muslim 2162, Ahmad 8628, 9080, dengan lafadz “enam”,
dan diriwayatkan oleh Bukhari 1240, Muslim 2162, Ibnu Majah 1435, Ahmad 10583, dengan
lafadz “lima”, dan keduanya dari hadits Abu Hurairah ra dan pada keduanya terdapat “pemenuhan
undangan”. 15
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Shahih Fiqh Wanita,…. hlm.326-327.
22
F. Kerangka Konseptual
1. Al-‘Adah Al-Muhkamah
Hukum Islam sangat menghormati tradisi-tradisi atau kebiasaan
(adat) yang telah ada dalam masyarakat. Dalam hal ini, hukum Islam
melihat bentuk dan isi dari tradisi tersebut. Tidak semua tradisi itu di
terima oleh hukum Islam dan tidak pula sebaliknya. Hukum Islam
memandang suatu tradisi sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. Jika
tradisi itu sebagai bagian dari masyarakat, tentunya ada nilai kebaikan
dalam tradisi tersebut. Walaupun demikian, dibutuhkan prinsip-prinsip
dasar dalam memandang tradisi masyarakat. Sebab disetiap masyarakat
mempunyai tradisi yang berbeda-beda.16
Tradisi yang hidup di suatu masyarakat akan berkembang menjadi
suatu kebiasaan atau adat di mana pada akhirnya adat tersebut akan
berkembang menjadi suatu hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Dalam hukum Islam, istilah proses perwujudan tradisi menjadi suatu
hukum adalah berdasar kaidah ushul fiqh yaitu:
ةمكحم ةادعلا
Artinya: “Adat dapat dijadikan sebagai landasan hukum”
Hukum Islam dalam menyikapi proses pembentukan suatu tradisi
menjadi adat yang pada akhirnya menjadi suatu hukum atau norma yang
berlaku di suatu masyarakat menjadi dua yakni menerima dan
16 Nasrun Harun, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Logos, 1996), hlm. 138.
23
menolaknya. Hal tersebut dikarenakan ada adat yang sesuai dengan kaidah
hukum Islam dan ada pula yang bertentangan dengan Hukum Islam.17
Pada dasarnya, syari‟at Islam dari masa awal banyak menampung
dan mengakui adat atau tradisi yang baik dalam masyarakat selama tradisi
itu tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah.
Kedatangan Islam bukan menghapuskan sama sekali tradisi yang telah
menyatu dengan masyarakat. Tetapi secara selektif ada yang diakui dan
dilestarikan serta ada pula yang dihapuskan. Berdasarkan kenyataan ini
para ulama menyimpulkan bahwa adat istiadat yang baik secara sah dapat
dijadikan landasan hukum, bila memenuhi beberapa persyaratan.
Para ulama menetapkan beberapa syarat untuk menerima „urf dapat
dijadikan istinbath hukum yaitu sebagai berikut:
a. Adat atau „urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima oleh akal sehat.
b. Adat atau „urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang
yang berada dalam lingkungan adat itu, atau di kalangan sebagian
warganya.
c. „Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada
(berlaku) pada saat itu, bukan „urf yang muncul kemudian. Hal ini
berarti „urf itu harus telah ada sebelum penetapan hukum. Kalau „urf
itu datang kemudian, maka tidak diperhitungkan.
d. Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara‟ yang ada atau
bertentangan dengan prinsip yang pasti.18
17
Ibid, hlm.139.
24
2. Perkawinan menurut Hukum Islam
Perkawinan menurut Hukum Islam adalah suatu akad atau
perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang
diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang di ridhoi
Allah.19
Tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan
naluri hidup manusia, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam
rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-
Nya.20
Menurut hukum Islam syarat-syarat sahnya suatu perkawinan
meliputi dua syarat atau kondisi yaitu rukun perkawinan dan syarat
perkawinan. Kedua hal ini merupakan suatu kondisi atau condition cine
quanon yang harus ada, yaitu:
a. Adanya calon suami.
b. Adanya calon istri.
c. Adanya wali nikah calon istri.
d. Adanya 2 (dua) orang saksi laki-laki.
e. Adanya ijab Kabul.
18
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 377. 19
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm.
13. 20
Ibid, hlm. 14.
25
3. Perkawinan Menurut Hukum Adat
Perkawinan menurut hukum adat adalah salah satu peristiwa yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan
hanya menyangkut kedua mempelai, tetapi juga orang tua kedua belah
pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga masing-masing.
Tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat
kekerabatan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan
menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan, untuk
kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai
adat budaya dan kedamaian serta untuk mempertahankan kewarisan.21
Sistem Perkawinan Menurut Hukum Adat dalam masyarakat
hukum adat terdapat 3 (tiga) sistem perkawinan yang berlaku di kalangan
masyarat hukum adat Indonesia asli, yaitu:
a. Sistem Endogami, yaitu sistem ini hanya memperbolehkan seorang
menikah dengan orang-orang dari keluarganya sendiri.
b. Sistem Eksogami, yaitu dalam sistem ini seorang hanya diperbolehkan
melakukan suatu perkawinan dengan orang lain di luar suku
keluarganya.
c. Sistem Eleutherogami, yaitu dalam sistem perkawinan ini tidak ada
larangan seperti kedua larangan di atas, oleh sebab itu elitherogami
banyak terdapat pada masyarakat Indonesia.22
21
Hilman Hadikesuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2007),
hlm. 21. 22
Muhammad Bushar, Azaz-azaz Hukum Adat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Balai
Pustaka, 2003), hlm. 24-28.
26
Bentuk perkawinan menurut hukum adat terbagi kepada tiga bentuk, yaitu:
a. Perkawinan jujur merupakan perkawinan yang dilakukan dengan
pembayaran ”jujur” dari pihak pria kepada pihak wanita, sebagaimana
terdapat di daerah Lampung, Batak, Nias, Bali, Sunda, serta
Kalimantan Selatan. Dengan diterimanaya uang atau barang jujur oleh
wanita, akan mengalihkan kedudukan dari keanggotaan kerabat suami
untuk selama ia mengikatkan diri dalam perkawinan itu.23
b. Perkawinan semenda adalah bentuk perkawinan tanpa pembayaran
uang jujur dari pihak laki-laki kepada pihak wanita. Setelah
perkawinan berlangsung si suami harus menetap di tempat kediaman
atau kekerabatan istri dan melepaskan hak dan kedudukannya di pihak
kerabatnya sendiri.
c. Perkawinan Tanpa Lamaran (Kawin Lari atau Sebambangan) adalah
perkawinan tanpa lamaran biasanya terjadi disuatu lingkungan
masyarakat adat, tetapi yang terbanyak berlaku adalah dikalangan
masyarakat adat Lampung, Batak, Bali, Bugis atau Makasar, dan
Maluku. Didaerah tersebut walaupun kawin lari merupakan
pelanggaran adat namun dibenarkan dengan catatan terdapat tata tertib
cara penyelesaiannya.24
23
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),
hlm. 73. 24
Ibid
27
4. Adat
Menurut bahasa adat berasal dari bahasa Arab yang mempunyai
pengertian “kebiasaan”.25
Secara harfiyah, adat mempunyai arti suatu
kebiasaan yang terjadi berulang kali, tetapi tidak mengalami perubahan
pada sifat dan zatnya. Sedangkan pengertian adat menurut istilah adalah
suatu aturan yang dibuat manusia yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan
yang dipandang baik untuk mengatur cara hidup, berfikir, berbuat dan
bertindak dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, adat itu adalah suatu tata
nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat oleh masyarakat
dan untuk masyarakat. Tujuan adat adalah untuk menciptakan masyarakat
yang damai, tentram dan patuh.26
Adat terbagi 3 yaitu:
a. Adat secara umum
Adat secara umum ini mempunyai tujuan untuk membina
peradaban masyarakat secara umum.
b. Adat perdata
Adat perdata ini dikenal dengan sebutan silang sengketo atau
disebut perselisihan dalam masyarakat. Adat perdata ini takluk kepada
Undang-Undang hak kullah atau disebut juga hak pemerintah, dan
tunduk kepada Undang-Undang hak milik yaitu tetang harta benda
sesuai dengan seloko adat.
25
Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, (Jakarta: INIS,
1998), hlm.5.
26 Ibid
28
c. Adat pidana
Adat pidana adalah suatu perbuatan melakukan kejahatan dan
pelanggaran (berbuat salah), adat pidana ini takluk kepada:
1) Undang-Undang hukum adat.
2) Hukum Islam/Undang-Undang Syara‟.
3) Undang-Undang pemerintah.27
Adat kebiasaan masyarakat ada yang sesuai dengan aturan-aturan
hukum Islam, dengan kata lain disebut dengan „urf yang tidak mengubah
ketentuan yang haram menjadi halal atau sebaliknya, mengubah ketentuan
halal menjadi haram.28
Al-„urf secara etimologi berasal dari kata „arafa yu‟rifu يعرف -عرف
Sering diartikan dengan Al-Ma‟ruf dengan arti “sesuatu yang dikenal”
atau berarti “yang baik”. „Urf menurut ulama Ushul Fiqh adalah:
او فعل او حرك ويسمىى امعادة وف مسان امعرف هو ما ثعارفه امناس وساروا لويه من كول
عيي لا فرق بي امعرف وامعادة امش
Artinya: “Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan berlaku padanya,
baik berupa perkataan, perbuatan ataupun meninggalkan sesuatu.
Dan ini juga dinamakan adat. Dan dikalangan ulama syari‟ah
tidak ada perbedaan antara „urf dan adat.”29
Ditinjau dari segi jangkauannya, „urf dapat dibagi dua, yaitu al-„urf
al-amm dan al-„urf al-khash.
27 Hasan Basri Agus, Ikhtisar Adat Melayu Jambi, (Jambi: 2004), hlm. 16-21.
28
Dede Rosyada, Hukum Sosial dan Pranata Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999), hlm. 52. 29
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 333-334.
29
a. Al-„urf al-„amm
Al-„urf al-„amm adalah „urf yang berlaku pada suatu tempat,
masa, dan keadaan. Atau kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas di
seluruh masyarakat dan seluruh daerah.30
b. Al- „urf al-khash
Al-„urf al-khash adalah „urf yang berlaku pada tempat, masa
dan keadaan tertentu saja. Atau kebiasaan yang berlaku di daerah dan
masyarakat tertentu.31
Selanjutnya, ditinjau dari segi keabsahannya, al-„urf dapat pula
dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Al-„urf Shahih
Al-„urf Shahih yaitu „urf yang baik dan dapat diterima karena
tidak bertentangan dengan syara‟. Atau kebiasaan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat
Al-qur‟an dan hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, dan
tidak pula membawa mudharat kepada mereka.32
b. Al-„urf Fasid
Al-„urf fasid yaitu „urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima,
karena bertentangan dengan syara‟. Atau kebiasaan yang bertentangan
dengan dalil-dalil syara‟ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam
syara‟.33
30
Ibid, hlm. 337. 31
Ibid 32
Ibid, hlm. 338.
33Ibid
30
G. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah uraian hasil-hasil penelitian terdahulu
(penelitian-penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek
fokus/tema yang diteliti. Maksud pengkajian ini adalah agar dapat diketahi
bahwa apa yang penulis teliti berbeda dengan penelitian-penelitian skripsi
sebelumnya. Penulis menemukan beberapa penelitian yang ada hubungannya
dengan masalah yang akan penulis teliti, seperti judul penelitian berikut:
1. Skripsi yang berjudul “Adat Perkawinan Masyarakat Jawa Desa Parit
Barokah Kec. Mendahara Tengah Kab. Tanjung Jabung Timur Dalam
Pandangan Hukum Islam” yang di tulis oleh Siti Andasah Jurusan
Perbandingan Madzhab Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.34
2. Skripsi yang berjudul “Islam dan Pernikahan Adat Banjar, Studi Makna
Simbolis Dalam Upacara Pernikahan Adat Banjar di Banjarmasin” yang
ditulis oleh Masthura Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.35
3. Tesis yang berjudul “Tradisi Maantar Jujuran dalam Perkawinan Adat
Banjar Perspektif Konstruksi Sosial (Studi Kasus di Desa Keramat Kec.
Haur Gading Kab. Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan)” yang ditulis
34 Siti Andasah, Adat Perkawinan Mayarakat Jawa Desa Parit Barokah Kec. Mendahara
Tengah Kab. Tanjung Jabung Timur Dalam Pandangan Hukum Islam, (Jurusan Perbandingan
Madzhab Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 2014).
35
Masthura, Islam dan Pernikahan Adat Banjar, Studi Makna Simbolis Dalam Upacara
Pernikahan Adat Banjar di Banjarmasin, (Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negri Sunan
Kalijaga Yogyakarta 2001)
31
oleh Nor Fadhillah Jurusan Al-Ahwal Al-Syahkshiah Pascasarjana
Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang.36
Dari ketiga penelitian diatas, maka yang menjadi persamaan dan
perbedaannya adalah:
1. Persamaan dari skripsi yang berjudul “Adat Perkawinan Masyarakat Jawa
Desa Parit Barokah Kec. Mendahara Tengah Kab. Tanjung Jabung Timur
Dalam Pandangan Hukum Islam” dengan penelitian ini adalah sama-sama
menjelaskan tentang pandangan hukum Islam terhadap adat istiadat
perkawinan yang berlaku didesa tersebut serta terdapat satu tradisi atau
adat yang sama yaitu mandi pengantin hanya berbeda proses dalam
pelaksanaan tradisi tersebut. Perbedaannya adalah penelitian ini meneliti
tentang perkawinan adat suku Jawa yang mana tradisi-tradisinya banyak
menggunakan sesajen dan hal tersebut sangat dilarang dalam syari‟at Islam
sedangkan peneliti memfokuskan meneliti tentang adat perkawinan suku
Banjar.
2. Persamaan dari skripsi yang berjudul “Islam dan Pernikahan Adat Banjar,
Studi Makna Simbolis Dalam Upacara Pernikahan Adat Banjar di
Banjarmasin” dengan penelitian ini adalah sama-sama menjelaskan
tentang upacara adat perkawinan suku Banjar. Perbedaannya adalah
penelitian ini lebih menekankan tentang makna simbolis dalam upacara
pernikahan suku Banjar pada waktu perayaan pernikahan sedangkan
36
Nor Fadhillah, Tradisi Maantar Jujuran dalam Perkawinan Adat Banjar Perspektif
Konstruksi Sosial (Studi Kasus di Desa Keramat Kec. Haur Gading Kab. Hulu Sungai Utara
Kalimantan Selatan, (Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiah Pascasarjana Universitas Islam Negri
Maulana Malik Ibrahim Malang 2017).
32
peneliti meneliti tentang adat perkawinan Suku Banjar dalam perspektif
Hukum Islam.
3. Persamaan dari tesis yang berjudul “Tradisi Maantar Jujuran dalam
Perkawinan Adat Banjar Perspektif Konstruksi Sosial (Studi Kasus di
Desa Keramat Kec. Haur Gading Kab. Hulu Sungai Utara Kalimantan
Selatan)” dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang tradisi
yang dilakukan dalam perkawinan adat Banjar. Perbedaannya adalah
penelitian ini lebih menekankan kepada pembahasan khusus tentang tradisi
maantar jujuran sedangkan penulis meneliti keseluruhan prosesi adat
perkawinan suku Banjar dari pra nikah hingga pasca nikah.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif Deskriptif yang
akan menguraikan, menggambarkan, menggali dan mendeskripsikan
tentang pelaksanaan adat perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya
dalam perspektif Hukum Islam. Yang dimaksudkan adalah bahwa terlebih
dahulu peneliti mencari literatur atau teori yang berkaitan dengan
penelitian, kemudian teori tersebut disesuaikan dengan kondisi yang ada di
lapangan penelitian.37
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana dilakukannya
penelitian. Dengan ditetapkannya lokasi, dalam penelitian akan dapat lebih
37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2002), hlm.12.
33
mudah untuk mengetahui tempat dimana suatu penelitian dilakukan.
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di Desa Kempas Jaya
Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research)
dan penelitian pustaka (library research) yaitu mencari data dengan
melakukan penelitian langsung dilapangan serta mengumpulkan data dan
informasi dari bahan-bahan literatur seperti buku, jurnal dll.
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data yang berhubungan langsung dengan objek yang diteliti.
Untuk kesempurnaan informasi diupayakan sumber Nash-nash Al-
Qur‟an dan Hadits Nabi SAW dan buku-buku lain yang berkaitan
dengan pembahasan.38
Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam
penelitian, yang diperoleh secara langsung dari sumbernya ataupun
dari lokasi objek penelitian, atau keseluruhan data hasil peneltian yang
diperoleh di lapangan. Data primer tidak diperoleh melalui sumber
perantara atau pihak kedua dan seterusnya.39
Data primer merupakan sumber data utama dan mendasar dari
suatu penelitian. Sumber data diperoleh dari informan, yang berupa
kata-kata ataupun tindakan. Yang akan memberikan informasi tentang
38 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta,2015), hlm.91.
39 Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Refisi), (Jambi : Syariah Press, 2014),
hlm. 34.
34
situasi dan kondisi latar penelitian. Serta beberapa dari informasi akan
dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian diantaranya yaitu informasi
dari tokoh agama, tokoh adat, kepala desa, tokoh masyarat serta
sesepuh yang berada di Desa Kempas Jaya, Kec. Senyerang, Kab.
Tanjung Jabung Barat.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data atau sejumlah keterangan yang
diperoleh secara tidak langsung atau melalui sumber perantara. Data
ini diperoleh dengan cara mengutip dari sumber lain, sehingga tidak
bersifat authentik, karena sudah diperoleh dari tangan kedua, ketiga
dan seterusnya.40
Data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen
resmi pemerintah yang ada di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab.
Tanjung Jabung Barat maupun bahan perpustakaan lainnya.
c. Data Tersier
Bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder diperoleh dengan
mempelajari kamus-kamus hukum, kamus ilmiah, kamus bahasa
Indonesia dan kamus yang lain.
40
Ibid.
35
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dan fakta penelitian.41
Adapun pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan penelitian secara teliti mengenai fenomena
sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan
pencatatan. Observasi yang digunakan adalah memperhatikan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.42
b. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalaui tanya jawab, sehingga dapat di kontruksi
makna dalam suatu topik tertentu. Adapun narasumber yang akan di
wawancarai oleh penulis adalah para tokoh agama, tokoh adat, kepala
desa, ketua RT, tokoh masyarakat serta sesepuh yang ada di Desa
Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya yang
41
Ibid, hlm. 37. 42
Imam Gunawan, metode penelitian kualitatif teori & praktik, Cet. ke-3 (Jakarta: Bumi
Aksara, 2015), hlm. 143.
36
monumental dari seseorang.43
Dokumentasi adalah pengumpulan data
melalui data peninggalan tertulis seperti arsip dan termasuk buku-buku
tentang pendapat, teori dan lain-lain yang berhubungan dengan
penelitian.44
Data dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu
jurnal, skripsi, buku serta data-data lainnya yang diperoleh dari
dokumentasi di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung
Jabung Barat yang berkaitan dengan penelitian yang penulis teliti.
I. Teknik Analisis Data
Bodgan dan Taylor (1975,32) mendefinisikan analisis data sebagai
proses yang mencari usaha secara formal untuk menemukan tema dan
merumuskan ide yang seperti di sarankan oleh data dan sebagai usaha untuk
memberikan bantuan pada tema dan ide itu.45
Analisis data dalam penelitian
iniadalah sebagai berikut:
1. Display data, yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, dsb. Menyajikan data yang sering digunakan
dalam penelitian kualitatif adalah naratif. Ini dimaksudkan untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang dipahami.
2. Reduksi data, yaitu merangkum memilih hal pokok, memfokuskan pada
hal yang penting, dicari pola dan temanya.
43
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif R&D,….hlm. 72. 44
Ibid, hlm. 240. 45
Iskandar, Metodologi penelitian pendidikan dan sosial (kuantitatif dan
kualitatif).(jambi: Gp Pres, 2008), hlm. 254.
37
3. Konklusi data, yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi.46
J. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penyusunan serta pemahaman
tentang skripsi ini penulis membuat susunan dan sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisi tentang beberapa sub bab
seperti: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan dan
Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori, Tinjauan Pustaka, metode penelitian,
sistematika penulisan serta jadwal penelitian.
BAB II Gambaran Umum Lokasi Penelitian, pada bab ini akan
membahas tentang deskripsi lokasi penelitian yakni di Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
BAB III Gambaran Umum Perkawinan, pada bab ini akan membahas
tentang beberapa sub bab seperti: Pengertian Perkawinan, Dasar Hukum
Perkawinan, Hukum Perkawinan, Rukun dan Syarat Perkawinan serta Tujuan
Perkawinan.
BAB IV Pembahasan dan hasil penelitian, pada bab ini akan membahas
tentang isi dari skripsi ini yang membahas tentang “Pelaksanaan dan
Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Adat Banjar tentang Upacara Adat
Perkawinan di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
BAB V Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan, saran-saran
dari hasil penulis skripsi serta diakhiri dengan kata penutup.
46 Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode
Baru, (Jakarta: UIP, 1992), hlm. 52
38
K. Jadwal Penelitian
Penulisan ini dilakukan selama enam bulan, Penelitian dilakukan
dengan pembuatan proposal, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan hasil
seminar proposal skipsi. Setelah pengesahan judul dan izin riset, maka penulis
mengadakan pengumpulan data. Verifikasi dan analisis data dalam waktu yang
berurutan. Hasilnya penulis melakukan konsulasi dengan pembimbing sebelum
diajukan ke sidang munaqasah.
39
Adapun Jadwal Penelitian sebagai berikut:
Tabel I
Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan
Penelitian
Bulan
Mei Juni Juli Agustus Septemb
er
Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul X
2 Penunjukkan Dosen
Pembimbing X
3 Pembuatan
Proposal X X X
4 Seminar Proposal
dan Perbaikan
Hasil Seminar
X X
5 Surat Izin Riset X
6 Pengumpulan dan
Penyusunan Data X X
7 Pembuatan Skripsi X X
8 Bimbingan dan
Perbaikan X X X X
9 Agenda dan Ujian
Skripsi X X
10 Perbaikan dan
Penjilidan X X
40
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. HISTORIS DAN GEOGRAFIS
Desa Kempas Jaya merupakan desa yang termasuk dalam wilayah
Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
Secara administratif, wilayah Desa Kempas Jaya terbagi ke dalam 4 Dusun
dan 15 Rukun Tetangga (RT), dan sampai saat ini desa Kempas Jaya sudah
terbentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dalam kegiatanya juga
memerlukan anggaran tersendiri guna mendukung operasional kegiatannya.
Bapak Bahtiar menjelaskan bahwa: “Desa Kempas Jaya terbentuk
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang
merupakan salah satu desa tertua yang terbentuk pada zaman dahulu kala dan
telah berdiri sejak Tahun 1938 sebelum Indonesia merdeka.”47
Asal mulanya sebelum Desa Kempas Jaya dimekarkan, desa Kempas
Jaya dahulu bernama Desa teluk Ketapang. Pada tahun 2007 desa Teluk
Ketapang memecah dan ditetapkan menjadi Desa Kempas Jaya.
Secara geografis, Desa Kempas Jaya terletak di pesisir Sungai
Pengabuan dan berada 6 Km dari Pusat Kecamatan dan 48 Km dari pusat
Kabupaten, dengan Luas Wilayah lebih kurang 7.758 Ha dan dengan batas
wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau.
47
Wawancara dengan Bapak Bakhtiar Selaku Tokoh Masyarakat Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat, Tanggal 22 Maret 2019.
41
- Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Pengabuan.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kayu Aro.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Margo Rukun.
Letak ketinggian wilayah daratan Desa Kempas Jaya 0,5 Meter dari
permukaan laut dengan suhu udara 25° C dan maximal 37° C. Potensi sumber
daya alam di Desa Kempas Jaya adalah sebagai berikut:
- Luas Desa : 7.758 Ha
- Luas Areal Persawahan : 550 Ha
- Luas Perkarangan : 150 Ha
- Luas Perkebunan : 5.742 Ha
- Luas Tegalan : 1.316Ha48
B. STRUKTUR PEMERINTAHAN SERTA VISI DAN MISI
1. Struktur Pemerintahan
Struktur pemerintahan Desa adalah suatu susunan organisasi atau
tingkatan jabatan yang menggambarkan fungsi dan tugas serta
tanggungjawabnya masing-masing sesuai dengan bidang dan kedudukan
di dalam organisasinya. Struktur organisasi sangat berperan di setiap
lembaga baik itu lembaga pemerintahan maupun non-pemerintahan.
Terorganisasinya suatu pemerintahan merupakan salah satu faktor
keberhasilan kepemerintahan tersebut.
Adapun data-data lembaga pemerintahan yang terdapat di Desa
Kempas Jaya berdasarkan tabel di bawah ini adalah sebagai berikut:
48
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
42
Tabel II
Struktur Organisasi Pemerintahan desa Kempas Jaya49
2. Visi dan Misi
a. Visi
49
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
BPD
Pujiono
nyaput
KADES
Siti Aminah
SEKDES
sutrisno
KAUR
KESEJAHRTERAAN
Hendri Efendi S.Sy
KAUR
PELAYANAN
Nursalin
KAUR
PEMERINTAHAN
Usman S.Sy
KADUS II
Sahruji
KADUS I
Samsudin
KADUS III
Mudakir
KADUS IV
Taukid
KAUR KEUANGAN
Asroni
KAUR
PERENCANAAN
Darmawan
43
Visi adalah suatu gambaran yang menata tentang keadaan masa
depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa. Visi
Desa Kempas Jaya adalah:
“Terbentuknya Sistem Pemerintahan Desa Yang Baik, Bijaksana,
Karismatik dan Bersih. Guna Mewujudkan Masyarakat Desa Kempas
Jaya Yang Religius, Sejahtera dan Bermartabat”
b. Misi
Selain penyusunan visi juga telah ditetapkan misi-misi yang
memuat sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh desa agar
tercapainya visi desa tersebut. Pernyataan visi kemudian dijabarkan
kedalam misi agar dapat di operasionalkan/dikerjakan. Misi desa Kempas
Jaya adalah:
1) Memajukan Pendidikan.
2) Menyediakan fasilitas belajar yang baik.
3) Melayani masyarakat secara optimal oleh aparat desa.
4) Memberi penyuluhan di bidang pertanian, perkebunan dan kesehatan.
5) Membangkitkan rasa saling bergotong royong untuk membangun
infrastruktur desa.50
C. KEADAAN PENDUDUK
1. Jumlah Penduduk
Penduduk yang ada di Desa Kempas Jaya adalah penduduk yang
sudah menetap, yang terdiri dari penduduk asli dan juga pendatang.
50
Wawancara dengan Ibu Siti Aminah selaku Kepala Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat, Tanggal 20 Maret 2019.
44
Penduduk disini maksudnya penduduk yang sudah terdaftar sesuai dengan
hasil sensus penduduk setempat.
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari lapangan bahwa
desa Kempas Jaya memiliki penduduk yang berjumlah 3.362 orang.
Jumlah penduduk tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat umur
yaitu sebagai berikut:
Tabel III
Jumlah Penduduk Desa Kempas Jaya51
No Umur Jumlah
1 1 s/d 14 Tahun 758 orang
2 15 s/d 65 Tahun 1593 orang
3 66 Tahun keatas 1011 orang
Jumlah 3.362 orang
2. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Kempas Jaya
Masyarakat desa Kempas Jaya dapat memenuhi kehidupan sehari-
hari mayoritasnya adalah dengan mata pencaharian pokok yaitu petani,
perkebunan pinang, kelapa, sawah dan sawit. Selebihnya mengandalkan
sumber ekonomi dari bekerja sebagai pedagang, buruh, tukang dan lain-
lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat mata pencaharian masyarakat Desa
Kempas Jaya berdasarkan tabel dibawah ini:
51
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
45
Tabel IV
Mata Pencaharian Penduduk Desa Kempas Jaya52
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 PNS 9
2 Buruh/swasta 31
3 Petani 1058
4 Pengrajin 1
5 Pedagang 35
6 Penjahit 5
7 Tukang kayu 29
8 Sopir 2
9 Peternak 33
10 Montir 8
Jumlah 1212
3. Sosial dan Keagamaan
a. Pendidikan
1) Pendidikan Formal
Salah satu program pokok pembangunan desa Kempas Jaya
adalah meningkatkan sektor pendidikan formal mulai dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA)
dan pendidikan non formal berupa pendidikan dan latihan berbagai
bidang pengetahuan keterampilan yang diperlukan untuk
pembangunan. Di desa Kempas Jaya terdapat sarana pendidikan yang
terdiri dari TK/PAUD, SD, SLTP/sederajat dan SLTA/sederajat. Untuk
lebih jelasnya sarana pendidikan yang ada di Desa Kempas Jaya dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini:
52
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
46
Tabel V
Jumlah Sekolah Desa Kempas Jaya53
No Sekolah Jumlah
1 TK/PAUD 4 buah
2 SD 11 buah
3 SLTP/sederajat 3 buah
4 SLTA/sederajat 1 buah
Jumlah 19 buah
Adapun tingkat pendidikan masyarakat desa Kempas Jaya
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel VI
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Kempas Jaya54
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Belum/tidak sekolah 266 orang
2 Tidak tamat SD/Sederajat 76 orang
3 Tamat SD/Sederajat 1.331 orang
4 Tamat SLTP/Sederajat 534 orang
5 Tamat SLTA/Sederajat 296 orang
6 Tamat perguruan tinggi 42 orang
Jumlah 2.545 orang
2) Pendidikan Non Formal
Selain pendidikan formal, di Desa Kempas Jaya juga terdapat
pendidikan non formal, seperti persatuan yasinan yang
diselenggarakan setiap seminggu sekali, pengajian majlis ta‟lim yang
juga dilakukan setiap sebulan sekali dan persatuan seni hadrah.
53
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
54
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
47
b. Kesehatan
Desa Kempas Jaya memiliki Pusat Kesehatan Desa
(PUSKESDES), Poliklinik/balai pengobatan dan Posyandu. Saat ini
Puskesdes dapat melayani kesehatan masyarakat melalui pengobatan
gratis setiap bulannya, yang mengobati penyakit ringan biasa. Selain
itu juga ada pengobatan selain medis yang menggunakan pengobatan
tradisional yaitu pengobatan dukun kampung. Untuk persalinan
didukung oleh dukun kampung yang dinamakan Dukun Beranak.
Untuk lebih jelasnya sarana kesehatan yang ada di Desa Kempas Jaya
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel VII
Sarana Kesehatan Desa Kempas Jaya55
No Sarana Jumlah
1 Puskesdes 1
2 Poliklinik/balai pengobatan 3
3 Posyandu 1
Jumah 5
c. Agama dan Peribadatan
Agama adalah tuntunan hidup manusia dalam kehidupannya di
dunia ini. Agama akan menyelamatkan manusia di akhirat kelak jika
manusia konsisten berpegang teguh pada ajaran yang diperintahkan,
hal ini akan terjadi pada agama yang benar yaitu Agama Islam.
55
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
48
Kehidupan keagamaan sangat berpengaruh terhadap kehidupan
sosial kemasyarakatan, khususnya di Desa Kempas Jaya yang dapat
diketahui bahwa masyarakatnya bersifat heterogen, yakni ada suku
Banjar, Jawa, Bugis dll. Penduduk Desa Kempas Jaya tidak secara
keseluruhannya beragama Islam, melainkan ada penduduk yang
beragama Kristen. Jumlah penduduk menurut agama di Desa Kempas
Jaya tercatat sebagai berikut:
Tabel VIII
Jumlah Penduduk Menurut Agama di Desa Kempas Jaya56
No Agama Jumlah
1 Islam 3.356 orang
2 Kristen Katolik 6 orang
Jumlah 3.362 orang
Dari setiap menjalankan aktifitas keagamaan, diperlukan suatu
sarana dan juga fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam menunjang
dan memperlancar proses ritual keagamaan. Sarana peribadatan yang
terdapat di Desa Kempas Jaya tercatat sebagai berikut:
56
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019.
49
Tabel IX
Sarana Peribadatan Desa Kempas Jaya57
No Tempat Peribadatan Jumlah
1 Masjid 10
2 Mushola/langgar 6
3 Madrasah 5
Jumlah 21
D. Adat Istiadat
Adat istiadat merupakan aturan tingkah laku yang dianut secara turun
temurun yang berlaku sejak lama. Adat istiadat merupakan aturan yang ketat
dan mengikat. Adat istiadat yang diakui dan ditaati oleh masyarakat sejak
dahulu dapat menjadi hukum yang tidak tertulis yang disebut sebagai hukum
adat. Hukum adat setiap daerah itu berbeda-beda sebagaimana dijelaskan oleh
Bapak Abdul Aziz selaku Ketua Adat dalam wawancaranya sebagai berikut:
“Pada dasarnya Hukum Adat itu cara pakainya berbeda, bahasannya
berbeda, namun tujuannya sama. Karena lain daerah itu pasti
mempunyai bahasa yang berbeda, namun mereka mempunyai tujuan
yang sama, yaitu membentuk masyarakat yang rukun dan sejahtera
berjalan sesuai dengan Hukum Adat dan Hukum Islam”58
57
Dokumentasi, arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
2019. 58
Wawancara dengan Bapak Abdul Aziz, selaku ketua Adat Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat, 19 April 2019.
50
BAB III
GAMBARAN UMUM PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh disebut dengan dua
kata, yaitu “nikah” dan “zawaj”. Kedua kata ini yang terpakai dalam
kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur‟an dan
Hadits Nabi SAW. Secara etimologi, kata nikah berarti bergabung, hubungan
kelamin dan juga berarti akad yang bermakna juga dengan “berhimpunnya
sesuatu dengan yang lainnya”. Adapun kata perkawinan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah perjanjian yang diucapkan dan diberi tanda
kemudian dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang siap menjadi suami
istri, perjanjian dengan akad yang disaksikan beberapa orang dan diberi izin
oleh wali perempuan.59
Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan ulama fiqh, tetapi
seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama meskipun
redaksionalnya berbeda.
1. Ulama Mazhab Syafi‟i mendefinisikan perkawinan dengan akad yang
mengandung kepemilikan hak untuk melakukan hubungan suami istri
dengan menggunakan lafaz inkah, tazwij atau dengan lafaz yang sama
artinya dengan kedua lafaz itu.
2. Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan perkawinan dengan akad yang
berfaedah kepada kepemilikan untuk bersenang-senang dengan sengaja.
59
Siska Lis Sulistiani, Hukum Perdata Islam: Penerapan Hukum Keluarga dan Hukum
Bisnis Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), hlm. 21-22.
51
Jadi imam Hanafi menganggap bahwa nikah itu mengandung makna
hakiki untuk melakukan hubungan suami istri.
3. Menurut Imam Maliki, nikah adalah akad yang semata-mata untuk
kenikmatan dan kesenangan seksual belaka.
4. Menurut Imam Hanbali perkawinan adalah akad yang dimaksudkan untuk
mendapatkan kesenangan seksual dengan menggunakan lafaz inkah atau
tazwij.
5. Menurut Sayyid Sabiq perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang
berlaku pada semua makhluk Tuhan baik pada manusia, hewan maupun
tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai
jalan bagi manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak dan
melestarikan hidupnya.60
6. Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 (pasal 1) perkawinan itu ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pertimbangannya ialah
sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila yang pertamanya
ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan
yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan
saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga
mempunyai peranan yang penting.
60
Ibid, hlm.23.
52
7. Pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dan
perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah warahmah.61
B. Dasar Hukum Perkawinan
Dalam hukum Islam perkawinan yang dikenal dengan istilah
pernikahan pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian ibadah yang
dianjurkan dalam Islam, ataupun hukum asalnya sunnah, akan tetapi kondisi
hukum tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi mukallaf dalam beberapa
aspek yang harus dilihat secara menyeluruh, Allah telah menciptakan makhluk
dalam bentuk berpasangan sebagaimana firman Allah dalam QS. Adz-
Dzariyat: 49 yang berbunyi:
ء خولنا زوجي معوك ثذنرون ٩٤ومن ك ش
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”. (QS. Adz-Dzariyat: 49).62
Dari ayat tersebut Allah menghendaki keterpaduan fungsi antara peran
pria dan wanita yang disatukan dalam sebuah perkawinan yang dihalalkan
oleh Allah. Dalam Al-Qur‟an masih banyak ayat-ayat lain yang mengatur
tentang perkawinan diantaranya sebagai berikut:
1. Perkawinan adalah tuntutan kodrat hidup dan tujuannya antara lain adalah
untuk memperoleh keturunan, guna melangsungkan kehidupan jenisnya.63
61
Ibid, hlm. 23.
62
Adz-Dzariyat: 49
53
2. Perkawinan adalah untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman hidup
serta menumbuhkan rasa kasih sayang khususnya antara suami istri,
kalangan keluarga yang lebih luas, bahkan dalam kehidupan ummat
manusia umumnya.64
3. Larangan-larangan Allah dalam perkawinan.65
4. Perintah berlaku adil dalam perkawinan.66
5. Adanya peraturan dalam melakukan hubungan suami istri.67
6. Aturan-aturan tentang penyelesaian kemelut rumah tangga.68
7. Aturan tentang masa menunggu („iddah).69
8. Hak dan kewajiban dalam perkawinan.70
Meskipun Al-Qur‟an telah memberikan ketentuan-ketentuan hukum
perkawinan dengan amat terperinci sebagaimana disebutkan diatas, masih
diperlukan adanya penjelasan-penjelasan sunnah Rasul, baik mengenai hal-hal
yang tidak disinggung maupun mengenai hal-hal yang telah disebutkan dalam
Al-Qur‟an secara garis besar. Adapun motivasi dan perintah untuk menjaga
diri (ghadul bashar) dan menikah terdapat dalam hadits berikut:
63
Lihat dalam QS. Adz-Dzariyat: 49, QS. Yasin: 36, QS. Al-Hujurat:13, QS. An-Nahl:
72. 64
Lihat dalam QS. Ar-Rum: 21, QS An-Nur: 32.
65 Lihat dalam QS. Al-Baqarah: 235, QS. An-Nisa: 22-23, QS. An-Nur: 3, QS. Al-
Baqarah: 221, QS. Al-Maidah: 5, QS. Al-Mumtahanah: 10.
66 Lihat dalam QS. An-Nisaa‟: 3 dan 34.
67 Lihat dalam QS. Al-Baqarah: 187, 222 dan 223.
68 Lihat dalam QS. An-Nisaa‟: 35, QS. At-Thalaq: 1, QS. Al-Baqarah: 229-230.
69 Lihat dalam QS. Al-Baqarah: 226-228, 231-232, 234,236-237, QS. At-Thalaq: 1-2, 4,
7, dan 66, serta QS. Al-Ahzab:49.
70 Lihat dalam QS. Al-Baqarah: 228-233, serta QS. An-Nisaa‟: 4.
54
صو ثعامىى عنه كال : كال رسول الل : ي معش عن ابن مسعود رض الل لويه ووسل ىى الل
ه أغض نوبص وأحصن نوفرج ومن مم هج فا و باب من امسدذطاع منك امباءة فويت خطع فعويه امس يس
وم )مذفق لويه(. بمص
Artinya: Dari Ibnu Mas‟ud RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: wahai para
pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu menikah, maka
menikahlah! Karena sesungguhnya yang demikian itu (menikah)
dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun
barangsiapa yang belum mampu untuk menikah, maka hendaklah ia
berpuasa. (Muttafaqun „alaih).71
Beberapa contoh sunnah Rasul mengenai hal-hal yang tidak
disinggung dalam Al-Qur‟an dapat disebutkan antara lain:
a. Hal-hal yang berhubungan dengan walimah.
b. Tata cara peminangan.
c. Saksi dan wali dalam akad nikah.
d. Hak mengasuh anak apabila terjadi perceraian.
e. Syarat yang disertakan dalam akad nikah.
Beberapa contoh penjelasan sunnah Rasul tentang hal-hal yang
disebutkan dalam Al-Qur‟an secara garis besar antara lain sebagai berikut:
a. Pengertian quru‟, yang disebutkan dalam Al-Qur‟an mengenai masa
„iddah perempuan yang di talak suaminya.
b. Bilangan susuan yang mengakibatkan hubungan mahram.
c. Besar kecil mahar (mas kawin).
d. Izin keluar rumah bagi perempuan yang mengalami „iddah talak raj‟i.
71 KH. Kahar Masyhur, Terjemah Bulughul Maram, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992),
hlm.2/
55
e. Perceraian yang terjadi karena lian merupakan talak yang tidak
memungkinkan bekas suami istri kembali nikah lagi.72
Adapun terkait masalah yang tidak disinggung dalam Al-Qur‟an atau
sunah, tetapi memerlukan ketentuan hukum melalui ijtihad misalnya mengenai
harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, perkawinan
wanita hamil karena zina, akibat pembatalan pertunangan terhadap hadiah-
hadiah pertunangan dan permasalahan lainnya, dapat dilakukan ijtihad sebagai
bagian dari solusi dalam pemecahan permasalahan tersebut.73
C. Hukum Perkawinan
Meskipun pada dasarnya Islam menganjurkan perkawinan, apabila
ditinjau dari keadaan yang melaksanakannya, perkawinan dapat dikenai
hukuman wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.74
1. Wajib
Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai
keinginan kuat untuk menikah dan telah mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan
serta ada kekhawatiran apabila tidak menikah. Ia akan mudah tergelincir
untuk berbuat zina.
2. Sunnah
Perkawinan hukumya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan
kuat untuk menikah dan telah mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban dalam perkawinan,
72
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam…. hlm. 7. 73
Siska Lis Sulistiani, Hukum Perdata Islam…, hlm. 27-28. 74
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam…, hlm. 14.
56
tetapi apabila tidak menikah juga idak ada kekhawatiran akan berbuat
zina.75
3. Haram
Perkawinan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan
serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul
kewajiban-kewajiban hidup perkawinan sehingga apabila menikah juga
akan berakibat menyusahkan istrinya.76
4. Makruh
Perkawinan hukumnya makruh bagi seorang yag mampu dalam
segi materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama hingga
tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai
kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap
istrinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan pihak istri.
Misalnya, calon istri tergolong kaya atau calon suami belum mempunyai
keinginan untuk menikah.77
5. Mubah
Perkawinan hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai harta,
tetapi apabila tidak menikah tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan
andaikata menikah pun tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakan
kewajibannya terhadap istri. Perkawinan dilakukan sekedar untuk
75
Ibid, hlm. 14. 76
Ibid, hlm 15. 77
Ibid, hlm. 16.
57
memenuhi syahwat dan kesenangan bukan dengan tujuan membina
keluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama.78
D. Rukun dan Syarat Perkawinan
Pernikahan merupakan suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai
jalan bagi manusia untuk menghasilkan keturunan, berkembang biak dan
kelestarian hidupnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa
ayat 1:
ا وبر منم حدة وخوق منا زوج فس و ن ه ي خولك م ل ك أ لوا رب ث
مناس أ
ا أ أي را ووساء ي ا رجالا ن
كن لو لل ن أ
لرحام ا
ي جساءمون بهۦ وأ ل
أ لل
لوا أ ث
٢يك ركيبا وأ
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-Mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri dan dari padanya Allah SWT
menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah SWT
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
Dan bertakwalah kepada Allah SWT dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah
hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga
dan mengawasi kamu”. (QS. An-Nisa (4): 1).79
Rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan, dalam hal ini masalah ibadah (perkawinan), dan
rukun termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Adapun syarat yaitu sesuatu
yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan atau
ibadah tetapi ia tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan tersebut.80
Perkawinan dalam Islam dianggap sah apabila telah memenuhi rukun
dan syaratnya yang telah digariskan oleh para fuqaha‟. Jika suatu perkawinan
yang tidak memenuhi syarat-syaratnya, maka perkawinan tersebut dinamakan
78
Ibid.
79
An-Nisa (4): 1. 80
Siska Lis Sulistiani, Hukum Perdata Islam…, hlm. 28.
58
fasid (rusak) dan jika tidak memenuhi rukun-rukun perkawinan disebut bathil
(batal). Rukun perkawinan ada lima, yaitu sebagai berikut:81
1. Adanya mempelai laki-laki.
2. Adanya mempelai perempuan.
3. Adanya wali mempelai perempuan atau wakilnya.
4. Adanya dua orang saksi.
5. Ijab dan Kabul.
Adapun syarat yang harus dipenuhi dari masing-masing rukun adalah
sebagai berikut:82
1. Syarat-syarat calon suami:
a. Beragama Islam.
b. Jelas laki-lakinya.
c. Jelas atau orangnya diketahui.
d. Calon laki-laki kenal dan tahu betul bahwa calon istrinya halal dinikahi
baginya.
e. Tidak dipaksa tetapi harus ikhtiar (kemauan sendiri).
f. Tidak sedang berihram haji atau umroh.
g. Bukan mahromnya.
h. Tidak dalam keadaan beristri empat.
2. Syarat-syarat calon istri:83
a. Beragama Islam.
b. Jelas perempuannya/bukan khuntsa.
81
Ibid, hlm. 29 82
Ibid. 83
Ibid, hlm. 30.
59
c. Sepertujuan dirinya/tidak dipaksa.
d. Tidak bersuami atau dalam iddah orang lain.
e. Bukan mahromnya.
f. Belum pernah di li‟an.
g. Tidak sedang berihram haji atau umroh.
3. Syarat-syarat wali:
a. Laki-laki.
b. Beragama Islam.
c. Baligh.
d. Berakal sehat.
e. Adil.
4. Syarat-syarat saksi
a. Beragama Islam.
b. Baligh.
c. Berakal sehat.
d. Merdeka/bukan budak.
e. Kedua orang saksi itu bias mendengar/tidak tuna rungu.
5. Syarat-syarat sighot (ijab dan kabul): ijab dan Kabul mempunyai syarat-
syarat masing-masing. Syarat-syarat ijab adalah sebagai berikut:84
a. Dengan perikatan shorih dapat dipahami oleh mempelai laki-laki, wali
dan dua orang saksi.
84
Ibid.
60
b. Harus dengan sighot yang mutlak (tidak muqayyad atau terikat) tidak
ditakwilkan atau dikaitkan dengan suatu syarat atau dengan batas
waktu.
c. Sighot yang digunakan dalam akad itu mengandung pengertian relanya
orang yang mencakup sejak berlangsungnya akad. Sighot yang dipakai
adalah fi‟il madhi jika dilafadzkan dalam bahasa Arab.
Adapun syarat-syarat Kabul adalah sebagai berikut:
a. Dengan kata-kata yang mengandung arti menerima, setuju atau dengan
perkawinan tersebut.
b. Harus dengan sighot yang mutlak.
c. Sighot yang digunakan dalam akad (Kabul) itu mengandung arti rela
diri orang yang mengucapkan sejak berlangsungnya akad perkawinan.
Fi‟il madhi jika dilafadzkan dalam bahasa Arab.85
E. Tujuan Perkawinan
Allah SWT mensyari‟atkan perkawinan dalam Islam untuk mencapai
tujuan-tujuan mulia, diantaranya:
1. Memperoleh Keturunan
Allah telah berfirman dalam dalam Al-Qur‟an:
ن أهفسك أزو جعل مك م لل ت وأ ب ي مط
ن أ جك بني وحفدة ورزكك م ن أزو جا وجعل مك م
ه يكفرون لل طل يؤمنون وبنعمت أ مب
٢١أفبأ
Artinya: “Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari
jenis kamu sendiri dan menjadikan anak cucu bagimu dari
pasanganmu. Serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah?”. (QS. An-Nahl (16): 72).86
85 Ibid, hlm. 31.
86 An-Nahl (16): 72.
61
Menurut ajaran Islam tujuan dilaksanakannya suatu pernikahan
adalah untuk mendapatkan keturunan yang shaleh dan shalehah agar
nantinya dapat terbentuk generasi yang berkualitas. Agar syari‟at Islam
dapat ditegakkan dalam suatu ruumah tangga, maka diperlukan pasangan-
pasangan yang ideal.
2. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
Perkawinan merupakan fitrah manusia yang dilakukan dengan
cara-cara yang telah diatur di undang-undang perkawinan dan beberapa
hukum agama, sehingga suatu hubungan menjadi sah dan halal, bukan
dengan cara yang diharamkan yang telah menyimpang dari ajaran agama.
3. Untuk membentengi akhlak yang luhur.
Sasaran utama dari syari‟at pernikahan adalah untuk membentengi
martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan
martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan
pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda
dan pemudi dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan.
4. Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
Islam membenarkan adanya perceraian, jika suami tidak sanggup
lagi menegakkan batas-batas Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
ل مك أن ثأخذوا م ن ولا ي حس ي ب مساك بمعروف أو جس
تن فا ق مر و مط
ي أ ا ءاثيذموهن ش ا م
فل جناح لوي لل ن خفت ألا يليما حدود أ
فا لل
أن يافا ألا يليما حدود أ لا
ۦ ثل ا فذدت به
ما فيما أ
لل فل ثعخدوها ومن يخعد حدود أ لل
ومون حدود أ م
كم ه أ ١١٤ فأوم
62
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah
SWT. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah SWT, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah SWT , maka
janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalimm.
(QS. Al-Baqarah(2): 229).87
Namun dibenarkan juga rujuk bila keduanya telah sanggup
menegakkan batas-batas Allah SWT. Pasal 1 undang-undang perkawinan
menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa, tujuan perkawinan dilihat sebagai perintah Allah SWT
untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan
mendirikan rumah yang damai dan teratur.88
5. Menjaga wujud manusia.
6. Mengarahkan penyaluran kebutuhan biologis.
7. Melindungi masyarakat dari dekadensi moral dan prilaku menyimpang.
8. Menumbuhkan perasaan kasih saying dan kebersamaan.
9. Menciptakan rasa kebapakan dan keibuan.89
87 Al-Baqarah (2): 229
88
Achmad Ichsan, Hukum Perkawinan Bagi yang beragama Islam, (Jakarta: PT Pradnya
Paramita, 1986), hlm. 30. 89
Muhammad Fu‟ad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: CV Cendekia Sentra
Muslim, 2002), hlm. 11-15.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
Perkawinan adalah satu mahligai yang indah bagi pasangan yang baru
menikah, menjadi kebiasaan di tengah masyarakat melaksanakan walimatul
„urs untuk memeriahkan hari perkawinan tersebut. Di Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat terdapat beberapa tradisi yang
dilaksanakan dalam upacara adat perkawinan suku Banjar, tradsi tersebut
dibagi kepada 3 tahap, yaitu pra nikah, prosesi nikah dan pasca nikah:
1. Pra Nikah
a. Upacara Peminangan/Bapara’
Upacara peminangan atau yang biasa disebut oleh Suku Banjar
dengan Bapara‟ dilakukan dalam tiga tahap. Tahap-tahap bepara‟
sebagaimana telah dipaparkan oleh bapak Abdul Aziz diantaranya adalah:
“Tahap pertama, yaitu keluarga pihak laki-laki datang kerumah
pihak mempelai pengantin perempuan yang dilakukan oleh orang
yang ditunjuk dari keluarga pihak laki-laki dengan maksud ingin
menanyakan si mempelai pengantin perempuan sudah ada yang
punya/melamar atau belum. Tahap kedua, jika lamaran telah
diterima, maka kedua belah pihak yakni keluarga pihak laki-laki
dan pihak perempuan merundingkan berapa jujuran atau hantaran
yang diminta oleh pihak keluarga perempuan. Serta menentukan
pengikat yang akan diberikan oleh pihak laki-laki dengan tujuan
sebagai tanda bahwa si perempuan sudah ada yang punya atau
melamar. Tahap ketiga, yaitu mengantar uang jujuran serta
menentukan waktu acara perkawinan dan resepsi. Ketiga tahap
tersebut diselingi waktu beberapa hari atau sesuai kesepakatan
64
antara kedua belah pihak, serta upacara tersebut selalu dihadiri oleh
ketua adat, tokoh agama, keluarga serta masyarakat setempat.”90
Jujuran adalah sejumlah uang yang diberikan oleh pihak laki-laki
kepada pihak perempuan. Jumlah jujuran biasanya ditentukan oleh pihak
pengantin perempuan. Kebanyakan uang jujuran yang ditetapkan
berdasarkan latar belakang status dan derajat perempuan tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Abdul Aziz bahwa:
“Adakalanya jujuran tersebut diminta dengan istilah seisi kamar,
artinya calon suami memberikan uang jujuran senilai dengan
barang-barang furniture untuk satu kamar penuh berisi ranjang,
kelambu, kasur dan lain-lain. Dalam kebiasaan masyarakat Banjar,
jujuran ini ikut menentukan berhasil tidaknya acara perkawinan
nantinya, dari segi jumlah tamu yang diundang, makanan yang
akan disajikan dan lain-lain yang berkaitan dengan acara
perkawinan tersebut. Besarnya jumlah jujuran kebanyakan telah
ditetapkan berdasarkan latar belakang perempuan seperti status dan
derajatnya.”91
Hal ini kadang kala menjadi penghalang serta mempersulit
lancarnya proses perkawinan karena besarnya jumlah jujuran yang diminta
oleh pihak perempuan.
b. Pemingitan Pengantin Perempuan
Setelah mendapatkan kesepakatan antara kedua belah pihak kapan
waktu acara perkawinan dan resepsi dilaksanakan, maka seminggu sebelum
dilaksanakannya resepsi si pengantin perempuan di pingit terlebih dahulu.
Yang mana didalam waktu seminggu pemingitan tersebut dilaksanakan
beberapa tradisi atau upacara untuk menghias pengantin perempuan yang
90
Wawancara dengan Bapak Abdul Aziz selaku Ketua Adat Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 19 April 2019. 91
Wawancara dengan Bapak Syahbana, selaku Tokoh masyarakat Desa Kempas Jaya
Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat, 20 April 2019.
65
dilakukan oleh para sesepuh, acara tersebut dihadiri oleh keluarga serta
masyarakat setempat yang ingin hadir dan dibuatkan jamuan makanan
hingga resepsi pernikahan. Upacara tersebut diantaranya:
1) Bagosok atau berlulur dengan sirih sekapur.
Berlulur atau yang biasa disebut orang Banjar dengan sirih
sekapur dilakukan tiga hari sebelum dilaksanakannya prosesi akad nikah.
Bahan-bahan untuk bagogok diantaranya:
- Sirih
- Kapur
- Kunyit
Tata cara bagosok diantaranya:
- Sirih sekapur tersebut di oleskan ke seluruh badan pengantin
perempuan hingga warnanya menjadi merah.
- dilanjutkan dengan olesan perahan air dari jeruk nipis hingga badan
pengantin tersebut berwarna kuning.
Pelaku Bagosok yaitu:
- 2 orang sesepuh
Tujuannya Bagosok yaitu:
- Untuk membuat pengantin menjadi lebih berseri ketika bersanding di
pelaminan.92
2) Betimung
92
Wawancara dengan Ibu Hj. Salamiah selaku Sesepuh Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 20 Maret 2019.
66
Betimung biasanya dilakukan malam ke-2 sebelum
dilaksanakannya akad nikah. Bahan untuk Betimung diantaranya:
- Daun sirih.
- Daun lengkuas
- Daun kunyit
- Daun pandan
Tata cara pelaksanaan Betimung diantaranya sebagai berikut:
- Semua bahan dedauan tersebut direbus hingga mendidih.
- Si pengantin duduk di kursi kecil menghadap air yang sudah direbus
sambil mengaduk pelan air hangat tersebut hingga keluar keringatnya.
- Selama proses tersebut si pengantin ditutup dengan tikar pandan,
selimut ataupun kain yang tebal.
Tujuan betimung adalah:
- untuk menghilangkan bau keringat, sehingga kedua mempelai berbau
wangi ketika bersanding.93
3) Mencukur alis
Mencukur alis pengantin perempuan dilakukan oleh dua orang
sesepuh yang dilaksanakan 1 hari sebelum akad nikah. Waktu untuk
mencukur alis telah ditentukan oleh sesepuh yakni ketika matahari telah
naik atau sekitar pukul 1 siang. Alat yang digunakan untuk mencukur alis
adalah adalah pisau silet dan piduduk. Piduduk adalah beberapa bahan-
93
Wawancara dengan Ibu Supiyah selaku Sesepuh Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 18 April 2019
67
bahan dapur yang dimasukkan kedalam piring yang diletakkan
berdekatan dengan pengantin perempuan pada waktu mencukur alis.
Isi dari piduduk tersebut diantaranya adalah:
- Beras
- Kelapa muda
- Gula
Bacaan ketika mencukur alis sebagaimana yang dikatakan oleh ibu
Hj Salamiah adalah: “Ketika mencukur alis tersebut diiringi dengan
bacaan Sirih kuning pinang condong ke mahkota mukanya putih kuning
naik sehari cahaya ke muka.”94
Mencukur alis pengantin perempuan bertujuan untuk membuat
sang pengantin menjadi lebih berseri serta sebagai tanda bahwa
perempuan tersebut telah bersuami atau sudah menikah.
2. Nikah
a. Prosesi Akad Nikah
Acara akad nikah merupakan sentral dari semua rangkaian kegiatan
upacara perkawinan. Sebab sah atau tidaknya perkawinan dua
mempelai ditentukan oleh upacara ini. Upacara akad nikah, harus sesuai
dengan syariat Islam dan merupakan barometer budaya Islami yang
diterapkan dalam sistem adat budaya dimanapun ia berada. Sebab
budaya Islam menerima budaya dari manapun asalnya sepanjang
94
Wawancara dengan Ibu Hj. Salamiah selaku Sesepuh Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 20 Maret 2019.
68
ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar
ajaran Islam.95
Pelaksanaan upacara akad nikah sebagaimana telah di paparkan
oleh Bapak H. M. Arifin bahwa:
“Acara akad nikah dalam budaya Banjar dimulai dengan bacaan
ayat suci Al-Qur‟an, kemudian dilanjutkan dengan khutbah nikah,
setelah itu pelaksanaan ijab qabul yang disaksikan oleh dua orang
saksi, masing-masing satu orang dari kedua belah pihak, acara ini
dilanjutkan dengan ceramah agama dan diakhiri dengan do‟a
nikah.”96
Selain itu, perilaku adat bagi orang Banjar pada saat acara akad
nikah untuk menolak dari perbuatan jahat (guna-guna), pada umumnya
mereka memberi cacak burung dengan kapur dan kunyit pada telapak kaki
calon pengantin.
Setelah acara ijab qabul selesai, maka dilanjutkan dengan
mengantar hantaran atau yang biasa disebut oleh orang Banjar dengan
Maantar Hahadap dari pihak pengantin laki-laki kerumah pengantin
perempuan. Sebagaimana yang dipaparkan oleh ibu Supiyah melalui
wawancara peneliti, beliau mengatakan bahwa:
“Acara maantar hahadap tersebut rombongan dari pihak laki-laki
membawa perlengkapan untuk mempelai perempuan yang
dibentuk atau dibungkus dan dihiasi dengan bingkisan yang indah.,
Perlengkapan tersebut dimulai dari baju, sepatu, sandal, tas,
kerudung dan lainnya. Setelah itu Hahadap tersebut diserah
terimakan oleh pihak pengantin laki-laki dan perempuan dengan
berbalaskan pantun oleh satu orang perwakilan dari masing-masing
95
Hj. Noorthaibah, Refleksi Budaya Muslim Pada Adat Perkawinan Budaya Banjar Di
Kota Samarinda, Fenomena Vol. IV No. 1, 2012
, hlm.24.
96 Wawancara dengan Bapak H. M. Arifin selaku Tokoh Agama Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 22 April 2019.
69
pihak pengantin. Hahadap tersebut biasanya dibeli dengan
sebagian dari uang jujuran.”97
3. Pasca Nikah
a. Upacara Mandi Pengantin
Upacara mandi pengantin mengandung arti memandikan calon
pengantin yang disertai dengan niat membersihkan diri agar menjadi
bersih dan suci lahir dan batin. Tujuan dari upacara mandi pengantin ini
berdasarkan wawancara peneliti dengan Ibu Hamidah yang mengatakan
bahwa:
“Upacara mandi pengantin bertujuan untuk menyucikan secara
jasmani dan rohani karena pada hari berikutnya calon mempelai
akan melaksanakan salah satu tugas suci dalam hidup di dunia,
yaitu menjalani mahligai perkawinan. Secara lahiriah, mandi
pengantin memang hanya menyucikan badan, tetapi makna yang
tersirat adalah bahwa calon mempelai siap untuk menyucikan diri
lahir dan bathin. Serta untuk membentengi pengantin dari berbagai
gangguan yang tidak di inginkan. jika tidak dipersiapkan
penangkalnya, dikhawatirkan kedua mempelai yang hendak
melangsungkan pernikahan akan terserang penyakit dan kehidupan
rumah tangganya kelak akan digoyahkan oleh berbagai macam
rintangan.”98
Waktu pelaksanaan prosesi mandi pengantin adalah sore hari
setelah prosesi akad nikah selesai. Perlengkapan upacara mandi pengantin
suku Banjar adalah sebagai berikut:
a. Air do‟a.
b. Mayang pinang.
c. Piduduk
97
Wawancara dengan Ibu Supiyah selaku Sesepuh Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 18 April 2019. 98
Wawancara dengan Ibu Hamidah selaku Sesepuh Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. TAnjung Jabung Barat Tanggal 20 April 2019.
70
d. Kain kemben dan kain berwarna kuning.
e. Wadai/kue 40 macam.
f. Kaca, lilin, sisir dan pupur/bedak.
Hal tersebut senada tersebut juga dikemukakan oleh ibu Hamidah bahwa:
”Pada saat mandi pengantin peralatan yang digunakan memang
didominasi oleh nilai-nilai adat seperti menggunakan mayang,
pupur dingin, cermin, lilin, rangkaian adat Banjar ini diwarnai
dengan ajaran Islam seperti melakukan sesuatu dengan Bismillah
dan shalawat.”99
Tata cara pelaksanaan upacara mandi pengantin dalam adat
perkawinan suku Banjar adalah sebagai berikut:
a. Kedua mempelai (pengantin laki-laki dan perempuan) masing-masing
memakai kain kemben dan dipakaikan kain kuning yang khusus
diletakkan di bahu pengantin perempuan.
b. Setelah itu kedua mempelai duduk di atas kursi, ditempat yang telah di
sediakan. Biasanya tempat prosesi mandi pengantin adalah didepan
atau disamping rumah yang bisa dilihat oleh masyarakat.
c. Kedua mempelai pengantin disiram dengan air do‟a oleh sesepuh yang
sudah dipercaya oleh masyarakat untuk melaksanakan rangkaian-
rangkaian upacara adat perkawinan, setiap siraman air selalu di iringi
dengan membaca Bismillah dan Shalawat.
d. Mayang pinang dipecah pada saat prosesi mandi bersamaan dengan
mengguyur air di atas kepala pengantin dan si pengantin harus
meminum air tersebut secara perlahan-lahan.
99
Wawancara dengan Ibu Hamidah selaku Sesepuh Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. TAnjung Jabung Barat Tanggal 20 April 2019.
71
e. Setelah selesai prosesi mandi pengantin, kain kemben kedua mempelai
yang telah basah diganti dengan kain yang kering.
f. Kain kemben yang basah tersebut dibuang ke atas atap rumah. Hal
tersebut bertujuan untuk menaikkan seri pengantin dan membuang sial
ataupun hal-hal buruk.
g. Kedua mempelai dibawa masuk kedalam rumah dan duduk di atas
tumpukan beberapa helai kain yang telah disusun, mempelai pengantin
perempuan dihias dengan dipupuri dengan pupur dingin/basah, disisiri
rambutnya serta dikelilingi cermin dan lilin dengan 7 kali keliling.
h. Kedua mempelai mencicipi 40 macam kue yang telah disediakan.
i. Pembacaan do‟a.100
b. Upacara Batamat atau Khatamul Qur’an
Upacara Batamat merupakan upacara menamatkan bacaan ayat-
ayat suci Al-Qur‟an oleh mempelai pengantin. Pembacaan Khatamul
Qur‟an ini dapat diwakilkan oleh saudara ataupun kerabat keluarga
pengantin yang sudah mengkhatamkan membaca Al-Qur‟an tiga puluh juz.
Bagi masyarakat Banjar yang termasuk kuat dalam beragama, maka
biasanya seorang gadis sudah pernah membaca Al-Quran sebanyak tiga
puluh juz. Upacara pembacaan Khatamul Qur‟an ini bersifat religius
Islami sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas datangnya jodoh
serta harapan semoga rumah tangganya senantiasa atas petunjuk Al-
100
Wawancara dengan Ibu Hj. Salamiah selaku Sesepuh Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 2 Mei 2019.
72
Qur‟an. Waktu pelaksanaan Batamat atau Khatamul Qur‟an biasanya
dilaksanakan pada malam hari setelah selesainya prosesi akad nikah.
Adapun gambaran pelaksanaan khatamul Qur‟an berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan bapak H. M. Arifin yang mengatakan bahwa:
“Pada acara Batamat/Khatamul Qur‟an, pengantin membaca Al-
Quran dari surah Ad-Dhuha sampai surah An-Naas dilanjutkan
dengan surah Al-Fatihah dan lima ayat surah Al-Baqarah. Dan
yang bisa melaksanakan Batamat Al-Quran ini hanya orang-orang
yang benar-benar telah tamat membaca 30 juz Al-Qur‟an .
Biasanya ada lakatan dan telor yang dihias membentuk gunungan
kecil. Telor tersebut akan dibagikan kepada semua undangan yang
hadir pada acara Batamat/Khatamul Qur‟an tersebut.”101
Setelah selesai Batamat/Khatamul qur‟an, dilanjutkan dengan
membaca habsyi dan shalawat yang diiringi dengan alunan gendang yaitu
kesenian hadrah.
c. Acara Resepsi Perkawinan
Upacara ini merupakan puncak acara dari semua rangkaian upacara
adat perkawinan Banjar. Pada hari resepsi perkawinan ini pengantin laki-
laki dan wanitanya dipersandingkan ditempat pelaminan dengan
disaksikan oleh para tamu yang ada. Acara ini merupakan persaksian oleh
masyarakat bahwa kedua mempelai ini telah resmi diikat dalam tali
pernikahan yang sah. Sehingga semua kewajiban yang berkaitan dengan
kerumahtanggaan dimulai sejak saat selesainya upacara tersebut.
Bagi orang Banjar biasanya upacara dimulai dari pembacaan tahlil
dan do‟a kemudian menghidangkan makanan kepada para tamu undangan.
101
Wawancara dengan Bapak H. M. Arifin selaku Tokoh Agama Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat Tanggal 22 April 2019.
73
Setelah itu, pengantin laki-laki di arak bersama para rombongan datang
kerumah pengantin perempuan yang di iringi pembacaan shalawat dan
alunan gendang dari kesenian hadrah, hal ini biasa disebut orang Banjar
dengan Baarak. Pengantin laki-laki disambut oleh pihak dari pengantin
perempuan dengan bacaan shalawat Nabi Muhammad SAW dan tarian
Sekapur Sirih serta ditaburi dengan beras kuning. Setelah masuk kedua
mempelai dipersandingkan dipelaminan. Acara dilanjutkan dengan sujud
kepada kedua orang tua sambil berfhoto bersama. Hal tersebut berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan bapak Syahbana, beliau mengatakan
bahwa:
”Acara perkawinan atau resepsi perkawinan pada adat Banjar
dimulai dengan pembacaan tahlil dan do‟a, kemudian
menghidangkan makanan kepada tamu undangan. Pada saat itu
pengantin perempuan sudah mengenakan pakaian adat pengantin
sambil menunggu mempelai laki-laki, tidak berapa lama mempelai
laki-laki datang dengan rombongan pengantar pengantin.
Sesampainya di depan rumah mempelai perempuan, mempelai
laki-laki disambut dengan shalawat 3 kali dan dijawab oleh semua
yang mendengar dan disambut juga dengan taburan beras kuning.
Kemudian kedua mempelai dipersandingkan dipelaminan serta
dilanjutkan dengan sujud kepada kedua orang tua, berfhoto
bersama dan berdoa.”102
Acara resepsi perkawinan suku Banjar biasa nya tidak lupa dengan
suatu hiburan yaitu orgen tunggal, yang mana kadang kala para pengisi
acaranya yang membuka aurat, Hal ini menjadi kebiasaan adat perkawinan
di desa tersebut dengan tujuan untuk memeriahkan acara perkawinan.
102
Wawancara dengan Bapak Syahbana, selaku Tokoh Masyarakat Desa Kempas Jaya
Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat, Tanggal 20 April 2019.
74
Hal ini juga dikuatkan dengan hasil observasi peneliti pada acara
resepsi perkawinan yang dilaksanakan oleh keluarga bapak Amat dan Ibu
Jamilah yang dilaksanakan di Dusun Teluk Kempas Desa Kempas Jaya
Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada hari Minggu
Tanggal 09-09-2019.103
B. Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat dalam Perspektif Hukum Islam.
Secara umum, tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi hajat
manusia dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Adapun setiap kelompok
masyarakat tidak akan lari dari hukum adat masing-masing suku atau
kelompok sejak turun temurun dari nenek moyang mereka hingga sekarang,
begitu juga dengan masyarakat suku Banjar. Namun, yang menjadi
permasalahnnya adalah di kalangan mayarakat beragama Islam khususnya.
Pandangan hukum adat yang dilestarikan di lingkungan masyarakat tersebut
berlandaskan dengan hukum Islam atau sebaliknya.
Penulis akan mencoba melihat hukum adat yang dilestarikan hingga
saat ini dalam perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat tersebut berlandaskan syari‟at Islam atau
sebaliknya. Karena hasil daripada lapangan di Desa Kempas Jaya, mayoritas
masyarakat disana merupakan masyarakat yang beragama Islam sepenuhnya.
Ini terbukti karena di Desa Kempas Jaya terdapat beberapa masjid untuk
103
Observasi Acara Resepsi Perkawinan di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab.
Tanjung Jabung Barat, 09-09-2019.
75
tempat beribadah dan mereka mengakui agama yang mereka anuti adalah
agama Islam.
Adat perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya diawali dengan
upacara peminangan atau bapara‟ seperti yang telah dibahas di atas, terdapat
beberapa adat yang dilakukan ketika prosesi dilangsungkan. Peminangan atau
bapara‟ sebagaimana pendahuluan pernikahan lainnya adalah sebuah cara dari
masing-masing pihak (suami-istri) untuk saling mengenal diantara
keduanya.104
Khitbah atau peminangan di dalam Islam adalah permintaan seorang
laki-laki untuk menguasai seorang wanita tertentu dari keluarganya dan
bersekutu dalam urusan kebersamaan hidup. Atau dapat diartikan pula,
seorang laki-laki menampakkan kecintaannya untuk menikahi seorang wanita
yang halal dinikahi secara syara‟. Adapun pelaksanaannya beragam,
adakalanya peminang itu sendiri yang meminta langsung kepada yang
bersangkutan atau melalui utusan seseorang yang dapat dipercaya untuk
meminta orang yang dikehendaki.105
Hal ini seragam dengan tata cara peminangan atau khitbah dalam adat
perkawinan suku Banjar, yang mana peminangan atau yang disebut oleh orang
Banjar dengan bapara‟ tersebut diwakili oleh orang tua ataupun keluarga laki-
laki untuk menyatakan hasrat untuk melamar perempuan pilihannya.
104
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jilid 9, (Jakarta: Gema Insani, 2011),
hlm. 21. 105
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 8.
76
Ketika acara bapara‟ atau meminang pada tahap kedua, seperti yang
telah penulis bahas diatas. Maka kedua belah pihak merundingkan berapa
jujuran yang harus dibayar oleh pihak laki-laki. Jujuran adalah sejumlah uang
yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Jujuran berbeda
dengan mahar, mahar dalam Islam sepenuhnya menjadi hak mempelai wanita,
sedangkan jujuran bukan hak milik sepenuhnya untuk mempelai wanita
seperti halnya mahar, selain itu jujuran tidak disebutkan ketika ijab Kabul,
namun mahar hukumnya sunnah disebutkan ketika akad nikah. Hal ini juga
ditegaskan dalam Pasal 32 Bab V Kompilasi Hukum Islam tentang mahar
yaitu:
“Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak
itu menjadi hak pribadinya”106
Mahar dalam nikah itu hukumnya wajib dan menyebutkan dalam akad
itu sunnah, dan jika dia tidak menyebutkan dalam akad, maka akadnya sah dan
menjadi hak bagi perempuan dan didalamnya terdapat aturan hukum Allah.107
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa: 4) :
نه هفسا فك ء م ن طب مك عن ش فا ل تن ن ساء صدك من
و هني وءاثوا أ ري ٩ا ا م
Artinya: “Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan
senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa‟ (4): 4).108
106
Kementrian Agama RI, Kompilasi Hukum Islam, 2018. 107
Fathin Masyhud dan Ida Husnur Rahmawati, Fikih Wanita 2, (Jakarta: Pustaka As-
Sunnah, 2011), hlm. 479. 108
An-Nisa‟ (4): 4.
77
Setiap ajaran Islam disyari‟atkan, pasti didasarkan pada kemudahan,
tidak memberatkan dan tidak pula menyulitkan bagi pelakunya. Penikahan
dilaksanakan tidak lain hanyalah untuk melaksanakan sunnatullah. Dan
melaksanakan perintah yang telah ditetapkan Allah sejak zaman azali.109
Oleh
karena itu, unsur mempersulit yang berkaitan dengan urusan pembayaran
jujuran yang mahal adalah sesuatu yang sangat bertentangan dengan syari‟at
Islam. Didalam Al-Qur‟an telah ditegaskan bahwa:
ين من حرج ل جذبىك وما جعل لويك ف أ
ۦ هو أ اد حق ج لل
هدوا ف أ جذبىك وما جعل وج
هو أ
هي هو سى بر أبيك ا ل ين من حرج م ل
سول لويك ف أ مر
ذا ميكون أ ممسومي من كبل وف ه
ك أ
عخصموا ب نوة وأ مز
ووة وءاثوا أ مص
مناس فأكيموا أ
ا لويك وحكوهوا شهداء لى أ فنعم شهيد هو مومىك لل
أ
منصر ممول وهعم أ
٢٧ أ
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah SWT) telah menamai kamu
sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam
(al-Qur‟an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan
supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu
pada tali Allah SWT. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-
baik pelindung dan sebaik-sebaik pelindung”. (QS.Al-Hajj (22) :
78.)110
Adat perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya sudah menjadi
suatu tradisi yang harus dilaksanakan bagi pengantin perempuan dihias dengan
dicukur sebagian alisnya. Berdasarkan beberapa pendapat para ulama, ada
109
A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Mitra Pusaka
2005), hlm. 136. 110
Al-Hajj (22) : 78
78
baiknya tradisi mencukur alis tersebut lebih baik dihindari atau tidak
dilakukan sama sekali. Dalam hadits shahih riwayat Ibnu Mas‟ud, bahwasanya
Rasulullah bersabda:
ه كا ل:وعن ابن مسعود اه ات واام م امواش خوشات عن الل جات نوحسن مس صات واممخفو واممخنم
اممغر صى الل لويه وسل )مذفق لويه( ثعال,,وكال: مامىى لاأمعن من معن ات خوق الل رسول الل
Artinya: “Dan dari Ibnu Mas‟ud ra, bahwa sesungguhnya ia berkata: Allah
melaknat perempuan-perempuantukang tato dan yang minta ditato,
yang mencabut rambut dahi dan yang menjarangkan gigi untuk
kecantikan, yang mengubah ciptaan Allah. Dan ia berkata: Apakah
aku tidak boleh melaknat orang yang dilaknat oleh Rasul Allah
saw?”. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim).111
Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai menggosok dan
mencukur alis, ulama Maliki dan ulama syafi'i berpendapat bahwa menggosok
itu semakna dengan mencabut. Sedangkan ulama Hambali memperbolehkan
menggosok dan mencukur, dan yang dilarang adalah mencabut. Mayoritas
ulama berpendapat bahwa mencabut rambut wajah selain dua alis itu juga
masuk dalam namsh (mencabut alis) sedangkan ulama Maliki dalam pendapat
mu'tamad mereka, Abu Daud Al-Sijistani, dan sebagian ulama tiga madzhab
lainya berpendapat tidak masuk kategori namsh.112
Ulama fiqih sepakat bahwa larangan namsh (mencabut alis) pada hadis
di atas itu arahnya pada keharaman. Namun imam Ahmad dan lainnya
menganggap bahwa larangan tersebut diarahkan pada kemakruhan. Mayoritas
ulama mengatakan bahwa larangan dalam hadits tersebut sifatnya tidak umum.
111
Mu‟ammal Hamidy, Imron dan Umar, Terjemahan Nailul Authar, (Kuala Lumpur:
Victory Agencei, 1994), hlm. 2264. 112
Mausu‟ah Fiqhiyah quwaitiyah juz 15, hlm. 692.
79
Ibnu Mas'ud dan Ibnu Jarir At-Thabari mengatakan sifatnya umum, dan
mencabut alis haram bagaimanapun keadaannya. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa tidak diperbolehkan mencabut alis bagi orang yang belum
menikah. Sebagian berpendapat bahwa diperbolehkan bagi mereka ketika ada
hajat seperti untuk berobat atau karena termasuk aib, selama tidak ada unsur
menipu orang lain.113
Imam Al-'Aduwi mengatakan bahwa larangan tersebut diarahkan
kepada orang yang dilarang memakai perhiasan, seperti orang yang suaminya
meninggal atau menghilang. Adapun perempuan yang sudah bersuami maka
mayoritas ulama fiqih berpendapat diperbolehkan mencabut alis ketika diizini
oleh suami atau adanya qarinah yang menunjukan izin, karena hal tersebut
termasuk berhias, sedangkan berhias itu dianjurkan karena pernikahan. Dan
wanita diperintah oleh Syara' agar berhias untuk suaminya. Sedangkan ulama
Hambali berkata bahwa tidak diperbolehkan mencabut sekalipun sudah
bersuami. Yang diperbolehkan hanya memotong dan mencukur. Berbeda
dengan Ibnu Al Jauzi, ia memperbolehkannya.114
Adapun rukun dan syarat akad nikah dalam masyarakat suku Banjar di
Desa Kempas Jaya berkesesuaian dengan hukum Islam, yaitu mempelai laki-
laki, mempelai perempuan, wali, saksi dan ijab Kabul. Menurut Imam Malik
yang dikutip oleh Asyhab, sesungguhnya tidak ada nikah tanpa wali dan
sesungguhnya wali adalah salah satu syarat sahnya nikah. Imam Syafi‟I setuju
113
Ibid 114
Ibid, hlm. 693.
80
dengan pendapat ini.115
Menurut pendapat Imam Syafi‟I dan Hanbali,
pernikahan tidak sah jika tidak disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang
adil.
Menurut Imam Syafi‟I akad nikah hanya bisa terjadi dengan kata
“nikah” atau “tazwij”. Ulama-ulama yang menyamakan akad nikah dengan
akad-akad lainnya yang membutuhkan niat sekaligus kata khusus, mereka
mengatakan bahwa akad nikah baru disebut sah jika menggunakan kata nikah
atau kata tazwij.116
Setelah akad nikah, dalam tradisi adat perkawinan suku Banjar
dilanjutkan dengan tradisi mandi pengantin dengan menggunakan kain
kemben yang mana pelaksanaannya dilakukan di hadapan umum hingga
terbukanya sebagian aurat pengantin perempuan. Hal ini jelas bertentangan
dengan hukum Islam.
Setelah selesai melangsungkan akad nikah, di dalam Islam hendaklah
melaksanakan walimah atau yang biasa disebut resepsi perkawinan. Berapa
besarnya atau kecilnya walimah itu tidak ada ketentuannya. Yang afdhal ialah
menurut kadar yang layak dan sesuai dengan keadaan suami sendiri.
Rasulullah bersabda:
حن " معبد امر لويه وسل "اومم وموبشاةكال صى الل
115
Syaikh Al-„Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Madzhab, (Bandung: Hasyimi, 2010), hlm. 345. 116
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nahayatul Muqtashid, Buku II Jilid 3 & 4,
(Jakarta: Akbarmedia, 2013), hlm. 58.
81
Artinya: Nabi SAW bersabda kepada Abdurrahman: “Adakanlah walimah,
walaupun dengan seekor kambing”. (HR. Ahmad, Bukhari dan
Muslim).117
Sabda Rasulullah diatas dalam kata “walaupun dengan seekor
kambing” maksudnya adalah untuk menyatakan sedikit, berdasarkan sabda
Rasulullah SAW:
ا من حديد ومو خاثم
Artinya: “Walaupun berupa cincin dan besi”
Hadits tersebut tidak diragukan gunanya untuk menyatakan sedikit.
Sementara sebagian ulama berpendapat bahwa sabda beliau “walaupun”,
gunanya untuk menyatakan banyak dan bahwasanya tidak disunnahkan
mengadakan walimah dengan lebih dari seekor domba. Tetapi yang shahih
adalah kata itu untuk menyatakan sedikit. Hanya saja jumlahnya berbeda-beda
sesuai dengan keadaan. Adapun batas minimalnya adalah yang dapat disebut
sebagai makanan hingga walaupun dengan minuman. Seandainya orang-orang
sudah terbiasa bahwa kopi itu adalah walimatul „urs, maka tidak dilarang.
Hanya saja walimatul „urs berbeda-beda sesuai dengan keadaan suami.118
Namun, berbeda halnya dengan walimatul „urs adat Suku Banjar yang
ada di Desa Kempas Jaya, walimatul „urs dilaksanakan dengan
menghidangkan jamuan makanan dari tujuh hari sebelum resepsi perkawinan.
Jamuan makanan tersebut dibuat dengan porsi yang sangat banyak hingga
terkadang menjadi mubazir.
117
Mu‟ammal Hamidy, Imron dan Umar, Terjemahan Nailul Authar,…. hlm. 2242. 118
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Shahih Fiqh Wanita….hlm. 325.
82
Tradisi lain yang dilestarikan oleh masyarakat Suku Banjar di Desa
Kempas Jaya adalah ketika diadakannya resepsi perkawinan adalah acara
memukul alat-alat bunyian seperti hadrah atau orgen tunggal untuk menghibur
para tamu yang hadir, untuk memeriahkan pengantin dan sebagai tanda untuk
mengumumkan pernikahan. Sedangkan Rasullullah bersabda di dalam
Haditsnya:
عنا عن امنب كال : "ألونوا هذا امنكح واضبوا لويه صى الل لويه وسل وعن لائشة رض الل
بمغربل" روا ابن مجه
Artinya: Dan dari Aisyah ra, dari Nabi SAW, ia bersabda: “Umumkanlah
pernikahan ini dan pukullah rebana”. (HR Ibnu Majah). 119
Masalah nyanyian dalam Islam, baik dengan musik maupun tanpa alat
musik merupakan masalah yang diperdebatkan oleh para fuqaha‟ kuam
muslimin sejak zaman dulu. Mereka sepakat haramnya nyanyian yang
mengandung kekejian, kefasikan, dan menyeret seseorang kepada
kemaksiatan, karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jika memang
mengandung ucapan-ucapan yang baik, dan jelek apabila berisi ucapan yang
jelek . Sedangkan setiap ucapan yang menyimpang dari adab Islam adalah
haram. Mereka juga sepakat tentang diperbolehkannya nyanyian yang baik
pada acara-acara gembira, seperti pada resepsi pernikahan, saat menyambut
kedatangan seseorang, dan pada hari-hari raya. Mengenai hal ini banyak hadits
yang shahih dan jelas.120
119
Mu‟ammal Hamidy, Imron dan Umar, Terjemahan Nailul Authar,….hlm.2258. 120
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani, 1996), hlm. 866.
83
Mereka berbeda pendapat mengenai nyanyian selain itu (pada-
kesempatan-kesempatan lain). Di antara mereka ada yang memperbolehkan
semua jenis nyanyian, baik dengan menggunakan alat musik atau tidak.
Bahkan dianggapnya mustahab. Sebagian lagi tidak memperbolehkan
nyanyian yang menggunakan musik tetapi memperbolehkannya bila tidak
menggunakan musik adapula yang melarangnya sama sekali, bahkan
menganggapnya haram.121
Dari berbagai pendapat tersebut, Yusuf Qardhawi cenderung
berpendapat bahwa nyanyian adalah halal, karena asal segala sesuatu adalah
halal selama tidak ada nash shahih yang mengharamkannya. Kalaupun ada
dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, adakalanya dalil itu sharih (jelas)
tetapi tidak shahih, atau shahih tetapi tidak sharih. Namun, nyanyian dapat
dikatakan halal jika memenuhi syarat-syarat dibawah ini:
1. Tema atau isi nyanyian harus sesuai dengan ajaran dan adab Islam.
2. Penampilan penyanyi juga harus dipertimbangkan. Kadang-kadang syair
suatu nyanyian tidak kotor, tetapi penampilan biduan/biduanita yang
menyanyikannya ada yang sentimental, bersemangat, ada yang bermaksud
membangkitkan nafsu dan menggelorakan hati yang sakit, memindahkan
nyanyian dari tempat yang halal ke tempat yang haram, seperti yang
didengar banyak orang dengan teriakan-teriakan yang tidak sopan.122
Etika menghadiri undangan jelas diterangkan bahwa bila dalam
pelaksanaan walimah pernikahan sudah dapat dipastikan ada perbuatan
121
Ibid.
122
Ibid, hlm.871.
84
maksiat, maka tidak perlu menghadiri. Yang demikian, berarti ada udzur
syar‟i. Misalnya dalam resepsi ada hiburan, sedangkan para pemainnya tampil
mengumbar aurat, maka tidak perlu dihadiri.123
Seperti yang telah menjadi
kebiasaan masyarakat Suku Banjar di Desa Kempas Jaya ketika acara resepsi
pernikahan tidak lupa hiburan organ tunggal yang mana penyanyinya
kebanyakan tampil mengumbar aurat. Hal ini jelas mengundang maksiat bagi
yang hadir menyaksikan. Jika hiburan tersebut ditinggalkan maka acara
tersebut menjadi kurang meriah.
Ditinjau dari segi keabsahannya, „urf dapat pula dibagi menjadi dua
bagian, yaitu „urf shahih dan „urf fasid.‟Urf shahih adalah „urf yang baik dan
dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara‟.124
Seperti acara
peminangan atau bepara‟ dalam adat Suku Banjar di Desa Kempas Jaya,
prosei akad nikah, acara betamat atau khatamul qur‟an, mengumumkan
pernikahan dengan memukul rebana. Adapun „urf fasid yaitu „urf yang tidak
dapat diterima, karena bertentangan dengan syara‟. Seperti dalam adat
perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas Jaya yaitu uang hantaran/jujuran
yang terlalu tinggi sehingga kadang kala mempersulit lancarnya proses
perkawinan, mandi pengantin dihadapan umum hingga terbukanya sebagian
aurat pengantin perempuan, menghias pengantin dengan cara mencukur
alisnya dan menyediakan hiburan yang menimbulkan maksiat karena pengisi
acaranya yang mengumbar aurat.
123
Al-Mudjaab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Mitra Pusaka,
2015), hlm. 149. 124
Ibid, hlm. 339.
85
Dalam analisis penulis dapat menyimpulkan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel X
Pelaksanaan Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat.
Pra Nikah Nikah Pasca Nikah
Upacara
peminangan/bapara‟
Prosesi akad nikah Upacara mandi
pengantin
Pemingitan pengantin
perempuan yaitu begosok
atau berlulur dengan
sekapur sirih, betimung,
mencukur alis
- Upacara
betamat/khatamul
Qur‟an.
-
-
Acara resepsi
perkawinan
Tabel XI
Persamaan Hukum Islam dengan Hukum Adat Banjar tentang Adat Perkawinan.
Perkara Hukum Islam Hukum Adat Suku Banjar
Tata cara melamar Mengungkapakn perasaan
cinta secara terang-
terangan dan adakalanya
secara sindiran
Diwakili oleh orang tua
ataupun keluarga laki-laki
untuk menyatakan hasrat
untuk melamar
perempuan pilihannya.
Syarat dan rukun akad
nikah
Rukun nikah diantaranya
mempelai laki-laki,
mempelai perempuan,
wali, saksi dan ijab Kabul
Rukun nikah diantaranya
mempelai laki-laki,
mempelai perempuan,
wali, saksi dan ijab
Kabul.
Memukul rebana atau
hadrah
Memukul rebana dengan
tujuan mengumumkan
pernikahan
Memukul gendang yaitu
kesenian hadrah dengan
tujuan untuk
mengumumkan
pernikahan
86
Tabel XII
Perbedaan Hukum Islam dengan Hukum Adat Banjar tentang Adat Perkawinan.
Perkara Hukum Islam Hukum Adat Suku Banjar
Menghias pengantin
perempuan
Berdandan hanya untuk
dihadapan suami
Wajib berhias atau
berdandan dengan
mencukur atau mencabut
alis untuk tontonan orang
banyak
Walimatul „urs Sesuai kadar kemampuan
laki-laki
Menghidangkan makanan
terlalu banyak hingga
mubazir dan
menyediakan hiburan
yang menimbulkan
maksiat karena pengisi
acaranya yang
mengumbar aurat
87
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada bagian akhir dari penulisan skripsi ini, penulis akan memberikan
beberapa kesimpulan sebagai titik akhir dari uraian dan bahasan pada masalah
yang penulis kemukakan. Setelah penulis mengadakan dan penganalisaan data
dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan adat perkawinan suku Banjar di desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat dilaksanakan dalam tiga tahap,
tahap pertama yaitu pra nikah yang diawali dengan peminangan atau
bapara‟ dari pihak laki-laki yang datang kerumah pihak perempuan untuk
menyatakan keinginan melamar. Kemudian dilanjutkan dengan pengantin
perempuan yang dipingit dihitung selama seminggu sebelum diadakannya
resepsi perkawinan, yang mana selama masa pemingitan pengantin
perempuan maka dilaksanakan acara menghias pengantin perempuan oleh
beberapa orang sesepuh diantaranya acara bagosok/berlulur, betimung dan
mencukur alis. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap prosesi akad nikah,
kemudian tahap ketiga yaitu pasca nikah yaitu acara mandi pengantin dan
di akhiri dengan resepsi perkawinan.
2. Adat perkawinan suku Banjar yang dilaksanakan di Desa Kempas Jaya
Kec. Senyerang Kab. Tanjung Barat sebagian upacara-upacara tersebut
tidak sejalan dengan tuntutan syara‟, seperti uang hantaran/jujuran yang
terlalu tinggi sehingga kadang kala mempersulit lancarnya proses
perkawinan, menghias pengantin perempuan dengan cara mencukur alis,
upacara mandi pengantin dengan menggunakan kain kemben yang
dilaksanakan di depan banyak orang, sehingga sebagian auratnya terlihat
oleh masyarakat yang hadir, hal tersebut jelas-jelas dilarang oleh agama
serta menyediakan hiburan yang kadangkala pengisi acaranya yang
mengumbar aurat hingga dapat menimbulkan maksiat. Sementara itu, yang
sejalan dengan syari‟at adalah upacara meminang/bapara‟, prosesi akad
nikah, betamat/khatamul qur‟an serta mengumumkan pernikahan dengan
memukul rebana
B. SARAN-SARAN
1. Hendaknya para ulama, tokoh masyarakat serta ketua adat memberikan
pemahaman kembali kepada masyarakat bahwa perkawinan yang
mengikut adat yang bertentangan dengan syari‟at harus dihilangkan agar
tidak berlaku dan menjadi ikutan budaya yang berkepanjangan dan
diteruskan hingga masa kini sehingga bisa meluruskan pemahaman
sebelumnya yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat. Peran aktif
ulama, tokoh masyarakat dan ketua adat sangat penting dalam melakukan
pembaharuan ini sehingga mudah diterima oleh masyarakat.
2. Para muda-mudi dan masyarakat hendaknya memperkaya pengetahuan
keagamaan, dengan tidak hanya mengkaji isu-isu kontemporer, tetapi juga
hal yang sudah mentradisi dalam masyarakat, sehingga tidak hanya
mengikuti sesuatu yang sudah ada tanpa mengetahui dasar hukumnya.
Dapat menentukan mana adat yang dapat dilestarikan dan mana yang
tidak, sehingga dapat menjadi penerus agama yang dapat membangun
kehidupan bermasyarakat.
3. Demi terciptanya rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah,
maka bagi pasangan yang akan menikah hendaknya mempertimbangkan
hal-hal yang akan menghalangi tercapainya sebuah tujuan perkawinan
yang memang hal tersebut dibenarkan syara‟ dan bukan pertimbangan
khalayak menurut tradisi masyarakat saja.
C. KATA PENUTUP
Demikian uraian pembahasan yang dapat dikemukakan dalam rangka
penyusunan skripsi yang berjudul “Adat Perkawinan Suku Banjar di Desa
Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat dalam
Perspektif Hukum Islam”. Dengan selesainya tugas penulis dalam rangka
penyusunan skripsi ini, bukan berarti penulis merasa sempurna dari apa yang
diperoleh dan apa yang didapati. Tetapi penulis masih banyak merasa
kekurangan, baik dalam penyajian maupun dalam tata penyusunan yang masih
jauh dari yang diharapkan atau tidak sesuai dengan maksud dan perasaan
seseorang maupun golongan, untuk itu penulis mohon dimaafkan.
Akhir kata, penulis mengucapkan Alhamdulillah dengan taufiq dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini,
walaupun banyak mengalami rintangan dan hambatan, namun dengan inayah
dan hidayah-Nya jualah dapat penulis atasi dengan kemampuan yang ada.
Untuk itu, penulis berdo‟a kehadirat Ilahi dan berharap kehadiran
skripsi ini dapat memberi manfaat untuk perkembangan ilmu agama,
masyarakat, nusa dan bangsa. Disamping itu, penulis berharap tegur sapa serta
kritikan yang sifatnya membangun, agar penulisan skripsi ini dapat sampai ke
tahap yang dikehendaki. Mudah-mudahan kita semua mendapat hidayah,
petunjuk dan keridhoan Allah SWT, Aamiin Yaa Robbal „Aalamiin.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Bandung: Jumanatul „Ali/Art (J/Art), 2004.
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Jakarta: AMZAH, 2009.
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab, Jakarta: Darul Ulum Press,
2008.
Abu Hafsah Usamah, Panduan Lengkap Nikah (Dari “A Sampai “Z”),
Jakarta: Ibnu Katsir, 2006.
A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya, Yogyakarta: Mitra
Pusaka, 2005.
A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Jakarta: PT Raja grafindo, 2010.
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press,
1999.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2008.
Dede Rosyada, Hukum Sosial dan Pranata Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999.
Fathin Masyhud dan Ida Husnur Rahmawati, Fikih Wanita 2, Jakarta: Pustaka
As-Sunnah, 2011.
Hasan Basri Agus, Ikhtisar Adat Melayu Jambi, Jambi, 2004.
Hilman Hadikesuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung: Mandar Maju,
2007.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2003.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nahayatul Muqtashid, Buku II Jilid 3 &
4, Jakarta: Akbarmedia, 2013.
Imam Gunawan, metode penelitian kualitatif teori & praktik, Cet. ke-3
Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Disertasi
Bandung : Alfabeta, 2017.
Iskandar, Metodologi penelitian pendidikan dan sosial (kuantitatif dan
kualitatif). Jambi : Gp Pres, 2008.
KH. Kahar Masyhur, Terjemah Bulughul Maram, Jakarta: PT Rineka Cipta,
1992.
Kementrian Agama RI, Kompilasi Hukum Islam.
Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-
Metode Baru, Jakarta: UIP, 1992.
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002.
Mausu‟ah Fiqhiyah quwaitiyah juz 15
Mu‟ammal Hamidy, Imron dan Umar, Terjemahan Nailul Authar, Kuala
Lumpur: Victory Agencei, 1994.
Muhammad Bushar, Azaz-azaz Hukum Adat Suatu Pengantar, Jakarta: PT
Balai Pustaka, 2003.
Muhammad Fu‟ad Syakir, Perkawinan Terlarang, Jakarta: CV Cendekia
Sentra Muslim, 2002.
Nasrun Harun, Ushul Fiqh I, Jakarta: Logos, 1996.
Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia,
Jakarta: INIS, 1998.
Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Refisi), Jambi : Syariah Press,
2014.
Siska Lis Sulistiani, Hukum Perdata Islam: Penerapan Hukum Keluarga dan
Hukum Bisnis Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2002.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif R&D, Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2014.
Syaikh Al-„Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Madzhab, Bandung: Hasyimi, 2010.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Ultsaimin, Shahih Fiqh Wanita, Jakarta:
Akbar Media, 2013.
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2009.
Usman, Pedoman Mu‟amalat dan Munakahat, Singapura: Pustaka Nasional
Pte Ltd, 2001.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani, 1996.
B. Lain-lainnya
Dokumentasi, Arsip Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung
Barat, 2019.
Observasi Acara Resepsi Perkawinan di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang
Kab. Tanjung Jabung Barat
Hj. Noorthaibah, Refleksi Budaya Muslim Pada Adat Perkawinan Budaya
Banjar di Kota Samarinda, Fenomena Vol. IV No. 1, 2012
.
Masthura, Islam dan Pernikahan Adat Banjar, Studi Makna Simbolis Dalam
Upacara Pernikahan Adat Banjar di Banjarmasin, (Fakultas Syari‟ah
Institut Agama Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2001).
Nor Fadhillah, Tradisi Maantar Jujuran dalam Perkawinan Adat Banjar
Perspektif Konstruksi Sosial (Studi Kasus di Desa Keramat Kec. Haur
Gading Kab. Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan, (Jurusan Al-
Ahwal Al-Syakhshiah Pascasarjana Universitas Islam Negri Maulana
Malik Ibrahim Malang 2017).
Siti Andasah, Adat Perkawinan Mayarakat Jawa Desa Parit Barokah Kec.
Mendahara Tengah Kab. Tanjung Jabung Timur Dalam Pandangan
Hukum Islam, (Jurusan Perbandingan Madzhab Fakultas Syari‟ah
Universitas Islam Negri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 2014).
Wawancara dengan Ibu Siti Aminah selaku Kepala Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
Wawancara dengan Bapak H.M.Arifin selaku Tokoh Agama Desa Kempas
Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
Wawancara dengan Bapak Abdul Aziz selaku Ketua Adat Desa Kempas Jaya
Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
Wawancara dengan Bapak Hasbana selaku tokoh masyarakat Desa Kempas
Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
Wawancara dengan Bapak Bakhtiar selaku tokoh masyarakat Desa Kempas
Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
Wawancara dengan Ibu Hj. Salamiah selaku sesepuh Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
Wawancara dengan Ibu Supiah selaku sesepuh Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
Wawancara dengan Ibu Hamidah selaku sesepuh Desa Kempas Jaya Kec.
Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat.
DAFTAR INFORMAN
No Nama Informan Jabatan/Keterangan
1 Siti Aminah Kepala Desa
2 H.M. Arifin Tokoh Agama
3 Abdul Aziz Ketua Adat
4 Hasbana Tokoh Masyarakat
5 Bakhtiar Tokoh Masyarakat
6 Hj. Salamiah Sesepuh
7 Supiah Sesepuh
8 Hamidah Sesepuh
DAFTAR RIWAYAT
( CURRICULUM VITAE )
Nama : Fitria Khairunnisa
Temapt/Tgl Lahir : Teluk Kempas, 25 Februari 1997
Email : [email protected]
No Hp. : 085263040397
Alamat : Villa Karya Mandiri, Mendalo.
Pendidikan Formal
1. SD Negeri No 114/V Kempas Jaya
2. MTS Nurul Huda Kempas Jaya
3. MA Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal
Pengalaman Organisasi
1. LDK Al-Uswah
Motto Hidup
Bersungguh-sungguh disertai usaha dan do‟a, karena usaha tidak pernah
menkhianati hasil