acute myeloid leukemia (aml)erepo.unud.ac.id/.../1/ceb797062990f1eb607569e953714f4b.pdf · 2020. 7....
TRANSCRIPT
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN
Acute Myeloid Leukemia
(AML)
Pembimbing :
dr. Tjok Gde Dharmayuda, Sp.PD-KHOM
Mahasiswa :
Angelia Carolin (1702612186)
Yogarani V.C Rajappan (1702612227)
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DEPARTEMEN/KSM BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP
SANGLAH 2019
ii
1. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, laporan responsi yang berjudul “Acute Myeloid Leukemia” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus pengalaman belajar
lapangan ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
2. Dr. dr. Ketut Suega, Sp.PD – KHOM selaku ketua KSM/Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUP Sanglah/FK UNUD , Denpasar.
3. dr. I Made Susila Susila Utama, Sp.PD- KPTI selaku koordinator pendidikan
di KSM/Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Sanglah/FK UNUD, Denpasar.
4. dr. Tjok Gede Dharmayuda, Sp.PD-KHOM, selaku pembimbing laporan
pengalaman belajar lapangan di RSUP Sanglah/FK UNUD, Denpasar.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, Januari 2019
Penulis
1
6. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. ..1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1 Acute Myeloid Leukemia (AML) ................................................................ 3
2.1.1 Definisi ............................................................................................ 3
2.1.2 Klasifikasi ......................................................................................... 4
2.1.3 Epidemiologi..................................................................................... 5
2.1.4 Faktor Risiko .................................................................................... 7
2.1.5 Patofisiologi ...................................................................................... 9
2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................................... 10
2.1.7 Diagnosis ........................................................................................ 13
2.1.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 15
2.1.9 Prognosis ........................................................................................ 17
BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................. 18
I. Identitas Pasien .......................................................................................... 18
II. Anamnesis ................................................................................................ 18
III. Pemeriksaan Fisik .................................................................................... 20
IV. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 22
V. Diagnosis .................................................................................................. 24
VI. Penatalaksanaan....................................................................................... 24
BAB IV KUNJUNGAN LAPANGAN............................................................... 25
BAB V SIMPULAN .......................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal
dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukemia sendiri
dapat terjadi secara akut ataupun kronik yang bergantung pada cepatnya
penyakit muncul dan berkembang. Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah
salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan
gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila tidak diobati,
penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu
beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis1.
Insiden LMA cukup jarang tapi termasuk salah satu penyumbang
terbesar angka kematian yang diakibatkan kanker. Angka kejadian LMA
untuk semua umur di dunia sebanyak 3,7 per 100.000 penduduk pertahun
(Deschler & Lubbert, 2006). Angka kejadian meningkat menjadi 4 per
100.000 penduduk per tahun berdasarkan jumlah kasus dan kematian pada
tahun 2008 – 2012. Diperkirakan pada tahun 2015 akan ada sekitar 20.830
kasus baru LMA di seluruh dunia2.
Walaupun LMA dapat terjadi pada semua kelompok usia, LMA
adalah bentuk umum leukemia akut pada orang dewasa, insidennya makin
sering ditemukan sejalan dengan meningkatnya usia dan hanya sebagian
kecil (10-15%) leukemia yang terjadi di masa anak 4. Rata-rata usia pasien
LMA di Amerika Serikat adalah 67 tahun 5.
3
Untuk kejadian berdasarkan jenis kelamin, dalam suatu penelitian
di Amerika didapatkan bahwa prevalensi LMA pada pria berusia >65 tahun
lebih tinggi dari wanita >65 tahun. Namun tidak ditemukan perbedaan
insiden berdasarkan jenis kelamin pada pasien yang lebih muda 7.
Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel
muda blast, hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi sel blast tersebut di
sumsum tulang. Akumulasi ini akan menyebabkan gangguan hematopoesis
normal dan pada akhirnya mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum
tulang yang ditandai dengan sitopenia (anemia, leukopenia dan
trombositopenia). Hal ini menyebabkan munculnya tanda dan gejala utama
LMA berupa rasa lelah, perdarahan dan mudah infeksi. Selain itu bisa juga
terjadi infiltrasi sel blast ke organ yang akan menimbulkan tanda dan gejala
bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi 1. Oleh karena itu pemeriksaan
fisik, darah lengkap dan sumsum tulang termasuk langkah awal yang
penting dalam diagnosis pasien LMA.
Keberhasilan pengobatan LMA di Indonesia masih sangat rendah
bila dibandingkan laporan penelitian dari negara lain. Faktor yang paling
berperan terhadap hal ini adalah kematian yang tinggi akibat infeksi berat
atau sepsis 8. Hal ini juga berkaitan erat dengan kualitas pelayanan
pendukung dan infrastruktur lainnya yang masih terbatas di negara
berkembang 9.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi AML
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga
dikenal dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia
merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi
abnormal sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan
melakukan transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian
komponen sumsum tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan kasus AML,
tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih
bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur
dalam melawan adanya infeksi. Pada AML, mielosit (yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan
menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang. 4,5
2. Klasifikasi
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,
diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta
penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat
membantu dalam memberikan terapi yang terbaik.6
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat
oleh French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid
akut menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut 7-12:
5
Subtipe Menurut FAB
(French American British)
Nama Lazim
( % Kasus)
MO Leukimia Mieloblastik Akut dengan
diferensiasi Minimal (3%)
M1 Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi
(15-20%)
M2 Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi
granulositik (25-30%)
M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)
M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)
M4Eo Leukimia Mielomonositik Akut dengan
eosinofil abnormal (5-10%)
M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)
M6 Eritroleukimia (3-5%)
M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)
Tabel 1. Klasifikasi AML menurut FAB 11
Gambar 1. Gambaran mikroskopis AML M4
6
3. Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua
kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML
merupakan 20% kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML
setiap tahunnya di seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari
leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat
sedikit pada masa remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000
penduduk atau sekitar 500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun
menderita leukemia mielositik akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan
umur, puncaknya 12,6 per 100.000 penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau
lebih.
4. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.12
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah15-19:
Umur, jenis kelamin, ras: Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi
menurut umur. LMA terdapat pada umur 15-39 tahun. Insiden leukemia lebih
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi
terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit
hitam.10 Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Orang
dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak.
Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom
atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan
7
insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan
sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya
rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan
peningkatan kejadian leukemia.
Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida
Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,
heksaklorosiklokeksan
Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu
dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis
alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh
diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita
AML maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan
insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu
saudaranya menderita AML.
Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi
oksigen, asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi
saat hamil dan ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.
Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan
leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.
8
Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan
pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel
(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai
pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang
menjadi leukemia.
5. Patofisiologi
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan
klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan
tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari
sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk
limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan
membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel
eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi
dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui
penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang
kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan
metabolisme sel dan fungsi organ.20
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid
dan berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik
sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui
studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui
9
progeni sel.22 Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang
berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikan sel normal. 20
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke
organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit
dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan
organ lainnya.20
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.2
6. Gejala Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena kegagalan bone marrow
menghasilkan sel darah yang normal dalam jumlah yang memadai dan atau
akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada berbagai organ, Gejala pasien leukemia
bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel
abnormal tersebut. Infeksi sering terjadi, anemia dan trombositopenia sering
berat. Durasi perjalanan penyakit bervariasi. Beberapa pasien, khususnya anak-
anak mengalami gejala akut selama beberapa hari hingga 1-2 minggu. Pasien lain
mengalami durasi penyakit yang lebih panjang hingga berbulan-bulan.Adapun
gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain13,15,20:
10
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-
rata didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau
diagnosis AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga
beratnya gejala kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya
febris juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya
demam ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia.
Pada waktu febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-
tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan,
dimana penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae,
epitaksis, purpura dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat
dengan beratnya trombositopenia. 20
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan
berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama.
11
Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise
atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri
ini disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi
yang mengakibatkan terjadi infark tulang.
Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien
AML13:
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah
pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan
simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur,
sinkope dan angina.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa
abnomen atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada
penderita AML. Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali.
Hepatomegali jarang memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika
terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).
12
Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,
multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat
infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 %
M5a dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang
lain.17
7. Diagnosis
Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin,
sediaan darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan
immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
17,20 Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan
syarat mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis
leukemia akut.20
Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute
megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi
minimal dan leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan
genetik pada pasien AML terlihat dalam tabel berikut :20
13
Tabel 2. Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML
8. Terapi
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis
dan kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui
infus dan menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif
tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis
diberikan untuk meringankan gejala klinis yang muncul seperti pemberian
penurun panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya
adalah menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif
yang dilakukan yaitu kemoterapi. 15,17
Penatalaksanaan terapi AML telah digunakan sejak tahun 1970an. Angka
Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi
14
43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan
dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif.17
Pasien yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan
produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali
dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan,
leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh
penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai
profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival. 17
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML dapat mengalami
angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak berhasil
mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan dan
separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat
efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara
cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi digunakan cytarabine dan
anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen lain seperti etoposide dan atau
thioguanine. Anthracycline yang paling banyak digunakan untuk terapi AML pada
anak adalah daunorubicin. 8 Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa Regimen
Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan hasil
yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase &
Thioguanine (DAT).13
15
Tabel 3. Dosis Kemoterapi
16
Tantangan paling besar dalam terapi AML adalah untuk memperpanjang
durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum tulang. Pada
prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif setelah
remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang cocok dengan donor keluarga.13
Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi
konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi.
Kemoterapi konsolidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis
tinggi dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.36
Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya
memberikan respon terhadap pengobatan.8 Pada AML terapi rumatan tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan
(untolerable side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan
sebagai berikut20:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
yaitu status penampilan ≤ 2
2. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml
3. Jumlah trombosit ≥120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)
17
6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada
usia diatas 70 tahun.
Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi
tiap individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut
(stomatitis), susah atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare,
konstipasi, kelelahan, pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas,
hilangnya nafsu makan, dan kerusakan hati.13 Pasien AML hanya memberikan
respon terhadap obat tertentu dan pengobatan seringkali membuat penderita lebih
sakit sebelum mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan
menekan aktivitias sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin
sedikit (terutama granulosit) dan hal ini menyebabkan penderita mudah
mengalami infeksi.10
9. Prognosis
Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3
kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable),
menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis
baik meliputi pasien usia < 60 tahun, kelainan kromosomal minimal, infiltrasi sel
blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3, respon yang baik
terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug therapy, tidak
ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka harapan
hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 50-85%
21
18
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60
tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas pada
banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk terhadap
kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta ditemukannya
leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder.11,29 Angka harapan hidup 2
tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 10-20%.6
Sedangkan kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari baik dan
buruk dan mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok
prognosis baik maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2
years survival rate) sekitar 40-50% .21
19
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : IMG
Umur : 55 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SMA
Alamat : Ling Kwanji Sempidi Mengwi Badung
No RM : 17054096
Tanggal MRS : 03-12-2018 pukul 15.00 WITA
II. Anamnesis
Keluhan Utama: Rencana kemoterapi
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan rencana kemoterapi. Pasien mengatakan
sebelumnya telah didiagnosa menderia AML sejak kurang lebih 3
tahun yang lalu. Pasien sempat menjalani kemoterapi Cytarabine
sebelumnya sebanyak 2 kali. Saat ini pasien direncanakan untuk
menjalani kemoterapi Cytarabine ke 3. Pasien mengatakan masih ada
rasa pusing pada saat ini. Selain itu, pasien mengatakan tidak ada
keluhan yang dirasakan seperti nyeri punggung, gusi berdarah, lemas
ataupun demam pada saat diperiksa.
20
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan:
Pasien sebelumnya pertama kali datang ke dokter 3 tahun yang
lalu dengan keluhan nyeri pada bagian dubur. Keluhan tersebut
dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan nyeri
pada bagian dubur dikatakan seperti rasa tertusuk-tusuk, tanpa disertai
rasa terbakar dan tidak menjalar. Nyeri dirasakan hebat sehingga
cukup mengganggu untuk melakukan kegiatan sehari-hari seperti
mandi dan mengendarai motor. Kualitas tidur pasien terganggu sampai
pasien tidak dapat tidur karena kesakitan. Keluhan dirasakan sepanjang
hari, tidak bersifat hilang timbul. Awal terjadinya nyeri, pasien
merasakan nyeri pada bagian dubur yang bersifat sedang dimana
pasien tidak terlalu terganggu sehingga masih bisa melakukan aktivitas
sehari-hari yakni bekerja sebagai pekerja swasta dan tidurnya belum
dirasakan terganggu.
Semakin hari, keluhan nyeri tersebut memberat sehingga
pasien tidak dapat bekerja dan kemudian membawanya periksa ke
dokter. Pasien mengatakan keluhan nyeri pada bagian dubur dirasakan
sedikit membaik dengan pemberian obat anti nyeri, namun setelah
beberapa jam mengonsumsi obat tersebut, nyeri dirasakan kembali
oleh pasien. Nyeri tidak membaik dengan perubahan posisi duduk
ataupun posisi tertidur dan juga membaik dengan beristirahat. Nyeri
kemudian memberat semakin hari hingga menjadi sangat mengganggu.
Pasien mengatakan tidak ada keluhan nyeri pada saat BAK, demam
atau kencing yang tidak tuntas. Tidak ada darah pada kencing. BAK
pasien normal. Pasien mengatakan tidak ada merasakan riwayat trauma
pada badan.
Pasien juga mengeluhkan panas badan sejak kurang lebih 1
minggu sebelum masuk rumah sakit yang dirasakan hilang timbul dan
berkurang setelah minum obat penurun panas. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan lemas yang dirasakan sejak kurang lebih satu minggu
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas dirasakan diseluruh badan
badan pasien. Lemas yang dirasakan oleh pasien membuat pasien
21
terganggu untuk melakukan pekerjaannya sepanjang hari. Perasaan
lemas ini tidak menghilang setelah makan maupun dengan beristirahat.
Pasien masih mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari tetapi
untuk jangka waktu yang lebih singkat. Keluhan lemas dikatakan
sudah sering dirasakan pasien sejak 3 tahun yang lalu dan dirasakan
hilang timbul. Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan
selama 1 minggu terakhir sebelum di bawa ke rumah sakit. Keluhan
mual muntah, batuk dan nyeri kepala disangkal oleh pasien.
Pasien di diagnosis dengan suspek leukemia myeloid akut pada
tahun 2016. Pasien sempat menjalani kemoterapi Cytarabine sebanyak
2 kali. Riwayat penyakit keganasan lainnya disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit batu ginjal, penyakit saraf, penyakit darah dan
riwayat TB disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit sistemik seperti
hipotiroidisme, hipertensi, diabetes dan penyakit jantung disangkal
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang
sama dengan pasien. Riwayat kencing manis, tekanan darah tinggi,
asma, penyakit jantung, penyakit ginjal maupun penyakit sistemik
lainnya pada keluarga juga disangkal oleh pasien.
Riwayat Peribadi dan Sosial
Pasien tinggal bersama isteri dan seorang anak laki-lakinya.
Pasien saat ini tidak bekerja. Pasien hanya melakukan aktifitas sehari-
hari di rumah, dan jarang melakukan aktivitas berat dikarenakan
pasien mudah lelah. Riwayat merokok maupun kebiasaan minum
alkohol disangkal oleh pasien.
22
III. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 15 Disember 2018 Pukul 10.00 WITA di Ruang Angsoka 2
Tanda-tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 85x/menit reguler
Laju Pernafasan : 20x/menit
Suhu Aksila : 36,9 oC
Skor Nyeri : 0/10
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 155 cm
BMI : 20.76 kg/m2
Status Gizi : Baik
Pemeriksaan Umum
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-), reflex pupil
(+/+) isokor 3mm/3mm
Leher : JVP 0 cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening
(-)
THT
Telinga : Daun telinga N/N, sekret (-/-), pendengaran
normal
Hidung : Sekret (-/-)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, hiperemis (-/-), faring hiperemis (-)
Mulut : Gusi berdarah (-) ulkus lidah (-), papil lidah atrofi
(-), bibir pucat (-)
Thoraks : Simetris saat statis dan dinamis
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
23
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V midclavicular line
sinistra, kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi : Batas kanan jantung : parasternal line dekstra
Batas kiri jantung : midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus N/N, pergerakan simetris
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi : Vesikuler + + Rhonki - - Wheezing - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas Hepar 10 cm, nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)
Ekstremitas : Hangat + + Edema - -
+ + - -
Ptechie (-), hematom (-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah Lengkap
15/12/2018 pukul 10.00 WITA
Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan
WBC 2.86 103/µL 4.1 – 11.0 Rendah
- NE% 67.41 % 47 – 80
- LY% 21.41 % 13 – 40
24
- MO% 0.94 % 2.0 – 11.0 Rendah
- EO% 0.76 % 0.0 – 5.0
- BA% 0.74 % 0.0 – 2.0
- NE# 2.13 103/µL 2.50 – 7.50 Rendah
- LY# 0.86 103/µL 1.00 – 4.00 Rendah
- MO# 0.03 103/µL 0.10 – 1.20 Rendah
- EO# 0.09 103/µL 0.00 – 0.50
- BA# 0.02 103/µL 0.0 – 0.1
RBC 4.99 106/µL 4.5 – 5.9
HGB 13.71 g/dL 12.0 – 16.0
HCT 35.79 % 36.0 – 46.0 Rendah
MCV 90.01 fL 80,0 – 100,0
MCH 29.49 Pg 26.00 – 34.00
MCHC 28.48 g/dL 31.00 – 36.00 Rendah
RDW 10.34 % 11.6 – 14.8 Rendah
PLT 186.20 103/µL 140 – 440
MPV 13.20 fL 6.8 – 10.0 Tinggi
2. Kimia Darah
29/10/2018 pukul 09.14 WITA
Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan
AST/SGOT 28.1 U/L 11.00 – 27.00
ALT/SGPT 10.90 U/L 11.00 – 50.00 Rendah
BUN 16.20 mg/dL 8.00 – 23.00
Kreatinin 1.32 mg/dL 0.70 – 1.20 Tinggi
Na 4.08 mmol/L 136 – 145
K 140 mmol/L 3.50 – 5.10
25
Gambaran Darah Tepi (14-12-2018)
Kesan Leukopenia dengan trombositopenia
Trombosit
Kesan jumlah menurun. Clumping
Platelet (-)
Leukosit
Kesan jumlah menurun, sel muda (-),
granula toksik (-), vakuolisasi (-)
Eritrosit
Normokromik, Normositik,
Normoblast (+).
Trombosit
Kesan jumlah menurun. Giant
trombosit (-), distribusi normal.
Bone Marrow Puncture (BMP) (12-03-2018)
Makroskopik Diterima 2 tempat sediaan:
I. Diterima dalam tabung DL berisi 2 buah jaringan
dengan diameter 0,3 cm warna kemerahan.
II. Diterima dalam tabung DL berisi 2 ml cairan warna
kemerahan.
Mikroskopik I. Trephine
Sediaan potongan jaringan trephine terdiri dari trabekula
tulang dan ruang - ruang yang mengandung sel - sel
hematopoietik yang sulit di evaluasi.
II - II. Aspirat
Sediaan terdiri dari kelenjar sel - sel hematopoietik yang
mengandung seri myeloid, seri eritroid dan megakariosit. Seri
myeloid tampak dengan maturasi mulai dari blast sampai
segmented, tidak tampak peningkatan sel blast. Tampak pula
sel - sel megakariosit.
Kesimpulan Sumsum Tulang Belakang ; Bone Marrow Puncture : -
Saran Mohon korelasikan dengan temuan klinis dan pemeriksaan
penunjang lainnya
26
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja
1. Acute Myeloid Leukimia
a. Post kemoterapi 3+5 (tidak tuntas)
VI. Planning Therapy
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Premedikasi
o Ondansentron 80 mg IV
o Dexamethasone 50 mg IV
- Kemoterapi
o Cytarabine 3000 mg/m2 (5400 mg) per dosis dalam 500 ml NaCl 0.9%
habis dalam 3 jam, diberikan tiap 12 jam sebanyak 6 kali dosis
pemberian (2 dosis per hari), diberikan pada hari ke 1,3 dan 5. Siklus
diulang tiap 28 hari untuk 4 siklus.
VII. Monitoring
- Keluhan pasien
- Vital sign
VIII. KIE
- Memberitahukan keluarga dan pasien tentang kondisi pasien, tindakan,
rencana terapi, komplikasiyang dapat terjadi.
- Mengedukasi pasien dan keluarga pasien dalam kepatuhan minum obat,
serta perlunya dukungan dari keluarga untuk membantu kesembuhan
pasien.
IX. Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam
Ad functionam : dubius ad bonam
Ad sanationam : dubius ad bonam
27
BAB IV
KUNJUNGAN LAPANGAN
4.1 Alur Kunjungan Lapangan
Kunjungan dilakukan pada hari Kamis, 3 Januari 2019. Sesampainya di
rumah pasien, kami mendapatkan sambutan yang baik dari pasien dan
keluarganya. Adapun tujuan diadakannya kunjungan lapangan ini adalah untuk
mengenal lebih dekat kehidupan pasien serta mengidentifikasi masalah yang
terdapat pada pasien. Selain itu, kunjungan lapangan ini juga bertujuan untuk
memberikan edukasi tentang penyakit yang dialami pasien serta memberikan
dorongan dukungan dan motivasi kepada pasien dan keluarganya dalam
menghadapi penyakit dan berbagai permasalahannya tersebut. Pasien dalam kasus
ini didiagnosis menderita Acute Myeloid Leukemia (AML).
Pada saat kunjungan, keadaan pasien sudah jauh membaik dari
sebelumnya. Keluhan nyeri pada bagian dubur sudah membaik, lemas sedikit
dirasakan oleh pasien. Pasien juga tidak ada keluhan demam. Pasien merasakan
kondisinya lebih baik setelah sebelumnya sempat dirawat inap di Ruang Angsoka
RSUP Sanglah Denpasar. Nafsu makan pasien dikatakan sudah ada perbaikan dari
yang sebelumnya dikeluhkan terjadi penurunan nafsu makan dan saat ini pasien
sudah dapat mobilisasi dengan baik meskipun baru melakukan aktivitas ringan
sehari-hari di rumah.
4.2 Identifikasi Masalah
Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam
hal menghadapi penyakitnya adalah:
1. Penyakit pasien ini merupakan suatu penyakit keganasan akut yang ditandai
yang dapat berpengaruh pada setiap organ atau sistem dalam tubuh. Apabila
penyakit ini kambuh contohnya seperti keadaan pasien sekarang maka pasien
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
2. Aktivitas pasien sehari-hari di rumahnya adalah membantu isteri, dengan
melakukan melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci baju,
28
memasak dan lain-lain. Hal tersebut membuat pasien rentan menjadi cepat lelah
dan dapat memicu untuk terjadinya perburukan kondisi apabila tidak menghindari
aktivitas fisik yang berat.
3. Pasien mengeluhkan nyeri pada bagian dubur belum hilang seluruhnya dan
dirasakan cukup mengganggu aktivitas dan mobilisasi pasien sehari-hari.
4. Pasien mengatakan sering tidak dapat tidur pada malam hari dan susah untuk
memulai tidur dikarenakan pasien selalu memikirkan masalah penyakitnya
disertai rasa nyeri dan tidak nyaman dengan kondisinya sekarang. Pasien
mengatakan setiap malam pikirannya akan menerawang sehingga pasien tidak
bisa tidur dengan nyenyak. Namun, seluruh keluarga pasien dikatakan selalu
memberikan dukungan dan istri serta anak pasien selalu menemani pasien saat
dirawat di rumah sakit sebelumnya, sehingga pemenuhan kebutuhan emosi dan
kasih sayang pasien sudah cukup terpenuhi.
1.3 Analisis Kebutuhan Pasien
a. Kebutuhan Fisik-Biomedis
Kecukupan Gizi
Menurut pengakuan pasien, biasanya pasien makan dua hingga tiga
kali dalam sehari sehingga nutrisi harian pasien dapat tercukupi dengan
baik. Sekarang ini istri pasien yang menyiapkan makanan dan terkadang
dapat membeli makanan di luar, dengan menu nasi dan lauk pauk seperti
tempe, tahu, sayuran dan terkadang mengonsumsi daging kambing, ikan
atau ayam. Pasien mengatakan juga mengonsumsi buah-buahan yang cukup
sering. Dari data nutrisi harian pasien, dapat diketahui bahwa asupan harian
pasien mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan juga mineral.
KIE diberikan kepada pasien dan keluarganya untuk menjaga variasi dan
jumlah porsi makanan setiap harinya serta membatasi konsumsi garam yang
berlebihan. Hal ini bertujuan untuk menjaga kebutuhan harian, stamina dan
daya tahan tubuh pasien
29
Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien :
Berat badan ideal = (TB cm-100) – 10%BB
= (155 -100) – (10%x50kg)
= 50 kg
Status gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100%
= (50 :50) x 100%
= 100%
Jumlah kebutuhan kalori per hari
o Kebutuhan kalori basal = BB aktual x 30 kkal
= 50 x 30 kkal
= 1500 kkal
o Kebutuhan aktivitas (ringan) = +20% x kebutuhan kalori basal
= +20% x 1500 kkal
= +300 kkal
o Kebutuhan usia = -20% x kebutuhan kalori basal
= -20% x 1500 kkal
= -300 kkal
o Kebutuhan berdasar berat badan (obesitas)
= -30% x kebutuhan kalori basal
= -30% x 1500 kkal
= -450 kkal
Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita adalah 1950 + 321 –
321 – 481,5 = 1050 kkal
Distribusi makanan
a. Karbohidrat 60% = 60% x 1050 kkal = 630 kkal karbohidrat
b. Protein 20%= 20% x 1050 kkal = 210 kkal protein
c. Lemak 20%= 20% x 1050 kkal = 210 kkal protein
30
Kegiatan Fisik
Pasien pada saat ini tidak bekerja.. Namun sebelumnya, pasien
dikatakan bekerja sebagai pegawai swasta. Setelah sakit pasien sudah tidak
dapat membantu istrinya untuk menambah penghasilan dan hanya tinggal di
rumah. Aktivitas yang biasa dilakukan di rumah adalah menyapu, memasak
dan terkadang membersihkan kamar mandi. Tetapi hal tersebut untuk
sekarang tidak dilakukan oleh pasien karena kondisi pasien yang masih
dalam pemulihan. Aktivitas di luar rumahpun sekarang tidak dilakukan oleh
pasien. Padahal sebelumnya dikatakan, pasien cukup aktif mengikuti
berbagai kegiatan.
Akses ke Tempat Pelayanan Kesehatan
Rumah pasien berada di Sempidi, Badung yang jarak tempuhnya
kurang lebih 30 menit menggunakan mobil.
Lingkungan
Pasien tinggal di rumah kost bersama istrinya, di Ling Kwanji
Sempidi Mengwi Badung. Rumah pasien merupakan rumah sendiri. Rumah
tersebut dihuni oleh keluarga pasien dengan total penghuni 3 orang. Pasien
tidur dalam satu tempat tidur dengan kamar berukuran 2 x 3 meter, dengan
dinding semen bercat kuning muda, dan lantai putih bersih karena sering
dipel. Kamar pasien memiliki ventilasi jendela sehingga mendapat sinar
matahari dan tidak terasa pengap. Rumah keluarga tersebut memiliki dua
kamar mandi dimana satu di belakang rumah dan satu lagi di dalam kamar
tidur serta pemakaiannya secara bersama-sama. Kondisi kamar mandi
terkesan cukup bersih. Sumber air didapatkan dari air sumur dengan warna
jernih dan tidak berbau.
b. Kebutuhan Bio-Psikososial
Lingkungan biologis
Dalam lingkungan biologis/ keluarga pasien, tidak terdapat anggota
keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Kekebalan
31
tubuh pasien sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit penyerta
pada pasien seperti infeksi yang dapat memperburuk kondisi pasien.
Lingkungan tempat tinggal yang padat penduduk dan selokan yang
tersumbat dapat menjadi sarang nyamuk dan lalat. Nyamuk dan lalat dapat
menjadi vektor dari virus maupun bakteri penyebab infeksi yang dapat
memperburuk kondisi pasien apabila kekebalan tubuh pasien menurun.
Akan tetapi pada lingkungan pasien sendiri sangat jauh dari kriteria tersebut,
menurut pasien warga masyarakat setempat rutin melakukan pencegahan
penyakit menular seperti program 3M dan sanitasi lingkungan lainnya.
Kondisi rumah pasien terutama pada ruang tamu dan kamar cukup
mendukung untuk menjaga kesehatan pasien karena cukup rapi, bersih, dan
sirkulasi udara baik. Ventilasi yang berukuran sedang dan jendela yang
sering dibuka ketika pasien berada di rumah menyebabkan sirkulasi udara
lancar dimana mengurangi risiko penyebaran penyakit menular seperti
infeksi saluran pernafasan..
Faktor Psikologi
Oleh karena penyakit AML ini merupakan penyakit yang tepat secara
perlahan akan menyerang organ vital, gejalanya hilang dan timbul dalam
waktu lama maka harus diupayakan agar pasien dapat hidup bahagia dengan
penyakitnya dengan cara tidak putus asa dalam menghadapi penyakitnya ini
dan tidak putus dalam pengobatan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan
dukungan penuh dari keluarga. Keluarga pasien tampaknya termasuk
keluarga yang harmonis sehingga pasien tidak memiliki masalah dalam hal
emosi. Pasien memperoleh cukup kasih sayang dan perhatian, dimana
interaksi pasien dengan anggota keluarga yang lain sangat baik. Pasien saat
ini sudah tidak bekerja. Secara umum, pasien menyatakan tidak terdapat
masalah atau hambatan sosial antara dirinya dan lingkungannya. Pasien juga
menyatakan cukup mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar seperti
tetangga di sekitar tempat tinggalnya.
32
Faktor Spiritual
Keluarga pasien sebaiknya mengajak pasien untuk terus mendekatkan
diri dengan Tuhan yang Maha Esa, karena dengan begitu dapat menjauhkan
pasien dari pikiran-pikiran negatif tentang penyakitnya.
4.4 Penyelesaian Masalah
Berdasarkan masalah yang dijelaskan sebelumnya, kami
mengusulkan penyelesaian masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Edukasi pasien tentang penyakitnya
Pasien dijelaskan kembali mengenai penyakit AML gejala dan
pengobatan yang harus tetap dilakukan karena penyakit ini merupakan
penyakit keganasan dimana gejalanya hilang timbul dan meliputi seluruh
organ vital pasien. Pasien juga dijelaskan perubahan-perubahan yang
terjadi akibat pengobatan dari penyakitnya seperti penampilan yang
berubah, berubahnya kemampuan fisik dan depresi. Pasien juga disarankan
untuk rutin kontrol ke RSUP Sanglah Denpasar dan rutin meminum obat
serta kemoterapi yang disarankan oleh dokter.
2. Memberikan KIE
KIE diberikan agar kegiatan pasien di rumah sebisa mungkin
disesuaikan dengan keadaan dan kondisi pasien sendiri.Tidak melakukan
aktivitas dan pekerjaan yang berat serta berlebihan apabila pasien
mengeluh lemas. Pasien juga diberikan edukasi agar selalu menyediakan
dan membawa obat-obatan yang diperlukan saat pasien bepergian keluar
rumah untuk menghindari keterlambatan mengonsumsi obat. Serta rutin
menjalankan kemoterapi sesuai jadwal yang diberikan. Olahraga
disesuaikan dengan kondisi pasien, apabila pasien merasa mampu untuk
melakukan olahraga kecil di rumah maka dapat dilakukan begitu juga
sebaliknya, apabila pasien merasa lemas lebih baik untuk beristirahat dan
tidak melakukan aktivitas yang dapat memperberat lemas dan penyakitnya.
3. Memberikan edukasi agar menjaga lingkungan rumah tetap bersih
33
Pasien disarankan untuk rutin membersihkan kamarnya karena
apabila berdebu dan kotor maka pasien tidak akan merasa nyaman saat
beristirahat. Pasien diberikan edukasi mengenai pemilihan makanan,
sebaiknya mengkonsumsi makanan yang dibuat di rumah, menghindari
makanan dengan bahan pengawet. Apabila pasien membeli makanan di
luar maka dapat meminta bantuan istrinya maupun keluarganya untuk
membelinya.
4. Memberikan edukasi terhadap manajemen stres dan emosional
Pasien diminta untuk tidak memikirkan masalah-masalahnya
terlalu berat dan tidak memikirkan penyakitnya. Pasien disarankan untuk
menceritakan apa yang dipikirkan kepada orang terdekat supaya tidak
menimbulkan stres sendiri untuk pasien. Apabila pasien masih tetap
memikirkan masalahnya tersebut terus menerus maka dapat mengganggu
siklus istirahat pasien. Tidur yang cukup di malam hari dapat membantu
untuk menjaga kesehatan dari pasien.
Saran yang dapat diberikan antara lain:
1. Pasien sebaiknya tidak melakukan aktivitas berat yang dapat
memperberat lemasnya. Pasien harus lebih banyak beristirahat dan
mengurangi aktivitas di luar rumah. Pasien juga disarankan untuk kontrol
kesehatan dan kontrol penyakitnya secara rutin ke RSUP Sanglah
Denpasar dan tidak putus obat.
2. Keluarga sebaiknya mendukung pengobatan pasien secara psikis, fisik
dan material sehingga meringankan beban pikiran pasien terutama
mengingatkan untuk tidak memikirkan yang hal yang berat dan buruk
tentang penyakitnya. Keluarga juga dapat memberikan hiburan kepada
pasien misalnya dengan cara mengajak untuk bercerita.
3. Pasien disarankan untuk sering bercerita mengenai setiap permasalahan
yang dimiliki oleh pasien kepada keluarga. Pasien dapat menceritakan apa
yang dipikirkan kepada orang yang terdekat dari pasien misalkan
suaminya. Pasien juga disarankan memiliki teman dekat selain keluarga
yang dapat mendengarkan keluh kesah pasien, contohnya pasien dapat
34
bergabung dengan komunitas penderita Leukimia karena dengan
bergabung pasien dapat berdiskusi dengan penderita lain dan membuat
pasien merasa bahwa dia tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya
tersebut.
4.5 Denah Rumah
Keterangan denah rumah:
1. Ruang tamu/ruang tengah
2. Kamar tidur pasien dan suami pasien
3. Kamar tidur anak pertama pasien
4. Kamar mandi
5. Dapur
1
5
3
2
4
35
4.6 Foto Kunjungan
36
BAB V
KESIMPULAN
Acute Myeloid Leukima (AML) merupakan keganasan berasal dari sel-sel
mieloid imatur yang jika tidak diterapi, dapat berakibat fatal dalam beberapa
bulan. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada dewasa dan rata-rata didiagnosis
pada usia sekitar 67 tahun. AML tidak memberikan tanda dan gejala klinis yang
spesifik. Terapi terdiri dari terapi induksi, dimana terapi “3 + 7” masih menjadi
standar; dan terapi konsolidasi dengan kemoterapi atau transplantasi sel punca
hematopoietik. Walaupun telah terdapat perkembangan mengenai pemahaman dan
molekuler AML, pasien dapat mengalami kekambuhan. Belum semua terapi yang
dikembangkan memberikan hasil memuaskan, dan terapi-terapi lain masih terus
dikembangkan.
Dalam laporan kunjungan ini, pasien yang berusia 55 tahun, lebih kurang
sejak 3 tahun yang lalu didiagnosis dengan AML. Pasien mengeluhkan nyeri pada
bagian dubur, lemas, demam, dan kulit yang terlihat lebih pucat yang
menunjukkan gejala-gejala klinis dari leukemia. Pada pasien kemudian juga
dilakukan terapi berupa kemotarpi yang merupakan first line therapy dari penyakit
ini. Kemoterapi untuk penderita AML sendiri sesuai teori dibagi menjadi dua fase
yaitu fase induksi dan fase konsolidasi. Pada pasien masih dilakukan terapi berupa
kemoterapi reinduksi. Terapi-terapi lain yang diberikan pada pasien merupakan
terapi suportif.
Kondisi pasien saat ini sudah membaik. Masalah ekonomi mungkin tidak
menjadi suatu kendala pada pasien dikarenakan biaya pengobatan pasien yang
dibantu oleh jaminan kesehatan (BPJS). Selain itu, penjelasan mengenai
kepatuhan dan lamanya pengobatan yang akan dijalankan oleh pasien harus
dimengerti oleh pasien dan keluarga. Pasien tentunya juga membutuhkan
dukungan baik secara psikis, fisik, dan material untuk dapat menjalankan
pengobatannya dengan lancar.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Surveillance Epidemiology and End Result (2012). SEER stat fact sheets:
Acute myeloid leukemia. http://seer.cancer.gov/statistics/types.html
diakses 3 November 2018
2. Supriyadi E, Widjajanto PH, Purwanto I, Cloos J, Veerman AJ, Sutaryo S
(2011). Incidence of childhood leukemia in Yogyakarta, Indonesia.
Pediatr Blood Cancer, 57: 588-593.
3. Hoffbrand AV, Moss PAH (2013). Kapita selekta hematologi. Edisi ke 6.
Alihbahasa oleh Brahm U, Pendit, Liana S, Anggraini I. Jakarta: EGC,
pp: 150-166.
4. Kurnianda J (2009). Leukemia mieloblastik akut. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 2. Edisi ke 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, pp: 1234-
1239.
5. Asputra H (2015). Peningkatan ekspresi FLT3 pada pasien leukemia
mieloid akut serta korelasinya dengan jumlah leukosit dan blast.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Tesis.
6. Turbeville S (2014). Prevalence and incidence of acute myeloid leukemia
may be higher than currently accepted estimates among the ≥65 year-
old population in the United States. Blood, 124 (21): 958.
7. Sjakti HA, Gatot D, Windiastuti E (2012). Hasil pengobatan leukemia
mieloblastik akut pada anak. Sari Pediatri, 14(1).
8. Howard SC, Metzger ML, William JA (2008). Childhood cancer
epidemiology in low-income countries. Cancer, 112: 461-472.
38
9. Liesveld JL, Lichtman MA (2006). Acute myelogenous leukemia.
Williams hematology. 7th edition. New York: McGraw-Hill, pp: 1183-
1236.
10. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM (2005). The acute myeloid leukemias.
Hematology in clinical practice. 4th edition. New York: McGraw-Hill,
pp: 206-219.
11. Deschler B, Lubbert M (2006). Acute myeloid leukemia: Epidemiology
and etiology. Cancer, 107: 2099-2107.
12. Dohner H, Estey EH, Amadori S, Appelbaum FR, Buchner T, Burnett
AK, Dombret H et al (2010). Diagnosis and management of acute
myeloid leukemia in adults: Recommendations from an international
expert panel, on behalf of the European LeukemiaNet. Blood, 115 (3):
453-474.
13. Marc M (2011). Twenty-five years of epidemiological recording on
myeloid malignancies: Data from the specialized registry of
hematologic malignancies of cÔte d’Or (Burgundy, France).
Haematologica, 96(1): 55-61.
14. Liesveld JL, Lichtman MA (2006). Acute myelogenous leukemia.
Williams hematology. 7th edition. New York: McGraw-Hill, pp: 1183-
1236.
15. Pagano L (2006). Environmental risk factor for MDS/AML.
Haematologica Reports, 2(15): 42-45.
16. Asif N, Hassan K (2013). Acute myeloid leukemia amongst adults.
JIMDC, 2(4): 58-63.
39
17. Ganzel C, Becker J, Mintz PD, Lazarus HM, Rowe JM (2012).
Hyperleukocytosis, leukostasis, and leukapheresis: practice
management. Blood Reviews, 26(3): 117-122.
18. Maurillo L, Buccisano F, Del Principe MI, Sarlo C, Di Caprio L, Ditto C,
Giannotti F et al (2013). Treatment of acute myeloid leukemia with
2030% bone marrow blasts. Mediterr J Hematol Infect Dis., 5(1).
40