aceh_02445

72
2005 962 Tata Rias Gt upacara Adat Perkawinan Aceh Diterbitkan bersama : Yayasan Meukuta Alam Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia "MELATI' Yayasan INSANI

Upload: lupin

Post on 03-Dec-2015

67 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Prov Aceh

TRANSCRIPT

2005

962 Tata Rias Gt upacara Adat Perkawinan Aceh

Diterbitkan bersama :

Yayasan Meukuta Alam

Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia "MELATI '

Yayasan INSANI

BIBLIOTHEEK KIT .V

0303 0663

^oQ\ Q<X /&4

Tata Rias St Upacara Adat Perkawinan Aceh

o L E

Ny. Cut Intan Elly Arby

Diterbitkan bersama :

Yayasan Meukuta Alam

Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia "MELATI '

Yayasan INSANI

Cetakan I Th. 1989

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar iii

Sambutan-sambutan vii

BAB I. Pendahuluan 1 1. Latar Belakang 1 2. Tujuan 1 3. Ruang Lingkup 2

BAB II . Sejarah Adat Kebudayaan Aceh 3

Bab I I I . Upacara Adat Perkawinan Aceh 5 1. Persiapan dan Pembukaan 5 2. Pernikahan 6 3. Wo Linto 16 4. Tueng Dara Baro ... .t 18

BAB IV. Tata Rias dan Busana Pengantin Aceh 20 1. Tata Rias dan Busana Pengantin Waniti.

(Dara Baro) 20 2. Tata Rias dan Busana Pengantin Pria

(Linto Baro) 27 3. Tata Rias dan Busana Pendamping serta

Pengipas 29

BAB V. Sok Bungong (Menyusun Bunga) 32

BAB V I . Kesan Umum 35

BAB VI I . Penutup 37 1. Kesimpulan 37 2. Saran-saran 37 3. Lampiran:

3.1. Rekomendasi 39

Daftar Pustaka 41

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis telah dapat menyelesaikan buku Tata Rias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Suku Aceh. Penulis membuat tulisan ini dalam rangka membantu usaha pemerintah melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada di Indonesia, khususnya kebudayaan Daerah Istimewa Aceh.

Dalam penulisan buku ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Gubernur Daerah Istimewa Aceh 2. Ibu Ketua Dekranasda Aceh 3. Ibunda tercinta Cut Ubit (Alm) 4. Bapak Prof. A. Hasjmy 5. Bapak Mr. Teuku Muhammad Hasan 6. Bapak Drs. Mochtar Djalal 7. Bapak Drs. Alsi Kesuma 8. Bapak Drs. Djamalmuddin Abdullah 9. Bunda Cut Ainal Mardiah

10. Ibu Tieneke Hamzah 11. Ibu Cut Nurmiah T.R. Cut 12. Ibu Dra. H.I. Ruswoto 13. Bapak Tuanku Abdul Djalil 14. Bapak Nasruddin Sulaiman 15. Bapak Tenku Johan Raja Sabi 16. Rekan-rekan Sub konsorsium, Tata Rias Pengantin Indonesia

dan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia " M E L A T I " .

Juga rekan-rekan lain yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu per satu, namun turut membantu baik yang berupa materi maupun saran-saran.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurna, akan tetapi ini merupakan suatu usaha maksimal yang dapat penulis sajikan. Mudah-mudahan buku ini dapat dipakai sebagai

iii

pedoman bagi warga belajar tata rias pengantin Indonesia, khusus-nya warga belajar yang ingin mempelajari tata rias pengantin Aceh.

Krit ik dan saran membangun dari rekan-rekan, penulis harap-kan, sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan tulisan ini di waktu yang akan datang.

Jakarta, 12 Mei 1990

Penulis,

Cut I. Elly Arby

IV

Nomor Lampiran Hal

447/LAKA/1989.

Buku Tatarias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan.

Banda Aceh, 6 Pebruari 1989.

Kepada Yth. Sdr. Ny. C l .E . Arby Ketua Yayasan Meukuta Alam, d i -

JAKARTA.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Sesuai dengan hasil Musyawarah Besar ke-I Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh pada bulan Agustus 1988 yang lalu, maka kami telah menyusun suatu program kerja bidang adat dan budaya yang akan dilaksanakan dalam tahun ini.

Di samping itu di berbagai Daerah di luar Propinsi Daerah Istimewa Aceh telah diresmikan Perwakilan-perwakilan LAKA yang akan disusul pula dalam masa yang dekat.

Peranan Saudara dalam usaha meningkatkan kegiatan dan pengembangan kebudayaan Nasional melalui penerbitan buku Tatarias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Aceh, kami sambut dengan gembira diiringi dengan ucapan terima kasih karena usaha tersebut sejalan dengan program LAKA.

Buku tersebut, menurut hemat kami, akan amat besar man-faatnya bagi masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat Nasional umumnya, karena di dalamnya mengandung pedoman serta ditampilkan berbagai unsur budaya Aceh sebagai sumbangan yang berharga bagi pengembangan kebudayaan Nasional kita.

Kami mengucapkan selamat dengan do'a moga-moga buku tersebut mendapat tempat sebaik-baiknya dalam khazanah ke-budayaan Nasional Indonesia.

W a s s a l a m ,

LEMBAGA ADAT DAN KEBUDAYAAN ACEH l i e t u a,

HASJMY )

v

K A T A P E N G A N T A R

Upacara dan Rias Pengantin Daerah, merupakan warisan budaya yang mempunyai nilai yang tinggi, oleh sebab itu perlu dipelihara dan dilestarikan.

Salah satu cara yang paling tepat untuk memelihara hasil budaya itu adalah dengan menulisnya dalam buku seperti yang saat ini disajikan oleh sdr. Tjut Intan Elly Erbi, anggota sub konsorsium Tata Rias Pengantin pada Direktorat Pendidikan Masyarakat.

Penyajian buku ini sudah diselaraskan dengan hasil Lokakarya Penyusunan Kurikulum Tata Rias Pengantin Aceh yang dilaksana-kan oleh Kanwil Depdikbud Propinsi Aceh bersama Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia "Melati" di Banda Aceh pada tanggal Mei 1989. Turut mengambil bagian dalam Lokakarya itu sebagai nara sumber utama adalah Para Budayawan Aceh yang mewakili Lembaga Kebudayaan Aceh (LAKA).

Dengan demikian, keabsahan materi buku ini dapat diper-tanggungjawabkan, walaupun kekurangan atau ketidak sempur-naan juga bukan tidak mungkin ditemui. Oleh sebab itu, kami berharap jika ada para pembaca yang menemukan hal-hal yang patut diperbaiki, hubungilah kami, sehingga kami dapat segera memperbaikinya baik melalui ralat, maupun perbaikan cetakan berikut.

Tidak lain harapan kami, semoga buku ini disamping ber-manfaat bagi calon peserta Ujian Nasional Tata Rias Pengantin Aceh, juga merupakan sarana untuk melestarikan salah satu budaya Aceh yang kaya dan sarat dengan perlembang kehidupan.

JAKARTA, 2 SEPTEMBER 1992

YAYASAN INSTITUT A N J W G O G I INDONESIA

HAINA IDHAM RUSWOTO

vi

SAMBUTAN KETUA U M U M H.A.R.P.I. "MELATI '

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa karena hanya berkat rahmat dan ridho-Nya maka kita masih diberikan kesempatan untuk dapat berkarya dalam rangka mengisi dan mewujudkan cita-cita pembangunan Nasional pada umumnya dan meningkatkan harkat serta marta-bat organisasi yang kita cintai yakni HARPI "MELATI" pada khusus-nya.

Di dalam program kerja organisasi HARPI "MELATI" telah tertuang rencana-rencana kegiatan untuk meningkatkan dan memajukan organisasi secara bertahap dan berlanjut di segala b idang, khususnya dalam hal mengga l i , melestar ikan, mengembangkan dan memasyarakatkan nilai-ni lai budaya bangsa terutama sekali di bidang Tata Rias Penganten dari ber-bagai daerah di seluruh Indonesia.

Terbitnya buku tentang: "TATA RIAS PENGANTIN'dan UPACARA ADAT PERKAWINAN ACEH (ACEH BESAR), merupakan salah satu realisasi dari penggalian pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya Indonesia yang patut kita sambut dengan penuh antusias dan kegembiraan serta dapat dijadikan contoh bagi anggota-anggota HARPI "MELATI" yang lain dalam rangka menyukseskan program kerja HARPI "MELATI" 1989 - 1993.

Disampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada NY. CUT INTAN ELLY ARBY selaku Ketua Yayasan MEUKUTA ALAM dan anggota Subkonsorsium TATA RIAS PENGANTIN pada Direktorat Dikmas Depdikbud yang dengan sungguh-sungguh telah ikut menyukseskan program kerja HARPI "MELATI" 1989-1991 dengan kesabarannya mengkoordinasikan penulisan buku yang baik ini.

Juga diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut bersama-sama menyusun dan menerbitkan buku yang baik ini, yang sangat berguna bagi para anggota HARPI "MELATI" dimanapun mereka berada.

via

Semoga buku Tata Rias Pengantin ini bermanfaat juga bagi para perias pengantin dimanapun berada.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

HIMPUNAN AHLI RIAS PENGANTIN INDONESIA "MELATI"

KETUA UMUM

l0Mw NY. IMING SOEKARNO

vi b

SAMBUTAN

Kami menyambut baik upaya yang dilaksanakan oleh Sub-konsorsium Tata Rias Pengantin pada Direktorat Pendidikan Masyarakat yang telah berhasil menyusun kurikulum bagi kursus Tata Rias Pengantin.

Kurikulum tersebut telah dibakukan oleh Pemerintah secara nasional dan hingga kini telah terlaksana ujian nasional sebagai upaya mengukur kemampuan warga belajar yang belajar di kursus.

Agar kurikulum dapat diterapkan dengan baik diperlukan buku pelajaran yang dapat digunakan oleh Sumber Belajar sebagai pedoman.

Tulisan Ibu C. I'. Elly Arby berupa buku pelajaran Tata Rias Pengantin Aceh (Aceh Besar) ini, telah memberi jawaban atas salah satu kepentingan masyarakat, khususnya mereka yang berminat dibidang Tata Rias Pengantin.

Diharapkan semua anggota Himpunan Ahli Tata Rias Pengan-tin Indonesia (HARPI) MELATI dapat menambah peran aktifnya dalam proses pengembangan kebudayaan daerah, dengan belajar sendiri melalui buku-buku semacam ini dan menularkan ilmunya para warga belajar yang mengikuti kursus Diklusemas.

Semoga buku ini dapat menambah wawasan dan memperkaya kepustakaan serta merupakan sarana untuk menjaga kelestarian budaya dan kesinambungan pranata-pranata sosial budaya yang dapat mendukung proses pemantapan budaya nasional jelalui jalur pendidikan luar sekolah.

DIREKTUR PENDIDIKAN MASYARAKAT,

ANWAS ISKANDAR

vii

KATA SAMBUTAN

Suatu kenyataan bahwa dewasa ini terdapat keaneka ragaman penyelenggaraan Kursusu Diklusemas Tata Rias Pengantin sebagai akibat belum tersusun petunjuk penyelenggaraannya.

Suatu usaha kearah penyeragaman penyelenggaraan dan pro-gram Kursus Diklusemas Tata Rias Pengantin khususnya tata rias pengantin Aceh perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan belajar masyarakat.

Oleh karenanya dalam usaha meningkatkan pengetahuan keterampilan serta sikap warga masyarakat dalam Bidang Ke-juruan Tata Rias Pengantin Aceh dan menciptakan lapangan kerja sesuai dengan peningkatan mata pencaharian kami menyam-but baik dengan dikeluarkannya buku pelajaran Tata Rias Pengan-tin Aceh yang disusun oleh Ny. C l . Elly Arby.

Setelah mempelajari materi-materi yang disajikan kami dapat menyetujui buku ini dipakai pada kursus-kursus Diklusemas tentang Tata Rias Pengantin Aceh.

Mudah-mudahan buku ini merupakan sumbangan yang ber-arti pengembangan Tata Rias Pengantin Aceh baik di tingkat Daerah maupun tingkat Nasional.

Banda Aceh : Januari 1989.

A.n. Kepala Kantor Wilayah Kepala Bidang Dikmas,

Drs. Djamaluddin Abdullah Nip. 130 175 312.

viii

S A M B U T A N

Dalam upaya menunjang keberhasilan program pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa, Kantor Wilayah Depdikbud senantiasa melakukan upaya untuk memotivasi warga masyarakat agar dapat menulis bahan-bahan belajar yang dibutuhkan bagi warga belajar Diklusemas.

Kepustakaan tentang keterampilan Tata Rias Pengantin dan Adat Perkawinan Aceh bagi warga masyarakat masih perlu di-kembangkan, agar proses pembelajaran tentang keterampilan tersebut dapat lebih efektif dan mudah dilaksanakan. Oleh sebab itu setiap upaya yang ditujukan untuk menghasilkan bahan belajar selalu kami sambut dengan gembira.

Penerbitan buku Tata Rias Pengantin Dan Adat Perkawinan Aceh oleh Ny. G.I. Elly Arby dapat memberikan manfaat bagi warga belajar, sumber belajar dan warga masyarakat yang berminat menekuni bidang keterampilan ini baik sebagai pengetahuan dan keterampilan tambahan maupun untuk meningkatkan sumber mata pencaharian.

Dengan menyadari bahwa apa yang telah disusun oleh penulis buku ini merupakan suatu langkah awal namun sangat bermanfaat yang perlu untuk disempurnakan, maka kepada penyusun buku ini diharapkan dapat membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan selanjutnya.

Kepala Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Daerah Istimewa Aceh,

Drs. Mochtar Djalal Nip. 130 317 364.

ix

Banda Aceh, 22 Nopember 1983.

Nomor Lampiran H a l

Kepada

Yth. Sdr. Nyonya Cut Intan Elly A

d i -

Jakarta.—

1643/107.9/J.83

Lokakarya Pengantin Daerah Seluruh Indonesia.

Dengan hormat

Sehubungan dengan surat kami tanggal 21 Nopember 1983, Nomor : 1642/107.9/J.83. perihal seperti tersebut di atas, perlu kami sampai-kan bahwa :

1. Saudara kami tunjuk untuk mewakili Daerah Istimewa Aceh dalam Lokakarya dan Peragaan Pengantin;

2. Dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan tersebut di atas agar berkonsultasi dengan :

a. Kepala Perwakilan Gubernur Aceh di Jakarta;

b. Bunda Cut Ainal Mardhiah; c. Cut Nurmiah T.R. Cut Rahman; d. Twk. Wahab; e. Ny. Cut Munis T.R. Syah; f. Twk. Abbas; g. Ny. H.T. Daud; h. T.A. Mahmudy; i. Dan lain-lain pemuka daerah yang berada di

Jakarta.

3. Makalah yang diajukan pada prinsipnya dapat kami setujui, dengan perbaikan :

a. Kata-kata sembutan hanya sebagai laporan.

xii

b. Para lembaran depan hanya kata pengantar dengan tambahan halaman pendahuluan dll (terlampir).

c. Makalah yang disiapkan agar ditempatkan pada lampiran, sebagai petunjuk tehnis pelaksanaan.

4. Selesai mengikuti Lokakarya dan peragaan ini kepada kami dapat dikirimkan laporan pelak-sanaannya.

Demikian untuk dimaklumi dan atas perhatian Nyonya kami ucapkan terima kasih.

A.n.Kepala Kantor Wilayah DEPT DIK BUD Prop/ftysi Daerah Istimewa Aceh

pala Bidang Kesenian,

( Drs. Asli Kesuma )

NIP. 130186328.

Tembusan :

1. Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh. 2. Kakanwil Dept Dik Bud Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 3. Perwakilan Gubernur Aceh di Jakarta. 4. Pertinggal.

?SV""v;/5M

Upacara adat perkawinan Aceh Timur/Melayu /angkat Tamiang. Koleksi Penulis pada Upacara perkawinan Nanda dan Koko

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang me-miliki aneka ragam budaya. Keanekaragaman budaya Indonesia itu tersebar di seluruh tanah air bagaikan butir-butir permata yang tak ternilai harganya. Karena kebudayaan daerah merupakan indentitas dari suatu suku bangsa dan juga sebagai landasan pem-bangunan budaya nasional, maka selaku warga yang cinta pada negara, selayaknyalah kita selalu berusaha untuk melestarikan dan menjaga budaya bangsa kita.

Tetapi akhir-akhir ini terlihat aoanya pergeseran nilai budaya akibat adanya animo masyarakat yang menganggap segala sesuatu yang datang dari luar lebih baik daripada yang ada dalam negeri. Hal itu menyebabkan budaya luar itu dapat dengan mudah meng-geser kedudukan budaya daerah. Selain itu orang-orang tua yang ahli mengenai adat-istiadat sudah mulai langka dan buku-buku yang membicarakan budaya daerah yang ada di seluruh Indonesia belum begitu banyak, sehingga dikhawatirkan kebudayaan itu akan punah dan tidak dapat dikenal lagi oleh generasi penerus.

Agar kebudayaan itu tetap dikenal oleh generasi penerus bangsa Indonesia, maka dilakukanlah berbagai upaya pelestarian dan pemeliharaan budaya daerah, baik oleh pemerintah maupun oleh orang-orang yang cinta akan budaya. Hal ini terbukti dengan seringnya diadakan seminar, lokakarya, peragaan-peragaan adat-istiadat dari daerah-daerah yang ada di seluruh Indonesia atau menerbitkan buku-buku yang membicarakan adat-istiadat suatu daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis memberanikan diri menulis buku mengenai "Tata Rias Pengantin dan Adat Perkawinan Aceh.

2. Tujuan

Tujuan penulisan buku ini adalah selain untuk mengangkat dan melestarikan salah satu aspek kebudayaan Aceh, khususnya "TATA RIAS PENGANTIN DAN UPACARA ADAT PER-KAWINAN ACEH", juga penulis harapkan agar buku ini dapat menjadi pedoman dan membantu rekan-rekan yang ingin mem-

1

pelajari Tata Rias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Aceh.

3. Ruang Lingkup

Kebudayaan , Aceh berkembang di sepanjang daerah pesisir Aceh, meliputi: Aceh Besar, Aceh Utara, Pidie. Aceh Timur (langsa), Aceh Selatan (Biang Pidie). Aceh Barat (Meulaboh). Sedangkan yang akan penulis ketengahkan dalam buku ini adalah Tata Rias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Aceh yang telah membaur dan berkembang di istana (Keraton Aceh di masa lampau) yang terletak di Banda Aceh Ibukota Prop. D.I. Aceh yaitu tentang: Upacara Adat Perkawinan, Tata Rias dan Busana Pengantin Aceh lengkap dengan Tata Rias dan Busana Pendamping dan Pengipasnya; Cara Menjalin Bunga untuk Pengantin; Kesan Umum Peserta Ujian Tata Rias Pengantin; dan sekelumit tentang sejarah Adat Kebudayaan suku Aceh yang berada di pesisir Daerah Istimewa Aceh.

Sebelum menulis buku ini, penulis telah membuat makalah dan memperagakan tata rias pengantin Aceh pada lokakarya pengantin Nasional, tanggal 27 Nopember 1983 di Jakarta. Maka-lah itu telah menjadi buku dan pada saat diadakan lokakarya Pengantin Aceh di Banda Aceh pada tanggal 24 Mei 1988 telah digunakan menjadi pedoman pembuatan kurikulum Tata Rias Pengantin Aceh. Dalam buku itu penulis telah mencantumkan nama-nama perhiasan secara lengkap, walaupun dalam peragaan-nya hanya dapat menyajikan perhiasan yang sederhana, karena sukarnya memperoleh perhiasan atau ornamen yang lengkap. Tetapi dalam buku ini, penulis mencoba menyajikan penjelasan lebih sempurna yang dilengkapi dengan foto-foto busana dan perhiasan yang telah disederhanakan. Semua itu dilakukan agar masyarakat luas yang ingin mempelajari dan memiliki busana pengantin Aceh mudah memperolehnya.

i

2

/

BAB II

SEJARAH ADAT KEBUDAYAAN ACEH

Pada masa lampau, Aceh adalah sebuah kerajaan Islam yang besar di Nusantara ini. Kerajaan ini pernah berkuasa sampai ke Pariaman (Daerah Minangkabau), bahkan sampai ke Malaka, sehingga terlihat adanya persamaan kebudayaan dan tata rias pengantin Aceh daerah pesisir dengan kebudayaan dan tata rias pengantin Melayu, Minangkabau dan juga adanya pengaruh dari Arab, China, Eropah serta Hindu/Hindia. Hal ini terjadi karena pengaruh latar belakang keturunan serta hubungan dagang dengan suku-bangsa tersebut.

Pada zaman Sultan Ali Muhayat Syah, Aceh mulai dikenal oleh dunia, karena keberhasilannya memukul mundur bangsa

Portugis saat terjadi sengketa di Selat Malaka. Meurah Johan, Sultan pertama kerajaan Aceh Darussalam (tahun 1205 - 1234) adalah putra dari Adi Genali atau Teungku Kawe Teupat, yang dirajakan di negeri Lingga (Aceh Tengah). Beliau datang dari kerajaan Samudra Pasai dan masih ada hubungan darah dengan raja Peureulak. Pada saat itu, Meurah Johan dan Maharaja Indra Sakti dari kerajaan Indra Purba (Aceh Besar) dapat memukul mundur serangan laskar Cina. Akhirnya Maharaja Indra Sakti masuk Islam dan menikahkan putrinya yang bernama Beleng Indra Keusuma dengan Meurah Johan.

Panglima perang laskar Cina yang memimpin penyerbuan ke Lamuri adalah seorang wanita yang bernama putri Nian Nio Liari Khi. Serangan laskar Cina itu dapat dikalahkan oleh Meurah Johan dan putri Nian Nio Lian Khi dapat ditangkap. Setelah putri Nian Nio Lian masuk Islam dan atas persetujuan permaisuri-nya, Meurah Johan menikahi putri Nian Nio Lian Khi yang kemu-dian dikenal dengan sebutan Putro Neng.

Puncak kejayaan Aceh adalah saat kerajaan Aceh dipimpin oleh S ütan Iskandar Muda yang bergelar Meukuta Alam. Per-maisurinya yang pertama adalah seorang putri yang berasal dari kerajaan Bugis. Setelah permaisurinya mangkat, Sultan Iskandar Muda menikah dengan Puteri Pahang (Putro Phang). Puteri Pahang yang menjadi permaisuri Sultan Iskandar Muda merupakan hadiah

3

dari dua orang yang bersengketa dalam memperebutkan puteri tersebut. Atas keputusan Sultan Iskandar Muda, maka sengketa itu dimenangkan oleh salah seorang dari mereka yang bernama Raja Raden. Raja Raden kagum atas keputusan Sultan yan§ adil serta bijaksana, maka sebagai rasa terima kasih, Raja Raden meng-hadiahkan Puteri Pahang kepada Sultan Iskandar Muda. Sedangkan Raja Raden sendiri menikah dengan adik Sultan.

Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai seorang yang berbudi tinggi, adil, bijaksana dan perkasa, sehingga menjadi kecintaan rakyatnya. Di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, Negeri Aceh menjadi negara yang termasyhur dan rakyatnya hidup makmur sentosa. Demikian pula dengan Putri Pahang, ia pun mendapat tempat di hati rakyat, dan turut pula dalam menyusun Undang-undang Negara;, sehingga terkenal sebuah pameo yang berbunyi:

"Adat bak Po Teumeureuhom" "Hukum bak Syiah Kuala" "Kanun bak Putro Phang" "Reusam bak Laksamana"

Maksudnya:

"Stabilitas Kerajaan (Exsecutif)" "Hukum (Fatwa Ulama)" "Peraturan Putri Pahang/Permaisuri Sultan Iskandar Muda (1607-1636)" "Peraturan (Reusam) Laksamana.

Demikianlah sekelumit sejarah kebudayaan suku Aceh yang ada di daerah pesisir, yang antara daerah pesisir satu dengan daerah pesisir lainnya memiliki banyak persamaan budaya dan saling ber-kaitan satu sama lain.

4

BAB III

UPACARA ADAT PERKAWINAN ACEH

1. Persiapan dan Pembukaan

1.1 Jak Keumalen/Cah Roet

Jak Keumalen/Cak Roet ini ada dua cara, yaitu:

1. Langsung dilakukan oleh orang tua atau keluarga 2. Theulangka dilakukan dengan menggunakan utusan khusus

Maksud jak cah roet adalah sebagai tahap pertama dalam menjajaki atau merintis jalan. Biasanya beberapa orang dari pihak keluarga calon mempelai pria, datang bersilaturahmi sambil memperhatikan calon mempelai putri, suasana rumah dan tingkah laku keluarga tersebut. Pada kesempatan ini, calon pihak mempelai pria juga tidak lupa membawakan bungong jaroe atau bingkisan yang berupa makanan. Setelah adanya pendekatan, keluarga calon mempelai pria/linto baro akan menanyakan apakah putrinya sudah ada yang punya atau belum. Apabila mendapatkan jawaban dan sambutan baik dari pihak dara baro, maka dilanjutkan dengan jak lake (jak ba ranub).

Upacara itu terjadi disebabkan pada masa lampau hubung-an atau komunikasi antara wanita dan pria khususnya antara remaja berlainan jenis dianggap tabu, hubungan mereka sangat terbatas (tidak sebebas hubungan remaja masa kini). Selain itu peranan orang tua terhadap anaknya sangat dominan, se-hingga dalam memilih jodoh pun menjadi tanggung jawab orang tua masing-masing remaja, baik pria maupun wanita.

1.2 Jak Lake Jok Theulangke/Jak ba Ranub (Meminang)

Dalam acara ini orang tua pihak linto memberi theulangke (utusan) dengan membawa sirih, kue-kue dan lain-lain. Pada theulangke, pihak linto sudah mulai mengemukakan hasratnya kepada putri yang dimaksud. Apabila pihak putri menerima, akan dijawab "Insya A l lah" dan pihak keluarga serta putri yang bersangkutan akan melakukan musyawarah. Jika hasil musyawarah tersebut "t idak diterima" oleh pihak keluarga atau pihak putri, maka mereka akan menjawab, dengan alasan-alasan yang baik atau dengan mengatakan "hana get lumpo/ mimpi yang kurang baik". Sebaliknya jika "diterima" oleh

5

pihak keluarga putri , akan dilanjutkan dengan "Jak ba tanda".

Di kalangan orang tua masa lampau masih banyak yang percaya pada hal-hal yang berbau mistik, seperti adanya makna dari mimpi dan percaya pada kekuatan-kekuatan alam. Keper-cayaan i j dipengaruhi ajaran agama Islam yang kadang kala masih membaur dengan ajaran animisme atau kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang kita pada zaman prasejarah, sehingga dalam menentukan pinangan diterima atau tidak, juga masih dipengaruhi oleh kepercayaan tersebut.

1.3. Jak ba tanda/Bawa tanda

Maksud dari jak ba tanda adalah memperkuat (tanda jadi). Biasanya pada upacara ini pihak calon linto membawa sirih lengkap dengan macam-macam bahan makanan kaleng, se-perangkat pakaian yang dinamakan lapek tanda dan perhiasan dari emas sesuai dengan kemampuan calon linto baro. Ba tanda ini ditempatkan di dalam "talam/dalong" yang dihias sedemikian rupa; kemudian tempat-tempat itu dikosongkan dan diisi dengan kue-kue sebagai "balah idang" (balasan) dari pihak calon dara baro. Acara balah idang ini dilaksanakan-nya bisa langsung atau setelah beberapa hari kemudian.

Dalam upacara ini sekaligus dibicarakan hari, tanggal per-nikahan, jeulame (mas kawin), peng angoh (uang hangus ) , jumlah rombongan pihak linto serta jumlah undangan.

2. Pernikahan

Pernikahan ada 2 macam:

2.1.Nikah gantung, yaitu pernikahan gadis yang masih kecil belum cukup umur atau masih dalam pendidikan, mereka di-nikahkan terlebih dulu dan akan diresmikan beberapa tahun kemudian. Biasanya, hal ini terjadi pada gadis yang dijodoh-kan, sebab pada zaman dahulu, agam ngon dara (bujang dan gadis) tabu mencari jodoh sendiri. Penentuan teman hidup menjadi wewenang orang tua; terutama bagi seorang gadis.

2.2 Nikah langsung, yaitu pernikahan dilakukan seperti biasa, langsung diresmikan (wo linto).

Pada gadis dewasa yang tidak ada halangan, nikah langsung dilaksanakan di kantor KUA atau di rumah mempelai wanita.

6

Pada masa lampau kaum bangsawan selalu membuat upacara pernikahan di rumah calon mempelai wanita (dara baro).

Pernikahan (peugatip) dilakukan beberapa hari sebelum upacara wo linto/meukeurija (pesta). Sebelum upacara meukeurija diadakan meuduek pakat (bermufakat) dengan para orang tua adat, dan anggota keluarga serta pemuka masyarakat yang terdiri dari tuha peet (penasehat), kechik gampong (kepala desa), 'imum meunasah' (imam langgar). Biasanya musyawarah dipimpin oleh orang tua calon mempelai wanita (dara baro, atau yang mewakili-nya untuk membicarakan pesta yang akan diselenggarakan. Dalam kesempatan ini, keluarga atau saudara dari orang tua calon mem-pelai kedua belah pihak, menyampaikan niatnya untuk memberi-kan sumbangan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Dalam upacara perkawinan Aceh, makanan kecil atau kue-kue yang tidak boleh ditinggalkan adalah buluekat dengan tumpo (ketan), manok panggang (ayam panggang), buleukat dengan pisang teu peungat atho kaya (ketan dengan srikaya), dodoi (dodol), wajek, halua, meuseukat, thimpan serta kue-kue kering yang disebut reumok tho, kekarah, kembang goyang (kembang loyang bhoi/bolu), bungong kaye (bunga kayu). Sedangkan lauk-pauk yang biasa dihidangkan pada pesta perkawinan adat Aceh antara lain adalah:

— Gule boh panah (gule nangka khas Aceh) — Masak keuruema/masak puteh (masak semacam opor) — Masak keureuma/masak puteh (masak semacam opor) — Masak keureuma/masak puteh (masak semacam opor) — Shie masak mirah (daging masak merah) — Seumur Aceh — Engkot tumeh (ikan tumis khas Aceh) — Engkot masam keueng (ikan masak asam pedas) — Udeung tumeh (tumis udang khas Aceh) — Shie cuka (daging masak cuka) — Sambai gureng ate (sambal goreng hati) — Boh itek jruek (telor bebek asin) — Boh reuteuk crah (tumis kacang panjang) — Dan lain-lain. Meukerija (pesta menyambut linto pulang ke tempat dara baro) Peudap Jambo

Peudap jambo atau pasang tarub pada adat perkawinan di

7

Jawa, dibuat kurang lebih tujuh hari sebelum pesta diadakan. Dikerjakan oleh pemuda kampung (kaum pria). Bila sudah selesai, dipeusiejuek (ditepung tawar) bersama cawan pingan (alat makan). Jambo ini didirikan di halaman rumah tempat menerima tamu, biasanya untuk tamu pria. Sedangkan tamu wanita biasanya diterima di dalam rumah. Untuk besan terdekat disediakan tempat khusus dan hidangannya telah tersedia di tikar atau permadani.

Peulaminan (pelaminan)

Saat itu di dalam rumah juga dihias dengan tabing atau tabir pada dinding tempat menerima tamu. Untuk tempat duduk pengantin dibuatkan pelaminan yang terdiri dari :

- Tabeng (tirai) - Ayue-ayue ditempatkan di atas /depan pelaminan - Boh keulembu, hiasan ini berupa binatang-binatang - Kasho duk tilam persegi untuk duduk - Bantai sadeu (bantal persegi) untuk sandaran/bantai meutum-

pok - Dan lain-lain sulaman khas Aceh untuk keindahan yang tidak

terikat.

Pada zaman dahulu, pelaminan dibuat dari kayu berbentuk tempat tidur dan berukuran single bed serta dihias dengan kain tile (seperti kelambu) atau kain lain yang diberi hiasan, boleh juga kain brukat. Warna dasarnya kuning, merah dan hijau atau violet.

Kain hiasan berkasap dibuat secara tradisional daerah Aceh. Masing-masing kain yang terdiri dari berbagai warna itu, berukuran 2,25 m yang terdiri dari 7 macam warna. Pada bagian kiri dan kanan pelaminan memiliki warna yang sama/simetris. Kain-kain tersebut disematkan di bagian atas depan pelaminan. Pinggir-pinggir kain tersebut, bagian depannya ditarik ke samping kiri dan kanan dengan menggunakan kait kelambu yang terbuat dari emas/perak Sehingga terlihat seperti pintu berlapis 7 (pinto tujoh).

Pada bagian atas pelaminan (kiri, kanan dan depan) dilapisi dengan ayu-ayu (kain berbentuk riak-riak yang bersulam emas). Kain-kain yang ada di samping kiri-kanan juga dibentuk seperti bagian depan (berbentuk fitrasye jendela). Setelah itu, di seluruh pelaminan disematkan hiasan-hiasan berupa kipas, ayam, kepiting atau hiasan lainnya sesuai dengan seni masing-masing perias.

8

Sepasang Mempelai Model T. Edward dan Cut Keke

Pelaminan Aceh

8A

Alas tempat duduk diberi tilam dan dilapisi dengan sarung tilam berkasap serta dilengkapi dengan sepasang bantai sadeu (bantal untuk senderan), kaso duek (tilam duduk); sedangkan di samping kiri dan kanannya dihiasi dengan bantai meutampok (bantal bertampuk emas /perak) dan masing-masing berjumlah ganjil.

Pada dinding-dinding sekitar pelaminan diberi " tabing" (tabir/ tirai) dan di bagian atasnya diberi kain langit-langit. Pada lantai di sekitar pelaminan dibentang permadani. Dari mulai pintu masuk sampai ke pelaminan dibentangkan kain t i t i . Pada zaman dahulu, kain t i t i berwarna kuning hanya untuk kaum bangsawan, tetapi pada saat kini dapat dipakai oleh semua orang yang menghendaki-nya. Setelah itu, di bagian depan bawah pelaminan diletakkan sepasang bantal sebagai alas kaki mempelai. Kemudian, di bagian depan pelaminan diberi sepasang dalong kiri dan kanan berisi seunijuek, yang terdiri dari:

- Beulukat dengan tumpo (ketan kuning & tumpo) - On seuniejuek (daun cocor bebek) - On gaca (daun pacar)

- Naleung sambo (rumputan yang akarnya kokoh) - On seuke pulot (daun pandan) - Manek mano dan lain-lain dengan jumlah yang ganjil - Breeh padee/kunyet (beras padi kunyit) - Bungong rampou (bunga rampai) - Ie lam mangkong (air dalam mangkok) - Barang meuh (barang emas).

Pada sisi kanan ada dalam piring besar, ditempatkan dalam dalong yang telah dialasi ceradi (alas dalong berumbai). Kemudian ketan itu dihias atasnya dengan U mirah. U mirah yang menjadi hiasan itu dapat berupa bunga atau gambar apa saja yang disukai. Kemu-dian dalong tersebut ditutup dengan sange (tudung saji) dan di atasnya ditutup lagi dengan seuhap (kain penutup dengan sulaman kasab).

Dalam kebudayaan Aceh, cara menghias pelaminan tidak terlalu terikat, karena terus berkembang dan kreasinya sesuai seni masing-masing perias asalkan tidak meninggalkan ciri-ciri khasnya. Pada pintu masuk sudah disiapkan alat-alat perlengkapan cuci kaki pengantin pria yang terdiri dari:

- Sebuah dalong yang berisi seuniejuek

— Mundam (tempat air) — Bate ie (gayung air)

Malam Peugaca (malam jerinai )

Art i dari malam peugaca adalah malam berinai menjelang wolinto. Dalam upacara ini juga diadakan peusiejuek calon dara baro (mempelai wanita), dan peusiejuek gaca, bate mupeh (batu giling).

Maksud dari peusijuek adalah memberi dan menerima restu, serta mengharapkan keselamatan atas segala peristiwa yang telah dan akan terjadi.

Persediaan dan makna:

— Breuh pade (beras padi) lambang kemakmuran — Naleung sambo (rumput yang kokoh akarnya) lambang ke-

hidupan yang mendapat kemudahan dan kokoh dalam mem-pertahankan hidupnya.

— On gaca (daun pacar) melambangkan isteri sebagai obat pe-lipur lara sekaligus sebagai perhiasan rumah tangga.

— On seunijuek (daun cokor bebek) lambang kesejukan. — Buluekat kuneng (ketan kuning) lambang keakraban, ke-

mesraan dan kesejahteraan. — On pisang muda (pucuk pisang) lambang kesuburan, ke-

damaian, dan menonjol dalam kehidupan. — On murung (daun kelor) lambang penangkal ilmu hitam. — On manek mano sebagai pelengkap dan memeriahkan suasana.

Seluruh daun-daunan diikat menjadi satu atau dua ikat dan ditempatkan dalam mangkok besar yang berisi air. Bunga rampai, beras, padi ditempatkan dalam piring kecil. Kemudian mangkok dan piring ditempatkan dalam dalong dan ditutup dengan tudung saji, lalu ditutup dengan seuhap bersulam khas Aceh.

Pada dalong lain, yang telah dihias seperti di atas, diisi dengan ketan kuning yang telah dihiasi "u mirah" dan manok panggang (ayam panggang), kemudian ditutup dengan sange (tudung saji) dan seuhap (kain segi empat bersulam benang emas atau perak dipakai untuk menutupi tudung saji).

Daun pacar yang sudah dilepas dari tangkainya, ditempatkan dalam piring besar di dalam dalong lain. Batu giling diletakkan pada "t ika meusujo" dan dialas kain.

10

Upacara peugaca ini biasanya dilaksanakan pada malam hari selama 3 - 7 malam, semua perlengkapan ditempatkan di piring yang telah dihias di dalam dalong pada tika meusujo (tikar kera-wang khas Aceh). Busana yang dikenakan oleh dara baro pada upacara malam peugaca tidak terikat dan terus berganti-ganti dari malam pertama hingga malam ketujuh.

Pelaksanaan Peusijuk Gaca

Upacara peusijuk dipimpin-oleh "nek maja" (sesepuh adat), dan dimulai oleh orang tua/ibu calon "dara baro", kemudian keluarga terdekat. Pada saat peusijuk dimulai, dalam tempat yang berisi air seunijuk dimasukkan emas sebagai lambang ke-muliaan yang tidak pernah luntur. Peusijuk ini ditujukan kepada calon dara baro, bato giling, daun pacar, dan hadirin yang ada di sekitarnya juga diberikan percikan air seunijuek.

Calon dara baro didudukkan di tilam bersulam kasap, di sebelah kiri dan kanannya diletakkan dalong berisi seunijuk 'dan bu leukat (tepung tawar dan ketan), di bagian depannya diletak-kan dalong berisi daun pacar dan bate seumupeh (batu giling). Kaki dara baro dialasi dengan daun pisang muda.

Beras padi ditaburkan/disebarkan ke sekeliling dara baro demikian pula halnya dengan bunga rampai dan air seunijuk. Semuanya ini dimulai dari telapak tangan mengitari badan menuju ke atas kepala. Setelah itu calon dara baro diberi uang sebagai hadiah, kemudian bersujud mencium tangan yang mempeusijuk dan dibalas dengan ciuman kasih sayang pada dahi lalu peusijuk bate dan gaca.

Selesai peusijuk, barulah daun pacar digiling oleh ibu calon dara baro dan keluarga terdekat secara bergantian. Demikian pula memberi daun pacar yang telah digiling itu pada calon dara baro secara bergantian dan disempurnakan oleh ahlinya (ibu rias).

Upacara peusijuk biasanya dilaksanakan pagi hari, dengan harapan kehidupan terus menanjak dan murah rezki. Upacara peusijuek dilaksanakan dengan harapan agar mempelai mencapai kebahagiaan dan memberi kesan-kesan indah pada detik-detik pelepasan menuju kehidupan yang baru. Sedangkan pada hakekat-nya adalah memohon kepada Allah Yang Maha Esa agar kedua mempelai hidup bahagia dunia dan akhirat. Pada saat itu biasanya diadakan malam kesenian untuk hiburan mereka yang sedang bekerja untuk persiapan pesta.

11

Koh Gigo (potong/meratakan gigi)

Pada masa lampau, seorang gadis yang telah dinikahkan, giginya harus dipotong dengan alat pengikir gigi. Gigi yang telah dipotong itu diberi obat penguat gigi (baja bruek). Pemotongan gigi ini sekurang-kurangnya dilaksanakan 7 hari menjelang pesta wo linto. Bahan-bahan yang diperlukan untuk Koh Gigo ini adalah: — Pengikir gigi — Pinang tua yang sudah dikupas (pineung ruek) — Baja bruek (tempurung kelapa) — Segelas air putih hangat-hangat kuku yang diberi sedikit garam

untuk kumur-kumur — Perca kain yang bersih. — Air hangat atau air panas — Tapeh (sabut kelapa yang telah dibersihkan).

Cara Pemotongan Gigi

Mempelai dalam posisi tidur di atas kasur sederhana (bebas). Pada bagian dada ditutup kain putih atau kain panjang, rambut dibiarkan terurai (tanpa sanggul). Agar mulut agak terbuka, antara gigi samping atas dan bawah disanggah oleh pineung ruek (pinang tua) yang telah dikupas dan dibersihkan. Pemotongan gigi dimulai dengan membaca basmalah dan dilakukan dengan mengikir gigi bagian sisi yang tidak diganjal. Setelah selesai bagian sisi satunya, diteruskan dengan bagian sisi yang lain, kemudian kumur-kumur dengan air hangat yang telah dicampur sedikit garam. Ambil perca kain yang telah direndam dalam air panas dan peraslah perca itu. Sebelum mempelai mengatupkan giginya, letakkan perca yang telah steril tersebut di antara gigi atas dan gigi bawah mempelai agar gigi kokoh dan kuat. Berikan baja bruek ke setiap celah gigi hingga merata, biarkan beberapa saat, kemudian bersihkan dengan ' tapeh dan kumur-kumur dengan air bersih.

Menurut penilaian orang zaman dahulu, pemotongan gigi, akan memberi kesan lebih cantik dan tanda bahwa wanita itu sudah ada yang punya (bersuami). Namun sekarang hal ini tidak lazim lagi dilakukan.

Koh Andam (memotong rambut yang halus di bagian dahi)

Koh andam ini dilakukan pada calon mempelai wanita (dara

12

S Ä , ^ * * andam, dicukur

calon dara baro dicukur d^n HP ^ ' ^ W a j a h d a n k u d u k

kelihatan lebih be S i h S P m ' ? ^ r a m b u t n V * agar

ataupun kelapa hiia.. vann a ' T e ™ p a t l < a n d l da|a™ kelapa gading sedemikian rupa. ' " 9 m a S ' h a d a a ' ' m y a d a n ^ diukir

m e m U T : ^ S a T o a T 9 " ^ d a n b U ' U ™ a c a "

r „ ̂ vang a * hirÄ s ksr Peumano Dara Baro (memandikan calon mempelai wanita)

vang taat, orang ,ua mempelai dan sanak keluarga terdekat dari kedua orang tuanya dalam jumlah vano aaniil L , k a t d a n

mandi dibacakan doa-doa bersuci 1ZJS' ™ " P X m

labir batin dalam memasuki Ä p X S " m e m P e ' a i ^

S oren^rrr, r sa-tkaiua-=rr memtea - ~ « ^ MuabUa:pda;awe t : z m a ' /a", ar

ba

erP

se;a?;rin

A9 K r s e b u ' * vang pandai berparTn

vang d a p / , 0 ^ e r i Z ^ Z I Z " S K S " b ^ ^ " ^ P - keluarga dan naseba, - « S S ^ ^ M E S

13

Contoh syair :

Treun tajak manoe Dara Baro treun Tajak manoe

Oh Iheuh manoe Lakee seu naleu I ja nyang la en Seunalen manoe

Wahe putroe aneuk metuah Gata Ion seurah Ta tinggai po ma

Meunyo tajak Bek tuwoe kamo Trep-trep beutawo Tajingeuk po ma

Maksudnya :

Turunlah kita mandi Mempelai putri turunlah Kita pergi mandi

Sesudah mandi Minta salinan Kain yang lain Salinan mandi

Wahai putri Ananda yang beruntung Dikau ku serahkan Meninggalkan Bunda Kalau pergi Jangan lupakan kami Sekali-kali pulanglah Melihat Bunda

Upacara peumano di masa lampau dilaksanakan penuh hidmat dan mempunyai makna tersendiri serta sakral. Dahulu pelaksanaan upacara ini hanya untuk kalangar keluarga terdekat saja dan hanya dilakukan oleh kaum bangsawan. Tetapi sekarang dapat dilakukan oleh semua orang tanpa terkecuali.

Lama-kelamaan adat dan kebudayaan Aceh yang hampir punah dengan diadakannya pekan kebudayaan Aceh yang pertama

14

kedua dan ketiga, muiailah masyarakat banyak mengenalnya dan terjadilah pembauran kebudayaan daerah-daerah yang ada di pesisir yang dipusatkan di Banda Aceh, sehingga kadangkala terjadi perbedaan pendapat mengenai tata cara pelaksanaan kebudayaan tersebut, contohnya pada upacara Peumano. Menurut adat aslinya, yaitu adat Aceh (Aceh Besar),upacara peumano di-laksanakan tanpa tarian, sedangkan pelaksanaan peumano yang dikenal saat kini ada tariannya, yaitu tari Pho (asal Aceh Barat). Perlengkapan yang diperlukan :

— Sebuah guci yang berisi air — Jeruk purut yang sudah diracik — Bunga rampai (bunga setaman) — Sebotol minyak wangi — Gayung mandi — Handuk — Ija seunalen (kain buat bersalin).

Guci yang telah berisi air dimasukkan jeruk purut, bunga rampai dan minyak wangi.

Upacara ini dipimpin sesepuh adat, dimulai dengan orang tua mempelai dan diikuti oleh keluarga terdekat. Caranya adalah dengan menyiramkan segayung air ramuan tersebut mulai dari atas kepala, ke bahu kanan dan kiri hingga rata ke seluruh badan dan kaki yang dilakukan secara bergantian oleh ibu-ibu saja, boleh diikutsertakan ayah kandungnya.

Peukayan Manoe (busana mandi)

Pada masa lampau peukayan manoe, meugeutang ngeun ija krong sutra (kemben sarung sutra). Ija sawak meutop baho meu junte u baroh (selendang menutup bahu berjuntai ke bawah). Dada mempelai putri yang terbuka ditutupi dengan perhiasan (kalung besar) sesuai dengan kemampuan, biasanya memakai kalung berangkai (euntuek) atau kalung lainnya yang terbuat dari emas.

Rambut dapat dilepas atau disanggul sederhana, agar gam-pang dilepas ketika akan mandi. Rambut dihiasi bunga dengan satu macam bunga atau bermacam-macam bunga untuk keindahan. Hiasan rambutnya hanya berupa bunga-bungaan saja, tanpa ornamen, tidak terikat peraturan yang kaku, asalkan tidak me-nyimpan dari adat dan melanggar agama.

15

Busana dalam Upacara Peumano (mandi) Dengan model Cut Keke

Upacara Peumano oleh penulis kepada calon mempelai Andi Nanda Rivai

15A

Khatam Qur'an

Perlengkapannya :

- Beureuteh (bereteh) - Pisang buie - Buluekat (ketan) - Tumpo - Breuh mangkong (beras di mangkok) - Pade mangkong (padi di mangkok) - Boh manok gampong (telor ayam kampung)

Upacara khatam Qur'an ini dipimpin oleh guru ngaji dan dimulai dengan membaca doa' memohon kepada Allah yang Maha Esa agar bahagia dunia dan akhirat. Kemudian calon mempelai disuapi ketan dan tumpo yang telah tersedia, baru membaca ayat terakhir AI Qur'an. Setelah selesai calon dara baro menyalami dan mengucapkan terima kasih serta mohon maaf atas segala kesalahan dan juga mohon doa restu kepada guru ngajinya.

Selanjutnya guru ngaji membimbing calon dara baro menemui kedua orang tua dan keluarga terdekat untuk melakukan hal yang sama. Setelah upacara selesai, telor, bereteh, beras, padi uang sekedarnya diberikan kepada guru ngaji sebagai tanda terima kasih dan pengambilan terikat ilmu.

3. Wo linto (mempelai pria pulang ke rumah mempelai putri)

Upacara wo linto merupakan puncak acara yang dinanti-nantikan, karena upacara ini merupakan upacara peyambutan linto baro (mempelai pria) yang diantar ke rumah orang tua dara baro (mempelai putri). Dalam upacara ini, dara baro (mempelai wanita) sudah dirias dan memakai busana pengantin Aceh lengkap dengan sanggul cak-cengnya.

Sebelum bersanding, mempelai wanita dibimbing oleh pe-unganjo (orang yang mendampingi) menghadap kedua orang tua untuk semah ureung chik (sungkem kepada kedua orang tua) kemudian baru dibawa oleh peunganjo untuk didudukkan di pelaminan menunggu mempelai pria dan rombongan tiba.

Begitu pula halnya linto baro (mempelai pria), setelah ber-pakaian pengantin lengkap, melakukan seumah ureung chik (sungkem kepada kedua orang tua) untuk mendapatkan restu barulah rombongan peutren linto (pengantar mempelai pria)

16

berangkat ke rumah dara baro. Hal ini dilakukan karena pada masa lampau, kedua orang tua linto baro tidak menghadiri upacara wo linto tersebut.

Dalam upacara ini rombongan linto baro dari jauh atau per-batasan kampung (desa) sudah meuseulaweut (bersalawat kepada Nabi Muhmmad SAW) sambil berjalan mendekati rumah dara baro. Sedangkan pihak dara baro menjemput rombongan linto baro kurang lebih 500 meter dari rumah dara baro. Kemudian pihak linto baro dan pihak dara baro melakukan seumapa (ber-balas pantun). Jika pihak mempelai pria kalah dalam berbalas pantun, maka acara selanjutnya tidak dapat dilanjutkan. Tetapi jika pihak mempelai pria dapat memenangkan acara berbalas pantun, maka dilanjutkan dengan upacara tukar-menukar sirih yang melakukan adalah dua orang tua (sesepuh) dari kedua belah pihak.

Sesampainya di pintu gerbang, rombongan linto baro diper-silahkan masuk dan (into baro diserahkan kepada orang tua adat dari pihak dara baro. Mempelai pria dipayungi oleh satu atau dua orang pemuda dari pihak dara baro menuju rumah dara baro. Dari pintu masuk, linto baro dibimbing oleh orang tua adat peuganjo (orang tua pendamping) untuk rah gaki (membasuh kaki). Hal itu melambangkan bahwa untuk memasuki jenjang rumah tangga harus dalam keadaan suci lahir batin.

Dara baro yang sedang duduk menanti di pelaminan dibim-bing oleh seorang ibu peunganjo menyongsong/menyambut dengan melakukan seumah (kepada linto baro (sungkem kepada mempelai pria) sebagai tanda hormat dan penuh pengabdian. Linto baro menerima sambutan itu dengan penuh kasih sayang dan segera menggenggam tangan dara baro sambil menyelipkan amplop yang berisi uang sebagai lambang penuh rasa tanggung jawab untuk memberi nafkah isteri.

Kedua mempelai disandingkan sejenak sebelum dibimbing menuju suatu tempat khusus untuk bersujud kepada kedua orang tua mempelai. Dimulai dari dara baro bersujud kepada Ibu/Bapak-nya kemudian kepada Ibu/Bapak mertua/pengganti yang diikuti pula oleh linto baro yang bersujud mengikuti istrinya. Setelah itu kedua mempelai dibimbing kembali ke pelaminan untuk dipeusijeuk oleh keluarga secara bergantian, mulai dari pihak dara baro kepada linto baro dengan memberikan uang atau barang

17

Upacara Peuteumeng Linto

Upacara Peuteumeng Linto dipimpin oleh Penulis

17A

berharga lainnya, demikian juga sebaliknya. Jumlah keluarga yang mempeusijuek harus ganjil.

Pada zaman dahulu, selesai upacara tersebut, linto baro pulang kembali ke rumahnya (tidak menginap di rumah dara baro). Setelah hari ketiga atau ketujuh barulah linto baro diantar kembali ke rumah dara baro untuk melakukan upacara Peulhe atau peu-tujoh (hari ketiga atau ketjuh). Pada upacara ini linto baro sujud sembah kepada mertua dan diberi sennalaen (pakaian salin) atau cincin emas dl l , setelah upacara menanam bibit.

Dalam upacara wo linto ini pihak linto baro membawa bebe-rapa perangkat untuk dara baro dan juga makanan kaleng, kopi, teh, susu, gula, kue-kue, buah-buahan, sabun mandi, bibit tanam-an, seperti : bibit tebu, bibit kelapa (u bijeh), u teulason dan lain-lain sesuai dengan kemampuan linto baro. Peunuewo (bawaan linto baro) dibalas oleh pihak dara baro dengan memberikan ma-kanan berupa kue-kue adat dan lain-lain yang telah dihias dalam dalong (balas hidang).

4. Tueng Dara Baro (Mengundang Mempelai Puteri)

Upacara tueng dara baro adalah upacara mengundang dara baro beserta rombongan ke rumah mertua (orang tua linto baro). Upacara ini dilaksanakan pada hari ketujuh setelah upacara wo linto. Pada upacara ini dara baro yang diiringi satu atau dua orang peunganjo (orang tua yang mendampingi) dan rombongan datang dengan membawa kue-kue yang ditempatkan dalam dalong yang telah dihias dan ditutup dengan suhab (kain penutup sange/tudung saji yang disulam dengan benang kasab/emas). Pada upacara ini, cara penyambutannya sama seperti pada upacara wo linto, hanya pada upacara tueng dara baro tidak ada berbalas pantun dan cuci kaki.

Di pintu masuk halaman, rombongan disambut dengan upaca-ra tukar-menukar sirih oleh para orang tua kedua belah pihak. Dara baro disambut oleh keluarga linto baro dengan memayungi dan membimbingnya menuju rumah linto baro. Tiba di tangga pintu masuk rumah, rombongan ditaburi breuh pade (beras padi), bungong rampo (bunga rampai), on seunijeuk (daun-daun sebagai tepung tawar).

Dara baro dipersilahkan menuju tempat istimewa yang telah disediakan, lalu ibu linto baro melakukan tepung tawar dan dara

18

Busana gaya Ija dua blah haih dalam upacara Tueng Dara Baro

Dara Baro tiba dihalaman rumah Linto dalam upacara Tueng Dara Baro

18A

baro pun bersujud kepada orang tua linto baro. Orang tua linto baro memegang tangan dara baro dan membimbingnya menga-rah suatu tempat untuk mengambil perhiasan yang berada di dalam air kembang di suatu wadah khusus. Perhiasan tersebut diserahkan oleh dara baro kepada ibu mertuanya untuk dipakaikan kepada dara baro. Biasanya perhiasan terdiri dari kalung, gelang atau cincin emas sesuai dengan kemampuan pihak linto baro.

Pada upacara ini dara baro menginap di rumah orang tua linto baro selama tujuh dari. Selama menginap ia ditemani oleh satu atau dua orang peunganjo. Setelah tujuh hari, dara baro di-antar kembali oleh pihak linto baro ke rumah orang tua dara baro dengan dibekali beberapa perangkat pakaian, bahan-bahan ma-kanan, seperti : pisang yang disusun dalam dalong, emping dari beras, uang balah idang dan lain-lain sebagai balasan (balas hidang).

Sesampai di rumah orang tuanya, dara baro dan rombongan disambut dengan upacara jamuan makan bersama, maka selesailah upacara adat perkawinan Aceh.

19

BAB IV TATA RIAS DAN BUSANA PENGANTIN ACEH

Seorang penata rias pengantin, sebelum bekerja harus sudah mempersiapkan seluruh perlengkapan merias sebaik mungkin. Hal ini dilakukan untuk mencapai hasil yang memuaskan, khusus-nya ketika sedang menempuh ujian praktek.

Pada waktu mempersiapkan perlengkapan/sarana merias yang perlu diperhatikan adalah kebersihan, cara mengatur alat kosme-t ik, busana dan lain-lain, sehingga terlihat rapi dan efisien ke-tika pelaksanaan merias dilakukan untuk itu diperlukan nampan yang beralaskan kain putih yang diletakkan di atas meja yang di-alasi kain putih pula.

1. TATA RIAS DAN BUSANA DARA BARO

1.1 Alat-alat yang diperlukan :

— Meja kerja pendek ukuran 125 cm x 60 cm — Kursi pendek (dingklek) — Tikar atau permadani — Alas meja putih — Nampan sebanyak 3 - 4 buah beserta alas kain putihnya — Kapas dan tissue — Tempat sampah bertutup — Tempat kapas — Tempat tissue — Tempat sisir/sikat — Tempat jepitan/harnal — Gunting — Jarum dan benang — Handuk kecil — Cape — Sarung dl l .

1.2 Kosmetik yang diperlukan :

— Susu pembersih sesuai jenis kulit model — Penyegar sesuai jenis kulit model — Pelembab — Fondation (alas bedak) — Pan Stick/cover stick (dempul) — Bedak powder

20

— Bedak padat — Eye shadow (bayangan mata) — Pinsil alis — Sipat mata (eye liner) — Maskara — Pemerah pipi — Minyak bibir — Pemerah bibir (lipstick) — Lip liner (garis bibir) — Sikat wajah — Sikat alis — Kapas dan tissue — Mangir untuk tangan dan kaki

1.3 Perlengkapan Menata Rambut :

— Sisir/sikat — Bando kawat warna hitam — Karet gelang — Hair spray — Jepitan bebek/pingkel — Harnet — Harnal dan karet gelang — Tali hitam/tali sepatu — Cemara yang panjangnya kurang lebih 80 cm yang tebal — Pelepah pisang kurang lebih satu jengkal panjangnya

1.4 Busana dan Perlengkapannya :

— Sielueweu meutunjong (celana panjang Aceh) — Seulop meukasap (sendai/selop berkasap) — Baje meukasap (baju Aceh) — Ija krong sungket (kain sarung songket Aceh) — Tali dan peniti

1.5 Perhiasan kepala dan maknanya :

— Bunga sanggul segar (membawa nama harum sekeluarga). — Patam dhoe lambang kebesaran ayum gunbak lambang

kebahagiaan. — Bungong tajok (bentuk bungong sitahon) 1 pasang lam-

bang pasangan yang awet, karena sangat langka, dapat diganti dengan bunga lain. (jeumpa, kenanga dan mawar.

21

— Bungong ok 5 setangkai untuk hiasan sanggul (lambang jalan hidup yang baik sesuai dengan rukun Islam), dipakai 1—3 tangkai di depan sanggul. Apabila 7 setangkai lambang jodoh yang baik.

— Bungong got-got 7—15 tangkai lambang pertemuan jodoh yang tepat, rukun hingga akhir hayat.

— Subang meucintra atau anting satu pasang lambang akan selalu mendengarkan petuah orang tua.

1.6 Perhiasan yang diperlukan :

— Kiah taku/ceukak — Boh dokma/boh baje puncak tudong — Ganceng Ihee atau talo suson Ihee — Boh jeureumo dan talo gule — Simplah meuh — Talo keieng — Ajimat meuraket untuk menangkal bahaya/tolak bala — Ikai — Sawek — Gleung pucok ruebong — Euncien — Gleung gaki

Untuk mendapatkan nilai yang lebih baik, usahakan agar per-lengkapan tersebut sewarna. Sebelum merias, model harus menge-nakan penutup kaki (sarung) dan penutup dada (cape putih). Model dipersilahkan duduk di tikar atau permadani, sedangkan penata rias duduk di kursi pendek atau dingklek. Rambut model diikat ke belakang atau diberi bando hitam, kemudian wajah model dibersihkan dengan cream pembersih dan diberi penyegar. Model sudah diberi kutex dari rumah. Penilaian terakhir adalah penampilan model dan penata rias itu sendiri.

1.8 Merias Wajah

Rias wajah pada pengantin putri Aceh sebaiknya memberi kesan serasi dengan warna busana yang dikenakannya. Warna alas bedak, bedak disesuaikan dengan warna kulit model dan memberi kesan putih kemerahan.

Wajah dirias sesudah dibersihkan dan diberi pelembab dan alas bedak. Alas bedak yang dipergunakan dapat berbentuk cair (liquid), padat (cake), pan stick atau cover stick. Akan tetapi

22

lebih baik yang tidak mudah meleleh jika terkena udara panas.

Pengolesan alas bedak dapat dilakukan dua atau tiga kali. Jika wajah model terdapat bekas jerawat atau noda hitam dapat diberi dempul terlebih dahulu, kemudian baru diberi alas bedak. Pengolesan alas bedak dan bedak harus meliputi : wajah, leher, telinga, tangan dan kaki atau pada tempat-tempat yang terlihat.

Tahap selanjutnya adalah merias mata dengan warna cerah dan serasi sesuai dengan ketentuan dan warna busana yang dikenakan. Pada kelopak mata diberi warna terang, pada sudut mata bagian luar diberi warna gelap, high light di bawah alis berwarna putih atau cream. Warna untuk alis disesuaikan dengan warna rambut dan dibentuk sesuai dengan bentuk wajah (melengkung indah).

Sipat mata berwarna hitam berupa pensil cream, dioleskan untuk memberi kesan mata lebih indah. Bayangan hidung diberi-kan pada hidung yang kurang mancung. Maskara berwarna hitam yang dioleskan dengan hati-hati pada bulu mata agar tidak mengo-tori sekitar mata. Tujuan pemakaian maskara adalah agar bulu mata asli menjadi lentik dan kelihatan lebat.

Warna pemerah pipi senada dengan pemerah bibir dan dioleskan samar-samar membaur dengan bedak di sekeliling-nya. Dengan demikian hasil riasan akan memberi kesan lebih indah dan segar. Bibir diberi batas dengan out-liner/lip-liner kemudian diberi lipstick/cat bibir dengan menggunakan kuas bibir.

Secara tradisional atau sebelum ada kosmetik modern, alis dikerik dan dihitamkan dengan kemiri bakar (alis dikerik sekali-gus membuat adam), bibir diberi pemerah dengan sirih dan pinang, sedangkan untuk pemerah pipi digunakan bunga terompet (bu-ngoong asa uro). Setelah selesai sebaiknya penata rias mengamati kembali hasil riasannya, sehingga bila masih ada yang kurang sempurna penata rias dapat menyempurnakan hasil riasannya. Hasil akhir yang diharapkan wajah model terlihat putih keme-rahan.

1.9 Membuat Sanggul

Menata rambut dikerjakan segera setelah riasan wajah selesai. Rambut disisir rapi ke arah puncak kepala tanpa sasakan dan diikat dengan karet gelang. Setelah itu ikatkan cemara dengan

23

tali hitam pada ikatan rambut tadi. Sanggul ini dibuat dengan meletakkan pelepah pisang di bagian atas, lalu cemara dan rambut model dili l itkan membentuk angka delapan. Ujung cemara harus berakhir di sebelah kanan bagian atas. Kanan melambangkan bahwa tujuan hidup adalah menuju pada kebaikan dan kebenaran, sedangkan atas bermakna, bahwa kebaikan itu harus berada di atas segalanya, juga memberi makna keberhasilan dan peningkat-an. Sanggul ini disebut sanggul cak ceng yang berarti sanggul tarik (ketat). Pada masa lalu sanggul seperti itulah yang sering dipakai, tetapi untuk saat ini orang lebih suka memakai sanggul meukipah yang bentuknya menyerupai kipah (kipas) dan disasak agar lebih rapi.

1.10 Ciri-ciri sanggul cak ceng :

- Rambut tidak disasak - Sanggul melintang di puncak kepala - Sanggul berbentuk angka delapan memanjang ke samping

dan pelepah pisangnya kelihatan di bagian kiri dan kanan - Besar sanggul disesuaikan dengan bentuk kepala dan tubuh - Setelah sanggul terbentuk, dirapikan dan diberi harnet

dan hair spray.

Langkah selanjutnya adalah memasang bunga jeumpa meu-suson (cempaka bersusun dua lapis) yang disuntingkan di bagian depan sanggul. Bungong tajok menutupi pelepah pisang yang menonjol di kiri kanan sanggul. Rampoe teusok dilil itkan pada sekeliling sanggul, membentuk angka delapan. Satu untai melati juga dipasang mengikuti bentuk sanggul, mengelilingi bungong tajok. Kemudian untaian rampoe yang panjangnya 60 cm dipasang di depan sanggul yang ujung-ujungnya dibiarkan berjuntai sampai ke kanan kiri kuping. Setelah i tu, preuk-preuk yang panjangnya kurang lebih 25 cm dipasang di belakang bagian bawah sanggul untuk menutupi pertumbuhan anak rambut dan tengkuk sebanyak lima atau enam untai. Sedangkan tiga untai preuk-preuk dipasang-kan di atas sanggul berjuntai ke belakang. Yang terakhir adalah memasang jeumpa meususon mengelilingi sanggul sampai bertemu dengan jeumpa meususon yang dipasang di atas sanggul. Cara Memasang Perhiasan Kepala :

- Pertama patam dhoe diikat ke belakang kepala dengan tali hitam yang dialasi melati. Patam dhoe ini dipasang sebelum

24

Pemasangan bungong tajok segar pada sanggul Cakceng

Cara pemasangan bunga dilihat dari samping kiri mempelai putri

24A

memasang bunga-bunga/preuk-preuk.

— Bungong Ok 1 — 3 tangkai yang bentuknya menyerupai bungong jeumpa (bunga cempaka), bungong kepula (bunga tanjung) dapat dipakai 1-3 tangkai bunga tanjung 5 atau 7 bunga pada bagian belakangnya. Bunga cempaka lebih di tonjolkan karena dapat memberi kesan khas Aceh.

— Ayeum gumbak dipasang di kiri kanan sanggul pada ujung pelepah pisang dalam jumlah satu-satu, dua-dua atau tiga-tiga untai.

- Bungong tajok meuh dipasang sebagai penutup tangkai ayeum gumbak. 1-3 kiri dan kanan.

- Bungong got-got atau kembang goyang dipasang di belakang bungong ok sebanyak 7 tangkai pada barisan pertama, yang 5 tangkai menghadap lurus kedepan sedangkan yang 1 se-belah kiri dan 1 sebelah kanan menghadap kesamping. Barisan kedua 5 tangkai, menghadap lurus kebelakang 3 tangkai sedangkan kiri kanan satu tangkai menghadap ke-samping barisan ketiga 3 tangkai menghadap kebelakang lurus 1 tangkai yang dipasang seperti diatas.

Semua ini melambangkan dalam menujun cita-cita luhur tidak pernah melupakan apa yang ada sekeliling kita dan usul kita.

Menata Sanggul Kipah

Selain sanggul cak ceng, di Aceh juga dikenal bentuk sanggul lain yang disebut sanggul kipah. Cara membuat sanggul kipah secara tradisional adalah sebagai berikut :

Rambut disisir ke belakang dan diikat agak longgar di tengah-tengah kepala bagian belakang. Sebagai pengganti rambut panjang dapat ditambah dengan cemara. Rambut yang telah diikat dibagi menjadi dua bagian dan selipkan pelepah pisang dan daun pandan di tengah-tengah ikatan rambut yang telah dibagi dua tersebut. Cemara/rambut dili l itkan pada pelepah pisang tadi membentuk angka delapan. Melilitkannya mulai dari sebelah kanan kemudian ke kiri dan ujungnya berakhir di sebelah kanan. Sedapat mungkin pelepah pisang dan daun pandan dapat tertutup rambut dan bentuk sanggul disesuaikan dengan bentuk muka, kepala, badan dan kepribadian model. Sanggul di puncak kepala agak berat (miring) ke kanan tetapi tidak begitu nyata. Dalam rangka penye-

25

suaikan dengan zaman sekarang, dapat memakai sasak pada bagian depan, kir i , kanan dan belakang sanggul, sehingga terlihat agak menonjol sedikit. Namun usahakan bentuknya tidak terlalu jauh berbeda dengan bentuk sanggul tradisi.

Pada masa lampau, sanggul kipah biasanya tidak memakai patam dho, tetapi memakai hiasan lain yang serasi atau dapat juga memakai ku Iah kama (mahkota) yang dipasang di depan sanggul. Selain dipakai dengan pakaian Aceh yang biasa dengan ija dua biak keigh tenunan asli (kain sekitar tahun 1700 — 1800 an). Ija Lipeh bulee denden ini tipis seperti bulu capung. Karena warna yang digemari lembayung, maka disebut juga Ija Lemba-yung. Biasanya dipakai pada malam peusijuk gaca atau malam pengaca, boleh juga dipakai pada saat menikah (upacara nikah) dalam adat kebesaran. Bunga-bunga yang dipakai pada sanggul kipah ini tetap bunga-bunga yang wangi, sesuai dengan tradisi, tidak begitu terikat asal saja tidak lepas dari bungong rampoe dan bungong jeumpa.

26

1.11 busana Bara Baro

Dalam kebudayaan Aceh sesuatu upacara selalu berkaitan dengan ajaran Agama Islam, misalnya untuk memulai sesuatu pekerjaan diawali dengan membaca Basmalah. Demikian pula hal nya ketika memakai busana dan perhiasan, diawali dengan mem-baca Basmalah dan pemakaiannya dimulai dari kanan.

Calon dara baro memakai busana pengantin adat Aceh, dimulai dengan memakai celana, kemudian selop/sandal, baju dan kain sarung dipakai berakhir di kanan dan berjarak kurang lebih 3 jari dari sebelah kanan pusar dan tepinya dapat dibuat lipit-lipit selebar. 4 jari; tinggi kain kurang lebih 5 jari atau 10 cm dibawah lutut. Memakai celana dan kain harus diikat dengan tali agar kuat, lalu pakai tali pinggang di atas kain, kemudian pakaikan kiah taku/Ceukok, ganceng pun cak tudong/bak dokma. talo sususon Ihee, jeureumo, talo gule, simplah meuh, ikai, ajimat meuraket, sawek, gleung puta gadong, gleung pucok reubong. (semua gelang tersebut dapat dipakai salah satu atau lebih)

2. Tata Rias dan Busana Linto Baro

2.1 Perlengkapan Busana Linto Baro

— Baju putih lengan panjang — Baje kot meututop (Jas Aceh Jas meurah) — Ija krong (kain sarung) — Taloe keuieng (tali pinggang/sabuk) — Rincong Aceh (rencong)

— Rante baluem (rantai kantong) + peuseumentaku pada busana kebesaran

— Kuepiah meukeutup (kopiah untuk pengantin pria) — Tampok keupiah (puncak di atas kopiah meuketop) — Tangkulok — Priek-priek kopiah (hiasan kopiah) — Sipatu (sepatu

— Bungkoh ronub — (ranub)

2.2 Merias Wajah

Membersihkan dengan cream pembersih sesuai dengan jenis kulit, kemudian diberi penyegar, lalu diberi pelembab tipis-tipis saja hingga merata, kemudian oleskan fondation dan cover stick (dempul) untuk menutupi plek-plek yang ada pada kulit wajah.

27

Upacara Seumah Ureung Chik/Syik

2 7 A

Berilah bedak dengan spon, lalu disikat dengan face-brush (sikat wajah), alis dibentuk mengikuti pertumbuhan rambut, kemudian disikat dapat diberi celak mata tipis saja. Bibir diberi pelindung dan pemerah bibir warna muda (alami). Sehingga memberi kesan wajah alami. Rambut disisir seperti biasa.

2.3 Busana dan Perhiasannya

Cara memakainya terlebih dahulu memakai baju putih lengan panjang, kemudian celana panjang (stelen jas Aceh). Setelah itu memakai kain sarung yang dilipat dua dan tingginya setengah paha, bagian kiri dan kanan kain sarong dipertemukan di tengah, diikat dengan tali, kemudian baru memakai tali pinggang (sabuk/ gesper). Terakhir barulah linto baro memakai baje kot meututop (baju jas Aceh/jas meurah) dan memakai keupiah meukeutup (topi khas Aceh). Topi itu dilapisi dengan tangkulok dan tam-pok kupiah meukuetup (hiasan topi dari emas), diberi preuk-pleuk pada samping kanan bagian depan topi. Setelah itu rantai baluem (rantai kantong) dipasangkan pada kantong bajunya. Selesai memakai sepatu, linto baro diminta berdiri untuk dipa -kaikan rincong Aceh pada pinggang sebelah kiri bagian depan dan gagangnya menghadap ke kanan.

Catatan :

Pada masa lampau pakaian pria yang lebih populer dalam masyarakat umumnya berwarna hitam, sarung dan tengkulok warnanya senada, khas dan tidak terlalu menyolok, biasanya memakai warna kehitam-hitaman yang bercampur dengan warna kehitam-hitaman yang bercampur dengan warna ke-kuning-kuningan dan bersulam khasab emas. Ada pula yang corak yang warnanya hampir menyamai kain Batak (Ulos).

2.4 Kopiah Meukuetop (topi khas pengantin pria Aceh)

Dijahit dari kain :

- Warna kuning melambangkan kerajaan, kebangsawanan dan keagungan

- Warna hijau lambang Ke-Islaman yang membawa kedamaian - Warna merah lambang keberanian dan kepahlawanan - Warna hitam lambang kerakyatan

Bentuk tangga pada topi warnanya hitam sebanyak empat trap

28

memberi arti dalam kehidupan yang harus dipelihara, yaitu: tingkat pertama hukum agama, tingkat kedua hukum adat, tingkat ketiga "kanon" (peraturan) dan tingkat keempat "reusam" (ke-biasaan.

Demikian sekelumit penjelasan untuk diketahui oleh generasi

penerus di masa mendatang.

3. Tata Rias dan Busana Pendamping serta Pengipas

3.1 Pendamping

Para pendamping terdiri dari :

- Peunganjo yaitu orang tua yang mendampingi dan melayani

pengantin; - Nek maja yaitu orang tua adat yang memberi petunjuk dalam

upacara peusijuek (tepung tawar), seumah (sembah) dl l .

3.1.1 Merias Pendamping

Merias wajah pendamping sederhana saja, sanggul dan rambut disisir ke arah puncak kepala, kemudian diikat dengan tali ber-warna hitam kira-kira 2 em dari kulit kepala. Setelah itu ikatan tersebut ditarik ke bawah supaya agak kendor dan memberi kesan seperti disasak pada bagian kir i , kanan dan bawah sanggul. Sanggul tersebut bernama sanggoi boh guda. Pada zaman sekarang, untuk membuat sanggul semacam itu, rambutnya dapat disasak sehingga lebih rapi.

3.1.2 Busana

- Baje et jaroe, baju lengan pendek (lengan tiga perempat)

dipakai di luar sarung; - Sarong palikat; - Ija sawak (selendang) yang menutupi kepala, biasanya ija

prai hitam; - Talo ke-ieng (ikat pinggang) dipakai di dalam baju.

3.1.3 Perhiasan

- Subang duek (giwang) - Peniti meukarang (peniti bersusun/berangkai)

- Euncin (cincin) - Seulop (seulop/sandal)

29

3.2 Pengipas (pengipah)

Pada upacara resmi dua orang gadis kecil atau gadis tanggung berdiri di kiri dan kanan pelaminan untuk mengipasi kedua mem-pelai. Pakaian yang dikenakannya biasanya pakaian adat Aceh.

3.2.1 Busana

- Baje Aceh gunting Cina (baju Aceh) model gunting Cina atau cop kuala;

- Siluweu meutunjong (celana dengan bentuk kaki mengecil ke bawah);

- Sarung songket lebih kurang 3 inci di atas lutut; - Selop, sandal, sepatu (tanpa kasab).

3.2.2 Perhiasan

- Subang preuk-preuk (anting-anting) - Kreusang (bros) - Talo gule (kalung, rantai) khas Aceh; - Gleung puta gadong (gelang putar); - Euncin (cin-cin).

3.2.3 Rias Wajah

Wajah dibersihkan seperti biasa, lalu di make up yang memberi kesan tidak menyamai pengantin putri (lebih sederhana).

3.2.4 Sanggul

Rambut boleh sedikit disasak tetapi jangan terlalu tinggi, sehingga masih terlihat gaya tradisionalnya. Sebelum disanggul di dalam rambut diberi bungong rampau teusok (bunga rampai yang ditusuk), lalu disanggul di atas batok kepala (di bawah pusar rambut). Nama sanggul itu adalah sanggoi broek. Sanggul itu dihiasi bungong preuk-preuk boleh juga bungong keulileng (bunqa keliling).

30

PERSEDIAAN SOK BUNGONG

— 1 Gelendong benang kuning atau hijau kekuningan — 1 Gelendong benang merah — 1 Gelendong benang hitam — 1 Gelendong benang putih — 80 Buah bunga cempaka — 1 Bungkus mawar bandung — 10 Ikat (plastik) melati — 1/2 Tumpukan (besar) kenanga — 1 Ikat daun pandan — Daun pisang — 1 Kotak jarum jahit — Gunting kecil - Tempat kembang

— Tempat benang dan jarum

;

31

BAB V SOK BUNGONG/MENUSUK BUNGA

Pemakaian bunga sanggul dalam tata rias pengantin Aceh banyak sekali coraknya. Namun secara umum yang sangat me-nonjol adalah bunga-bunga cempata (bungong jeumpa meususon), bungong rampoe meutusok (bunga rampai yang ditusuk) yang terdiri dari bunga-bunga yang wangi dan aneka warna, yang dikom-binasikan sedemikian rupa sehingga terlihat indah dan semarak. Apabila bunga-bunga tersebut tidak ada, dapat diganti dengan bunga-bunga lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Untuk mempermudah penilaian dalam ujian nasional, akan penulis sajikan cara merangkai bunganya adalah sebagai berikut :

1. Lapek Patam Dhoe (Alas Dahi)

Guntinglah daun pisang dengan ukuran panjang 10 cm, lebar 3 cm dan tepi kanan kirinya bagian atasnya turun 0,5 cm (lihat gambar pola 1). Buatlah pola itu sebanyak empat kali empat lembar). Dua lembar daun pisang dijadikan satu, antara lembar daun pisang bagian atasnya dihiasi bunga melati sebanyak dua susun dengan cara menjahitkan tangkai meulubreuh (kuncup melati) pada kedua lembar daun itu. Sedangkan guntingan daun pisang yang lainnya digunakan untuk menutupi jahitan benang dan tangkai meulubreuh tadi ditutup dengan tusukan bunga rampoew mawar atau rampai. Pada kiri dan kanan dapat pula diberi benang yang ditusuki melati sebagai pengikat. Rapek Patam Dhoe ber-fungsi sebagai alas agar dahi model tidak sakit dan sebagai kein-dahan semata.

2. Jeumpa Meususon Dua Lapek I (Cempaka bersusun dua lapis)

Untuk membuat rangkai bunga ini adalah dengan menggunting daun pisang yang berukuran panjang 10 cm, lebar 6 cm dan sisi kiri dan kanan bagian atasnya turun 1 cm (lihat gambar pola 2). Buatlah pola tersebut sebanyak empat kali. Di antara dua lembar pola tersebut pada bagian atasnya diselipkan bunga cempaka sebanyak dua susun. Susunan pertama diisi bunga cempaka banyak 7 atau 9 tangkai (berjumlah ganjil) dan susunan kedua adalah dengan menyelipkan satu bunga cempaka di antara dua bunga cempaka yang ada pada susunan pertama, demikian seterusnya,

32

sehingga rangkaian bunga itu terlihat indah. Selain untuk keindahan, rangkaian bunga itu juga memberi ciri khas budaya Aceh, sebab bunga Jeumpa (cempaka) adalah lambang kebanggaan masyarakat Aceh yang terkenal dengan lagu Bungong Jeumpa. Sanggul yang dihiasi bunga jeumpa itu melambangkan harapan keluarga agar mempelai kelak dapat memimpin dengan adil dan bijaksana yang akan membawa harum nama keluarga. Sedangkan barisan bunga jeumpa melambangkan rakyat yang bersatu membela pe-mimpin yang adil dan bijaksana.

3. Bungong Tajok (Bunga Tajuk)

Pola ini berbentuk kerucut yang tingginya 11 cm dan lebar atasnya kurang lebih 7 cm. Guntinglah daun pisang sesuai pola sebanyak empat lembar. Jahitkan bunga jeumpa (cempaka) pada sekeliling daun pisang yang telah dibentuk tadi sebanyak

3 buah. Pada bagian yang lebar/atas dijahitkan bunga kenanga dan ie mawoe (bunga mawar) untuk menutupi tangkai bungong jeumpa. Bungong ie mawoe (mawar) jumlahnya 3 — 5 buah yang warnanya dapat disesuaikan dengan warna busana, sehingga terlihat indah dan serasi. Bungong tajok itu dipakai di kiri dan kanan sanggul yang berguna untuk menutupi batang pisang. Pada zaman dahulu, bungong Tajok itu terbuat dari

bungong sithon/sitahon (kembang setahun), bunga hiasan taman atau halaman rumah yang tahan lama/tidak cepat layu. Tetapi karena sekarang bunga itu sudah langka, maka bungong tajok dapat dibuat dari rangkaian bunga jeumpa, kenanga dan mawar. Bungong sithon melambangkan pasangan suami istri yang awet.

4. Rampoe Teusok dan Meulubreuh (bunga rampai dan melati)

Buatlah rangkaian bunga rampai dan melati yang banyaknya masing-masing satu untai yang panjangnya kurang lebih 90 cm. Dipakai mengikuti bentuk sanggul (angka delapan), yang dimulai dari bawah ke atas. Rampoe teusok harapan siap menghadapi melambangkan berbagai cobaan menuju kehidupan yang lebih layak dan dapat membawa harum nama keluarga, sedangkan untaian melati putih melambangkan tali kasih sayang yang luhur dan suci.

5. Preuk-Preuk

Satu untai rampoe teusok yang panjangnya kurang lebih

33

60 cm, pada kedua ujungnya dihiasi bunga jeumpa (cempaka). Dipakai di depan sanggul yang kedua ujungnya berjuntai ke sam-ping kiri dan kanan sanggul sampai melewati kuping. Preuk-preuk itu melambangkan sepasang jodoh (suami istri) yang suka mendengar petuah dan siap menempuh hidup yang diwarnai cobaan suka dan duka.

Preuk-preuk yang lainnya (seluruhnya berjumlah ganjil) sebagian berguna untuk menutupi pertumbuhan rambut atau pundak bagi-an belakang, lambang dari ke-Is lam-an yang suka menutupi aurat. Preuk-preuk itu panjangnya kurang lebih 25 cm, tiga untai dipasang di atas sanggul yang berjuntai ke belakang. Sebaiknya untaian preuk-preuk tersebut bagian tengahnya berjuntai lebih panjang dibandingkan dengan bagian yang ada di bagian kanan dan kirinya (bentuknya agak melengkung).

6. Jeumpa Meususon (Cempaka bersusun) I I .

Jeumpa meususon ini ditusuk dengan benang yang dibuat dalam tiga bagian. Bagian pertama, jeumpa berjumlah 1 3 - 1 5 buah, bagian kedua (tengah) terbuat dari untaian bunga seulanga dan ie mawoe (mawar) yang ditusuk secara (selang seling).

Sedangkan bagian ketiga terbuat dari untaian bunga jeumpa yang jumlahnya 1 3 - 1 5 buah. Di pasang mengelilingi sanggul sampai bertemu dengan jeumpa meususon dua lapek 1.

34

Catatan :

— Gambar rangka bunga dan ukurannya terlampir.

o

10 cm

E o

CD

10 cm

n

u LD

Bungong sithon

34A

Bunga-bunga Sanggul pengantin Aceh

34B

BAB VI Kesan Umum Peserta Ujian Tata Rias Pengantin

Di dalam ujian nasional pembawaan dan penampilan serta ujian juga turut menentukan baik tidaknya hasil ujian. Untuk i tu, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh peserta ujian nasional adalah :

1. Kepribadian dan Kerapihan Diri

1.2 Pembawaan dan perawatan diri:

Penampilan peserta harus kelihatan rapirr, seperti dalam : riasan wajah, tataan rambut, cara berbusana dan bebas bau badan, sehingga menyakinkan sebagai penata rias pengantin.

Sikap dan tingkah laku terhadap penguji, model dan panitia Peserta hendaknya memperlihatkan sikap yang sopan, tenang, ramah dan tidak kasar dalam memperlakukan model.

1.3 Keserasian pakaian kerja

Peserta tata rias pengantin nasional mengenakan kebaya (bukan brukat), kain sarung polos kotak, perhiasan secukupnya/ sederhana, kombinasi warna serasi, leher tidak boleh terlalu rendah dan sesuai dengan suasana ujian.

Tinggi selop (tumit) kuragng lebih 5 cm. Untuk peserta Tata Rias Pengantin Aceh mengenakan pakaian kerja berwarna merah polos dari bahan yang tidak terlalu tipis (tembus pandang), dapat terdiri dari baju kurung atau kebaya panjang dengan bordir motif Aceh yang sederhana : — Leher tinggi — Berlengan panjang — Panjang kain kurang lebih hingga tumit tidak ketat — Selop tertutup/terbuka dengan hak/tumit 5 cm warna hitam/

coklat — Sanggoi bulat ateuh kudok.

1.4 Kerapian pakaian kerja

Tidak kusut, rapi, tidak terdapat noda-noda/plek, tidak ter-

lalu longgar maupun sempit.

35

2. Tempat Kerja dan Alat-Alat Perlengkapan 2.1 Kerapian tempat kerja

Alat/perlengkapan ujian tersusun rapi dengan alas meja yang putih bersih. Tempat bekerja senantiasa dijaga kebersihannya dan sisa-sisa sampah (yang digunakan pada ujian praktek merias, meronce danlain-lain) dalam suatu tempat yang tertutup.

2.2 Cara mempersiapkan alat rias

Di susun menarik, rapi dengan alat perlengkapan yang seragam bentuk dan warnanya.

2.3 Lengkap tidaknya alat pada waktu ujian

Semua alat/perlengkapan yang diperlukan dalam ujian praktek disediakan dengan lengkap, sedangkan yang tidak perlu ditiadakan.

2.4 Kebersihan alat yang diperlukan

Semua alat/perlengkapan yang disedia harus bersih dan baik keadaannya. Apabila ada yang langsung dikenakan pada kulit (Misal : pingeset), dibalut dengan kapas alkohol 70%.

2.5 Cara mempergunakan alat dan bahan terhadap model

Terampil tidaknya mempergunakan alat dan boros tidaknya pemakaian bahan.

2.6 Cara mengemasi alat-alat sesudah selesai bekerja

Mengemasi alat-alat dapat dilakukan dengan rapi dan tidak berbunyi/kasar, sehingga tempat kerja setelah ditinggalkan harus terlihat rapi kembali.

* * * * *

36

BAB VI I

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pada prinsipnya daerah Aceh bagian pesisir, adat dan kebu-dayaannya secara umum hampir sama, namun dalam seni tata rias pengantin dan upacara adat perkawinan masih terdapat aneka ragam/macam dan corak yang disesuaikan dengan selera serta pengaruh seni masyarakat setempat yang membaur dengan daerah yang berdekatan. Karena keanekaragaman dalam seni tata rias pengantin dan upacara adat perkawinan Aceh pesisir, maka penulis ketengahkan pengantin Aceh di pusat kerajaan Aceh masa silam (kota Banda Aceh sekarang) yang kini telah membaur dan dapat diterima secara umum oleh masyarakat daerah pesisir.

Kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dan bernilai seni budaya Islam yang tinggi masih banyak terbenam di tanah rencong. Karena keanekaragaman seni tata rias pengantin dan upacara adat perkawinan Aceh pesisir, maka penulis ketengah-kan pengantin Aceh yang beraçja dipusat kerajaan Aceh masa silam (Banda Aceh dan Aceh Besar) yang kini telah membaur dan dapat diterima secara umum oleh masyarakat suku bangsa Aceh (sepanjang Pesisir).

2. Saran-Saran

Mengingat perhiasan ukiran bentuk asli sangat langka/sukar diperoleh untuk keperluan pada upacara adat perkawinan Aceh, sengat diharapkan ada tenaga terampil di Aceh.

Mendidik tenaga terampil di daerah tersebut, dapat mening-katkan mutu serta kreativitas masyarakat setempat dalam usaha menanggulangi pengangguran dan secara tidak langsung usaha dan kegiatan itu telah membantu pemerintah dalam pembangunan, menciptakan kemakmuran yang merata.

Bantuan masyarakat sesuai dengan profesinya, Lembaga Adat Kebudayaan Aceh (LAKA), dewan kerajinan nasional dan pemerintah daerah istimewa Aceh akan sangat sangat menunjang berkembangnya kebudayaan, yang memang merupakan tanggung jawab kita bersama.

37

Kepada rekan-rekan Sub Konsersium Ikatan Ahli Perias Pengantin Indonesia, Penulis mengharap bantuannya dalam usaha melestarikan dan pengembangan upacara adat pengantin daerah dalam rangka menambah khasanah budaya nasional, dengan penuh kesadaran dan niat luhur serta saling menghargai hasil karya sesama.

Akhir kata penulis ucapkan semoga Allah melimpahkan rahmat-IMya kepada kita semua.

38

Ragam Hias Pada Etnis Aceh

Boengong seumanga Boengong keupoela Boengong seuleupo

B If m / m tmmm

Boengong mantjang

£>"

àçs,

Boengong poeta taloa doea

' *~^t^?p>~—***sj r^EP\y<^^>/y^^^>y

- - - ^ f ^ > ~ _ ^ < ^ ^ _ _ ^ « ^

Boengong poela taloe Ihee

Boengong awan-awan B. awan si tangke

B. aneu' able'

Boengong taboe

O 1$ Q O' ''ii>

Boengong dada limpeuen Boengong djohang Boengong poetjo^reubong^

sa

Kutipan dari buku Pakaian Adat Tradisional Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh

39

- HARI - ANGKA DALAM KEPERCAYAAN MERUPAKAN WARISAN LELUHUR MASYARAKAT ACEH.

J

M U H A R R A M

SAFAR

R A B I U L A W A L

R A B I U L A K H I R

J U M A D I L A W A L

J U M A D I L A K H I R

RAJAB

S Y A ' B A N

R A M A D H A N

S Y A W A L

Z U L K A E D A H ! 1

Z U L H I J A H

T I D A K M E L A K U K A N H A L - H A L YANG S A K R A L

-

-

-

TIDAK M E L A K U K A N

UPACARA PERKAWINAN

'RAPET, K U R A N G BAIK M E L A K U K A N UPACARA ' E R K A W I N A N

"

A H A D

SENIN

SELASA

RABU

KAMIS

J U M ' A T

SABTU

1

2

3

4

L A N G K A H

REZEKI

PERTEMUAN

MAUT

L A N G K A H

REZEKI

BERTEMUAN

MAUT

-

A K H I R B U L A N

40

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Prof. A. Hasyimi, Meurah Johan Sultan Aceh Pertama,

Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

2. A. Hasyimi, Lima puluh Sembilan tahun Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

3. , Apa Sebab Rakyat Aceh Sanggup Berperang Puluhan Tahun Melawan Agresi Belanda, Jakarta: Bulan Bintang,

1977.

4. , Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indo-

nesia, Jakarta: PT Maariff, 1981.

5. , Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, Jakarta: Beuna

Jakarta 1983.

6. AIfian, Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, hasil-hasil penelitian dengan metode Ground Research, LP3ES, 1977.

7. Dewan Redaksi, PKA II Pencerminan Aceh yang Kaya Budaya, Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Proyek Pusat Publikasi Pemerintah Departemen Penerangan R.I.

8. H.M. Zainuddin, Tarich Atjeh dan Nusantara, Medan: Pustaka Iskandar Muda, 1961.

9. Dr. Hossein Djaja Diningrat, Atjeh Sch - Nederlandsch Woer-

denbock I, I I , 1934.

10 Mohd. Said, Atjeh Sepanjang Abad, 1960.

11. Ragi I Suwarna Pragolapati, Roman Singa Lamnga Cut Nyak Dhien, Jakarta: PT Variasi Jaya - Kartini Group, 1982.

12. Tjut Elly, Tata Rias Pengantin dan Adat Perkawinan Aceh,

Jakarta: Yayasan Meukata Alam, 1987.

13. Hasil Lokakarya Tata Rias Pengantin Aceh tahun 1989 yang

dirumuskan dalam kurikulum.

41

DAFTAR BUKU INSANI

NO.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

31.

32.

JUDUL BUKU

Tata Kecantikan Rambut

Tata Kecantikan Rambut

Tata Kecantikan Rambut

Sanggul sanggul daerah

Kosmetologi/Tata Kec.

Tata Kecantikan Kulit

Kaset Senam TKK

Soal Standart TKK/TKR

T. Rias Pengantin Solo

T. Rias pengantin Solo

T. Rias Pengantin Yogya

T. Rias Pengantin Sunda

T. Rias Pengantin Gayo

Menjahit Pak. Wanita

Menjahit (kapita selekta)

Menjahit linseri

Masakan Indonesia

Masakan Indonesia

Kue Tradisional

Masakan Eropa

Metoda Masakan Eropa

Otomotif

Kurikulum/metodologi pis

Energi vital-akupunktur

Menyusun Tes. Bh„ Inggris

Pengetahuan Alat Musik

Organ Mahir

Modul Pengembangan Kursus

Modul Adm. Kursus

Modul Keuangan Kursus

T. Rias Pengantin dan Upacara Adat Perkawinan Aceh

T. Kecantikan Kulit Tingkat Mahir

dasar

terampil

mahir

dasar

terampil

Putri

Basahan

P/P Ageng

Siger

dasar

dasar

terampil

PENYUSUN

Kusumadewi dkk.

Sartini/Martha dkk.

Kusumadewi dkk.

As Jafar dkk.

Nelly Hakim dkk.

Nelly Hakim dkk.

Johny Iskak dkk.

dr. Pong - Hendra T.L.

Marmin Sarjono

Dra. Sumarni dkk.

As Jafar

H.l. Ruswoto dkk.

H.l. Ruswoto dkk.

Umi Sukono

Sien Sumardi dkk.

Sien Sumardi dkk.

Nila Chandra dkk.

R.H. Soecipto dkk.

R.H. Soecipto dkk.

E.S. Sumarno

Retnaningsih dkk.

Yuliana - dkk.

Drs. Marsudi

Pono Banu

Konsorsium Musik

Suw i todkk . -UT-HP.PLSM

Zainudindkk. -UT-HP.PLSM

YoRopahdkk . -UT-HP.PLSM

Cut I Elly Arby

Sub Konsorsium TKK

Alamat : J l . Sawo III No. 17 Manggara i Selatan - Jakarta - 12860 Telp. Rekening : Giro Pos No. A. 13.105.

YAYASA N MEÜKÜTA ALAM JAKART/ Sekretariat .u i Q» i — o r. . , . . . Jl. Let. Jen. S. Parman Kav. 15 /16 No. J-5 Slipi

Telp. 5303520 Jakarta Barat

M E N E R I M A

KURSUS :

- Tata Kecantikan Kulit. - Tata Kecantikan Rambut. - Tata Rias Pengantin 27 Propinsi. - lata Rias Pengantin Gaun Panjang (Internasional.:

: S Ä W Ä ? ^ « Ä , a h Pesis, - Bahasa Inggris - Kursus M.C.

PESANAN / MENYEWAKAN

: ÄSSCAceh (paket len9kap) I ~ Ä S ^ ^ f " * ™ Aceh dan perhiasan serta

Sekretariat : Komplek Bank Indonesia Jl. Let. Jen. S. Parman Kav. 15/16 No J-5 Telp. 5 3 0 3 5 2 0 Jakarta - Barat

Pindah Alamat : Jl. Legoso Raya / Samping Legoso Permai Rumah No. 1 Setelah Gedung IAIN masuk kiri (Pos Polisi) C i p u t a t . '

Ny. Cut. I. Elly Arby P i m p i n an

Busana I ja dua blah haih Koleksi penulis Model Cut Yulianty dan Jonny Akira