acara iii telmi
TRANSCRIPT
ACARA III
PENYIMPANAN PASCA PANEN
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara III Penyimpanan Pasca Panen adalah :
1. Memahami pengaruh penyimpanan dingin (suhu rendah) terhadap
beberapa komoditi hasil pertanian.
2. Mengetahui dan memahami perbedaan perubahan kimia yang terjadi
antara tipe buah dan sayur klimaterik dan non klimaterik selama
penyimpanan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi
sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan
pemikiran dan perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui.
Kerusakan yang terjadi mungkin saja spontan, tetapi ini sering disebabkan
keadaan diluar dan kebanyakan pengemasan digunakan untuk membatasi
antara bahan pangan dan keadaan normal sekelilingnya untuk menunda proses
kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan. Polyethylene dengan
kepadatan yang rendah (dibuat dengan tekanan dan suhu tinggi) merupakan
plastic tipis yang murah dengan kekuatan tegangan yang sedang dan
merupakan penahan air yang baik tetapi jelek terhadap oksigen
(Buckle et all, 1985).
Pengemasan merupakan salah satu cara memberikan kondisi yang
tepat bagi pangan untuk mempertahankan mutunya dalam jangka waktu yang
diinginkan. Fungsi utama pengemasan, antara lain menjaga produk pangan
akibat kontaminasi, melindungi pangan terhadap kerusakan fisik, dan
menghambat kerusakan mutu (Evahelda et al., 2002). Penggunaan plastic
sebagai pengemas untuk melindungi produk terhadap cahaya, udara atau
oksigen, perpindahan panas, kontaminasi, dan kontak dengan bahan-bahan
kimia. Plastik juga dapat mengurangi kecenderungan bahan pangan
kehilangan sejumlah air dan lemak (Dewandari, 2009).
Selain dapat menghambat respirasi, pendinginan juga dapat
menyebabkan warna kulit luar menjadi coklat kehitaman. Warna kulit luar
yang menjadi coklat kehitaman ini disebabkan karena adanya proses
transpirasi. Hal ini disebabkan oleh oksidasi pektin dimana pada saat
pematangan pektin tidak mampu lagi mengikat air pada buah sehingga air
yang keluar semakin besar dan mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak dan
keriput. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tranggono dan Sutardi (1989)
bahwa perubahan tekstur buah disebabkan oleh aktifitas enzim pektin
metilesterase dan poligalakturose yang merombak senyawa pektin yang tidak
larut dalam air (protopektin) menjadi senyawa pektin yang larut dalam air
sehingga tekstur buah menjadi lunak (Rachmawati, 2009).
Pengaruh lain dari kemasan plastik adalah melindungi produk dari
perubahan kadar air karena bahan kemasan dapat menghambat terjadinya
penyerapan uap air dari udara (Loekman et al. 1991). Jenis plastik yang
popular digunakan untuk pengemasan daging yaitu PE (polyethylen) dan PP
(polyprophylen), karena kedua jenis plastic ini selain harganya murah, mudah
ditemukan di pasaran, juga memiliki sifat umum yang hampir sama. Plastik
PE tidak menunjukkan perubahan pada suhu maksimum 93°C - 121°C dan
suhu minimum -46°C – (-5)°C, namun memiliki permeabilitas yang cukup
tinggi terhadap gas-gas organik sehingga masih dapat teroksidasi apabila
disimpan dalam jangka waktu yang lama (Yanti, dkk, 2008).
Pendinginan adalah suatu cara untuk penangan sayuran yang bertujan
agar dapat menahan atau mengurangi penyebab-penyebab pembusukan yaitu
aktivitas mikroorganisme, proses reprasi, aktivitas enzim dan penguapan.
Suhu yang rendah akan menghambat proses respires, aktivitas
mikroorganisme dan enzim. Apabila suhu rendah, aktivitas enzim lambat
maka pembusukan juga berjalan lambat. Untuk penurunan suhu 8oC kecepatan
reaksi akan berkurang menjadi setengahnya (Sugiyono, 2010).
Buah-buahan dan sayuran segar yang hidup tetap meneruskan proses
kehidupan selama dalam penyimpanan dingin. Bahan tersebut akan tetap baik
selama masih hidup dan mampu menahan organisme pembusuk. Untuk
hidupnya bahan tersebut mengoksidasi gula, yang akan menghasilkan panas.
Panas ini merugikan pendinginan. Untuk menghilangkan panas yang
dihasilkan oleh buah-buahan tersebut diperlukan lebih banyak pendinginan,
dan untuk mencegah buah-buahan mengadakan respirasi diperlukan lebih
banyak pendingin. Komoditi-komoditi yang mudah rusak yang disimpan harus
bebas dari penyakit dan luka. Untuk mendapatkan umur simpan yang terbaik
maka buah-buahan harus dipetik pada tingkat kematangan yang tepat
(Desrosier, 1959).
Kerusakan dingin (chilling injuries) ini mungkin disebabkan oleh suatu
toksin yang terdapat dalam jaringan hidup. Dalam keadaan netral, toksin ini
dapat dinetralkan (detoksifikasi) oleh senyawa lain. Didalam tanaman diduga
toksin yang dikeluarkan adalah asam klorogenat yang dapat dinetralkan oleh
asam askorbat. Pada proses pendinginan (chilling) kecepatan produksi toksin
akan bertambah cepat, sedangkan detoksifikasi menurun sehingga sel-sel akan
keracunan, mati, dan kemudian busuk (Muchtadi, 2010).
C. METODOLOGI
1. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum Acara III Penyimpanan Pasca Panen dilaksanakan pada hari
Rabu, 10 April 2013 pada pukul 13.00-15.00 bertempat di Laboratorium
Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2. Alat dan Bahan
a. Alat
- Timbangan
- Foam
- Plastik PE hitam
- Plastik wrap
- Kertas
- pH meter
- Lemari pendingin
- Hand refractometer
- Pipet tetes
- Kardus
- Mortar
b. Bahan
- Sayuran (terong hijau)
3. Cara Kerja
a. Penyimpanan Suhu Dingin dan Suhu Ruang
b. Pengemasan
Siapkan sayuran (terong hijau) sebanyak 8 buah
Masing-masing sayuran (terong hijau) ditimbang tepat
Lalu diambil 4 buah sayuran (terong hijau) untuk disimpan pada suhu dingin didalam kulkas, sisanya
disimpan pada suhu ruang
Amati perubahan yang terjadi, seperti perubahan warna, perubahan tekstur, kenampakan, kerusakan yang terjadi,
dan susut beratnya.
Lakukan pengamatan pada hari ke – 0, 2, 4, dan 6
D. DATA PENGAMATAN
Tabel 3.1 Penyimpanan Suhu Dingiin dan Suhu Ruang
Perlakuan Hari Tekstur Warna Kenampakan Berat (gr) Susut Berat (%)
Kerusakanawal akhir
Ruang0 + + + 83,7 83,2 0,592 + ++ +++ 114,3 113,1 1,044 ++++ ++++ ++++ 71,4 70,8 0,846 +++++ +++++ +++++ 73,9 71,2 3,6
Suhu0 + + + 79,3 78,7 0,72 + ++ ++ 68,8 66,0 4,064 ++ ++ ++ 74,3 64,5 13,186 ++++ ++++ ++++ 79,6 66,2 16,83
Keterangan :
Tekstur : Kenampakan : Warna+ : Keras + : Sangat Segar + : Hijau++ : Sedikit Keras ++ : Sedikit Segar ++ : Hijau Pucat+++ : Sedikit Lunak +++ : Sedikit Layu +++ : Sedikit Coklat++++ : Lunak ++++ : Layu ++++ : Coklat+++++ : Sangat Lunak +++++ : Sangat Layu +++++ : Sangat Coklat
Sumber : Laporan Sementara
E. PEMBAHASAN
Pada tabel 3.1 dapat dilihat perubahan yang terjadi pada terong selama
penyimpanan di suhu ruang dan suhu dingin selama 6 hari. Pada hari ke-0
terong yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin memiliki tekstur
yang keras, warnanya hijau, dan kenampakannya masih terlihat segar. Berat
awal terong pada suhu ruang hari ke-0 memiliki berat awal 83,7 gr. Setelah
disimpan selama 2 jam beratnya menyusut menjadi 83,2 gr sehingga
didapatkan susut berat sebesar 0,59%. Sedangkan pada suhu dingin berat awal
terong 79,3 gr dan berat akhirnya 78,7 gr, sehingga didapatkan susut berat
sebesar 0,7%. Pada pengamatan hari ke-2, terong yang disimpan pada suhu
ruang tetap memiliki tekstur keras namun warna terong tersebut berubah
menjadi hijau pucat, dan kenampakannya menjadi sedikit layu. Sedangkan
pada terong yang disimpan pada suhu dingin memiliki tekstur keras, namun
warna berubah menjadi hijau pucat dan kenampakannya terlihat sedikit segar.
Untuk susut beratnya, terong yang disimpan pada suhu ruang mengalami susut
berat sebanyak 1,4% dan terong yang disimpan pada suhu dingin memiliki
susut berat sebesar 4,06%. Saat hari ke-4 terong pada suhu ruang mengalami
perubahan yang sangat drastis, teksturnya menjadi lunak, warna menjadi
coklat kehijauan dan kenampakannya menjadi layu. Sedangkan pada
penyimpana pada suhu dingin tidak terlalu mengalami perubahan yang
signifikan. Tekstur terong berubah menjadi sedikit layu, sedangkan warnanya
tetap berwarna hijau pucat namun tekstur berubah menjadi sedikit segar. Susut
berat yang dialami pada masing-masing suhu penyimpanan sebesar 0,84%
pada suhu ruang dan 13,08% pada suhu dingin. Pada pengamatan hari terakhir
yaitu pada hari ke-6, terong yang disimpan pada suhu ruang menjadi sangat
lunak atau bisa dikatakan menjadi busuk. Warna terong tersebut pun juga
sangat coklat dengan kenampakan yang sangat layu. Susut berat yang terjadi
pada terong suhu ruang sebesar 3,6%. Lalu pada terong yang disimpan pada
suhu dingin juga mengalami perubahan yang sangat signifikan seperti warna
berubah menjadi coklat, teksturnya pun menjadi lunak dengan kenampakan
yang tidak layu. Sedang susut bereat yang diperoleh adalah 16,83%.
Dilihat dari data diatas, penyimpanan disuhu dingin membantu
mengurangi kerusakan pada buah terong. Hal ini sudah sesuai teori yaitu
pendinginan dapat menahan atau mengurangi penyebab-penyebab
pembusukan yaitu aktivitas mikroorganisme, proses reprasi, aktivitas enzim
dan penguapan. Suhu yang rendah akan menghambat proses respirasi,
aktivitas mikroorganisme dan enzim. Apabila suhu rendah, aktivitas enzim
lambat maka pembusukan juga berjalan lambat (Sugiyono, 2010). Sedangkan
pada suhu ruang proses respirasi, aktivitas mikroorganisme dan enzim tidak
dapat dihambat sehingga buah menjadi lebih cepat busuk atan rusak.
Selain itu pendinginan juga dapat menyebabkan warna kulit luar terong
menjadi coklat. Hal ini disebabkan oleh oksidasi pektin dimana pada saat
pematangan pektin tidak mampu lagi mengikat air pada buah sehingga air
yang keluar semakin besar dan mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak dan
keriput (Rachmawati, 2009).
Pada proses pendinginan susut berat terong suhu dingin lebih besar
dibandingkan dengan suhu ruang, ini dikarenakan prinsip kerja pendingin atau
kulkas yang menyerap panas bahan sehingga kadar air pada terong pun
berkurang dan meyebabkan berat buah terong menjadi semakin ringan.
Kondisi penyimpanan terbaik untuk terong adalah pada suhu pendingian,
karena pendinginan menghambat proses respirasi, aktivitas mikroorganisme
dan enzim. Sehingga terong tidak mudah busuk atau rusak.
F. KESIMPULAN DAN SARAN
G. DOKUMENTASI
Hari ke-0
Hari ke-4 suhu ruang
Hari ke-4 suhu dingin