acara i pembuatan larutan dan standarisasinya
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANORGANIK
ACARA I
PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA
Disusun Oleh:
KELOMPOK 12
Katarina Candy A. P. NIM H0915037
Kurniawan Eko Y. NIM H0915043
Maria Apriliana K. NIM H0915048
Naila Zulfa NIM H0915055
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
ACARA I
PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA
A. TUJUAN
Tujuan praktikum Kimia Anorganik Acara I Pembuatan Larutan dan
Standarisasinya adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat menstandarisasi larutan HCl dan NaOH.
2. Mahasiswa dapat menentukan kadar Na2CO3 dengan HCl.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya
antara dua zat murni. Satu tipe yang lazim dari campuran adalah larutan. Suatu
larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom, atau ion dari du zat
atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat
berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga
tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan
mikroskop optis sekalipun. Dalam campuran heterogen permukaan-
permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang
terpisah. Biasanya dengan larutan dimaksudkan fase cair. Lazimnya salah satu
komponen (penyusun) larutan semacam itu adalah suatu cairan sebelum
campuran itu dibuat. Cairan ini disebut medium pelarut atau pelarut (solvent).
Komponen lain yang dapat bebentuk gas, cairan ataupun zat padat
dibayangkan sebagai terlarut ke dalam komponen pertama. Zat yang terlarut
disebut zat terlarut (solute) (Keenan et al., 1980).
Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui
secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar dibedakan menjadi
larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer
adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan
suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa–
volume larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang
dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan
kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil
standardisasi (Padmaningrum, 2006). Larutan standar primer merupakan
larutan standar yang dibuat dari zat standar dengan kemurnian sangat tinggi
yang umumnya dipasok oleh NIST, NIBCS yang dipakai untuk kalibrasi
larutan standar yang dibuat. Larutan standar sekunder merupakan larutan yang
konsentrasinya ditentukan dengan metode analitik yang dapat dipercaya
(Darlina, 1998).
Cara menyatakan konsentrasi larutan ada dua cara yaitu jumlah berat
zat yang terkandung dalam sejumlah berat tertentu zat pelarutnya (persentasi
berat, sejumlah berat zat yang terkandung dalam berat tertentu zat larutannya,
kemolalan, dan fraksi mol) dan jumlah berat zat yang terkandung dalam
volume tertentu larutannya (kenormalan dan kemolaran)
(Pringgomulyo dan Wardio, 1982).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap
dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalitik. Contoh yang akan
dianalisis dirujuk sebagai anu (tak diketahui, unknown). Prosedur analitis yang
melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui
disebut analisis volumetri. Dalam analisis larutan asam dan basa, titrai
melibatkan pengukuran yang saksama volume-volume suatu asam dan suatu
basayang tepat saling menetralkan (Keenan et al., 1980).
Bila pada suatu larutan asam ditambahkan basa sedikit-sedikit, pH
larutan tersebut akan bertambah setiap kali menambahkan basa tersebut. Bila
pH tersebut digambarkan terhadap kuantitas basa yang ditambahkan, kenaikan
pH yang lebih curam terdapat pada titik kesetaraan (equivalence point) pada
waktu mana asam persis dinetralisasi. Daerah pertambahan curam tersebut
disebut titik akhir (end point) dan keseluruhan proses penambahan basa dan
penentuan titik akhir disebut titrasi (titration). Grafik yang menunjukkan
perubahan pH selama titrasi disebut kurva titrasi. Titrasi dapat pula
dilangsungkan dengan arah terbalik yaitu dengan menambahkan asam pada
basa. Perhitungan titik akhir pada kurva pada kurva dilakukan dengan cara
yang sama. Titik akhir titrasi (daerah yang paling curam pada kurva titrasi)
dapat ditentukan dari percobaan jika tersedia alat untuk mengukur pH pada
setiap kali menambahkan basa. Cara yang paling sederhana adalah dengan
menambahkan sedikit indikator ke dalam larutan tersebut. Indikator tersebut
dipilih yang memberikan perubahan warna yang tajam sehubungan dengan
perubahan pH pada titik akhir (Rosenberg dan Jasjfi, 1985).
Perubahan besar dalam pH yang terjadi dalam titrasi dimanfaatkan
untuk menentukan kapan titik kesetaraan itu dicapai. Terdapat banyak asam
dan basa organik lemah yang bentuk ion dan bentuk tak-terdisosiasinya
menunjukkan warna yang berlainan. Molekul-molekul semacam itu dapat
digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan cukup titran dan
disebut indikator tampak (visual indicator). Suatu contoh sederhana adalah p-
nitrofenol yang merupakan asam lemah dengan bentuk tak terdisosiasinya tak
berwarna, namun anionnya mempunyai sistem ikatan rangkap tunggal selang-
seling (sistem konjugasi) berwarna kuning. Sehingga dapat menyerap cahaya
yang lebih panjang daripada molekul padanannya yang tak memiliki sistem
konjugasi. Cahaya yang diserap seringkali berada dalam bagian tampak dari
spektrum dan karenanya molekul atau ion tersebut berwarna. Indikator
fenolftalein adalah asam dwiprotik dan tak berwarna. Mula-mula zat ini
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian dengan
kehilangan proton kedua menjadi ion dengan sistem konjugasi timbullah
warna merah. Jingga metil merupakan suatu basa dan berwarna kuning dalam
bentuk molekulnya. Penambahan ion hidrogen akan menghasilkan kation yang
berwarna merah muda. Dalam pemilihan suatu indikator harus diperhatikan
perubahan warna kira-kira pada pH titik kesetaraan titrasi. Untuk pH asam-
asam lemah pH titik kesetaraan terletak di atas 7 dan biasanya dipilih
fenolftalein. Untuk basa lemah di mana pH titik kesetaraan di bawah 7
menggunakan merah metil atau jingga metil. Untuk asam kuat dan basa kuat,
merah metil, biru bromtimol, dan fenolftalein akan memadai (Day dan
Underwood, 1986).
Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir
titrasi tidak tepat sama dengan titik ekivalen (≤ 0,1%), disebabkan adanya
kelebihan titran, indikator bereaksi dengan analit atau indikator bereaksi
dengan titran, diatasi dengan titrasi larutan blanko. Larutan blanko merupakan
larutan yang terdiri atas semua pereaksi kecuali analit. Untuk mengetahui titik
ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu kurva yang
menyatakan hubungan antara –log [H+] atau –log [X-] atau –log [Ag+] atau E
(volt) terhadap volume ((Padmaningrum, 2006).
Indikator asam-basa adalah asam lemah yang asam tak terionnya
mempunyai warna yang berbeda dengan warna anionnya. Jika sedikit
indikator dimasukkan dalam larutan, larutan akan berubah warna menjadi
warna (1) atau warna (2), tergantung pada apakah kesetimbangan bergeser ke
arah bentuk asam atau anion (Petrucci, 1992). Indikator pH merupakan bahan
yang mana larutan berubah warna karena perubahan pH. Hal ini bisa juga
disebut dengan indikator penetralan (Khan and Farooqui, 2011).
Aplikasi standarisasi larutan dalam ilmu dan teknologi pangan yaitu
pada penentuan kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA)
ditentukan dengan cara sebagai berikut sampel dipanaskan pada suhu 500C
diatas hotplate sampai seluruh lapisan minyak mencair lalu dihomogenkan
menggunakan Magnetic Stirrer. Sebanyak 5 gram sampel minyak
ditambahkan dengan 50 mL alkohol yang dinetralkan, kemudian dipanaskan
diatas pemanas pada suhu 500C sampai seluruh minyak larut. Ke dalam
sediaan ini ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolptalein, lalu dtitrasi dengan
larutan standar NaOH 0,1 N (Silaban dkk, ). Titrasi asam-basa digunakan
dalam analisa vitamin C. Titrasi asam basa merupakan contoh analisis
volumetri yaitu suatu cara atau metode yang menggunakan larutan yang
disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila
larutan yang diuji bersifat basa, titran harus bersifat asam dan sebaliknya.
Untuk menghitung kadar vitamin C dari metode ini adalah dengan mol NaOH
= mol asam askorbat (Dia, 2009).
C. METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu
Praktikum Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya
dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
pada hari Senin, tanggal 2 November 2015, pukul 15.10 – 17. 10 WIB.
2. Bahan dan Alat
a. Bahan
1) Aquades
2) Asam Oksalat 0,1 gram
3) Borax (Na2B4O7.10H2O) 0,4 gram
4) Indikator Methyl Orange (MO)
5) Indikator Phenolphtalein (PP)
6) Larutan HCl
7) Larutan NaOH
8) Natrium Karbonat (Na2CO3 ) 0,75 gram
b. Alat
1) Buret
2) Corong
3) Erlenmeyer
4) Gelas Ukur
5) Labu Takar
6) Pipet tetes
7) Pipet volume
8) Statif
9) Timbangan analitik
Borax murni 0,4 gram
50 ml aquades
3 tetes MO
HCl
Pengambilan bahan
Pemasukan dalam labu takar 50 ml dan
dilarutkan
Pemindahan 10 ml larutan ke erlenmeyer
Pentitrasian hingga berubah warna
Asam oksalat 0,1 gram
50 ml aquades
3 tetes PP
NaOH
Pengambilan bahan
Pemasukan dalam labu takar 50 ml dan
dilarutkan
Pemindahan larutan ke erlenmeyer
Pentitrasian hingga berubah warna
3. Cara kerja
1. Standarisasi 0,1 N HCl dengan Borax (Na2B4O7.10H2O)
Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Standarisasi HCl dengan Borax
2. Standarisasi larutan NaOH
Gambar 1.2 Diagram Alir Proses Standarisasi NaOH dengan Asam
Oksalat
Na2CO3 0,75 gram
20 ml aquades
3 tetes MO
HCl
Pengambilan bahan
Pemasukan dalam labu takar 50 ml dan
dilarutkan
Pemindahan10 ml larutan ke erlenmeyer
Pentitrasian hingga berubah warna
AquadesPemasukan dalam labu takar sampai volume
50 ml
3. Penentuan kadar Na2CO3
Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Penentuan Kadar Na2CO3
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar
sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan
standar primer Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi
(biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi
suatu zat berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah
larutan yang dititrasi untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik
ekivalen adalah titik yang menyatakan banyaknya titran secara kimia setara
dengan banyaknya analit. Analit adalah spesies (atom, unsur, ion, gugus,
molekul) yang dianalisis atau ditentukan konsentrasinya atau strukturnya
(Padmaningrum, 2006).
Tabel 1.1 Standarisasi Larutan HCl dengan Borax
m Borax (g)
V HCl (ml) N HCl Warna Larutan
Awal Proses Akhir
0,400 9,1 0,046 orange semburat jingga jingga
0,400 12,3 0,034 orange semburat jingga
jingga
0,407 9,4 0,045 orange semburat jingga jingga
Sumber: Laporan Sementara
Pada Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa warna larutan pada ketiga data
yaitu sama. Pada awalnya berwarna orange, pada proses titrasi berwarna
semburat jingga, dan di akhir titrasi berwarna jingga. Untuk nilai N HCl pada
data pertama yaitu 0,046, data kedua yaitu 0,034, dan data ketiga yaitu 0,045.
Rata-rata nilai N HCl yaitu sebesar 0,042. Nilai N HCl pada data pertama dan
ketiga hampir serupa nilainya, sedangkan pada data kedua nilai N HCl cukup
berbeda karena jumlah volume HCl yang digunakan untuk titrasi lebih banyak
yaitu sebesar 12,3 ml sedangkan pada data pertama dan kedua menggunakan
HCl sebesar 9,4 ml. Reaksi standarisasi larutan HCl dengan borax yaitu
sebagai berikut:
Na2B4O7.10H2O (aq) + HCl (aq) → 2 NaCl (aq) + 4 H3BO3 (aq) + 5 H2O (l)
(Wahyuni, 2014).
Tabel 1.2 Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat
m Asam
Oksalat (g)
V NaOH (ml) N NaOH
Warna Larutan
Awal Proses Akhir
0,106 15,2 0,111 bening semburat pink pink muda
0,109 15,5 0,112 bening semburat pink pink muda
0,105 15,4 0,108 bening semburat pink pink muda
Sumber: Laporan Sementara
Pada Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa warna larutan pada ketiga data
sama, yaitu pada awal titrasi berwarna bening (tak berwarna), pada proses
titrasi berwarna semburat pink, dan di akhir titrasi berwarna pink. Nilai N
NaOH pada ketiga data cukup serupa. Yaitu pada data pertama N NaOH
sebesar 0,111, pada data kedua sebesar 0,112, dan data ketiga sebesar 0,108.
Dengan rata-rata nilai N NaOH sebesar 0,110. Hasil dari N NaOH cukup
serupa karena massa asam oksalat dan volume NaOH yang digunakan juga
tidak jauh berbeda. Reaksi standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat
adalah sebagai berikut:
2 NaOH + (COOH)2 → 2(COONa) + 2H2O
(Wahyuni, 2014).
Tabel 1.3 Penentuan Kadar Na2CO3
N HClV HCl (ml)
N Na2CO3
Warna LarutanAwal Proses Akhir
0,046 16,5 134,090% orange jingga jingga
0,034 20,4 122,536% orange jingga jingga
0,045 18,5 147,075% orange jingga jingga
Sumber: Laporan Sementara
Pada Tabel 1.3 dapat diketahui warna larutan pada ketiga data juga
sama yaitu pada awal proses berwarna orange, pada proses berwarna jingga,
dan di akhir berwarna jingga dengna nilai N Na2CO3 yang cukup bervariasi.
Yaitu pada data pertama N Na2CO3 sebesar 134,090%, pada data kedua
sebesar 122,536%, dan pada data ketiga sebesar 147,075% dengan rata-rata N
Na2CO3 sebesar 134,567%. Reaksi yang terjadi dalam penentuan kadar
Na2CO3 adalah sebagai berikut:
Na2CO3 (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + NaHCO3 (aq)
(Wahyuni, 2014).
Faktor yang berpengaruh pada titrasi yaitu komposisi massa dan
volume pelarut yang menyatakan konsentrasi ekstrak zat warna
(Padmaningrum, 2011). Konsentrasi larutan dan zat yang dititrasi
mempengaruhi ∆pH. Dengan berkurangnya konsentrasi analit dan titran,
berkurang pula ∆pH, sehingga juga berpengaruh pada titik titrasi
(Day dan Underwood, 1986).
Fungsi indikator dan trayek pH adalah untuk menentukan derajat
keasaman atau kebasaan dari suatu larutan (Debataraja dan Manurung, 2011).
Indikator membantu untuk mengetahui titik ekivalen asam-basa (titrasi
penetralan). Indikator memperlihatkan perubahan warna yang jelas seiring
dengan perubahan pH (Abbas, 2012). Contoh indikator pH yaitu metil jingga
(mengetahui perubahan pH dengan batas antara 0,0 – 1,6 dengan perubahan
warna dari kuning menjadi biru), thymol biru (mengetahui perubahan pH pada
batas pH 1,2 – 2,8 dengan perubhan warna dari merah menjadi kuning) , metil
orange (mengetahui perubahan pH pada batas pH 3,2 – 4,4 dengan perubahan
warna dari merah menjadi kuning), metil merah (mengetahui perubahan pH
pada batas pH 4,8-6,0 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning) ,
litmus (mengetahui perubahan pH pada batas pH 5,0-8,0 dengan perubahan
warna dari merah menjadi biru), bromtimol biru (mengetahui perubahan pH
pada batas 6,0-7,6 dengan perubahan warna dari kuning menjadi biru), timol
biru (mengetahui perubahan pH pada batas pH 8,0-9,6 dengan perubahan
warna dari kuning menjadi biru), phenolphtalein (mengetahui perubahan pH
pada batas pH 8,2-10,0 dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi
merah), timolphtalein (mengetahui perubahan pH pada batas pH 9,4-10,6
dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru), alizarin kuning R
(mengetahui perubahan pH pada batas pH 10,1-12,0 dengan perubahan warna
dari kuning menjadi merah) (Khan and Farooqui, 2011).
Saat standarisasi HCl memakai indikator MO karena larutan yang
dititrasi merupakan asam kuat dan basa lemah. Sedangkan standarisasi NaOH
memakai indikator PP karena larutan yang dititrasi merupakan larutan basa
kuat dan asam kuat (Harjanti, 2008). Metil orange berfungsi untuk mengetahui
perubahan pH pada batas pH 3,2 – 4,4 dengan perubahan warna dari merah
menjadi kunin dan phenolphtalein untuk mengetahui perubahan pH pada batas
pH 8,2-10,0 dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah
(Khan and Farooqui, 2011).
Perubahan warna indikator pada titrasi asam-basa terjadi ketika pH
sebanding dengan nilai pKa indikator, keduanya Hind dan Ind- menunujukkan
perbandingan 1:1. Jika pH di atas nilai pKa, konsentrasi basa penyangga lebih
besar daripada konsentrasi asam dan warna tergantung dengan basa penyangga
dominan. Jika pH di bawah nilai pKa, kebalikannya yang terjadi (Pradeep dan
dave, 2013). Indikator asam-basa dapat berubah warna bila lingkungan pH
berubah karena indikator asam basa merupakan asam organik lemah atau basa
organik lemah sehingga dalam larutan terionisasi dan bentuk molekul
indikator mempunyai warna yang berbeda dengan warna indikatornya. Letak
trayek berbeda pH bergantung pada besar kecilnya tetapan kesetimbangan
asam (Ka) atau tetapan kesetimbangan basa (Kb). Trayek pH terjadi akibat
terjadinya kesetimbangan dan keterbatasan mata membedakan campuran
warna (Padmaningrum, 2006).
Pada Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa warna larutan pada ketiga data
yaitu sama. Pada awalnya berwarna orange, pada proses titrasi berwarna
semburat jingga, dan di akhir titrasi berwarna jingga. Perubahan warna larutan
tersebut tidak sesuai teori, bahwa metil orange akan merubah warna larutan
dari merah menjadi kuning (Khan and Farooqui, 2011). Perbedaan hasil
praktikum dengan teori terjadi karena adanya faktor kesalahan dalam
praktikum Kimia Anorganik Acara I ini. Pada Tabel 1.2 dapat diketahui
bahwa warna larutan pada ketiga data sama, yaitu pada awal titrasi berwarna
bening (tak berwarna), pada proses titrasi berwarna semburat pink, dan di
akhir titrasi berwarna pink. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa phenolphtalein akan mengubah warna larutan dari tak
berwarna menjadi merah (Khan and Farooqui, 2011). Sedangkan pada Tabel
1.3 dapat diketahui warna larutan pada ketiga data juga sama yaitu pada awal
proses berwarna orange, pada proses berwarna jingga, dan di akhir berwarna
jingga. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
metil orange akan merubah warna larutan dari merah menjadi kuning
(Khan and Farooqui, 2011). Ketidaksamaan hasil antara hasil praktikum
dengan teori disebabkan oleh faktor kesalahan dan kekurangtelitian dalam
penentuan titik tepat terjadinya titrasi dalam praktikum Kimia Anorganik
Acara I ini.
Aplikasi standarisasi larutan dalam ilmu dan teknologi pangan yaitu
pada penentuan kadar asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA)
ditentukan dengan cara sebagai berikut sampel dipanaskan pada suhu 500C
diatas hotplate sampai seluruh lapisan minyak mencair lalu dihomogenkan
menggunakan Magnetic Stirrer. Sebanyak 5 gram sampel minyak
ditambahkan dengan 50 mL alkohol yang dinetralkan, kemudian dipanaskan
diatas pemanas pada suhu 500C sampai seluruh minyak larut. Ke dalam
sediaan ini ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolptalein, lalu dtitrasi dengan
larutan standar NaOH 0,1 N (Silaban dkk, 2011). Titrasi asam-basa digunakan
dalam analisa vitamin C (Dia, 2009).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Kimia Anorganik Acara I Pembuatan
Larutan dan Standarisasinya dapat disimpulkan sebagi berikut:
1. Standarisasi larutan HCl dengan borax diperoleh rata-rata nilai N HCl
yaitu 0,042.
2. Standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat diperoleh rata-rata nilai N
NaOH sebesar 0,110.
3. Rata-rata kadar N Na2CO3 yaitu 134,567%.
LAMPIRAN
Perhitungan
1. N HCl
N HCl=mborax . valborax .1000
BM borax . V HCl
N(1) = 0,400× 2× 1000
382× 9,1× 10
50=0,046
N(2) = 0,400× 2× 1000
382× 12,3× 10
50=0,034
N(3) = 0,407 ×2 ×1000
382× 9,4× 10
50=0,045
2. N NaOH
N NaOH=masamoksalat . valasam oksalat .1000
BM asam oksalat .V NaOH
N(1) = 0,106 ×2 ×1000
126 ×15,2=0,111
N(2) = 0,109× 2× 1000
126× 15,5=0,112
N(3) = 0,105× 2× 1000
126 × 15,4=0,108
3. Kadar Na2CO3
a=v Na2 CO3 yang dititrasi
vNa2 CO3 yang dibuat× mNa2 CO3
b=v HCl. NHCl .BM Na2 CO3
valNa2 CO3×1000
kadar Na2CO3=ba
× 100 %
a. Data 1
a=1050
× 1050
× 0,75=0,03
b=16,5 × 0,046 ×1062× 1000 = 0,040227
kadar Na2CO3=0,040227
0,03× 100 %=134,090 %
b. Data 2
a=1050
× 1050
× 0,75=0,03
b=20,4 ×0,034 × 1062×1000 = 0,036761
kadar Na2CO3=0,036761
0,03×100 %=122,536 %
c. Data 3
a=1050
× 1050
× 0,75=0,03
b=18,5× 0,045× 1062× 1000 = 0,044123
kadar Na2CO3=0,044123
0,03×100 %=147,075 %
DOKUMENTASI PRAKTIKUM
Gambar 1.1 Penimbangan Borax Gambar 1.2 Pentitrasian Larutan NaOH
Gambar 1.3 Hasil Titrasi Larutan NaOH dengan PP