abstrak analisis faktor-faktor yang...
TRANSCRIPT
1
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA
NAMA : TIARA GIANINA
NPM : 0851031059
NO TELPON : 085211119170
EMAIL : [email protected]
PEMBIMBING I : Dr. EINDE EVANA, S.E., M.Si., Akt.
PEMBIMBING II : RETNO YUNI NUR S, S.E.,M.Sc.,Akt
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyediakan bukti empiris apakah
risiko bisnis (business risk), profitabilitas, dan ukuran perusahaan (firm size)
mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan. Kebijakan hutang perusahaan
merupakan variabel dependen yang diproksikan dengan debt to asset ratio (DAR).
Risiko bisnis (business risk), profitabilitas, dan ukuran perusahaan (firm size)
merupakan variabel independen. Risiko bisnis diproksikan dengan business risk
(RISK), profitabilitas diproksikan dengan return on asset (ROA), ukuran
perusahaan diproksikan dengan (SIZE).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan automotive and
allied product yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2011.
Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada purposive sampling dengan tujuan
untuk mendapatkan sampel yang representatif. Sampel yang diperoleh 17
perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) risiko bisnis (business risk) tidak
signifikan berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan, (2)
profitabilitas secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang
perusahaan, (3) ukuran perusahaan (firm size) tidak signifikan berpengaruh positif
terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Kata kunci: business risk, profitabilitas, firm size dan (DAR).
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini keberlangsungan perusahaan-perusahaan di Indonesia terlihat tidak
menentu dikarenakan kondisi ekonomi global cenderung tidak stabil. Apalagi
dengan adanya krisis ekonomi yang dampaknya sampai saat ini masih belum
berakhir, tentu saja sangat menghambat perkembangan dunia usaha. Perusahaan
menjadi kesulitan untuk dapat terus tumbuh dan berkembang dalam upaya
pencapaian kemakmuran pemilik atau para pemegang saham yaitu dengan cara
memaksimumkan nilai perusahaan. Hal ini menggambarkan betapa ketatnya
persaingan dunia bisnis di era globalisasi saat ini yang dalam hal ini menuntut
perusahaan untuk berproduksi secara efesien agar memiliki daya saing
dibandingkan perusahaan lainnya.
Agar bisa bertahan dan terus berkembang, perusahaan harus pandai mengelola
fungsi manajemen keuangan perusahaan. Ini dikarenakan pengelolaan keuangan
perusahaan berpengaruh dalam operasi dan perkembangan perusahaan di masa
yang akan datang. Dalam mengelola fungsi keuangan, unsur yang perlu
diperhatikan adalah penentuan sumber pendanaan yang akan digunakan
perusahaan untuk beroperasi dan mengembangkan usahanya. Hal ini berkaitan
dengan berbagai pilihan kebijakan financial yang dihadapi perusahaan dalam
menentukan kebijakan hutangnya.
Sumber pendanaan sebuah perusahaan dapat dipenuhi melalui sumber dana
internal dan sumber dana eksternal. Sumber dana perusahaan yang berasal dari
internal berasal dari laba ditahan. Sedangkan dana yang diperoleh dari sumber
eksternal berasal dari para kreditur dan pemilik (investor). Menurut Myers dan
Majluf (1984) dalam Aristasari (2006), perusahaan mempunyai kecenderungan
untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan yaitu dengan internal equity
dahulu. Apabila internal equity dianggap tidak mencukupi baru menggunakan
external finance. Penggunaan external finance sendiri pertama-tama
3
menggunakan hutang (debt financing), apabila hutang tidak mencukupi baru
kemudian perusahaan menggunakan external equity financing yaitu dengan
menerbitkan saham.
Pemenuhan kebutuhan dana dari sumber dana eksternal berarti menambah jumlah
hutang perusahaan yang sekaligus akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
untuk membayar pada waktu yang akan datang yaitu pokok hutang ditambah
bunga. Salah satu pertimbangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dana adalah
keinginan dari pemilik modal sendiri (pemegang saham) untuk dapat tetap
menguasai perusahaannya atau mempertahankan kontrol terhadap perusahaannya.
Memenuhi kebutuhan dana dengan hutang tidak akan mengurangi kekuasaan
pemegang saham, sementara kalau pemenuhan kebutuhan dana melalui penerbitan
saham baru akan mempengaruhi perimbangan kekuasaan pemegang saham lama
terhadap perusahaan (Sembiring, 2008 dalam Amendhi, 2011).
Kebijakan hutang merupakan kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber
dari eksternal. Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang
dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Babu dan Jain (1998) dalam
Muliyanti (2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan mengapa
perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada saham baru yaitu
adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga, biaya transaksi pengeluaran hutang
lebih murah daripada biaya transaksi emisi saham baru, lebih mudah mendapatkan
pendanaan hutang daripada pendanaan saham dan kontrol manajemen lebih besar
adanya hutang baru daripada saham baru.
Mogdiliani dan Miller (1963) dalam Muliyanti (2010) mengatakan bahwa
semakin tinggi proporsi hutang maka semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini
berkaitan dengan adanya keuntungan dari pengurangan pajak karena adanya
bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang tersebut mengurangi
penghasilan yang terkena pajak. Di dalam signaling theory dikatakan bahwa
apabila manajer memiliki keyakinan atas prospek perusahaan yang baik di masa
depan maka penggunaan hutang merupakan sinyal positif yang disampaikan
manajer ke pasar. Perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai
perusahaan yang yakin dengan prospeknya di masa depan karena penambahan
4
hutang menyebabkan keterbatasan arus kas dan meningkatnya biaya-biaya beban
keuangan. Dengan kata lain, penambahan penggunaan hutang merupakan sinyal
yang diberikan perusahaan atas kemampuannya memenuhi kewajiban di masa
mendatang.
Menurut Mamduh (2004) terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh
terhadap kebijakan hutang yaitu non-debt tax shield, struktur aset, profitabilitas,
risiko bisnis, ukuran perusahaan, dan kondisi internal perusahaan.
Risiko bisnis merupakan salah satu faktor yang menentukan keputusan tentang
kebijakan hutang yang akan diambil perusahaan. Pada dasarnya semakin tinggi
tingkat ketidakpastian maka semakin tinggi pula risikonya. Risiko didefinisikan
sebagai kemungkinan variabilitas penghasilan yang diharapkan yang dalam
konteks statistik, variabilitas diukur dengan simpangan baku (standard deviation).
Dengan demikian, risiko bisnis ini berkaitan dengan ketidakpastian yang melekat
dalam proyeksi tingkat pengembalian aset masa depan (Brigham dan Houston,
2001). Perusahaan yang menghadapi risiko bisnis tinggi sebagai akibat dari
kegiatan operasinya akan menghindari untuk menggunakan hutang yang tinggi
dalam mendanai asetnya. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak akan
meningkatkan risiko yang berkaitan dengan kesulitan dalam pengembalian
hutangnya (Mamduh, 2004).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Junaidi (2006) dalam Yeniatie dan
Destriana (2010), hubungan antara risiko bisnis dan hutang berlawanan arah.
Risiko bisnis memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Perusahaan dengan risiko bisnis yang tinggi cenderung akan menghindari
penggunaan hutang dalam mendanai perusahaan karena dengan menggunakan
hutang, risiko likuiditas (kebangkrutan) perusahaan akan semakin meningkat.
Hasil penelitian-penelitian tentang risiko bisnis dengan kebijakan hutang masih
menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh
Mutamimah (2003) serta Lopez dan Francisco (2008) menunjukkan bahwa risiko
bisnis tidak signifikan berpengaruh terhadap kebijakan penggunaan hutang.
Sementara penelitian Fidyati (2003) menunjukkan hasil bahwa risiko bisnis
5
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang (Muliyanti, 2010). Sejalan
dengan hasil tersebut, hasil penelitian yang dilakukan Junaidi (2006) dalam
Yeniatie dan Destriana (2010) menyatakan bahwa hubungan antara risiko bisnis
dan hutang berlawanan arah. Risiko bisnis memiliki pengaruh negatif terhadap
kebijakan hutang perusahaan.
Profitabilitas mendeskripsikan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba
dari kegiatan bisnis yang dilakukannya. Kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba tersebut erat hubungannya dengan penjualan, total aset maupun
modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Brigham dan Houston (2001)
mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas
investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian
(profitabilitas) yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar
kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. Dalam
penelitian ini pengukuran terhadap profitabilitas diproksikan dengan return on
asset ratio (ROA) yaitu membandingkan laba setelah pajak dengan total aset.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Masdupi (2005) menyatakan bahwa terdapat
pengaruh negatif antara profitabilitas perusahaan dengan kebijakan hutang
perusahaan. Hasil penelitian ini juga didukung Harjanti dan Tandelilin (2007)
dikatakan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan
hutang perusahaan.
Hasil penelitian tentang profitabilitas dengan kebijakan hutang juga masih
menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hasil penelitian Yeniatie dan Destriana
(2010) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan
hutang perusahaan. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Harjanti dan Tandelilin (2007) dan penelitian Faisal (2000).
Namun hasil yang berbeda diperoleh Aristasari (2006) dan Amendhi (2011) yang
menyimpulkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
Dalam penelitian Aristasari (2006) dikatakan bahwa hal tersebut menunjukkan
jika perusahaan mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi maka perusahaan
tersebut tidak cenderung menggunakan hutang dalam jumlah yang besar.
6
Pertimbangan akan kebijakan hutang yang akan diambil perusahaan juga
berkaitan dengan ukuran sebuah perusahaan. Ukuran perusahaan menggambarkan
besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aset atau total
penjualan bersih. Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi
rendahnya aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu
perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya. Dengan demikian, ukuran
perusahaan juga dapat dikaitkan dengan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh
perusahaan. Menurut Homaifar dan Zietz et.al (1994) dalam Muliyanti (2010),
ukuran perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan perusahaan
dalam menentukan kebijakan hutangnya. Perusahaan besar memiliki keuntungan
aktivitas serta lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan perusahaan kecil
sehingga kebutuhan hutang perusahaan yang besar akan lebih tinggi dari
perusahaan kecil. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan
semakin transparan dalam mengungkapkan kinerja perusahaan kepada pihak luar,
dengan demikian perusahaan semakin mudah mendapatkan pinjaman karena
semakin dipercaya oleh kreditur. Oleh karena itu, semakin besar ukuran
perusahaan, aset yang didanai dengan hutang akan semakin besar pula. Lebih
lanjut, penelitian yang dilakukan Pithaloka (2006) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat penggunaan hutang perusahaan.
Hasil penelitian mengenai ukuran perusahaan dengan kebijakan hutang juga
menunjukkan hasil yang belum konsisten. Penelitian yang dilakukan Homaifar
dan Zietz et.al, (1994); Lopez dan Francisco (2008) menunjukkan hasil yang
seragam, dalam hal ini ukuran perusahaan berpengaruh secara positif signifikan
terhadap kebijakan hutang perusahaan. Penelitian yang dilakukan di Indonesia
oleh Euis dan Taswan (2002); Santika dan Kusuma (2002); Fidyati (2003); serta
Sujoko dan Soebiantoro (2007) juga memberikan hasil yang serupa. Namun,
penelitian yang dilakukan oleh Ozkan (2001) menunjukkan hasil yang berbeda
yaitu ukuran perusahaan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan
hutang perusahaan. Penelitian Bhaduri (2002) dan Mutamimah (2003) juga
menunjukkan hasil yang tidak signifikan antara ukuran perusahaan dengan
kebijakan hutang perusahaan. Sedangkan penelitian Ramlall (2009) bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang.
7
Penjelasan dan hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pemahaman
pihak manajemen terhadap pertimbangan pengambilan keputusan kebijakan
hutang sangat penting. Dengan mengetahui faktor-faktor penentu kebijakan
hutang, diharapkan pihak manajemen perusahaan dapat menentukan bagaimana
seharusnya pemenuhan kebutuhan dana untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu
mencapai keuntungan yang optimal. Dengan demikian tujuan pihak manajemen
perusahaan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham (pemilik)
dapat tercapai sehingga keberlangsungan usaha (going concern) perusahaan dapat
diwujudkan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka perumusan masalah yang
dapat diangkat dalam penelitian ini adalah:
Apakah risiko bisnis (business risk) mempengaruhi kebijakan hutang
perusahaan?
1. Apakah profitabilitas mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan?
2. Apakah ukuran perusahaaan (size) mempengaruhi kebijakan hutang
perusahaan?
1.3. Batasan Masalah Penelitian
Untuk memfokuskan penelitian agar masalah yang diteliti memiliki ruang
lingkup dan arah yang jelas, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai
berikut:
1. Jenis industri yang diteliti adalah Automotive and Allied Product yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia.
2. Variabel yang mempengaruhi kebijakan hutang yang digunakan dalam
penelitian ini adalah risiko bisnis, profitabilitas, dan ukuran perusahaan.
8
3. Kebijakan Hutang dalam penelitian ini diukur menggunakan debt to assets
ratio (DAR) yaitu dengan membagi total hutang dengan total aset. Rasio
ini menunjukkan seberapa besar aset yang dibiayai dengan hutang
perusahaan.
1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menyediakan bukti empiris apakah risiko bisnis (business risk)
mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan.
2. Untuk menyediakan bukti empiris apakah profitabilitas mempengaruhi
kebijakan hutang perusahaan.
3. Untuk menyediakan bukti empiris apakah ukuran perusahaaan (size)
mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, sebagai sarana dalam memahami, menambah dan
mengaplikasikan pengetahuan teoritis yang telah dipelajari.
2. Bagi para investor, pemegang saham, dan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan diharapkan informasi yang berhasil
dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi.
3. Bagi perusahaan, untuk memberikan masukan dalam hal perusahaan
melakukan kebijakan hutang, serta gambaran bahwa perubahan kinerja
yang terjadi senantiasa dipantau oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pasar modal Indonesia,
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
meningkatkan perannya dalam memenuhi kebutuhan pihak pemakai
informasi.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Hutang
Dalam mendanai kegiatan operasionalnya, perusahaan memiliki dua alternatif
pendanaan yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal yang dalam hal ini
kebijakan hutang termasuk sebagai kebijakan pendanaan perusahaan yang
bersumber dari eksternal. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh
pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan
sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan.
Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai alat monitoring
terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan.
Menurut Mamduh (2004) terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh
terhadap kebijakan hutang, antara lain:
1. NDT (Non-Debt Tax Shield)
Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat
digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi
pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan
dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak
perlu menggunakan hutang yang tinggi.
2. Struktur Aset
Besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya
penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah
besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aset tersebut
dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.
3. Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya
akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi
sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.
4. Risiko Bisnis
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan
hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan.
10
5. Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan
risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah
dalam mendapatkan pendanaan eksternal.
6. Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan hutang
dalam suatu perusahaan.
Di samping itu, keputusan pendanaan melalui hutang mempunyai batasan sampai
seberapa besar dana yang akan dipinjam perusahaan. Biasanya ada standar rasio
tertentu untuk menentukan rasio hutang tertentu yang tidak boleh dilampaui. Jika
rasio hutang melewati standar ini, maka biaya akan meningkat dengan cepat, dan
hal tersebut akan mempengaruhi stuktur modal perusahaan. Perusahaan yang
menggunakan semakin banyak hutang maka akan meningkatkan beban bunga dan
pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan
perusahaan menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban
pembayaran hutang pada waktunya akibat kewajiban yang semakin besar
(Pithaloka, 2009).
2.2. Teori Kebijakan Hutang
2.2.1. Trade off Theory
Teori ini mengarah pada kondisi di mana perusahaan akan menyeimbangkan
manfaat dari pendanaan dengan hutang (perlakuan pajak yang menguntungkan)
dengan suku bunga dan biaya kebangkrutan yang lebih tinggi.
Pada teori ini juga dijelaskan bahwa sebelum mencapai suatu titik maksimum,
hutang akan lebih murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield.
Implikasinya adalah semakin tinggi hutang maka akan semakin tinggi nilai
perusahaan (Mutamimah, 2003). Namun, setelah mencapai titik maksimum,
penggunaan hutang oleh perusahaan menjadi tidak menarik, karena perusahaan
harus menanggung biaya keagenan, kebangkrutan serta biaya bunga yang
menyebabkan nilai saham turun (Hermendito Kaaro, 2001 dalam Muliyanti,
2010).
11
2.2.2. Pecking Order Theory
Pecking Order Theory yang pertama kali ditemukan oleh Myers dan Majluf
(1984) mengatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang
berasal dari internal dari pada eksternal perusahaan. Penggunaan dana internal
lebih didahulukan dibandingkan dengan penggunaan dana yang bersumber dari
eksternal. Urut-urutan yang dikemukakan oleh teori ini dalam hal pendanaan
adalah pertama laba ditahan diikuti dengan penggunaan hutang dan yang terakhir
adalah penerbitan ekuitas baru (Myers dan Majluf, 1984 dalam Susetyo, 2006).
Teori ini menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan yang dalam hal ini para
manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan
penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004). Penggunaan hutang
lebih disukai karena biaya yang dikeluarkan untuk hutang lebih murah
dibandingkan dengan biaya penerbitan saham.
2.2.3. Signaling Theory
Sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang
memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang
prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan
mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan
cara-cara lain seperti dengan menggunakan hutang. Perusahaan dengan prospek
yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya (Brigham
dan Houston, 2001).
Menurut Brigham dan Houston (2001), pengumuman emisi saham oleh suatu
perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen
memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan
menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga
sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan
isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek
perusahaan cerah.
12
2.3. Pengembangan Hipotesis
Risiko bisnis menggambarkan adanya ketidakpastian atas proyeksi pendapatan di
masa mendatang jika perusahaan menggunakan hutang. Semakin tinggi risiko
bisnis, maka probabilitas terjadinya financial distress juga semakin tinggi. Ini
dikarenakan earning yang tidak menentu akan menyebabkan arus kas masuk yang
juga tidak menentu. Dan jika ternyata perusahaan rugi atau arus kas yang masuk
tidak mencukupi untuk membayar beban bunga, maka perusahaan dapat bangkrut.
Hal ini akan menyebabkan tingkat penggunaan utang yang optimum semakin
rendah, sehingga perusahaan seharusnya menggunakan lebih sedikit utang
(Krishnan dan Myers,1996).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mulyanti (2010) mengemukakan bahwa
semakin tinggi risiko yang dihadapi maka perusahaan akan cenderung untuk
menggunakan hutang yang sedikit. Risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap
kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini didukung oleh penelitian Fidyati (2003)
menunjukkan hasil bahwa risiko bisnis juga berpengaruh negatif signifikan
terhadap kebijakan hutang (Muliyanti, 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis pertama dirumuskan sebagai berikut:
Ha1: Risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan
Profitabilitas merefleksikan laba untuk pendanaan investasi. Berdasarkan pecking
order theory, pilihan pertama dalam pendanaan adalah dengan menggunakan laba
ditahan, baru kemudian menggunakan hutang dan ekuitas. Oleh karena itu
terdapat hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan dengan hutang
(Masdupi, 2005 dalam Yeniatie dan Destriana, 2010).
Semakin tinggi tingkat profitabilitas sebuah perusahaan maka akan semakin kecil
penggunaan hutang yang digunakan dalam pendanaan perusahaan karena
perusahaan cenderung menggunakan internal equity yang diperoleh dari laba
ditahan terlebih dahulu. Namun jika kebutuhan dana belum tercukupi, perusahaan
baru menggunakan hutang.
13
Hasil penelitian Yeniatie dan Destriana (2010) menunjukkan bahwa profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harjanti dan Tandelilin (2007)
dan penelitian Faisal (2000).
Hasil ini didukung oleh Amendhi (2011) yang menyimpulkan bahwa profitabilitas
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan hutang. Dikatakannya
bahwa perusahaan dengan profit tinggi akan mudah mendapatkan pinjaman, sebab
kreditor menilai perusahaan tersebut akan mampu melunasi hutang sesuai tempo
apabila melihat profit (keuntungan) perusahaan yang tinggi.
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis kedua dirumuskan sebagai berikut:
Ha2: Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan
Semakin besarnya ukuran perusahaan maka kebutuhan akan dana juga akan
semakin besar yang salah satunya dapat berasal dari pendanaan eksternal yaitu
hutang. Perusahaan besar memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh
publik dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga kebutuhan hutang
perusahaan yang besar akan lebih tinggi dari perusahaan kecil. Selain itu, semakin
besar ukuran perusahaan maka perusahaan semakin transparan dalam
mengungkapkan kinerja perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian
perusahaan semakin mudah mendapatkan pinjaman karena semakin dipercaya
oleh kreditur (Muliyanti, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan Homaifar dan Zietz et al (1994), Lopez dan
Francisco (2008) menunjukkan hasil yang seragam yang dalam hal ini ukuran
perusahaan berpengaruh secara positif signifikan terhadap tingkat hutang
perusahaan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang ada di Indonesia
yaitu penelitian Euis dan Taswan (2002), Nisa Fidyati (2003), Santika dan
Kusuma (2002) serta Muliyanti (2010).
Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis kedua dirumuskan sebagai berikut:
Ha3: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang
perusahaan
14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode 2007-2011. Pemilihan sampel penelitian didasarkan
pada purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang
representatif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Adapun sampel yang
dipilih dalam penelitian ini dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Seluruh perusahaan manufaktur yang bergerak pada sektor Automotive and
Allied Product yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2011.
2. Perusahaan menyediakan kepada publik laporan keuangan auditan secara
konsisten dan lengkap dari tahun 2007-2011.
3. Periode laporan keuangan perusahaan berakhir setiap 31 Desember.
Alasan pemilihan sampel perusahaan yang bergerak pada sektor Automotive and
Allied Product karena pada sektor ini umumnya perusahaan mempunyai rasio
hutang yang tinggi, hal ini menunjukkan bahwa nilai dana yang dikucurkan untuk
kelompok industri ini sangat besar. Oleh karena itu, pihak-pihak pemberi hutang
(debtholders) berhak memperoleh informasi penting terutama yang menyangkut
dengan kinerja perusahaan yang terkait dengan pengelolaan dananya. Selain itu,
pada sektor ini umumnya perusahaan membutuhkan modal kerja yang besar dan
nilai total aset perusahaan-perusahaan tersebut umumnya di atas 100 Milyar
(Yudhira, 2008).
3.2. Teknik Pengambilan Sampel
Tabel 3.1
Proses Pengambilan Sampel
Keterangan Jumlah
Seluruh perusahaan manufaktur yang bergerak pada
sektor Automotive and Allied Product yang terdaftar di
BEI pada tahun 2007-2011
17
Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan -
15
keuangan auditan secara konsisten dan lengkap dari
tahun 2007-2011
Periode laporan keuangan perusahaan berakhir setiap
31 Desember -
Jumlah sampel akhir 17
Pada Table 3.1 proses pengambilan sampel, dapat dilihat bahwa dari tahun 2007
sampai 2011 terdapat 17 perusahaan manufaktur yang bergerak pada sektor
Automotive and Allied Product yang terdaftar di BEI. Dari keseluruhan jumlah
sampel penelitian, seluruh perusahaan (100 %) memenuhi kriteria sampel yang
telah ditetapkan.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam jenis data
sekunder. Jenis data sekunder adalah jenis data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat melalui
pihak lain). Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip yang telah dipublikasikan dan tidak
dipublikasikan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan tahunan perusahaan sampel yang diperoleh dari:
1. Indonesian Capital Market Directory (ICMD), untuk mendapatkan data
laporan keuangan tahunan perusahaan industri manufaktur yang bergerak
pada sektor Automotive and Allied Product dari tahun 2007-2011.
2. Website BEI (www.idx.co.id) , untuk mendapatkan data laporan keuangan
tahunan perusahaan sampel dari tahun 2007-2011. Data ini diperoleh dari
homepage IDX, untuk mendapatkan soft copy laporan keuangan dan
annual report yang didapat dari menu issuer, financial report.
3.4. Model Penelitian
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya
sebagai dasar yang digunakan untuk merumuskan hipotesis berikut ini
digambarkan model penelitian yang tersaji dalam gambar dibawah ini
16
(-)
(-)
(+)
3.5. Definisi Operasional Variabel
a. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang nilainya
dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini, variabel
dependen adalah kebijakan hutang yang diproksikan dengan debt to asset
ratio (DAR) dengan membagi total hutang dengan total aset yang
menunjukkan seberapa besar aset yang dibiayai dengan hutang
perusahaan. Pemilihan proksi ini merujuk pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Saumitra (2002) dan Muliyanti (2010).
Debt to Asset Ratio (DAR) =
Menurut Brigham dan Houston (2001), rasio leverage dapat diukur dari
total utang (debt to asset ratio) yang dalam hal ini menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk membayar bunga (times interest earned)
dan kemampuan melunasi kewajiban (principal). Total utang mencakup,
baik utang lancar maupun utang jangka panjang. Kreditur lebih menyukai
rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin
besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa likuidasi.
Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih
besar karena akan dapat meningkatkan laba yang diharapkan.
Gambar 1. Model Penelitian
TotalUtang
Total Aset
Profitabilitas
Business Risk
Ukuran Perusahaan
Kebijakan Utang
17
b. Variabel Independen
Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang menjadi
sebab terjadinya atau terpengaruhnya variabel dependen. Dalam Penelitian
ini terdapat 3 variabel independen yang digunakan:
1. Risiko Bisnis (Business Risk)
Risiko bisnis adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya. Suatu perusahaan dikatakan memiliki
risiko bisnis yang tinggi apabila perusahaan tersebut memiliki volatilitas
pendapatan yang tinggi sehingga mempunyai probabilitas kebangkrutan
yang tinggi.
Risiko bisnis pada penelitian ini diproksikan dengan volatility seperti
pada penelitian yang dilakukan oleh Titman dan Wessel (1988). Lebih
lanjut Titman dan Wessel (1988) menyatakan bahwa banyak penulis
yang telah mengusulkan bahwa tingkat optimal hutang perusahaan
adalah sebuah fungsi penurunan dari volatilitas pendapatan. Mereka
hanya dapat memasukkan satu indikator volatilitas yang tidak secara
langsung berpengaruh terhadap tingkat penggunaan hutang perusahaan.
Volatility diukur mengunakan deviasi standar dari persentase perubahan
operating income (OI) (Titman dan Wessel, 1988). Deviasi standar (σ)
merupakan ukuran dispersi (penyebaran) dan merupakan ukuran secara
statistik dari risiko yang dalam hal ini semakin besar nilai deviasi
standar maka semakin besar risikonya (Imam, 2007 dalam Muliyanti,
2010).
Proksi ini diukur selama 4 tahun terakhir mulai periode (t-3) hingga
periode (t). Risiko Bisnis (RISK) diformulasikan sebagai berikut:
RISK = standard deviation (OIt – OIt-1/OIt-1)
18
2. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba
atau dengan kata lain tingkat keuntungan bersih yang mampu dihasilkan
perusahaan dalam menjalankan operasinya. Proksi profitabilitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA).
ROA =
3. Ukuran Perusahaan
Variabel ini menunjukkan berapa asset atau kekayaan. Ukuran
perusahaan menjadi salah satu variabel yang dianggap dapat
mempengaruhi keputusan perusahaan dalam memilih bentuk pendanaan.
Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aset,
penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur
yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran total
penjualan (sales) dari perusahaan tersebut. Perusahaan dengan ukuran
yang besar mempunyai risiko kebangkrutan yang lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil
(Amendhi, 2011).
Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap ukuran perusahaan (Firm
Size) mengacu pada penelitian Ozkan (2001) dan Muliyanti (2010) yaitu
diproksikan dengan nilai logaritma natural dari penjualan (Ln Sales).
SIZE = Ln Sales
3.6. Alat Analisis Data
Data diolah menggunakan analisis regresi linear berganda (multiple regression)
dengan menggunakan SPSS 17. Sebelum dilakukan regresi, variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini diuji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik
yang terdiri dari uji normalitas, multikoliniearitas, heteroskedastisitas, dan
autokorelasi.
Laba Bersih
Total Aset
19
Analisis regresi dipilih karena penelitian ini dirancang untuk menentukan variabel
independen yang mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Model yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
DAR = α + β1 RISK + β2 ROA + β3 SIZE + e
Keterangan:
DAR : Debt to Asset Ratio merupakan proksi dari Kebijakan
Hutang
α : intercept atau koefisien konstanta
β1; β2; β3 : koefisien regresi variabel RISK, ROA, dan SIZE
RISK : Business Risk merupakan proksi dari Risiko Bisnis
ROA : Return on Asset merupakan proksi dari Profitabilitas
SIZE : Firm Size merupakan proksi dari Ukuran Perusahaan
e : error
3.6.1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk
melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan
estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier
Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung
masalah.
Dalam menggunakan model peramalan, ada beberapa asumsi yang mendasari
model peramalan tersebut, antara lain:
1. Uji Asumsi Normalitas
Uji asumsi normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi
yang baik memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Seperti diketahui
bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid
untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
20
Dalam hal ini uji grafik yaitu dengan melihat grafik histogram yang
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati
distribusi normal. Pengujian asumsi ini dilakukan melalui pengamatan
terhadap Normal Probability Plot of Regression Standardize Residual. Uji
normalitas dengan grafik dapat menyesatkan. Oleh sebab itu dianjurkan
dengan uji statistik. Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat
nilai kurtosis dan skweness dari residual dan uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam penelitian ini yang digunakan dalam
pengujian normalitas residual adalah menggunakan uji statistik non-
parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Dalam model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk melihat
apakah ada kolinearitas dalam penelitian ini, maka akan dilihat dari variance
inflation factor multikolinearitas (VIF). Nilai VIF yang diperkenankan adalah
10, jika nilai VIF lebih dari 10 maka dapat dikatakan terjadi multikolinearita,
yaitu terjadi hubungan yang cukup besar antara variabel-variabel bebas, dan
angka tolerance mempunyai angka >0,10, maka variabel tersebut tidak
mempunyai masalah multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas . Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang
tidak tergambarkan dalam spesifikasi model regresi. Pemeriksaan gejala
heteroskedastisitas adalah dengan melihat pola diagram pencar (scatterplot).
Dengan ketentuan jika diagram pencar yang ada membentuk pola-pola tertentu
yang teratur maka regresi mengalami gangguan heteroskedastisitas, jika
21
diagram pencar tidak membentuk pola tertentu atau acak maka regresi tidak
mengalami gangguan heteroskedastisitas. Selain menggunakan diagram
pencar, dilakukan pula Uji Glejser untuk melihat apakah regresi mengalami
gangguan heteroskedastisitas.
Uji Glejser dilakukan dengan meregresi nilai absolute residual terhadap
variabel independen, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut (Gujarati
dalam Muliyanti, 2010):
[Ut] = βXi +vi
Xi : variabel independen yang diperkirakan mempunyai hubungan erat
dengan variance (δi2)
vi : unsur kesalahan
Setelah mengabsolutkan nilai residual, kemudian meregresikannya (AbsUt)
sebagai variabel dependen dan variabel lain sebagai variabel independen
sehingga persamaan regresi menjadi :
AbsUt = b1 RISK + b2 ROA + b3 TA + b4 SIZE
Model regresi dikatakan bebas dari gangguan heteroskedastisitas jika variabel-
variabel independen di atas menunjukkan nilai yang tidak signifikan (α = 5%).
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi kolerasi maka dinamakan problem
autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi dalam suatu
model regresi, dapat digunakan uji Durbin Watson (Uji DW). Uji Durbin
Watson (DW test) digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan
mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada
variabel lag diantara variabel independen.
22
3.6.2. Pengujian Hipotesis
Dalam melakukan uji hipotesis, yang dilakukan adalah menghitung besarnya
masing-masing variabel independen dari setiap perusahaan. Setelah data variabel
dependen dan independen tersedia, dilakukan uji asumsi klasik untuk melihat
apakah data layak untuk regresi. Untuk memutuskan apakah hipotesis diterima
atau tidak, maka digunakan uji t dan uji F.
a. Uji t
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independent
terhadap variabel dependent. Pengujian ini dilakukan dengan uji-t pada tingkat
keyakinan 95% dengan ketentuan sebagai berikut:
apabila p-value > 0,05, maka Ha ditolak
Artinya secara individual variabel independen tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
apabila p-value < 0,05, maka Ha diterima
Artinya secara individual masing- masing variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
b. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel independen (RISK, ROA, TA,
dan SIZE) secara bersama-sama (simultan) berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen (DAR). Atau untuk mengetahui apakah model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau tidak.
Jika nilai signifikan (α) di atas 5% berarti secara bersama-sama variabel
independent tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Jika nilai
signifikan (α) kurang dari 5% berarti secara bersama-sama variabel dependen
mempunyai pengaruh terhadap variabel independen. Analisis ini juga bisa
dilihat dengan membandingkan antara F tabel dengan F hitung . Jika F tabel >
F hitung maka Ho diterima dan Ha ditolak, dan jika F hitung > F tabel maka
Ha diterima dan Ho ditolak (Amendhi, 2011).
(sumber: Amendhi, 2011)
23
BAB IV PEMBAHASAN
Simpulan Pengujian Hipotesis
Hipotesis Uraian Nilai
Signifikansi Simpulan
Ha1 Risiko bisnis berpengaruh negatif
terhadap kebijakan hutang perusahaan 0.817
Ha1 tidak
terdukung
Ha2 Profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap kebijakan hutang perusahaan 0.000
Ha2
terdukung
Ha3 Ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap kebijakan hutang perusahaan 0.089
Ha3 tidak
terdukung
Sumber: data olahan
4.2.2. Pengujian Hipotesis Pertama
Ha1: Risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang
perusahaan.
Hipotesis 1 bertujuan untuk mengetahui apakah risiko bisnis (business risk)
mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan. Pada tabel 4.9. model regresi dapat
dilihat bahwa risiko bisnis (RISK) mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,817.
Berdasarkan hasil uji t tersebut, karena tingkat signifikansinya lebih dari tingkat
signifikansi yang ditentukan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ha1 yang
menyatakan risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang
perusahaan ditolak. Jadi, penelitian ini tidak berhasil mengindikasikan bahwa
risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Risiko bisnis merupakan konsep yang sulit dipahami, dan terdapat banyak sekali
kontroversi pada seputar usaha untuk mendefinisikan dan mengukurnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa risiko bisnis memiliki arah
yang berlawanan dengan kebijakan hutang perusahaan. Hal ini berarti bahwa jika
terjadi peningkatan risiko bisnis akan diikuti dengan penurunan nilai keputusan
24
perusahaan dalam memilih sumber pendanaannya melalui hutang atau sebaliknya.
Namun kondisi ini tidak terjadi signifikan karena risiko bisnis perusahaan
merupakan suatu keadaan yang sulit untuk diukur dan ditentukan secara pasti.
Namun hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Yeniatie dan Destriana (2010) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa risiko bisnis
tidak mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini juga didukung oleh
hasil penelitian Mutamimah (2003) serta Lopez dan Francisco (2008) yang dalam
hal ini hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa risiko bisnis tidak
signifikan berpengaruh terhadap kebijakan penggunaan hutang.
4.2.3. Pengujian Hipotesis Kedua
Ha2: Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang
perusahaan.
Hipotesis 2 bertujuan untuk mengetahui apakah profitabilitas mempengaruhi
kebijakan hutang perusahaan. Pada tabel 4.9. model regresi bisa dilihat bahwa
profitabilitas (ROA) mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,000. Berdasarkan
hasil uji t tersebut, karena tingkat signifikansinya kurang dari tingkat signifikansi
yang ditentukan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ha2 yang menyatakan
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan diterima.
Jadi, penelitian ini berhasil mengindikasikan bahwa profitabilitas berpengaruh
negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Keputusan perusahaan dalam memilih pendanaannya melalui hutang akan
semakin rendah apabila tingkat profitabilitas perusahaan semakin tinggi.
Perusahaan akan lebih cenderung menggunakan laba ditahan dalam menyediakan
dana untuk kegiatan operasinya. Hal ini sesuai dengan pecking order theory yang
menyatakan bahwa dalam kegiatan pendanaan perusahaan akan menggunakan
dana internal yang berasal dari laba ditahan terlebih dahulu baru kemudian
menggunakan dana eksternal (hutang dan ekuitas). Brigham dan Houston (2001)
mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas
25
investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian
(profitabilitas) yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar
kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yeniatie
dan Destriana (2010) yang menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif
terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini konsisten juga konsisten dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harjanti dan Tandelilin (2007) dan
penelitian Faisal (2000).
4.2.4. Pengujian Hipotesis Ketiga
Ha3: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan
hutang perusahaan.
Hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah ukuran perusahaaan (size)
mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan. Pada tabel 4.9. model regresi bisa
dilihat bahwa ukuran perusahaan (SIZE) mempunyai nilai signifikansi sebesar
0,089. Berdasarkan hasil uji t tersebut, karena tingkat signifikansinya lebih dari
tingkat signifikansi yang ditentukan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ha3
yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan
hutang perusahaan ditolak. Jadi, penelitian ini tidak berhasil mengindikasikan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang
perusahaan.
Semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan semakin transparan dalam
mengungkapkan kinerja perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian
perusahaan semakin mudah mendapatkan pinjaman karena semakin dipercaya
oleh kreditur. Namun kondisi ini belum tentu digunakan perusahaan besar untuk
meningkatkan penggunaan hutang sebagai sumber pendanaannya. Ukuran
perusahaan yang besar mencerminkan tingginya aktivitas operasi suatu
perusahaan yang berarti kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
akan besar pula. Kondisi ini tentunya akan memberikan keleluasaan bagi
perusahaan besar untuk menggunakan pendanaan dari internal yaitu laba ditahan.
26
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh
risiko bisnis (business risk), profitabilitas, dan ukuran perusahaan (firm size)
terhadap kebijakan hutang perusahaan.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh beberapa simpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis pertama, penelitian ini
menyimpulkan bahwa risiko bisnis (business risk) tidak signifikan
berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hal ini
dikarenakan pada tahun 2008 terjadi krisi ekonomi global yang membuat
perusahaan-perusahaan mengalami tingkat risiko bisnis yang tinggi, agar
bisa bertahan dan terus berkembang maka perusahaan harus tetap
berproduksi secara efisien sehingga mereka tetap menggunakan sumber
pendanaa eksternal yaitu hutang.
2. Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis kedua, penelitian ini
menyimpulkan bahwa profitabilita secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini dikarenakan keputusan
perusahaan dalam memilih pendanaannya melalui hutang akan semakin
rendah apabila tingkat profitabilitas perusahaan semakin tinggi.
Perusahaan akan lebih cenderung menggunakan laba ditahan dalam
menyediakan dana untuk kegiatan operasinya.
3. Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis ketiga, penelitian ini
menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) tidak signifikan
berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hasil ini
dikarenakan ukuran perusahaan yang besar mencerminkan tingginya
aktivitas operasi suatu perusahaan yang berarti kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan akan besar pula. Kondisi ini tentunya
27
akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan besar untuk menggunakan
pendanaan dari internal yaitu laba ditahan daripada menggunakan hutang.
5.2. Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1. Pemilihan sampel penelitian ini hanya menggunakan perusahaan
manufaktur yang bergerak pada sektor Automotive and Allied Product saja
sehingga belum dapat digunakan untuk menggeneralisasi hasil penelitian
untuk sektor selain sektor tersebut.
2. Untuk variabel yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan hanya
menggunakan 3 variabel, yaitu risiko bisnis, profitabilitas,dan ukuran
perusahaan. Padahal masih banyak variabel yang dapat digunakan dan
mempengaruhi kebijakan hutang, dan dimana hal ini akan digunakan
sebagai alat pengambilan keputusan bagi investor and kreditur.
5.3. Saran
Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan sebaiknya mempertimbangkan
beberapa saran di bawah ini demi hasil penelitian yang lebih baik dan lebih
akurat, yaitu:
1. Penelitian selanjutnya hendaknya memperluas penelitian dengan cara
memperpanjang periode penelitian dengan menambah tahun amatan dan
juga memperbanyak jumlah sampel untuk penelitian yang akan datang.
2. Variabel-variabel yang diteliti untuk penelitian selanjutnya diharapkan
lebih bervariasi lagi sehingga lebih membantu para pemakai laporan
keuangan dalam hal pengambilan keputusan. Beberapa variabel tersebut
misalnya NDT (Non-Debt Tax Shield) dan struktur aset.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto dan Wibowo, B.2007. Pengujian Teori Pecking Order Pada Perusahaan-
Perusahaan Non Keuangan LQ45 Periode 2001-2005. Manajemen
Usahawan Indonesia, Vol. 12, Hal. 45-53.
Amendhi, Suci. 2011. Pengaruh Struktur Aktiva, Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang (pendekatan Pecking Order
Theory). Skripsi. Universitas Lampung.
Aristasari, Gina. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Leverage Perusahaan. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Bhaduri, Saumitra.2002. Determinants of Corporate Borrowing: Some Evidence
from the Indian Corporate Structure. Journal of Economics and Finance.
Summer, Vol. 2, No. 2, pp.200-215.
Brigham, Eugene F. and Houston. 2007. Manajemen Keuangan, Edisi 11.
Erlangga: Jakarta.
Euis dan Taswan. 2002. Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan
Serta Beberapa Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Bisnis dan
Ekonomi.
Fidyati, Nisa. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang
Perusahaan. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi, Vol. 1, No.1, Hal.
17-34.
Harjanti, Tri, Theresia dan Eduardus, Tandelilin. 2007. Pengaruh Firm Size,
Tangible Assets, Growth, Oportunity, Profitability, dan Business Risk pada
Struktur Modal Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 1, No. 1, Maret, Hal. 1-10.
Homaifar G and Zietz et.al. 1994. An Empirical Model of Capital Structure:Some
New Evidence. Journal of Business Finance & Accounting, 21 January. pp
1-14.
Khrisnan, V.S., & Myer, R.C. (1996). Determinants of Capital Structure: An
Empirical Analysis of Firms in Industrialized Countries. Journal
Managerial of finance, Volume 22, 2, page 39-55.
Kieso et al. 2011. Akuntansi Intermediate. Edisi 14. Jakarta: Erlangga.
Lopez, Jose and Fransisco Sogorb. 2008. Testing Trade-Off and Pecking Order
Theories Financing SMEs. Small Business Economics. Vol. 31, pp 117-136.
Mamduh. 2004. Manajemen Keuangan Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
29
Masdupi, Erni. 2005. Analisis Dampak Struktur Kepemilikan pada Kebijakan
Hutang dalam Mengontrol Konflik Keagenan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 20, No. 1, Hal. 57-59.
Muliyanti, Fitri Mega. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kebijakan Hutang dan Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan. Tesis.
Universitas Diponegoro.
Mutamimah. 2003. Analisis Struktur Modal Pada Perusahaan-Perusahaan Non
Finansial Yang Go Public Di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Bisnis Strategi.
Vol. 11 Juli. pp 71-60.
Ozkan, Aydin. 2001. Determinants of Capital Structure and Adjusment to Long
Run Target: Evidence from UK Company Panel Data. Journal of Business
Finance & Accounting 28 (1) & (2), January/ March.
Pithaloka, Nina Diah. 2009. Pengaruh Faktor-Faktor Intern Perusahaan terhadap
Kebijakan hutang: Dengan Pendekatan Pecking Order Theory. Skripsi.
Universitas Lampung.
Ramlall, Indranain. 2009. Determinants of Capital Structure Among Non-Quoted
Mauritian Firms Under Specificity of Leverage: Looking for a Modified
Pecking Order Theory. International Research Journal of Finance and
Economics- Issue 31. pp. 83-92.
Santika dan Kusuma Ratnawati. 2002. Pengaruh Struktur Modal, Faktor Internal,
dan Faktor Eksternal Terhadap Nilai Perusahaan Industri Yang Masuk
Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis Strategi. Vol. 10 Desember.pp27-47.
Sujoko dan Soebiantoro. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage,
Faktor Intern Dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan, No. 1,Vol. 9, Hal. 41-48.
Susetyo, A. 2006. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di BEJ Periode 2000-2003.
Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Soesan, Fitriah. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal
pada Perusahaan Asuransi yang Go Public di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
Tahun 2001-2004. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Tim Penyusun. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung.
Universitas Lampung. Bandarlampung.
Titman, Sheridan and Wessels, Roberto. 1988. The Determinants of Capital
Structure Choice. Journal of Finance. Vol. 43, No.1. pp 1-19.
30
Yudhira, Ahmad. 2008. Pengaruh Economic Value Added, Residual Income,
Earning dan Cash Flow Operation terhadap Stock Return pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001-2006. Tesis. Universitas
Sumatera Utara
Yeniatie dan Destriana, Nicken. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kebijakan Hutang pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 12, No. 1, Hal
1-16.