abstrak - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/79344/3/jurnal_fis.hi.98 18 isl...
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Jepang dan Tiongkok merupakan dua negara yang dinilai paling problematik di Asia. Sejak
berakhirnya Perang Dunia II, Jepang dan Tiongkok tidak pernah lagi terlibat dalam perang.
Meski begitu, berbagai konflik dan persaingan tak henti mewarnai hubungan bilateral
keduanya. Mulai dari konflik perebutan wilayah, saling berlomba dalam peningkatan
kapasitas militer, hingga bersaing dalam hal teknologi, ekonomi dan perdagangan. Salah
satunya adalah persaingan dalam mengembangkan teknologi sistem kereta cepat. Tiongkok
yang terhitung masih baru dalam teknologi tersebut pun tak mau kalah dengan Jepang yang
sudah terlebih dahulu mengembangkan teknologi sistem kereta cepat dan terkenal akan
kualitasnya. Persaingan kedua negara juga merambah pada ekspor teknologi sistem kereta
cepat. Setelah bersaing dalam penawaran bantuan proyek sistem kereta cepat di Thailand,
Amerika Serikat dan Indonesia, keduanya bersaing pula di India. Sebagai negara yang tengah
berkembang pesat, India berencana membuat proyek untuk membangun jalur kereta cepat
yang diharapkan dapat membantu perkembangan ekonomi di India. Jepang dan Tiongkok
tidak mau menyia-nyiakan proyek nasional tersebut. Keduanya menawarkan sejumlah
bantuan terkait pembangunan proyek tersebut. Hingga pada akhirnya Jepang terpilih untuk
menangani proyek berskala nasional tersebut. Pola persaingan yang demikian tentu saja
dilatar belakangi oleh faktor ekonomi atau mencari keuntungan. Namun selaim itu, terdapat
faktor geopolitik yang mempengaruhi persaingan Jepang dan Tiongkok, dalam
pembahasannya, penulis menggunakan konsep geopolitik kritis dan ekonomi-geopolitik
untuk menganalisanya.
Kata kunci : sistem kereta cepat, persaingan, geopolitik, Jepang, Tiongkok.
Motivasi Geopolitik dalam Persaingan Jepang dan Tiongkok dalam Penawaran Proyek
Sistem Kereta Cepat Jalur Mumbai - Ahmedabad di India
Pada umumnya, kebijakan geopolitik negara-negara di suatu kawasan lebih berfokus
pada regionalisme. Regionalisme tersebut biasanya diwujudkan melalui organisasi regional,
seperti ASEAN di Asia Tenggara dan Uni Eropa di Eropa. Namun lain halnya dengan di
kawasan Asia Timur. Geopolitik negara-negara di kawasan tersebut tidak cenderung kepada
regionalisme, melainkan lebih cenderung kepada kompetisi atau rivalitas. Hal tersebut terjadi
karena adanya sentimen historis di antara masing-masing negaranya, seperti kekhawatiran
bahwa Jepang akan muncul kembali sebagai negara agresif, sentimen masyarakat Korea
Selatan dan Tiongkok terhadap Jepang dan sebaliknya, dan konflik antara Korea Utara
dengan Korea Selatan yang tak kunjung usai hingga saat ini. Selain itu, dinamika
perkembangan ekonomi yang begitu pesat di Asia Timur turut berperan dalam memperkuat
rivalitas antara negara-negara di kawasan tersebut. Terlebih lagi negara-negara di kawasan
Asia Timur seperti Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan merupakan negara-negara yang
mengalami kemajuan ekonomi yang pesat dan dinamis1.
Perkembangan ekonomi yang dinamis membawa negara-negara tersebut kepada
persaingan ekonomi, terutama antara Jepang dengan Tiongkok. Meski merupakan bangsa
serumpun, namun konflik dan persaingan di antara mereka telah terjalin selama ratusan tahun.
Mulai dari dendam masyarakat Tiongkok atas berbagai perbuatan yang dilakukan tentara
Jepang selama menginvasi Tiongkok, konflik perbatasan, hingga persaingan di pasar
ekonomi. Selain itu, keduanya juga bersaing dalam pengembangan sains dan teknologi, salah
satunya di bidang teknologi sistem kereta cepat atau high speed railway.
1 Robert S. Ross. 1999. The Geography of Peace : East Asia in Twentieth Century. MIT Press.
Di tengah trend kereta cepat, nama Jepang relatif sering muncul sebagai salah satu
yang teratas dalam hal kecepatan dan kemajuan teknologinya. Sebagaimana yang dikutip dari
BBC, bahwa di tahun 2015 kereta cepat dengan teknologi magnet levitation buatan Jepang
sukses memecahkan rekor kereta tercepat di dunia dengan kecepatan mencapai 603 km/jam,
mengalahkan kereta cepat buatan Tiongkok dengan teknologi yang sama.
Seakan tak mau kalah dengan Jepang, sejak awal tahun 2000-an Tiongkok mulai
mengembangkan teknologi sistem kereta cepat. Meski baru diperkenalkan pada tahun 2007
dan memulai debutnya di tahun 2008, sistem kereta cepat di Tiongkok sudah berkembang
dengan pesat dan telah mampu dinikmati oleh masyarakat di hampir seluruh daratan
Tiongkok2
. Bahkan Tiongkok telah berani untuk mengekspor teknologi sistem kereta
cepatnya di tahun 2009. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama
antara Tiongkok dengan pemerintah negara bagian California, Amerika Serikat pada tahun
20093.
Selain itu, Tiongkok tengah mengembangkan kebijakan One Belt One Road, yang
merupakan kerangka pengembangan strategi yang berfokus pada peningkatan konektivitas
dan kerja sama antara Tiongkok dengan negara-negara yang nantinya akan dilalui oleh jalur
One Belt One Road. Kebijakan tersebut dicetuskan pada tahun 2013 oleh Presiden Tiongkok,
Xi Jin Ping, yang terdiri dari dua macam jalur, yaitu jalur laut, New Maritime Silk Road, dan
jalur darat yang dinamakan Silk Road Economic Belt4. Jalur Silk Road Economic Belt yang
akan dibangun berupa jalur kereta api, dan nantinya direncanakan akan menghubungakan
Tiongkok dengan wilayah di sekitarnya, seperti Rusia, Asia Barat dan Asia Tengah hingga
Teluk Persia, serta Asia Selatan hingga Asia Tenggara 5.
2 Xinhua. 2016. China Exclusive : Five billions trips made on China‟s bullet trains. Diakses 2 Maret 2017
dalam http://news.xinhuanet.com/english/2016-07/21/c_135530835.htm 3 The New York Times. 2010. China is Eager to Bring High-Speed Rail Expertise to US. Diakses 2 Maret 2017
dalam http://www.nytimes.com/2010/04/08/business/global/08rail.html?ref=business&src=me&_r=0 4 Michael Swaine. Tt. Chinese Views and Commentary on “One Belt, One Road” Initiative.
5 Ibid
Selain bersaing dalam pengembangan teknologi, Jepang dan Tiongkok juga bersaing
dalam memasarkan teknologi sistem kereta cepatnya. Mereka bersaing dalam proyek kereta
cepat Jakarta – Bandung di Indonesia, proyek kereta cepat San Fransisco – Los Angeles di
Amerika Serikat, serta pada proyek kereta cepat Bangkok – Chiang Mai di Thailand6. Selain
itu, Jepang dan Tiongkok juga tengah bersaing dalam penawaran proyek sistem kereta cepat
jalur Mumbai – Ahmedabad di India.
Sejak awal tahun 2000-an India memang tengah aktif menggenjot pengembangan
ekonominya. Bagi negara yang perekonomiannya sedang bertumbuh pesat seperti India,
investasi di bidang infrastruktur dan transportasi, terutama sistem perkeretaapian menjadi
sangat dibutuhkan. Inisiatif untuk membangun sistem kereta cepat di India pertama kali
digagas pada tahun 1980-an oleh menteri perkeretaapian India melalui proposal dalam suatu
rapat parlemen7. Kemudian pada tahun 2009 Menteri Perkeretaapian di India menerbitkan
white paper “Vision 2020” yang di dalamnya terdapat rencana pembangunan sistem kereta
api cepat dengan kecepatan mencapai 250 – 350 per jam8. Realisasi rencana proyek tersebut
dimulai menjelang pemilu pada tahun 2014, ketika partai BJP (Bharatiya Janata Party) yang
mengusung Narendra Modi sebagai calon perdana menteri saat itu menjanjikan akan
membangun suatu proyek baru yang dinamakan Diamond Quadrilateral9
. Diamond
Quadrilateral merupakan sebuah proyek pembangunan sistem kereta cepat yang akan
menghubungkan 4 kota metropolitan di India, yaitu New Delhi, Mumbai, Chennai, dan
Kalkota dan menjangkau 14 negara bagian10
. Setelah BJP dan Narendra Modi memenangkan
pemilu pada tahun 2014, rencana pembangunan proyek tersebut langsung mendapat
6 Financial Times. 2014. Rail battle between China and Japan rushes ahead at high speed. Diakses 2 Maret
2017 dalam https://www.ft.com/content/c28fe2e8-a6fe-11e5-9700-2b669a5aeb83 7 IBN Live. Tt. High Speed Railways in India: imperative for current times. Diakses 20 April 2017 dalam
http://www.news18.com/high-speed-railways-in-india-imperative-for-current-times 8 Government of India, Ministry of Railways. 2009. Indian Railways : Vision 2020. [pdf]
9Bharatiya Janata Party. 2014. Election Manifesto. Diakses 16 April 2017 dalam
http://www.bjp.org/images/pdf_2014/full_manifesto_english_07.04.2014.pdf. 10
Banerjee Suchanda. 2016. Diamond Quadrilateral Project of Indian Railways : High-Speed Rail Plans
Accelerate. Diakses 25 Maret 2017 dalam
http://mediaindia.eu/tourism/diamond-quadrilateral-project-of-indian-railways/.
pengesahan dari Presiden Pranab Mukherjee11
. Proyek Diamond Quadrilateral tersebut
dimulai dengan membangun jalur kereta cepat yang akan menghubungkan Mumbai dan
Ahmedabad.
Untuk proyek jalur Mumbai – Ahmedabad ini, beberapa negara pengembang
teknologi kereta cepat seperti Jepang, Perancis, Italia, Spanyol, dan Tiongkok telah
mengajukan proposal untuk membantu India membangun proyek kereta cepat tersebut
dengan menggunakan teknologi kereta cepat dari negara mereka masing-masing. Di tahun
2013, Jepang menawarkan bantuan kepada India yang saat itu sedang berencana membangun
sistem kereta cepat. Kemudian, pada 7 Oktober 2013, Jepang yang diwakili oleh JICA
(Japanese International Cooperation Agency) dan perdana menteri India menandatangani
MoU (Memorandum of Understanding) mengenai persetujuan untuk bersama-sama
melakukan studi kelayakan kereta cepat di jalur Mumbai-Ahmedabad12
.
Setelah Jepang menawarkan bantuannya kepada India, di tahun 2014, Tiongkok juga
menawarkan bantuan di bidang yang sama13
. Dalam penawarannya, Tiongkok menawarkan
akan membantu melatih para insinyur perkeretaapian di India dan akan membangun sebuah
universitas perkeretaapian agar generasi muda India dapat mempelajari dan mengembangkan
teknologi perekeretapiaan14
. Meski begitu, menurut wakil ketua NITI Aayog15
Arvind
11
Avishek Dastidar. 2014. Diamond Quadrilateral of High-Speed Trains. Diakses 11 Maret 2017 dalam
http://indianexpress.com/article/india/india-others/diamond-quadrilateral-of-high-speed-trains/ 12
Railway Gazette. 2013. Feasibility Study for Mumbai-Ahmedabad Line Agreed. Diakses 25 Maret 2017 dalam
http://www.railwaygazette.com/news/high-speed/single-view/view/feasibility-study-for-mumbai-ahmedabad-
high-speed-line-agreed.html 13
The Economic Times. 2014. After Japan, China readying proposal to join the race to provide bullet trains in
India. Diakses 1 April 2017 dalam http://articles.economictimes.indiatimes.com/2014-09-
04/news/53563798_1_tata-projects-bullet-trains-railway 14
The Times of India. 2015. China Downplays Japan‟s Construction of India‟s First Bullet Train Project.
Diakses 10 Oktober 2017 dalam https://timesofindia.indiatimes.com/india/China-downplays-Japans-
construction-of-Indias-first-bullet-train-project/articleshow/50113184.cms 15
NITI (National Institut for Transforming India) Aayog merupakan sebuah institusi yang membantu
pemerintah India untuk merumuskan suatu kebijakan, baik dalam maupun luar negeri.
Panagariya, dana pembiayaan infrastruktur yang dipinjamkan Tiongkok kepada India jauh
lebih mahal daripada yang ditawarkan oleh Jepang16
.
Setelah melalui serangkaian proses negosiasi, pada Desember 2015, pemerintah India
resmi menyatakan akan menggunakan teknologi kereta cepat dari Jepang untuk pembangunan
sistem kereta cepat pertamanya17
. Juru bicara kementerian perkeretaapian (Ministry of
Railways) India menyatakan bahwa teknologi sistem kereta cepat produksi Jepang sudah
terbukti kemanan dan ketepatan waktunya18
. Dengan adanya teknologi tersebut, diharapkan
angka kecelakaan akibat kereta api di India dapat menurun. Seperti yang dilaporkan oleh
India Government Comitee tahun 2012, setidaknya setiap 15.000 nyawa melayang akibat
kecelakaan kereta api karena rendahnya standar keselamatan19
. Selain meningkatkan standar
keamanan, Perdana Menteri Narendra Modi berharap proyek tersebut dapat membantu
memodernisasi jaringan jalur kereta api di India dan dapat menjadi mesin transformasi
ekonomi India20
.
Dari kasus di atas, rumusan masalah yang diajukan oleh penulis adalah, bagaimana
persaingan Jepang dan Tiongkok dalam penawaran bantuan proyek sistem kereta cepat di
India dipandang dari perspektif geopolitik?
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, dibutuhkan dua kerangka pemikiran,
yaitu Geopolitik Kritis dan Ekonomi Geopolitik. Dalam Geopolitik Kritis, konsep – konsep
geopolitik yang telah ada diadaptasi ke dalam nilai-nilai kontemporer, seperti jenis aktor yang
terlibat, jangkauan wilayah teritori, dan isu-isu yang terlibat. Meski dikatakan telah
16
The Times of India. 2015. China Downplays Japan‟s Construction of India‟s First Bullet Train Project.
Diakses 10 Oktober 2017 dalam https://timesofindia.indiatimes.com/india/China-downplays-Japans-
construction-of-Indias-first-bullet-train-project/articleshow/50113184.cms 17
The Japan Times. 2015. Japan to Win Contract for India‟s First High-Speed Railway. Diakses 3 April 2017
dalam https://www.japantimes.co.jp/news/2015/12/08/business/japan-win-contract-indias-first-high-speed-
railway/#.WBX9RrkXWzw 18
Eva Grey. 2017. More Than a Train : India Invests in Japanese High-Speed Rail. Diakses 25 Oktober 2017
dalam http://www.railway-technology.com/features/featuremore-than-a-train-india-invests-in-japanese-high-
speed-rail-5806515/ 19
Ibid 20
Ibid
memasuki era kontemporer, namun bukan berarti aspek-aspek geopolitik konvensional telah
hilang sama sekali. Aspek geopolitik konvensional seperti hal-hal yang menyangkut soal
wilayah masih tetap relevan hingga saat ini. Hanya saja pada prakteknya dibumbui oleh
konsep-konsep yang muncul di era kontemporer. Seperti halnya political boundary atau
politik perbatasan. Dalam konsep political boundary, negara-bangsa yang merupakan suatu
entitas politik geografis membutuhkan ketegasan dan kejelasan dalam hal perbatasan sebagai
dasar dari kedaulatannya21
. Setiap negara-bangsa memerlukan pembentukan perbatasan,
karena perbatasan menciptakan legitimasi dan power negara. Batas negara merupakan hal
vital bagi setiap negara dan di dunia, sebagaimana halnya teritori. Oleh karena itu, negara-
negara yang sering mengalami konflik perbatasan nasionalismenya semakin terasah akibat
konflik yang terus menerus, sehingga menumbuhkan identitas nasional yang semakin kuat22
.
Sedangkan ekonomi geopolitik menjelaskan tentang bagaimana geografi dan
penguasaan atas sumberdaya tidak hanya mempengaruhi kebijakan politik dalam dan luar
negeri, tapi juga turut mempengaruhi peningkatan ekonomi dan pasar finansial23
. Studi
mengenai ekonomi geopolitik sendiri adalah turunan dari ekonomi politik internasional dan
merupakan analisa makro ekonomi yang menyangkut aspek-aspek geopolitik. Dalam
ekonomi geopolitik, baik kepentingan ekonomi maupun kepentingan geopolitik suatu negara
saling mempengaruhi satu sama lain24
. Kepentingan geopolitik seringkali mempengaruhi naik
turunnya tingkat perekonomian negara, kebijakan moneter, serta berpengaruh dalam
menentukan pasar ekspor. Sedangkan kepentingan ekonomi dapat mempengaruhi kebijakan
militer, kebijakan luar negeri serta dapat menentukan arah kebijakan geopolitik suatu negara.
21
Ibid 22
Ibid 23
Christian Takushi. 2014. What is Geopolitical Economics? Diakses 11 Oktober 2017 dalam
http://geopoliticaleconomics.org/?page_id=454 24
Ibid
Konflik dan persaingan yang terjadi antara Jepang dan Tiongkok telah berlangsung
selama ratusan tahun. Sedangkan tidak ada satu dari keduanya yang berinisiatif untuk
berusaha memperbaiki hubungannya. Hubungan Jepang dan Tiongkok diperparah dengan
sejarah hubungan keduanya di Perang Dunia II, ketika Jepang menduduki wilayah Tiongkok.
Dendam rakyat Tiongkok terhadap tindakan Jepang ketika masa pendudukan belum hilang
hingga saat ini. Rakyat Tiongkok menginginkan Jepang meminta maaf secara langsung atas
apa yang dilakukannya selama masa Perang Dunia. Namun Jepang tak juga kunjung minta
maaf, karena menurut Jepang hal tersebut sudah terjadi di masa lalu dan tidak relevan lagi
dengan masa sekarang. Hal itu menyebabkan kerenggangan hubungan mereka semakin
berlarut-larut. Bukan tidak mungkin suatu saat timbul perang di antara keduanya, apalagi kini
keduanya tengah giat meningkatkan kapasitas militer mereka.
Persaingan antara keduanya pun semakin memperparah disintegrasi di kawasan Asia
Timur. Integrasi kawasan pun hampir tidak mungkin terjadi di kawasan tersebut. Jepang dan
Tiongkok merupakan dua kekuatan besar yang sedang dan akan terus berkembang di
kawasan Asia Timur dan bahkan menjadi yang sangat diperhitungkan di kancah dunia
internasional. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa integrasi antar negara di
kawasan Asia Timur tidak sepenuhnya berhasil dilakukan, maka kedua negara tersebut harus
mencari rekan di kawasan lain untuk saling berinteraksi guna memenuhi kepentingan
nasionalnya. Oleh karena itu Jepang dan Tiongkok memerlukan kawasan lain di sekitarnya
untuk memperluas pengaruhnya. Karena power yang dimiliki oleh keduanya, bisa dikatakan
keduanya memiliki pengaruh penting di kawasan Asia Timur dan sekitarnya. Kawasan di
sekitar Asia Timur seperti Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Tengah merupakan kawasan
yang terdiri dari negara - negara dengan power lebih kecil dibandingkan Jepang dan
Tiongkok. Setiap pergerakan dan kebijakan luar negeri yang dibuat oleh keduanya akan
mempengaruhi negara – negara di kawasan dan sekitarnya. Kedua negara tersebut pun juga
memandang peran negara-negara di kawasan dan sekitarnya penting bagi perkembangan
ekonomi dan politiknya. Untuk itulah kawasan – kawasan lain di sekitar Asia Timur tersebut
seringkali menjadi arena persaingan bagi Jepang dan Tiongkok dalam menyebarkan pengaruh
geopolitisnya. Berikut akan dijelaskan mengenai perspektif geopolitik Jepang dan Tiongkok.
Untuk mendukung perdagangan internasionalnya, Jepang telah sejak lama bekerja
sama dengan negara – negara di sekitar jalur – jalur laut yang penting, seperti Selat Malaka
dan Samudera Hindia. Karena itulah negara – negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia
Selatan dinilai penting bagi Jepang, salah satunya yaitu India.
Hubungan bilateral antara Jepang dan India sudah terbilang cukup lama dan cukup
intens. Bahkan ahli sejarah India mengemukakan bahwa sejarah hubungan Jepang dan India
sudah ada sejak jaman sebelum masehi. Tercatat bahwa kontak langsung antar Jepang dan
India kuno pertama kali terjadi pada abad ke 8 sebelum masehi25
.
Hubungan diplomatik antara mereka secara resmi mulai terjalin pada tahun 1952,
setelah Jepang mendapatkan kembali kedaulatannya secara penuh, ditandai dengan
ditandatanganinya perjanjian perdamaian di antara kedua negara26
. Setelah itu, berbagai
macam kerja sama pun dijalin guna mempererat hubungan diplomatik Jepang dan India.
Bagi India, kerja sama dengan Jepang dinilai telah membantu India dalam semua
sektor, terutama sektor ekonomi dan pembangunan. Pada tahun 1980, Suzuki Motor
Corporation dengan membawa teknologinya, resmi menginvestasikan modalnya di India. Hal
tersebut berhasil merevolusi sektor transportasi di India, sehingga merupakan salah satu
turning point dalam sejarah pembangunan ekonomi India27
. Kemudian pada tahun 1991
25
Minsitry of External Affairs, Government of India. 2017. India – Japan Relations. Diakses 11 April 2018
dalam http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Japan_Aug_2017.pdf 26
Ministry of External Affairs, Government of India. 2017. India – Japan Relations. Diakses 11 April 2018
dalam http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Japan_Aug_2017.pdf 27
Ibid
Jepang berhasil menyentuh hati pemerintah dan masyarakat India dengan memberi bantuan
tanpa syarat kepada India yang tengah mengalami krisis neraca pembayaran28
.
Kerja sama Jepang dengan India di bidang perkeretaapian pertama kali dimulai pada
tahun 1985, ketika Perdana Menteri India saat itu, Rajiv Gandhi mengunjungi Jepang. Dalam
kunjungannya tersebut, Gandhi bersama dengan Perdana Menteri Jepang Yasuhiro Nakasone
menandatangani perjanjian mengenai transfer teknologi dan asistensi dalam modernisasi
sistem perkeretaapian India29
. Sebelum Jepang membuat penawaran untuk membantu terlibat
dalam proyek kereta cepat India, Jepang melalui JICA (Japan International Cooperation
Agency) telah banyak memberi bantuan, kepada India dalam hal pembangunan sistem kereta
metro.
Jepang memandang India penting, karena India merupakan mitra dalam
mengamankan Samudera Hindia. Samudera Hindia merupakan jalur lalu lintas kapal
pengimpor minyak dari Timur Tengah, di mana minyak mentah merupakan salah satu
komoditi impor paling penting bagi Jepang. Terlebih lagi, India sedang membangun sistem
keamanan di Samudera Hindia dan mengerahkan armada militernya untuk berpatroli di
sekitar Samudera Hindia30
. Sedangkan bagi India, Jepang yang merupakan macan Asia juga
merupakan mitra yang penting, karena dapat berperan sebagai stabilisator kawasan. Yang
dimaksudkan sebagai stabilisator kawasan adalah untuk menandingi Tiongkok yang
merupakan superpower baru di kawasan Asia31
.
Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia dan yang digadang-
gadang sebagai calon kekuatan superpower yang mampu bersanding dengan Amerika Serikat,
Tiongkok memerlukan banyak partner untuk kerja sama ekonomi. Terlebih lagi, Tiongkok
28
Ibid 29
Arpita Mathur. 2012. India – Japan Relations : Drivers, Trends, and Prospects. Singapore : S. Rajaratnam
School of International Studies 30
Arpita Mathur. 2012. India – Japan Relations : Drivers, Trends, and Prospects. Singapore : S. Rajaratnam
School of International Studies 31
Ibid
mengusung konsep peaceful rise, yaitu kebangkitan ekonomi yang disertai oleh sikap damai
dan bersahabat oleh Tiongkok32
.
Untuk mendukung perkembangan ekonominya dengan cara yang bersahabat, maka
pembentukan suatu integrasi ekonomi merupakan strategi yang tepat. Karena dengan masuk
ke dalam suatu integrasi ekonomi, suatu negara dapat memperoleh kesempatan lebih besar
untuk mengembangkan perekonomiannya dan sekaligus menjalin kemitraan dengan negara
lain yang berada dalam lingkar integrasi yang sama. Untuk itulah Tiongkok pun membuat
suatu strategi yang disebut dengan One Belt One Road, yang berfungsi sebagai penghubung
antara Tiongkok dengan banyak negara di kawasan lain. One Belt One Road tersebut terbagi
menjadi dua yaitu jalur darat yang berupa jalur kereta api, Silk Road Economic Belt dan jalur
laut, New Silk Maritime Road. Inisiatif dibentuknya One Belt One Road adalah untuk
mencapai integrasi ekonomi yang lebih besar dengan negara – negara di sepanjang jalur yang
akan dilalui oleh One Belt One Road, yang akan menghubungkan kawasan Asia Timur
dengan Benua Eropa33
. Sehingga dapat disimpulkan tujuan akhir dari strategi tersebut adalah
untuk mengintegrasikan semua negara yang berada di daratan Eropa, kawasan Asia Tengah,
Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
India, sebagai negara dengan julukan new emerging power dan yang merupakan
kekuatan ekonomi baru di Asia Selatan dipandang Tiongkok sebagai salah satu negara yang
paling pantas menjalin kemitraan dengannya. Dalam mengejar tujuannya tersebut, Tiongkok
memerlukan India sebagai partner dalam berbagai kerja sama ekonomi dan politik.
Meski memiliki banyak sejarah konflik, namun sejak memasuki akhir abad 20,
Tiongkok berusaha memperbaiki hubungannya dengan India. Namun demikian, selama
sentimen masa lalu masih ada dalam benak tiap individu masyarakat dan pemerintah di kedua
32
Rosita Dellios dan R. James Ferguson. 2013. China’s Quest for Global Order : From Peaceful Rise to Harmonius World. London : Lexington Books 33
Maximillian Mayer (ed). 2018. Rethinking the Silk Road : China’s Belt and Road Initiative and Emerging Eurasian Relations. Singapore : Palgrave Macmillan
belah pihak, maka ada kemungkinan hubungan kedua ngeara tersebut mengalami naik turun.
Seperti halnya di tahun 1990-an, ketika India dan Tiongkok menandatangani perjanjian
confidence-building measure. Confidence-building measure merupakan perjanjian yang
dibuat untuk mengurangi ketegangan di antara dua belah pihak atau negara yang sebelumnya
terlibat konflik34
. Setelah sepakat untuk saling meredakan ketegangan di antara mereka,
perdagangan bilateral keduanya seketika melesat naik. Perubahan dalam perdagangan
bilateral India Tiongkok bisa dibilang cukup drastis. Dari hanya 117,4 juta dolar di tahun
1987, menjadi 700 juta dolar di tahun 199435
.
Di awal tahun 2000-an, pemimpin India dan pemimpin Tiongkok saling menaruh
perhatian yang lebih besar untuk menstabilkan hubungan kedua negara. Pada tahun 2003,
Perdana Menteri India Atal Bihari Vajpayee mengunjungi Tiongkok yang kemudian bersama
dengan Perdana Menteri Tiongkok yang disebut premier, Wen Jian Bao menandatangani
deklarasi bersama untuk membangun kemitraan dalam rangka kerja sama yang komprehensif
di abad 2136
.
Sebagai negara maritim, India dirasa lebih beruntung daripada Tiongkok. Hal tersebut
karena India memiliki Samudera Hindia sebagai sebagian dari wilayah lautnya. Karena
Samudera Hindia merupakan jalur lalu lintas penting bagi impor minyak dari Timur Tengah
menuju Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australia. Selain itu, Samudera Hindia merupakan
perairan yang kaya akan sumber daya alam. Sebanyak dua pertiga cadangan minyak dunia
berada di sekitar negara di pesisir Samudera Hindia. Selain itu, terdapat kandungan gas bumi
sebanyak 35% cadangan gas dunia dan emas sebanyak 40 % cadangan emas dunia37
. Selain
itu juga banyak terkandung berbagai macam mineral, seperti kobal, mangan, nikel, dan lain
34
Dilip K. Das. 2006. China and India : A Tale of Two Economies. New York : Routledge. 35
Amardeep Athwal. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York : Routledge. 36
Dilip K. Das. 2006. China and India : A Tale of Two Economies. New York : Routledge. 37
Amardeep Athwal. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York : Routledge.
lain. Tidak heran jika sejak lama banyak pihak yang berlomba – lomba ingin mengeksplorasi
wilayah Samudera Hindia.
Arti penting Samudera Hindia yang begitu besar, membuat Tiongkok tertarik untuk
mengembangkan interest nya. Tiongkok pun memasukkan Samudera Hindia ke dalam salah
satu kepentingan nasionalnya. Dengan power yang semakin berkembang, Samudera Hindia
pun menjadi semakin penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Itu karena
Samudera Hindia merupakan jalur utama bagi lalu lintas kapal pengimpor minyak milik
Tiongkok. Mengingat Tiongkok memiliki predikat sebagai negara pengimpor minyak
terbesar kedua di dunia, maka mengamankan cadangan minyak adalah hal yang wajib
dilakukan oleh Tiongkok. Salah satu caranya adalah dengan mengamankan jalur laut yang
dilintasi oleh kapal pengangkut minyak38
. Hingga saat ini, Tiongkok berkeinginan untuk
menurunkan angkatan lautnya untuk ikut menjaga kawasan Samudera Hindia. Selain
berharap dapat memperkuat jalur laut di Samudera Hindia, apabila Tiongkok mampu
mengamankan jalur laut di Samudera Hindia, maka Tiongkok akan dipandang sebagai negara
dengan power yang besar, karena sanggup menjaga keamanan di kawasan perairan paling
penting di dunia tersebut39
. Namun upaya tersebut belum mampu terlaksana, karena India
menolak angkatan laut Tiongkok untuk ikut serta berpatroli.
Selain arti penting India bagi Tiongkok yang telah disebutkan sebelumnya, Tiongkok
memandang India sebagai sebuah power besar yang tengah berkembang, sama seperti
Tiongkok. Apabila Tiongkok dan India dapat menjalin hubungan diplomatik yang erat, bukan
tidak mungkin Tiongkok akan dapat menandingi negara adi daya, Amerika Serikat yang
selama ini merupakan saingan dan lawan ideologis Tiongkok dalam hubungan internasional40
.
38
Amardeep Athwal. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York : Routledge. 39
IBid 40
Rosita Dellios dan R. James Ferguson. 2013. China’s Quest for Global Order : From Peaceful Rise to Harmonius World. London : Lexington Books
Dari pembahasan yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa penawaran
bantuan pada proyek sistem kereta cepat di India yang dilakukan oleh Jepang dan Tiongkok
tidak hanya dilakukan untuk kepentingan ekonomi saja, melainkan terdapat pula kepentingan
geopolitik yang dibawa oleh Jepang dan Tiongkok, atau yang disebut juga motivasi
geopolitik. Kedua negara tersebut saling bersaing untuk memperebutkan pengaruh atas India
guna melancarkan kepentingan geopolitik dan ekonominya. Bila dilihat dari perspektif
geopolitik, hal tersebut dapat dijelaskan dengan geopolitik kritis dan geo ekonomi.
Dalam geopolitik kritis, dikemukakan bahwa konflik yang terjadi antara dua
kelompok bangsa atau negara mampu memunculkan identitas nasional atau menguatkan
nasionalisme pada masing – masing kelompok. Dalam kasus ini, berbagai konflik dan
persengketaan yang terjadi di antara Jepang dan Tiongkok mampu memunculkan sentimen
yang cenderung negatif pada masyarakat dan pemerintah. Sentimen negatif tersebut membuat
masing – masing dari kedua negara cenderung memandang negatif antara satu sama lain.
Sehingga muncul kecenderungan untuk menjadi lebih unggul dibanding yang lain. Di sinilah
pemicu rasa ingin bersaing muncul. Sedangkan dari segi geo ekonomi, interaksi dalam hal
seperti penawaran bantuan proyek seperti itu selain menghasilkan economic gain atau
keuntungan ekonomi, juga dinilai mampu memberi keuntungan dari segi geopolitik.
Dengan kata lain, apabila dijelaskan dari segi geopolitik, persaingan Jepang dan
Tiongkok dalam proyek sistem kereta cepat di India didorong oleh adanya motivasi
geopolitik. Motivasi geopolitik tersebut muncul akibat didorong oleh konflik dan sengketa
yang sering dialami oleh Jepang dan Tiongkok. Selain itu, motivasi geopolitik juga muncul
karena adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan geopolitis di samping keuntungan
ekonomi. Keuntungan geopolitis yang dimaksud seperti memperluas pengaruh di suatu
kawasan, menambah sekutu atau aliansi, dan menambah jalinan partnership di bidang
keamanan, politik dan perdagangan.
Selain itu, motivasi geopolitik yang dibawa oleh Jepang dan Tiongkok dalam
penawaran bantuan proyek kereta cepat di India bisa juga untuk mendapatkan mitra atau
partner yang strategis dalam hubungan internasional. Tentu saja hal ini akan menguntungkan
bagi pihak manapun yang memenangkan proyek tersebut. karena India merupakan negara
yang cukup strategis untuk dijadikan partner . Pertama, karena India merupakan developing
country dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang besar, hampir menandingi Tiongkok.
Kedua, letak geografis India yang dekat dengan Samudera Hindia. Terlebih lagi India sedang
meningkatkan keamanan di wilayah sekitar Samudera Hindia, di mana lautan tersebut
merupakan jalur laut internasional, jalur yang biasa dilalui kapal – kapal pengangkut minyak
dari Timur Tengah. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin bagi Jepang dan Tiongkok
menawarkan kerja sama dengan India dengan membawa kepentingan geopolitik, mengingat
status India yang begitu strategis.
Persaingan untuk mendapatkan proyek sistem kereta cepat di India hanyalah satu dari
sekian persaingan yang dilakukan oleh Jepang dan Tiongkok dalam mewujudkan kepentingan
geopolitik mereka. Meski berada dalam satu arena rivalitas, namun motivasi geopolitik tiap
negara yang terlibat di dalamnya bisa berbeda, sesuai dengan perspektif geopolitik masing –
masing negara. Untuk Jepang dan Tiongkok, rivalitas atau persaingan mereka didorong oleh
berbagai konflik atau sengketa yang sering terjadi di antara mereka. Seringnya konflik yang
mereka alami berujung dengan menguatnya rasa nasionalisme pada keduanya. Dari
nasionalisme yang menguat itu, muncul sentimen negatif terhadap satu sama lain pada diri
masyarakat dan pemerintah, yang dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan terkait
kepentingan geopolitik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan E-book
Athwal, Amardeep. 2008. China – India Relations : Contemporary Dynamics. New York :
Routledge.
Das, Dilip K. 2006. China and India : A Tale of Two Economies. New York : Routledge.
Dellios, Rosita dan R. James Ferguson. (2013). China‟s Quest for Global Order : From
Peaceful Rise to Harmonius World. London : Lexington Books
Elleman, Bruce A. dan Stephen Kotkin. (Ed). (2010). Manchurian Railways and the Opening
of China : An International History. New york : M. E. Sharpe
Flint, Colin. (2006). Introduction to Geopolitics. London : Routledge
Frey, Bruno S. 2001. Inspiring Economics : Human Motivation in Political Economy.
Edward Elgar Publishing
Hood, Christopher P. (2008). Bullets and Trains: Exporting Japan's Shinkansen to China
and Taiwan.
Hood, Christopher P. (2007). Shinkansen – From Bullet Train to Symbol of Modern Japan.
London: Routledge
Hsiung, James C. (2007). China and Japan at Odds : Deciphering the Perpetual Conflict.
New York : Palgrave MacMillan.
Huang, Xiaoming. (Ed). (2013). Modern Economic Development in Japan and China :
Developmentalism, Capitalism, and World Economic System. London : Plagrave
Macmillan
Mathur, Arpita. (2012). India – Japan Relations : Drivers, Trends, and Prospects.
Singapore : S. Rajaratnam School of International Studies
Mayer, Maximillian (ed). (2018). Rethinking the Silk Road : China‟s Belt and Road Initiative
and Emerging Eurasian Relations. Singapore : Palgrave Macmillan
Minami, Ryoushin. (1994). The Economic Development of China : A Comparison with Japanese
Experiences. New York : Palgrave Macmillan
Ross, Robert S. (1999). The Geography of Peace : East Asia in Twentieth Century. MIT
Press
Swaine, Michael. (tt). Chinese Views and Commentary on “One Belt, One Road” Initiative.
Slucher, Joey. (2015). Science, Technology, and Japanese Nationalism dalam Earlham
Historical Journal.
Smith, Sheila A. (2015). Intimate Rivals : Japanese Domestic Politics and A Rising China.
New York : Columbia University Press.
Sudeepta, Adhikari. (2013). Modern Geopolitics Versus Post Modern Geopolitics : A Critical
Review. Indian Geographers.
Wang, Min. (2016). Understanding Japan-China Relations : Theories and Issues. Singapore :
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
Wicaksono, Michael. (2017). Republik Rakyat China : Dari Mao Zedong Sampai Xi Jinping.
Jakarta : Elex Media Komputindo.
Artikel / Jurnal Online
Bajpaee, Chatig. (2016). Japan and China : The Geo-economic Dimension. Diakses 10
November 2017 dalam https://thediplomat.com/2016/03/japan-and-china-the-geo-
economic-dimension/
Bandharam, Vishnupriya. (2017). Narendra Modi and Shinzo Abe : Time to Turn Friendship
into Solid Economic Cooperation. Diakses 20 Maret 2018 dalam
https://www.firstpost.com/world/narendra-modi-and-shinzo-abe-time-to-turn-friendship-
into-solid-economic-cooperation-2993620.html
BBC News. (2014). How Unhabited Island Soured China-Japan Ties. Diakses 5 November
2017 dalam http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-11341139
BBC News. (2015). Japan‟s Maglev Train Breaks World Speed Again. Diakses 20 Feburari
2017 dalam http://www.bbc.com/news/world-asia-32391020
Bloomberg. (2015). Japan Tops China in Race to Build India's First High-Speed Rail.
Diakses 30 Maret 2017 dalam http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-12-
12/japan-tops-china-in-race-to-build-india-s-first-high-speed-rail
Brown, Kerry. (2016). The Most Dangerous Problem in Asia : China – Japan Relations.
Diakses 2 November 2017 dalam https://thediplomat.com/2016/08/the-most-dangerous-
problem-in-asia-china-japan-relations/
China Daily. (2012). All Aboard for Beijing – Guangzhou. Diakses 10 November 2017 dalam
http://www.chinadaily.com.cn/china/2012-12/15/content_16019961.htm
Dastidar, Avishek. (2014). Diamond Quadrilateral of High-Speed Trains. Diakses 11 Maret
2017 dalam http://indianexpress.com/article/india/india-others/diamond-quadrilateral-of-
high-speed-trains/
Grey, Eva. (2017). More Than a Train : India Invests in Japanese High-Speed Rail. Diakses
25 Oktober 2017 dalam http://www.railway-technology.com/features/featuremore-than-a-
train-india-invests-in-japanese-high-speed-rail-5806515/
Financial Times. (2014). Rail battle between China and Japan rushes ahead at high speed.
Diakses 2 Maret2017 dalam https://www.ft.com/content/c28fe2e8-a6fe-11e5-9700-
2b669a5aeb83
Hong, Li Hai. (2013). Beijing-Guangzhou High-Speed Rail Line A Source Of National Pride.
Diakses 6 Oktober 2017 dalam http://www.globaltimes.cn/content/754539.shtml
IBN Live. (Tt). High Speed Railways in India: imperative for current times. Diakses 20 Juni
2017 dalam http://www.news18.com/high-speed-railways-in-india-imperative-for-
current-times
International Union of Railways (UIC). (Tt) . What is High Speed Rail. Diakses 5 Januari
2017 dalam http://www.uic.org/highspeed#What-is-High-Speed-Rail
Kwok, Dwight Tat Wai. 2009. A Translation of Datsu-A-Ron : Decoding Prewar Japanese
Nationalistic Theory. Diakses 15 April 2018 dalam
https://tspace.library.utoronto.ca/bitstream/1807/18797/1/Kwok_Dwight_TW_200911_M
A_thesis.pdf
Maps of India. (2015). Mumbai Port. Diakses 20 Agustus 2018 dalam
https://www.mapsofindia.com/maps/sea-ports/mumbai-port.html
Mathur, Mukul Saran. (2016). The Case for High-Speed Rail. Diakses 2 Maret 2017 dalam
http://indianexpress.com/article/opinion/columns/mumbai-ahmedabad-high-speed-rail-
india-2773376/
Ministry of External Affairs, Government of India. (2017). India – Japan Relations. Diakses
11 April 2018 dalam http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Japan_Aug_2017.pdf
Ministry of Foreign Affairs of Japan. 1972. Joint Communique of the Government of Japan
and the Government of People‟s Republic of China. Diakses 10 Mei 2018 dalam
https://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/china/joint72.html
N+P Industrial Design. (Tt). Nozomi Shinkansen 500 : Hitachi – West Japan. Diakses 18
November 2017 dalam http://www.np-id.com/en/project/nozomi-shinkansen-500
Nair, Shiv Shankaran. (2017). China‟s One Belt One Road : Threat or Opportunity? Diakses
1 April 2018 dalam https://www.linkedin.com/pulse/chinas-one-belt-road-threat-
opportunity-shiv-shankaran-nair
NDTV. (2017). China says „Pleased‟ at India – Japan High Speed Rail Cooperation. Diakses
20 Agustus 2018 dalam https://www.ndtv.com/india-news/china-says-pleased-at-india-
japan-high-speed-rail-cooperation-1749849
Nippon.Com. (2015). Selling the Shinkansen Overseas: What Are Japan‟s Chances? :
Competition to Win High-Speed Rail Orders Heats Up. Diakses 30 Maret 2017 dalam
http://www.nippon.com/en/genre/politics/l00146/
Powell, Bill. (2009). China‟s Amazing New Bullet Train. Diakses 25 Oktober 2017 dalam
http://archive.fortune.com/2009/08/03/news/international/china_high_speed_bullet_train.
fortune/index.htm
Railway Gazette. (2013). Feasibility Study for Mumbai-Ahmedabad Line Agreed. Diakses 25
Maret 2017 dalam http://www.railwaygazette.com/news/high-speed/single-
view/view/feasibility-study-for-mumbai-ahmedabad-high-speed-line-agreed.html
Railway Technology. (2014). The World‟s 10 Longest Rail Network. Diakses 11 Maret 2017
dalam http://www.railway-technology.com/features/featurethe-worlds-longest-railway-
networks-4180878/
Real Clear World. 2013. How China Killed One Billion Japanese. Diakses 2 Mei 2018 dalam
https://www.realclearworld.com/blog/2013/02/how_china_killed_one_billion_japanese_l
ast_year.html
Silalahi, Ulber. (2006). Metode Penelitian Sosial. Unpar Press
Suchanda, Banerjee. (2016). Diamond Quadrilateral Project of Indian Railways : High-
Speed Rail Plans Accelerate. Diakses 20 Februari 2017 dalam
http://mediaindia.eu/tourism/diamond-quadrilateral-project-of-indian-railways/
Takushi, Christian. (2014). What is Geopolitical Economics? Diakses 11 Oktober dalam
http://geopoliticaleconomics.org/?page_id=454
The Central People’s Government of People’s Republic of China. (2008). Wen Jiabao
Announced The Commencement Of Construction Of The Beijing-Shanghai High-Speed
Railway And Foundation Of The Railway. Diakses 30 Oktober 2017 dalam
http://www.gov.cn/jrzg/2008-04/18/content_947868.htm
The Economic Times. (2014). After Japan, China readying proposal to join the race to
provide bullet trains in India. Diakses 1 April dalam
http://articles.economictimes.indiatimes.com/2014-09-04/news/53563798_1_tata-
projects-bullet-trains-railway
The Economic Times. (2016). China plans world's 2nd largest high-speed rail line in
Chennai. Diakses 30 Maret 2017 dalam
http://articles.economictimes.indiatimes.com/2016-04-23/news/72560820_1_feasibility-
studies-high-speed-railway-first-high-speed-train
The Japan Times. (2015). Japan to Win Contract for India‟s First High-Speed Railway.
Diakses 3 April 2017 dalam
https://www.japantimes.co.jp/news/2015/12/08/business/japan-win-contract-indias-first-
high-speed-railway/#.WBX9RrkXWzw
The Metro Rail Guy. (2015). A Look at Japanese Funding in Indian Metro Systems. Diakses
5 April 2017 dalam http://themetrorailguy.com/2015/09/04/a-look-at-japanese-funding-
in-indian-metro-systems/
The New York Times. (2010). China is Eager to Bring High-Speed Rail Expertise to US.
Diakses 2 Maret 2017 dalam
http://www.nytimes.com/2010/04/08/business/global/08rail.html?ref=business&src=me&
_r=0
The Times of India. (2015). China Downplays Japan‟s Construction of India‟s First Bullet
Train Project. Diakses 10 Oktober 2017 dalam
[https://timesofindia.indiatimes.com/india/China-downplays-Japans-construction-of-
Indias-first-bullet-train-project/articleshow/50113184.cms
Trading Economics. 2018. Japan Imports 1963-2018. Diakses 12 April 2018 dalam
https://tradingeconomics.com/japan/imports
Vandelbrink, Rachel. (Tt). Asia‟s Turn to Geopolitics : China and Japan in Central and
Southeast Asia. Diakses 10 Maret 2018 dalam
http://web.isanet.org/Web/Conferences/HKU2017-s/Archive/77c581ce-94fe-4c91-815d-
b5f337400688.pdf
Walk Through India. (2018). Diakses 20 Agustus 2018 dalam
http://www.walkthroughindia.com/walkthroughs/the-12-major-sea-ports-of-india/
Xinhua. (2016). China Exclusive : Five billions trips made on China‟s bullet trains. Diakses
2 Maret 2017 dalam http://news.xinhuanet.com/english/2016-07/21/c_135530835.htm