absorbsi peroral

23
PENDAHULUAN Pemberian obat peroral merupakan cara pemberian yang paling alamiah untuk semua bahan yang akan diserap oleh organ tubuh. Fungsi alat cerna adalah menyerap sebagian besar bahan- bahan yang diperlukan untuk hidup. Cara pemberian obat per oral paling banyak dipakai di luar lingkungan rumah sakit terutama untuk pengobatan sendiri. Pada pemberian obat per oral harus dipertimbangkan hal- hal yang merupakan kontra indikasi, yaitu : 1. Keadaan patofisiologik penderita : suatu sediiaan antirematik tidak dapat diberikan per oral tanpa resiko dimuntahkan sebelum obat bereaksi. 2. Pada cairan lambung yang asam, zat aktif tertentu dapat dirusak oleh enzim pencernaan seperti lipase, penisilinase tertentu atau terjadinya pengikisan mukosa (natrium salisilat berubah menjadi asam salisilat). 3. Enzim proteolitik dalam saluran cerna dapat merusak zat aktif polipeptida protein (insulin. Hormone, polipeptida, serum). 4. Enzim flora usus dapat pula berpengaruh pada selulase dan selulosa, penisilinase dan penisilina. 5. Kadang-kadang terjadi interaksi antara zat aktif dan bahan cairan lambung dan selanjutnya membentuk senyawa kompleks yang sukar diserap, misalnya musin dan streptomisina, garam empedu dan ammonium kuartener. 6. Tujuan farmakokinetik tidak selalu dapat dicapai dengan pemakaian sediaan oral.

Upload: risma-dian-utami

Post on 30-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: absorbsi peroral

PENDAHULUAN

Pemberian obat peroral merupakan cara pemberian yang paling alamiah untuk semua

bahan yang akan diserap oleh organ tubuh. Fungsi alat cerna adalah menyerap sebagian besar

bahan-bahan yang diperlukan untuk hidup. Cara pemberian obat per oral paling banyak

dipakai di luar lingkungan rumah sakit terutama untuk pengobatan sendiri.

Pada pemberian obat per oral harus dipertimbangkan hal-hal yang merupakan kontra

indikasi, yaitu :

1.        Keadaan patofisiologik penderita : suatu sediiaan antirematik tidak dapat diberikan per oral

tanpa resiko dimuntahkan sebelum obat bereaksi.

2.        Pada cairan lambung yang asam, zat aktif tertentu dapat dirusak oleh enzim pencernaan

seperti lipase, penisilinase tertentu atau terjadinya pengikisan mukosa (natrium salisilat

berubah menjadi asam salisilat).

3.        Enzim proteolitik dalam saluran cerna dapat merusak zat aktif polipeptida protein (insulin.

Hormone, polipeptida, serum).

4.        Enzim flora usus dapat pula berpengaruh pada selulase dan selulosa, penisilinase dan

penisilina.

5.        Kadang-kadang terjadi interaksi antara zat aktif dan bahan cairan lambung dan selanjutnya

membentuk senyawa kompleks yang sukar diserap, misalnya musin dan streptomisina, garam

empedu dan ammonium kuartener.

6.        Tujuan farmakokinetik tidak selalu dapat dicapai dengan pemakaian sediaan oral.

7.        Beberapa zat aktif di metabolism pada membrane usus dan dengan demikian sebagian telah

rusak saat memasuki aliran darah.

8.        Harus dipertimbangkan pula kemungkinan adanya “efek lintasan pertama” (Test pass effect)

dan adanya klirens hepatic yang merupakan proses metabolisme yang mengubah zat aktif

menjadi bentuk yang tidak aktif, sehingga dengan demikian obat tidak dapat diberikan per 

oral (misalnya lidokaina, progesterone, testosterone, estradiol dan lain-lain).

A.      ANATOMI DAN FISIOLOGI

Page 2: absorbsi peroral

1.      Mulut

a.      Anatomi

Mulut terbuka kearah belakang menuju

cavum pharyngis. Bagian atas dibatasi oleh palatum, bagian bawah oleh dinding dasar mulut,

bagian samping oleh pipi. Dasar mulut bertumpu pada ligamen otot.

b.      Fisiologi

-       Mukosa

Permukaan bagian dalam mulut lebih sempit, ditutupi oleh lapisan mukosa yang sangat tipis,

bening dan agak melekat : adanya ayaman kapiler “ tight junction” pada mukosa yang tipis

Page 3: absorbsi peroral

tersebut memudahkan penyerapan. Selanjutnya prinsip ini digunakan untuk pemberian zat

aktif per lingual.

-       Pengeluaran air liur (saliva)

Air liur terutama mengandung enzim ptyalin yang merupakan suatu amylase dengan pH

aktivitas optimum 6,7. Proses hidrolisa ptyalin terhadap amilum akan berlanjut sekitar 30

menit didalam lambung, walaupun pH-nya menurun karena bercampur dengan cairan

lambung.

2.      Lambung

a.      Anatomi

Lambung merupakan sebuah kantong dengan panjang sekitar 25 cm dan 10 cm saat kosong,

volume 1 – 1,5 liter pada dewasa normal.

b.      Fisiologi

Pengeluaran cairan lambung terjadi karena tiga proses yaitu : proses mekanik (kontak

makanan dengan dinding lambung), proses hormonal (sekresi lambung) dan persarafan.

3.      Usus halus

a.      Anatomi

Page 4: absorbsi peroral

Usus halus merupakan lanjutan lambung yang terdiri atas 3 bagian yaitu duodenum yang

terfiksasi, jejunum dan ileum yang bebas bergerak. Diameter usus halus tergantung pada

letaknya (2-3 cm) dan panjang keseluruhan antara 5-9 cm.

b.      Fisiologi

Usus halus terdiri atas 5 lapisan melingkar, berupa jaringan otot (musculus) dan lapisan

lender (mukosa). Lapisan yang paling dalam (lapisan mukosa) sangat berperan pada proses

penyerapan obat.

4.      Usus besar (Kolon)

a.      Anatomi

Ileum dipisahkan dari usus besar oleh valvula ileocaecal atau valvula BAUCHI,

serabut-serabut lipatan otot menonjol ke dalam lubang saluran yang berfungsi mencegah

aliran dari usus besar menuju usus halus.

Posisi usus besar seperti kerangka pigura. Berukuran panjang 1,4-1,8 meter dan diameternya

kea rah distal semakin membesar. Usus besar dibedakan atas :

-       Usus besar menaik (Colon ascendens) dimulai dari caecum, segmen yang membesar dengan

bentukan vertikel berupa appendix/ usus buntu. Colon ascendens ini pendek berukuran sekitar

15 cm dan berdiameter cukup besar (6 cm) dan terfiksasi.

-       Usus besar melintang  (Colon transfersum), mengambang dan berukuran panjang sekitar 50

cm  dan berdiameter 4-5 cm. muncul dari sudut hepatic (flexura hepatica) menuju sudut

limpa (lien) dan sebagian besar menempel pada lengkungan  lambung

-       Usus besar menurun (Colon descendens), melekat dan relatifpendek (12 cm), berdiameter

kecil (3 cm)

-       Colon ileocaecal, dilanjutkan dengan Colon pelvinal atau signoida yang muaranya lebih lebar.

b.      Fisiologi

Bila usus halus merupakan organ penyerapan maka usus besar merupakan agen penyerapan

air, penampungan dan pengeluaran bahan-bahan feces.

Page 5: absorbsi peroral

B.   VASKULARISASI LINTASAN PENYERAPAN

1.         Mulut

a.       Vaskularisasi darah

Vaskularisasi daerah lidah terutama dilakukan oleh arteria lingualis dan arteria facialis

yang merupakan cabang arteria carotis. Pembuluh nadi balik terdiri atas :

-       Vena facialis dan kolateralnya

-       Vena lingualis, terutama vena raninus

Vena-vena tersebut bergabung membentuk vena besar dan masuk ke vena jugularis

interna. Lengkungan palatum mendapat darah dari arteri maxilaris interna. Sedangkan vena

maxilaris bertanggung jawab terhadap pembuluh darah balik yang bermuara di vena jugularis

interna.

Darah vena dari daerah mulut mengalir ke jantung dan selanjutnya mengalir ke organ-

organ tubuh lainnya dan kemudian memasuki hati. Jadi semua zat aktif yang diserap pada

jalur ini tidak segera mengalami metabolism hepatic yang dapat berakibat inaktivasi sebelum

diedarkan ke seluruh tubuh atau yang kita kenal sebagai “efek lintasan pertama hepatik”.

b.         Vaskularisasi getah bening

Pembuluh getah bening berasal dari semua bagian mulut. Pembuluh ini dapat mencapai

limfonoduli yang sangat tersebar dan dengan demikian membantu penyerapan dan pembagian

zat aktif tertentu.

2.         Lambung

a.       Vaskularisasi darah

Debit darah pada lambung adalah 250 ml/menit. Pembuluh darah arteri yang mengalir

ke lambung berasal dari arteria coeliaca yang mengikuti dua lekukan lambung. Sejalan

dengan vena,darah arteri tersebut menuju hati dengan perantaraan vena porta, sehingga

dengan demikian darah akan mengaliri lambung. Jadi zat aktif yang diserap di lambung akan

melewati hati lalu di metabolism dan hal ini sering menyebabkan ketidakaktifan obat (efek

lintasan hepar pertama).

b.      Vaskularisasi getah bening (limfe)

Pembuluh getah bening pada saluran cerna berasal dari jaringan sub mukosa dan sub

serosa. Pembuluh tersebut berkumpul lagi dalam limfonoduli di sekitar pembuluh arteri besar

dan dalam simpul yang lebih kecil di dekat collateral.

3.         Usus halus

Page 6: absorbsi peroral

a.         Vaskularisasi darah

          Usus halus mendapatkan aliran darah dari pembuluh nadi (arteri) yang berasal dari

ketiga cabang aorta abdominal dan kolateralnya. Pembuluh nadi balik (vena) berada pada

batasan yang kurang lebih sama dengan pembuluh nadi.

     Jadi semua darah vena yang mengalir dari usus mengumpul pada vena aorta seperti

saat mengalir dari lambung. Jadi zat aktif yang diberikan melalui mulut, penyerapannya pasti

akan melewati hati (lintasan pertama hepatik) dan mengalami perubahan.

b.         Vaskularisasi getah bening

Usus halus mempunyai struktur anatomi yang menunjang fungsi penyerapan tersebut.

4.         Usus Besar (Kolon)

a.         Vaskularisasi darah

Usus besar mendapatkan aliran darah dari arteria mesentericum superior dan inferior.

Pembuluh darah balik pada usus besar adalah :

-       Vena mesentericum superior yang mengalirkan darah dari caecum dan usus besar sebelah

kanan.

-       Vena mesentericum inferior yang mengalirkan darah dari sigmoid atau signoida.

Bila akan dirancang suatu obat per oral dengan penyerapan efektif pada saluran cerna,

maka harus dipertimbangkan kemungkinan lewatnya obat melalui hati dan akibat-akibat yang

ditimbulkan.

b.      Vaskularisasi getah bening (limfe)

Seperti pada semua saluran cerna , terdapat dua rangkaian pembuluh getah bening yaitu yang

sub mukosa  dan sub serosa. Jaringan ini dikeluarkan oleh limfonoduli coeliaca sub mukosa.

Disamping kanan terdapat ileocoeliaca yang sangat penting.

C.    PERSARAFAN

Pengeluaran empedu akan dirangsang oleh system saraf otonom, sehingga semua

gangguan terhadap saraf dapat berpengaruh pada pengeluaran empedu. Jadi transit usus yang

sangat cepat akan mengacau kesempunaan penyerapan zat aktif tertentu yang terionkan atau

yang penyerapannya terjadi dengan cara aktif.

D.     FAKTOR PATO-FISIOLOGI YANG BERPERAN PADA PENYERAPAN OBAT

PER ORAL

Page 7: absorbsi peroral

  FAKTOR FISIOLOGIK

1.      Permukaan Penyerap

Lambung tidak mempunyai permukaan penyerap yang berarti dibandingkan dengan

usus halus. Lambung lebih merupakan organ penggetahan dibandingkan dengan organ

penyerap. Namun mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan peroral, dan

tergantung pada keadaan, lama kontak menentukan terjadinya  penyerapan pasif dan zat aktif

lipofil dan bentuk tak terionkan pada pH lambung yg asam (asam lemah seperti asam

salisilat, barbiturat).

Usus halus mempunyai luas permukaan penyerap 40-50 m2. Penyerapan ini dapat

terjadi secara kuat pada daerah tertentu tanpa mengabaikan keasaman pH yang akan

mengionisasi zat aktif atau menyebabkan pengendapan sehingga penyerapan hanya terjadi

pada daerah tertentu. Suatu alkaloida yang kuat dan terionkan dalam cairan lambung, secara

teori kurang sediserap. Bila pH menjadi netral atau alkali, bentuk basanya akan mengendap

pada pH. Bentuk basa tersebut kadang-kadang sangat tidak larut untuk dapat diserap dalam

jumlah yang cukup. Leh sebab itu harus dirancang suatu bentuk sediaan dengan perlepasan

dan pelarutan zat aktif yang cepat.

2.      Umur

Terjadinya keadaan dosis-lebih disebabkan oleh adanya penyerapan tak terkontrol.

Pada bayi dan anak-anak, sebagian seistem enzimnya belum berfungsi sempurna

sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu yang disebabkan tidak sempurnanya

proses detoksifikasi metabolik, atau karena penyerapan yang tidak sempurna dan karena

gangguan saluran cerna sebagai akibat adanya bahan tambahan tertentu yang tidak dapat

diterima.

Oleh sebab itu pengaturan dosis obat pada bayi tidak dapat dihitung dengan rumus

yang sederhana seperti pada orang dewasa, tetapi harus menggunakan fungsi berat badan.

Pada penderita tua, terlihat fenomena penurunan penyerapan dan kecendurungan

menurunnya HCl lambung sehingga mengurangi penyerapan asam lemah.

Posologi pada penderita tua tampaknya sangat dipengaruhi oleh faktor individu.

Secara sederhana pemberian obat pada keadaan tersebut harus dilaksanakan dengan sangat

hati-hati.

3.      Sifat Membran Biologik

Page 8: absorbsi peroral

Sifat membran biologik sel-sel penyerap pada mukosa pencernaan akan

mempengaruhi proses penyerapan. Sifat utama lipida memungkinkan terjadinya difusi pasif

zat aktif dengan sifat lipofil tertentu dari bentuk yang tak terionkan dilambung dan terutama

diusus besar. Semua jenis transpor zat aktif diusus halus yang meliputi:

  Transpor dengan pembentukan pasangan ion

  Transpor sederhana

  Transpor aktif

  Pinositosis

Adanya berbagai mekanisme tersebut menyebabkan pelipat ganda kemampuan

penyerapan usus halus dibandingkan dengan kemampuan usus besar.

4.      Laju Perlewatan

Laju transit dan waktu tinggal dilambung merupakan salah satu faktor yang sangat

penting, yang mempengaruhi intensitas penyerapan. Suatu zat aktif yang sukar diserap

lambung seharusnya tidak tinggal lama dilambung. Oleh sebab itulah waktu pengosongan

lambung sebaiknya diusahakan terjadi lebih cepat. Sebaliknya bila transit diusus berjalan

lambat, hal tersebut menguntungkan bagi zat aktif yang hanya diserap pada bagian tertentu

saluran cerna, terutama dalam hal transpor aktif. Contoh yang klasik adalah riboflavin yang

diserap pada bagian atas usus halus. Bila obat dalam keadaan terlarut melewati daerah

penyerapan terlalu cepat maka penyerapannya menjadi sangat sedikit. Fenomena yang sama

juga terjadi pada tetrasiklina, fenisilina, seofulvin dan garam-garam besi (fe).

Kecepatan transit dilambung tak dapat dikontrol selama waktu makan dan gumpalan

makanan meninggalkan lambung bertahap dalam waktu yang lama ataupun singkat.

Faktor yang meningkatkan waktu pengosongan lambung

Faktor yang dapat meningkatkan waktu pengosongan lambung, daiantaranya adalah:

Volume

Menurut beberapa peneliti, selama puasa lambung dapat menghasilkan beberapa

ml/jam cairan asam bila dilakukan pemasangan pipa. Pada saat puasa di luar waktu makan

dapat terjadi pengeluaran karena rangsangan. Psikis dan pada keadaan ini tampaknya

lambung hanya mengandung cairan yang bersifat asam lemah. Pemberian sediaan padat per

oral saat puasa sebaiknya disertai segelas air, agar mempercepat terjadinya peluruhan,

pelarutan dan transit.

Sekresi lambung dapat terjadi akibat timbulnya suatu rangsangan subyektif, misalnya

bau yang tidak enak dan aspek yang menarik. Dengan demikian psikisme individu sangat

Page 9: absorbsi peroral

berperan. Pada seseorang depresif, sekresi lambung akan meningkat mulai dari awal hingga

akhir makan dan peningkatan ini sangat tergantung pada individu.

Dengan demikian nyatahlah bahwa sediaan yang diberikan peroral dapat mempunyai

ketersediaanhayati yang berbeda-beda tergantung pada cara penelanan:

  Dengan atau tanpa air (peningkatan laju pelarutan, penurunan derajat keasaman karena

pengenceran, proses transit dipercepat bila subyek berpuasa)

  Sebelum atau selama makan, awal akhir makan : keasaman dan sekresi proteolitik akan

meningkat pada akhir makan.

Karena pelarutan dilambung selama waktu makan sulit dikendalikan dan adanya resiko

peresapan zat aktif oleh makanan maka lebih disukai pemberian obat diantara waktu makan

atau sebelumnya. Namun bila diinginkan pengurangan efek iritasi yang mungkin terjadi pada

mukosa lambung maka pemberian obat dapat diberikan saat makan.

Sangat mudah dilihat bagaimana volume makanan dalam lambung yang bertambah

dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi karena

alasan yang diharapkan. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan penyebab

peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal, peningkatan volume tidak

menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,. Sebagai gantinya, peregangan dinding

lambung menimbulkan refleks mienterik lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang

meningkatkan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan

dari lambung kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal

dalam lambung pada waktu tertentu.

  Konsistensi isi lambung

Kekentalan cairan lambung sangat berperan dan pemberian obat saat puasa bersamaan

dengan segelas airakan menngkatkan secara nyata laju pelarutan tersebut lebih encer dari

“sop encer”.

  Keasaman

Keasaman (pH) cairan lambung selama mendekati satu, tetapi karena adanya 

pengenceran biasanya pH dapat berada antara 1 dan 3.

Pengukuran pH sekresi lambung pada umumnya dilakukan dengan pengambilan

melalui pipa, sedangkan pengukuran pH pada binatang dilakukan dengan menusukan fistula

ke lambung melalui kulit. Tehnik yang pertama dapat menimbulkan trauma dan komposisi

cairan lambung setelah eksitasi mekanik mungkin berada dengan komposisi yang dihasilkan

pada keadaan fisiologi. Hal yang sama terjadi bila lambung dirangsang oleh bahan-bahan

Page 10: absorbsi peroral

tertentu seperti histamin. Bila penggunaan fistula pada hewan mempunyai masalah

ekstrapolasi klasik, maka hal yang sama berlaku pula pada manusia.

Pengukuran pH cairan lambung dengan elektroda gelas yang dimasukan kedalam

lambung memberikan hasil yang baik.

  Kandungan bahan-bahan tertentu yang berada disaluran cerna.

Kandungan bahan berlemak, asam lemah, bahan pencerna daging, gula. (bahan-bahan

tersebut terinduksi oleh kontak dengan mukosa duedenum, sekresi hormon, esterogastron,

dan akan menhambat pengosongan lambung).

  Keadaan emosi

kegembiraan dapat mempercepat pengosongan lambung dan sebaliknya ketakutan

dapat memperlambat pengosongan lambung.dan dapat menyebabkan penutupan pylorus.

Para peneliti menyimpulkan bahwa gerakan lambung tidak sangat kuat dan terjadi

secara peristaltik. Gerakan tersebut merupakan gelombang kontraksi yang dimulai dari

daerah fundus bagian tengah dan berpindah menuju pylorus. Gerakan dimulai 5-10 menit

sesudah makanan masuk kedalam lambung dan terjadi selama 4-6 gerakan setiap menit dan

selanjutnya mencapai pylorus dalam waktu 20 detik. Dengan demikian makanan tertimbun

pada lapisan berikutnya tanpa energi pengadukan. Adanya pengadukan di permukaan

menjamin pencampuran yang lebih baik antara cairan lambung dan bahan yang akan diserap

kecuali pada daerah  pylorus yang gelombang geraknya lebh kuat. Hanya campuran isi

lambung yang cukup encer yang dapat melewati pylorus secara bertahap.

Sediaan obat yang diserap tercampur dengan masa makanan tanpa benar-benar

teraduk bila ia berada dalam daerah pylorus. Perlepasan, pelarutan dan penyerapan

dilambung terjadi dengan hambat bila obat digunakan bersamaan atau setelah makan.

Sebaliknya saat puasa dan disertai dengan segelas air, ketiga fase tahapan pre-disposisi obat

akan terjadi secara efektif. Tetapi cairan dengan cepat memasuki duedenum, terutama bila

yang ditelan berbentuk cairan dan diminum bersama segelas air. Dengan demikian saat puasa

pylorus akan terbuka atau terbuka sedikit dan pembukaan lambung pertama menyebabkan

obat segera memasuki duedenum dan pylorus segera menutup kembali.

Mekanisme pembukaan dan penutupan pylorus sesungguhnya masih kabur. Proses

tersebut merupakan fungsi pH cairan duedenum (pylorus hanya dapat membuka bila pH di

ddeudenum

Faktor yang mempercepat pelewatan dilambung

Page 11: absorbsi peroral

Semua faktor yang berlawanan dengan yang telah disebutkan sebelumnya seperti

keasaman, pengenceran, posisi berbaring pada sisi kiri akan mengaktifkan pengosongan

lambung.

Bila akan dibuat sediaan obat dengan waktu tinggal dilambung yang relatif singkat

maka harus dicoba menetralkan keassaman lambung dengan senyawa dapar pada pH yang

lebih tinggi.

Pelewatan diusus halus

Adanya makanan mengaktifkan proses pelewatan diusus halus dan pada pagi hari

diwaktu puasa pelewatan tersebut menjadi lambat. Pengeluaran empedu akan dirangsang oleh

sistem saraf otonom, sehingga semua gangguan terhadap saraf dapat berpengaruh pada

pengeluaran empedu.

Page 12: absorbsi peroral

5.      pH dan Perubahan pH karena formulasi

keasaman (pH) dan laju transit merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses

pelarutan dan penyerapan. Derajat keasaman pH cairan saluran cerna berbatas 1-8 sehingga

memungkinkan terjadinya pelarutan sebagian besar zat aktif pada daerah tertentu disaluran

cerna. Jadi pH merupakan faktor yang mempengaruhi seluruh proses penyerapan.

Perbedaan pH disepanjang saluran cerna memungkinkan berkembangnya pembuatan

sediaan yang tahan cairan lambung atau sediaan dengan aksi terkendali. Penyalut selulosa

atau amilum asetoftalat mempunyai sifat polielektrolit dan akan melarut sesuai dengan fungsi

pH, misalnya jenis Eudragit.

Perubahan pH dengan formulasi

Hampir tidak mungkin membuat formula yang sesuai dengan keseragaman pH seluruh

usus, sebaliknya hal tersebut dapat dilakukan pada cairan lambung dengan tujuan untuk :

  meningkatkan ketersediaan hayatizat aktif yang tak larut pada pH lambung (asam salisilat

menjadi lebih larut).

  Mengurangi iritasi bentik asam dari zat aktif (salisilat),

  Mencegah peruraian yang disebabkan oleh keasaman cairan lambung.

pH cairan lambung dapat di tingkatkan dengan pemberian suatu senyawa asam (natrium

bikarbonat, kalsium karbonat, dan lain- lain), tetapi cara lebih klasik adalah dengan

mengubah pH daerah difusi di sekitar partikel oleh dapar yang ada basa atau dengan

menggunakan garam yang larut dari zat aktif asam.

6.      Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan pada cairan usus menurun karna adanya garam empedu.Hal

yang sama terlihat paada cairan lambung yang mendapatkan masukan garam empedu.

Tegangan permukaan cairan lambung berkisar antara 38-47 /dyne/cm2. Pengurangan

tegangan permukaan akan memudahkan pembasahan dan pelarutan partikel yang semula

belum larut. Senyawa –senyawa “choleretie” merangsang pengeluaran cairan empedu,

sehingga akan meningkatkan pelarutan dan mempermudah pengemulsian dan penyerapan

bahan lemak dan vitamin yang larut lemak.

7.      Kekentalan

      Kekentalan juga menghambat proses bahwa kekentalan menghambat proses penyerapan

yaitu dengan menghambat pembasahan partikel dan menekan laju pelarutan.

Kekentalan juga menghambat proses difusi molekul zat aktif saat proses pelarutan

dimukosa penyerapan. Malahan dapat dikatakan bahwa kekentalan menghambat proses

Page 13: absorbsi peroral

transit dan terutama meningkatkan waktu-tinggal dalam lambung. Telah kita ketahui bahwa

pemberian segelas air bersamaan dengan pemberian zat aktif akan mempercepat proses

penyerapan. Bahan pengental yang digunakan dalam formulasi juga akan meningkatkan

viskositas cairan cerna.

8.      Isi Saluran Cerna yang dapat Mengubah Aksi Zat Aktif

a.       Musim

Senyawa ini merupakan mukopolisakarida alami yang melapisi saluran cerna, dapat

membentuk kompleks dengan zat aktif dan menghambat proses penyerapan. Hal tersebut

terjadi pada streptomisina, dihidrosterpromisina, antikolinergik dan penurunan tekanan darah

golongan amonium kuarterner yang bentuk kompleksnya sangat kuat. Pemberian senyawa

amonium kuartener yang inert secara farmakologik, dapat memperbaiki penyerapan zat aktif

amonium kuartener dengan cara inhibisi kompetitif pada tempat aksi musim.

b.      Garam empedu

Konsentrasi garam empedu, bahan penurunan tegangan permukaan fisiologik berada diatas

konsentrasi misiler kritik (CMC). Jadi dapat terjadi interaksi antara garam empedu dan zat –

zat aktif dengan miselinisasi yang dapat “ melarutkan “ zat aktif tertentu yang tidak larut

dalam air dan dengan demikian memperbaiki penyerapannya. Hal tersebut terjadi bila zat

aktif mempunyai sifat kimia tertentu sehingga dapat diserap dengan mudah. Pada

keseimbangan antara bentuk bebas dan bentuk miselnya, bila bentuk bebas diserap dengan

cepat maka media air segera “ diisi kembali “ oleh bentuk bebasnya yang dilepaskan oleh

misel. Proses ini akan meningkatkan penyerapan, seperti yang telah diketahui sejak lama

berlaku untuk monogliserida, asam lemak dan vitamin larut-lemak, juga berlaku terhadap

sulfadiasina, fenolftalein dan steroida tertentu.

c.       Ion-ion tertentu : Ca, Mg, Fe.

Molekul-molekul tertentu dengan ion-ion bervalensi dua atau tiga, seperti kalsium atau

magnesium akan membentuk kelat yang tak terserap.

d.      Flora Usus

Flora usus mengeluarkan enzim, misalnya penisilinase yang menginaktifkan zat aktif tertentu.

e.       Enzim

Enzim dapat merusak zat aktif tertentu, misalnya zat aktif peptida akan merusak oleh

enzimproteolitik (insulin, ositosin). Dalam hal tertentu, enzim tersebut  menyebabkan

peningkatan perlepasan obat dan mempengaruhi sifat sediaan yang tahan asam atau sediaan

lepas lambat, lipase usus akan menghidrolisa lemak tahan asam.

Page 14: absorbsi peroral

  FAKTOR PATOLOGI

Faktor patologi berpengaruh pada 3 hal utama, yaitu pengetahan, pergerakan dan penyerapan.

1.      Gangguan Fungsi Pengetahan

Psikis merupakan satu faktor yang dapat meningkatkan atau menghambat proses

pengeluaran getah. Pada orang pemarah akan terjadi peningkatan  pengeluaran getah dan

sebaliknya akan terjadi hambatan pengeluaran getah pada seseorang yang depresif.

Pengeluaran getah lambung meningkat pada keadaan tukak duedenum yang mana

berlebihan asam dapat merusak aktivitas enzim pankreatik. Sebaliknya pengeluaran getah

lambung berkurang pada keadaan pH yang meningkat akibat tukak lambung, gastritis kronis,

penyakit beimer dan diabetes.

Tidak cukupnya pengeluaran getah empedu yang disebabkan oleh pembuntuan

(obstruksi) saluran empedu akan menghambat penyerapan lemak dan vitamin yang larut

dalam lemak.

2.      Gangguan  Transit

Waktu tinggal dalam lambung pada umumnya akan meningkat pada keadaan:

  Penyempitan pilorus (stenose pylorus)

  Tukak lambung (ulkus ventriculi) pada bagian juxta pylorus

  Kelainan pembuluh darah tertentu

  Sprue

  Myxcodemia (salah satu bentuk peradangan kelenjar)

Gerakan usus halus tergantung pada sistem simpatik dan

Semua hal yang berpengaruhi gerakan tersebut juga akan mempengaruhi waktu

transit. Tukak duedenal menyebabkan gerakan duodenum yang berlebihan sedangkan sprue

dan colitis ulcerosa (keradangan usus besar yang bersifat seperti tukak) umumnya

menghambat gerakan usus.

3.      Gangguan Penyerapan.

a.       Pengurangan luas permukaan penyerap

  Pembedahan: Gastrectomie (berpengaruh pada luas permukaan penyerap, pemotongan usus

(pengaruhnya tergantung pada panjang dan letak pemotongan)

  Anomali atau cacat pada mukosa permukaan, baik karena bawaan atau karena

perolehan :entropati pada gluten, intoleransi selektif pada karbohidrat dan pertumbuhan

mikroba.

Page 15: absorbsi peroral

b.      Perubahan Media Usus

  Penambahan senyawa anti mikroba atau anti parasit dapat memutuskan  ikatan konjugasi

garam empedu (akibat terjadi kesalahan penyerapan lemak dan vitamin yang larut lemak),

dan merusak zat aktif sebelum diserap (vitamin B12).

  Adanya bahan obat antimikroba berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan flora usus,

misalnya neomisina dapat merintangi kerja. Lipase pankreatik dan garam empedu

E.     EVALUASI BIOFARMASETIK

Langkah pertama adalah mengetahui apakah sediaan dengan perlepasan zat aktif yang

terkendali telah terbukti.Dengan pengenalan sifat fisika-kimia zat aktif dapat diperkirakan

efek farmakologik dan farmakokinetiknya.

Langkah kedua adalah mendapatkan parameter farmakokinetiknya yang diperlukan untuk

menghitung jumlah obat yang diberikan pada tahap awal dan pada tahap perlepasan

terkendali. Dari data yang diperoleh setelah pemberian larutan obat secara intravena atau

peroral, maka dapat dihitung tetapan laju penyerapan Ka, tetapan laju peniadaan ke dan

waktu paruh t1/2 biologik, waktu untuk mencapai puncak dan intensitas puncak plasmatik

sebagai fungsi dosis yang diberikan. Dari data klinik dapat diketahui konsentrasi terapetik

saat diperlukan dan yang harus bertahan selama 10-12 jam (pada kondisi normal sehingga

dapat diketahui hubungan antara kadar dalam darah  dan aktivitas terapetik).

Langkah ketiga adlah pemilihan bentuk sediaan yang sesuai dengan perlepasan terkendali

yang optimun. Setiap bentuk sediaan berbeda dan harus diuji perlepasan zat aktif in vitro dan

in vivo.

Langkah keempat adalah menetapkan laju perlepasan zat aktif dari sediaan. Dengan

demikian perubahan pemakaian zat tambahan atau cara pembuatan sediaan akan disesuaikan

dengan skema perlepasan terhadap laju perlepasan yang dikehendaki.

Langkah terakhir adalah melakukan uji klinik untuk membuktikan bentuk sediaan.