a. kerangka teori 1. pengertian tindak pidana€¦ · 2. tindak pidana narkotika . berdasarkan...
TRANSCRIPT
-
BAB II
KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS
A. KERANGKA TEORI
1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana,
dimana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan terjaminya
kepentingan umum.1 Disamping itu, tindak pidana juga merupakan suatu dasar dalam
ilmu hukum terutama hukum pidana yang dimana ditujukan sebagai suatu istilah
perbuatan yang melanggar norma-norma atau aturan hukum yang berlaku di suatu
negara.
Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli
sebagai berikut :
Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam
dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan
yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.2
Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh peraturan
perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan
1 P.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1996. hlm.16.
2 Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Hlm 81
-
ancaman pidana.3 Menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
pelakunya dikenakan hukuman pidana.4
Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur
dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke dalamnya
yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya.
b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-keadaan dimana
tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.5
Berdasarkan pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli di atas, dapat diketahui
tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki
unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana
penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum.
Unsur-unsur tindak pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan
segi objektif. Dari segi objektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah
perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan
diancam dengan hukuman. Dari segi subjektif peristiwa pidana adalah perbuatan yang
3 Ibid. Hlm 81
4 Ibid. Hlm 81
5 Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. 1993. Jakarta Hlm. 69
-
dilakukan seseorang secara salah. Unsur-unsur kesalahan si pelaku itulah yang
mengakibatkan terjadinya peristiwa pidana.6
Oleh karena itu dapat dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat
seperti:
a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekelompok orang.
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang.
Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu
memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan
hukum.
d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang
dilanggar itu mencantumkan sanksinya. 7
2. Tindak Pidana Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika dapat dilihat pengertian dari Narkotika itu sendiri yakni: Pasal 1 ayat
1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
6 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta. 2004. hlm 63
7 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. 2012. hlm 186
-
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Beberapa jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah sebagai berikut:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak
ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggimenimbulkan
ketergantungan, (contoh: heroin/putaw, kokain, ganja).
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh, morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (Contoh: Kodein).8
Selanjutnya dalam ketentuan pidana Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika dinyatakan bahwa :
8 Erwin Mappaseng. Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh Polri dalam Aspek
Hukum dan Pelaksanaannya. Buana Ilmu. Surabaya. 2002.hlm 3.
-
(1) Setiap Penyalahguna :
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun.
Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal
148 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan ketentuan khusus,
walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa tindak
pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan
, akan tetapi tidak perlu
disangksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut
merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan
kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar
kepentingankepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya
akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat
membahayakan bagi jiwa manusia. 9 Pelaku Tindak Pidana Narkotika dapat dikenakan
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
9 Supramono, G. 2001. Hukum Narkotika Indonesia.Djambatan, Jakarta
-
a) Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan paling lama
15 tahun.
b) Sebagai pengedar
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
c) Sebagai produsen
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009,
dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.
Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika yang diatur dalam Undang Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika :10
a. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman , Pasal 111; Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, Pasal 112.
b. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, Pasal 113;
10
Gatot Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta. 2009,. hlm. 90
-
c. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I, Pasal 114.
d. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengakut, atau mentransito Narkotika Golongan I, Pasal 115.
e. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk
digunakan orang lain, Pasal 116.
f. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, Pasal 117.
g. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, Pasal 118.
h. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan II, Pasal 119.
i. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, Pasal 20 .
j. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk
digunakan orang lain, Pasal 121.
-
k. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan III,
Pasal 122.
l. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, Pasal 123.
m. Setiap orang yang tanpa hak atau melawah hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan III, Pasal 124.
n. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, Pasal 125
o. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk
digunakan orang lain, Pasal 126.
p. Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan I, II, dan III bagi diri sendiri Pasal
127; Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor,Pasal 128.
q. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk
perbuatan Narkotika; Memproduksi, menimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Membawa,
-
mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika Pasal 129
r. Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana
Narkotika Pasal 130
s. Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika
dan Prekursor Narkotika Pasal 131.
t. Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan
kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan
ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk
anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana Narkotika; Untuk
menggunakan Narkotika Pasal 133.
u. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak
melaporkan diri; Keluarga dari Pecandu Narkotika yang dengan sengaja tidak
melaporkan Pecandu Narkotika tersebut Pasal 134.
3. Penyalahgunaan Narkotika
Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salahguna” yang artinya
tidak sebagaimana mestinya atau berbuat keliru.Jadi, penyalahgunaan narkotika dapat
diartikan sebagai proses, cara,perbuatan yang menyeleweng terhadap narkotika.
Penyalahgunaan Narkotika menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika tidak memberikan penjelasan yang jelas mengenai istilah
penyalahgunaan tersebut. Hanya istilah penyalahguna yaitu orang yang menggunakan
-
narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalahgunaan narkotika dan
penyalahgunaan obat (drug abuse) dapat pula artikan mempergunakan obat atau
narkotika bukan untuk tujuan pengobatan, padahal fungsi obat narkotika adalah untuk
membantu penyembuhan dan sebagai obat terapi. Apabila orang yang tidak sakit
mempergunakan narkotika, maka ia akan merasakan segala hal yang berbau abnormal.11
Djoko Prakoso, Bambang R. L., dan Amir M. menjelaskan yang dimaksud dengan
penyalahgunaan narkotika adalah :
a. Secara terus-menerus/ berkesinambungan,
b. Sekali-kali (kadang-kadang),
c. Secara berlebihan,
d. Tidak menurut petunjuk dokter (non medik). 12
Pada umumnya secara keseluruhan faktor–faktor penyebab terjadinya
penyalahgunaan narkotika dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor
eksternal , sebagai berikut:
a. Faktor Internal Pelaku
1. Perasaan egois, merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Sifat ini
seringkali mendominir perilaku seseorang secara tanpa sadar, pada suatu ketika
rasa egoisnya dapat mendorong untuk memiliki dan atau menikmati secara
penuh apa yang mungkin dapat dihasilkan dari narkotika.
2. Kehendak ingin bebas, sifat ini adalah juga merupakan suatu sifat dasar yang
dimiliki manusia. Sementara dalam tata pergaulan masyarakat banyak, norma–
11
Maidi Gultom, 2010, Perlidungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, Bandung, PT. Refika
Aditama, hlm 32 12
Djoko Prakoso, Bambang R. L., Amir M., Op.Cit, hal. 489.
-
norma yang membatasi kehendak bebas ini muncul dan terwujud dalam perilaku
setiap kali seseorang dihimpit beban pemikiran dan perasaan.
3. Kegoncangan jiwa, hal ini pada umumnya terjadi karena salah satu sebab yang
secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu dalam dihadapi dan diatasinya.
4. Rasa keingintahuan, perasaan ini pada umumnya lebih dominan pada manusia
yang usianya masih muda. Perasaan ini tidak terbatas pada hal–hal yang positif,
tetapi juga kepada hal–hal yang sifatnya negatif.
b. Faktor Eksternal Pelaku
Faktor yang datang dari luar ini banyak sekali, diantaranya yang paling penting
adalah sebagai berikut :
1. Keadaan ekonomi, keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu ekonomi yang baik dan keadaan ekonomi yang kurang baik atau miskin.
Dalam hubungannya dengan narkotika, bagi orang–orang yang tergolong
dalamkelompok ekonomi yang baik dapat mempercepat keinginan untuk
mengetahui menikmati, dan sebagainya tentang narkotika. Sedangkan bagi yang
keadaan ekonominya sulit dapat juga melakukan hal tersebut tetapi
kemungkinannya lebih kecil dari pada mereka yang ekonominya cukup.
2. Pergaulan dalam lingkungan, pergaulan ini pada pokoknya terdiri dari pergaulan
dari lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja dan
lingkungan pergaulan lainnya. Ketiga lingkungan tersebut dapat memberikan
pengaruh yang negatif terhadap seseorang, artinya akibat yang ditimbulkan oleh
-
interaksi dengan lingkungan tersebut seseorang dapat melakukan perbuatan yang
baik dan dapat pula sebaliknya.
3. Kurangnya pengawasan, pengawasan disini dimaksudkan adalah pengendalian
terhadap persedian narkotika, penggunaan, dan peredaraannya. Jadi tidak hanya
mencakup pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah tetapi juga pengawasan
yang dilakukan oleh masyarakat. Disini keluarga merupakan inti dari masyarakat
seyogyanya dapat melakukan pengawasan intensif terhadap anggota keluarganya.
untuk tidak terlibat keperbuatan yang tergolong pada tindak pidana narkotika.13
4. Teori Pertimbangan Hakim
Pengertian putusan sebagaimana dimaksud didalam Pasal 1 angka 11 KUHAP,
yaitu:
“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan
terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan
hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan
terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan dan
mengandung kepastian hukum. Oleh sebab itu, Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara
juga memerlukan adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian bertujuan untuk
13
Taufik Makkarao, dkk., Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h.48
-
memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar
terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil.
Pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang hal-hal
sebagai berikut :
a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal.
b. Adanya analisis secara yuridis, filosofis, dan sosiologis terhadap putusan segala
aspek menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.
c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/diadili
secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang
terbukti/tidaknya dan dapat dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar
putusan.14
Pendekatan yang digunakan hakim dalam memutus suatu perkara ialah, pendekatan
normatif, pendekatan empiris atau pendekatan filsufis. Ketiga jenis pendekatan ini oleh
hakim, harusnya digunakan secara bersama-sama dan proporsional.Menurut Achmad
Ali, ketiga jenis pendekatan itu ialah sebagai berikut:
1. Pendekatan normatif
Pendekatan normatif memfokuskan kajiannya dengan memendang hukum
sebagai suatu sistem yang utuh yang mencakupi seperangkat asas asas hukum, norma-
norma hukum, dan aturan-aturan hukum (tertulis maupun tidak tertulis).
2. Pendakatan empiris atau legal impirical
14
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
2004), h.142.
-
Pendekatan empiris memfokuskan kajiannya dengan memandang hukum
sebagai seperangkat realitas, seperangkat tindakan, dan seperangkat perilaku.
3. Pendekatan filsufis
Pendekatan filsufis memfokuskan kajiannya dengan memandang hukum sebagai
seperangkat nilai-nilai moral serta ide-ide yang abstrak, diantaranya kajian tentang
moral keadilan.15
5. Teori Keadilan
Teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil menyangkut hak dan kebebasan,
peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Pandangan keadilan ini sebagai suatu
pemberian hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak
persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia
sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua
orang atau setiap warga negara dihadapan hukum sama. Teori keadilan Aristoteles
dalam bukunya nicomachean ethics dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam
bukunya general theory of law and state.
1) Teori Keadilan Aritoteles
Keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan,
keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan
yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief
memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya
15
Erdianto Efendi. 2011. Hukum Pidana Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama. Hlm 178.
-
dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar menukar barang dan jasa. 16
Keadilan
distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-
barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan
mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak
Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang
berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang
sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat. 17
2) Teori Keadilan Hans Kelsen
Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, nilai-nilai
keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang mengakomodir
nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan
tiap individu keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Hans Kelsen
mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu
benda atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran
tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam
beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang berbeda
dari hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari
alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. 18
Dua hal lagi konsep keadilan
yang dikemukakan oleh Hans Kelsen :
16
L..J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, cetakan kedua puluh enam,
1996,hlm. 11-12. 17
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung, Nuansa dan Nusamedia, 2004,
hal 25. 18
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien, Bandung, Nusa
Media, 2011, hlm. 7.
-
a. Keadilan dan Perdamaian.
Keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui
pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya
menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut
dapat dicapai melalui suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan
mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi
menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan.
b. Keadilan dan Legalitas.
Menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu
peraturan umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara itu suatu
peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak
diterapkan pada kasus lain yang serupa.19
3) Perspektif Teori Keadilan Dalam Hukum Nasional
Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju pada dasar
negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi : “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan
seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang
seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”,
maka sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras,
dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain,
19
Ibid
-
sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana
halnya hak yang ada pada diri individu. 20
6. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana
Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana
kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Alat bukti sah yang dimaksud adalah Keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk, keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui
sehingga tidak perlu dibuktikan.21
Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih
rendah dari batas minimal dan juga hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih
tinggi dari batas maksimal hukuman yang telah ditentukan undang-undang. Fungsi
utama dari seorang hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan
kepadanya, dimana dalam perkara pidana hal itu tidak terlepas dari sistem pembuktian
negatif (negative wetterlijke), yang pada prinsipnya
menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti,
disamping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan
hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.
Hakim pengadilan dalam mengambil suatu keputusan dalam sidang pengadilan,
mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu:
20
Suhrawardi K. Lunis, Etika Profesi Hukum, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hlm. 50. 21
Satjipto Rahardjo, Op. Cit. hlm. 11
-
a. Kesalahan pelaku tindak pidana
Hal ini merupakan syarat utama untuk dapat dipidananya seseorang. Kesalahan
di sini mempunyai arti seluas-luasnya, yaitu dapat dicelanya pelaku tindak
pidana tersebut. Kesengajaan dan niat pelaku tindak pidana harus ditentukan
secara normatif dan tidak secara fisik. Untuk menentukan adanya kesengajaan
dan niat harus dilihat dari peristiwa demi peristiwa, yang harus memegang
ukuran normatif dari kesengajaan dan niat adalah hakim.
b. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana
Kasus tindak pidana mengandung unsur bahwa perbuatan tersebut mempunyai
motif dan tujuan untuk dengan sengaja melawan hukum.
c. Cara melakukan tindak pidana
Pelaku melakukan perbuatan tersebut ada unsur yang direncanakan terlebih
dahulu untuk melakukan tindak pidana tersebut. Memang terdapat unsur niat di
dalamnya yaitu keinginan si pelaku untuk melawan hukum.
d. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi.
Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat
mempengaruhi putusan hakim dan memperingan hukuman pelaku.
e. Sikap batin pelaku tindak pidana
Hal ini dapat diidentifikasikan dengan melihat pada rasa bersalah, rasa
penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Pelaku juga
memberikan ganti rugi atau uang santunan pada keluarga korban dan
melakukan perdamaian secara kekeluargaan.
-
f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana
Pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian tersebut, ia menjelaskan tidak
berbelit-belit, ia menerima dan mengakui kesalahannya, karena hakim melihat
pelaku berlaku sopan dan mau bertanggungjawab, juga mengakui semua
perbuatannya dengan berterus terang dan berkata jujur.
g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku
Pidana juga mempunyai tujuan yaitu selain membuat jera kepada pelaku tindak
pidana, juga untuk mempengaruhi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya
tersebut, membebaskan rasa bersalah kepada pelaku, memasyarakatkan pelaku
dengan mengadakan pembinaan, sehingga menjadikannya orang yang lebih
baik dan berguna.
h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku
Dalam suatu tindak pidana masyarakat menilai bahwa tindakan pelaku adalah
suatu perbuatan tercela, jadi wajar saja kepada pelaku untuk dijatuhi hukuman,
agar pelaku mendapatkan ganjarannya dan menjadikan pelajaran untuk tidak
melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal
tersebut dinyatakan bahwa ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya
kebenaran, keadilan dan kepastian hukum.22
22
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001. hlm. 77
-
7. Disparitas Pidana
Disparitas pada dasarnya merupakan lawan kata dari konsep paritas yang berarti
keseteraan nilai. Dalam konteks pemidanaan, paritas merupakan kesetaraan hukuman
terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa. Dalam hal ini, disparitas berarti adanya
perbedaan hukuman terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa atau dengan kata
lain adanya sanksi pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama. Menurut
Muladi dan Arief, bahwa “Disparitas peradilan pidana adalah penerapan pidana yang
tidak sama terhadap tindak pidana yang sama atau terhadap tindak-tindak pidana yang
sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas”.23
Di Indonesia, disparitas hukuman juga sering dihubungkan dengan independensi
hakim. Model pemidanaan yang diatur dalam perundang-undangan (perumusan sanksi
pidana maksimal) juga ikut memberi andil. Dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak
boleh diintervensi pihak manapun. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman menyebutkan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa disparitas
peradilan pidana (disparity of sentencing) adalah pemidanaan yang tidak sama atas
tindak pidana yang sama yang dilakukan oleh hakim berdasarkan kewenangannya
dalam memutussuatu perkara demi menjalankan fungsi peradilan.
Beberapa faktor yang menjadi pemicu timbulnya disparitas pidana, faktor penyebab
itu antara lain sebagai berikut:
23
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1982, Pidana dan Pemidanaan, Semarang, FH Unissula Semarang,
hlm.2-3
-
a. Masalah Falsafah Pemidanaan
Beberapa macam falsafah atau tujuan pemidanaan yaitu berupa pembalasan
(aliran klasik) dan berupa pembinaan, tujuan pidana yang berkembang dari dulu sampai
kini telah menjurus pada arah yang lebih rasional. Yang paling tua ialah pembalasan
(revenge) atau untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri atau
pihak yang dirugikan atau korban kejahatan.24
Jadi untuk menghindari terjadinya
disparitas pidana yang menyolok maka sebaiknya dalam KUHP, falsafah pemidanaan
ini dirumuskan dengan jelas. Dengan kata lain falsafah yang dianut harus dirumuskan
secara tertulis dan diaplikasikan secara konsisten dengan apa yang telah ditegaskan
dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
b. Pedoman Pemidanaan
Dalam rangka usaha untuk mengurangi disparitas pidana, maka didalam konsep
rancangan KUHP yang baru buku I tahun 1982, pedoman pemberian pidana itu
diperinci sebagai berikut:
Dalam pemidanaan hakim mempertimbangkan:
1) Kesalahan pembuat
2) Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana
3) Cara melakukan tindak pidana
4) Sikap batin pembuat
5) Riwayat hidup dan keadaan social ekonomi pembuat
24
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, hlm 15-16.
-
6) Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana
7) Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat
8) Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan
c. Masalah Patokan Pidana
Hal lain yang dapat menimbulkan disparitas pidana adalah ketidakadaan patokan
pemidanaan dalam perundang-undangan kita maupun dalam praktek di pengadilan.
Tanpa pedoman yang memadai dalam undang-undang hukum pidana dikhawatirkan
masalah disparitas pidanadikemudian hari akan menjadi lebih parah dibandingkan
dengan saat ini.
d. Faktor yang bersumber dari diri Hakim sendiri
Faktor eksternal yang membuat hakim bebas menjatuhkan pidana yang
bersumber pada UU. Hakim bebas memilih jenis pidana, karena tersedia jenis pidana
didalam pengancaman pidana dalam ketentuan perundang-undangan pidana. Hal
tersebut dapat dilihat pada Pasal 12 ayat (2) KUHP, yang menyebutkan bahwa pidana
penjara waktu tertentu paling pendek 1 (satu) hari dan paling lama 15 (lima belas) tahun
berturut turut. Sedangkan dalam ayat (4)nya diatur bahwa pidana penjara selam waktu
tertentu sekali sekali tidak boleh melebihi dua puluh tahun. Sedangkan faktor internal
bersumber dari diri hakim sendiri yang menyangkut profesionalitas dan integritas untuk
menaruh perhatian terhadap perkara yang ditangani dengan mengingat tujuan
-
pemidanaan yang hendak dicapai, maka terhadap perbuatan perbuatan pidana yang
sama pun akan dijatuhkan pidana yang berbeda beda.25
Disparitas pada dasarnya merupakan lawan kata dari konsep paritas yang berarti
keseteraan nilai. Dalam konteks pemidanaan, paritas merupakan kesetaraan hukuman
terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa. Dalam hal ini, disparitas berarti adanya
perbedaan hukuman terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa atau dengan kata
lain adanya sanksi pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama.
Ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut memberikan jaminan
terhadap kebebasan lembaga peradilan sebagai lembaga yang merdeka, termasuk
kebebasan hakim dalam menjatuhkan pidana.
Pengaturan mengenai disparitas peradilan pidana terdapat dalam ketentuan Pasal
24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang mana memberikan landasan hukum bagi
kekuasaan hakim yaitu kekuasan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
Disparitas pidana dapat menyebabkan timbulnya demoralisasi dan sikap anti-
rehabilitasi di kalangan terpidana yang dijatuhi pidana lebih berat daripada yang lain di
dalam kasus yang sebanding. Disparitas pemidanaan tidak dapat dihilangkan sama
sekali kecuali dilakukan dengan meminimalisir terjadinya disparitas itu sendiri.
Disparitas pidana yang masih sering terjadi dapat berakibat fatal, akibat dari disparitas
pidana dapat berdampak bagi terpidana dan masyarakat secara luas. Dampak disparitas
pidana bagi terpidana yaitu apabila terpidana setelah dijatuhi hukuman membandingkan
25
Eva Achjani Zulfa, Pergesaran Paradigma Pemidanaan, 2011, hlm. 33
-
pidana yang diterimanya, terdakwa yang merasa diperlakukan tidak adil oleh hakim.26
Masyarakat secara luas menganggap keputusan pidana tersebut dianggap sangat
kontroversial, di mana disebabkan keputusan yang diambil sangat jauh berbeda dari
keputusan yang pernah diambil sebelumnya dalam kasus yang sama, ataupun keputusan
yang diambil sangat jauh dari perasaan hati nurani masyarakat secara umum.
Disparitas putusan pidana tersebut yang kemudian dikhawatirkan menimbulkan
rasa antipati masyarakat kepada hukum dan lembaga peradilan kita sehingga dapat
menimbulkan adanya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat dalam
menyelesaikan konflik tanpa melalui suatu proses pengadilan. Namun, akibat hukum
yang ditimbulkan dari hakim tidak ada sepanjang hukuman yang dijatuhi tidak melebihi
ancaman maksimum, kalau menjatuhkan lebih dari ancaman maksimum hakim terkena
sanksi karena dianggap tidak mampu.27
Dari beberapa hal diatas, akibat hukum yang
ditimbulkan wajar adanya karena tidak semua terdakwa mengerti alasan mengapa
perbedaan penjatuhan hukuman itu diberikan. Oleh karena itu hakim atau pengadilan
harus memberikan pengertian atau penjelasan kepada terdakwa.
26
Muladi dan Badra Nawawi Arif, 2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni, Bandung, hal. 78. 27
Ibid, hal 90
-
B. HASIL PENELITIAN
Perbandingan Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 dan Putusan
Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.
Dalam penjelasan mengenai disparitas pidana yang terdapat pada kerangka teori,
penulis memberikan pemaparan perbandingan putusan mengenai kasus yang di
analisis dengan tabel perbandingan berdasarkan Identitas, Dakwaan, Tuntutan,
Unsur-Unsur Pasal yang di Dakwakan, Pertimbangan Hakim, Pledoi, dan Amar
Putusan;
a. Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015
Nama : Rochim Aditya Bin Rohadi
Tempat Lahir : Salatiga
Umur/Tanggal Lahir : 20 Tahun / 12 desember 1993.
Jenis Kelamin : Laki-laki.
Kebangsaan : Indonesia.
Tempat Tinggal : Jln.Ngentaksari No. 25 Rt.01
Rw.05,Kel.Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga;
Agama : Islam
Pekerjaan : Serabutan
Pendidikan : SMP (tamat)
-
Terdakwa di dakwa dengan dakwaan Pertama sebagai berikut :
Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama dengan saksi Bagus Raka
Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi Daniel Septian Anggoro Bin
Sujiarno, pada hari Minggu tanggal 21 September 2014, sekitar Pukul. 01.30 Wib atau
setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September tahun 2014 bertempat di
sebuah rumah di perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 4/7 Kel. Kauman Kidul Kec.
Sidorejo Kota Salatiga atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga, Permufakatan jahat tanpa hak atau
melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai Narkotika Golongan I dalam Bentuk
Tanaman. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal
111 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 132 Ayat (1)
UU NO. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dan dakwaan kedua :
Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama dengan saksi Bagus Raka
Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi Daniel Septian Anggoro Bin
Sujiarno, pada hari Minggu tanggal 21 September 2014, sekitar Pukul. 01.30 Wib atau
setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September tahun 2014 bertempat di
sebuah rumah di perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 4/7 Kel. Kauman Kidul Kec.
Sidorejo Kota Salatiga atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain yang masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga, Yang Melakukan, Menyuruh
Melakukan Atau turut Serta Melakukan Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri
sendiri. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 127
-
ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 Ayat (1)
Ke-1 KUHP.
Dengan tuntutan Pidana No.Reg.Perk : PDM-50 / SALTI / Euh.2 / 11 / 2015, atas
nama terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi :
1. Menyatakan terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi terbukti bersalah melakukan
tindak pidana ” Turut Serta Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”
sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi dengan pidana
penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangkan terdakwa selama masa
tahanan dengan perintah terdakwa tetap di tahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa :
a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.
c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.
e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana
komunikasi.
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua
ribu rupiah).
Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan pada
pembuktian mengenai unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh
-
karena terdakwa di dakwa dengan dakwaan subsidair Pasal 111 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan terdakwa didakwa dengan
dakwaan primair Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127 ayat
(1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1)
Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Setiap Penyalah Guna
a. Bahwa yang dimaksud Penyalahguna sebagaimana UndangUndang No.35 tahun
2009 tentang Narkotika pasal 1 angka 15 adalah orang yang menggunakan
Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
b. Bahwa unsur setiap penyalah guna tersebut meliputi 2 sub unsur yaitu setiap
orang dan tanpa hak atau melawan hukum.
c. Bahwa unsur setiap orang secara umum pengertiannya sama dengan unsur
barang siapa sebagaimana yang disebut dalam pasal-pasal KUHP yaitu
menunjuk kepada Subyek Hukum dalam hal ini manusia pribadi (Natuurlijke
Persoon) selaku pendukung hak dan kewajiban.
2. Unsur Narkotika Golongan I bagi diri sendiri
a. Bahwa yang dimaksud Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
-
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
3. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan.
a. bahwa pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut mengatur mengenai deelneming
(keturutsertaan) pada suatu delict atau perbuatan pidana dan menggolongkan
pelaku perbuatan pidana menjadi tiga, yaitu :
1).Orang yang melakukan perbuatan (plegen, dader)
2). Orang yang menyuruh lakukan perbuatan (doen plegen)
3).Orang yang turut serta melakukan perbuatan (medeplegen, mededader).
b. Bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Memorie van Toelichting (MvT)
yang menyebutkan bahwa ada orang yang turut serta melakukan perbuatan
apabila ada 2 (dua) orang atau lebih ikut serta dalam pelaksanaan perbuatan.
Kemudian PAF. Lamintang dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia, halaman 600-601 yang mendukung ajaran “objectieve deelnemings
theorie” mensyaratkan diantara para peserta tersebut harus ada kesadaran bahwa
mereka telah melakukan suatu kerja sama untuk melakukan suatu perbuatan
pidana, karena faktor kesadaran melakukan kerja sama tersebut sebagai faktor
yang sangat menentukan untuk dapat dikatakan ada suatu medeplegen. Lebih
lanjut Simons dan Langemeijer menegaskan apabila kesadaran tentang adanya
suatu kerja sama itu ternyata tidak ada, maka orang juga tidak dapat mengatakan
bahwa disitu terdapat suatu perbuatan turut melakukan. Adanya kerja sama
tersebut tidaklah perlu sebelumnya para peserta memperjanjikan suatu kerja
-
sama seperti itu, melainkan cukup apabila pada saat suatu perbuatan pidana itu
dilakukan setiap orang diantara para peserta itu mengetahui bahwa mereka itu
bekerja sama dengan orang lain.
Atas tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa mengajukan
pleidoi berupa pembelaan secara tertulis yang disampaikan oleh Penasihat Hukum
Terdakwa yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara ini berkenan memutuskan :
1. Memberikan putusan yang lebih rendah dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
2. Memberikan putusan lain yang patut dan adil menurut pandangan Majelis Hakim
Pemeriksa dan Pemutus perkara ini dalam peradilan yang baik.
Dengan barang bukti berupa :
a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.
c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.
e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana
komunikasi.
Dari beberapa pertimbangan seperti barang bukti, tuntutan, dakwaan. Hakim
juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan, di antaranya adalah
sebagai berikut :
-
Hal – hal yang memberatkan :
Bahwa perbuatan terdakwa dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya
memberantas peredaran dan penggunaan secara illegal Narkotika di Indonesia.
Hal hal yang meringankan :
1. Terdakwa bersikap sopan dipersidangan.
2. Terdakwa belum pernah dihukum.
3. Terdakwa menyesal dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi.
4. Terdakwa masih muda sehingga diharapkan masih dapat memperbaiki diri.
Dengan melalui banyak pertimbangan di atas, Hakim memutuskan perkara
dengan amar putusan sebagai berikut :
Mengingat akan pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP serta Peraturan Perundang-undangan
lain yang bersangkutan dengan perkara ini. Menyatakan dalam putusan Majelis Hakim
dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa ROCHIM ADITYA Bin ROHADI tersebut diatas telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana TURUT
SERTA PENYALAHGUNA NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI.
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa ROCHIM ADITYA Bin ROHADI oleh
karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 8 (delapan) bulan.
3. Menetapkan bahwa masa lamanya terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.
-
5. Menetapkan barang bukti berupa :
a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.
c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.
e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana komunikasi.
Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara
atas nama Daniel Septian Anggoro ;
f) Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) ;
b. Putusan Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.
Nama : Bagus Raka Sukma Bin Jumanto
Tempat Lahir : Salatiga
Umur/Tanggal Lair : 22 Tahun/22 Maret 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Perum Menunggal 2 Blok K 36 RT.04 RW.07 Kel. Kauman
Kidul, Kec. Sidorejo kota Salatiga
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang Tato
Pendidikan : SMP (tamat)
-
Terdakwa di dakwa dengan dakwaan Pertama sebagai berikut :
Terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto, bersama - sama dengan Rochim
Aditya dan Daniel Septian Anggoro (dilakukan penuntutan terpisah) pada hari Minggu,
tanggal 21 September 2014 sekitar pukul 01.30 wib atau setidak - tidaknya pada waktu
lain dalam bulan September 2014, bertempat di Perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 04
Rw. 07 Kel. Kauman Kidul Kec. Sidorejo Kota Salatiga, atau setidak - tidaknya di suatu
tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga,
permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai
atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman. Perbuatan terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 111 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1)
UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Dan dakwaan Kedua :
Terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto, bersama - sama dengan Rochim
Aditya dan Daniel Septian Anggoro (dilakukan penuntutan terpisah) pada hari Minggu,
tanggal 21 September 2014 sekitar pukul 01.30 wib atau setidak - tidaknya pada waktu
lain dalam bulan September 2014, bertempat di Perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 04
Rw. 07 Kel. Kauman Kidul Kec. Sidorejo Kota Salatiga, atau setidak - tidaknya di suatu
tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga,
Yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan Penyalah Guna
Narkotika Golongan I bagi diri sendiri. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP.
-
Dengan tuntutan Pidana No.Reg. Perk. : PDM- 48/Salti/Euh.2/11/2014, atas nama
terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto :
1. Menyatakan terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ tanpa hak memiliki, menguasai
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman “ yang diatur dan diancam pidana
menurut Pasal 111 Ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto dengan
pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa
penahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan dan pidana
denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan
penjara.
3. Menyatakan barang bukti berupa :
a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.
c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.
e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana
komunikasi.
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu
rupiah).
-
Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan pada
pembuktian mengenai unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh
karena terdakwa di dakwa dengan dakwaan subsidair Pasal 111 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan terdakwa didakwa dengan
dakwaan primair Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127 ayat
(1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1)
Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Tentang unsur setiap orang
a. Bahwa yang dimaksud dengan unsur ” setiap orang ” menurut hukum pidana
ialah setiap orang atau siapa saja sebagai subyek hukum yang melakukan suatu
tindak pidana tidak terkecuali termasuk diri Terdakwa Bagus Raga Sukma Bin
Jumanto yang dapat dituntut dan dimintai pertanggungjawaban dalam segala
tindakannya.
b. Bahwa pada setiap subjek hukum melekat erat kemampuan bertanggung jawab
atas hal - hal atau keadaan yang mengakibatkan orang yang telah melakukan
sesuatu perbuatan yang secara tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
Undang - Undang dapat dihukum, sehingga seseorang sebagai subyek hukum
untuk dapat dihukum harus memiliki kemampuan bertanggung jawab.
-
c. Bahwa mengenai unsur “ setiap orang “ Majelis Hakim berpendapat unsur
tersebut berhubungan dengan kemampuan bertanggungjawab sebagai salah satu
unsur perbuatan pidana yang berdiri sendirI(toerekeningsvatbaarheid) dimana
dalam ilmu hukum dan yurisprudensi menganggap kemampuan bertanggung
jawab sebagai unsur dari perbuatan pidana meskipun unsur yang diam - diam
dalam pengertian selalu dianggap ada hingga tidak usah dibuktikan. Jika Hakim
meragukan adanya, barulah diselidiki dan jika masih terdapat keraguan, maka
pidana tidak boleh dijatuhkan.
d. Bahwa menurut Mr. J.E. Jonkers, syarat yang umum untuk dapat
dipertanggungjawabkan tidak mudah ditentukan. Ada 3 syarat mengenai
pertangungjawaban pidana :
1. Kemungkinan untuk menentukan kehendaknya terhadap suatu perbuatan.
2. Mengetahui maksud yang sesungguhnya dari perbuatan itu.
3. Keinsyafan bahwa hal itu dilarang dalam masyarakat.
e. Bahwa sedangkan menurut Prof. Moeljatno, SH, dalam bukunya Azaz - Azaz
Hukum Pidana hal. 165, untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus
ada:
1. Kemampuan untuk membeda - bedakan antara perbuatan yang baik dan yang
buruk, yang sesuai dan yang melawan hukum.
2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang
baik dan buruknya perbuatan tadi.
2. Tentang Unsur Menggunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri
-
a. bahwa pengertian menggunakan dalam rumusan unsur diatas, menurut Majelis
Hakim dapat disamakan pengertiannya dengan memakai atau mengkonsumsi,
sedangkan pengertian Narkotika menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang
Nomor 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam
golongan - golongan sebagaimana terlampir dalam Undang Undang ini.
b. bahwa penggolongan Narkotika dalam Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009
ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1), yang menyatakan bahwa Narkotika dalam
Undang - Undang ini digolongkan kedalam 3 golongan, yaitu : Narkotika
Golongan I , Narkotika Golongan II dan Narkotika Golongan III.
c. Bahwa berdasarkan pengertian unsur diatas, Majelis Hakim akan
mempertimbangkan apakah benar terdakwa telah menggunakan Narkotika
Golongan I bagi diri sendiri.
3. Tentang Unsur Tanpa Hak atau Melawan Hukum
a. bahwa Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, tidak memberikan pengaturan tentang pengertian “ tanpa hak ” atau “
melawan hukum ”, namun kata “ tanpa hak ” atau “ melawan hukum ” yang
banyak ditemukan didalam KUHP dapat diartikan sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan hukum, atau tidak berwenang, atau tanpa ijin dari pejabat
yang berwenang.
-
b. Bahwa yang dimaksud dengan unsur “ tanpa hak “ adalah perbuatan yang
dilakukan oleh pelaku yang terlebih dahulu dilaksanakan tanpa didasari dengan
alasan - alasan yang kuat dan benar menurut hukum sebagai syarat mutlak atau
landasan baginya bahwa ia adalah pihak yang menurut hukum dapat melakukan
suatu perbuatan hukum tertentu secara sah.
c. Bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan apakah terdakwa telah
melakukan perbuatan melawan hukum, maka terlebih dahulu harus dipahami
bersama tentang pengertian ” melawan hukum ”.
d. Bahwa melawan hukum juga memiliki arti sebagai perbuatan yang didahului
dengan tanpa ijin dari pihak berwenang baik itu dalam perorangan atau badan
(institusi) yang ditunjuk dan atau diangkat secara resmi oleh Undang - Undang,
dalam hal ini menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, yang memiliki kewenangan tertentu untuk melakukan
suatu kegiatan tertentu yang berkaitan dengan penggunaan Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang dipakai dan dipergunakan sebagaimana yang telah
diatur dan ditetapkan oleh Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
e. Bahwa “ tanpa hak “ dan “ melawan hukum “ menurut Undang - Undang No. 35
Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sepanjang bukan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan yang
memperoleh ijin dari Menteri Kesehatan, maka terhadap orang - orang atau siapa
saja yang melakukan segala bentuk kegiatan dan / atau perbuatan yang
-
berhubungan dengan narkotika atau mengelola narkotika itu dilarang atau
dinyatakan tidak berhak dan melawan hukum.
f. Bahwa dalam unsur “ tanpa hak “ dan “ melawan hukum “ terdapat adanya niat
dan kesengajaan dalam perbuatan pelaku tindak pidana.
g. Bahwa tentang unsur ” dengan sengaja ” KUH Pidana tidak memberikan suatu
defenisi akan tetapi berdasarkan penjelasan Memorie Van Toelichting ( MVT )
yang dimaksud dengan ” sengaja ” adalah ” menghendaki dan mengetahui ”
terjadinya suatu tindakan beserta akibat - akibatnya dan berdasarkan teori dalam
hukum pidana dikenal adanya 3 (tiga) bentuk kesengajaan yaitu :
1). Sengaja sebagai kemungkinan.
2). Kesengajaan sebagai maksud.
3). Kesengajaan dengan kesadaran pasti atau keharusan.
h. Bahwa ” menghendaki ” berarti adanya akibat yang diharapkan atau diinginkan
dari tindakannya itu, sedangkan ” mengetahui ” berarti si pelaku sebelum
melakukan sesuatu tindakan sudah menyadari bahwa tindakan tersebut apabila
dilakukan akan berakibat sebagaimana yang diharapkan dan mengetahui pula
perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang melawan hukum.
i. Bahwa lebih jelasnya kesengajaan tersebut harus dihubungkan adanya sifat
kesalahan yang dilakukan oleh pelaku pidana, sehingga dengan demikian telah
sempurna perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku.
j. Bahwa dalam Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 ditegaskan bahwa Narkotika hanya
dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
-
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah setelah memiliki izin khusus
penyaluran dari Menteri, sedangkan mengenai penyerahan Narkotika telah diatur
dalam pasal 43 yang menegaskan, bahwa penyerahan Narkotika hanya dapat
dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dan dokter.
4. Tentang Unsur Orang Yang Melakukan, Yang Menyuruh Melakukan Dan Yang
Turut Serta Melakukan
a. Bahwa pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP tersebut mengatur mengenai deelneming
(keturutsertaan) pada suatu delict atau perbuatan pidana dan menggolongkan
pelaku perbuatan pidana menjadi tiga yaitu :
1). Orang yang melakukan perbuatan (plegen, dader)
2). Orang yang menyuruh lakukan perbuatan (doen plegen)
3). Orang yang turut serta melakukan perbuatan (medeplegen, mededader)
b. Bahwa oleh karenanya Majelis Hakim akan meninjau apakah perbuatan yang
telah terbukti tersebut dilakukan bersama - sama. Jika dilakukan oleh terdakwa
secara bersama -sama dengan saksi Daniel dan saksi Rochim Aditya (diajukan
dalam perkara terpisah), tentunya perlu dilihat sampai sejauh mana peranan dan
hubungan terdakwa dan saksi - saksi dalam melakukan perbuatan pidana yang
didakwakan kepadanya.
Atas tuntutan Jaksa, terdakwa melakukan pembelaan secara tertulis yang
disampaikan oleh Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya memohon kepada
Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan :
-
1. Menerima pledoi ini secara keseluruhan.
2. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara syah dan meyakinkan melanggar
kesatu Pasal 111 ayat (1) melainkan melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a
Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Kedua Pasal
127 ayat (1) huruf a Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
3. Membebankan biaya perkara ini kepada Negara.
Dan apabila Majelis Hakim berpendapat lain agar pada diri terdakwa dapat dipakai
ketentuan sebagaimana yang terdapat pada Pasal 54 dan 103 ayat (1) UU RI Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan memerintahkan terdakwa agar menjalani
pengobatan dan/atau perawatan melalui Rehabilitasi.
Dengan barang bukti berupa :
a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.
c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.
e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana
komunikasi.
Melihat tuntutan, dakwaan dan barang bukti tersebut di atas, Hakim juga
mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan, di antaranya adalah
sebagai berikut :
-
Hal – hal yang memberatkan :
1. Perbuatan terdakwa bertentangan dengan progam pemerintah dalam upaya
memberantas penyalahgunaan narkotika.
2. Perbuatan terdakwa akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan baik bagi
terdakwa itu sendiri maupun orang lain / masyarakat, khususnya generasi muda akan
ketergantungan narkotika.
3. Seharusnya terdakwa ikut serta mencegah dan memberantas penyalahgunaan
narkotika yang marak sekarang ini akan mengancam kehidupan bangsa Indonesia,
malahan terdakwa berbuat sebaliknya mengkonsumsi narkotika yang ia tahu akan
akibat bahayanya.
4. Perbuatan terdakwa dapat menjadi sumber dari segala kejahatan.
Hal hal yang meringankan :
1. Terdakwa bersikap sopan dipersidangan.
2. Terdakwa belum pernah dihukum
3. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.
4. Terdakwa berjanji akan meninggalkan dan menjauhi pada narkotika.
5. Terdakwa masih berusia relatif muda sehingga masih sangat dimungkinkan dapat
memperbaiki perbuatannya.
Dengan melalui banyak pertimbangan di atas, Hakim memutuskan perkara
dengan amar putusan sebagai berikut :
Mengingat dan memperhatikan ketentuan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang - Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP, Undang -
-
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan peraturan per Undang - Undangan
lainnya yang bersangkutan dengan perkara ini.
Menyatakan dalam putusan Majelis Hakim dengan amar putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Terdakwa BAGUS RAGA SUKMA Bin JUMANTO telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ TURUT
SERTA MENGGUNAKAN NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI
SECARA TANPA HAK ATAU MELAWAN HUKUM ”
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun dan 5 (lima) bulan.
3. Menetapkan bahwa masa lamanya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.
5. Menetapkan agar barang bukti berupa:
a) 2 (dua) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b) Biji ganja ditemukan di cangkir dengan berat 0,395 gram.
c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d) 1 (satu) pack kertas cigarette di dalam bungkus rokok Marlboro merah.
e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih, simcard XL sebagai sarana
komunikasi. Dirampas untuk dimusnahkan.
Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-
(dua ribu rupiah).
-
C. Analisis Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 dan Putusan
Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.
a. Teori Disparitas Pidana
Pengambilan keputusan pengadilan yang kurang tepat oleh hakim yang
berwenang mengadili apabila ditinjau lebih jauh maka hal ini akan terpengaruh oleh dari
sudut mana seseorang memandang hasil pemidanaan tersebut. Permasalahan perbedaan
pemidanaan oleh hakim ini sebenarnya sudah menjadi persoalan intern peradilan di
Indonesia, sebab hampir setiap negara mengalami apa yang disebut dengan “the
disturbing disparity of sentencing” ini.
Menurut Cheang Molly, Disparitas Pidana adalah penerapan pidana yang tidak
sama terdadap tindak pidana yang sama atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat
berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas.28
Faktor-
faktor penyebab disparitas pidana ini bukan hanya ditimbulkan oleh satu penyebab saja
akan tetapi penyebab disparitas pidanan ini meliputi berbagai segi yang membawa
pengaruh terjadiya diaparitas.
1) Faktor Hukum
Dari beberapa pasal di KUHP tampak bahwa beberapa pidana pokok sering kali
diancamkan kepada pelaku perbuatan pidana yang sama secara alternatif, artinya
hanya satu diantara pidana pokok yang diancamkan tersebut dapat dijatuhkan
Hakim dan hal ini diserahkan kepadanya untuk memilih yang tepat. Disamping
28
Muladi dan Barda Nawawi Arief,1998 : hlm 52
-
itu hakim juga mempunyai kebebasan untuk memilih beratnya pidana
(Strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab yang ditentukan oleh pengundang-
undang hanyalah maksimum dan minimumnya. Sebagai penjelasan dapat
dikemukakan disini pasal 12 ayat 2 KUHP yang menyatakan bahwa pidana
penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah 1 hari dan paling lama
adalah 15 tahun berturut-turut. Faktor penyebab disparitas pidana yang
bersumber kepada hukum sendiri, yang satu pihak sebenarnya secara idiologis
dapat dibenarkan tetapi dilain pihak mengandung kelemahan-kelemahan
berhubung adanya judicial discretion yang terlalu luas.
2) Faktor Hakim
Faktor penyebab disparitas pidana yang bersumber dari hakim meliputi sifat
internal dan sifat eksternal. Sifat internal dan eksternal sulit dipisahkan, karena
menyangkut pengaruh-pengaruh latar belakang social, pendidikan, agama,
pengalaman, perangai dan perilaku social. 29
Hal di atas seringkali memegang
peranan penting di dalam menentukan jenis dan beratnya pidana, daripada sifat
perbuatannya sendiri dan kepribadian dari pelaku tindak pidana yang
bersangkutan. Hakim juga memperhatikan faktor-faktor jenis kelamin,
recidivisme dan umur. Wanita cenderung dipidana lebih ringan dan jarang sekali
dihukum pidana mati, pidana terhadap recidist akan lebih berat dan bahkan dapat
menjadi dasar hukum untuk memperberat pidana, demikin juga masalah umur
juga sangat berperan.
29
Ibid hlm 58
-
b. Pemenuhan Unsur Tindak Pidana
Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015
Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127 ayat
(1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1)
Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Setiap Penyalah Guna
a. Bahwa dalam persidangan telah dihadapkan Terdakwa Rochim Aditya Bin
Rohadi, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, mampu menjawab semua
pertanyaan yang diajukan kepadanya serta cakap melakukan perbuatan hukum
dan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya tersebut.
b. Bahwa mengenai unsur tanpa hak atau melawan hukum berarti perbuatan
terdakwa bertentangan dengan hukum maupun norma atau etika yang ada dan
hidup dalam masyarakat tersebut.
c. Bahwa didalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 7 dan
pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta dalam jumlah terbatas.
d. Bahwa pada saat terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi ditangkap tidak sedang
melakukan perbuatan atau kegiatan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan diduga telah memiliki
narkotika jenis ganja dan sebagaimana telah diketahui identitasnya, sehingga hal
tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang
-
Narkotika. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka
unsur Setiap Penyalah Guna ini telah terpenuhi.
2. Unsur Narkotika Golongan I bagi diri sendiri
a. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Bagus Raga Sukma bahwa benar ganja
tersebut adalah milik saksi Bagus Raga Sukma yang diperoleh dari Bagas yang
mana saat menerima ganja tersebut masih terbungkus kertas Koran dan
kemudian dilinting sendiri oleh saksi Bagus menjadi 3 lintingan.
b. Bahwa berdasarkan pengakuan terdakwa dipersidangan, bahwa pada saat saksi
Bagus melinting ganja, kemudian datang saksi Daniel dan selanjutnya 1 lintingan
ganja tersebut diberikan kepada saksi Daniel untuk dinyalakan dan selanjutnya
dihisap secara bergantian dengan saksi Bagus dan Terdakwa.
c. Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yang ditemukan
tersebut, dengan kesimpulan pada pokoknya setelah dilakukan pemeriksaan
secara laboratoris kriminalistik disimpulkan BB-2081/2014/NNF berupa 2
linting rokok berisi daun dan biji yang diduga ganja dengan berat keseluruhan
0,589 gram, BB-2082/2014/NNF berupa 1 bungkus plastik berisi biji yang
diduga ganja dengan berat 0,395 gram, BB-2083/2014/NNF berupa 1 bungkus
plastik berisikan batang yang diduga ganja dengan berat 0,299 gram tersebut
diatas adalah ganja dan terdaftar dalam Golongan I (satu) nomor urut 8 (delapan)
lampiran Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika dan BB-2086/2014/NNF berupa urine milik Rochim Aditya tersebut
diatas adalah mengandung TETRAHYDROCANNABINOL dan terdaftar dalam
-
Golongan I (satu) Nomor urut 9 (sembilan) lampiran UndangUndang Republik
Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
d. Bahwa selain itu, dari fakta-fakta diatas, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal
yang menunjukkan Terdakwa terlibat dalam sindikat peredaran narkotika baik
perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagaimana tersebut dalam pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia No. 35
tahun 2009 tentang Narkotika.
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka unsur
Setiap Penyalah Guna ini telah terpenuhi
3. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan.
a. Bahwa oleh karenanya Majelis akan meninjau apakah perbuatan yang telah
terbukti tersebut dilakukan bersama-sama.
b. Bahwa benar saksi Bagus Raga Sukma memperoleh Ganja dari Bagas yang
kemudian oleh saksi Bagus Raga Sukma, ganja tersebut dilinting dengan
menggunakan kertas cigarette menjadi 3 lintingan dan sesaat kemudian datang
saksi Daniel ke rumah saksi Bagus dan selanjutnya saksi Daniel diberi satu
lintingan ganja untuk kemudian dinyalakan dan dihisap secara bergantian
dengan terdakwa dan saksi Bagus Raga Sukma.
c. Majelis Hakim berkesimpulan peran terdakwa selaku orang yang melakukan,
menyuruh melakukan ataupun yang turut serta melakukan sebagaimana unsur
pasal ini telah terpenuhi menurut hukum.
-
d. Bahwa dengan terpenuhinya semua unsur tindak pidana yang didakwakan dalam
dakwaan alternatif kedua tersebut, maka Majelis Hakim berkeyakinan kalau
Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum.
e. Bahwa terhadap pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa pada pokoknya
menyatakan bahwa terdakwa adalah pemakai / penyalah guna Narkotika
sekaligus korban dari peredaran narkotika dan memohon agar kepada terdakwa
dapat diberikan putusan yang lebih rendah dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
f. Bahwa oleh karena dipersidangan tidak ditemukan adanya alasan pembenar dan
alasan pemaaf yang dapat menghapus pidana bagi Terdakwa.
g. Bahwa terhadap barang bukti berupa :
a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.
c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro
merah.
e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai
sarana komunikasi.
Putusan Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.
Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127
ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat
(1) Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :
-
1. Tentang unsur setiap orang
Bahwa dengan diajukannya Terdakwa Bagus Raga Sukma Bin Jumanto dalam
perkara ini, yang identitas lengkapnya sebagaimana tercantum secara jelas dan
lengkap dalam surat dakwaan Jaksa / Penuntut Umum, hal mana telah dibenarkan
oleh saksi - saksi maupun pengakuan Terdakwa sendiri dipersidangan, sehingga
memberikan cukup alasan bagi Majelis Hakim untuk berpendapat bahwa unsur “
setiap orang “ telah terpenuhi menurut hukum.
2. Tentang Unsur Menggunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri
a. Bahwa selanjutnya dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang Undang
Nomor 35 Tahun 2009 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika
Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b. Bahwa menurut keterangan saksi Agus Ristiono, Ahmat Jhon Febri didukung
pengakuan / keterangan terdakwa di persidangan bahwa barang bukti ganja
tersebut diatas adalah benar milik terdakwa, yang diperoleh dari Bagas yang
mana saat menerima ganja tersebut masih terbungkus kertas Koran dan
kemudian dilinting sendiri oleh terdakwa menjadi 3 lintingan.
c. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Rochim Aditya serta pengakuan terdakwa
di persidangan, bahwa pada saat terdakwa melinting ganja, kemudian datang
saksi Daniel dan selanjutnya 1 lintingan ganja tersebut diberikan kepada saksi
-
Daniel untuk dinyalakan dan selanjutnya dihisap secara bergantian dengan saksi
Rochim Aditya dan Terdakwa sambil minum kopi.
d. Bahwa sesuai fakta di persidangan, ternyata benar setelah satu linting ganja
tersebut habis dihisap, kemudian sisanya yang 2 linting ditaruh di gagang sapu
lidi, batang ganja dibuang ditempat sampah tas plastik sedangkan biji ganja
ditaruh saksi Rochim Aditya di dalam cangkir.
e. Bahwa terhadap zat Tertrahydrocannabinol yang terkandung didalam ganja yang
dikonsumsi oleh terdakwa secara bergantian dengan saksi Rochim Aditya dan
saksi Daniel, jika dihubungkan dengan penggolongan Narkotika yang disebutkan
dalam Lampiran Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
adalah termasuk Narkotika Golongan I Nomor Urut 9.
f. Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, Majelis Hakim berpendapat
bahwa benar terdakwa telah mengkonsumsi ganja yang termasuk Narkotika
Golongan I, sehingga dengan demikian unsur ini menurut Majelis Hakim telah
terpenuhi.
3. Tentang Unsur Tanpa Hak atau Melawan Hukum
a. Bahwa Undang Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur
secara tegas mengenai peredaran, penyaluran dan penyerahan Narkotika, antara
lain dalam Pasal 35 dan Pasal 36 ayat (1) disebutkan bahwa narkotika dalam
bentuk obat jadi, hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri.
b. Bahwa dari ketentuan diatas jika dihubungkan dengan fakta di persidangan,
ternyata terdakwa Bagus Raga Sukma Bin Jumanto tidak memiliki izin dari
-
Menteri atau pejabat yang berwenang untuk mengedarkan, menyalurkan atau
menyerahkan narkotika, maka dengan demikian unsur “ tanpa hak atau melawan
hukum ” menggunakan Narkotika Golongan I , menurut Majelis Hakim telah
terpenuhi.
4. Tentang Unsur Orang Yang Melakukan, Yang Menyuruh Melakukan Dan Yang
Turut Serta Melakukan.
a. Bahwa benar terdakwa memperoleh Ganja dari Bagas yang kemudian oleh
terdakwa, ganja tersebut dilinting dengan menggunakan kertas cigarette menjadi
3 lintingan. Bahwa benar sesaat kemudian datang saksi Daniel ke rumah
terdakwa dan selanjutnya saksi Daniel diberi satu lintingan ganja untuk
kemudian dinyalakan dan dihisap secara bergantian dengan terdakwa dan saksi
Rochim Aditya.
b. Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa
Terdakwa telah secara sadar mengkonsumsi ganja dengan cara dihisap secara
bergantian dengan saksi Rochim Aditya dan saksi Daniel.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan - pertimbangan tersebut, ternyata perbuatan
terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan alternatif kedua
Penuntut Umum, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya, yaitu melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang - Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP.
-
c. Perbedaan Penjatuhan Putusan Pidana oleh Hakim
Perbedaan penjatuhan putusan pidana oleh hakim kepada terdakwa didasari oleh
faktor – faktor yang memberatkan masing-masing terdakwa.
Hal yang memberatkan terdakwa Rochim
Aditya Bin Rohadi
Bahwa perbuatan terdakwa dilakukan
pada saat pemerintah sedang giat-giatnya
memberantas peredaran dan penggunaan
secara illegal Narkotika di Indonesia
Hal yang memberatkan terdakwa Bagus
Raka Sukma Bin Jumanto
1. Perbuatan terdakwa bertentangan
dengan progam pemerintah dalam upaya
memberantas penyalahgunaan narkotika.
2. Perbuatan terdakwa akan
menimbulkan akibat yang sangat
merugikan baik bagi terdakwa itu sendiri
maupun orang lain / masyarakat,
khususnya generasi muda akan
ketergantungan narkotika.
3. Seharusnya terdakwa ikut serta
mencegah dan memberantas
penyalahgunaan narkotika yang marak
sekarang ini akan mengancam kehidupan
bangsa Indonesia, malahan terdakwa
berbuat sebaliknya mengkonsumsi
narkotika yang ia tahu akan akibat
bahayanya.
-
4. Perbuatan terdakwa dapat menjadi
sumber dari segala kejahatan.
Selain perbedaan faktor-faktor yang memberatkan masing-masing terdakwa,
perbedaan penjatuhan putusan pidana oleh hakim di dasari oleh perbedaan tuntutan
jaksa kepada terdakwa:
Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi terbukti bersalah melakukan tindak
pidana ” Turut Serta Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”
sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ;
Terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ tanpa hak memiliki, menguasai
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman “ yang diatur dan diancam pidana menurut
Pasal 111 Ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu.
d. Pertimbangan Yuridis Dalam Penjatuhan Putusan terhadap Pelaku
Tindak Pidana
Dalam melakukan pemidanaan, terdapat beberapa pertimbangan, yang dilakukan
oleh Hakim sebelum sampai kepada putusannya. Salah satunya yaitu pertimbangan
yang bersifat yuridis. Hal-hal yamg mencakup pertimbangan yang bersifat yuridis
dalam putusan ini ialah:
-
Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015
Dalam kasus ini terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan
pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 111 ayat (1) UU RI
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 132 Ayat (1) UU NO. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika karena Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama
dengan saksi Bagus Raka Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi
Daniel Septian Anggoro Bin Sujiarno melakukan permufakatan jahat tanpa hak atau
melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai Narkotika Golongan I dalam Bentuk
Tanaman dan dengan dakwaan kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55
Ayat (1) Ke-1 KUHP karena Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama
dengan saksi Bagus Raka Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi
Daniel Septian Anggoro Bin Sujiarno termasuk orang Yang Melakukan, Menyuruh
Melakukan Atau turut Serta Melakukan Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri
sendiri.
Bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan barang bukti serta
bukti surat yang diajukan dalam persidangan maka telah terdapat fakta-fakta hukum
yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Bahwa benar pada hari Minggu tanggal 21 September 2014 sekitar jam 01.30
wib, telah dilakukan penangkapan terhadap terdakwa yang saat itu sedang
berada di dalam Kamar di Perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt.4/7 Kel. Kauman
-
Kidul, Kec. Sidorejo Kota Salatiga bersama dengan Daniel, Bagus, Bagas, Indi,
Aldes, Agung dan Dony oleh Anggota Polisi ;
2. Bahwa benar terdakwa dihadapkan di persidangan karena kedapatan
menggunakan narkoba jenis ganja ;
3. Bahwa benar dalam perjalanan kerumah Bagus, Terdakwa dan Bagus mampir ke
rumah Indi terlebih dahulu dan sesampainya di rumah Indi, saksi Bagus bertemu
dengan Bagas dan saat itu Bagas memberikan paket kecil dengan bungkus kertas
Koran kepada Bagus ;
4. Bahwa benar saat itu Bagas mengatakan ini tak kasih ganja, kemudian Bagus
memberi uang kepada Bagas sebanyak Rp.20.000,- untuk membeli rokok ;
5. Bahwa benar selanjutnya Bagus mengajak terdakwa untuk pulang dan
sesampainya dirumah Bagus, didalam kamar paket ganja tersebut langsung
dibuka dan dilinting oleh Bagus dengan menggunakan kertas cigarette menjadi 3
lintingan ;
6. Bahwa benar tidak lama kemudian saksi Daniel datang kerumah Bagus karena
sebelumnya sudah di SMS oleh saksi Bagus dan kemudian Bagus memberikan 1
linting ganja kepada Daniel untuk dibakar dan selanjutnya dihisap secara
bergantian dengan Bagus dan terdakwa ;
7. Bahwa benar setelah satu linting ganja tersebut habis dihisap, kemudian sisa
yang 2 linting disimpan Bagus di dalam sapu lidi yang ada dikamar tersebut ;
-
8. Bahwa benar selain itu juga ditemukan barang bukti berupa biji ganja di dalam
cangkir serta batang ganja didalam plastik sampah dan selanjutnya ikut disita
dan Blackberry milik Daniel dan HP Nokia warna putih milik Bagas ;
9. Bahwa benar terdakwa sebelumnya pernah memakai ganja sebanyak kurang
lebih 5 kali ;
10. Bahwa benar awalnya terdakwa hanya coba-coba karena diajak oleh Bagus;
11. Bahwa benar setahu saksi, Bagus mendapatkan barang tersebut karena dikasih
oleh Bagas bukan membeli ;
12. Terhadap barang bukti terdakwa berupa :
a. 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.
b. Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.
c. Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.
d. 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.
e. 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana
komunikasi.
Putusan Nomor 33/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015
Dalam kasus ini terdakwa didakwa dengan dakwaan yang sama dengan putusan
nomor 33/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 oleh Jaksa Penuntut Umum dengan
dakwaan pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 111 ayat (1) UU
RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 132 Ayat (1) UU NO. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika karena Terdakwa ROCHIM ADITYA Bin ROHADI bersama-
-
sama dengan saksi BAGUS RAGA SUKMA Bin JUMANTO (dalam penuntutan
terpisah) dan saksi DANIEL SEPTIAN ANGGORO Bin SUJIARNO melakukan
permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai
Narkotika Golongan I dalam Bentuk Tanaman dan dengan dakwaan kedua sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP karena Terdakwa Rochim
Aditya Bin Rohadi bersama-sama dengan saksi Bagus Raka Sukma Bin Jumanto
(dalam penuntutan terpisah) dan saksi Daniel Septian Anggoro Bin Sujiarno termasuk
orang Yang Melakukan, Menyuruh Melakukan Atau turut Serta Melakukan Penyalah
Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri.
Bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan barang bukti serta
bukti surat yang diajukan dalam persidangan pada putusan Nomor
33/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 memiliki kesamaan keterangan saksi, keterangan
terdakwa dan barang bukti pada pokoknya dengan putusan Nomor
34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015. Sehingga dikatakan terjadi disparitas terhadap
kedua putusan pengadi