9.bab iv versi 2
DESCRIPTION
perencanaan transportasiTRANSCRIPT
-
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dikemukakan hasil penelitian dan pembahasan mengenai
pemodelan sebaran pergerakan penumpang. Hasil penelitian ini diperoleh dengan
melakukan pengolahan data dan analisis data sesuai dengan teori dan rumus-
rumus yang telah dikemukakan pada tinjauan kepustakaan.
4.1. Hasil Penelitian
Berikut ini diuraikan mengenai hasil-hasil penelitian yang diperoleh
setelah proses pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data. Adapun hasil
penelitian yang diperoleh akan diuraikan sebagai berikut.
4.1.1. Persentase asal dan tujuan pergerakan
Berdasarkan data matriks asal tujuan 2011 yang diperoleh dari survei
ATTN (Asal Tujuan Transportasi Nasional) 2011, dapat diketahui persentase asal
dan tujuan pergerakan sebagai berikut:
a. Persentase asal pergerakan
Berdasarkan data MAT penumpang 2011 yang telah dimodifikasi sebesar
20,12% penumpang bangkit dari Aceh Utara, 20,09% dari Aceh Timur, 16,05%
dari Bireuen, 12,83% dari Pidie, 9,26% dari Lhokseumawe, 8,81% dari Banda
Aceh, 6,80% dari Langsa, 4,82% dari Pidie Jaya, dan 1,23% dari Aceh Tamiang.
-
36
Tabel 4.1 Persentase bangkitan penumpang tahun 2011
Zona Bangkitan
Penumpang 2011
persentase
bangkitan
(%)
Banda Aceh 828.341 8,81
Pidie 1.206.730 12,83
Pidie Jaya 452.824 4,82
Bireuen 1.509.572 16,05
Lhokseumawe 870.489 9,26
Aceh Utara 1.892.229 20,12
Aceh Timur 1.889.080 20,09
Langsa 639.812 6,80
Aceh Tamiang 115.260 1,23
Jumlah 9.404.337 100
b. Persentase tujuan pergerakan
Berdasarkan data MAT penumpang 2011 yang telah dimodifikasi sebesar
21,34% penumpang menuju Aceh Utara, 18,35% menuju Aceh Timur, 15,99%
Banda Aceh 8,81%
Pidie 12,83%
Pidie Jaya 4,82%
Bireuen 16,05%
Lhokseumawe 9,6%
Aceh Utara 20,12%
Aceh Timur 20,09%
Langsa 6,80%
Aceh Tamiang 1.,3%
Banda Aceh
Pidie
Pidie Jaya
Bireuen
Lhokseumawe
Aceh Utara
Aceh Timur
Langsa
Aceh Tamiang
Gambar 4.1 Persentase asal pergerakan
-
37
Gambar 4.2 Persentase tujuan pergerakan
menuju Bireuen, 13,44% menuju Pidie, 9,38% menuju Lhokseumawe, 8,63%
menuju Banda Aceh, 6,88% menuju Langsa, 4,72% menuju Pidie Jaya, dan
1,26% menuju Aceh Tamiang.
Tabel 4.2 Persentase tarikan penumpang tahun 2011
zona Tarikan
Penumpang 2011
persentase tarikan
(%)
Banda Aceh 811.328 8,63
Pidie 1.264.348 13,44
Pidie Jaya 443.898 4,72
Bireuen 1.503.583 15,99
Lhokseumawe 881.955 9,38
Aceh Utara 2.007.179 21,34
Aceh Timur 1.726.009 18,35
Langsa 647.227 6,88
Aceh Tamiang 118.809 1,26
Jumlah 9.404.337 100
Banda Aceh 8,63%
Pidie 13,44%
Pidie Jaya 4,72%
Bireuen 15,99%
Lhokseumawe 9,38%
Aceh Utara 21,34%
Aceh Timur 18,35%
Langsa 6,88% Aceh Tamiang
1,26% Banda Aceh
Pidie
Pidie Jaya
Bireuen
Lhokseumawe
Aceh Utara
Aceh Timur
Langsa
Aceh Tamiang
-
38
4.1.2. Pengujian korelasi bangkitan pergerakan
Data yang telah didapat kemudian dilakukan uji korelasi dengan
menggunakan bantuan software SPSS 19.0 untuk mengetahui korelasi antara
variabel tidak bebas dengan variabel bebas serta antar sesama variabel bebas.
a. Pengujian korelasi bangkitan
Berdasarkan pengujian korelasi antara bangkitan sebagai variabel terikat
dan variabel bebas didapatkan bahwa x1, x3, dan x6 korelatif terhadap bangkitan
yakni mempunyai koefisien korelasi yang kuat terhadap peubah tidak bebas Y
(merujuk pada tabel2.1 pada bab II) sebesar 0,808; 0,550; dan 0,680. Variabel x2
dan x5 mempunyai koefisien yang kuat dan cukup terhadap peubah tidak bebas Y
sebesar 0,506; dan 0,498, namun juga memiliki koefisien korelasi yang besar
terhadap peubah bebas lainnya. Variabel x2 memiliki koefisien korelasi yang
besar terhadap peubah x3 sebesar 0,976; dan variabel x5 terhadap x6 memiliki
koefisien yang besar yaitu 0,786. Berdasarkan Tamin (2003:182), sesama peubah
bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua peubah bebas yang saling
berkorelasi, pilihlah salah satu yang mempunyai korelasi lebih tinggi terhadap
peubah tidak bebasnya. Karena itu x2 dan x5 tidak dipilih dalam pemodelan
bangkitan pergerakan karena saling korelatif terhadap x3 dan x6, sementara nilai
korelasi x3 dan x6 lebih tinggi dari x2 dan x5 terhadap peubah bebas. Dari
pengujian ini dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang korelatif terhadap
bangkitan sebagai variabel terikat adalah x1, x3, dan x6. Hasil pengujian
selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 4.3
-
39
Tabel 4.3 Hasil korelasi antara setiap peubah bebas dengan bangkitan
Y x1 x2 x3 x4 x5 x6
Y 1
x1 0,808 1
x2 0,506 0,435 1
x3 0,550 0,541 0,976 1
x4 -0,004 -0,227 0,540 0,504 1
x5 0,498 0,492 -0,042 -0,094 -0,386 1
x6 0,680 0,687 -0,017 -0,003 -0,385 0,786 1
b. Pengujian korelasi tarikan
Berdasarkan pengujian korelasi antara bangkitan sebagai variabel terikat
dan variabel bebas didapatkan bahwa x1, x3, dan x6 korelatif terhadap bangkitan
yakni mempunyai koefisien korelasi yang kuat terhadap peubah tidak bebas Y
(merujuk pada Tabel 2.1 pada bab II) sebesar 0,842, 0,578, dan 0,641. Variabel
x2 dan x5 mempunyai koefisien yang kuat dan cukup terhadap peubah tidak bebas
Y sebesar 0,520 dan 0,485, namun juga memiliki koefisien korelasi yang besar
terhadap peubah bebas lainnya. Variabel x2 memiliki koefisien korelasi yang
besar terhadap peubah x3 sebesar 0,976, dan variabel x5 terhadap x6 memiliki
koefisien yang besar yaitu 0,786. Berdasarkan Tamin (2003:182), sesama peubah
bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua peubah bebas yang saling
berkorelasi, pilihlah salah satu yang mempunyai korelasi lebih tinggi terhadap
peubah tidak bebasnya. Karena itu x2 dan x5 tidak dipilih dalam pemodelan
bangkitan pergerakan karena saling korelatif terhadap x3 dan x6, sementara nilai
korelasi x3 dan x5 lebih tinggi dari x2 dan x5 terhadap peubah bebas. Dari
pengujian ini dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang korelatif terhadap
tarikan sebagai variabel terikat adalah x1, x3, dan x6. Hasil pengujian
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
-
40
Tabel 4.4 Hasil korelasi antara setiap peubah bebas dengan tarikan
Y x1 x2 x3 x4 x5 x6
Y 1
x1 0,842 1
x2 0,520 0,435 1
x3 0,578 0,541 0,976 1
x4 -0,002 -0,227 0,540 0,504 1
x5 0,485 0,492 -0,042 -0,094 -0,386 1
x6 0,641 0,687 -0,017 -0,003 -0,385 0,786 1
4.1.3. Alternatif fungsi
Alternatif fungsi dibuat dengan mengkombinasikan variabel-variabel
bebas menjadi model matematis regresi linear.
a. Alternatif fungsi bangkitan
Berdasarkan uji korelasi bangkitan dengan variabel bebas pembentuknya
didapat bahwa variabel korelatif yang dapat dijadikan alternatif fungsi matematis
bangkitan adalah jumlah penduduk (x1), PDRB ADHK (x3) dan luas wilayah (x6).
Sehingga alternatif-alternatif fungsi dapat dibuat sebagai berikut:
1. Y = a + b1x1
2. Y = a + b3x3
3. Y = a + b6x6
4. Y = a + b1x1 + b3x3
5. Y = a + b1x1 + b6x6
6. Y = a + b3x3 + b6x6
7. Y = a + b1x1 + b3x3 + b6x6
-
41
b. Alternatif fungsi tarikan
Berdasarkan uji korelasi tarikan dengan variabel bebas pembentuknya
didapat bahwa variabel korelatif yang dapat dijadikan alternatif fungsi matematis
tarikan adalah jumlah penduduk (x1), PDRB ADHK (x3) dan luas wilayah (x6).
Sehingga alternatif-alternatif fungsi dapat dibuat sebagai berikut:
1. Y = a + b1x1
2. Y = a + b3x3
3. Y = a + b6x6
4. Y = a + b1x1 + b3x3
5. Y = a + b1x1 + b6x6
6. Y = a + b3x3 + b6x6
4.1.4. Pengujian statistik dan uji kewajaran
Uji statistik model bertujuan untuk mendapatkan model regresi yang
paling optimum yaitu dengan menilai dan menyaring hasil model regresi yang
diperoleh. Uji statistik model yang digunakan adalah penentuan koefisien
determinasi (R2), uji-F, dan uji-t. Semua uji ini dilakukan dengan bantuan aplikasi
SPSS 19.0.
a. Pengujian statistik dan uji kewajaran alternatif bangkitan
1. Alternatif fungsi Y1 = a + b1x1
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,653; nilai F sebesar 13,179; dan
nilai t sebesar 3,630 dengan signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih besar dari nilai
tabel dan dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Dapat disimpulkan maka
hipotesa model ini dapat ditolak atau dengan kata lain model ini dapat diterima.
-
42
2. Alternatif fungsi Y1 = a + b3x3
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,302; nilai F sebesar 3,031; dan
nilai t sebesar 1,741 dengan signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih kecil dari nilai
tabel dan dan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel. Dapat disimpulkan maka
hipotesa model ini dapat diterima atau dengan kata lain model ini dapat ditolak.
3. Alternatif fungsi Y1 = a + b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,462; nilai F sebesar 6,020; dan
nilai t sebesar 2,454 dengan signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih kecil dari nilai
tabel dan dan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel. Dapat disimpulkan maka
hipotesa model ini dapat diterima atau dengan kata lain model ini dapat ditolak.
4. Alternatif fungsi Y1 = a + b1x1+b3x3
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,671; nilai F sebesar 6,120; dan
nilai t1 dan t3 masing-masing sebesar 2,594; dan 0,572 dengan signifikansi 5%.
Nilai F hitung lebih kecil dari nilai tabel dan dan nilai t hitung lebih kecil dari t
tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat diterima atau dengan kata
lain model ini dapat ditolak.
5. Alternatif fungsi Y1 = a + b1x1+b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,683; nilai F sebesar 6,450; dan
nilai t1 dan t6 masing-masing sebesar 2,040; dan 0,746 dengan signifikansi 5%.
Nilai F hitung lebih kecil dari nilai tabel dan dan nilai t hitung lebih kecil dari t
tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat diterima atau dengan kata
lain model ini dapat ditolak.
-
43
6. Alternatif fungsi Y1 = a + b3x3+b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,767; nilai F sebesar 9,868; dan
nilai t3 dan t6 masing-masing sebesar 2,799; dan 3,458 dengan signifikansi 5%.
Nilai F hitung lebih besar dari nilai tabel dan dan nilai t hitung lebih besar dari t
tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat ditolak atau dengan kata
lain model ini dapat diterima.
7. Alternatif fungsi Y1 = a + b1x1+b3x3+b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,774; nilai F sebesar 5,714; dan
nilai t1, t3, dan t6 masing-masing sebesar 0,403; 1,425; dan 1,511 dengan
signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih kecil dari nilai tabel dan dan nilai t hitung
lebih kecil dari t tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat diterima
atau dengan kata lain model ini ditolak.
Tabel 4.5 Hasil regresi alternatif model bangkitan
Alternatif
Peubah
Intersep
jumlah
pendud
uk
PDRB
ADHK
Luas
wilayah
R2
C x1 x3 x6
1 -35.115,887 3,673 - - 0,653
2 311.759,899 - 375,711 - 0,302
3 614.883,194 - - 213,720 0,462
4 -132.474,441 3,282 108,881 - 0,671
5 32.413,781 2,936 - 74,220 0,683
6 -122.186,915 - 377,156 214,259 0,767
7 -153.522,284 0,806 311,378 175,873 0,774
-
44
Tabel 4.6 Hasil regresi alternatif model bangkitan
NO Alternatif model Variabel t tabel t
hitung Ftabel
F
hitung R
2
1 y = a+b1x1 x1 1,860 3,630 5,987 13,179 0,653
2 y = a+b3x3 x3 1,860 1,741 5,987 3,031 0,302
3 y = a+b6x6 x6 1,860 2,454 5,987 6,020 0,462
4 y = a+b1x1+b3x3 x1
1,943 2,594
5,786 6,120 0,671 x3 0,572
5 y = a+b1x1+b6x6 x1
1,943 2,040
5,786 6,450 0,683 x6 0,746
6 y = a+b3x3+b6x6 x3
1,943 2,799
5,786 9,868 0,767 x6 3,458
7 y = a+b1x1+b3x3+b6x6
x1
2,015
0,403
6,591 5,714 0,774 x3 1,425
x6 1,511
b. Pengujian statistik dan uji kewajaran alternatif tarikan
1. Alternatif fungsi Y2 = a + b1x1
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,709; nilai F sebesar 17,019; dan
nilai t sebesar 4,125 dengan signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih besar dari nilai
tabel dan dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Dapat disimpulkan maka
hipotesa model ini dapat ditolak atau dengan kata lain model ini dapat diterima.
2. Alternatif fungsi Y2 = a + b3x3
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,334; nilai F sebesar 3,507; dan
nilai t sebesar 1,873 dengan signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih kecil dari nilai
tabel dan dan nilai t hitung lebih kecil dari t tabel. Dapat disimpulkan maka
hipotesa model ini dapat diterima atau dengan kata lain model ini dapat ditolak.
-
45
3. Alternatif fungsi Y2 = a + b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,411; nilai F sebesar 4,884; dan
nilai t sebesar 2,210 dengan signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih besar dari nilai
tabel dan dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Dapat disimpulkan maka
hipotesa model ini dapat ditolak atau dengan kata lain model ini dapat diterima.
4. Alternatif fungsi Y2 = a + b1x1+b3x3
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,730; nilai F sebesar 8,103; dan
nilai t1 dan t3 masing-masing sebesar 2,966; dan 0,687 dengan signifikansi 5%.
Nilai F hitung lebih kecil dari nilai tabel dan dan nilai t hitung lebih kecil dari t
tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat diterima atau dengan kata
lain model ini dapat ditolak.
5. Alternatif fungsi Y2 = a + b1x1+b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,716; nilai F sebesar 7,563; dan
nilai t1 dan t6 masing-masing sebesar 2,538; dan 0,936 dengan signifikansi 5%.
Nilai F hitung lebih kecil dari nilai tabel dan dan nilai t hitung lebih kecil dari t
tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat diterima atau dengan kata
lain model ini dapat ditolak.
6. Alternatif fungsi Y2 = a + b3x3+b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.747; nilai F sebesar 8,861; dan
nilai t3 dan t6 masing-masing sebesar 2,824; dan 3,131 dengan signifikansi 5%.
Nilai F hitung lebih besar dari nilai tabel dan dan nilai t hitung lebih besar dari t
tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat ditolak atau dengan kata
lain model ini dapat diterima.
-
46
7. Alternatif fungsi Y2 = a + b1x1+b3x3+b6x6
Dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS 19.0, alternatif ini
mendapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,779; nilai F sebesar 5,881; dan
nilai t1, t3, dan t6 masing-masing sebesar 0,853; 1,196; dan 1,057 dengan
signifikansi 5%. Nilai F hitung lebih kecil dari nilai tabel dan dan nilai t hitung
lebih kecil dari t tabel. Dapat disimpulkan maka hipotesa model ini dapat diterima
atau dengan kata lain model ini ditolak.
Hasil pengujian statistik model dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Hasil regresi alternatif model tarikan
Alternatif
Peubah
Intersep
jumlah
penduduk
PDRB
ADHK
Luas
wilayah
C x1 x3 x6
1 -76.018,241 3,812 - -
2 518.939,671 - 306,743 -
3 746.712,945 - - 197,898
4 74.758,641 3,546 6,293 -
5 134.288,829 3,020 - 54,569
6 111.407,863 - 309,756 198,796
7 49.794,049 2,242 118,182 91,866
-
47
Tabel 4.8 Hasil regresi alternatif model tarikan
NO Alternatif model Variabel t
tabel
t
hitung Ftabel
F
hitung
R2
1 y = a+b1x1 x1 1,860 4,125 5,987 17,019 0,709
2 y = a+b3x3 x3 1,860 1,873 5,987 3,507 0,334
3 y = a+b6x6 x6 1,860 2,210 5,987 4,884 0,411
4 y = a+b1x1+b3x3 x1
1,943 2,966
5,786 8,103 0,730 x3 0,687
5 y = a+b1x1+b6x6 x1
1,943 2,538
5,786 7,563 0,716 x6 0,396
6 y = a+b3x3+b6x6 x3
1,943 2,824
5,786 8,861 0,747 x6 3,131
7 y = a+b1x1+b3x3+b6x6
x1
2,015
0,853
6,591 5,881 0,779 x3 1,196
x6 1,057
4.1.5. Model trip generation terpilih
a. Model bangkitan
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa model terbaik yaitu yang
memenuhi syarat uji-t dan uji-F serta memiliki koefisien determinasi terbesar
adalah: Y1=-35.115,887+3,673x1
Di mana:
Y1 = Bangkitan pergerakan (penumpang);
x1 = Jumlah penduduk (jiwa)
b. Model tarikan
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa model terbaik yaitu yang
memenuhi syarat uji-t dan uji-F serta memiliki koefisien determinasi terbesar
adalah: Y2=-76.018,241+3,812x1
-
48
Di mana:
Y2 = Bangkitan pergerakan (penumpang);
a = intersep;
x1 = Jumlah penduduk (jiwa).
4.1.6. Kalibrasi parameter model bangkitan dan tarikan pergerakan.
Pada penelitian ini nilai bangkitan dan tarikan hasil model harus
dikalibrasi dengan suatu koefisien (k) agar jumlah bangkitan atau tarikan model
sama dengan jumlah bangkitan atau tarikan tahun dasar . Koefisien ini nanti akan
juga dipakai saat menghitung jumlah bangkitan dan tarikan pergerakan
penumpang hasil peramalan.
Untuk mendapatkan faktor kalibrasi model bangkitan tahun eksisting
(tahun dasar) 2011, bangkitan pergerakan perzona harus terlebih dahulu dihitung.
Bangkitan pergerakan tiap zona model diperoleh dengan menyubtitusi nilai x1
(jumlah penduduk) ke dalam persamaan matematis Y=-35.115,887+3,673x1.
Selanjutnya nilai faktor kalibrasi model bangkitan dihitung dengan
membandingkan bangkitan model dengan bangkitan tahun dasar.
Untuk perhitungan faktor kalibrasi model bangkitan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.9 berikut ini:
-
49
Tabel 4.9 Kalibrasi model bangkitan tahun eksisting
Zona
Total
Produksi
bangkitan
2011
Total
Produksi
bangkitan
model
2011
faktor
kalibrasi
model
2011
Total
Produksi
bangkitan
model 2011
(terkalibrasi)
Jumlah
penduduk
(x1)
(jiwa)
1 828.341 804.392 1,030 828.341 228.562
2 1.206.730 1.389.226 0,869 1.206.730 387.787
3 452.824 464.412 0,975 452.824 136.000
4 1.509.572 1.427.476 1,058 1.509.572 398.201
5 870.489 607.960 1,432 870.489 175.082
6 1.892.229 1.955.202 0,968 1.892.229 541,878
7 1.889.080 1.319.222 1,432 1.889.080 368.728
8 639.812 524.484 1,220 639.812 152.355
9 115.260 911.346 0,126 115.260 257.681
Faktor kalibrasi model tarikan dihitung dengan membandingkan tarikan
model dengan tarikan tahun dasar. Tarikan model tahun eksisting dihitung dengan
menyubtitusikan nilai x1 yaitu jumlah penduduk ke persamaan
Y=-76.018,241+3,812x1.
Untuk perhitungan faktor kalibrasi model tarikan selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini:
-
50
Tabel 4.10 Kalibrasi model tarikan tahun eksisting
Zona
Total
Produksi
bangkitan
2011
Total
Produksi
bangkitan
model
2011
faktor
kalibrasi
model
2011
Total
Produksi
bangkitan
model 2011
(terkalibrasi)
Jumlah
penduduk
(x1)
(jiwa)
1 811.328 795.260 1,020 811.328 228.562
2 1.264.348 1.402.226 0,902 1.264.348 387.787
3 443.898 442.414 1,003 443.898 136.000
4 1.503.583 1.441.924 1,043 1.503.583 398.201
5 881.955 591.394 1,491 881.955 175.082
6 2.007.179 1.989.621 1,009 2.007.179 541.878
7 1.726.009 1.329.573 1,298 1.726.009 368.728
8 647.227 504.759 1,282 647.227 152.355
9 118.809 906.262 0,131 118.809 257.681
4.1.7. Kalibrasi parameter hambatan
Kalibrasi ini bertujuan untuk mencari nilai parameter fungsi hambatan
gravity yaitu . Fungsi hambatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah fungsi
eksponensial negatif dengan hambatan pergerakan berupa jarak dalam kilometer.
Untuk mencari parameter dalam fungsi hambatan eksponensial negatif
Cidid eCf , dilakukan kalibrasi dengan metode anlisis regresi-linear yakni
dengan mengubah fungsi tidak-linear menjadi fungsi linear.
-
51
a. Matriks hambatan
Hambatan pergerakan antarzona berupa jarak dalam kilometer dibuat
dalam bentuk matriks.
Tabel 4.11 Hambatan antarzona dalam bentuk jarak (km)
Zona 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 0 112 159 218 274 305 370 437 471
2 112 0 47 106 162 193 258 325 359
3 159 47 0 59 115 146 211 278 312
4 218 106 59 0 56 87 152 219 253
5 274 162 115 56 0 31 96 163 197
6 305 193 146 87 31 0 65 132 166
7 370 258 211 152 96 65 0 67 101
8 437 325 278 219 163 132 67 0 34
9 471 359 312 253 197 166 101 34 0
b. Metode Analisis regresi-linear
Dari perhitungan parameter fungsi hambatan eksponensial-negatif
dengan metode anlisis regresi-linear didapat nilai sebesar 0.009226357.
Perhitungan selengkapnya ada di Lampiran C Tabel 4.1.
Maka berdasarkan rumus ( ) ( ) ( )
( ) ( ( ))
= 0.009226357, didapat =
0,009226357.
c. Matriks fungsi hambatan.
Setelah parameter diketahui, maka langkah selanjutnya adalah membuat
matriks exp(-Cid), yaitu mengeksponensialkan hasil perkalian parameter
hambatan dengan hambatan berupa jarak dalam kilometer. Hasil perhitungan
dapat dilihat dalam Tabel 4.12.
-
52
Tabel 4.12 Matriks fungsi hambatan eksponensial negatif
Zona 1 2 3 4 5 6 7 8
1 0 0,1895 0,0943 0,0393 0,0171 0,0108 0,0041 0,0015
2 0,1895 0 0,4976 0,2072 0,0902 0,0569 0,0217 0,008
3 0,0943 0,4976 0 0,4164 0,1813 0,1144 0,0436 0,0161
4 0,0393 0,2072 0,4164 0 0,4354 0,2747 0,1047 0,0387
5 0,0171 0,0902 0,1813 0,4354 0 0,6311 0,2404 0,0889
6 0,0108 0,0569 0,1144 0,2747 0,6311 0 0,3809 0,1408
7 0,0041 0,0217 0,0436 0,1047 0,2404 0,3809 0 0,3698
8 0,0015 0,008 0,0161 0,0387 0,0889 0,1408 0,3698 0
4.1.8. Perhitungan koefisien penyeimbang
a. Koefisien penyeimbang PCGR
Untuk model PCGR, Bd = 1, dan
( )
. Ai dan Bd untuk
model PCGR dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.13 Perhitungan koefisien Penyeimbang PCGR
Nomor
Zona zona
faktor penyeimbang
Ai Bd
1 Banda Aceh 0,000000986 1,0000000
2 Pidie 0,000000534 1,0000000
3 Pidie Jaya 0,000000332 1,0000000
4 Bireuen 0,000000359 1,0000000
5 Lhokseumawe 0,000000264 1,0000000
6 Aceh Utara 0,000000347 1,0000000
7 Aceh Timur 0,000000410 1,0000000
8 Langsa 0,000000472 1,0000000
9 Aceh Tamiang 0,000000511 1,0000000
-
53
Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran C Tabel 4.2.
b. Koefisien penyeimbang ACGR
Untuk model PCGR, Ai = 1, dan
( )
. Ai dan Bd untuk
model PCGR dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.14 Perhitungan koefisien Penyeimbang PCGR
Nomor
Zona zona
faktor penyeimbang
Ai Bd
1 Banda Aceh 1,0000000 0,000001006
2 Pidie 1,0000000 0,000000532
3 Pidie Jaya 1,0000000 0,000000337
4 Bireuen 1,0000000 0,000000363
5 Lhokseumawe 1,0000000 0,000000266
6 Aceh Utara 1,0000000 0,000000339
7 Aceh Timur 1,0000000 0,000000423
8 Langsa 1,0000000 0,000000462
9 Aceh Tamiang 1,0000000 0,000000503
Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran C Tabel 4.3.
c. Koefisien penyembang DCGR
Pada model ini, perhitungan koefisien penyeimbang dilakukan berulang-
ulang hingga mencapai konvergensi. Pada perhitungan ini, Ai dan Bd akan
konvergen pada pengulangan 11 sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel
4.14 berikut ini:
-
54
Tabel 4.14 Perhitungan koefisien Penyeimbang DCGR
Nomor
Zona zona
faktor penyeimbang
Ai Bd
1 Banda Aceh 0,00000093 2,599945146
2 Pidie 0,00000041 1,137472049
3 Pidie Jaya 0,00000028 0,785769437
4 Bireuen 0,00000034 0,924839462
5 Lhokseumawe 0,00000025 0,674120834
6 Aceh Utara 0,00000031 0,828812287
7 Aceh Timur 0,00000042 1,170205572
8 Langsa 0,00000042 1,123082241
9 Aceh
Tamiang 0,00000045 1,194430314
Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat di Lampiran C Tabel 4.4 dan 4.5.
4.1.9. Perhitungan MAT (matriks asal tujuan) model
Setelah nilai faktor penyeimbang yakni Ai dan Bd, dan matriks fungsi
hambatan didapat, maka untuk mendapatkan nilai pergerakan dari zona asal i ke
zona asal d dapat dicari dengan rumus ( )
Di mana:
Tid adalah jumlah pergerakan dari zona asal i menuju ke zona tujuan d
Ai dan Bd adalah faktor penyeimbang
Oi adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd adalah jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d
f(Cid) adalah fungsi hambatan (ukuran aksesibilitas) antara zona i dan
zona d.
-
55
a. Perhitungan MAT ACGR
Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus
sama dengan pergerakan total yang dihasilkan dengan pemodelan. Begitu juga,
tarikan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil tarikan
pergerakan yang dihasilkan, tetapi total bangkitan pergerakan tidak perlu sama.
Perhitungan matriks asal tujuan model ACGR dapat dilihat di Lampiran C Tabel
4.6.
b. Perhitungan MAT PCGR
Dalam model ini, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus
sama dengan pergerakan total yang dihasilkan dengan pemodelan. Begitu juga,
bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan
pergerakan yang dihasilkan, tetapi total tarikan pergerakan tidak perlu sama.
Perhitungan matriks asal tujuan model PCGR dapat dilihat di Lampiran C Tabel
4.7.
c. Perhitungan MAT DCGR
Dalam model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama
dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Perhitungan matriks
asal tujuan model DCGR dapat dilihat di Lampiran C Tabel 4.8.
4.1.10. Uji kesesuaian matriks
Untuk mendapatkan model gravity terbaik, maka matriks harus diuji
kesesuiannya dengan perhitungan RMSE sebagai berikut:
[( )
( )]
N = jumlah baris atau kolom matriks
-
56
= nilai sel matriks hasil model dan hasil observasi
Semakin besar nilai RMSE, maka semakin tidak akurat MAT hasil
penaksiran dibandingkan MAT hasil pengamatan. Berikut ini adalah tabel
perbandingan besar RMSE dari uji kesesuaian matriks PCGR, ACGR, dan
DCGR. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C Tabel
B.4.9, B.4.10 dan B.4.11
Tabel 4.15 hasil perhitungan nilai RMSE
Model RMSE
PCGR 625.113
ACGR 628.491
DCGR 528.893
Dari tabel hasil rekapitulasi perhitungan RMSE tiap model gravity,
diketahui bahwa model DCGR memiliki RMSE terkecil yaitu 528.893 yang dapat
dijadikan sebagai model sebaran pergerakan penumpang terbaik dari ketiga model
ini. Oleh karena itu, untuk peramalan model DCGR dapat digunakan. Perhitungan
nilai Root Mean Square Error (RMSE) dapat dilihat di lampiran C tabel 4.xx-
4.cc.
4.1.11. Peramalan variabel korelatif
Dengan menggunakan bantuan aplikasi Ms. Excel 2007, peramalan
variabel korelatif seperti jumlah penduduk dan PDRB ADHK dapat diramalkan
dalam bentuk proyeksi tren. Hasil peramalan dan persamaan garis tren untuk
masing-masing zona dapat dilihat pada lampiran C tabel 4.X-4.xx.
a. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk perzona dapat diramalkan dengan proyeksi tren.
-
57
Tabel 4.15 Proyeksi pertumbuhan penduduk
zona Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 212.241 223.446 228.562 238.784 249.282 257.289 266.231 275.173
2 386.053 379.108 387.787 393.225 398.446 400.595 404.485 408.375
3 135.345 132.956 136.000 138.415 140.769 141.589 143.220 144.851
4 359.032 389.288 398.201 406.083 413.817 431.194 443.830 456.467
5 159.239 171.163 175.082 178.561 181.976 189.066 194.353 199.640
6 532.537 529.751 541.878 549.370 556.556 562.316 569.081 575.847
7 340.728 360.475 368.728 380.876 393.135 406.353 418.874 431.396
8 140.415 148.945 152.355 154.722 157.011 162.380 166.277 170.174
9 241.734 251.914 257.681 261.125 264.420 271.750 277.208 282.666
b. PDRB ADHK
Pendapatan Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku perzona
dapat diramalkan dengan proyeksi tren.
Tabel 4.16 Proyeksi pertumbuhan PDRB ADHK
Zona Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 2.885,69 3.057,07 3.241.17 3.441,15 3.651,73 3.830,21 4.021,83 4.213,44
2 1.642,75 1.714,63 1.791.67 1.873,02 1.959,47 2.033,86 2.113,04 2.192,22
3 619,03 652,33 687,24 725,95 753,81 790,63 824,94 859,26
4 2.512,34 2.635,48 2.775,10 2.930,32 3.066,93 3.205,24 3.345,64 3.486,04
5 2.081,44 2.203,80 2.283,67 2.372,87 2.446,18 2.547,16 2.637,01 2.726,87
6 2.726,21 2.827,06 2.931,76 3.044,55 3.141,06 3.248,29 3.353,00 3.457,72
7 1.576,44 1.639,57 1.721,73 1.804,80 1.881,02 1.957,03 2.034,47 2.111,91
8 849,07 890,75 929,08 971,51 1.018,04 1.057,30 1.099,17 1.141,04
9 1.127,63 1.150,60 1.201,29 1.265,69 1.338,03 1.377,42 1.431,00 1.484,59
c. Luas wilayah
Luas wilayah perzona diasumsikan tidak bertambah besar atau kecil pada
tahun target.
-
58
4.1.12. Perhitungan bangkitan dan tarikan peramalan
a. Bangkitan hasil peramalan
Setelah didapat model bangkitan terbaik yaitu Y=-35.115,887+3,673x1,
maka bangkitan hasil ramalan akan diperoleh dengan mensubtitusi x1
dengan jumlah penduduk yang telah diramalkan di tahun target dan
dikalikan dengan faktor kalibrasi model.
Tabel 4.17 Bangkitan pergerakan pada tahun peramalan (tahun 2015)
zona
Total
Produksi
faktor
kalibrasi
Total
Produksi
Jumlah
penduduk
(x1)
Bangkitan
model 2016 Model
bangkitan
model 2016
(terkalibrasi)
(jiwa)
1 975.595 1,030 1.004.640 275.173
2 1.464.847 0,869 1.272,417 408.375
3 496.920 0,975 484.521 144.851
4 1.641.486 1,058 1.735.890 456.467
5 698.163 1,432 999.642 199.640
6 2.079.970 0,968 2.012.978 575.847
7 1.549.401 1,432 2.218.689 431.396
8 589.934 1,220 719.653 170.174
9 1.003.117 0,126 126.866 282.666
Jumlah 10.575.296 2.944.589
b. Tarikan hasil peramalan
Setelah didapat model bangkitan terbaik yaitu Y=-76.018,241+3,812x1,
maka bangkitan hasil ramalan akan diperoleh dengan mensubtitusi x1
dengan jumlah penduduk yang telah diramalkan di tahun target dan
dikalikan dengan faktor kalibrasi model. Hasil subtitusi variable yang telah
diramalkan ke dalam model regresi terpilih yaitu berupa bangkitan dan
tarikan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
-
59
Tabel 4.18 Tarikan pergerakan pada tahun peramalan (tahun 2016)
Total Atraksi
faktor
kalibrasi
Total
Atraksi
Jumlah
penduduk
(x1)
Zona
Tarikan
model 2016 model
tarikan
model 2016
(terkalibrasi) (jiwa)
1 972.941 1,020 992.599 275.173
2 1.480.708 0,902 1.335.114 408.375
3 476.152 1,003 477.749 144.851
4 1.664.033 1,043 1.735.190 456.467
5 685.010 1,491 1.021.566 199.640
6 2.119.110 1,009 2.137.811 575.847
7 1.568.463 1,298 2.036.128 431.396
8 572.685 1,282 734.325 170.174
9 1.001.506 0,131 131.295 282.666
Jumlah 10,601,778 2.944.589
Tabel 4.19 Bangkitan dan tarikan pergerakan pada tahun peramalan 2016
Zona Nama Zona
Total Produksi Total Atraksi
bangkitan model
2016
Tarikan model
2016
zona 1 Banda Aceh 1.004.640 992.599
zona 2 Pidie 1.272.417 1.335.114
zona 3 Pidie Jaya 484.521 477.749
zona 4 Bireuen 1.735.890 1.735.190
zona 5 Lhokseumawe 999.642 1.021.566
zona 6 Aceh Utara 2.012.978 2.137.811
zona 7 Aceh Timur 2.218.689 2.036.128
zona 8 Langsa 719.653 734.325
zona 9 Aceh Tamiang 126.866 131.295
Jumlah 10.575.296 10.601.778
-
60
Terlihat pada jumlah total bangkitan dan tarikan pergerakan berbeda. Untuk itu,
perhitungan mengikuti bangkitan pergerakan agar jumlah bangkitan dan tarikan
sama, sehingga semua sel tarikan harus dikalikan dengan angka koefisien yaitu
rasio jumlah total bangkitan per jumlah tarikan. Perhitungan ditunjuk dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 4.19 Kalibrasi model Bangkitan dan tarikan pergerakan pada tahun
peramalan 2016
zona Nama Zona
Total
Produksi
bangkitan
model
2016
Total
Atraksi
Tarikan
model
2016
Nilai
Kalibrasi
bangkitan
dan
tarikan
Total
Atraksi
tarikan
model 2016
(terkalibrasi)
zona 1 Banda Aceh 1.004.640 992.599
0,9975021
990.120
zona 2 Pidie 1.272.417 1.335.114 1.331.779
zona 3 Pidie Jaya 484.521 477.749 476.556
zona 4 Bireuen 1.735.890 1.735.190 1.730.856
zona 5 Lhokseumawe 999.642 1.021.566 1.019.014
zona 6 Aceh Utara 2.012.978 2.137.811 2.132.471
zona 7 Aceh Timur 2.218.689 2.036.128 2.031.042
zona 8 Langsa 719.653 734.325 732.491
zona 9 Aceh
Tamiang 126.866 131.295 130.967
Jumlah 10.575.296 10.601.778 10.575.296
4.1.13. Perhitungan koefisien penyeimbang DCGR tahun target
Perhitungan koefisien penyeimbang DCGR tahun target dilakukan sampai
Ai dan Bd konvergen.Konvergensi dicapai setelah pengulangan ke-11.
Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran C tabel 4.12 dan
4.13.
-
61
Tabel 4.18 Perhitungan Koefisien penyeimbang Ai dan Bd tahun ramalan (2016)
Nomor
Zona zona
faktor penyeimbang
Ai Bd
1 Banda Aceh 0.0000009169 2.625043458
2 Pidie 0.0000004018 1.127231797
3 Pidie Jaya 0.0000002769 0.785755529
4 Bireuen 0.0000003292 0.927602153
5 Lhokseumawe 0.0000002414 0.674749337
6 Aceh Utara 0.0000003003 0.822432435
7 Aceh Timur 0.0000004129 1.176984223
8 Langsa 0.0000004104 1.117991239
9 Aceh Tamiang 0.0000004356 1.190566116
4.1.14. Perhitungan MAT hasil peramalan
Setelah nilai faktor penyeimbang yakni Ai dan Bd, dan matriks fungsi
hambatan didapat, maka untuk mendapatkan nilai pergerakan dari zona asal i ke
zona asal d dapat dicari dengan rumus ( )
Di mana:
Tid adalah jumlah pergerakan dari zona asal i menuju ke zona tujuan d
Ai dan Bd adalah faktor penyeimbang
Oi adalah jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd adalah jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d
f(Cid) adalah fungsi hambatan (ukuran aksesibilitas) antara zona i dan zona
d.
Perhitungan matriks asal tujuan (MAT) tahun peramalan 2016 dapat dilihat di
Lampiran C tabel 4.14.
-
62
4.1.15. Persentase asal dan tujuan pergerakan hasil peramalan
a. Persentase asal pergerakan
Berdasarkan data MAT hasil peramalan sebesar 20,98% penumpang
bangkit dari Aceh Timur, 19,03% dari Aceh Utara, 16,41% dari Bireuen, 12,03%
dari Pidie, 9,45% dari Lhokseumawe, 9,50% dari Banda Aceh, 6,81% dari
Langsa, 4,58% dari Pidie Jaya, dan 1,2% dari Aceh Tamiang.
Tabel 4.19 Persentase tarikan penumpang tahun ramalan 2016
Nomor
Zona Nama Zona
Bangkitan
Penumpang
2016
persentase
bangkitan
(%)
1 Banda Aceh 1.004.640 9,50
2 Pidie 1.272.417 12,03
3 Pidie Jaya 484.521 4,58
4 Bireuen 1.735.890 16,41
5 Lhokseumawe 999.642 9,45
6 Aceh Utara 2.012.978 19,03
7 Aceh Timur 2.218.689 20,98
8 Langsa 719.653 6,81
9 Aceh
Tamiang 126.866 1,20
Jumlah 10.575.296 100,00
-
63
b. Persentase tujuan pergerakan
Nomor
Zona Nama Zona
Tarikan
Penumpang
2016
persentase
tarikan
(%)
1 Banda Aceh 990.120 9,36
2 Pidie 1.331.779 12,59
3 Pidie Jaya 476,556 4,51
4 Bireuen 1.730.856 16,37
5 Lhokseumawe 1.019.014 9,64
6 Aceh Utara 2.132.471 20,16
7 Aceh Timur 2.031.042 19,21
8 Langsa 732.491 6,93
9
Aceh
Tamiang 130.967 1,24
Jumlah 10.575.296 100,00
Banda Aceh, 9,50
Pidie, 12,03
Pidie Jaya, 4,58
Bireuen, 16,41
Lhokseumawe, 9,45
Aceh Utara, 19,03
Aceh Timur; 20,98
Langsa, 6,81 Aceh Tamiang,
1,20
Banda Aceh
Pidie
Pidie Jaya
Bireuen
Lhokseumawe
Aceh Utara
Aceh Timur
Langsa
Aceh Tamiang
Gambar 4.3 Persentase asal pergerakan hasil peramalan
-
64
Berdasarkan data MAT hasil peramalan sebesar 20,16% penumpang
tertarik menuju Aceh Utara, 19,21% menuju Aceh Timur, 16,37% menuju
Bireuen, 12,59% menuju Pidie, 9,64% menuju Lhokseumawe, 9,36% menuju
Banda Aceh, 6,93% menuju Langsa, 4,51% menuju Pidie Jaya, dan 1,24%
menuju Aceh Tamiang.
4.2. Pembahasan
Hasil dari pengolahan data diketahui persentase pergerakan penumpang
yang bangkit dari suatu zona dan tertarik ke suatu zona. Berdasarkan data MAT
penumpang 2011 untuk 9 zona, sebesar 20,12% penumpang bangkit dari Aceh
Utara, 20,09% dari Aceh Timur, 16.05% dari Bireuen, 12.83% dari Pidie, 9,26%
dari Lhokseumawe, 8,81% dari Banda Aceh, 6,80% dari Langsa, 4,82% dari Pidie
Jaya, dan 1,23% dari Aceh Tamiang. Sementara itu, 21,34% penumpang menuju
Aceh Utara, 18,35% menuju Aceh Timur, 15,99% menuju Bireuen, 13,44%
menuju Pidie, 9,38% menuju Lhokseumawe, 8,63% menuju Banda Aceh, 6,88%
menuju Langsa, 4,72% menuju Pidie Jaya, dan 1,26% menuju Aceh Tamiang.
Banda Aceh, 9,36
Pidie, 12,59
Pidie Jaya, 4,51
Bireuen, 16,37
Lhokseumawe, 9,64
Aceh Utara, 20,16
Aceh Timur, 19,21
Langsa, 6,93
Aceh Tamiang, 1,24
Banda Aceh
Pidie
Pidie Jaya
Bireuen
Lhokseumawe
Aceh Utara
Aceh Timur
Langsa
Aceh Tamiang
Gambar 4.3 Persentase tujuan pergerakan hasil peramalan
-
65
Hasil dari analisis regresi linear bangkitan didapatkan persamaan sebagai
Y=-35.115,887+3,673x1, di mana x1 adalah jumlah penduduk. Nilai koefisien
determinasi (R2) dari analisis regresi linear diperoleh sebesar 0,653. Berdasarkan
Tabel 2.1 nilai koefisien determinasi tersebut menujukkan hubungan variabel
bebas terhadap variabel terikat tinggi. Hasil dari analisis regresi linear tarikan
didapatkan persamaan sebagai Y=-76.018,241+3,812x1, di mana x1 adalah jumlah
penduduk. Nilai koefisien determinasi (R2) dari analisis regresi linear diperoleh
sebesar 0,709. Berdasarkan Tabel 2.1 nilai koefisien determinasi tersebut
menujukkan hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tinggi
Hasil dari perhitungan kalibrasi parameter dengan menggunakan metode
anlisis regresi-linear didapat parameter fungsi aksesibilitas eksponensial negatif
sebesar 0,009226357. Parameter ini digunakan dalam persamaan fungsi
aksesibilitas (hambatan) yang dibuat dalam bentuk matriks.
Model matriks asal tujuan gravity terbaik ditentukan dengan
membandingkan sel matriks eksisting dengan sel matriks model dengan uji RMSE
(Root Mean Square Error). Dari perhitungan uji RMSE diketahui bahwa model
DCGR merupakan model gravity yang paling optimum karena memiliki nilai
RMSE terendah sebesar 528.893. Maka model ini dapat dijadikan model sebaran
pergerakan untuk keperluan peramalan.
Berdasarkan data MAT hasil peramalan sebesar 20,98% penumpang
bangkit dari Aceh Timur, 19,03% dari Aceh Utara, 16,41% dari Bireuen, 12,03%
dari Pidie, 9,45% dari Lhokseumawe, 9,50% dari Banda Aceh, 6,81% dari
Langsa, 4,58% dari Pidie Jaya, dan 1,2% dari Aceh Tamiang.
Sementara itu, berdasarkan data MAT hasil peramalan sebesar 20,16%
penumpang tertarik menuju Aceh Utara, 19,21% menuju Aceh Timur, 16,37%
menuju Bireuen, 12,59% menuju Pidie, 9,64% menuju Lhokseumawe, 9,36%
menuju Banda Aceh, 6,93% menuju Langsa, 4,51% menuju Pidie Jaya, dan
1,24% menuju Aceh Tamiang.
-
66
Berdasarkan data MAT hasil peramalan, pergerakan terbesar terjadi pada
Aceh Timur (zona 7) menuju Aceh Utara (zona 6) sebesar 881.983 penumpang.
Sementara itu pergerakan terkecil terjadi pada Aceh Tamiang (zona 9) menuju
Pidie Jaya (zona 3) sebesar 1.163 penumpang.