94873343 laporan kasus 2 diabetes melitus
TRANSCRIPT
LAPORAN KELOMPOK III
KASUS III
Sering Buang Air Kecil pada Malam Hari
Arif Heru El-fasiry
Naufal Rosar
Raja Darmawan
M. Irawan
Jessica Ady S.
Novita Yolanda
Minni Oktaviani
Tri Nining R.
TUTOR: dr. Donaliazarti, Mkes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2010/2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Kasus
SERING BUANG AIR KECIL PADA MALAM HARI
Penderita obesitas, ibu Anne, diantarkan ke UGD RS. Sayang Semua karena
mendadak pingsan. Ada apa gerangan? Dari pemeriksaan fisik didapatkan, turgor
kulit berkurang, ada luka di ibu jari kaki, yang menurut keluarganya sudah lama tapi
tak sembuh-sembuh. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS: 600 mg/dL,
kadar HbA1C: 10. Bau alkohol tercium dari nafas ibu Anne.
Suamunya menceritakan, ibu Anne sering sekali ke kamar kecil di malam
hari, bahkan biasanya 7 kali setiap malam.
Dokter memberikan infus NaCl 1 liter. Setengah jam kemudian GDS ibu
Anne diperiksa ulang, hasilnya: 510 mg/dL. Dilakukan pemasangan Douwwer
catheter dan diberikan suntikan insulin kepada ibu Anne.
I.2. Langkah-langkah PBL
I.2.1. Klarifikasi Term dan Konsep
1. Obeisitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan
skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan di dalam
tubuh.
2. Turgor adalah keadaan menjadi turgid (membengkak dan tersumbat).
3. GDS adalah gula darah sewaktu untuk diperiksa saat pasien datang.
4. HbA1C adalah Hb yang telah terglikasi oleh glukosa normalnya < 7%.
5. Insulin adalah hormon yang disekresikan oleh sel-β pankreas apabila
kadar gula meningkat.
2
Kata Kunci
Nama : Ibu Anne
Umur : -
Alamat : -
Pekrjaan : -
RPS :
- Penderita obesitas
- Mendadak pingsan
RPD:
- Sering ke kamar kecil pada malam hari
- Ada luka di kaki dan tidak sembuh-sembuh
RPK: -
Sosek & Gizi: -
Pemfis:
- Turgor kulit berkurang
- Ada luka di kaki
- Nafas bau alkohol
Pem. Lab :
- GDS: 600 mg/dL
- HbA1C: 10%
- GDS diperiksa ulang menjadi: 510 mg/dL
Penatalaksanaan :
- Memberikan infus NaCl 1 L
- Dilakukan pemasangan douwwer catheter
- Diberikan suntikan insulin
I.2.2. Analisa Problem
1. Apa yang menyebabkan ibu Anne mendadak pingsan?
2. Mengapa turgor kulit ibu Anne berkurang?
3
3. Mengapa luka di ibu jari kakinya sukar sembuh?
4. Mengapa pasien sering BAK pada malam hari?
5. Apa hubungan antara obesitas dengan penyakit pasien?
6. Mengapa dokter melakukan pemasangan kateter pada ibu Anne dan
memberikan insulin?
7. Apa hungan pemberian NaCl dengan penurunan GDS pada pasien?
8. Apa patorgenesis dari penyakit ibu Anne?
9. Mengapa turgor kulit pada pasien menurun?
10. Apa pengertian dari DM?
11. Sebutkan etiologi DM?
12. Sebutkan klasifikasi DM?
13. Bagaimana manifestasi klinis DM?
14. Bagaimana cara mendiagnosis DM?
15. Apa saja diagnosis banding DM?
16. Apa saja komplikasi DM?
17. Jelaskan apa saja faktor resiko DM?
18. Bagaiman penatalaksanaan DM?
19. Bagaimana cara mengedukasi pada pasien DM?
20. Apa prognosis DM?
I.2.3. Brainstorming
1. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat.
2. Diabetes melitus dibagi menjadi 2 yaitu: DM tipe-1 dan DM tipe-2.
3. DM tipe satu biasanya diderita oleh anak-anak sedangkan DM tiepe-2
sering diderita oleh orang dewasa yang umurnya > 40 tahun.
4. Faktor resiko DM adalah faktro keturunan, obesitas, faktor usia, stress,
dll.
4
5. Gejala DM adalah polidipsi, poliuri, polifagi, kesemutan pada jari kaki
dan tangan, penglihatan kabur, luka sukar sembuh, gairah seks menurun,
dll.
6. Mekanisme polidipsi, hal ini terjadi karena telah terjadi deuresi osmotik,
sehingga cairan tubuh banyak keluar lewat urin. Sehingga pada malam
hari pasien sering kencing (poliuria).
7. Mekanisme polifagi, hal ini terjadi karena tubuh sel mengalami
kekurangan glukosa karena kadar insulin yang kurang atau karena
reseptor insulin yang berkurang sehingga sel tidak mendapatkan bahan
bakarnya (glukosa), ini akan mengakibatkan sel mengeluarkan signal
yang akhirnya akan mempengaruhi pusat lapar, sehingga pasien terasa
kelaparan terus.
8. Tanda penderita DM adalah dehidrasi, hipotensi, nadas kusmaul, nafas
bau alkohol, bingung, kelelahan, dll.
9. Penatalaksanaan ganti cairan, infus dekstros 5 %, dan berikan insulin.
I.2.4. Spider Web
5
DM
Manifestasi Klinis
Klasifikasi
Etiologi
Pengertian
KomplikasiDiagnosis
Prognosis
Patogenesis
Faktor Resiko
Edukasi
Penatalaksanaan
HHNKKetoasidosis DM
Non-farmakoFarmako
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.1
II.2. Etiologi1,2
1. Diabetes Melitus Tipe 1
a) Melalui proses imunologik
b) Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
a) Defek genetik funsi sel-β:
Kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)
DNA mitokondria
Insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)
HNF-1 (MODY 5)
NeuroD1 (MODY 6)
Subunits of ATP-sensitive potassium channel
Proinsulin or insulin conversion
b) Defek genetik kerja insulin:
Type A insulin resistance
Sindrom Rabson-Mendenhall
Sindrom Lipodystrophy
6
c) Penyakit eksokrin pankreas:
Pankreatitis
Trauma/pankreatektomi
Neoplasma
Kista fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
d) Endokrinopati:
Akromegali
Sindrom cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
e) Karena obat/zat kimia:
Vancor, interferon
Pentamidin, tiazin, dilatin
Asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid
f) Infeksi : rubella kongenital dan CMV
g) Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
h) Sindroma genetik lain : Sindrom Down, Kliniferter, Turner,
Huntington Chorea, Sindrom Prader Willi.
4. Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan)
II.3. Faktor Resiko
Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan. Artinya
bila orang tuanya menderita diabetes, anak-anaknya akan menderita diabetes juga.
Hal itu memang benar. Tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Diperlukan faktor
lain yang disebut faktor resiko atau faktor pencetus misalnya:1
Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)
Obesitas (terutama yang bersifat sentral)
7
Pola makan yang salah
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
Proses penuaan
Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm Hg)2
Dyslipidemia HDL kolesterol < 40 mg/dL atau TG > 150 mg/dL
Stress
II.4. Klasifikasi
II.4.1.Diabetes Melitus Tipe I / Juvenile
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen
insulin; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes
tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua
subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan
(b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.3
II.4.2. Diabetes Melitus Tipe II / Onset maturitas
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan
tipe nondependen insulin.Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.3
Tabel 01: Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2.1,4
Type 1 (insulin dependent) Type 2 (non-insulin dependent)
Nama lama
Epidemiologi
DM Juvenil
Anak-anak/remaja(biasanya berumur < 30 tahun)
DM Dewasa
Orang tua (biasanya berumur > 30 tahun)
Berat badan Biasanya kurus Sering ebesitas Heredity HLA-DR3 or DR4 in > 90% Tidak ada hubungan HLA Patogenesis Penyakit Autoimmune : Tidak berhubungan dengan
8
autoimun Islet cell autoantibodies Insulin resistance Insulitis
Klinikal Defisiensi Insulin Defisiensi Partial insulin Berhungan dengan ketoacidosis Berhubungan dengan
hyperosmolar Pengobatan Insulin, diet, olah raga Diet, olah raga, tablet, insulin
Biochemical Kemungkinan kehilanganpeptida-C Persisten peptida-C
II.4.3. Diabetes Gestasional (GDM)
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kah selama kehamilan dan
memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional
terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek
metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabeto-
genik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin
akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada
kehamilan.3
Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah
kriteria yang diusulkan oleh O'Sullivan dan Mahan (1973). Menurut kriteria ini,
GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui
sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa, 105 mg/dl; I jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165
mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita
berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi
kematian janin viabel yang lebih tinggi. kematian janin viabel yang lebih tinggi.
Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia
kehamilan 24 hingga 28 minggu.3
9
II.5. Patogenesis
II.5.1. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada diabetes tipe 1 timbul karena adanya reaksi atoimin yang disebabkan
adanya peradangan pada sel-β insulinitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi
terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta)
dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel-β.
Insulinitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie,
rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis itu hanya sel-β,
biasanya sel-α dan delta tetap utuh.1
Gambar 01: Skema proses perjalanan DM tipe 1.1
II.5.2. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
10
Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun anak
kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka
glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama
dengan pada DM tipe 1. Peebedaannya adalah DM tipe 2 di samping kadar glukosa
tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal keadaan ini disebut resistensi insulin.1
Gambar 02: Mekanisme skeresi insulin pada sel-β pankreas.2
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel-β berkurang sampai 50-60% dari
normal. Jumlah sel-α meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah
jaringan amiloid pada sel-β yang disebut amilin.1
11
Gambar 03: Mekanisme signal transduksi insulin normal, berbeda pada orang
penderita DM jumlah reseptor insulin menurun sehungga glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel sehingga glukosa darah meningkat.5
II.5.3. Diabetes Gestational
Diabetes gestasional (GDM)dikenali pertama kah selama kehamilan dan
memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional
terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek
metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabeto-
genik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin
akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada
kehamilan.3
12
Gambar 04: Skema mekanisme pada diabetes gestasional.6
II.6. Manifestasi Klinis
II.6.1. Gejala Khas
1. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi
di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam
darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil
dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan
lemak dan otot sehingga menjadi kurus.1
2. Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu
13
penderita, terutama pada waktu malam. Untuk mekanisme lihat gambar 05 dibawah
ini.1
3. Banyak minum (polidipsia)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab
rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan
rasa haus itu penderita minum banyak. Untuk lebih jelanya lihat gambar 05 dibawah
ini.1
Gambar 05: Mekanisme poliuria dan polidipsia.3
14
4. Banyak makan (polifagia)
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, oleh karena itu penderita
selalu merasa lapar.1
II.6.2. Gejala Tidak Khas
1. Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur.1
2. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat
melihat dengan baik.1
3. Gatal/bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya
bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.1
4. Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara
terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat
yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut
kemampuan atau kejantanan seseorang.1
15
5. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.1
II.7. Komplikasi
II.7.1. Komplikasi Metabolik Akut
dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis.3
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang
terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis
setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3
unit/jam.7
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan
kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991
yang dilakukan Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia
sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar
65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan
dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak
memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.1
16
Penyebab Hipoglikemia
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan
yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling
serius pada diabetes tipe 1 adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini
bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun,
dan pasien akan mengalami hal berikut:7
Hiperglikemia
Hiperketonemia
Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen
dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat
menjadi hipotensi dan mengalami syok.3,7
17
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami
koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena
pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan
pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.3
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik7
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)
Tabel 02: Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik1
JAM KE
INFUS I INFUS II KOREKSI K+ KOREKSI HCO3
18
0
2 kolf. ½ jam
1 kolf. ½ jam
1
2 kolf
2
1 kolf
3
1 kolf
4
½ kolf
5
Pada jam ke-2: Bolus 180 mU/kgBBDilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/kgBB dalam NaCl 0,9%
Bila gula darah <200 mg/dl, kecepatan dikurangi 45 mU/jam/kgBB
Bila gula darah stabil 200-300 mg/dl selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 unit/jam disamping dilakukan sliding scale setiap 6 jam, bila kadar glukosa darah:
Insulin sk< 200 -200-250 5 U250-300 10 U300-350 15 U>350 20 U
Bila stabil dilanjutkan dengan sliding scale tiap 6 jam.
50 mEq/6 jam (dalam
infus)
Bila kadar K+
<3 3-4,5 4,5-6 >6
75 50 25 0
mEq/ 6 jam
Bila pH
<7 7-7,1 >7,1
100 50 0
mEq/HCO3
26 13
mEq K+ mEq K+
Bila gula darah < 200 mg/dl ganti dextrose 5%Chek CVPCatatan: 1 kolf = 500 cc
Stelah sliding tiap 6 jam
dapat diperhitungkan
insulin sehari
3 x sehari sebelum
makan, bila os sudah
makan.
Bila sudah sadar beri K+
oral selama seminggu
bila pH meningkat
K+ akan menurun
oleh karena itu
pemberian
bikarbonat disertai
dengan pemberian K+
19
B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita
diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif,
hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:3
Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Dehidrasi berat
Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun
reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi.
Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.1
Tanda-tanda Hipoglikemia
1) Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitug sederhana.
3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung,
bibir atau tangan, berdebar-debar.
4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral
ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:1
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
20
Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan
simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
Penatalaksanaan Hipoglikemia
21
Gambar 06: Skema Penatalaksanaan Hipoglikemia.1
22
II.7.2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati7
- Retinopati, catarak penurunan penglihatan
- Nefropati gagal ginjal
- Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak
- Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis
- Kelainan pada kaki ulserasi, atropati
B. Makrovaskular7
- Sirkulasi koroner iskemi miokardial/infark miokard
- Sirkulasi serebral transient ischaemic attack, strok
- Sirkulasi claudication, iskemik
II.7.3. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya Penyulit
Tidak semua orang sama untungnya untuk tidak mendapat warisan penyakti
DM. demikian pula tidak semua penderita DM akan sama kesempatannya untuk
terhindar ataupun untuk mendapat penyulit DM.Di antara para penderita DM
memang terdapt 2-25% yang beruntung, walupun sudah lama mengidap DM, tetapi
tidak menunjukkan kelainan vaskular yang berarti, dan didapatkan 5% yang
walaupun kadar glukosa darahnya hanya sedikit meningkat dan belum lama
meningkatnya, tetapi sudah mengidap kelainan vaskular yang lanjut.1
Berbagai faktor yang berpengaruh pada terjadinya penyulit. Secara garis besar
faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kejadian penyulit DM dapat di bagi
menjadi:1
Faktor genetik atau keturunan
Faktor metabolik – faktor glukosa darah dan metabolit lain yang
abnormal.
23
A. Hipotesis Genetik
Timbulnya kelainan pada pembuluh darah penderita DM tidak berhubungan
dengan abnormalitas metabolik pasien, tetapi memang sedikit banyak sudah
ditentukan oleh faktor genetik, siapa-siapa yang cenderung timbul penyulit vaskular
dan siapa-siapa yang tidak. Kelompok ini ditunjang oleh penelitian Siperstein yang
mendapatkan adanya kelainan pada membran basal otot penderita DM (pada 90%
penderita DM ) dan juga mendapatkan kelainan serupa pada 53% orang normal yang
kedua orang tuanya mengidap DM.1
B. Hipotesis Metabolik
Terjadinya penyulit kronik DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang
ditemui pada pengidap DM. Atas dasar hipotesis ini Kelly West lebih setuju
menganggap kelainan vaskular sebagai manifestasi patologis DM daripada sebagai
penyulit, karena eratnya hubungan dengan kadar glukosa darah yang abnormal.
Sedang untuk mudahnya timbul infeksi seperti misalnya tuberkulosis, disebut sebagai
komplikasi DM.1
Data dari pasien dengan transplantasi ginjal mendukung hipotesis ini, baik
ginjal normal yang kemudian menunjukkan kelainan khas DM setelah
ditransplantasikan pada penyandang DM atau sebaliknya ginjal penyandang DM yang
menjadi normal setelah ditransplantasikan pada orang normal.1
Beberapa penelitian retrospektif (belgia-pirart) dan prospektif (penelitian
steno mengenai retinopati pada penyandang DM yang diobati dengan insulin
konvensional dibanding dengan cara infus) mendukung hipotesis metabolik ini.1
Hasil penelitian DCCT pada penyandang DM tipe 1 juga mendukung
hipotesis ini. Pada penelitian multisenter jangka panjang tersebut, dapat dibuktikan
bahwa pengobatan intensif dengan menggunakan cara infus insulin dapat mencegah,
menghambat timbulnya maupun progresi penyulit kronik DM (retinopeti dan
nefropati).1
24
Mengenai patogenesis terjadinya penyulit kronik DM akibat hiperglikemia
juga ada berbagai teori yang dianjurkan untuk mencoba menerangkannya.
Diantaranya yang terkenal adalah:1
Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukkan glukosa pada sel dan
jaringan tertentu yang dapat mentransportasi glukosa kedalam sel tanpa insulin.
sebagian diantaranya akan dimetabolisme melalui sorbitol dengan enzim aldose
reduktase menjadi fruktosa. Sorbitol yang tertumpuk pada sel/jaringantersebut akan
menyebabkan terjadinya penyulit kronik DM teori ini tidak dapat menerangkan
terjadinya semua penyakit DM.1
Gambar 07: Sekematik jalur metabolisme glukosa dalam lensa 90% akan melalui
jalur hexokinase pada keadaan normal. Namun pada orang-oran
gdiabetik jalur tersebut akan berubah melalui polyol pathway yang akn
di ubah menjadi sorbitol.8
25
Enzim Aldos Reductase (AR) mengkatalis glukosa glukosa menjadi sorbitol
melalui polyol pathway, proses berhubungan dengan perkembangan dari katarak
diabetik. Akumulasi intraselular dari sorbitol akan menjadikan perubahan osmotik
yang berakibat pada jaringan lensa “hidrofik” menjadi degenerasi dan menghasilkan
katarak diabetik.9
Pada lensa, sorbitol lebih cepat dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol
dehidrogenase/polyol dehydrogenase. Peningkatan akumulasi sorbitol menciptakan
efek hiperosmotik yang mengakibatkan pada pemasukan cairan di gradient osmotik.
Temuan ini membantu untuk menemukan tentang “osmotic hypothesis” pada susunan
katarak diabetik, menekankan bahwa peningkatan cairan intraselular adalah respon
dari AR-mediated accumulation polyols yang mengakibatkan udem pada lensa.
Penelitian menunjukkan stress osmotik pada lensa menyebabkan akumulasi sorbitol
yang merangsang kematian sel epitel lensa. 9
Akumulasi sorbitol merangsang stress pada retikulum endoplasma (RE),
sebagai tempat yang utama pensintesis protein, penyebab utama penghasil radikal
bebas. Stress pada RE bisa juga disebabkan dari lonjakan kadar glukosa yang
mengawali respon banjir protein (UPR) yang menghasilkan spesifik oksigen reaktif
(ROS) dan menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat lensa.9
Kesimpulan, bermacam-macam hipotesis yang mendukung tetang mekanisme
terbentuknya katarak diabetik produksi polyols yang berasal dari glukosa oleh enzim
aldos reductase (AR), dengan akibat peningkatan stress osmotik pada serat lensa yang
menampakan gejala awal seperti udema dan pecah.9
Teori Glikasi.
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya proses glikasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada
26
protein membran basal dapat menerangkan semua kejadian komplikasi DM baik
penyulit mikro maupun makrovaskular DM.1
Mengingat bahwa kalau penyulit kronik sudah timbul sulit untuk
memperbaikinya kembali, diagnosis dan penyulit kronik sangat diperlukan. Pada
semua penyandang DM harus diperiksa dan dicari adanya penyulit kronik ini secara
berkala.1
II.8. Diagnosis Diabetes Melitus
II.8.1. Anamnesis
Diabetes melitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma
hiperglikemia, disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsi,
nokturia), efek samping diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular
perifer, neuropati perifer), atau komplikasi akibat meningkatnya keretanan terhadap
infeksi (misalnya ISK, ruam kandiada). Keadaan ini juga bisa ditemukan secara tidak
sengaja saat melakukan pemeriksaan darah atau urin.10 Maka hal di atas harus
ditanyakan secara lengkap!
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien diketahui mengidap diabetes? Jika ya, bagaimana
manifestasinya dan apa obat yang didapat? Bagaimana pemantauan untuk kontrol:
frekuensi pemeriksaan pemeriksaan urin, tes darah, HbA1C, buku catatan, kesadaran
akan hipoglikemia? Tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya.10
- Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hipergikemia.
- Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit
vaskular perifer (klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan
kaki, impotensi), neuropati perifer, neuropati otonom (gejala
gastroparesis – muntah, kembung, diare).
27
- Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser.
- Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida.
- Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria).
- Hipertensi – tetapi.
- Diet/berat badan/olahraga.
Riwayat Pengobatan10
- Apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet saja, obat-obatan
hipoglikemia oral, atau insulin?
- Tanyakan mengenai obat yang bersifat diabetogenik (misalnya
kortikosteroid, siklosporin)?
- Tanyakan riwayat merokok atau penggunaan alkohol?
- Apakah pasien memiliki alergi?
Riwayat Keluarga dan Sosial10
- Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga?
- Apakah diabetes mempengaruhi kehidupan?
- Siapa yang memberikan suntikan insulin/tes gula darah, dan sebagainya
(pasangan/pasien/perawat)?
II.8.2. Pemeriksaan Fisik
Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh
tubuh. Maka dalam pemeriksaan fisik harus dialkukan pemeriksaan secara lengkap.
Dan biasanya ditemukan beberapa kelainan sebagai berikut:7
28
Gambar 08: Keadaan-keadaan yang mungkinditemukan dalam pemeriksaan fisik.7
29
II.8.3.Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko
DM sebagai berikut:1
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.
3. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam keluarga
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000
gram
6. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau TG ≥ 250 mg/dl
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan
GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan
TGT dan GDPT merupakan tahap sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun
kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM. 1/3 tetap TGT dan 1/3
lainya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. pada
kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi
dan dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi
DM dapat ditegakkan sedini mungkindan penegahan primer dan skunder dapat segera
diterapkan.1
Pemeriksaan penyaring dapat dialakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.1
30
Tabel 03:Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM.1
Bukan DM Belum pasti
DM
DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma Vena < 110 110-199 ≥200
Plasma Kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa
darah puasa
(mg/dl)
Plasma Vena < 110 110-125 ≥126
Plasma Kapiler < 90 90-109 ≥110
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus dan Gangguan Toleransi Glukosa1,2
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥200 mg/dl
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl
3. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah diberi beban
glukosa 75 gram pada TTGO.
II.8.4. Langkah-langkah Untuk Menegakkan Diagnosis DM dan Gangguan
Toleransi Glukosa
Diangnosi klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidka dapat dijelaskan
sebabny. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan,
gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien
wanita. Jika keluahan khas pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl sudah
31
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa ≥126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.1
Untuk keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali
saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar
glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl pada hari
yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa
darah pasca pembebanan ≥200 mg/dl.1
32
Gambar 09:Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa.1,11
II.9. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
II.9.1. Non-farmakologi
Dalam mengelola DM untuk jangka pendek tujuannya adalah menghilangkan
keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka
panjangnya lebih jauh lagi, yaitu mencegah penyulit, baik makroangipati,
mikroangiopati maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbidilitas dan
mortalitas DM.1
Mengingat mekanisme dasar kelianan DM tipe 2 adalah terdapatnya faktor
gentik, resistensi insulin dan insufisiensi sel-β pankreans, maka cara-cara untuk
memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah pengelolaan.
Dalam mengelola DM langkah pertama yang harus di lakukan adalah pengelolaan
non-farmakologis, berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani.1
Lima pilar utama pengelolaan DM1
1. Perencanaan makanan
2. Latihan jasmani
3. Obat berkhasiat hipoglikemik
33
Keterangan:
GDP: Glukosa Darah Puasa
GDS: Glukosa Darah Sewaktu
GDPT: Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT: Toleransi Glukosa Terganggu
TTGO: Tes Toleransi Glukosa Oral
4. Penyuluhan (edukasi)
5. Pemeriksaan glukosa mandiri
A. Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut:1
- Karbohidrat : 60-70%
- Protein : 10-13%
- Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat bdan idaman.1
Untuk penentuan status gizi, dipakai body mass index (BMI) = indeks massa
tubuh (IMT).
Klasifikasi IMT:
- Berat badan kurang : <18,5
- Berat badan normal : 18,5-22,9
- Berat badan lebih : ≥ 23,0
Dengan resiko : 23,0-24,9
Obes I : 25,0-29,9
Obes II : ≥ 30,0
Penentuan kebutuhan kalori11
34
BMI = IMT = BB (kg)
TB (m)2
Kalori basal
Laki—laki : BB idaman x 30 kalori /kg = ........kalori
Wanita : BB idaman x 25 kalori/kg = .........kalori
Koreksi / Penyesuaian
Umur > 40 tahun : -5 % x kalori basal = - ..........kalori
Aktivitas ringan : +10% x kalori basal = + ..........kalori
sedang : + 20% x kalori basal
berat : +30% x kalori basal
BB gemuk : -20% x kalori basal = - /+..........kalori
lebih : -10% x kalori basal
kurang : + 20% x kalori basal
Stres metabolik : + (10-30%) x kalori basal = + ............kalori
Hamil trimester I & II = + 300 kalori
Hamil trimester III / laktasi = + 500 kalori
Total kebutuhan = ..............kalori
Note: RUMUS BROCA
BB idaman = (TB-100)-10%
- BB kurang = < 90% BB idaman
- BB normal = 90-110% BB idaman
- BB lebih =110-120% BB idaman
- Gemuk = >120 % BB idaman
B. Latihan Jasmani
35
Manfaat :
menurunkan kadar glukosa darah (mengurangi resistensi
insulin ,meningkatkan sensitivitas insulin)
menurunkan berat badan
mencegah kegemukan
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik , gangguan
lipid darah , peningkatan tekanan darah,hiperkoagulasi darah.
Prinsip : Continuous , Rhytmic , Interval , Progressive , Endurance (CRIPE)1
Continuous adalah latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-
menerus tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit , maka selama 30 menit
pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
Rhytmic adalah latihan olah raga harus dipilih yang berirama,yaitu otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur.Contoh: jalan
kaki,jogging,berlari,berenang,bersepeda,mendayung.
Intervaladalah latihan dilakukan selang seling antara gerak cepat dan
lambat.Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan lain-
lain.
Progressiveadalah latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit
Enduranceadalah latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur ), jogging, berenang,
dan bersepeda.
Dalam latihan jasmani ada hal-hal yang perlu dihindari sebagai berikut:
- Hindari berlatih pada suhu terlalu panas/dingin
36
- Bila kadar glukosa darah > 250 mg/dl . Jangan melakukan latihan
jasmani berat ( misalnya bulu tangkis , sepak bola , dan olah raga
permainan lain )
- Jangan teruskan bila ada gejala hipoglikemia
C. Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang
perubahan prilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan menyesuaikan keadaan
psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral
dari asuhan perawatan pasien diabetes.1
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan memberikan penyuluhan
kesehatan antara lain:1
Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama dan dalam
kebahagiaan.Kwalitas hidup sudah merupakan kebutuhan bagi
seseorang,bukan hanya kuantitas.Seseorang yang bertahan hidup,tetapi
dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan
stabilitas keluarga.
Untuk membantu penderita DM agar mereka mampu merawat dirinya
sendiri sehingga komplikasi yang mungkin timbul bisa dikurangi
selain itu jumlah hari sakit dapat ditekan.
Agar penyandang DM dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya
dalam masyarakat.
Agar penyandang DM dapat lebih produktif dan bermanfaat
Menekan biaya perawatab baik yang dikeluarkan secara
pribadi,keluarga ataupun nasional.
37
II.9.2. Farmakologi
A. Sulfonil urea
Obat golongan ini sudah dipakai pada pengelolaan diabetes sejak 1957.
Berbagai macam obat golongan ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang
serupa, demikian juga efek klinis dan mekanisme kerjanya. Beberapa informasi baru
mengenai obat golongan ini ada, terutama mengenai efek farmakologis pada
pemakaian jangka lama dan pemakaiannya secara kombinasi dengan insulin.1
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel-β pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat
pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresikan insulin.
Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1. Efek ekstra prankreas yaitu
memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi tidak penting karena ternyata obat ini
tidak bermanfaat pada pasien yang insulinopenik.1
Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea:
1. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)
2. Menurunkan ambang sekresi insulin
3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini semuanya mempunyai cara kerja yang serupa, berbeda
dalam hal masa kerja, degradasi dan aktivitas metabolitnya. Semuanya dapat
menyebabkan hipoglikemia yang mungkin dapat fatal. Untuk mengurangi
kemungkinan hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya
paling pendek. Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak dipakai
pada usia lanjut.1
Kombinasi Sulfonilurea dengan Insulin
38
Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa
darah sepanjangn hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasnya.
Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak
tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin
kerja sedang malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga
kadar glukosa darah puasa dapat menjadi lebih rendah. Selanjutnya kadar glukosa
darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasanya.1
Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada insulin
saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Selain itu pasien
lebih bisa menerima cara pengelolaan kombinasi daripada pengelolaan dengan
suntikan yang lebih sering.1
B. Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjnya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.1
C. Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi
glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa dari
usus pada keadaan sesudah makan.1
Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan
penurunan sampai di bawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat
hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan
39
sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada
pemakaian tunggal, metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20%.
Kadar insulin plasma basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat
badan seperti pada pemakaian sulfonilurea.1
D. Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sensitivitas insulin. dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini
bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di
hati.1
Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat kerjanya pada sasaran
kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk mengatasi berbagai
manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak
menyebabkan kelelahan sel-β pankreas.1
E. Penghambat Glukosidase Alfa
obat ini bekerja secara kompetitif megnhambat kerja enzim kosidase alfa di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial.1
obat ini bekerja di dalam lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia
dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek samping akibat maldigestif
karbohidrat berupa gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatus dan diare.1
F. Insulin
Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM tipe 2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi
sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkindiberikan adalah insulin.1
40
Disamping pemberian insulin secara konvensional 3 kali sehari dengan
memakai insulin kerja cepat, insulin dapat pula diberikan dengan dosis terbagi insulin
kerja menengah dua kali sehari dan kemudian diberikan campuran insulin kerja cepat
dimana perlu sesuai dengan respons kadar glukosa darahnya. Umumnya dapat juga
pasien langsung diberikan insulin campuran kerja cepat dan menengah dua kali
sehari.1
Kombinasi insulin kerja sedang yang diberikan malam hari sebelum tidur
dengan sulfonilurea tampaknya memberikan hasil yang lebih baik daripada dengan
insulin saja, baik satu kali ataupun dengan insulin campuran. Keuntungannya pasien
tidak harus dirawat dan kepatuhan pasien tentu lebih besar.1
Kriteria Pengendalian
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl)
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
AIC (%)
Kolestrol total (mg/dl)
Kolestrol LDL (mg/dl)
Kolestrol HDL (mg/dl)
Trigliserida (mg/dl)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmhg)
80-109
110-144
<6,5
<200
<100
>45
<150
18,5-22,9
<130/80
110-125
145-179
6,5-8
200-259
100-129
150-199
23-25
130-140/80-90
≥126
≥180
>8
≥240
≥130
≥200
>25
>140/90
Untuk pasien berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi
dari pada biasanya (pausa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian
pula kadar lipid, tekanan darah, dll mengacu pada batasan kriteria pengendalian
sedang.1
41
Tabel 04: Jenis-jenis Obat-obatan Hipoglikemia
Nama Generik Merk dagang
Dosis harian (mg)
Dosis awal(mg)
Lama kerja(jam)
Frekuensi pemberian
Sulfonilurea:
Khlorpropamid(100-250 mg)Tolbutamid(500)Glibenklamid(2.5-5 mg)
Glipizid(5mg-10mg)
Gliclazid(80 mg)
Gliquidon(30mg)Glimepirid(1mg, 2mg, 3mg, 4mg)
Diabinese
Rastinon
DaonilEugluconRenabeticProdiabetMinidiabGlucotrol XLDiamircon MR(30 mg)PedabGlikamelGlicabGlucodexGlurenorrn
AmarylAmadiab
100-500
500-2000
2.5-5
5-20
30-120
80-240
30-120
6
-
-
-
5
30
80
30
1
24-36
6-12
12-24
10-16
24
10-20
-
-
1
2-3
1-2
1-21
1
1-3
1-3
1
Glinid:Repaglinide(0.5 mg,1 mg,2 mg)Nateglinid(120 mg)
Novonorm
Starlix
6
360
0.5
-
-
-
1-3
3
Golongan Biguanid:
42
Metformin(500-850)
GlucophageDiabexNeodipar
250-3000 - 6-8 1-3
Golongan tiazolindion/Glitazon:Pioglitazone(15mg-30mg)
Actos 15-30 15 24 1
Golongan penghambat α-glukosidase:Acarbose(50-100mg)
Glucobay 50-300 1-3
KombinasiMetforminDengan Glibenklamid(250/1.25 mg, 500/2.5mg)
Glucovance 250/1.25-1000/5
250-1.25
6-24 1-4
Kombinasi Obat Hipoglikemia Oral
Kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dan isulin dapat dimulai jika
dengan OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi
namun kadar glukosa darah belum tercapai. Pada keadaan ini dipikirkan adanya
kegagalan pamakaian OHO. Untuk kombinasi ini, insulin kerja sedang dapat
diberikan pada pagi atau malam hari.1
Indikasi Pemakaian Obat Hipoglikemia Oral:1
1. Diabetes sesudah umur 40 tahun
2. Diabetes kurang dari 5 tahun
3. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit perhari
4. DM tipe 2, berat normal atau lebih
43
Gambar 10: Skema pemberian OHO1
II.10. Pencegahan
II.10.1. Usaha Pencegahan Primer
Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya diabetes melitus. Untuk dapat
menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan primer harus dikanali dahulu
faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes melitus. Faktor yang
berpengaruh pada terjadinya diabetes melitus adalah:1
44
Keterangan:
OHO: Obat Hipoglikemia Oral
STT: Sasaran Tak Tercapai
DIT: Dosis Isulin Total
Faktor keturunan
Faktor kegiatan jamnasi yang kurang
Faktor kehemukan/distribusi lemak
Faktor nutrisi berlebihan
Faktor lain, obat-obatan, hormon
Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya DM. keturunan oang yang
mengidap DM (apalagi kalau kedua orang tuanya mengidap DM jelas lebih besar
kemungkinannya untuk mengidap DM daripada orang normal). Demikian pula
saudara kembar identik pengidap DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga
mengidap DM nantinya.1
Faktro keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi faktor
lingkuangan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih) merupakan faktor yang
dapat diubah dan diperbaiki.1
Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat
tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang
beresiko tinggi untuk kemudian mengidap DM.1
Orang-orang yang menpunyai resiko tinggi untuk mengidap DM1
1. Orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya
2. Orang yang berpotensi untuk terganggu toleransi glukosnya
- Ibu dengan DM saat hamil
- Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg
- Saudara kembar DM
- Anak yang kedua orang tunya DM
- Orang/kelompok yang mangalami perubahan pola/gaya hidup
ke arah kegiatan jasmani yang kurang
- Orang yang juga mengidap penyakit yang sering timbul
bersama dengan DM, seperti tekanan darah tinggi,
dislipidemia, dan kegemukan.
45
Tindakan yang di lakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi:
penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan
memberikan pedoman sebagai berikut:1
Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
- Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
- Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
- Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur dan
tinggi badan
Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan
Menghindari obat yang bersifat diabetogenik
II.10.2. Usaha Pencegahan Sekunder
Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri penderita
DM. karena itu dianjurkan untuk setiap kesemapatan terutama untuk meraka yang
mempunyai resiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan penyaring glukosa darah.
Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk
diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai
diyakini benar mereka mengidap DM.Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini
DM kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut.1
Pengelolaan untuk mencegah terjadinya penyulit dikerjakan bersama bersama
oleh dokter dan para petugas kesehatan. Peran dokter dalam mendapatkan hasil
pengendalian glukosa darah yang baik sangat menonjol. Walapun demikian, hasil
pengelolaan yang baik tidak akan dapat dicapai tanpa keikutsetaan aktif para
penderita DM.1
Tujuan pengelolaan DM1
Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan gejala DM.
46
Jangka panjang : mencegah penyulit DM baik mikroangiopati,
makroangiopati maupun retinopati.
Saran untuk mencapai sasaran kadar glukosa darah yang terkendali baik telah
berulangkali dikemukakan dan telah berulang kali pula dibicarakan dan ditekankan
kembali oleh para pengelola kesehatan pada setiap kesempatan pertemuan dengan
penderita DM.1
Secara garis besar sarana tersebut adalah:1
- Perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan
berat badan idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Kegiatan jasamani yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien.
- Obat-obatan, baik berbagai macam obat yang diminum maupun obat
suntik insulin.
- Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan
penyulitnya agar kemudian didapatkan pengertian yang baik dan
keikutsertaan pasien dalam usaha untuk mengendalikan kadar
glukosa darahnya.
II.10.3. Uasah Pencegahan Tersier
Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya
kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat
penyulit DM adalah:1
Pembuluh darah otak : stroke dan segala gejala sisanya
Pembuluh darah mata : kebutaan
Pembuluh darah ginjal : gagal ginjal kronik
47
Pembuluh darah tungkai bawah : amputasi tungkai bawah
Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi
dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping
tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.1
Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini adalah:
Mata - pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan.
Paru - pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau
kalaukeluhan batuk kronik.
Jantung - pemeriksaan berkala EKG/uji latihan jantung secara berkala
setiap tahun atau kalau ada keluhan nyeri dada.
Ginjal - pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein
dalam urin.
Kaki - pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai
cara perawatan kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kaki diabetik dan kecacatan yang mungkin kemudian ditimbulkan.
Pengelolaan penyulit kronik DM pada umumnya dapat dikerjakan sebagai
berikut:1
PJK - Pengelolaan gagal jantung, infark
- Pengelolaan penyempitan koroner
- Konservatif dan medikamentosa
- Invasi –bedah pintas koroner
- Angioplasti
PVD - Pengelolaan koservatif dengan medikamentosa, mengatasi infeksi
Retina - Fotokoagulasi
48
- Vitrekstomi dengan endolaser
Gagal ginjal - Pengelolaan konservatif dengan diet dan obat
- Pengelolaan dengan tindakan: hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi ginjal.
Dengan berbagai usaha pencegahan tersebut para penderita DM diharapkan
dapat hidup sehat bersama DM seperti orang sehat atau normal, terutama dalam
kaitannya dengan penyulit manahun DM.1
49
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
1. Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
2. Diabetes Melitus Tipe 1
c) Melalui proses imunologik
d) Idiopatik
3. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin).
4. Diabetes Melitus Tipe Lain: Defek genetik funsi sel-β, Defek genetik kerja
insulin, Endokrinopati, Sindroma genetik lain, dll.
5. Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1), Obesitas (terutama yang bersifat
sentral), Pola makan yang salah, Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,
Proses penuaan, Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm Hg) Dyslipidemia HDL
kolesterol < 40 mg/dL atau TG > 150 mg/dL, danStress.
6. Perbedaan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2 adalah DM tipe 1 disebabkan
karena kerusakan sel-β sehingga tidak dapat memproduksi insulin sedangkan
Dm tipe 2 disebakan karena resistensi insulin sehingga walaupun insulin
banyak di dalam peredaran darah namun tidak dapat berikatan dengan
reseptornya.
7. Manifestasi DM adalah gejala Khas: polidipsi, poliuria, polifagia, penurunan
berat badan sedangkan gejala tidak khas: lemas, kesemutan pada jari tangan
dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, dll.
8. Komplikasi metabolik akut adalah ketoasidosi diabetik, HHNK, dan
hipoglikemia.
50
9. Komplikasi kronik jangka panjang adalah mikrovaskular: retinopati, nefropati,
neuropati perifer, sedangkan makrovaskular: infak mikard, TIA, strok, dll.
10. Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah: edukasi, perencanaan makan, latihan
jasmani, pemantauan gula darah sendiri.
11. Penatalaksanaan farmakologi adalah sulfonilurea, glinid, biguanid,
tiazolidindion, dan penghambat glukosasidase alfa.
12. usaha pencegahan primer meliputi: penyuluhan mengenai perlunya
pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin.
13. Usaha pencegahan sekunder adalah mencegah penyulit lebih lanjut.
14. Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya
kecacatan kalau penyulit sudah terjadi.
III.2. Sarandan Kritik
Dengan kerendahan hati penulis, penulis sadar bahwa dalam makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dan keritik yang bersifat
membangun dari pembaca, penulis harapkan demi kesempurnaan makalah-makalah
dimasa-masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
51
1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Cetakan kelima, 2005. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. Hal: 8, 9,10, 19, 20, 21, 22,25, 34-41, 127, 128,
129,161-168, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 253, 254,255,
2. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen
L.Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill
Companies. 2008.
3. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine McCarty. Patofisologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2005. Hal: 886-888,
1262,
4. Kumar, Parveen. Clark, Michael. Clinical Medicine. 6 edition. Saunders ltd.
Elsevier. 2005.
5. Kumar, Parveen. Clark, Michael. Clinical Medicine. 6 edition. Saunders ltd.
Elsevier. 2005.
6. Gibbs, Ronald S. Karlan, Beth Y. Haney, Arthur F. Nygaard, Ingrid E.
Danforth's Obstetrics and Gynecology, 10th Edition. Copyright ©2008
Lippincott Williams & Wilkins.
7. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of
Medicine. 20th Edition. Elsevier. 2006.
8. Yanoff, Myron. Duker, Jay S. 2008. Ophthalmology, 3rd ed. Elsevier
9. Pollreisz, Andreas. Schmidt-Erfurth, Ursula.Diabetic Cataract—
Pathogenesis, Epidemiology and Treatment. Journal of Ophthalmology. 2009.
10. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2007. Hal: 138-139.
11. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakrta: IPD FKUI. 2006. Hal:1887, 1880.
52