83190-alternatif pengelolaan perikanan udang- laut arafura

Upload: hikmah-madani

Post on 07-Jul-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    1/148

    ALTERNATIF PENGELOLAAN PERIKANAN UDANG

    DI LAUT ARAFURA

    AJI SULARSO

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    2/148

    PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

    SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Alternatif Pengelolaan

    Perikanan Udang Di Laut Arafura adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

    dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

    berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

    dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

    Bogor, Desember 2005

    Aji Sularso

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    3/148

    ABSTRAK

    AJI SULARSO. Alternatif pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura.

    Dibawah bimbingan DANIEL MONINTJA, AKHMAD FAUZI and

    PURWANTO.

    Laut Arafura merupakan salah satu dari 9 WPP (Wilayah Pengelolaan

    Perikanan) dan satu-satunya yang diizinkan untuk penangkapan udang denganluas diperkirakan 150.000 Km2. Potensi ikan diperkirakan sebesar 1.076.890

    ton/tahun dan potensi ikan demersalnya termasuk udang sebesar 145.830ton/tahun. Tingkat produksi udang pada tahun 2003 diperkirakan sebesar 45.070

    ton/tahun, melebihi JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan). Perikanan

    udang di Laut Arafura diperkirakan telah mengalami overfishing dan overcapacity

    disebabkan oleh tidak efektifnya pengelolaan saat ini, lemahnya kemampuan

    penegakan hukum dan kurangnya kesadaran para pelaku akan prinsip kelestarian.

    Tujuan utama penelitian adalah untuk menyusun alternatife pengelolaan

    perikanan udang, sedangkan tujuan khusus adalah : (1) menganalisis bioekonomik

    perikanan udang, (2) menganalisis kecenderungan produksi aktual versus produksilestari, (3) mengukur kapasitas dan efisiensi penangkapan, dan (4) merumuskan

    rekomendasi pengelolaan perikanan udang ke depan.

    Penelitian dilaksanakan di Laut Arafura pada bulan Maret 2003 sampai

    dengan Februari 2004, melalui observasi di lokasi pendaratan (Benjina, Agats,

    Dolak, Aru), pengumpulan data sekunder dan sampling 39 kapal pukat udang dari

    355 jumlah populasi. Data runtun waktu tahun 1986 sampai dengan 2003

    digunakan untuk analisis bioekonomi menggunakan model Gordon-Schaefer dan

    model Clark, serta analisis efisiensi mengunakan Data Envelopment Analysis

    (DEA).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa perikanan udang di Laut Arafura saat ini

    dalam kondisi overfishing secara ekonomi dan biologi, overcapacity  dan

    inefisiensi. Disertasi ini memperkenalkan tiga skenario pengelolaan perikanan

    udang, yakni (1) pengurangan jumlah kapal maksimum 15% dari total GT, (2)

    penerapan kuota dengan pengurangan total tangkapan 5%, dan (3) penutupan

    musim penangkapan pada bulan Juni. Ketiga skenario merupakan kebijakan

    incentive blocking instrument (IBI) yang cocok untuk kebijakan jangka menengah.

    Kebijakan incentive adjusting instruments (IAI)  seperti pengenaan pajakdiperkenalkan untuk jangka panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    kebijakan pengendalian upaya dengan pengurangan kapal sampai titik optimum,

    memberikan kontribusi bagi tercapainya strategi pembangunan nasional, yaitu

    pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi.

    Hasil penelitian merekomendasikan kombinasi kebijakan IAI dengan pengenaan

    j k d l l di ik h ilk h il i j k j d

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    4/148

    ABSTRACT

    AJI SULARSO. The shrimp fisheries management options of the Arafura Sea.

    Under the direction of DANIEL MONINTJA, AKHMAD FAUZI and

    PURWANTO.

    Arafura Sea is the one of the 9 fishing grounds in Indonesia for shrimp fishing

    which the total area is estimated 150.000 km2. The total fish stock is estimated to

    be 1.076.890 tons/year and the demersal fish stock inlcuding shrimp is 145.830

    tons/year. The shrimp fisheries condition at Arafura Sea is presumed to be over

    fishing and overcapacity due to ineffective of current management, lack of lawenforcement capabilities, and lack of fishermen concern of the sustainable

    principles.

    The main objective of the dissertation is to formulate the shrimp fisheries

    management options which include vessels number reduction, implementation of

    quota and seasonal closure. The specific objectives of the dissertation are include:

    (1) analyze the shrimp fisheries bioeconomic, (2) analyze the actual versus

    sustainable production trend, (3) measure shrimp fishing capacity and efficiency,

    (4) formulate the recommendation of the future management options.

    The research of this dissertation was conducted at Arafura Sea from March2003 to February 2004, through observation on the landing sites (Benjina, Agats,

    Dolak, Aru), collecting secondary data and sampling of 39 shrimp trawl boats

    from 355 boats of total population. The data were analyzed using bioeconomic

    models including Gordon-Schaefer model and Clark model to obtain optimum

    condition both static and dynamic. The data is also analyzed using Data

    Envelopment Analysis (DEA) to measure fishing capacity and efficiency.

    The Study found that the current condition of shrimp fisheries at Arafura Sea

    is under economic overfishing and overcapacity or inefficiency. Therefore, theshrimp fisheries management should be improved to maintain sustainability,

    reduce overcapacity and improve efficiency. This dissertation introduces three

    shrimp fisheries management scenarios including: (1) reduction of total vessels

    number by 15% of the total GT (gross tonnage), (2) quota of total catch by 5%

    reduction of annual catch, and (3) seasonal closure during June of each year.

    Those scenarios are categorized as incentive blocking instruments which feasible

    for medium period policy. Whereas the incentive adjusting instruments such as

    tax is introduced for long-term period. The results show that the policy of effortcontrol by vessel’s number reduction to optimum level contribute to the

    achievement of government development strategy of pro-poor and pro-growth.

    The study also recommends that the combination of incentive adjusting

    instruments by tax and dynamic optimum management will produce long-term

    optimum result, which contribute to the achievement of government development

    strategy of pro poor pro job and pro growth

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    5/148

     

    © Hak cipta milik Aji Sularso, tahun 2005

    Hak cipta dilindungi Undang-undang

     Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut

     Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,

     fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    6/148

    ALTERNATIF PENGELOLAAN PERIKANAN UDANG

    DI LAUT ARAFURA

    AJI SULARSO

    Disertasi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarDoktor pada

    Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    7/148

    Judul Disertasi : Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang Di

    Laut Arafura

    Nama : Aji Sularso

    NIM : C 561020074

    Disetujui

    Komisi Pembimbing,

    Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja

    Ketua

    Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

    Anggota

    Dr. Ir. Purwanto

    Anggota

    Diketahui :

    Ketua Program Studi

    Teknologi Kelautan,

    Dekan Sekolah Pascasarjana

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    8/148

    PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

    Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

    penelitian sejak bulan Maret 2003 adalah pengelolaan perikanan udang, dengan

     judul Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang di Laut Arafura.

    Terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada Bapak

    Prof. Dr. Daniel Monintja selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr Akhmad Fauzi

    dan Dr. Purwanto selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah mencurahkan

    perhatian dan memberikan bimbingan sehingga penulisan disertasi berjalan

    dengan lancar. Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih

    kepada pihak-pihak yang telah membantu memberikan data dan memperlancar

    penelitian antara lain Drs. Bambang Sumiyono, BRKP, Bapak Sukirdjo Ketua

    Umum HPPI beserta staf, Direktur PUP Ditjen Perikanan Tangkap beserta staf

    dan Kasubdit Statistik Ditjen Perikanan Tangkap. Ungkapan terimakasih juga

    disampaikan kepada Ibunda tercinta yang selalu mendoakan, istri dan anak

    tercinta yang telah memberikan dorongan moral serta kesabaran.

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

    Bogor, Desember 2005

    Penulis,

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    9/148

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Randudongkal, Pemalang pada tanggal 2 Juli 1954

    sebagai anak ke enam dari duabelas bersaudara dari pasangan Sutoro dan

    Sumarni. Pendidikan akademi ditempuh di AKABRI Laut Surabaya jurusan

    Teknik, lulus tahun 1976 sebagai Perwira TNI AL berpangkat Letnan Dua.

    Pendidikan sarjana ditempuh di Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut, afiliasi

    Institut Teknologi Bandung, jurusan Teknik Manajemen Industri pada program

    studi Riset Operasi (operation research) atas beasiswa TNI AL, lulus pada tahun1990. Penulis diberi kesempatan melanjutkan program studi Pascasarjana MMA

    (magister manajemen agribisnis) IPB atas bea dinas TNI AL, lulus pada tahun

    2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi

    Teknologi Kelautan IPB diperoleh pada tahun 2002 atas biaya sendiri.

    Penulis bekerja di TNI AL sejak tahun 1977 sampai dengan 2000,

    selanjutnya bekerja di Departemen Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2000 dan

    pindah status dari militer menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Selama di DKP

    pernah menjabat sebagai Direktur Wilayah Laut, Sesditjen Perikanan Tangkap

    dan saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Data, Informasi dan Statistik

    Departemen Kelautan dan Perikanan. Bidang tanggung jawab penulis dalam tugas

    kedinasan saat ini adalah pengelolaan sistem informasi, statistik dan kehumasan

    Departemen Kelautan dan Perikanan.

    Selama mengikuti program S3, penulis merencanakan dan mengkoordinir

    penelitian di perairan Arafura meliputi: obrservasi sumber daya ikan, studi

    lingkungan dan studi zonasi penangkapan udang. Karya ilmiah berjudul

    “Pengendalian kapasitas penangkapan udang di L. Arafura” telah disajikan pada

    Seminar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB pada bulan September2005 dan dalam proses pengajuan untuk diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    10/148

    DAFTAR ISI

    1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ..................................................................... ........ 1

    1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 4

    1.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 4

    1.4 Tujuan Penelitian ................... ...................................................... 5

    1.5 Manfaat Penelitian ........... ............................................................ 6

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 61.7 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 7

    2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9

    2.1 Dasar-dasar Pengelolaan Sumberdaya Perikanan .......................... 9

    2.2 Pengembangan Model Bioekonomi untuk Pengelolaan Perikanan

    Udang ................................................................................ 16

    2.3 Pengelolaan Perikanan (Fisheries Management ) .......................... 222.3.1  Input (effort) control (pengendalian input) ....................... 22

    2.3.2 Output (cacth) control ...................................................... 24

    2.3.3 Pengaturan teknis (technical measures) ............................ 25

    2.3.4 Pengelolaan berbasis lingkungan (ecologicaly based

    management ) ................................................................... 25

    2.3.5 Instrument ekonomi tidak langsung : pajak dan subsidi .... 26

    2.4 Keragaan Perikanan ..................................................................... 26

    3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................. ........ 41

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 41

    3.2 Kerangka Pendekatan Analisis ..................................................... 42

    3.3 Analisis Bioekonomi Statik Gordon-Schaefer .............................. 44

    3.4 Analisis Optimasi Dinamik Clark-Munro ..................................... 46

    3.5 Analisis Efisiensi/kapasitas Perikanan .......................................... 47

    3.6 Seasonal Closure Model  .............................................................. 49

    3.7 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data........................................ 50

    3.8 Asumsi Dasar …………………………………………………... ... 53

    4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 54

    4.1 Kondisi Perikanan Udang di Wilayah Studi ................................. 54

    4.2 Analisis Penangkapan Lestari (Sustainable Yield ) ........................ 57

    4 3 Optimisasi Bioekonomi 60

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    11/148

    5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................... 100

    5.1 Kesimpulan ................................................................................ 100

    5.2 Rekomendasi ............................................................................... 103

    DAFTAR PUSTAKA ................................................. ............................... 106

    LAMPIRAN ............................................................................................ 112

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    12/148

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1  Logical Framework  Simulasi Peningkatan Effort (Chapman and Beare,

    2001) … ........................................................................................….. 19

    2. Instrumen pengelolaan: incentive blocking dan incentive adjusting ……. 31

    3 Data dan penggunaannya ...................................................................... 52

    4 Produksi aktual dan produksi lestari th 1986 s/d 2003 ................... ........ 58

    5 Analisis perbandingan input dan output  ................................................. 64

    6 Perbandingan rente ekonomi pada tiga kondisi pengelolaan .......... ........ 68

    7 Rekapitulasi efisiensi tahunan ............................................................... 71

    8 Data kapal-kapal pukat udang yang beroperasi di L. Arafura ................. 73

    9 Proyeksi perbaikan efisiensi kapal Mina Raya 11.... ............................... 78

    10 Tangkapan rata-rata bulanan kapal pukat udang anggota HPPI...............   78

    11 Dampak penerapan kuota terhadap produksi lestari dan rente ................ 82

    12 Kapal-kapal pukat udang tidak termasuk yang berumur 30 th ke atas...... 85

    13 Efisiensi tanpa kapal umur 30 th ke atas................................................. 86

    14 Data efisiensi kapal pukat udang yang sudah dikurangi effort 8%........... 87

    15 Produksi rata-rata bulanan dan sinusoida siklikal ................................... 89

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    13/148

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 Kerangka pemecahan masalah analisis pengelolaan SDI Udang di

    Laut Arafura ....................................................................................... 8

    2 Fungsi Pertumbuhan Logistik (sumber: Fauzi, 2004) .......................... 10

    3 Kurva yield-effort  (Fauzi, 2004).......................................................... 11

    4 Model Gordon-Schaefer (Fauzi, 2004)........................................ ........ 13

    5  Overcapitalization dalam perikanan (Pascoe et al., 2004) .......... ........ 30

    6 Pembatasan produksi model CCR ...................................................... 35

    7 Pembatasan produksi model BCC   ...................................................... 35

    8 Wilayah studi pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura ............... 41

    9 Kerangka pendekatan analisis kebijakan pengelolaan perikanan udang

    di Laut Arafura .................................................................................. 43

    10 Daerah operasi armada kapal pair-trawl Taiwan periode 1972-1974 .. 54

    11 Basis armada kapal trawl P.T. Darma Guna Samudera, anak

    Perusahaan dari Djajanti Group, di Benjina, Kepulauan Aru ............... 55

    12 Mobilitas kapal pukat udang di Laut Arafura berdasarkan pemantauan

    VMS  (Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pengawasan

    Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) ........................................ ........ 56

    13 Fluktuasi produksi aktual dan produksi lestari Schaefer dari tahun

    1986 s/d 2003 .................................................................................... 59

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    14/148

    17 Copes Eye Ball untuk Perikanan udang di Laut Arafura ..................... 63

    18 Tingkat effort  optimum perikanan udang di Laut Arafura dalam

    kondisi open access, MEY  dan MSY dan tahun 2005 .......................... 65

    19 Perbandingan tingkat produksi open access, optimal ( MEY ) dan

    produksi lestari ( MSY ) dan kondisi tahun 2005................................. 66

    20 Perbandingan input dan output pada berbagai kondisi pengelolaan

    dan kondisi tahun 2005 ...................................................................... 66

    21 Perbadingan rente ekonomi pada open access, MEY  dan MSY   dan

    kondisi aktual tahun 2005 ................................................................... 67

    22 Perbandingan produksi ketiga tipe pengelolaan .................................. 69

    23 Perbandingan effort  ketiga tipe pengelolaan ....................................... 69

    24 Fluktuasi angka efisiensi .................................................................... 71

    25 Analisis efisiensi antar kapal penangkap udang di Laut Arafura.......... 74

    26 Analisis efisiensi antar kapal penangkap udang di Laut Arafura.......... 75

    27 Distribusi efisiensi kapal pukat udang di Laut Arafura ........................ 75

    28 Potensi perbaikan efisiensi ........... ...................................................... 77

    29 Grafik tangkapan bulanan kapal-kapal PU anggota HPPI.................... 79

    30 Trajektori produksi lestari dengan dan tanpa kuota.............................. 83

    31 Tren produksi bulanan dan tren siklikal....................................... ........ 89

    32 Kurva profit dan effort (jumlah kapal) .................................................. 92

    33 Kurva revenue, profit  dan cost perikanan udang di L. Arafura………. 93

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    15/148

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 Algoritma MAPLE bioekonomi perikanan udang di L. Arafura ....... ..... 112

    2 Data kapal pukat udang di L. Arafura ..................................................... 116

    3 Proses iterasi kapal DEA kapal-kapal pukat udang .............................. 119

    4 Kerangka logis (logical framework ) alternatif pengelolaan perikanan

    udang ..................................................................................................... 130

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    16/148

    PENGERTIAN ISTILAH

     Biomass: jumlah berat tiap individu ikan pada suatu stok. Bycatch: bagian hasil tangkapan yang diambil secara insidensiaal pada ikan target, dan

    sebagian ikan tersebut dibuang.Catchability coefficient (q):  proporsi total stok yang ditangkap oleh satu unit upaya

    penangkapan (fishing effort).Closure:  larangan penangkapan ikan selama waktu atau musim tertentu (penutupan

    waktu), atau di daerah tertentu (penutupan tempat), atau kombinasi keduanya. Input control: pembatasan jumlah upaya penangkapan (fishing effort), pembatasan pada

     jumlah, ukuran dan tipe kapal atau alat tangkapnya, daerah penangkapan atau

    waktu penangkapan. Maximum Economic Yield (MEY): suatu tangkapan melebihi batas dimana pendapatan

    yang dihasilkan oleh penambahan marjinal upaya lebih kecil dari pada biaya

    untuk penambahan tersebut; titik dimana kelebihan laba yang didapat mencapaimasksimal dengan biaya yang dibutuhkan untuk menutup semua kebutuhan.

     Maximum Sustainable Yield(MSY): tangkapan tahunan terbesar yang dapat diambil dari

    stok secara terus menerus tanpa mempengaruh tangkapan mendatang, MSY jangka panjang yang tetap tidak ada dalam sebagaian besar perikanan, ukuran stok

    bervariasi sesuai dengan perubahan klas tiap tahun dalam stok.Open access fishery:  suatu perikanan tanpa pembatasan pada jumlah nelayan atau unit

    penangkapan, perikanan yang tidak diatur.Output control:  pembatasan pada berat atau tangkapan (suatu kuota), atau kondisi

    reproduksi individu ikan yang diizinkan meliputi ukuran, sex.Overcapacity: situasi dimana output kapasitas lebih besar dari pada output target.Overcapitalization: situasi dimana stok kapital aktual lebih besar dari stok kapital

    optimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan output  target. 

    Overfishing (tangkap lebih):  diartikan sebagai kondisi dimana jumlah ikan yangditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok

    ikan dalam suatu daerah tertentu (Fauzi, 2005).Quota:  suatu pembatasan pada berat ikan yang dapat ditangkap dalam suatu stok atau

    daerah tertentu.Stakeholder:  suatu individu atau grup yang memiliki kepentingan dalam suatu sumber

    daya dan pemanfaatannya.Stok ikan:  jumlah biomasa ikan yang dapat ditangkap dalam suatu kawasan perairan

    tertentu dalam periode yang ditentukan agar terjaga kelestarian.Total Allowable Catch (TAC):  masksimum tangkapan yang diperbolehkan dari suatu

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    17/148

    1  PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Pengelolaan perikanan ( fisheries management ) merupakan proses yang

    kompleks, memerlukan integrasi sumberdaya biologi dan ekologi, dengan faktor-

    faktor sosio-ekonomi dan kelembagaan berpengaruh terhadap perilaku nelayan

    dan pengambil kebijakan. Tujuan pengelolaan adalah terwujudnya kelestarian

    sumberdaya ikan agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Namun demikian

    kelestarian merupakan hal yang sulit dicapai, populasi ikan makin terbatas, hasil

    tangkapan dunia makin sedikit dan hampir 70% stok ikan diseluruh dunia

    mengalami penurunan, dieksploitasi penuh atau dieksploitasi lebih (Garcia &

    Newton, 1997). Pengaturan pengelolaan secara konvensional seperti pembatasan

    ukuran penangkapan atau pembatasan effort , telah digunakan untuk

    mengembalikan stok, mengurangi mortalitas ikan dan meningkatkan stok

    pemijahan. Ketidak pastian dalam perkiraan stok, peningkatan kekuatan

    penangkapan ( fishing power) secara dramatis dan pilihan intertemporal berakibat

     jatuhnya beberapa stok ikan, menjadi pertanyaan kenapa pengelolaan gagal.

    Laut Arafura merupakan salah satu kawasan perairan Indonesia yang memiliki

    sumberdaya ikan (SDI) yang potensial, khususnya udang, dan menjadi satu-

    satunya kawasan yang diizinkan untuk penangkapan udang dengan trawl. Luas

    Laut Arafura diperkirakan 150.000 km2  (Naamin, 1984), dengan estimasi total

    Sumber Daya Ikan sebesar 1 076 890 ton/tahun Potensi SDI demersal termasuk

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    18/148

    pemanfaatan telah melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)

    (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2003).

    Sejak diberlakukannya Keppres nomor 39/1980, hanya perairan di sebelah

    timur garis 130°BT dan isobath  10 (garis batas kedalaman minimal 10 meter),

    yang merupakan daerah operasi resmi untuk kapal-kapal pukat udang. Secara

    umum, udang di pesisir barat Papua didominasi oleh jenis udang putih (Penaeus

    merguensis), sedangkan udang di perairan sebelah timur Kepulauan Aru

    didominasi oleh jenis udang windu (Penaeus monodon) (Direktorat Jenderal

    Perikanan Tangkap, 2004). Data terakhir (Februari 2005) di Ditjen Perikanan

    Tangkap menunjukkan bahwa kapal pukat udang yang diberikan izin di L.

    Arafura berjumlah 355 kapal yang berkisar besarnya antara 31 GT (gross

    tonnage) sampai dengan 515 GT, sebagian besar didominasi kapal berukuran

    antara 100 s/d 200 GT.

    Sumberdaya udang di Laut Arafura pada tahun 2001 dilaporkan oleh

    Direktorat Jenderal Perikanan (2001) dan hasil kajian (Direktorat Jenderal

    Perikanan Tangkap, Tim Studi IPB, 2004) mengalami overfishing  yang

    ditunjukkan dengan indikasi makin lamanya rata-rata hari operasi melaut,

    menurunnya jumlah tangkapan rata-rata, dan makin kecilnya ukuran udang yang

    ditangkap. Terjadinya overfishing  diduga disebabkan oleh beberapa hal, antara

    lain: (1) kurang efektifnya manajemen pengelolaan yang tertuang dalam peraturan

    dan kebijakan pemerintah yang sepenuhnya berdasarkan pada input control; (2)

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    19/148

    kurangnya kesadaran para pelaku terhadap prinsip-prinsip pengelolaan dan

    pemanfaatan yang lestari dan bertanggung jawab.

    Untuk mengurangi terjadinya overfishing, maka diperlukan strategi

    pengelolaan yang optimal. Dilihat dari perspektif pengelolaan perikanan (fisheries

    management),  sejauh ini Laut Arafura belum sepenuhnya dikelola berdasarkan

    kepada pendekatan keilmuan (scientific based). Hal ini antara lain dapat dilihat

    dari belum adanya model pengelolaan yang bisa dijadikan tolok ukur

    pengendalian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

    mengevaluasi pengelolaan penangkapan saat ini berdasarkan bioekonomi,

    pengukuran kapasitas (measuring fishing capacity) dan musim penangkapan.

    Dengan pendekatan kebijakan yang tepat, berdasarkan pada permasalahan

    yang ada dan ter-analisis dengan baik, diharapkan kita dapat memperoleh rente

    yang sebesar-besarnya dari sumber daya ikan di laut Arafura, serta dapat

    mengelola perikanan di kawasan ini dengan berkelanjutan. Untuk tujuan

    pengelolaan tersebut, diperlukan suatu penelitian yang bertujuan untuk

    menganalisis kondisi perikanan, terutama perikanan udang (kegiatan yang paling

    menonjol di kawasan ini) pada saat ini. Penelitian diperlukan agar tidak hanya

    menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi berdasarkan pengamatan sepintas,

    namun memperoleh data yang akurat tentang kondisi stok dan bagaimana

    fluktuasi produktivitas penangkapan aktual dan produksi lestarinya. Yang paling

    penting adalah menyangkut analisis kapasitas perikanan yang seluruhnya

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    20/148

    dengan menggunakan model bio-ekonomi statik maupun dinamis, kemudian

    analisis kapasitas dengan menggunakan DEA.

    1.2 Perumusan masalah

    Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan perikanan udang di laut

    Arafura meliputi: terjadinya overfishing, overcapacity  atau inefisiensi usaha,

    secara de facto  terjadi open access  meskipun diatur dalam berbagai peraturan,

    serta terancamnya sumber daya udang sebagai akibat dari tidak ketatnya

    pengelolaan yang menjamin kelestarian. Permasalahan tersebut disebabkan antara

    lain oleh kurang efektifnya penegakan hukum, kurang kesadaran pelaku untuk

    mentaati peraturan (seperti pelanggaran daerah penangkapan, penggunaan alat

    tangkap) dan prinsip kelestarian, serta kurang efektifnya pengelolaan ( fisheries

    management ). Dalam hal pengelolaan, secara prinsip, sejak diberlakukannya

    Keputusan Presiden nomor 85 tahun 1982 tentang penggunaan pukat udang dan

    berdasarkan Keputusan Presiden nomor 39 tahun 1980, banyak terjadi

    pelanggaran terhadap ketentuan tersebut sehingga ketentuan tersebut kurang

    efektif.

    1.3 Hipotesis Penelitian

    Pada saat ini apabila dilihat secara kasat mata, maka dapat diidentifikasi

    berbagai permasalahan pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura, yang

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    21/148

    1.  Terjadi overfishing  perikanan udang di Laut Arafura pada saat ini, dilihat

    dari penurunan produktivitas hasil tangkapan dan menurunnya ukuran udang

    yang ditangkap, serta perubahan species dominan.

    2.  Usaha penangkapan udang semakin tidak efisien dilihat dari aspek ekonomi,

    terutama rasio antara upaya (effort) dan produktivitas hasil tangkapan.

    3. 

    Terjadi berlebihnya kapasitas penangkapan oleh kapal-kapal pukat udang

    serta belum diberlakukannya pembatasan yang efektif.

    4.  Kondisi perikanan yang tidak efisien akan berpengaruh terhadap

    keberlanjutan baik stok sumber daya ikan.

    1.4 Tujuan Penelitian

    Dari beberapa hipothesis tadi maka dapat diuraikan tujuan utama penelitian

    ini, yaitu: penyusunan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan udang di laut

    Arafura. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka ditetapkan beberapa tujuan

    khusus sebagai berikut.

    (1)  Menganalisis bioeconomic perikanan udang di Laut Arafura.

    (2)  Menganalisis kecenderungan produksi penangkapan ditinjau dari produksi

    aktual maupun produksi lestari.

    (3)  Mengukur kapasitas penangkapan (measuring fishing capacitty) perikanan

    udang di Laut Arafura untuk mengetahui efiensi pengelolaan secara umum

    dari tahun ke tahun dan efisiensi tiap kapal.

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    22/148

    1.5 Manfaat Penelitian

    Manfaat yang ingin dihasilkan dari penelitian adalah sebagai berikut:

    (1)  Masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengelolaan

    perikanan udang ke depan.

    (2)  Masukan bagi dunia usaha dalam pengambilan kebijakan dan strategi usaha

    penangkapan udang di Laut Arafura.

    (3)  Acuan bagi akademisi atau peneliti untuk mengadakan penelitian lanjutan

    yang lebih spesifik.

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian

    Agar penelitian ini dapat berdaya dan berhasil guna, maka berikut ini

    diuraikan terlebih dahulu ruang lingkup penelitian ini, yaitu :

    (1)  Pengujian model bioekonomik Gordon-Schaefer dan menentukan model

    yang optimal (analisis dinamik Clark-Munro) bagi pengelolaan perikanan

    udang di laut Arafura.

    (2)  Pengukuran kapasitas penangkapan udang di laut Arafura baik secara

    agregat dari tahun ke tahun, maupun kapasitas penangkapan per kapal untuk

    mengetahui apakah usaha penangkapan udang sudah overcapacity  atau

    efisien.

    (3)  Analisis skenario pengelolaan perikanan udang dalam tiga alternatif, yaitu

    pengurangan jumlah kapal , penerapan kuota, dan penutupan musim 

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    23/148

    1.7 Kerangka Pemikiran

    Untuk pemecahan permasalahan yang diuraikan di atas secara tepat, perlu

    dianalisis kondisi perikanan udang di Laut Arafura dilakukan dengan pendekatan

    bioeconomic model  Gordon-Schaefer, analisis produksi aktual dan produksi

    lestari, pengukuran kapasitas penangkapan (measuring fishing capacity) dengan

     DEA dan analisis kecenderungan musim penangkapan. Hasil analisis bioeconomic 

    menghasilkan penilaian terhadap tiga acuan yaitu  MSY, MEY (optimal static) dan

    optimal dynamic (Model Clark-Munro). Analisis produksi menghasilkan model

    hubungan antara produksi aktual dan effort   serta fluktuasi efisiensi yang

    menggambarkan secara umum kapasitas penangkapan dan tingkat efisiensi.

    Pengukuran kapasitas dengan DEA menghasilkan gambaran efisiensi dari tahun ke

    tahun serta efisiensi tiap kapal. Analisis musim penangkapan menghasilkan

    kesimpulan waktu penangkapan yang paling kecil atau tidak efisien.

    Apabila tiga analisis yaitu analisis bioekonomi, analisis efisiensi dan analisis

    produksi (dilihat dari kelestarian) menunjukan hasil positif, dalam arti kondisi

    perikanan udang saat ini optimal, efisien dan lestari, maka hanya diperlukan

    penyempurnaan pengelolaan saat ini. Apabila tiga analisis tersebut menghasilkan

    kesimpulan sebaliknya yaitu tidak optimal, tidak efisien dan tidak lestari maka

    pengelolaan perikanan udang ke depan perlu disempurnakan. Berdasarkan analisis

    tersebut, selanjutnya dirumuskan alternatif pengelolaan perikanan udang ke depan

    dengan mengembangkan tiga skenario yaitu pengurangan jumlah kapal,

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    24/148

    menghasilkan alternatif pengelolaan, selanjutnya dirumuskan rekomendasi

    pengelolaan perikanan udang ke depan yang paling optimal. Berikut ini adalah

    skema kerangka pemikiran penelitian ini.

    Bioeconomic KapasitasPenangkapan Produksi MusimPenangkapan

    Sustainable

    Peningkatan

    Ya

     AlternatifPengelolaan Sumberdaya Ikan

    Ya

    Pengurangan jumlah kapal

    Pembatasan MusimPenangkapan

    Penerapan Kuota  

    RekomendasiPengelolaan

    SDI

     AnalisisKondisiSaat Ini

    Optimal Efisien

    Ya

    Tidak TidakTidak

    •  Overfishing

    •  Tidak efisien (overcapacity )

    • 

    Kelestarian SDI terancam•  De facto open access

    PERMASALAHAN SAAT INI

    Gambar 1. Kerangka pemikiran pengelolaan SDI udang di Laut Arafura

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    25/148

    2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Dasar-dasar Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

    Pendekatan analitis untuk pengelolaan sumber daya perikanan di dasarkan

    pada pendekatan bioekonomi yang sudah dikembangkan sejak awal tahun 1950an.

    Meskipun konsep biologinya sendiri sudah dikenalkan oleh Graham pada tahun

    1935 (Graham., 1935) dalam bentuk model logistik, model ini kemudian

    dikembangkan oleh M. Schaefer (1954) yang memandang populasi ikan sebagai

    satu kesatuan keseluruhan. Selanjutnya Gordon (1954) mengembangkan model

    ekonomi berdasarkan model Scahefer tersebut dan memperkenalkan konsep

    economic overfishing  dan perikanan open access. Model yang dikenal sebagai

    model bioekonomi Gordon-Schaefer (Gordon, 1953; 1954), kemudian banyak

    digunakan untuk menganalisis pola pengelolaan perikanan yang optimal dan

    berkelanjutan (Seijo et al., 1998). Secara sederhana model pengelolaan

    bioekonomi dimulai dengan mengasumsikan bahwa pertumbuhan populasi ikan

    mengikuti fungsi logistik sebagaimana Gambar 2.a dan secara matematis dapat

    ditulis dalam persamaan berikut.

    ( )( )(1 )

    dx x t  rx t dt K 

    = −   ………………………………….(2.1)

    r   adalah tingkat pertumbuhan populasi secara intrinsik, ( ) x t    adalah biomasa

    dalam waktu t   dan K   adalah carrying capacity  atau daya dukung lingkungan.

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    26/148

    Gambar 2. Fungsi pertumbuhan logistik (sumber: Fauzi, 2004)

    Produksi penangkapan ikan merupakan fungsi dari upaya (effort ) dan stok

    ikan (Schaefer, 1957), maka hubungan antara tangkap dan effort dapat ditulis

    dalam bentuk:

    h qxE  =   …………………………….......………………(2.2)

    dimana h = produksi, q = koefisien kemampuan tangkap,  x = stok ikan dan  E  =

    upaya. Menurut Gulland, 1983), q didefinisikan sebagai pembagian populasi ikan

    yang ditangkap oleh satu unit upaya. Persamaan tersebut dapat digunakan secara

    sederhana untuk menggambarkan pengaruh penangkapan terhadap pertumbuhan

    biologi stok ikan sebagaimana Gambar 3. Akibat adanya aktivitas penangkapan

    atau produksi, persamaan (2.1) menjadi:

    dx x

     x   t 

    F(x) xt 

    K 1

    2K 

    1r 

    2r 

    0 0

    (a)(b)

     x   t 

    F(x) xt 

    K 1

    2K 

    1r 

    2r 

    0 0

    (a)(b)

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    27/148

    h1 

    h2 

    h3 

    h = q x E 2 

    h = q x E 1 

    h = q x E 3 

    Gambar 3. Kurva yield-effort (Fauzi, 2004) 

    Model pertumbuhan Schaefer ini dapat ditransformasi untuk menentukan

    hubungan antara input   (effort ) dan output (produksi) dengan mengasumsikan

    kondisi keseimbangan dimana 0dx

    dt = , sehingga persamaan (2.3) berubah

    menjadi:

    [1 ] xqxE rxK 

    = −   ............................................................ (2.4)

    Dari persamaan (2.4) tersebut, kita bisa mencari  x  sebagai berikut:

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    28/148

    1qE 

    h qKE  r 

    = −

      ……………………………………………(2.6)

    Persamaan di atas merupakan bentuk lain dari persamaan yang berbentuk

    kuadratik, dimana q, K   dan r   konstanta. Kurva produksi lestari tersebut

    sebagaimana Gambar 3, dikenal dengan istilah “yield-effort curve”.

    Menurut Fauzi (2004), model Gordon-Schaefer dapat menguraikan konsep

    bioeconomic pada kondisi akses terbuka. Sebagaimana dalam model biologi,

    Gordon (1954) mengasumsikan keseimbangan untuk mendapatkan fungsi

    produksi perikanan. Dalam model tersebut pendapatan bersih π   diperoleh dari

    penangkapan dalam persamaan (2.7) berikut:

    π   = TR – TC .............................................................(2.7)

    TR = Total Revenue dan TC = Total Cost. 

    Produksi keseimbangan dalam kondisi akses terbuka terjadi ketika penerimaan

    total (TR) sama dengan biaya total (TC ), berarti π   = 0 dan tidak ada lagi stimulus

    untuk masuk (entry) dan keluar (exit ) dalam perikanan. Menurut Gordon (1954)

     jika biomasa juga berada dalam keseimbangan, maka produksi yang dihasilkan

    akan membentuk keseimbangan baik biologi maupun ekonomi, kondisi tersebut

    dikenal dengan bioeconomic equilibrium (keseimbangan bioekonomi).

    Penggambaran secara grafis dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    29/148

    Gambar 4. Model Gordon-Schaefer (Fauzi, 2004)

    Dalam kondisi keseimbangan jangka panjang tersebut, persamaan (2.4) dapat

    ditulis sebagai:

    [1 ] x

    h rxK 

    = −   ……………………….………………...(2.8)

    Jika  p = harga, maka penerimaan total dapat ditulis sebagai fungsi dari biomasa,

    atau:

    ( ) [1 ] xTR x prxK 

    = −   ……………..…...……………..(2.9)

    Demikian pula fungsi biaya dapat ditulis sebagai fungsi biomas sebagai berikut

    TC cE  =  

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    30/148

    dimana c  adalah biaya per unit upaya, dan E = effort . Stok atau biomasa pada

    keseimbangan bioekonomi (TR = TC) diperoleh dengan substitusi persamaan (2.9)

    dan (2.10) sehingga:

    c x

    qp=   …………………….......................................(2.11)

     x selalu lebih besar dari 0, karena upaya penangkapan ( fishing effort ) akan

    berkurang atau bahkan berhenti pada saat TC TR≥ , karena pada tingkat upaya

    yang melebihi keseimbangan bioekonomi tersebut, tidak ada lagi stimulus untuk

    masuk dan keluar perikanan. Model tersebut memprediksi kondisi

    overexploitation,  jika kurva TC   memotong kurva TR  pada tingkat upaya yang

    lebih tinggi daripada yang seharusnya diperlukan untuk mencapai kondisi  MSY  

    (Clark, 1985; Anderson, 1986).

    Analisis matematis menurut Clark (1976, 1985) menyajikan hubungan

    bioekonomi, sebagaimana diacu oleh Fauzi (2004), rente ekonomi lestari

    (sustainable rent ) didefinisikan sebagai fungsi dari biomas dalam bentuk:

    ( )( ) ( )

    cF x x pF x

    qx ρ    = −  

    ( )c

     p F xqx

    = −

      ……………………....……………(2.12)

    Dengan menggunakan pertumbuhan logistik, rente ekonomi lestari secara lebih

    eksplisit dapat ditulis menjadi:

    c x

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    31/148

    ( ) 21 0

    d x x cr   pr 

    dx K qx

     ρ    = − + =

      ………………......……….…(2.14)

    Persamaan (2.14) di atas dapat dipecahkan untuk menentukan tingkat biomas yang

    optimal ( o x ):

    12

    oK c

     x pqK 

    = +

    …………………………..………...……(2.15)

    Dengan diketahuinya nilai optimal biomas tersebut, kita dapat menentukan nilai

    tangkap optimal dan nilai upaya optimal dengan cara substitusi rumus (2.15) ke

    fungsi produksi sebagai berikut:

    0 1 1

    4

    rK c ch

     pqK pqK 

    = + −

      ……………...………………(2.16)

    0 12

    r c E 

    q pqK  

    = −

      ………………........…………………..(2.17)

    Selanjutnya menurut Clark (1976, 1985) yang diacu oleh Fauzi (2004),

    pendekatan dinamik dapat digunakan dalam menganalisis bioeconomic  dengan

    dimasukan faktor waktu, sedangkan pendekatan statik tidak memasukkan faktor

    waktu. Menurut Purwanto (1987) masalah perikanan adalah bagaimana

    memanfaatkan stok ikan sepanjang waktu secara efisien dengan

    mempetimbangkan suku bunga dan laju pertumbuhan stok ikan. Demikian pula

    menurut Seijo et al. (1998) pendekatan klasik bioeconomic adalah statik,

    sedangkan kondisi perikanan yang open access  akan mendorong terjadinya

    overexploitation dan habisnya rente ekonomi. Pada pemahaman tersebut, tingkat

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    32/148

    bisa lebih besar atau lebih kecil dari  MEY dan  MSY,  tergantung dari pilihan

    intertemporal dalam pemanfaatan sumber daya.

    Menurut Clark (1976; 1985), dalam model dinamik nilai optimal untuk

    biomas ( x*) dan panen optimal (h*) mengikuti persamaan sebagai berikut:

    2

    * 81 14

    K c c c x

     pqK r pqK r pqKr 

    d d d é ùæ ö æ öê ú÷ ÷ç ç= + - + + - +÷ ÷ç çê ú÷ ÷÷ ÷ç çç çè ø è øê úë û

    …............................(2.18)

    1 2* ( ) 1

     xh x pqx x r  

    c K δ 

    = − − −

      ………..………………(2.19)

    δ   = discount rate atau interest rate. Model bioekonomi tersebut akan digunakan

    untuk mengetahui kondisi perikanan udang di Laut Arafura berdasarkan data hasil

    penelitian.

    Menurut Purwanto (1984), kondisi perikanan lemuru di Selat Bali telah

    dianalisis dengan model dinamik dan menghasilkan kesimpulan bahwa dengan

    produksi lestari sebesar 80 ribu ton per tahun, tingkat rente ekonomi maksimum

    dicapai pada tingkat produksi 74 ribu ton per tahun. Hal ini membuktikan bahwa

    dengan model dinamik dapat diketahui tingkat produksi optimal yang

    menghasilkan rente ekonomi tertinggi, namun masih berada di bawah tingkat

    produksi lestari.

    2.2 Pengembangan Model Bioekonomi untuk Pengelolaan Perikanan Udang

    Model bioekonomi di atas adalah model bioekonomi generik yang sering

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    33/148

    melalui pengembangan model bioekonomi yang lebih kompleks. Griffin (1983)

    misalnya, menggunakan General Bioeconomic Fishery Simulation Model 

    (GBFSM ) untuk menganalisis enam alternatif pengelolaan udang di Texas. Model

    bioekonomi yang dikembangkan adalah pengembangan model diskrit dari dasar

    model bioekonomi di atas dengan penambahan struktur mortalitas dan struktur

    biaya yang lebih kompleks. Model bioekonomi tersebut dianalisis untuk melihat

    dampak enam alternatif pengelolaan yakni dampak terhadap produksi total,

     jumlah yang terbuang (discard ), biaya dan penerimaan, dan jumlah effort   yang

    digunakan. Model Griffin (1983) dikombinasikan dengan model simulasi untuk

    mengetahui beberapa skenario perubahan parameter pengelolaan seperti biaya dan

    penerimaan serta skenario penutupan (seasonal closure). Hasil model Griffin

    (1983) menunjukkan bawah alternatif pengelolaan dengan menutup perairan

    offshore  dan secara simultan menutup perairan teritorial berakibat terhadap

    penurunan hasil tangkapan pada tahun pertama, namun kemudian meningkat pada

    tahun-tahun berikutnya. Demikian juga penutupan perairan pesisir pada musim

    semi hanya berakibat sedikit terhadap keseimbangan bioekonomi. Dari model

    Griffith (1983) dapat diketahui bahwa alternatif pengelolaan yang dapat

    meningkatkan produksi udang adalah penutupan pada bulan Juni dan Juli serta

    penghapusan batasan ukuran (size restriction).

    Pendekatan bioekonomi untuk pengelolaan perikanan udang juga telah

    digunakan untuk menganalisis alternatif pengelolaan udang di Teluk Meksiko

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    34/148

    myopic  (tidak jelas). Ward dan Sutinen (1994) menggunakan model kontinyu

    dengan menggunakan pendekatan analitik dan ekonometrik. Ward dan Sutinen

    (1994) menemukan bahwa perilaku keluar dan masuk tidak dipengaruhi oleh

    keragaman stok. Namun demikian, ekternalitas yang ditimbulkan oleh kepadatan

    (crowding out externality) menimbulkan dampak negatif terhadap kemungkinan

    entry terlepas dari perubahan kelimpahan stok, harga dan biaya. Dari studi ini

     juga dapat diketahui bahwa pengelolaan berdasarkan kuota (pembatasan

    tangkapan total yang dibagi per kapal) cenderung akan meningkatkan harga dan

    mengarah ke peningkatan armada dalam ukuran besar dan meningkatkan

    kecenderungan entry ke perikanan.

    Salah satu pengembangan terkini menyangkut model bioekonomi untuk

    perikanan udang juga dilakukan oleh Chapman dan Beare (2001). Kedua peneliti

    tersebut menganalisis efektivitas pengelolaan  Individual Transferable Quota 

    ( ITQ) dan pengendalian input  (input control) dalam kerangka pendekatan biologi

    dan ekonomi yang terintegrasi. Kerangka analisis yang digunakan adalah

    optimisasi stokastik untuk mengakomodasai ketidakpastian biologi. Sedikit

    berbeda dengan model konvensional, model persamaan biologi yang digunakan

    oleh Chapman dan Beare (2001) adalah model Ricker. Hasil studi Chapman dan

    Beare (2001) menunjukkan bahwa  ITQ menjadi instrumen pengelolaan yang

    efektif dalam kasus di  Norther Prawn Fishery  (NPF), terutama pada saat

    terjadinya peningkatan upaya penangkapan secara kontinyu (effort creep). Namun

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    35/148

    memperkuat pengelolaan berbasis  ITQ d an menambah manfaat pengelolaan

    perikanan udang itu sendiri.

    Chapman dan Beare (2001) lebih jauh juga menyimpulkan bahwa pengelolaan

    yang optimal untuk  NPF dilakukan dengan kombinasi input control  dan output

    control. Hal ini ditarik dari simulasi yang dilakukan dengan tiga pilihan

    pengelolaan yaitu: penutupan musim penangkapan; penerapan kuota dan

    kombinasi kuota dengan penutupan setengah musim. Hasil simulasi ketiga

    alternatif untuk kurun waktu 30 tahun dengan asumsi tidak terjadi peningkatan

    effort secara signifikan ditampilkan dalam logical framework  sebagai berikut.

    Tabel 1.  Logical Framework  Simulasi Peningkatan  Effort

    (Chapman and Beare, 2001)

    Struktur KapitalPenutupan

    MusimPenerapan Kuota

    Kombinasi

    Kuota-Musim

    Struktur kapital

    tetap

    Jumlah kapal 115 115 115

    TAC - 3812 ton 7651 ton

    Lama musim 26 minggu 23.8 minggu 28 mingguEffort tahunan 8706 hari 10960 hari 9440 hari

    Tangkapantahunan

    2416 ton 2198 ton 2479 ton

    Pendapatanbersih/th

    $ 483 juta $ 426 $ 480 juta

    Struktur kapital

    flexible

    Jumlah kapal 90 62 86TAC - 4084 ton 5370 ton

    Lama musim 31 minggu 39.1 minggu 32 minggu

    Effort tahunan 8921 hari 8852 hari 8968 hari

    Tangkapantahunan

    2408 ton 2334 ton 2419 ton

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    36/148

    diyakinkan dengan riset berikutnya tahun 1967. Sejak tahun 1969 mulai

    beroperasi penangkapan udang oleh dua perusahaan patungan dengan 9

    (sembilan) kapal pukat udang, terus meningkat pada tahun 1978 beroperasi 120

    kapal pukat udang berukuran antara 90 GT sampai dengan 594 GT oleh 17

    perusahaan patungan (Bailey et al., 1987). Gulland (1973) menilai pada saat itu

    sumberdaya udang di Laut Arafura mengalami tekanan dan terjadi penurunan

    tangkapan per unit upaya (catch per unit effort ) dan merekomendasikan

    penangkapan dibatasi 90 kapal pukat udang. Uktoselja (1978) mengestimasi  MSY

    udang di Laut Arafura adalah 5200 ton/tahun dan melaporkan pada tahun 1974

    sumberdaya udang sudah overexploited . Naamin dan Noer (1980) mengestimasi

     MSY udang di Laut Arafura antara 6000 sampai dengan 6170 ton per tahun.

    Pada tahun 1970 kapal-kapal Taiwan mulai beroperasi dengan menggunakan

     pair trawl, juga dalam usaha patungan dengan perusahaan Indonesia. Naamin

    (1984) mengadakan penelitian untuk mengidentifikasi dinamika populasi udang

    Jerbung di Laut Arafura, khusus aspek biologi antara lain umur, pertumbuhan

    serta densitasnya. Hasil studi Naamin (1984) tersebut merekomendasikan

    pengelolaan dengan instrumen kebijakan input control dengan mengatur jumlah

    armada, penutupan musim penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring. Hasil

    studi Naamin (1984) tersebut dijadikan dasar pengelolaan dengan tingkat effort  

    optimal berdasarkan biologi.

    Sejak dibukanya Laut Arafura untuk penangkapan udang tahun 1969 sampai

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    37/148

    disebut Pungutan Hasil Perikanan (PHP), yang merupakan resource fee (ongkos

    sumber daya) karena pemanfaatan sumber daya ikan milik negara. PHP tersebut

    merupakan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang dikembalikan lagi untuk

    DKP dalam bentuk APBN (anggaran dan pendapata belanja negara) dalam

    rangka pengelolaan perikanan. Dalam prakteknya, kelemahan pengelolaan

    berdasarkan input control tersebut mendorong terjadinya peningkatan upaya untuk

    meningkatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya. Hal ini dapat dilihat dari

    kecenderungan peningkatan mesin (karena yang dibatasi dalam aturan GT nya)

    dan peningkatan teknologi yang lebih canggih (satelit,  fish finder   dll).

    Peningkatan kapasitas penangkapan tersebut secara perlahan berakibat kepada

    terjadinya overcapacity.

    Pada tahun 2001, Widodo et al.  (2001) mulai memperkenalkan konsep

    pengelolaan berdasarkan bioekonomi dengan instrumen kebijakan input control

    dalam bentuk pengaturan jumlah kapal (effort)  dan ukuran mata jaring (gear

    restriction). Rekomendasi hasil penelitian tersebut adalah dikuranginya armada

    penangkapan udang hingga tingkat upaya penangkapan tahun 1995. Studi tersebut

    menghasilkan instrumen kebijakan dengan penentuan effort optimal berdasarkan

    bioekonomi.

    Dalam penelitian kali ini, penulis mengadakan pengkajian bioekonomi dan

    kapasitas sekaligus, untuk menentukan status terkini perikanan udang di Laut

    Arafura. Penulis tidak mengadakan pengkajian biologi, namun analisis pada

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    38/148

    2.3 Pengelolaan Perikanan ( Fishery Management)

    Menurut Charles (2001), pengaturan pengelolaan perikanan, secara garis besar

    meliputi: pengendalian input  /upaya (input/effort control), pengendalian

    output/tangkapan (output/catch control), pengaturan teknis (technical measures),

    pengaturan berbasis lingkungan (ecologically based measures) dan instrumen

    ekonomi (economic instruments). Menurut King (1995), sejarahnya tujuan utama

    pengelolaan perikanan adalah konservasi stok ikan. Dalam perikanan modern,

    tujuan tersebut berkembang untuk kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.

    2.3.1  Input ( Effort) control (pengendalian input)

    Ide dasar dalam input control  adalah mengatur upaya penangkapan ( fishing

    effort ), dimana effort menentukan berapa besar penangkapan yang berdampak

    kepada stok ikan. Ada empat elemen input control yaitu: jumlah kapal penangkap;

    daya tangkap potensial rata-rata tiap kapal dalam armada (ukuran, alat tangkap,

    peralatan elektronik dan input fisik lain termasuk crew); intensitas rata-rata

    operasi kapal di laut per satuan waktu; rata-rata waktu melaut kapal dalam

    armada. Dengan demikian total effort  suatu armada kapal adalah sebagai berikut.

    Fishing effort  = (jumlah kapal) x (daya tangkap) x (intensitas) x (hari melaut)

    Jika salah satu faktor tersebut tidak ada atau nol, maka tidak ada effort  atau tidak

    ada perikanan tangkap. Pembatasan-pembatasan yang masuk dalam kategori input

    control  (Charles 2001) meliputi:

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    39/148

    yang diberikan kepada sejumlah pemilik kapal. Cara ini memberikan hak akses

    kepada pemilik kapal tersebut. Indonesia menganut cara ini dengan memberikan

    izin penangkapan kepada perorangan, Koperasi dan perusahaan dalam bentuk

    SIUP (Surat Izin Usaha Penangkapan). Dalam SIUP tersebut dicantumkan jumlah

    kapal dan total GT (gross tonage), alat tangkap dan daerah penangkapan

    (Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2002).

    2.3.1.2 Pembatasan kapasitas per kapal 

    Cara ini dilakukan dengan membatasi kemampuan kapal yang berdampak

    langsung terhadap sumber daya ikan, antara lain: palka, ukuran kapal, jumlah alat

    tangkap dll. Indonesia menerapkan pembatasan ukuran kapal dalam bentuk GT

    dan kekuatan mesin (PK) kapal. Pengaturan tersebut ada di dalam dokumen izin

    penangkapan.

    2.3.1.3 Pembatasan Intensitas Operasi 

    Pengaturan intensitas penggunaan kapal dalam arti jumlah hari operasi di laut

    dan pengaturan intensitas kerja ABK (anak buah kapal) merupakan hal yang lebih

    sulit dibandingkan dengan pengaturan input  yang lain. Indonesia tidak menganut

    pengaturan ini.

    2.3.1.4 Pembatasan waktu penangkapan

    Pembatasan waktu penangkapan dilakukan dengan mengatur hari melaut, saat

    ini masih dikaji sebagai salah satu alat dalam pengelolaan perikanan. Kapal dalam

    armada meskipun memiliki faktor-faktor lain untuk menangkap seperti mesin, alat

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    40/148

    2.3.1.5 

    Pembatasan lokasi penangkapan

    Salah satu input penting dalam proses penangkapan adalah lokasi dimana

    terjadi kegiatan penangkapan ikan. Para penangkap ikan pada umumnya

    merahasiakan lokasi penangkapan mereka dan yakin bahwa mereka mengetahui

    lokasi terbaik untuk menebar jaring atau bubu. Cara ini merupakan salah satu

    metode tradisional dalam pengelolaan perikanan, yaitu dengan memberikan area

    penangkapan tertentu kepada pengguna. Indonesia menganut metode ini, dengan

    cara pemegang izin diberikan area penangkapan dalam bentuk koordinat dan

    dicantumkan dalam SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) tiap kapal.

    2.3.2 Output (catch) control

    Jika input control  memfokuskan kepada pembatasan berbagai komponen

    upaya penangkapan, output control  memfokuskan seluruhnya kepada apa yang

    diambil dari stok ikan, yaitu tangkapan.

    2.3.2.1  Total Allowable Catch (TAC) 

    Output control  yang paling banyak didiskusikan adalah mengatur jumlah

    tangkapan masing-masing jenis stok ikan dalam perikanan. Pengaturan tangkapan

    secara agregat disebut TAC,  yaitu jumlah biomasa ikan yang boleh ditangkap.

    TAC   ini kemudian bisa dibagi ke dalam kuota dalam subbagian, misalnya TAC  

    untuk Uni Eropa dibagi ke dalam kuota tiap negara di Eropa. Indonesia

    memberlakukan TAC  sebesar 80% dari MSY (maximum sustainable yield ) secara

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    41/148

    2.3.2.2 

    Kuota individu (individual quota)

     Individual Quota  ( IQ) merupakan hak output   kuantitatif yang menentukan

     jumlah tiap nelayan boleh menangkap dalam periode waktu tertentu. Sebagai

    contoh pengaturan trip yang membatasi berapa yang dapat ditangkap tiap trip

    penangkapan, atau dibatasi tiap tahun. Ada dua pilihan prinsip kuota individu,

    yaitu individual transfereble quota (ITQ)  dan individual non-transferable quota

    (INTQ).

    2.3.2.3 Kuota masyarakat

    Konsep dasarnya tidak ada perbedaan dengan kuota individu, perbedaannya

    terletak pada pengelolaan berbasis masyarakat terhadap sumber daya ikan

    tersebut. Faktor kuncinya adalah penyatuan kuota individu menjadi pengelolaan

    berbasis masyarakat.

    2.3  Pengendalian ikan yang dilepas (escapement controls) 

    Pengendalian cara ini difokuskan untuk meyakinkan bahwa cukup ikan yang

    dibiarkan tidak ditangkap untuk pemijahan (spawning). Pengelolaan cara ini biasa

    dilakukan untuk Salmon.

    2.3.3  Pengaturan teknis ( technical measures) 

    Pengaturan teknis merupakan pengaturan yang membatasi bagaimana, kapan

    dan dimana ikan ditangkap. Pengaturan teknis ini meliputi: pembatasan alat

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    42/148

    2.3.4 Pengelolaan berbasis lingkungan (ecologically  based management) 

    Pengaturan tipe ini dilaksanakan dengan pengaturan pembatasan untuk multi

    spesies yang berdampak mengurangi tekanan terhadap lingkungan. Sebagai

    contoh pembatasan jumlah kapal dan alat tangkap dalam suatu periode tertentu

    untuk stok ikan campuran (misalnya untuk semua jenis demersal dan pelagis).

    Salah satu contoh adalah penetapan  MPA (marine protected area) yang

    membatasi kegiatan manusia di kawasan tersebut.

    2.3.5 Instrumen ekonomi tidak langsung: pajak dan subsidi

    Pengendalian dengan penerapan pajak dapat ditetapkan agar dapat mengerem

    keinginan individu atau perusahaan dalam menangkap ikan. Semakin besar pajak

    akan semakin berkurang minat menangkap ikan. Sedangkan subsidi biasanya

    diterapkan pada faktor input  secara selektif, misalnya subsidi BBM dalam rangka

    memodernisasi perikanan tradisionil.

    2.4 Keragaan Perikanan

    Salah satu instrumen yang juga dapat digunakan untuk pengelolaan sumber

    daya perikanan yang optimal adalah menyangkut bagaimana keragaan industri

    perikanan tersebut dalam konteks input yang digunakan untuk ekstraksi sumber

    daya dan produksi yang dihasilkannya. Dalam kaitan ini kebanyakan perikanan

    memiliki permasalahan kelebihan kapasitas yang menyebabkan kurang baiknya

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    43/148

    tersebut. Untuk itu adalah penting untuk membahas apa yang dimaksud dengan

    keragaan perikanan yang salah satunya diukur berdasarkan kapasitas perikanan.

    Kapasitas perikanan secara umum didefinisikan oleh Pascoe et al. (2003)

    sebagai berikut: “Kapasitas perikanan adalah kemampuan suatu kapal atau armada

    kapal untuk menangkap ikan. Kapasitas perikanan dapat dinyatakan lebih spesifik

    sebagai sejumlah maksimum ikan selama kurun waktu tertentu (tahun atau

    musim) yang dapat dihasilkan oleh armada kapal jika digunakan penuh,

    berdasarkan biomasa dan struktur umur yang ada serta kondisi teknologi yang

    diterapkan”.  Definisi menurut FAO (1998) secara umum, kapasitas perikanan

    berdasarkan target (target capacity) adalah ”maksimum jumlah ikan dalam

    periode tertentu yang dapat diproduksi oleh satu armada perikanan jika

    dimanfaatkan penuh, bersamaan dengan itu memenuhi tujuan pengelolaan yang

    dirancang untuk memastikan kelestarian perikanan”.

    Kedua definisi tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa faktor yang

    menentukan kapasitas perikanan adalah kemampuan kapal atau armada dalam

    menangkap atau memproduksi ikan, faktor waktu yang ditetapkan dan tujuan yang

    ditetapkan. Untuk mengukur kapasitas tentu saja harus diketahui faktor-faktor

    kapal atau armada yang mempengaruhi kemampuan menangkap, berapa produksi

    hasil tangkapan dan tujuan yang direfleksikan dalam target, serta waktu yang

    ditetapkan untuk mengukur (misalnya dalam satu tahun atau lima tahun).

    Menurut Smith dan Hanna (1990), kapasitas suatu armada kapal ikan meliputi

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    44/148

    (3)  Efisiensi teknis operasional kapal

    (4)  Kemampuan waktu penangkapan tiap kapal pada tiap periode waktu (tahun

    atau musim).

    Dari keempat komponen tersebut bisa diketahui kapasitas sebuah kapal atau

    armada kapal ikan dalam kurun waktu tertentu di suatu wilayah penangkapan.

    Pada tahun 1995, CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries)  diadopsi

    oleh FAO, salah satu isyu adalah bahwa kelebihan kapasitas (excess capcity)

    merupakan salah satu faktor yang mengganggu kelestarian perikanan (FAO, 

    1995). Menurut Pascoe et al.  (2003), konsep excess capacity berkaitan dengan

    perbedaan antara kapasitas penangkapan potensial jika semua kapal dimanfaatkan

    penuh dengan penangkapan saat ini. Konsep ini merupakan konsep jangka

    pendek, karena berkaitan dengan kondisi stok ikan saat ini. Tujuan dari

    pengelolaan perikanan lebih kepada yang bersifat jangka panjang. Sebagai contoh,

     jika yang menjadi tujuan adalah tercapainya  MSY , excess capacity 

    memberitahukan kepada kita berapa kapasitas penangkapan yang harus

    diturunkan agar tercapai MSY tersebut. Dalam pengelolaan perikanan untuk tujuan

     jangka panjang, konsep over capacity lebih tepat dan merupakan excess capacity 

     jangka panjang. Overcapacity berkaitan dengan perbedaan antara kapasitas saat

    ini (baik dalam hal effor t, jumlah kapal, maupun tingkat penangkapan yang

    diharapkan) dan level kapasitas yang ditargetkan.

     Excess capacity  merupakan problema jangka pendek yang dapat terkoreksi

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    45/148

    gagal untuk mengalokasikan input   dan output   secara efisien. Pengusaha tidak

    dapat saling menjaga ada pihak lain yang menangkap ikan (misalnya illegal

     fishing), dan tidak ada insentif untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan.

    Overcapacity  pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penangkapan berlebih

    sumber daya ikan (overexploitation of resource) dan pemanfaatan sumber daya

    yang tidak efisien (modal dan faktor-faktor produksi penangkapan). Istilah jangka

    pendek dapat diartikan dalam satu musim penangkapan atau satu tahun,

    sedangkan jangka panjang dapat diartikan suatu periode dimana stok ikan

    mencapai target yang ditetapkan dan level input  untuk jangka pendek dapat diatur.

    Isyu overcapacity  atau excess capacity  dalam perikanan biasanya berkaitan

    dengan problema open access (Greboval, 1999). Menurut Wilen (1985), sebagai

    langkah awal diperlukan pemahaman untuk membedakan kondisi ”murni” open

    access dan ”regulated” open acces. Dalam kondisi open access murni, tidak ada

    kejelasan tentang hak kepemilikan ( property right ) dan tidak adanya pengaturan

    dalam eksploitasi sumber daya. Suatu perikanan yang ”regulated ” open acces 

    didefinisikan sebagai suatu perikanan yang hak kepemilikannya ( property right )

    tidak jelas, pemerintah mengontrol penangkapan dalam suatu regulasi yang ketat

    dalam rangka konservasi sumber daya, namun tidak mampu mengontrol secara

    efektif kapal-kapal yang beroperasi menangkap di laut.

    Menurut Pascoe et al. (2004), overcapacity dapat didefinisikan sebagai

    overcapitalization manakala ukuran jangka panjangnya berdasarkan output  yang

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    46/148

    ditargetkan. Konsep overcapitalization dapat digambarkan secara sederhana

    menggunakan model Schaefer sebagaimana Gambar 5. Dalam gambar tersebut,

     jumlah armada kapal F menghasilkan output  O, sedangkan hasil yang lebih besar

    pada OMSY dapat dicapai dengan jumlah armada kapal lebih sedikit FMSY  .

    Perbedaan antara jumlah armada kapal saat ini dan jumlah kapal yang ditargetkan

    adalah excess capital yang merupakan ukuran tingkat overcapitalization dalam

    perikanan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kapasitas (capacity) dan

    pemanfaatan kapasitas (capacity utilization) merupakan konsep jangka pendek

    yang berkaitan dengan kemampuan armada kapal saat ini untuk menambah output

    dalam kondisi yang ada. Overcapacity dan overcapitalization merupakan konsep

     jangka panjang yang menunjukkan kondisi dimana armada saat ini perlu dikurangi

    untuk mencapai output jangka panjang yang ditargetkan.

    Omsy 

    Fmsy  F

    O

    Fleetunit

    Output

    Excess capital

       }     

     

    G b 5 O it li ti d l ik (P t l 2004)

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    47/148

    sempurnaan pasar pada umumnya adalah tidak adanya kejelasan hak kepemilikian

    ( property right ) dan insentifnya. Overcapacity  dalam perikanan mendorong

    terjadinya berbagai problema antara lain: (1) over   investasi dalam kapital dan

    tenaga kerja yang berlebihan baik di perusahaan penangkapan atau pengolahan;

    (2) menurunnya kelimpahan baik perikanan langsung maupun stok, (3)

    menurunnya tingkat keuntungan bagi modal dan tenaga kerja, menurunnya

    kualitas hidup nelayan dan keluarga mereka, (4) meningkatnya konflik dalam

    proses manajemen.

    Untuk mengatasi overcapacity, diperlukan instrumen pengelolaan

    (management instrumenst ) yang disebut “incentive blocking”   atau “incentive 

     adjusting”   (Ward et al.,  2004). Pengaturan dalam incentive blocking  mencoba

    untuk membatasi tingkat kegiatan dalam berbagai bentuk, sedangkan incentive

    adjusting mencoba untuk melibatkan masalah hak kepemilikan ( property right )

    dan membiarkan pasar untuk mengurangi overcapacity.  Kedua instrumen

    pengelolaan tersebut disajikan dalam Tabel 2 berikut.

    Tabel 2. Instrumen pengelolaan: incentive blocking dan incentive adjusting 

     Incentive blocking insruments Incentive adjusting instruments

    •   Limited entry

    •   Buy back programmes

      Gear and vessels restrictions•   Aggregate quotas

    •   Non transferable vessel ctachlimits

    •   Individual Effort Quotas (IEQs) 

    •   Individual transferable quotas(ITQs)

    •  Taxes and royalties

    •  Group fishing rights (CDQs,etc)

    •  Territorial use rights (TURFs)

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    48/148

    Menurut Pascoe et al.  (2003), ada empat metodologi untuk mengukur

    kapasitas perikanan sebagai berikut.

    2.4.1   Rapid Apraisal Techniques (RA) 

     RA  merupakan pengumpulan data secara informal dari pakar dan pelaku

    (stakeholders) secara luas. Tekniknya dilaksanakan dengan interview  informal

    kepada peserta kunci dalam perikanan yang memiliki input   dalam proses

    produksi. Pertanyaan diarahkan kepada level penangkapan waktu lampau dan

    masa kini, termasuk level kegiatan dan level kegiatan yang potensial. Informasi

    dikumpulkan di lapangan dan dikuantifikasi semaksimal mungkin dan dilengkapi

    data kuantitatif lain (misalnya jumlah ikan dijual di pasar induk sebagai patokan).

    Peserta sebagai sumber data diinterview ulang dan informasi yang terkumpul di

    sajikan untuk cross check   dan validasi. Proses ini memerlukan pengulangan

    beberapa kali yang memungkinkan diadakannya penghalusan data ( fine-tuning)

    estimasi untuk mendapatkan nilai yang bisa dipercaya oleh peserta di perikanan.

    Model  RA ini memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar karena melibatkan

    sumber informasi pelaku perikanan dalam jumlah besar.

    2.4.2  Survei dan opini ahli 

    Survei dilaksanakan untuk mengumpulkan perkiraan subyektif tetapi

    kuantitatif tentang kapasitas. Seperti  RA, cara ini bermanfaat jika data terbatas

    atau tidak tersedia. Pelaku perikanan dapat disurvei untuk menentukan

    penangkapan dan kegiatan yang sedang berjalan, termasuk pendapat subyektifnya.

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    49/148

    wakil dari sampel yang didata. Survei para ahli (biologist   dan wakil industri)

    dapat juga dilaksanakan untuk melengkapi perkiraan kapasitas output   dan

    pemanfaatannya. Jika opini ahli bervariasi, diperlukan pembobotan secara

    subyektif untuk masing masing opini untuk menghasilkan perkiraan komprihensif.

    2.4.3  Analisis peak-to-peak 

    Analisis peak-to-peak  mengasumsikan adanya hubungan langsung antara level

    input dan level output . Sebuah index tangkapan per unit input (misalnya

    tangkapan per hari atau tangkapan per kapal) diperoleh dari data. Asumsi dibuat

    bahwa level puncak ( peak level) dari tangkapan per unit input sebanding dengan

    kapasitas pemanfaatan. Kondisi puncak diasumsikan mewakili tahun-tahun

    dimana perikanan mencapai kondisi output   maksimum dalam jangka pendek,

    dalam kondisi teknologi penangkapan dan stok yang ada. Analisis ini pernah

    diterapkan oleh Ballard and Roberts (1977), Ballard and Blomo (1978) dan Hsu

    (2003).

    2.4.4 Stochastic production frontier (SPF) 

    SPF  menunjukkan output maksimum yang diharapkan terhadap sekumpulan

    input yang diketahui. Hal tersebut didapatkan dari teori produksi dan berdasarkan

    kepada asumsi bahwa output adalah fungsi dari tingkat input dan efisiensi

    produsen dalam menggunakan input.

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    50/148

    sering timbul disebabkan keterbatasan data, sehingga bisa dipilih hanya beberapa

    variable input   dan output . Model terpenting dari  DEA adalah CCR  (Charnes,

    Cooper and Rhodes 1978) (Fauzi dan Anna, 2005). Menurut Cooper et al. (2004),

    ada dua model  DEA  yang berkembang yaitu CCR  dan  BCC   (Banker-Charnes-

    Cooper). Model BCC merupakan pengembangan dari CCR, diimplementasikan di

    dunia perbankan untuk kasus yang return of scale nya berubah. CCR

    diimplementasikan pada kasus-kasus yang return of scale  nya tetap. Perbedaan

    secara grafis CCR dan BCC  terletak pada acuan yang digunakan untuk menetukan

    batas titik-titik efisiensi DMU (decision making unit ) dalam suatu frontier . Garis

    batas terluar efisiensi dalam CCR ditarik dari satu titik efisiensi terluar berupa

    garis lurus, sedangkan dalam model  BCC batas efsiensi ditarik oleh garis yang

    menghubungkan titik-titik terluar efisensi (Gambar 6 dan Gambar 7). Baik model

    CCR  maupun  BCC dibagi menjadi dua tipe, yaitu input-oriented   dan output-

    oriented   dengan notasi CCR-I; CCR-O; BCC-I; BCC-O.  Tipe input-oriented  

    digunakan untuk meminimalkan input , sedangkan output oriented   digunakan

    untuk memaksimalkan output, perhitungan kedua tipe akan menghasilkan angka

    efisiensi yang sama (Cooper et al. 2004).

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    51/148

    Gambar 7. Pembatasan Produksi Model BCC

    Berdasarkan data yang ada, dapat dihitung efisiensi suatu DMU menggunakan

    data input dan output . Jumlah variabel input   dan output   bisa satu atau lebih.

    Apabila ada n  DMU: DMU1, DMU2,….., dan  DMUn  dimana j = 1, …., n,

    sedangkan ada sejumlah m input dan s output , maka input data untuk  DMUj 

    menjadi (X1j, X2j,…,Xmj) dan output datanya adalah (Y1j, Y2j,…, Ysj). Matriks

    input  data X dan output data Y dapat ditulis sebagai berikut.

    11 12 1

    21 22 2

    1 2

    ...

    ...

    . . .

    n

    n

    m m mn

     x x x

     X x x x

     x x x

    =

      …..…….………………….(2.20)

    11 12 1... n y y y

    Y

    (2 21)

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    52/148

    Salah satu cara untuk menganalisa kapasitas perikanan adalah dengan  DEA,

    dimana pendekatannya berdasarkan input  dan output . Seperti dirujuk oleh Fauzi

    dan Anna (2005), konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Charles, Cooper,

    dan Rhodes atau dikenal sebagai CCR. Di Indonesia konsep ini telah diterapkan

    oleh Fauzi dan Anna pada tahun 2002 untuk mengukur efisiensi kapasitas

    perikanan di DKI Jakarta (Fauzi dan Anna, 2005).

    Pengukuran efisiensi pada dasarnya merupakan rasio antara output dan input,

    atau:

     Input 

    Output  Efisiensi   = ......................................................(2.22)

    Pengukuran efisiensi yang menyangkut multiple input dan output dapat

    dilaksanakan dengan menggunakan pengukuran efisiensi relatif yang dibobot

    sebagaimana tertulis berikut:

    dibobot sudah yanginput  Jumlah

    dibobot sudah yangoutput  Jumlah Efisiensi   =  

    Atau dapat ditulis :

    ...

    ...

    2211

    2211

    ++

    ++=

     j j

     j j

     xv xv

     yw yw junit dari Efisiensi   .........................(2.23)

    Keterangan :

    w1 = Pembobotan untuk output  i

    y1j = Jumlah output  1 dari unit j

    v1 = Pembobotan untuk input 1

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    53/148

    tersebut kemudian dijembatani dengan konsep  DEA, efisiensi tidak semata-mata

    diukur dari rasio output   dan input , tetapi juga memasukkan faktor pembobotan

    dari setiap output   dan input   yang digunakan. Pada pembahasan  DEA,  efisiensi

    diartikan sebagai target untuk mencapai efisiensi yang maksimum dengan kendala

    relatif efisiensi dan seluruh unit yang tidak boleh melebihi 100%. Secara

    matematis, efisiensi dalam DEA merupakan solusi dan persamaan berikut 1:

    i ijm

    mm

    k kjm

    w y

     Max E v x

    =

    ∑ 

    Dengan kendala :

    1i ijm

    i

    k kjm

    w y

    v x≤∑∑

     untuk setiap unit ke j ........................................(2.24)

    ε ≥k i vw ,  

    Pemecahan masalah pemrograman matematis di atas akan menghasilkan nilai

     E m yang maksimum sekaligus nilai bobot (w dan v) yang mengarah ke efisiensi.

    Jadi jika nilai  E m =1, maka unit ke m tersebut dikatakan efisien relatif terhadap

    unit lainnya. Sebaliknya jika nilai  E m  lebih kecil dari 1, maka unit yang lain

    dikatakan lebih efisien relatif terhadap unit m, meskipun pembobotan dipilih

    untuk memaksimisasi unit m.

    Salah satu kendala dan pemecahan persamaan (2.24)  adalah persamaan

    tersebut berbentuk  fractional sehingga sulit untuk dipecahkan melakukan

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    54/148

    pemograman linear (linear programming) dapat dilakukan. Linearisasi persamaan

    (2.24) di atas menghasilkan persamaan sebagai berikut: 

    ∑=i

    ijmim yw E  Max  

    dengan kendala:

    1

    0

    k kjm

    i ijm k kjm

    i k 

    v x

    w y v x

    =

    − ≤

    ∑ ∑.

    ................................................................. (2.25)

    Salah satu manfaat dilakukannya linearisasi, kita dapat melakukan pemecahan

    pemrograman linear di atas dengan melakukan pemecahan dual dari persamaan

    (2.25). Sebagaimana ciri yang dimiliki oleh pemograman linear, pemecahan baik

     primal maupun dual akan menghasilkan solusi yang sama, namun demikian

    sering pemecahan dengan dual lebih sederhana karena berkurangnya dimensi

    kendala. Primal dan dual variable dari persamaan (2.25) di atas dapat ditulis

    kembali sebagai sebagai:

     Model Primal Variabel Dual

    ∑=i 

    ijm i y w EmMax Z

    Dengan kendala

    1k kjmv x   =∑   oλ  

    ε ω   ,   ≥k i  v 

    (2 26)

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    55/148

    ...t1,2,  =−≤− i i    ε ω    +k S   

    Dengan demikian, dual dari persamaan (2.29) dapat ditulis sebagai;

    Zmin  m ∑∑   −+ −k 

    k i 

    i  S S -    ε ε ϖ   

    dengan kendala:

    ∑   == j

     jkj  ...1 0X-S- m k x  - k kj    λ   ..............................................(2.27)

    ∑   ==++ j 

     jm j ij i  t i yi y   ...1S   λ   

    0,,   ≥−+ k i  S S  j λ   

    Hasil analisis  DEA  dapat dijabarkan dalam bentuk grafik melalui apa yang

    disebut sebagai efficiency frontier. Untuk mengolah data variabel input dan output

    menjadi skor efisiensi dan pembobotan optimalnya, digunakan software  DEA-

    Solver   dengan cara menabelkan data-data tersebut ke dalam worksheet Excel

    Window  dan kemudian di run. Hasil run  software  DEA-Solver   menunjukkan

    angka skor efisiensi, grafik dan pembobotan optimal. Sedangkan untuk

    menggambarkan efisiensi  frontier   digunakan software GAMS   atau Frontier

     Analyst.

    Dari ke lima model tersebut diatas, dipilih model  DEA  dalam pengukuran

    kapasitas perikanan udang di Laut Arafura yang akan dibahas dalam bab

    3 METODOLOGI PENELITIAN

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    56/148

    3 METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Wilayah studi untuk kegiatan penelitian adalah Laut Arafura di daerah operasi

    penangkapan udang, posisi berada di antara antara 1300 Bujur Timur (B.T.) dan

    1390  B.T. di perairan teritorial dan ZEE (zona ekonomi eksklusif) Indonesia

    (Gambar 8). Lokasi pendaratan kapal-kapal pukat udang pada wilayah studi

    sebagai basis pengumpulan data adalah Tual, Benjina, Agats, Dolak. Penelitian

    dilaksanakan selama satu tahun, mulai bulan Mei 2003 sampai dengan April 2004

    terhadap 39 kapal pukat udang sebagai sampel.

    3 2 Kerangka Pendekatan Analisis

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    57/148

    3.2 Kerangka Pendekatan Analisis

    Berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai alur pikir kerangka

    pendekatan analisis dari penelitian ini dalam usaha mencapai tujuan penelitian

    seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1.

    Proses metodologi analisis model pengelolaan udang di Laut Arafura, dimulai

    dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri perikanan tangkap

    udang (meliputi data primer dan data statistika/data sekunder), dan data penelitian

    sebelumnya (data tertier) (lihat Gambar 9). Data industri tersebut meliputi data

    urut waktu (series) berupa data produksi aktual dan effort  dari tahun 1986 sampai

    dengan 2003, data cross section berupa data input   dan output penangkapan

    kapal-kapal pukat udang tahun 2003, sedangkan data tertier merupakan data hasil

    penelitian Fauzi (2001).

    Data primer yang merupakan data 39 kapal pukat udang pada tahun 2003,

    digunakan untuk melihat keragaan industri, atau analisis efisiensi dengan

    menggunakan metode Data Envelopement Analysis (DEA). Hasil DEA ini adalah

    efisiensi dan  potential improvement   yang menggambarkan bagaimana kondisi

    kapasitas perikanan udang di perairan Laut Arafura. Data sekunder yang

    merupakan data statistik (data series) diperoleh dari beberapa lembaga dan

    instansi seperti Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan

    Perikanan, data produksi dari Pemerintah Daerah Propinsi Irian Jaya, dan lain-

    lain, digunakan untuk analisis efeisiensi dan bioekonomi.

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    58/148

    Gambar 9. Kerangka pendekatan analisis kebijakan pengelolaan perikanan

    udang di Laut Arafura

    Dengan menggunakan analisis statistik Ordinary Least Square  (OLS ) maka

    akan diperoleh angka-angka parameter  yield-effort , untuk selanjutnya digunakan

    dalam analisis bio-ekonomi dan optimisasi statik Gordon-Schaefer, serta

    optimisasi dinamik Clark-Munro. Data penelitian sebelumnya yang diambil dari

    DataIndustri

    DataPenelitian

    Sebelumnya

    (tertier)

    Primer(Cross section)

    Sekunder(Statistik)

    KeragaanIndustri

    (Efisiensi)

    Produksi U a a

    AnalisisOLS

    Yield-Effort

    AnalisisDEA

    Optimasibioekonomi

    Statik & Dinamik

    AlternatifSkenario

    Pengelolaan

    SeasonalKuota

    EfisiensiPotential

    (Improvement)

    Parameter biofisikdan ekonomi

    Alternatif Kebijakan PengelolaanPerikanan Udang

    tersebut digunakan dalam model untuk analisis yield-effort dan optimisasi

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    59/148

    tersebut digunakan dalam model untuk analisis  yield effort   dan optimisasi

    bioekonomi statik dan dinamis. Hasil analisis bioekonomi dan hasil analisis

    kapasitas perikanan udang, digunakan sebagai basis dalam merumuskan alternatif

    skenario pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura, yang terdiri dari

    pengurangan jumlah kapal, sistem pengelolaan seasonal (berbasiskan musim) dan

    sistem kuota.

    3.3 Analisis Bioekonomi Statik Gordon-Schaefer

    Analisis bioekonomi statik dalam penelitian ini menggunakan model Gordon

    Schaefer untuk mencari tingkat optimal pengelolaan. Persamaan yang digunakan

    adalah rumus produksi lestari yang dihitung dengan menggunakan fungsi logistik

    (2.6). Parameter q, K dan r merupakan parameter biofisik berturut-turut adalah

    kemampuan daya tangkap, kapasitas daya dukung dan pertumbuhan intrinsik yang

    diperoleh melalui teknik Ordinary Least Square dan Algoritma Fox (Fauzi, 2001).

    Persamaan (2.6) dapat ditulis secara sederhana menjadi :

    2h E E α β = −  …………………………………………(3.1)

    dimana qk α   =  dan 2  / q k r  β   = .

    Dalam analisis seperti ini akan terjadi suatu kondisi yang disebut sebagai

    ”curse of dimensionality”, yaitu kondisi dimana ada tiga paramter yang dicari

    nilainya dengan hanya dua koefisien yang diketahui. Oleh karena itu maka salah

    satu koefisien yakni q harus diketahui terlebih dahulu Koefisien q ini dihitung

    1 1

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    60/148

    1 1

    1

    1 1ln / /( )t t t q zU zU z

     β β 

    − −

    +

    = + +

    ........................(3.2)

    dimana ( / ) z E α β = − − , U adalah catch per unit effort. Oleh karena α  ,  β ,

    sudah diketahui dari hasil OLS , E dan U didapat dari rata-rata geometrik dari data

    series, maka selanjutnya nilai q, K dan r dapat dicari. Hasil pendugaan parameter

    ini kemudian digunakan untuk menghitung produksi lestari Gordon-Schaefer, dan

    menghasilkan kurva produksi aktual dan produksi lestari yang digunakan untuk

    perbandingan fluktuasi keduanya.

    Untuk menganalisis bioeconomic model  perikanan udang di Laut Arafura,

    diperlukan variabel-variabel produksi penangkapan, effort (hari melaut) biaya dan

    pendapatan secara agregat. Untuk mengukur pengelolaan yang optimal secara

    ekonomi ( MEY = maximum economic yield   ) maka digunakan fungsi rente

    ekonomi lestari dalam bentuk:

    1 t st t t  qE 

     p qkE cE r 

    π  

    = − −

    ........................................(3.3)

    Dimana st π    adalah rente sustainable,  p   adalah harga dan c   adalah biaya per

    satuan input. Sementara untuk Input optimal dapat ditentukan melalui persamaan

    berikut ini:

    220st  t 

     pq K  pqK E c

     E r 

    π ∂= − − =

    .....................................(3.4)

    Untuk perhitungan pembatasan kuota penangkapan, digunakan data effort  dan

  • 8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura

    61/148

    p g p p g p , g ff

    produksi aktual tahun 1986 sampai dengan tahun 2003. Dalam skenario kuota

    maka jumlah effort yang ditujukan untuk pengelolaan perikanan menjadi: 

    q

    Q E 

     N x q= , ..............................................................(3.5)

    dimana Q  adalah kuota yang besarnya ditetapkan berdasarkan pengurangan

    prosentase produksi aktual (dalam konteks ini jika kuota 5% berarti Q = 0.95 x

    produksi aktual),  N   adalah jumlah armada dan q  adalah koefisien daya tangkap

    sebagaimana ditentukan di atas. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari

    pengelolaan perikanan menjadi:

    q q pqxE cE π   = − .............................................................(3.6)

    3.4 Ana