76125606-insomnia

26
1 PAPER INSOMNIA NON ORGANIK Disusun oleh: Fauzul azmi, S.Ked (101001067) Pembimbing: dr. Mhd Mustafa, Sp.Kj, M. Ked(Kj)

Upload: jimmi

Post on 14-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

insomnia

TRANSCRIPT

Page 1: 76125606-Insomnia

1

PAPERINSOMNIA NON ORGANIK

Disusun oleh:Fauzul azmi, S.Ked (101001067)

Pembimbing:dr. Mhd Mustafa, Sp.Kj, M. Ked(Kj)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KEJIWAAN RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

SUMATERA UTARA 2015

Page 2: 76125606-Insomnia

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang

untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.1

Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan

beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan

memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di

antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.2 Sebanyak 95% orang

Amerika telah melaporkan sebuah episode dari insomnia pada beberapa waktu

selama hidup mereka.1 Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7%

penduduk mengalami insomnia.

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek.

Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut

sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks

situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini

biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan

stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru

atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.3

Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini

biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat

situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti

kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih

dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan

psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk

insomnia.3

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak

mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah

dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan

keadaan fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur

Page 3: 76125606-Insomnia

3

cukup, pasien dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan

untuk tidur siang.

Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti

berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien

dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup

meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat yang

terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan dengan

terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.

Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari

sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya

menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan,

ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.

Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan

kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat

meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter

perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang

membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan

meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.3,4

Page 4: 76125606-Insomnia

4

BAB II

ISI

2.1. Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan

beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola

dunia disebut sebagai irama sirkadian1,4.

Tidur tidak dapat diartikan sebagai menifestasi proses deaktivasi Sistem

Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-

neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi

terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut

sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang

menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang

otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu

diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM

terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam

empat stadium, antara lain:

1.2 Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium

ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran

kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7

siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.

1.3 Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu

tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle

shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik,

Page 5: 76125606-Insomnia

5

lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini,

orang dapat dibangunkan dengan mudah.

1.4 Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG

menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga

2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat

nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

1.5 Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran

EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada

jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur

dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak

dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.1,4

2.2 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal

kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif

yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan

signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International

Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan

memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu

selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep

Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,

disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia

adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau

mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki

berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian

obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan

suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.3 Klasifikasi Insomnia

Page 6: 76125606-Insomnia

6

Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau

susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita

insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur

seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi

medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu

masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1

dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga

dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu

penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun

penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang

menderita insomnia.

2.4 Tanda dan Gejala Insomnia

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

Sering terbangun pada malam hari

Bangun tidur terlalu awal

Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

Iritabilitas, depresi atau kecemasan

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

Ketegangan dan sakit kepala

Gejala gastrointestinal 1,3,6

Page 7: 76125606-Insomnia

7

2.4. Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga

dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk

tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit

dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat

menyebabkan insomnia.

• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan

kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,

termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,

stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung

kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat

menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu

seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering

menyebabkan terbangun di tengah malam.

• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan

bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami

insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.

Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung,

penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit

Parkinson dan penyakit Alzheimer.

• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh

atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama

sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai

jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan

tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh

tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka

berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak

mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,8

Page 8: 76125606-Insomnia

8

2.5 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko

insomnia meningkat jika terjadi pada:

Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon

selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama

menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering

mengganggu tidur.

Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia

meningkat sejalan dengan usia.

Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,

kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu

tidur.

Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang

seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan

insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan

risiko terjadinya insomnia.

Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari

sering meningkatkan resiko insomnia.1,4

2.6 Klasifikasi Insomnia

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,

insomnia diklasifikasikan menjadi:

a. Acute insomnia

b. Psychophysiologic insomnia

c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)

d. Idiopathic insomnia

e. Insomnia due to mental disorder

f. Inadequate sleep hygiene

g. Behavioral insomnia of childhood

h. Insomnia due to drug or substance

Page 9: 76125606-Insomnia

9

i. Insomnia due to medical condition

j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,

unspecified (nonorganic)

k. Physiologic insomnia, unspecified (organic) 8

2.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

Pola tidur penderita.

Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

Tingkatan stres psikis.

Riwayat medis.

Aktivitas fisik

Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan

pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan

pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu

tidur Anda selama 2 minggu.

Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu

permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah

juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang

bisa menyebabkan insomnia.

Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan

pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi,

gerakan mata, dan gerakan tubuh.5

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ6

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,

atau kualitas tidur yang buruk

Page 10: 76125606-Insomnia

10

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1

bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan

terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan

penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial

dan pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak

menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan

adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan

yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)

tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0)

atau gangguan penyesuaian (F43.2)

2.8 Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan

mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku

ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk

penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

- Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,

dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi

kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol

pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

- Terapi kognitif.

Page 11: 76125606-Insomnia

11

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan

pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling

tatap muka atau dalam grup.

- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk

beraktivitas.

- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di

tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.3,5

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan

tidur pada malam hari.

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti

menghindari kebisingan

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit

setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

Menghindari makan besar sebelum tidur

Cek kesehatan secara rutin

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik1,2,3,5

2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan

yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

Page 12: 76125606-Insomnia

12

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”

yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)

Misalnya pada gangguan anxietas

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-

Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan

Tetrasiklik)

Misalnya pada gangguan depresi

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan

terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-

Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan

benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi

tidur.

- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan

dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off

(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih

perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi

Page 13: 76125606-Insomnia

13

- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3

kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia

lanjut

Lama Pemberian

- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak

lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan

lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang

menetap sekitar 6 bulan lamanya.

- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological

Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah

gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-

insomnia (waktu paruh) :

- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam) gejala

rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik

- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound lebih ringan

- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan gejala

“hang over” pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime

sleepiness”

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat

terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”

Page 14: 76125606-Insomnia

14

Interaksi obat

- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan

potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation

and respiratory failure”

- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal

enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang

menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol

atau “CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus

- Kontraindikasi :

o Sleep apneu syndrome

o Congestive Heart Failure

o Chronic Respiratory Disease

- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko

menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)

khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan

melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)1,3,7

2.9 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.

Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Page 15: 76125606-Insomnia

15

Komplikasi insomnia meliputi

Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan

reaksi kecelakaan.

Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

Kelebihan berat badan atau kegemukan

Daya tahan tubuh yang rendah

Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya

tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada

gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia

Page 16: 76125606-Insomnia

16

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam

mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan

fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat

mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.

Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan

berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan

kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola

tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan

stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non

farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang

biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan

benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine

(Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis

dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di

rumah seperti mengatur jadwal tidur.

3.2. Saran

Karena kurangnya data mengenai epidemiologi insomnia di Indonesia, maka

diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran insomnia di Indonesia.

Page 17: 76125606-Insomnia

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

2. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.

3. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis. (http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses tanggal 8 Juli 2011)

4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC5. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/

DSECTION=alternative-medicine Diakses tanggal 8 Juli 2011)6. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan

Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

7. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

8. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University Press