69119590 ca nasofaring edit
DESCRIPTION
NFTRANSCRIPT
KARSINOMA NASOFARING
Pembimbing :
Dr. Yuswandi Affandi Sp.THT-KL
Dr. Ivan Djajalaga, M.Kes, Sp.THT-KL
Penyusun :
Mega Permata
Pandu Abdul Syakur
Adelin litan
Adrian Ridski Harsono
Ari Suganda
Felyana Gunawan
Yoelius Wijaya
Vitta Kusuma Wijaya
Nazlia Binti Razali
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
1
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
berkat rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan MakalahKarsinomaNasofaring ini.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok di RSUD Karawang. Makalah ini memuat tentang
KARSINOMA NASOFARING yang sangat berbahaya bagi kesehatan seseorang. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing di bidang THT yaitu
dr. Yuswandi Affandi, SpTHT dan dr. Ivan Djajalaga M.Kes.Sp.THT yang telah
membimbing kami dalam kepaniteraan klinik THT ini dan rekan-rekan koas yang
ikut membantu memberikan semangat dan dukungan moril .
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis dan
pembaca.
Karawang, 20 September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I Karsinoma nasofaring 4
BAB II Anatomi dan histologi 5
Anatomi 5
Histologi 7
BAB III Karsinoma Nasofaring 8
Definisi 8
Epidemiologi dan Etiologi 8
Patofisiologi 11
Manifestasi klinis 13
Diagnosis 14
Diagnosis Banding 17
Penatalaksanaan 18
BAB IV Daftar Pustaka 21
BAB I
KARSINOMA NASOFARING
3
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang terjadi pada daerah nasofaring dan
merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di
Indonesia. Karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekuensi
tertinggi diantara tumor lainnya seperti tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor
getah bening, dan tumor kulit. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),
laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofiring dalam presentase rendah.
Insiden yang paling tinggi adalah pada ras mongoloid di asia dan china selatan,
sedangkan di Indonesia maupun di asia tenggara. Di hongkong, insidennya 28,5% kasus per
100.000 pria dan 11,2% kasus per 100.000 wanita.Survei yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan padatahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan
angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan
7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia. Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716
(8,46%) penderita karsinoma nasofaring berdasarkan data patologi yang diperoleh di
laboratorium patologi anatomi FK UNAIR Surabaya (1973-1976) diantara 8463 kasus
keganasan diseluruh tubuh.
Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu
problem, hal ini dikarenakan etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas
serta letak nasofaring yang tersembunyi, dan tidak mudah untuk diperiksa oleh mereka yang
bukan ahli sehingga diagnosis sering terlambat, yaitu dengan ditemukannya metastasis pada
leher sebagai gejala pertama. Semakin terlambat kita melakukan diagnosis, maka prognosis
dari pasien dengan karsinoma nasofaring semakin buruk. Maka dari itu diharapkan dokter
dapat melakukan pencegahan, deteksi dini, terapi dan rehabilitasi dari karsinoma nasofaring.
BAB II
ANATOMI DAN HISTOLOGI
4
II.1. Anatomi
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral
yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan
gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring melengkung ke supero-
anterior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan
dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding
lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan
posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan
sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah postero-
superior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering
karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang
dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-superior
nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan adenoid. Di
nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara
di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). (1) (2) (3)
Batas :
- Anterior : koana / nares posterior, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri
- Posterior : setinggi columna vertebralis C1-2
- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar
- Mukosa lanjutan dari mukosa atas
- Inferior : dinding atas palatum molle
- Superior : basis crania, diliputi oleh mukosa dan fascia (os occipital & sphenoid)
- Lateral : fossa Rosenmulleri kanan dan kiri (dibentuk os maxillaris & sphenoidalis)
Dorsal dari torus tubarius didapati cekungan yang disebut “fossa Rosenmulleri ”,
Nasofaring merupakan bagian nasal dari faring yang terletak posterior dari kavum nasi. Yang
disebut kanker nasofaring adalah kanker yang terjadi di selaput lendir daerah ini, tepatnya
pada cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuaranya saluran Eustachii yang
menghubungkan liang telinga tengah dengan ruang faring (3)
5
Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal
inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius
terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu
lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum.
Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara
tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.
Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting,dibentuk oleh laminafaringob
asilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini
mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis
karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan
tempat penyebaran tumor ke intrakranial.
Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karenadindingn
ya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup
bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan
kata-kata tertentu. Struktur penting yang ada di Nasofaring :
Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva
Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang
disebabkankarena cartilago tuba auditiva
Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yangdisebabka
n karena musculus levator veli palatini.
Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius
Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolandari
musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeumtuba
auditiva terutama ketika menguap atau menelan.
Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat
predileksiKarsinoma Nasofaring.
Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika
ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.
Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.
Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing danorophari
ng karena musculus sphincterpalatopharing
Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei
6
Fungsi nasofaring :
Sebagai jalan udara pada respirasi
Jalan udara ke tuba eustachii
Resonator
Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung
Gambar 2.1 Anatomi Faring
II.2. Histologi
Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia repiratory type . Setelah 10tahun
kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel nonkeratinizing squamous,
kecuali pada beberapa area (transition zone). Mukosamengalami invaginasi membentuk
kripta. Stroma kaya akan jaringan limfoid danterkadang dijumpai jaringan limfoid yang
reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan
terkadang merusak epitel membentuk
reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai,tetapi tidak sebanyak yang
terdapat pada rongga hidung.
BAB III
KARSINOMA NASOFARING
7
III.1. Definisi
Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis. Nasopharyngeal
carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang
hidung (nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi tinggi diCina bagian selatan.(5)
III.2. Epidemiologi dan Etiologi
Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni
4,7kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh
Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980
secara“pathology based”). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita
KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair
Surabaya(1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT
Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Di RSCM Jakarta
ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus,
Ujung Pandang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi (1977-1979).
Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma
nasofaring dari ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya.
Dalam symposium kanker nasofaring yg diadakan di Singapura tahun 1964, dan dari
investigasi dalam empat dekade terakhir telah ditemukan banyak temuan penting di semua
aspek.KNF mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta
agregasi family.KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara
berbagai Negara,maupun yang tersebar dalam 5 benua. Tetapi, insiden KNF lebih rendah dari
1/10 di semua area. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina bagian selatan (termasuk
Hongkong), dan insidentertinggi di provinsi Guangdong pada laki-laki mencapai 20-
50/100000 penduduk.Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer)
tahun 2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia, dan sekitar 50,000
kasus meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak
kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika
utara dan timur tengah.Tumor ini lebih sering ditemukan pad pria dibanding wanita dengan
rasio 2-3:1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi
8
umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada
daerah dengan insiden rendah insiden KNF meningkat sesuai dengan meningkatnya umur,
pada daerah dengan insiden tinggi, KNF meningkat setelah umur 30 tahun, Puncaknya pada
umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya. Ras mongoloid merupakan factor dominan
timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan,
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura,dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras
Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai
mengidap penyakit ini.
Berbagai studi epidemiologi mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di
berbagai jurnal. Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian
Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratanTiongkok yang telah bermukim
secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat
perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para migran
dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih
(Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan angka
kejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa migran ini dibandingkan
dengan para kerabatnya yang masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat penurunan
yang bermakna dalam hal terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok migran
tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih
mengandung gen yang ‘memudahkan’ untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi
karena pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini
dianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui
bahwa penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang
diawetkan(diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih,
sebagai makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan
yangdiawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat
karsinogen bagi hewan percobaan.
Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini di Singapura. Persentase
terbesar yang dikenai adalah masyarakat keturunan Tionghoa (18,5/100.000 penduduk),
disusul oleh keturunan Melayu(6,5/100.000) dan terakhir adalah keturunan Hindustan
(0,5/100.000).
9
Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus KNF telah
mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang
peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi
IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan
tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit
keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa
menimbulkan manifestasi penyakit.Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup
untuk menimbulkan proses keganasan.Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher
lain, Kanker Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum
alkohol tetapi lebih dikaitkan denganvirus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan
tertentu. Meskipun demikan tetap ada peneliti yg mencoba menghubungkannya dengan
merokok , secara umum resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan
bukan perokok. ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara
dan Hongkong merupakan hasil dari mengurangi frekuensi merokok.(6)
Tentang factor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari
pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina selatan,
satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita
tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring
menderita keganasan organ lain.Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja
seperti formaldehid, debukayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan
terhadap pengobatan alami(Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh
hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beberapa
tanaman dan bahan CHB dapat menginduksi aktivasi dari virus EBV yg laten. Seperti pada
TPA ( TetradecanoylyphorbolAcetate) yaitu substansi yang ada di alam dan tumbuhan jika
dikombinasi dengan N-Butyrate yangmerupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan
di nasofaring dapat menginduksi sintesisantigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi
cell-mediated immunity dari EBV danmempromosikan pembentukan KNF (genesis).
Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu :
1. Bentuk ulseratif Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di
daerah sekitar fosarosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan
tuba eustachius dan pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil disertai
dengan jaringan yang nekrotik dan sangat mudah mengadakan infiltrasi ke jaringan
10
sekitarnya. Gambaran histopatologik bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa
deengan diferensiasi baik.
2. Bentuk noduler/lubuler/proliferative
Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai pada daerah sekitar muara
tubaeustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah angguratau polipoid jarang,
dijumpaiadanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi kecil. Gambaran
histopatologik bentuk ini biasanya karsinoma tanpa diferensiasi.
3. Bentuk eksofitik Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak
dijumpai adanyaulserasi, kadang-kadang bertangkai dan prmukaannya licin. Tumor
jenis ini biasanyatumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga
nasofaring. Tumor ini dapat mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah
koana dan masuk ke dalam rongga hidung. Gambaran histopatologik berupa
limfasarkoma
III.3. Patofisiologi
Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal
dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbunya tumor akan dimulai pada
salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan
sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring
adalah pada Fossa Rosenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya
kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis karsinoma lainnya. Penyebaran
karsinoma nasofaring dapat berupa :
1. Penyebaran ke atas
Tumormeluas ke intracranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran
Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laseum, kemudian ke sinus kavernosus dan
fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N. I – N VI). Kumpulan
gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini
disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan
neuralgia trigeminal.
2. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris
yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen
ovale, dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialis IX-XII; disebut penjalaran
retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N. VII – N.
11
XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada N.
IX – N. XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom Jackson.
Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya
yangtinggi dalam system anatomi tubuh. Gejala yang timbul umumnya anatar lain :
Trismus
Horner Syndrome (akibat kelumpuhan nervus simpatikus servikalis)
Afonia akibat paralisis pita suara
Gangguan menelan
3. Penyebaran ke kelenjar getah bening
Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya
menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring,
penyebaran ke kelanjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya cabang
kelenjar betah bening pada lapisan submukosa faring. Biasanya penyebaran ke
kelenjar getah benang diawali pada noduslimfatik yang terkenal di lateral
retropharyngeal yaitu Nodus Rouvier. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan
berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada
leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karena itu hal ini sering
diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi melekat kepada otot dan sulit untuk
digerakkan. Keadaan ini biasanya didapatkan pada stadium yang lebih lanjut.
Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang membawa pasien datang ke
dokter.
4. Gejala akibat metastase jauh
Sel-sel kanker dapat ikut bermetastase bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dan
paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.
III.4. Manifestasi klinis
12
Gejala Karsinoma nasofaring dapat dibagi dua berdasarkan stadiumnya, yaitu gejala
stadium dini dan gejala stadium lanjut(4)
a) Gejala stadium dini
Gejala Hidung
o Pilek lama yang tidak sembuh
o Epistaksi biasanya berulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur
dengan secret hidung, sehingga berwarna merah muda
o Sekret hidung dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.
Gejala Telingao Gangguan pada telinga merupakan gejala yang timbul karena tumor primer
muncul dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan daoat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
b) Gejala stadium lanjut Gejala mata dan saraf
Ophtalmophlegi. Hal ini dikarenakan lokasi tumor primer dekat dengan foramen laserum yang merupakan lubang keluarnya nervus III, IV, VI sehingga apabila tumor membesar akan menekan saraf-saraf tersebut dan mengakibatkan ophtalmoplegi
Gejala benjolan di leherMetastasis ke kelenjar getah bening akan menimbulkan gejala benjolan di leher
Gejala KranialGejala kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada penderita.Gejala ini berupa :o Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase
secarahematogen.o Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
o Kesukaran pada waktu menelan
o Afoni
o Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX,
N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:o Lidah
o Palatum
o Faring atau laring
o M. Sternocleidomastoideus
o M. trapezeus
III.5. Diagnosis
13
Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah
kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit
ditemukan.
Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah
menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjoko Setiyo dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring
stadium lanjut (stadium III dan IV) sensitivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifisitas
91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA
sensitivitasnya 100% tetapi spesifisitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya
digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan. Titer yang didapat berkisar antara 80
sampai 1280 dan terbanyak pada titer 160.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan
tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga
hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan
dilakukan biopsi.
Biopsy melalui mulut dangan memakai bantuan kateter nelaton yang diimasukkan
melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem
bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung di
sebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat
daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau
memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan lebih jelas
terlihat. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topical dengan
Xylocain 10%.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan
pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
Histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada
nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinasi), karsinoma tidak berkertinasi dan
karsinoma berdiferensiasi. Semua yang kita kenal selama ini dengan limfoepitelioma, sel
14
transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain-lain dimasukkan dalam kelompok tidak
berdiferensiasi.
Pada penelitian di Malaysia oleh Prathap dkk sering didapat kombinasi dari ketiga
jenis karsinoma seperti karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berkeratinasi,
karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berdiferensiasi, karsinoma tidak berkeratinasi
dan karsinoma tidak berdiferensiasi atau karsinoma sel skuamosa dan tidak berkeratinasi
serta karsinoma tidak berdiferensiasi.
Stadium(7)
Untuk stadium dipakai sistem tnm menurut uicc (2002)
T = tumor primer
T0 - tidak tampak tumor
T1 - tumor terbatas di nasofaring
T2 - tumor meluas ke jaringan lunak
T2a - perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring *
T2b - di sertai perluasan ke parafaring
T3 - tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal
T4 - tumor dengan perluasan intrakranial dan/ atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa
infratemporal, hipofaring orbita atau ruang mastikator
Catatan:* perluasan parafaring menunjukan infiltrasi tumor ke arah postero-lateral melebihi
fasia faringo-basilar
N - pembesaran kelenjar getah bening regional
Nx - pembesran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 - tidak ada pembesaran
15
N1 - metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama
dengan 6cm, di atas fossa klavikula
N2 - metastasi kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama
dengan 6cm di atas fossa klavikula
N3 - metasatsis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6cm atau
terletak di dalam fossa supraklavikula
N3a - ukuran lebih dari 6cm
N3b - di dalam fossa supraklavikula
Catatan : kelenjar yang terletak di daerah midline di anggap sebagai kelenjar ipsilateral
M - metastatis jauh
MX - metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 - tidak ada metastasis jauh
M1- terdapat metastasis jauh
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIa T2a N0 M0
Stadium IIb T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium Iva T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IV b Semua T N3 M0
16
Stadium IV c semua T semua N M1
III.6. Diagnosis Banding
1. Hiperplasia Adenoid
Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa. Pada anak-anak
hiperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu
massa jaringan lunak pada atap nasofaring umumnya berbatas tegas dan umumnya
simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda-tanda infiltrasi seperti
tampak pada karsinoma.
2. Angiofibroma juvenilis
Biasanya dietemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai karsinoma
nasofaring. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasanya tidak infiltratif. Pada
foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses
dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan
destruksi tulang melainkan hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada
pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilaris yang dikenal
sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vaskular maka arteriografi carotis
eksterna sangat diperlukan sebab gambarnya sangat karakteristik. Kadang-kadang
sulit pula membedakan angiofibroma juvenilis dengan polip hidung pada foto polos.
3. Tumor sinus sphenoidalis
Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor
sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien datang untuk pemeriksaan pertama.
4. Neurofibroma
Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai
keganasan didnding lateral nasofaring. Secara CT Scan, pendesakan ruang parafaring
ke arah medial dapat membantu membedakan kelompok tumor ini dengan karsinoma
nasofaring.
5. Tumor kelenjar parotis
Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam
mengenai ruang parafaring dan menonjol ke arah lumen nasofaring. Pada sebagaian
besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring ke arah medial yang tampak pada
pemeriksaan CT scan.
17
6. Chordoma
Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat karsinoma
nasofaring pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan
untuk membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi
terutama di daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah ada pembesaran
kelenjar servikal bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperlihatkan
kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan karsinoma nasofaring sering bermetastasis
ke kelenjar getah bening daerah clivus.
7. Menigioma basis kranii
Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambarnya kadang-kadang menyerupai
karsinoma nasofaring dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii.
Gambaran CT scan meningioma cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdense sebelum
penyuntikan zat kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat
kontras intravena. Pemeriksaan arteriografi juga sangat membantu diagnosis tumor
ini.
III.7. Penatalaksaan
Penatalaksaanaan karsinoma nasofaring dilakukan tergantung dari stadiumnya, yaitu :
Stadium I : Radioterapi
Stadium II dan III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan kurang dari 6cm : Kemoradiasi
Stadium IV dengan n lebih dari 6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
Terapi
Radioterapi masih merupakan pengobatn utama dan di tekankan pada pengunaan
mega voltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa disseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferron, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan anti virus
semua pengobatan tambahan ini msih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih
terbaik sebagai terapi adjuvan ( tambahan).
18
Berbagai macam kombinasi di kembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi
dengan cis-platinum sebagai inti.
Pemberian adjuvan kemoterapi cis- platium, bleomycin dan 5-flurouracil sedang
dikembangkan di departemen tht fkui dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-flurouracil oral setiap hari
sebelum di berikan radiasi yang bersifat radiosensitiser memperlihatkan hasil yang memberi
harapan akan memberikan harapan akan kesembuhan total pasien kasrsinoma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal di lakukan terhadap benjolan di leher
yang tidak menghilang pada penyinaran ( residu) atau timbul kembali setelah penyinaran
selesai, tetapi dengansyarat tumor induknya sudah hilang yang di buktikan dengan
pemeriksaan radiologik dan serologik, serta tidak di temukan metastasis jauh.
Operasi tumor induk sisa ( residu) atau kambuh (residif) diindikasikan , tetapi sering
timbul komplikasi yang berat akibat operasi.
Perawatan paliatif
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa
kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak
kuah, membawa makanan kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan
yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis
rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana
tumor tetap ada (residu) atau kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh
pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut di atas tidak
banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif di indikasikan langsung terhadap
pengurangan rasa nyeri, mengontrol gejala, dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif
untuk mengurangi nyeri akibat metastasis tulang. Pasien akhirnya meninggal akibat keadaan
umum yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan
terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.
19
Follow up
Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainya, knf mempunyai resiko terjadnya rekurensi,
dan follow up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering terjadi kurang dari 5 tahun,
5-15% kekambuhan sering kali terjadi antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu di
follow up setidaknya 10 tahun setelah terapi.
Pencegahan
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi.
Memindahkan penduduk di daerah resiko ke tempat lainnya. Menerangkan akan kebiasaan
hidup yang salah , mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul
dari berbagi bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai linhkungan hidpu yang tidak sehat,
meningkatkan keadaan sosial ekonomi, dan berbagai hal yang berkaitgan dengan
kemungkinan faktor penyebab. Melakukan test serologi ig A - anti VCA dan igA – anti EA
secara masal di massa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring
secara lebih dini.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Mansjoer A. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Arif,Kuspuji,Rakhmi,Wahyu,dan Wiwiek,
editors. Kapita selekta kedokteran Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius; 2001. hal. 110-11
2. Liston SL. Embriologi, anatomi, dan fisiologi rongga mulut faring, esophagus dan leher.
Dalam: Adams, Boies, dan Higler, editors. Boies: Buku ajar penyakit THT Edisi VI. Jakarta:
EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1997. hal. 263-71.
3. Faiz O dan Moffat D. Nasofaring. Dalam: At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004. hal
135.
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Edisi ke Enam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004. Hal 183.
5. Paulino AC. Nasopharyngeal Cancer. Diunduh dari ;
http://emedicine.medscape.com/article/98165-overview . Diakses ; 20 September, Jam 19.00.
6. Dhillon R. S., East C. A. Ear, Nose and throat and Head and Neck surgery. Edisi III. London:
Churchill Livingstone; 2006. Hal 108.
7. Stages of nasopharyngeal cancer. Diakses dari: http://www.cancer
.gov/cancertopics/pdq/stages/nasopharyngeal/patient/page2
21