63025_psaliva 2
DESCRIPTION
berbagi ilmu itu indahTRANSCRIPT
BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM
LAPORAN PRAKTIKUM SALIVA 2
KELOMPOK A1
VISKOSITAS, BUFFER, DAN KANDUNGAN SALIVA
Dosen pembimbing:
drg. Ryana Budi P.
Disusun oleh:
Alvianita Nurjanah G1G013011
Anisa Safitri G1G013012
Adi Nugroho G1G013014
Amalia Puteri Fidriani G1G013016
Anggita Rizky Rizali Noor G1G013022
Amalia Arumsari G1G013029
Arief Budiman G1G013046
Audy Liberena G1G013047
Ageng Rahma Hijahanis I. G1G013056
Arcadia Sulistijo Junior G1G013055
Apriliana Santoso G1G013059
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015
i
BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM
LAPORAN PRAKTIKUM SALIVA 2
KELOMPOK A1
VISKOSITAS, BUFFER, DAN KANDUNGAN SALIVA
Dosen pembimbing:
drg. Ryana Budi P.
Disusun oleh:
Alvianita Nurjanah G1G013011
Anisa Safitri G1G013012
Adi Nugroho G1G013014
Amalia Puteri Fidriani G1G013016
Anggita Rizky Rizali Noor G1G013022
Amalia Arumsari G1G013029
Arief Budiman G1G013046
Audy Liberena G1G013047
Ageng Rahma Hijahanis I. G1G013056
Arcadia Sulistijo Junior G1G013055
Apriliana Santoso G1G013059
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama mari kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan
yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini dengan baik. Laporan praktikum yang berjudul “Viskositas,
Buffer, dan Kandungan Saliva” ini disusun guna memenuhi tugas pada blok
Stomatognathic System. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Sie. akademik dan sie. QA blok Stomatognathic System
2. Selaku dosen pembimbing, drg. Ryana Budi dan drg. Cintantya I, serta
3. Pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan laporan praktikum
Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa laporan praktikum ini
masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari
pembaca agar laporan selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Kurang lebihnya mohon
dimaafkan.
3 Mei 2015,
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
D. Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................................... 3
A. Viskositas Saliva ................................................................................................ 3
B. Buffer Saliva ...................................................................................................... 4
C. Reaksi Reduksi Gula Pada Saliva ...................................................................... 6
D. Konsentrasi enzim dan substrat .......................................................................... 6
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 8
A. Hasil ................................................................................................................... 8
B. Pembahasan ........................................................................................................ 9
BAB IV. PENUTUP .................................................................................................. 14
A. Simpulan .......................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil kelompok A1-a ...................................................................................... 8
Tabel 2. Hasil kelompok A1-b ...................................................................................... 9
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem stomatognatik pada manusia meliputi berbagai organ, salah satunya
adalah rongga mulut. Salah satu komponen penting pada rongga mulut dalam
berbicara, mengunyah dan menelan adalah saliva. Saliva adalah cairan oral yang
kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah yang terdapat
pada mukosa oral (Hidayani, 2010).
Salah satu sifat penting yang perlu diperhatikan pada saliva adalah
viskositasnya. Viskositas atau kekentalan mempengaruhi efektifitas saliva dalam
kesehatan sistem stomatognatik. Viskositas saliva dipengaruhi oleh laju alir dan
komposisi saliva (Guyton dan Hall, 2004). Komposisi saliva dibagi menjadi
organik dan anorganik. Komponen organik terdiri atas amoniak, protein, lemak,
asam lemak, asam amino, dan lain-lain. Sedangkan komponen anorganik
misalnya kalsium, magnesium, fosfor, klorin, dan lain-lain (Hidayani, 2010).
Salah satu komponen anorganik yang penting adalah kalsium. Banyak
masalah kesehatan gigi mulut diakibatkan oleh kekurangan kalsium, misalnya
karies. Perlu dilakukan uji terhadap kandungan kalsium pada saliva pasien untuk
mengetahui defisiensi kalsium yang dapat berdampak buruk pada rongga mulut
pasien (Hidayani, 2010).
Selain komponen organik dan anorganik, saliva juga mengandung enzim,
misalnya enzim amilase. Enzim amilase berfungsi untuk mengubah amilum
menjadi glukosa. Efektifitas enzim amilase menentukan kualitas saliva, enzim
yang tidak bekerja dengan baik dapat menimbulkan berbagai dampak buruk
(Hidayani, 2010).
Sifat penting lain pada saliva adalah buffer. Peran saliva sebagai buffer
dapat menjaga keseimbangan pH rongga mulut karena makanan dapat
menyebabkan rongga mulut menjadi asam maupun basa (Chrismawaty, 2006).
2
Rongga mulut asam menyebabkan pasien mudah terserang karies, sedangkan
basa memudahkan pembentukan kalkulus (Guyton dan Hall, 2004).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diperoleh beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana viskositas saliva?
2. Bagaimana kondisi buffer pada saliva?
3. Bagaimana kondisi reduksi gula pada saliva?
4. Bagaimana aktifitas enzim amilase pada saliva?
5. Apakah ada kandungan kalsium pada saliva?
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah :
1. Mengetahui viskositas pada saliva.
2. Mengetahui kondisi buffer pada saiva.
3. Mengetahui kondisi reduksi gula pada saliva.
4. Mengetahui aktifitas enzim amilase pada saliva.
5. Mengetahui adanya kandungan kalsium pada saliva.
D. Manfaat
Manfaat dari penyusunan laporan ini adalah :
1. Mengetahui efektifitas sistem stomatognatik setelah diketahui kandungan
pada saliva
2. Mencegah kelainan sistem stomatognatik
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Viskositas Saliva
Viskositas saliva dipengaruhi oleh musin karena adanya glikoprotein
bermolekul tinggi di dalamnya. Musin berasal dari sel-sel asinar kelenjar saliva
dan tidak dijumpai di dalam sel-sel asinar serus dan sel-sel asinar duktus, selain
mempengaruhi viskositas saliva, musin juga berfungsi dalam mempermudah
penelanan makanan, membasahi permukaan gigi dan mukosa sehingga terhindar
dari kekeringan, mempermudah artikulasi, serta melindungi mukosa terhadap
infeksi bakteri dengan pembentukan lapisan lendir yang sukar ditembus dan
dirusak oleh bakteri-bakteri. Keadaan istirahat, viskositas saliva dalam keadaan
kental dan dapat mengalir agar dapat bertahan cukup lama di dalam rongga mulut,
sedangkan dalam keadaan beraktivitas, viskositas saliva dalam keadaan encer dan
dapat mengalir agar dapat memberikan lubrikasi yang baik di dalam rongga mulut
(Poedjiadi, 2006).
Menurut Almatsier (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas
saliva di dalam rongga mulut, yaitu:
1. Suhu
Viskositas berbanding terbalik dengan suhu, jika suhu naik maka viskositas
akan turun, dan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan
partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan
menurun derajat kekentalannya.
2. Konsentrasi larutan
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan
dengan konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena
konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap
satuan volume, semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar
partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi pula.
4
3. Berat molekul solute
Viskositas berbanding lurus dengan berat molekul solute, karena dengan
adanya solute yang berat akan menghambat atau memberikan beban yang
berat pada cairan sehingga manaikkan derajat viskositasnya.
4. Tekanan
Semakin tinggi tekanan, maka akan semakin besar viskositas suatu cairan.
B. Buffer Saliva
Buffer adalah suatu larutan yang terdiri atas dua atau lebih senyawa kimia
yang dapat mencegah timbulnya perubahan yang besar pada konsentrasi ion
hidrogen bila pada suatu larutan tersebut ditambahkan suatu asam atau basa.
Buffer saliva adalah larutan yang dapat mempertahankan pH saliva supaya tetap
konstan. Saliva sebagai buffer berasal dari penelitian pH lesi karies dengan plak
gigi, apabila makin rendah pH saliva, maka karies akan cenderung semakin
meningkat. Pada lesi karies yang dalam, dijumpai pH lebih rendah dibanding
dengan lesi karies yang dangkal yang pH nya mendekati pH saliva. Susunan
kualitatif dan kuantitatif elektrolit dalam saliva menentukan pH dan kapasitas
buffer saliva. Derajat keasaman saliva tergantung pada perbandingan asam dan
konjugasi basanya. Derajat keasaman saliva akan menurun menjadi 4-5 dalam
waktu 3-5 menit setelah berkumur-kumur dengan substrat yang cocok dan setelah
satu jam akan kembali ke keadaan semula yaitu 6-7 (Poedjiadi, 2006).
Menurut Poedjiadi (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi pH saliva
dengan derajat keasaman (pH) dan kapasitas buffer saliva dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh :
1. Irama sirkadian
Mempengaruhi pH dan kapasitas buffer saliva, pada keadaan istirahat atau
segera setelah bangun, pH saliva meningkat dan turun kembali dengan
cepat. Seperempat jam setelah makan (stimulasi mekanik), pH saliva juga
tinggi dan turun kembali dalam waktu 30-60 menit kemudian. pH saliva
5
agak meningkat sampai malam, dan setelah itu turun kembali. Faktor irama
sirkadian pada saliva juga dipengaruhi oleh komponen-komponen seperti:
a. Bikarbonat
Merupakan ion terpenting dalam saliva dan akan menentukan sebagian
besar kapasitas derajat asam saliva. Pada saliva terstimulasi, ion ini
menghasilkan 85% dari keseluruhan kapasitas saliva.
b. Kalsium dan fosfat
Ion kalsium dan fosfat menjaga saturasi saliva terhadap mineral gigi,
oleh karena itu, penting dalam melindungi gigi terhadap perkembangan
karies. Sistem fosfat menghasilkan 15% dari keseluruhan kapasitas
saliva, namun sistem fosfat ini tidak berperan besar terhadap kapasitas
keadaan saliva terstimulasi karena konsentrasi fosfat menurun pada
kecepatan aliran saliva yang tinggi. Sistem fosfat memberikan
kapasitas paling signifikan saat saliva tidak terstimulasi dan awal
pemaparan asam.
c. Protein
Konsentrasi protein dalam saliva hanya 1/30 dari plasma sehingga
terlalu sedikit asam amino yang dapat memberi efek yang signifikan
pada pH normal di rongga mulut. Kandungan protein dalam saliva
hanya merupakan faktor sekunder pada kapasitas saliva melalui efek
alkali dan penghancuran enzim terhadap bakteri dalam rongga mulut.
d. Urea
Kandungan urea dalam saliva digunakan oleh mikroorganisme dalam
rongga mulut untuk menghasilkan amonia. Produksi amonia dapat
menetralkan hasil akhir metabolisme bakteri sehingga pH dapat
meningkat.
2. Diet
Mempengaruhi kapasitas buffer saliva. Diet kaya karbohidrat dapat
menurunkan kapasitas buffer saliva, sedangkan diet kaya serat dan diet kaya
protein mempunyai efek meningkatkan buffer saliva. Diet kaya karbohidrat
6
justru meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri
mulut, sedangkan protein sebagai sumber makanan bakteri, meningkatkan
sekresi zat-zat basa seperti ammonia
C. Reaksi Reduksi Gula Pada Saliva
Reaksi uji benedict lebih peka karena larutan tersebut dapat menafsir kadar
glukosa secara kasar, dimana akan memberikan suatu perubahan warna coklat
atau merah bata apabila terdapat kandungan monosakarida atau sedikit disakarida
(Fehrenbach, 2007).
D. Konsentrasi enzim dan substrat
Semakin tinggi konsentrasi enzim, semakin mempercepat terjadinya reaksi
dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, jika sudah
mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan
kecepatan reaksi (Poedjiadi, 2006). Enzim sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di
dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat, yaitu:
1. Enzim adalah protein, karenanya enzim bersifat thermolabil membutuhkan
pH dan suhu yang tepat.
2. Enzim bekerja secara spesifik, dimana satu enzim hanya bekerja pada satu
substrat.
3. Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia
tanpa mengubah kesetimbangan reaksi.
4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.
5. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik.
6. Kerja enzim dipengaruhi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi, dan
lain-lain (Poedjiadi, 2006).
Menurut Fehrenbach (2007), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja
dari enzim pada saliva adalah sebagai berikut:
1. Suhu
7
Enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu
rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan mencapai 0° C atau lebih
rendah lagi, enzim tidak aktif, jika suhu lingkungan mencapai 40° C atau
lebih, enzim akan mengalami denaturasi (rusak). Suhu optimal enzim
bagi masing-masing organisme berbeda-beda. Untuk hewan berdarah
dingin, suhu optimal enzim adalah 25° C, sementara suhu optimal hewan
berdarah panas, termasuk manusia, adalah 37° C.
2. pH (Tingkat Keasaman)
Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan
tempat aktivitasnya, misalnya enzim pepsin, karena bekerja di lambung
yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2, contoh lain ada enzim
ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH
optimal 7,5-8.
3. Aktivator dan Inhibitor
Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja
enzim, contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase.
Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan
cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor
nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif
dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya sianida
bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Inhibitor non kompetitif
adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim,
yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim.
8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Uji Percobaan Kesimpulan
1. Viskositas saliva pH : 8
viskositas : sangat kental
2. Buffer saliva Viskositas saliva setelah
ditetesi asam cuka menjadi
encer dan terpisah antara
endapan dan cairan
(bentuk seperti kapas).
3. Reaksi reduksi gula pada saliva Warna berubah dari biru
menjadi hijau dan terdapat
endapan berwarna kuning
dan putih pada dasar
tabung.
4. A Aktivitas enzim amilase saliva tanpa
pemanasan
- iodium : reaksi
dengan iodium biru
- benedict : warna
larutan berubah
menjadi hijau lumut
tua dan ada endapan
warna oranye gelap
pada dasar tabung
4. B Aktivitas enzim saliva dengan
pemanasan - Iodium : warna
larutan menjadi
kuning
- Benedict : warna
larutan berubah
menjadi hijau lumut
tua dengan sedkit
endapan berwarna
oranye muda pada
dasar tabung
5. Garam Ca pada saliva Terdapat presipitasi putih
yang mengapung
Tabel 1. Hasil kelompok A1-a
Uji Percobaan Kesimpulan
1. Viskositas saliva pH : 8
viskositas : encer
9
2. Buffer saliva Terdapat endapan setelah
ditetesi asam cuka.
Terdapat juga perubahan
viskositasnya menjadi
lebih encer
3. Reaksi reduksi gula pada saliva Terjadi perubahan warna
dari biru menjadi hijau dan
terdapat endapan berwarna
orange dibawah
4.A Aktivitas enzim amilase saliva tanpa
pemanasan
- iodium : terjadi
perubahan warna
pada tetes ke 15 dari
kebiu-biruan menjadi
merah bata
- benedict : terjadi
perubahan warna dari
biru ke hijau, terdapat
endapan oranye
4.B Aktivitas enzim saliva dengan
pemanasan - Iodium : terjadi
perubahan warna
pada tetes ke 3 dari
kebiru-biruan
menjadi merah bata
- Benedict : tidak
terdapat perubahan
warna dan tetap biru,
terdapat presipitasi
5. Garam Ca pada saliva Perubahan yang terjadi
terdapat presipitasi putih,
sedangkan bagian bawah
terlihat bening
Tabel 2. Hasil kelompok A1-b
B. Pembahasan
1. Viskositas saliva
Uji viskositas pada saliva dilakukan pada air ludah probandus yang
didapat setelah probandus berkumur dengan larutan aquades dan diberi
rangsangan mekanik berupa mengunyah permen xylitol. Air ludah yang
ditampung dalam wadah kemudian diuji pH dengan hasil pH 8,0 dan
10
cairan bersifat kental. Hal ini karena kandungan saliva banyak
mengandung mukus. Sifat mukus yang didapat berasal dari glandula
parotis yang dirangsang oleh rangsangan mekanik.
Pada percobaan yang dilakukan kelompok 2 didapat hasil saliva yang
encer dan pH 8. Saliva yang encer ini karena banyak kandungan serous.
Sifat serous yang didapat berasal dari glandula parotis yang dirangsang
oleh rangsangan mekanik.
2. Buffer saliva
Uji buffer pada saliva dilakukan pada 2,5 ml ludah yang dihasilkan
karena stimulasi dari xylitol. Lalu ditambahkan beberapa tetes larutan
asam cuka. Setelah itu diamati proses yang terjadi dan diperhatikan
viskositasnya. Pada hasil praktikum yang dilakukan kelompok A1-a,
setelah ditetesi asam cuka terdapat endapan seperti kapas putih dan
viskositasnya menjadi encer. Pada kelompok A1-b, didapatkan hasil yang
sama yaitu terdapat endapan dan viskositasnya menjadi lebih encer. Air
liur yang ditambahkan asam asetat encer pada uji presipitasi
menghasilkan larutan yang seperti endapan kenyal. Hal ini terjadi karena
adanya koagulasi dari melekul-molekul yang berupa protein yang
terkandung pada air liur. Dimana protein pada penambahan asam akan
menyebabkan terjadinya koagulasi. Berikut reaksi yang terjadi :
Air liur + CH3COOH → mengendap (koagulasi).
Asam asetat yang telah bercampur dengan saliva menjadi larutan yang
memiliki tingkt kelarutan yang rendah. Di dalam asam asetat terdapat
gugus karboksilat yang dapat merusak struktur protein di dalam saliva
sehingga terjadi proses presipitasi.
3. Reaksi reduksi gula pada saliva
Larutan Benedict digunakan untuk mengetahui kandungan gula
(karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis
monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltose.
Percobaan ini dilakukan dengan menguji saliva yang sebelumnya
11
diberikan larutan HCL sebanyak 5ml dan dipanaskan selama 10 menit.
Kemudian campurkan larutan NaOH sebanyak 2 tetes untuk menetralkan
dan ditambahkan 5mL larutan benedict kemudian dipanasi kembali
selama 5menit. Hasil yang didapat pada percobaan ini adalah larutan
menjadi berwarna hijau dan terdapat endapan berwarna putih dan kuning.
Hal ini menunjukan hasil positif saliva yang didapat mengandung gula,
namun kadar gula rendah ditunjukkan dengan endapan yang berwarna
kuning.
Pada kelompok A1-b hasil percobaan berubah menjadi warna biru
kemudian hijau dan terdapat endapan berwarna oranye dibawah.
Hasilnya positif terhadap adanya kandungan gula didalam saliva. Kadar
gula dalam saliva probandus pada kelompok b lebih tinggi dibandingkan
probandus pada kelompok a. Hal ini ditunjukkan melalui endapan yang
didapat lebih berwarna oranye.
4. 4A. Aktivitas enzim amilase saliva tanpa dipanasi
Pada percobaan aktivitas amilase saliva tanpa dipanasi dilakukan dengan
menambahkan 5 ml larutan kanji 1% ke dalam air liur sebanyak 2 ml.
Hampir semua enzim mempunyai aktivasi optimal pada suhu 30⁰C -
40⁰C dan akan mengalami denaturasi pada suhu 45⁰C. Pada umumnya
semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin cepat karena energi
semakin besar dan melampaui energi aktivasinya. Akan tetapi enzim
merupakan suatu protein sehingga semakin tinggi suhu proses aktivasi
enzim ini juga meningkat. Pengaruh suhu yang terlalu tinggi dapat
mempercepat pemecahan atau kerusakan enzim, demikian juga
sebaliknya.
Dalam percobaan ini, air liur yang ditambahkan kanji tidak dilakukan
pemanasan. Lalu diletakkan di cekungan porselen. Setelah itu larutan
disaring dan dibagi menjadi 2 bagian untuk dilakukan uji yodium dan uji
benedict. Uji yodium bertujuan untuk mengetahui adanya glukosa yang
12
ditandai dengan berwarna kuning. Sedangkan uji benedict bertujuan
untuk menunjukkan adanya fruktosa yang ditandai dengan berwarna biru.
Pada uji Yodium kelompok A1-a didapatkan hasil dari biru menjadi
kuning. Sedangkan pada kelompok A1-b didapatkan hasil dari biru
menjadi merah bata. Pada kedua kelompok medapatkan hasil positif pada
uji Yodium. hal ini berarti pada saliva tersebut terdapat glukosa.
Pada praktikum menggunakan benedict, setelah diberi larutan benedict
dilakukan pemanasan. Hasil dari kelompok a larutan berubah menjadi
hijau lumut tua dengan endapan berwarna oranye tua. Sama dengan
kelompok b, uji menggunakan benedict hasilnya berubah dari biru
menjadi hijau dengan endapan berwarna oranye. Dari kedua kelompok
tersebut menunjukan hasil positif terhadapt benedict. Jadi, kedua saliva
tersebut mengandung fruktosa.
5. 4b. Pada percobaan aktivitas amilase saliva yang telah dipanasi terlebih
dahulu kemudian masukan 5ml larutan kanji dengan konsentrasi 1%
kedalam 2ml saliva pada gelas beker. Aktivitas enzim dalam kandungan
saliva sangat dipengaruhi oleh suhu. Kemudian, saliva yang telah
bercampur dengan larutan kanji dilakukan uji yodium dan uji benedict.
Pada uji yodium larutan saliva-kanji pada tetesan pertama langsung
berubah menjadi kuning. Hal ini menunjukan bahwa kandungan saliva
terdapat glukosa. Pada percobaan ini menunjukan bahwa semakin tinggi
suhu maka akan semakin cepat pula aktivitas kerja enzim amilase.
Kemudian, pada uji benedict dengan saliva yang telah dipanasi terlebih
dahulu menunjukan hasil larutan berwarna hijau lumut muda dan
memiliki endapan berwarna oranye muda. Dimana hasil ini menunjukan
kandungan fruktosa pada saliva. Perbedaan dari kedua percobaan saliva
pada poin ini adalah terletak pada laju enzim amilase yang dipengaruhi
oleh suhu setelah proses pemanasan dan tidak melalui proses pemanasan
terlebih dahulu.
5. Garam Ca pada saliva
13
Uji kalsium pada saliva dilakukan dengan saliva yang berbeda dengan
percobaan-percobaan sebelumnya. Saliva yang digunakan adalah saliva
segar tanpa bantuan stimulus apapun. Ambil 1 ml ludah dan masukkan
kedalam tabung reaksi. Kemudian tetesi beberapa tetes asam cuka dan
beberapa tetes larutan K-oksalat. Hasil yang ditunjukkan kelompok a
adalah terbentuk presipitasi di bagian atas larutan. Kelompok b juga
menghasilkan hasil yang sama yaitu terjadi presipitasi pada bagian atas
larutan dan dibawahnya berwarna bening. Ion Ca+ dapat menggeser ion
K+ yang terdapat dalam kalium oksalat. Sehingga terbentuk presipitasi
kalium oksalat.
14
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan laporan dari hasil praktikum, didapatkan beberapa kesimpulan
yaitu:
1. Saliva yang diproduksi melalui proses stimulasasi mekanik menghasilkan
saliva berviskositas rendah. Hal ini disebabkan karena pada proses
pengunyahan glandula parotis lebih banyak menyumbang cairan saliva yang
bersifat serous sehingga mengakibatkan saliva tersebut encer.
2. Saliva memiliki sifat buffer pada suatu keadaan rongga mulut. Hal ini sangat
menguntungkan karena pH rongga mulut yang terjaga (5,6-7,0) baik untuk
kesehatan rongga mulut. Apabila rongga mulut terlalu asam maka akan
memicu adanya karies, sebaliknya apabila suasana rongga mulut terlalu basa
maka dapat menimbulkan resiko pembentukan kalkulus.
3. Komponen saliva terdiri dari 99,5% air dan sisanya adalah bahan organik dan
anorganik yang berbentuk makromolekul maupun mikromolekul. Bahan
organik antara lain glukosa, enzim amylase memiliki hasil positif. Serta bahan
anorganik antara lain garam Ca juga memiliki hasil positif.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan berdasarkan hasil praktikum, yaitu:
1. Saliva memiliki peran yang sangat baik terhadap kesehatan rongga mulut.
Oleh karena itu kita harus mengetahui lebih dalam mengenai komponen-
komponen yang terdapat dalam saliva baik itu organik maupun anorganik.
2. Kita sebagai dokter gigi harus lebih mengetahui dan mempelajari tentang
saliva secara tuntas, baik kondisi saliva yang sehat maupun yang tidak sehat,
karena dokter gigi akan selalu bertemu dengan saliva.
3. Mengetahui kondisi saliva pasien merupakan salah satu cara untuk
mengetahui tentang kondisi tubuh pasien serta dapat mendiagnosa suatu
penyakit lokal maupun penyakit sistemik pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S., 2010, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Chrismawaty, E., 2006, Peran Struktur Mukosa Rongga Mulut dalam Mekanisme
Blokade Fisik terhadap Iritan, MIKGI, 5 (1) : 244.
Fehrenbach, M.J., 2007, Anatomy of the Head And Neck, Canada : Elsevier.
Guyton, Hall, 2004, Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Hidayani, T.A., 2010, Efek Merokok terhadap Status pH dan Volume Saliva pada
Laki-laki Usia Dewasa dan Usia Lanjut, Dent J Dentika, 15 (2) : 145.
Poedjiadi, A., 2006, Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta : UI Press.
LAMPIRAN