63024_psaliva 1

27
BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM LAPORAN PRAKTIKUM SALIVA 1 KELOMPOK A1 PENGUKURAN pH SALIVA DAN KECEPATAN ALIRAN SALIVA Dosen pembimbing: drg. Ryana Budi P. Disusun oleh: Alvianita Nurjanah G1G013011 Anisa Safitri G1G013012 Adi Nugroho G1G013014 Amalia Puteri Fidriani G1G013016 Anggita Rizky Rizali Noor G1G013022 Amalia Arumsari G1G013029 Arief Budiman G1G013046 Audy Liberena G1G013047 Ageng Rahma Hijahanis I. G1G013056 Arcadia Sulistijo Junior G1G013055 Apriliana Santoso G1G013059 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2015

Upload: alv-vhya-neystha

Post on 11-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

berbagi ilmu itu indah

TRANSCRIPT

  • BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM

    LAPORAN PRAKTIKUM SALIVA 1

    KELOMPOK A1

    PENGUKURAN pH SALIVA DAN KECEPATAN ALIRAN SALIVA

    Dosen pembimbing:

    drg. Ryana Budi P.

    Disusun oleh:

    Alvianita Nurjanah G1G013011

    Anisa Safitri G1G013012

    Adi Nugroho G1G013014

    Amalia Puteri Fidriani G1G013016

    Anggita Rizky Rizali Noor G1G013022

    Amalia Arumsari G1G013029

    Arief Budiman G1G013046

    Audy Liberena G1G013047

    Ageng Rahma Hijahanis I. G1G013056

    Arcadia Sulistijo Junior G1G013055

    Apriliana Santoso G1G013059

    KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

    PURWOKERTO

    2015

  • i

    BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM

    LAPORAN PRAKTIKUM SALIVA 1

    KELOMPOK A1

    PENGUKURAN pH SALIVA DAN KECEPATAN ALIRAN SALIVA

    Dosen pembimbing:

    drg. Ryana Budi Purnama

    Disusun oleh:

    Alvianita Nurjanah G1G013011

    Anisa Safitri G1G013012

    Adi Nugroho G1G013014

    Amalia Puteri Fidriani G1G013016

    Anggita Rizky Rizali Noor G1G013022

    Amalia Arumsari G1G013029

    Arief Budiman G1G013046

    Audy Liberena G1G013047

    Ageng Rahma Hijahanis I. G1G013056

    Arcadia Sulistijo Junior G1G013055

    Apriliana Santoso G1G013059

    KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

    PURWOKERTO

    2015

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahi rabbil aalamin, segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa.

    Berkat rahmat dan karunia-Nya, kami Kelompok A1 dapat melaksanakan

    Praktikum Saliva I sehingga dapat menyusun laporan kelompok ini dengan

    lancar.

    Terimakasih kami ucapkan kepada drg. Ryana Budi Purnama dan drg.

    Cintantya Intan selaku dosen pembimbing praktikum atas bimbingan yang telah

    diberikan kepada mahasiswa. Tanpa bimbingan beliau, proses praktikum dan

    penyusunan laporan kelompok ini tidak akan mencapai hasil yang diinginkan.

    Tak lupa terimakasih kepada orang tua yang telah memberikan motivasi dan

    dukungan berupa moril maupun materiil.

    Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini belum sempurna, oleh

    karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami

    harapkan demi hasil laporan yang lebih baik di masa yang akan datang. Akhir

    kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi

    dalam penyusunan laporan ini.

    Purwokerto, 30 April 2015

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL ....................................................................................................... v

    BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

    C. Tujuan ................................................................................................................ 2

    D. Manfaat .............................................................................................................. 2

    BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................................... 3

    A. Saliva .................................................................................................................. 3

    B. Komposisi Saliva ............................................................................................... 4

    C. Faktor sekresi saliva ........................................................................................... 4

    D. Derajat pH Saliva ............................................................................................... 6

    E. Faktor yang mempengaruhi Curah saliva .......................................................... 7

    F. Gula sukrosa, xylitol, sorbitol, dan manitol ....................................................... 8

    G. Kariogenik dan non-kariogenik.......................................................................... 9

    BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 10

    A. Hasil ................................................................................................................. 10

    B. Pembahasan ...................................................................................................... 11

    BAB IV. PENUTUP .................................................................................................. 15

    A. Simpulan .......................................................................................................... 15

    B. Saran ................................................................................................................. 15

  • iv

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • v

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Hasil percobaan ............................................................................................. 11

    Tabel 2. Hasil percobaan rata-rata .............................................................................. 11

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Saliva merupakan cairan oral kompleks tak berwarna yang berada di

    dalam rongga mulut dan disekresikan oleh kelenjar saliva mayor dan minor.

    Kelenjar saliva mayor terdiri dari glandula parotis, glandula submandibularis,

    dan glandula sublingualis. Sedangkan kelenjar minor terletak di dalam mukosa

    atau submukosa yang hanya menyumbangkan 5% dari sekresi kelenjar saliva

    selama 24 jam. Terdapat pula sumbangan saliva dari cairan krevikular dalam

    jumlah yang sedikit. Pengeluaran saliva pada orang dewasa sekitar 0,3-0,4

    ml/menit tanpa stimulasi dan jika dengan stimulasi laju sekresinya sebanyak 1-2

    ml/menit (Amerogan, 1991). Seseorang dapat dikatakan hiposalivasi jika laju

    salivanya di bawah 0,1 ml/menit tanpa stimulasi dan di bawah 0,7 ml/menit

    dengan stimulasi (Amerogan, 1991).

    Sekresi glandula saliva dapat terjadi oleh beberapa faktor di antaranya

    adalah stimulus dari mekanik, kimiawi, neuronal, psikis, postur tubuh, obat-

    obatan, ukuran dan berat kelenjar saliva, latihan fisik, alkohol, penyakit

    sistemik, usia, jenis kelamin (Almeida, dkk., 2008). Menurunnya pH saliva dan

    jumlah saliva akan meningkatkan risiko karies yang tinggi. Sedangkan

    meningkatnya pH saliva (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.

    Umumnya cairan viskus pada saliva mengandung 99,5% air dan 5% sisanya

    adalah mukoprotein, immunoglobulin, karbohidrat, komponen-komponen

    anorganik seperti Ca, P, Na, Mg, Cl, Fe. Sedangakan pada cairan serusnya

    mengandung enzim pencernan yaitu enzim ptialin dan enzim lipase (Almeida,

    dkk., 2008).

  • 2

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah

    sebagai berikut:

    1. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi pH dan sekresi saliva?

    2. Apa saja macam-macam gula yang dapat menstimulasi pH dan sekresi

    saliva?

    3. Apa pengaruh makanan yang mengandung gula terhadap pH dan sekresi

    saliva melalui rangsangan pengunyahan?

    C. Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah di atas diperoleh tujuan dibuatnya laporan

    ini adalah untuk :

    1. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pH dan sekresi

    saliva

    2. Mengetahui macam-macam gula yang dapat menstimulasi pH dan sekresi

    saliva

    3. Mengetahui pengaruh makanan yang mengandung gula terhadap pH dan

    sekresi saliva melalui rangsangan pengunyahan

    D. Manfaat

    Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan laporan ini di antaranya

    adalah :

    1. Mahasiswa dapat mengetahui pH saliva normal tanpa stimulasi dan

    dengan stimulasi

    2. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah sekresi saliva yang normal pada

    rongga mulut

    3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan patofisologi oral akibat kelebihan

    maupun kekurangan saliva

  • 3

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Saliva

    Saliva adalah sekresi dalam mulut yang dikeluarkan oleh tiga pasang

    kelenjar utama yaitu: kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis.

    Kelenjar-kelenjar tersebut terletak di luar mulut dan menyalurkannya ke dalam

    mulut melalui duktusnya masing-masing (Sherwood, 2001; Irianto, 2004).

    Saliva merupakan cairan viskus jernih pada oral yang bersifat kompleks, yaitu

    terdiri atas campuran sekresi dari glandula salivarius mayor dan minor yang ada

    pada mukosa oral (Sumawinata, 2004). Sekitar 90 persen saliva dihasilkan pada

    saat aktivitas makan yang merupakan reaksi atas rangsangan berupa pengecapan

    dan pengunyahan makanan. Hal tersebut karena saat mengunyah makanan

    terdapat banyak rangsangan berupa pengecapan dan penekanan sehingga

    banyak menghasilkan saliva (Kidd dan Bechal, 1992).

    Saliva yang dihasilkan oleh tiga pasang saliva mayor yaitu kelenjar

    parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibularis serta kelenjar-kelenjar

    saliva minor yang tersebar di bibir, gingiva, dasar mulut, leher, palatum durum,

    palatum molle, lidah, tonsil, dan orofaring. Sekresi kelenjar saliva dikontrol

    oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis menginervasi kelenjar

    parotis, submandibularis. Saraf parasimpatis selain menginervasi ketiga kelenjar

    di atas juga menginervasi kelenjar saliva minor yang berada di palatum. Saraf

    parasimpatis bertanggung jawab pada sekresi saliva yaitu volume saliva yang

    dihasilkan oleh sel sekretori (Angela, 2005). Sekresi saliva tanpa stimulasi

    secara normal pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit, sedangkan

    sekresi saliva apabila distimulasi normalnya adalah 1-2 ml/menit atau dalam

    sehari saliva dapat mencapai 800-1500 ml (Soesilo, dkk., 2005).

    Saliva berfungsi untuk melindungi gigi dan mukosa mulut, membantu

    menelan, berbicara, dan awal proses pencernaan sebelum masuk ke

    gastrointestinal. Salah satu fungsi penting dari saliva adalah melindungi

  • 4

    jaringan keras dengan cara mechanical cleansing, antimikrobial dan efek

    buffering (Pedersen, 2007). Saliva memiliki sifat buffer yaitu menjaga

    keasaman dalam rongga mulut. Maka dari itu pH dari saliva itu sendiri tidak

    jauh dari angka netral yaitu sekitar 5,6 hingga 7 dengan rerata pH yaitu 6,7

    (Febriyanti, 2007).

    B. Komposisi Saliva

    Saliva mengandung berbagai zat yang digolongkan kedalam beberapa

    bagian yaitu :

    1. Elektrolit yang terdiri dari natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium,

    dan florida

    2. Protein yang terdiri dari amylase, musin, histatin, cystatin, peroksidase,

    lisozim, dan laktoferin

    3. Molekul organik yang terdiri dari glukosa, asam amino, urea, dan lemak

    4. Komponen lain yang terdiri dari Epidermal Growth Factor (EGF),

    insulin, cyclic adenosine monophospate binding protein, dan serum

    albumin (Rai, 2007).

    Roland (2005) menyebutkan secara singkat bahwa saliva terdiri dari 99

    persen air dan 1 persen bahan molekul organik (glikoprotein, lipid) dan

    elektrolit (kalsium, fosfat).

    C. Faktor sekresi saliva

    Sekresi saliva pada umumnya sekitar 0.5-1.5 liter/hari. Hal tersebut

    tergantung pada tingkatan stimulasinya. Kecepatan sekresi saliva bervariasi dari

    0.1 hingga 4 ml/menit. Pada kecepatan 0.5 ml/menit, sebanyak 95% saliva

    disekresi oleh parotis yang bersifat serus (encer) dan submandibula yang

    sekretnya bersifat mukus (kental). Selebihnya disekresi oleh kelenjar sublingual

    dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut (Despopoulos dan Silbernagl,

    2000).

  • 5

    Saliva dapat disekresi akibat adanya rangsangan yang diterima oleh saraf

    simpatis dan parasimpatis yang berujung di kelenjar-kelenjar saliva. Pada

    dasarnya dalam keadaan normal rangsangan tersebut tetap ada walaupun sedikit

    untuk menjaga agar mulut dan kerongkongan basah setiap waktu (Sherwood,

    2001).

    Berbagai faktor yang mempengaruhi sekresi saliva antara lain :

    1. Terapi radiasi

    Radiasi pada kelenjar saliva dapat menurunkan sekresi saliva yang

    berakibat pada xerostomia. Kelenjar dapat mengalami inflamasi akut

    kemudian atrofi dan fibrosis. Akibatnya kelenjar mensekresi saliva lebih

    sedikit dengan perubahan komposisi saliva yaitu penurunan sekresi IgA,

    kapasitas buffer dan pH menjadi lebih rendah (Amerongan, 1991).

    2. Gangguan pada kelenjar saliva

    Gangguan yang terjadi pada kelenjar saliva berupa penyakit yang

    menyerang kelenjar seperti sialadenitis, tumor, dan kista. Penyakit

    autoimun yang sering menyebabkan gangguan sekresi saliva yaitu

    Sindrom Sjogren (Haskell dan Gayford, 1990).

    3. Gangguan kesehatan sistemik

    Keadaan sistemik juga dapat mempengaruhi sekresi saliva. Pada

    penderita penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare

    yang kronis, gagal ginjal kronis, dan diabetes dapat mengalami gangguan

    sekresi saliva. Hal tersebut dikarenakan gangguan dalam pengaturan air

    dan elektrolit dalam tubuh sehingga menyebabkan keadaan negatif dan

    mengurangi sekresi saliva (Al-Saif, 1991).

    4. Obat-obatan

    Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi sekresi saliva. Jenis

    obat yang menurunkan sekresi saliva merupakan obat yang menekan

    kerja saraf otonom dan obat yang secara tidak langsung mempengaruhi

    keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh atau dengan mempengaruhi

    aliran darah ke kelenjar. Selain itu obat-obatan juga dapat meningkatkan

  • 6

    sekresi saliva dengan merangsang kerja sistem saraf (Rahayu dan

    Handajani, 2010).

    5. Keadaan fisiologis

    Laju aliran saliva juga dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Pada saat

    berolahraga dan bernafas melalui mulut dapat menjadikan mulut kering.

    Keadaan stres, depresi, dan putus asa dapat menyebabkan pengaruh pada

    sistem saraf (Haskell dan Gayford, 1990).

    6. Usia

    Faktor usia juga berpengaruh terhadap sekresi dan komposisi saliva.

    Penuaan mengaibatkan kelenjar mengalami penurunan fungsi serta atrofi.

    Hal tersebut mengakibatkan cairan saliva menjadi lebih sedikit dan lebih

    kental (Edwina dan Joyston, 1991).

    D. Derajat pH Saliva

    Saliva dapat diukur tingkat keasamannya secara sederhana menggunakan

    indikator pH. Besarnya nilai pH mulut tergantung dari saliva sebagai buffer

    yang mereduksi formasi plak. Pembentukan asam oleh bakteri di dalam plak

    maka akan terjadi penurunan pH dengan adanya penurunan pH akan

    menyebabkan kadar asam menjadi tinggi didalam mulut akibatnya pH saliva

    menjadi asam. Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh

    susunan kualitatitf dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan

    oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam

    saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan

    normal antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang

    menyebabkan terjadinya perubahan adalah pH saliva antara lain rata-rata

    kecepatan aliran saliva, mikoorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer

    saliva. Selain itu terdapat juga senyawa organik yang mempengaruhi pH saliva

    yaitu gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, dan urea (Suryadinata, 2012).

    Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5-7,5 dan

    apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5-5,5 akan memudahkan

  • 7

    pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptocuccus mutans dan

    Lactobacillus. Jika pH saliva menurun atau bersifat asam disertai jumlah sekresi

    saliva yang kurang dapat menyebabkan karies gigi, sedangkan jika pH saliva

    terlalu meningkat atau bersifat basa akan menyebabkan pembentukan karang

    pada gigi (Pedersen, 2007).

    Menurut Apriyono dan Fatimatuzahro (2011) keasaman saliva atau pH

    saliva merupakan faktor yang sangat penting pada rongga mulut khususnya

    pada proses demineralisasi gigi. Perubahan pH saliva dipengaruhi oleh susunan

    kuantitatif dan elektrolit serta kapasitas buffer di dalam saliva. Dalam keadaan

    normal, pH saliva berkisar antara 6.8-7.2.

    E. Faktor yang mempengaruhi Curah saliva

    Menurut Ganong (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi curah saliva

    yaitu :

    1. Derajat Hidrasi

    Pada keadaan dehidrasi, saliva menurun hingga mencapai nol. Derajat

    hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena

    apabila cairan tubuh berkurang 8% maka kecepatan aliran saliva

    berkurang hingga mencapai nol. Sebaliknya kecepatan aliran saliva yang

    meningkat akan mengakibatkan hiperhidrasi.

    2. Posisi Tubuh

    Posisi tubuh dalam keadaan berdiri merupakan posisi dengan kecepatan

    aliran saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi duduk dan

    berbaring. Pada posisi berdiri, kecepatan aliran saliva mencapai 100%,

    pada posisi duduk 69% dan pada posisi berbaring 25%.

    3. Paparan Cahaya

    Dalam keadaan gelap, kecepatan aliran saliva mengalami penurunan

    sebanyak 30-40%.

    4. Irama Siang dan Malam

  • 8

    Kecepatan saliva memperlihatkan irama siang dan malam yang dapat

    mencapai puncaknya pada siang hari dan menurun saat tidur.

    5. Obat

    Atropin dan obat kolinergik lainnya menurunkan sekresi saliva.

    6. Usia

    Kecepatan aliran saliva pada usia lebih tua mengalami penurunan,

    sedangkan pada anak dan dewasa kecepatan aliran saliva meningkat.

    7. Efek psikis

    Efek psikis seperti berbicara tentang makanan dan melihat makanan

    dapat meningkatkan aliran saliva. Sebaliknya berfikir makanan yang

    tidak disukai dapat menurunkan sekresi saliva.

    8. Hormonal

    Pada saat menopause, status hormon-hormon kelamin akan berubah. Hal

    ini membuat sekresi saliva menurun.

    9. Jenis kelamin

    Curah saliva pada pria lebih tinggi dari daripada wanita meskipun

    keduanya mengalami penurunan setelah radioterapi. Disebabkan karena

    ukuran kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva wanita.

    F. Gula sukrosa, xylitol, sorbitol, dan manitol

    Sukrosa merupakan disakarida. Sukrosa merupakan gula pasir yang kita

    kenal dalam keseharian. Sukrosa biasanya ditemukan pada tumbuhan tebu.

    Apabila dihidrolisis dengan enzim sukrase akan menghasilkan satu molekul

    glukosa dan satu molekul fruktosa (Marzuki, dkk, 2010).

    Gula xylitol merupakan pemanis buatan atau dapat dikatakan sebagai

    sintesis gula. Xylitol dibuat dari ekstrak pohon birch. Rasanya sangat manis

    akan tetapi hanya mengandung kurang lebih 1/3 dari kalori gula pada umumnya.

    Xylitol dapat dikatakan tidak menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan

  • 9

    insulin serta sangat disarankan untuk mencegah gigi berlubang (Schreiber dan

    Servan, 2010).

    Sorbitol merupakan pemanis buatan pegganti gula. Sorbitol digolongkan

    sebagai gula alkohol. Menurut penelitian gula jenis ini merupakan gula buatan

    yang paling banyak dipakai di Indonesia (Huowink, 1993). Struktur sorbitol

    sangat mirip dengan glukosa, hanya saja gugus aldehid pada glukosa diganti

    dengan alkohol. Sorbitol bersifat non-karsinogenik (tidak menyebabkan

    kanker). Penyerapan sorbitol pada tubuh berlangsung lambat maka pada

    metabolisme hanya sedikit menghasilkan kalori (Darmawan, 2005).

    Manitol merupakan gula buatan golongan alkohol. Manitol dibuat dari

    ekstrak rumput laut. Manitol dikatakan sebagai pemanis buatan yang bergizi

    dibandingkan aspartam dan sakarin. Gula manitol juga diserap lambat oleh

    tubuh sehingga kalori yang dihasilkan sedikit maka cocok untuk orang-orang

    yang memiliki diabetes (Jaeggle, 2009).

    G. Kariogenik dan non-kariogenik

    Kariogenik adalah sifat makanan yang dapat menyebabkan karies.

    Makanan kariogenik sendiri berarti makanan yang dapat menyebabkan karies.

    Makanan tersebut bersifat lengket dan dapat menurunkan pH di dalam mulut

    sehingga dapat menyebabkan demineralisasi serta menghambat remineralisasi

    (Tamrin, dkk, 2014). Menurut Setiowati dan Furqunita (2007) makanan

    kariogenik adalah makanan yang manis dan lengket serta menyebabkan karies.

    Sehigga dapat kita ketahui bahwa kariogenik merupakan suatu sifat yang dapat

    menyebabkan karies sedangkan non kariogenik merupakan sifat yang tidak

    menyebabkan karies. Dalam hal ini bukan tidak sama sekali menyebabkan

    karies akan tetapi lebih tidak menyebabkan karies dibandingkan kariogenik.

  • 10

    BAB III

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil

    PERCOBAAN

    Probandus pH

    VOLUME/

    5 MENIT

    1. PERCOBAAN 1 :

    TANPA STIMULASI

    Audy

    Ageng

    Arca

    Anggita

    Amalia

    6

    7

    7

    7

    6

    1,6 ml

    4,2 ml

    6,1 ml

    3,4 ml

    2 ml

    2. PERCOBAAN 2 :

    STIMULASI KAPAS

    Audy

    Ageng

    Arca

    Anggita

    Amalia

    7

    8

    8

    9

    7

    8,4 ml

    9,2 ml

    11,8 ml

    11,8 ml

    6,1 ml

    3. PERCOBAAN 3 :

    STIMULASI XYLITOL

    Audy

    Ageng

    Arca

    Anggita

    Amalia

    8

    8

    8

    8

    8

    11,8 ml

    17,2 ml

    5,4 ml

    11,4 ml

    12,9 ml

    4. PERCOBAAN 4 :

    STIMULASI SUKROSA

    Audy

    Ageng

    Arca

    Anggita

    Amalia

    7

    8

    7

    8

    7

    9,6 ml

    15,4 ml

    9,8 ml

    11 ml

    9,8 ml

  • 11

    Tabel 1. Hasil percobaan

    PERCOBAAN pH

    VOLUME/

    5 MENIT

    1. PERCOBAAN 1 :

    TANPA STIMULASI 6,6 3,46 ml

    2. PERCOBAAN 2 :

    STIMULASI KAPAS 7,8 9,46 ml

    3. PERCOBAAN 3 :

    STIMULASI XYLITOL 8 11,74 ml

    4. PERCOBAAN 4 :

    STIMULASI SUKROSA 7,4 11,12 ml

    5. PERCOBAAN 5 :

    STIMULASI BUAH SEGAR 7 9,26 ml

    Tabel 2. Hasil percobaan rata-rata

    B. Pembahasan

    Praktikum ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

    sekresi saliva. Praktikum tersebut melakukan 5 percobaan dengan perbedaannya

    adalah bahan-bahan yang digunakan untuk menstimulus sekresi saliva.

    Percobaan awal merupakan variabel kontrol dimana saliva tidak distimulus

    dengan apapun, atau sekresi saliva dibiarkan apa adanya. Percobaan kedua

    merupakan percobaan dengan probandus mengunyah kapas. Percobaan ketiga

    probandus mengunyah permen karet, dimana dalam komposisinya mengandung

    5.

    PERCOBAAN 5 :

    STIMULASI BUAH

    SEGAR

    Audy

    Ageng

    Arca

    Anggita

    Amalia

    6

    7

    7

    8

    7

    4 ml

    15 ml

    4,8 ml

    14,4 ml

    8,1 ml

  • 12

    xylitol. Percobaan keempat menggunakan permen karet yang mengandung

    sukrosa. Percobaan terakhir adalah probandus mengunyah buah segar, yang

    lebih banyak mengandung asam contohnya adalah buah jeruk.

    Percobaan pertama tanpa stimulasi didapat pH sebesar 6,6, pH ini

    merupakan pH rerata saliva hasil praktikum dalam keadaan normal tanpa

    adanya stimulasi. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Suryadinata

    (2012) bahwa derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6-7,0.

    Pada praktikum ini menghasilkan saliva dengan rata-rata pH 6,7, artinya

    probandus yang mengeluarkan saliva dalam praktikum ini normal. Apabila

    tanpa stimulus ini pH saliva mengalami suatu kondisi yang abnormal maka

    dapat dipastikan kondisi rongga mulut dari probandus buruk, bila pH asam

    dapat dipastikan terdapat banyak karies, sedangkan apabila pH terlalu basa

    dapat dipastikan terdapat banyak kalkulus.

    Percobaan pertama juga mengukur curah saliva, curah saliva yangnormal

    tanpa stimulasi sebesar 0,3 ml/menit sampai 0,4 ml/menit, dari praktikum yang

    telah dilakukan didapatkan hasil rata-rata 3,46 ml/5menit sehingga curah saliva

    dalam satu menit sebesar 0,692 ml. Hasil curah saliva permenit tanpa stimulasi

    didapatkan 0,692 ml/menit, hal ini melebihi nilai normal curah saliva tanpa

    stimulasi. Keadaan ini disebabkan karena banyak faktor di antaranya probandus

    saat sedang melakukan percobaan dalam keadaan sakit dan sebagian

    terstimulasi adanya buah jeruk yang ada di meja praktikum.

    Percobaan kedua, probandus mensekresikan saliva yang diberikan

    rangsangan berupa pengunyahan kapas, hal ini berkaitan dengan stimulus secara

    mekanis. Hasil percobaan ini menunjukan bahwa pH saliva probandus

    meningkat dengan volume sekresi saliva yang normal. pH saliva probandus

    yang melebihi normal mungkin disebabkan oleh perangsangan kecepatan

    sekresi saliva dan diet atau makanan yang menjadi stimulus dari sekresi saliva

    saat itu (dalam hal ini adalah kasa). Derajat pH saliva yang cenderung

  • 13

    mendekati basa ini mungkin yang menyebabkan terbentuknya kalkulus (karang

    gigi) pada rongga mulut probandus. Menurut Haroen (2002), laju aliran saliva

    normal dengan stimulasi berkisar 1-3 ml/menit, pada hasil praktikum

    didapatkan rata-rata curah saliva sebesar 1,892 ml/menit.

    Percobaan ketiga dengan stimulasi permen karet xylitol, menghasilkan

    pH saliva meningkat menjadi lebih basa yaitu 8. Normalnya, saliva memiliki pH

    sekitar 7. Permen xylitol dapat meningkatkan pH saliva dan mencegah

    demineralisasi email gigi. Pengaruh xylitol telah terbukti secara klinis mampu

    menghambat pertumbuhan plak gigi (Lisna, 2011). Pengunyahan permen karet

    xylitol yang dilakukan selama 5 menit ini juga memiliki efek untuk

    meningkatkan flow rate saliva. Hal tersebut terbukti dengan adanya peningkatan

    volume saliva yang disekresikan oleh probandus. Selain itu, dengan adanya

    stimulasi xylitol juga dapat mempengaruhi komposisi yaitu akan meningkatkan

    konsentrasi bikarbonat, fosfat, dan kalsium. Hal tersebut yang memungkinkan

    saliva memiliki viskositas seromukus yang didominasi mukus (Lisna, 2011).

    Percobaan keempat dengan stimulasi sukrosa. Sukrosa banyak

    dikonsumsi karena rasanya manis, tapi menurut penelitian, sukrosa dapat

    menaikkan indikasi karies paling besar (Soesilo, dkk, 2005). Konsumsi sukrosa

    dapat menurunkan kapasitas buffer saliva sehingga mampu meningkatkan

    insidensi terjadinya karies. Hal tersebut disebabkan karena sintesa ektra sel

    sukrosa lebih cepat daripada gula lainnya seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa

    sehingga cepat diubah oleh mikroorganisme dalam rongga mulut menjadi asam

    (Soesilo, dkk, 2005). Secara teori, pH yang dihasilkan setelah mengunyah

    permen karet sukrosa selama 1-3 menit ialah 4,5-5,0, tetapi pada percobaan

    didapatkan rata-rata 7,4. Hal ini disebabkan karena jarak waktu probandus dari

    pemberian stimulus xylitol dengan sukrosa terlalu cepat sehingga bisa

    disebabkan juga adanya kandungan xylitol yang masih tersisa pada rongga

    mulut dan menyebabkan pH tidak sesuai.

  • 14

    Pada percobaan dengan stimulasi sukrosa ini, terjadi peningkatan flow

    rate saliva hingga tersekresi saliva sebanyak 2,224 ml/menitnya. Hal tersebut

    dikarenakan permen karet sukrosa memiliki konsistensi yang keras. Menurut

    Davies dan Finlay (2005), makanan yang keras akan merangsang sekresi saliva

    lebih banyak dibandingkan makanan dengan konsistensi lembut. Selain itu,

    menurut probandus, permen sukrosa ini memiliki rasa yang paling manis. Rasa

    yang kuat dari makanan juga dapat memicu sekresi saliva semakin banyak lagi

    (Davies dan Finlay, 2005).

    Percobaan yang terakhir adalah dengan menggunakan stimulasi buah-

    buahan segar baik itu secara visual maupun dengan mekanik. Stimulasi ini

    dapat menyebabkan kadar pH dalam rongga mulut menjadi lebih rendah. Pada

    percobaan yang terakhir in pH rata-rata yang dihasilkan adalah 7, seharusnya

    secara teoritis pH yang dihasilkan oleh percobaan ini kurang dari 7. Faktor-

    faktor yang dapat menyebabkan pH menjadi 7 adalah dikarenakan rentan waktu

    percobaan sebelumnya dengan percobaan terakhir ini relatif berdekatan.

    Percobaan yang menggunakan buah-buahan ini tidaklah gagal, dikarenakan pH

    rata-rata sebelum percobaan terakhir adalah 7,4 dengan demikian dapat

    disimpulkan bahwa pengaruh saliva dengan stimulasi buah-buahan segar

    mengubah pH rongga mulut menjadi lebih asam walaupun tidak signifikan

    perubahannya. Curah saliva rata-rata yang dihasilkan pada percobaan ini adalah

    9,26 ml/5 menit atau 1,85 ml/menit. Curah saliva yang normal pada saat

    distimulasi adalah 1-3 ml/menit (Suhardjo, 1992). Curah saliva saat distimulus

    dengan buah-buahan segar pada percobaan kali ini dapat dinyatakan adalah

    normal.

  • 15

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Simpulan

    Berdasarkan laporan yang telah disusun dapat ditarik beberapa

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Saliva merupakan cairan oral kompleks tak berwarna yang berada

    didalam rongga mulut dan disekresikan oleh kelenjar saliva mayor dan

    minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari glandula parotis, glandula

    submandibularis, dan glandula sublingualis. Sedangkan kelenjar minor

    terletak didalam mukosa atau submukosa yang hanya menyumbangkan

    5% dari sekresi kelenjar saliva selama 24 jam.

    2. Pengeluaran saliva normal pada orang dewasa sekitar 0,3-0,4 ml/menit

    tanpa stimulasi dan jika dengan stimulasi laju sekresinya sebanyak 1-2

    ml/menit. Sekresi glandula saliva dapat terjadi oleh beberapa faktor

    diantaranya adalah stimulus dari mekanik, kimiawi, neuronal, psikis,

    postur tubuh, obat-obatan, ukuran dan berat kelenjar saliva, latihan fisik,

    alkohol, penyakit sistemik, usia, jenis kelamin.

    3. Menurunnya pH saliva dan jumlah saliva akan meningkatkan risiko

    karies yang tinggi. Sedangkan meningkatnya pH saliva (basa) akan

    mengakibatkan pembentukan karang gigi. Umumnya cairan viskus pada

    saliva mengandung 99,5% air dan 5% sisanya adalah mukoprotein,

    immunoglobulin, karbohidrat, komponen-komponen anorganik seperti

    Ca, P, Na, Mg, Cl, Fe. Sedangakan pada cairan serusnya mengandung

    enzim pencernan yaitu enzim ptialin dan enzim lipase.

    B. Saran

    Saliva merupakan cairan oral yang sangat penting bagi metabolisme dan

    pertahanan tubuh manusia. Sebagian orang tidak mengetahui tentang fungsi

  • 16

    saliva bagi tubuh manusia. Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang

    kondisi noramal dan berserta fungsinya.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Almeida, P.D.V., Grgio, A.M.T., Machado, M..N., deLima, A.A.S., Azevedo,

    L.R., 2008, Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review, J

    Contemp Dent Pract March, (9) 3 : 072-080.

    Al-Saif, K.M., 1991, Clinical Management of Salivary Deficiency : A Review

    Article, The Saudi Dent J, 3 (2) : 77-80.

    Amerogan, A.V.N., 1991, Ludah dan Kelenjar Ludah, Yogyakarta : UGM Press.

    Apriyono, D.K., Fatimatuzzahro, N., 2011, Pengaruh Kumur-kumur dengan Larutan

    Triclosan 3% terhadap pH Saliva, CDK, 38 (7) : 426-428.

    Davies, A., Finlay, I., 2005, Oral Care in Advanced Disease, New York : Oxford.

    Edwina, A.M., Joyston, B.S., 1991, Dasar-dasar Karies Penyakit dan

    Penanggulangannya, Jakarta : EGC. h.1-68.

    Febyanti, P.A., 2007, Perbedaan Perubahan Derajat Keasaman (pH) Plak Sebelum

    dan Sesudah Mengkonsumsi Makanan yang Mengandung Gula dan

    Makanan yang Tidak Mengandung Gula pada Penghuni Asrama JKG

    Poltekkes, Semarang : JKG.

    Ganong, W. F., 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.

    Haroen, E.R., 2002, Pengaruh Stimulus Pengunyahan dan Pengecapan terhadap

    Kecepatan Aliran dan pH Saliva, Jurnal Kedokteran Gigi, (9) 3 : 11-16.

    Houwink, B., 1993, Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Yogyakarta : Gadjah Mada

    University Press. h. 88-193.

    Irianto, K., Waluyo, K., 2004, Gizi dan Pola Hidup Sehat, Bandung : Yrama Widya.

    Kidd, E.A.M., Bechal, S.J., 1992, Dasar-dasar Karies Penyakit dan

    Penanggulangannya, Jakarta : EGC. h. 6696.

    Lisna, K.R., Juni, H., 2011, Efek Pengunyahan Permen Karet Gula dan Xylitol

    Terhadap Status Saliva, Jurnal Majalah Kedokteran Gigi, 18 (1) : 21-24.

    Marzuki, I., Amirullah, Fitriana, 2010, Kimia dalam Keperawatan, Sulawesi Selatan :

    Pustaka As Salam.

  • Pedersen, A.M., 2007, Saliva, Netherlands : Zendium.

    Rahayu, F.A., Handajani, J., 2010, Mengkonsumsi Minuman Beralkohol dapat

    Menurunkan Derajat Keasaman dan Volume Saliva, Dent J, 15 (1) : 15-19.

    Rai, B., 2007, Oral Fluid in Toxicology, The Internet Journal of Toxicology, 3 (2) : 9-

    15.

    Roland, S.M., 2005, Gigi Penasihat Kesehatan Oral Aksi, London : St. John Wood.

    Suryadinata, A., 2012, Kadar Bikarbonat Saliva Penderita Karies dan Bebas Karies,

    Saintis J, 1 (1) : 39.

    Schreiber, Servan, D., 2010, Hidup Bebas Kanker, Bandung : PT Mizan Pustaka.

    Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta : EGC.

    Soesilo, D., Santoso, R.E., Diyatri, I., 2005, Peranan Sorbitol dalam Mempertahankan

    Kestabilan pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies, Majalah Kedokteran

    Gigi Dental Journal, 38 (1) : 25.

    Tamrin, M., Afrida, Jamaludin, M., 2014, Dampak Konsumsi Makanan Kariogenik

    dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi pada Anak

    Sekolah, Jurnal of Pediatric Nursing, 1 (1) : 16-17.

  • LAMPIRAN