6 - pertambangan.docx

Upload: kevinaristio

Post on 09-Oct-2015

95 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

A. PENDAHULUAN

Pertambanganadalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualanbahan galian(mineral,batubara,panas bumi, migas). Indonesia merupakan salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar di dunia, salah satu daerahnya yaitu Kalimantan Selatan. Pertumbuhan tambang di Kalimantan Selatan sendiri semakin pesat karena semakin banyak lahan tambang baru yang ditemukan.

Usaha bidang pertambangan dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil tambang dan lokasi penambangannya. Berdasarkan hasil tambang terbagi atas 2 (dua) jenis yaitu pertambangan minyak, gas dan panas bumi, dan pertambangan bukan minyak, gas dan panas bumi yang mengeksploitasi bahan tambang logam (seperti bijih besi) dan bukan logam (seperti batubara dan pasir). Sedangkan berdasarkan lokasi penambangan, usaha bidang pertambangan terdiri dari pertambangan lepas pantai (off shore) dan pertambangan daratan (on shore).

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam. Bahan-bahan galian ini terbagi atas 3 (tiga) jenis yaitu :

a) Bahan galian strategis (Golongan A) dalam arti strategis bagi pertahanan dan keamanan serta perekonomian negara, antara lain seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, batubara, uranium dan bahan radio aktif lainnya, nikel, timah.b) Bahan galian vital (Golongan B) dalam arti dapat menjamin hajat hidup orang banyak, antara lain seperti besi, mangaan, wolfram, tembaga, emas, perak, platina, yodium, belerang.c) Bahan galian yang tidak termasuk jenis a atau b (Golongan C) dalam arti karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, antara lain seperti nitrat-nitrat, garam batu, asbes, batu permata, pasir kwarsa, batu apung, batu kapur, granit, andesit.

Sektor pertambangan adalah objek Pajak Bumi dan Bangunan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua jenis golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya.

Bahan galian batu bara adalah bahan galian yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang terperangkap dalam sedimen dan dapat dipergunakan sebagai bahan baker, Jenis sedimen ini terperangkap dan mengalami perubahan material organik akibat timbunan (burial) dan diagenesa.

Batubara awalnya merupakan bahan organik yang terakumulasi dalam rawa-rawa yang dinamakan peat. Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman karbon kira-kira 340 juta tahun yang lalu adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif.

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan, jenis-jenis tumbuhan pembentuk Batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut : Alga, dari zaman prekambrium hingga ordovisium dan bersel tunggal sangat sedikit endapan batubara dari periode ini Silofita, Dari zaman Silur hingga devon tengah merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari periode ini. Plirodefita, umur devon atas hingga karbon atas. Tumbuhan pembentuknya merupakan tumbuhan tanpa bunga dan biji serta berkembangbiak dengan spora. Gimnospermae, Dari zaman permian hingga kapur tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, contohnya Pinus. Angiosspermae, dari zaman kapur atas hingga kii. Jenis tumbuhan modern, buah menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga secara umum kurang terawetkan.

Berdasarkan proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas, dan waktu, umumnya batubara dibagi kedalam lima kelas yaitu: Antrasit, adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan. (luster) metalik. Mengandung antara 86 % 98 % unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8 % Bituminus, mengandung 68 86 % Unsur karbon (c) dan berkadar air 8-10 % dari beratnya. Subbituminus, mengandung sedikit karbon dan banyak air. Sehingga menjadi sumber panas yang kurang efisien dibanding dengan bituminus. Lignit (batu bara cokelat) adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35 75 % dari beratnya. Gambut, berpori dan memiliki kadar air diatas 75 % serta nilai kalori yang paling rendah.

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (Coalification). Ada dua proses yang terjadi yaitu : a) Tahap Diagenetik atau biokimia yaitu dimulai pada saat material tanaman terdeposisi, hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi, dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. b) Tahap malihan atau geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi biuminus, dan akhirnya antrasit.

Sistem penambangan yang ada pada umumnya yaitu :a) Tambang Terbuka (Surface Mining)Merupakan suatu system penambangan dimana seluruh aktifitas kerjanya berhubungan langsung dengan atmosfer atau udara luar. Berdasarkan macam material yang ditambang, maka tambang terbuka dibagi menjadi : Open Pit/Open Cut/Open Cast/Open Mine: Suatu system penambangan yang diterapkan untuk endapan bijih yang mengandung logam. Contoh : Tambang Nikel di Pomalla Quarry: Suatu system penambangan yang diterapkan untuk endapan mineral industry (golongan C). Contoh : Tambang Batu Pualam di Tulung Agung Jawa Timur Strip Mine: Suatu system penambangan yang diterapkan untuk endapan bijih yang letaknya horizontal atau sedikit miring. Contoh : Tambang Batubara di Tanjung Enim Sumatera Selatan Alluvial Mine: Suatu system penambangan yang diterapkan untuk endapan alluvial. Contoh : Tambang Bijih Timah di Bangka Belitung mineralnya Cassiteriteb) Tambang Bawah Tanah (Underground Mining)Suatu system penambangan dimana seluruh aktifitas kerjanya tidak berhubungan langsung dengan udara luar dan kegiatannya dilakukan dibawah tanah dengan cara terlebih dahulu membuat jalan masuk berupa sumuran (shaft) atau terowongan bantu (adit).B. DASAR HUKUM

Peraturan Direktur Jenderal Pajak NomorPER-32/PJ/2012tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi danBangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubarayang selanjutnya disebut PBB Mineral dan Batubara, adalah Pajak Bumi dan Bangunan atasbumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usahapertambangan mineral dan batubara.

2. Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yangmeliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.

Objek pajak, Subjek Pajak, dan Wajib PajakObjek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalamkawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Permukaan bumi, meliputi:

a. Tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore), terdiri dari Areal Produktif,Areal Belum Produktif yang meliputi Areal Cadangan Produksi dan Areal BelumDimanfaatkan, Areal Tidak Produktif, Areal Emplasemen, dan Areal Pengaman

b. Perairan lepas pantai (offshore)

Tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi, berupa Tubuh Bumi Eksplorasiatau Tubuh Bumi Operasi Produksi

Subjek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah orang atau badan yang secara nyatamempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Mineral danBatubara.Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada keterangan di atas, yang dikenakan kewajiban membayar PBBMineral dan Batubara menjadi Wajib Pajak PBB Mineral dan Batubara.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER 11/PJ/2012 tentang tata cara pengenaan pajak bumi dan bangunan sektor pertambangan untuk pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi.

Objek pajak, Subjek Pajak, dan Wajib Pajak

Objek pajak PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam Wilayah Kerja atau sejenisnya terkait pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh KKKS.

Objek pajak PBB Panas Bumi adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam Wilayah Kerja atau sejenisnya terkait pertambangan Panas Bumi yang diperoleh haknya, dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Pengusaha Panas Bumi.

Subjek pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi adalah KKKS atau Pengusaha Panas Bumi, yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, atau Panas Bumi dalam Wilayah Kerja pertambangan atau yang sejenis dengan itu.

Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada keterangan di atas yang dikenakan kewajiban membayar PBB Migas atau PBB Panas Bumi menjadi Wajib Pajak PBB Migas atau PBB Panas Bumi.

Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Keputusan Bupati Nomor 10 Tahun 2003 tentang Nilai Jual Hasil Pengambilan Bahan Galian Golongan C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi PP Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

C. TINJAUAN TEORITIS

1. Penyelidikan UmumUntuk menentukan potensi mineral pada suatu daerah tertentu, perlu dilakukan pengujian geologis, yang dilakukan dengan menggunakan Jasa dari Peneliti Geologis sebagai Peneliti.

Jasa Peneliti (pihak lain) merupakan Objek PPN dan PPh Pasal 23/26 dengan subyek pajak adalah pelaksananya.

2. EksplorasiMerupakan rangkaian kegiatan penelitian, pengujian kandungan mineral, pemetaan wilayah dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tentang lokasi, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya serta info lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

Jasa atas kegiatan ini (pihak lain) merupakan Objek PPN dan PPh Ps. 23/26 dengan subyek pajak adalah pelaksananya.

3. Studi KelayakanDibutuhkan sebagai informasi kelayakan ekonomis dan teknis pertambangan, proses analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang. Studi Kelayakan tersebut memuat data dan keterangan mengenai usaha pertambangan tersebut, yang dilakukan oleh ahli mengenai hal tersebut.

Atas jasa kegiatan pengujian ini (pihak lain), maka kewajiban pajak yang melekat adalah PPN dan PPh Ps. 23.

4. KonstruksiSiklus kegiatan selanjutnya setelah diketahui bahwa proyek pertambangan layak secara ekonomis, teknis dan lingkungan, maka dilakukan pengembangan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur biasanya dilakukan oleh perusahaan konstruksi, sehingga Jasa Konstruksi (pihak lain) terkena PPN dan PPh Pasal 4 ayat (2).

5. Pertambangan/Eksploitasi :Kegiatan Eksploitasi ini pada umumnya meliputi kegiatan :a. Proses pembukaan lahan (land clearing)b. Pengeboran dan Penggalianc. Pengolahan dan pemurniand. Pengangkutan dan Penjualan

Atas Jasa yang dilakukan oleh pihak lain tersebut, ditetapkan kewajiban perpajakan PPh Ps. 23/26 dan PPN.

6. ReklamasiReklamasi adalah proses rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat kegiatan penambangan. Apabila proses reklamasi dilakukan oleh pihak lain, maka memiliki kewajiban pajak berupa PPh Pasal 23/26 dan PPN.

D. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

1. Undang-Undang/Peraturan/Surat Edaran

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi Objek pajak bumi dan bangunan adalah bumi dan/atau bangunan dan yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Pasal 1 Angka 8, Sektor Pertambangan adalah objek Pajak Bumi dan Bangunan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-bahan galian dari semua golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya;

Pengenaan PBB sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) diatur di dalam :a.Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara,b.Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-64/PJ/2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012. Di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan PBB Mineral dan Batubara adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan yang digunakan untuk kegiatan pertambangan mineral dan batubara.

Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minerba meliputi wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis dan wilayah di luar wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis yang merupakan satu kesatuan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minerba.

2. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Objek pajak bumi dapat dibagi 2, yakni :1. Permukaan bumi yang meliputi tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore) dan/atau perairan lepas pantai (offshore).2. Tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi.

Permukaan bumi untuk areal onshore meliputi : areal produktif, areal belum produktif (areal cadangan produksi dan areal yang belum dimanfaatkan), areal tidak produktif, areal emplasemen, dan areal pengaman.

Tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi terdiri dari tubuh bumi untuk kegiatan eksplorasi dan tubuh bumi untuk kegiatan operasi produksi.

Objek pajak bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada areal onshore dan/atau areal offshore.

3. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Dasar pengenaan dari PBB sektor pertambangan Minerba adalah NJOP yang merupakan penjumlahan dari NJOP bumi dan NJOP bangunan.

NJOP bumi areal onshore atau areal offshore merupakan hasil perkalian antara total luas areal yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi, sedangkan NJOP tubuh bumi baik yang eksplorasi atau yang kegiatan operasi produksi merupakan hasil perkalian antara luas Wilayah Kerja dengan NJOP bumi per meter persegi.

NJOP bumi per meter persegi tersebut merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang klasifikasi NJOP Bumi.

NJOP bangunan merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi, dimana NJOP bangunan per meter persegi merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang klasifikasi NJOP Bangunan.

Nilai bumi per meter persegi masing-masing areal ditentukan sebagai berikut :

a. Areal onshore merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal onshore.

Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal, dimana nilai bumi per meter persegi untuk areal belum dimanfaatkan dan areal emplasemen ditentukan melalui perbandingan harga tanah sejenis, dan areal cadangan produksi, areal tidak produktif, dan areal pengaman ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk areal belum dimanfaatkan.

b. Tubuh bumi operasi produksi merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi dengan luas Wilayah Kerja.

Nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi merupakan perkalian Angka Kapitalisasi dengan hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum Tahun Pajak.

Hasil bersih ditentukan melalui pengurangan pendapatan kotor dengan biaya produksi galian tambang sedangkan besarnya Angka Kapitalisasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

c. Areal offshore dan tubuh bumi eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore ditentukan dengan mempertimbangkan rata-rata nilai bumi untuk areal daratan terdekat dengan areal offshore di wilayah Indonesia.

d. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Pasal 8, Besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C ditentukan sebagai berikut :

1. Areal Produktif adalah sebesar 9,5 x hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan.2. Areal belum produktif, tidak produktif dan emplasemen serta areal lainnya didalam atau diluar wilayah kuasa pertambangan, adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.3. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 15.

e. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-47/PJ.6/1999 Tentang Penyempurnaan Tata Cara Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas Bumi Dan Galian C sebagaimana Diatur Dengan Surat Edaran Nomor : Se-26/Pj.6/1999, pengenaan PBB atas areal belum produktif dan areal tidak produktif disempurnakan dengan memperhitungkan tahapan kegiatan penambangan sebagai berikut :

1. Penyelidikan umum, adalah sebesar 5% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;

2. Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;

3. Eksplorasi untuk perpanjangan I dan II, adalah sebesar 50% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;

4. Pembangunan Fasilitas Eksploitasi (konstruksi) sampai dengan produksi adalah luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.

E. IUP / IUPK

UU Minerba yang baru yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU No. 4/2009) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menggantikan UU No. 11/1967. Usaha pertambangan sesuai dengan Pasal 35 UU No. 4/2009 dilaksanakan dalam bentuk:1.IUP atau Izin Usaha Pertambangan,2.IPR atau Izin Pertambangan Rakyat, dan3.IUPK atau Izin Usaha Pertambangan Khusus.

Ketentuan Fiskal (Perpajakan) Pasal 128 menyatakan bahwa Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah. Pendapatan negara yang dimaksud yang terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Adapun penerimaan pajak yang dimaksud terdiri atas pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta bea masuk dan cukai. Sedangkan penerimaan negara bukan pajak terdiri atas iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi, dan kompensasi data informasi. Dalam hal pendapatan daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

F. ASPEK PERPAJAKAN

1. PPh Pasal 21Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atas kegiatan yang diterima/diperoleh WP orang pribadi dalam negeri.

2. PPh Pasal 23/26a. Pajak Penghasilan 23Utang PPh 23 merupakan PPh 23 yang telah dipotong oleh pihak yang membayarkan meskipun belum disetorkan ke kas Negara pada akhir bulan pemotongan.

b. Pajak Penghasilan 26PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima/diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia dengan tarif 20% atau sesuai dengan tarif Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)/Tax Threaty.

3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)Pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dengan tarif tunggal 10%.

4. PPh Pasal 4 ayat (2)Pajak penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan yang Merupakan objek pph pasal 4 (2). PPh pasal 4 (2) ini bersifat final.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)Objek pajak PBB Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang berada di dalamkawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

G. JURNAL AKUNTANSI

1. PPh Pasal 21Berikut adalah contoh perhitungan pajak penghasilan pribadi (PPh 21) dari seorang pekerja di perusahaan yang bergerak di bidang batu bara. Pekerja sudah kawin dan punya 2 anak. Pekerja ikut Program Jamsostek kecuali asuransi kesehatan, yang disediakan oleh Perusahaan. Selain itu, pekerja juga ikut Program Pensiun. Pekerja tidak mempunyai penghasilan lain.

Data-data untuk perhitungan pajak penghasilan adalah sebagai berikut :1. Gaji pokok: Rp10.000.0002. Tunjangan transport: Rp 500.0003. Tunjangan perumahan: Rp 500.0004. Uang Perjalanan Dinas: Rp 500.000 (Catatan: pekerja melakukan perjalanan dinas pada bulan berjalan)5. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja: Rp127.000 (1.27% dari gaji pokok untuk bidang minyak bumi dan gas)6. Premi Jaminan Kematian: Rp30.000 (0.3% dari gaji pokok)7. Iuran Jaminan Hari Tua: Rp570.000 (5.7% dari gaji pokok; 2% ditanggung pekerja)8. Iuran Dana Pensiun: Rp200.000 (2% dari gaji pokok sesuai dengan Ketentuan Menteri Keuangan)9. Premi Asuransi Kesehatan untuk wajib pajak: Rp500.000/bulan

Jawaban:Gaji Pokok10.000.000+Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 127.000+Premi Jaminan Kematian 30.000+Premi Asuransi Kesehatan 500.000+Tunjangan Transport 500.000+Tunjangan Perumahan 500.000Penghasilan Bruto11.657.000

Pengurang :-Biaya Jabatan500.000-Premi JHT200.000-Iuran Pensiun200.000Total Pengurang (900.000)Penghasilan Neto Sebelum Pajak 10.757.000Penghasilan Neto Disetahunkan129.084.000

PKTP : WP24.300.000 Istri 2.025.000 Tunjangan (2) 4.050.000Total PTKP(30.375.000)PKP 98.709.000

PPh 21 setahun = (5% x 50.000.000) + (15% x 48.709.000) = Rp 7.306.350PPh 21 sebulan = Rp 817.000

Take Home Pay :Rp 10.000.000 + 1.000.000 200.000 200.000 817.000 = Rp 9.783.000

Jurnal yang dibuat oleh Perusahaan :Beban Gaji11.000.000 Biaya YMHD 400.000 Utang PPh 21 817.000 Kas/Bank9.783.000

2. Penyelidikan UmumPT Adora menggunakan jasa peneliti geologis Singapore untuk menentukan potensi batu bara yang terkandung dalam suatu daerah tertentu sebesar SGD 20,000 (rate SGD 1 = Rp7,500).

Pajak Keluaran15.000.000 Kas/Bank15.000.000

Professional Fee Expense150.000.000Pajak Masukan 15.000.000 Utang PPh 26 30.000.000 Kas/Bank135.000.000

3. EksplorasiPT Adora menggunakan jasa ibu Dora untuk melakukan eksplorasi batu bara dengan biaya sebesar Rp 125.000.000.

Professional Fee Expense125.000.000PPN Masukan 12.500.000Utang PPh 23 2.500.000Kas/Bank135.000.000

4. Studi KelayakanPT Adora melakukan studi kelayakan dengan biaya sebesar Rp 100.000.000.

Professional Fee Expense100.000.000PPN Masukan 10.000.000Utang PPh 23 2.000.000Kas/Bank108.000.000

5. KonstruksiPT Adora bekerja sama dengan perusahaan konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha untuk melakukan pembangunan infrastruktur pada lingkungan pertambangan sebesar Rp 500.000.000.

Biaya Konstruksi500.000.000PPN Masukan 50.000.000PPh 4 ayat (2)20.000.000Kas/Bank530.000.000

6. EksploitasiPT Adora melakukan proses eksploitasi dari land clearing hingga pengangkutan dengan menghabiskan dana sebesar Rp 1.000.000.000.

Biaya Eksploitasi1.000.000.000PPN Masukan 100.000.000Utang PPh 23 20.000.000Kas/Bank1.080.000.000

7. Penjualan Batu BaraPT Adora melakukan transaksi penjualan batu bara ke PT Bara Tbk (PKP) senilai Rp10,000,000,000.

Kas/Bank11.000.000.000PPN Keluaran 1.000.000.000Penjualan10.000.000.000

8. RoyaltiPT Adora membayar royalti untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar Rp 50.000.000.

Royalti50.000.000PPN Masukan 5.000.000Utang PPh 23 6.750.000Kas/Bank48.250.000

9. PBB

PT. Equatorial Mining, sebuah perusahaan tambang batubara di Kalimantan Timur, menguasai/memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan sebagai berikut : Bumi (Tanah ) Areal Produktif : 200 Ha; Nilai = Rp400,-/M2 Areal Belum Produktif : Areal Cadangan Produksi : 500 Ha; Nilai = Rp300,-/M2 Areal Belum Dimanfaatkan : 100 Ha; Nilai = Rp300,-/M2 Areal tidak produktif : 100 Ha; Nilai = Rp200,-/M2 Areal Pengaman: 1 Ha; Nilai = Rp150,-/M2 Areal Emplasemen : Pabrik : 20 Ha; Nilai = Rp1.200,-/M2 Gudang : 2 Ha; Nilai = Rp1.200,-/M2 Kantor : 1 Ha; Nilai = Rp5.000,-/M2 Perumahan : 5 Ha; Nilai = Rp10.000,-/M2 Bangunan : Pabrik : 50.000 M2; Nilai = Rp310.000,-/M2 Gudang : 5.000 M2; Nilai = Rp310.000,-/M2 Kantor : 2.000 M2; Nilai = Rp365.000,-/M2 Perumahan : 10.000 M2; Nilai = Rp429.000,-/M2

Hasil bersih penjualan bahan galian tambang setahun = Rp1 Milyar Angka Kapitalisasi = 9,5 Hitung PBB yang menjadi kewajiban PT.Equatorial Mining tersebut apabila NJOPTKP = Rp10 juta Jawaban: NJOP Bumi/Tanah : 1. Tubuh Bumi Operasi Produksi = 9,5 x Rp1milyar=Rp9.500.000.000,- 2. Areal Produktif = 200 x 10.000 x 400=Rp 800.000.000,- 3. Areal Belum Produktif : a. Areal Cadangan Produksi = 500 x 10.000 x 300=Rp1.500.000.000,- b. Areal Belum Dimanfaatkan = 100 x 10.000 x 300=Rp 300.000.000,- 4. Areal tidak produktif : 100 x 10.000 x Rp200,-=Rp 200.000.000,- 5. Areal Emplasemen : a. Pabrik : 20 x 10.000 x Rp1.200,-=Rp 240.000.000,- b. Gudang : 2 x 10.000 x Rp1.200,-=Rp 24.000.000,- c. Kantor : 1 x 10.000 x Rp5.000,-=Rp 50.000.000,- d. Perumahan : 5 x 10.000 x Rp10.000,-=Rp 500.000.000,- Nilai Bumi/Tanah ( 1+2+3+4+5)=Rp 13.114.000.000,- Nilai Bumi/m2 = 13.114.000.000/9.280.000 = Rp1.413,15/m2 Hasil konversi : Klas 180 = Rp1.440,-/m2

NJOP Bumi seluruhnya = 9.280.000 x Rp1.440,- = Rp13.363.200.000,-

NJOP Bangunan : Pabrik : 50.000 x Rp310.000,-=Rp15.500.000.000,- Gudang : 5.000 x Rp310.000,-=Rp 1.550.000.000,- Kantor : 2.000 x Rp365.00,- =Rp 730.000.000,- Perumahan : 10.000 x Rp429.000,- =Rp 4.290.000.000,- Nilai Bangunan ( 1+2+3+4 )=Rp 22.070.000.000,- Nilai Bangunan/m2 = 22.070.000.000/67.000 = Rp329.402,98/m2 Hasil konversi: Klas 086 = Rp310.000,-/m2

NJOP Bumi seluruhnya = 9.280.000 x Rp1.440,-=Rp13.363.200.000,- NJOP Bangunan seluruhnya = 67.000 x 310.000=Rp20.770.000.000,- NJOP Bumi + Bangunan : =Rp34.133.200.000,- NJOPTKP : =(Rp 10.000.000,-) NJOP untuk perhitungan PBB : =Rp34.123.200.000,- PBB= 0,5% x 40% x Rp34.123.200.000,- = Rp68.246.400,-