6-bab-3_pub daya saing

12
33 BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PENGEMBANGAN USAHA PEMBUATAN KAPAL RAKYAT Pengembangan industri galangan kapal pada hakekatnya merupakan bagian dari pengembangan kawasan industri maritim. secara terpadu. Industri ini merupakan indutri pendukung (supporting industry) bagi sektor perhubungan laut maupun bagi sektor perikanan tangkap. Industri galangan kapal merupakan industri yang padat modal (capital intensive), namun lamban dalam memberikan hasil (slow yielding), karena membutuhkan waktu yang lama dalam memproduksinya. Industri galangan kapal mencakup beberapa kegiatan, mulai dari pembuatan kapal baru, pengedokan dan pemeliharaan kapal, pembuatan dok apung, serta pembuatan anjungan lepas pantai dan perlengkapan pantai. Oleh karena rneliputi beberapa kegiatan, maka faktor luas lahan yang dibutuhkan, jarak dan kondisi transportasi dari sumber bahan baku, dan sumber dan mobilitas tenaga kerja menjadi beberapa pertimbangan dalam membangun industri galangan kapal di suatu daerah. Tentunya kondisi fisik juga menjadi prasyarat penentuan lokasi, seperti kedalaman

Upload: satrio-n-w-notoamidjojo

Post on 19-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Daya Saing

TRANSCRIPT

Page 1: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

33

BAB III

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI

PENGEMBANGAN USAHA PEMBUATAN

KAPAL RAKYAT

Pengembangan industri galangan kapal pada

hakekatnya merupakan bagian dari pengembangan kawasan

industri maritim. secara terpadu. Industri ini merupakan indutri

pendukung (supporting industry) bagi sektor perhubungan laut

maupun bagi sektor perikanan tangkap.

Industri galangan kapal merupakan industri yang padat

modal (capital intensive), namun lamban dalam memberikan

hasil (slow yielding), karena membutuhkan waktu yang lama

dalam memproduksinya. Industri galangan kapal mencakup

beberapa kegiatan, mulai dari pembuatan kapal baru,

pengedokan dan pemeliharaan kapal, pembuatan dok apung,

serta pembuatan anjungan lepas pantai dan perlengkapan

pantai. Oleh karena rneliputi beberapa kegiatan, maka faktor

luas lahan yang dibutuhkan, jarak dan kondisi transportasi dari

sumber bahan baku, dan sumber dan mobilitas tenaga kerja

menjadi beberapa pertimbangan dalam membangun industri

galangan kapal di suatu daerah. Tentunya kondisi fisik juga

menjadi prasyarat penentuan lokasi, seperti kedalaman

Page 2: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Strategi & Kebijakan Daya Saing Di Era Otonomi Daerah

34

perairan, ketenangan perairan dan ombak, dan water-front

yang tersedia.

Industri galangan kapal terbagi ke dalam beberapa

jenis. Berdasarkan pekerjaan, industri galangan kapal terbagi

menjadi dua. Pertama, galangan kapal sistern tertutup (close

shipbuilding yard) yang terletak ditepi kanal dan melakukan

pekerjaan pada kapal-kapal yang berukuran kecil (dari bahan

kayu dan fiberglass). Kemudian yang kedua, galangan kapal

sistem terbuka (open shipbuiding yard), galangan yang berada

ditepi pantai dan melakukan pekerjaan pada kapal-kapal besar

yang terbuat dari bahan baja ataupun aluminium. Berdasarkan

fasilitas yang dimiliki, maka galangan kapal yang ada

digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu galangan kapal skala

industri dan galangan kapal skala tradisional. Fasilitas yang

dimiliki meliputi landasan bangunan kapal, dok galian, dok

apung, dan luncuran kapal. Beberapa galangan itu juga

dilengkapi fasilitas pembuatan kasko kapal (baja, fiberglass,

kayu laminasi dan reparasi kapal).

Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan,

mutlak membutuhkan kapal sebagai sarana penunjang

pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki, yaitu sebagai

sarana angkutan, baik angkutan penumpang rnaupun angkutan

barang, sebagai sarana penangkap ikan, sebagai sarana

penunjang pariwisata (kapal pesiar), dan sebagai sarana

pertahanan dan keamanan negara.

Page 3: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengembangan Usaha Pembuatan Kapal Rakyat

35

Salah satu jenis sarana yang saat ini masih banyak

digunakan adalah kapal-kapal rakyat. Sebagai salah satu

sarana angkutan, terkait dengan kondisi di beberapa daerah,

kapal rakyat dirasakan sangat dibutuhkan di daerah yang

terpencil. Dibandingkan dengan pelayaran besar, pelayaran

rakyat bisa menjangkau daerah-daerah terpencil yang sulit

dijangkau oleh kapal-kapal besar, tanpa ketergantungan

dengan kondisi infrastruktur pelabuhan yang dimiliki di daerah

tersebut. Trayek pelayaran rakyat juga bersifat fleksibel, tanpa

ada aturan ketat, karena berjalan secara swasembada. Suku

cadang yang digunakan untuk repairs maintenance and supply

juga tidak tergantung dari impor. Dari sisi ekonomi, tarif

pelayaran rakyat masih terjangkau oleh ekonomi masyarakat

menengah ke bawah. Terutama jika dikaitkan dengan

pengembangan wilayah, khususnya di Kawasan Timur

Indonesia, pelayaran rakyat sangat menentukan

pengernbangan wilayah tersebut. Kenyataan operasional

pelayaran rakyat membuktikan bahwa pelayaran rakyat

mampu menghubungkan pusat-pusat kegiatan nasional dengan

pusat kegiatan wilayah dan lokal.

Hingga saat ini, kebijakan pengembangan kawasan

industri galangan kapal rakyat belum terfokus. Hal ini

disebabkan belum adanya grand strategy pengembangan

industri maritim yang terintegrasi di Indonesia. Penyebabnya

banyak faktor, baik mikro teknis, yakni masalah yang muncul

Page 4: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Strategi & Kebijakan Daya Saing Di Era Otonomi Daerah

36

dan disebabkan oleh kondisi internal pembangunan perikanan

dan kelautan, maupun masalah makrostruktural, yaitu masalah

yang rnuncul dan disebabkan oleh kondisi makroekonomi,

politik, hukum, serta kelembagaan yang tidak kondusif.

Bagian ini hanya akan mengulas beberapa kebijakan di sektor

perhubungan dan sektor perikanan sebagai pengguna (user)

produk industri galangan kapal yang mendorong atau bahkan

menghambat perkembangan kawasan industri galangan kapal

rakyat di Indonesia.

A. Kebijakan di sektor perhubungan laut

Beberapa kebijakan di sektor perhubungan laut yang

terkait dengan pengembangan kawasan industri galangan

kapal rakyat antara lain Undang-Undang Nomor 21 Tahun

1992 tentang Pelayaran serta Inpres No. 5 Tahun 2005

mengenai Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional.

UU No. 21 Tahun 1992, merupakan perangkat

kebijakan yang mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan pelayaran, mulai dari navigasi, kepelabuhan,

perkapalan, termasuk kelaiklautan sebuah kapal, pencegahan

dan penanggulangan dampak lingkungan dan kecelakaan, serta

perangkutan. Pada pasal 73 ayat (1) menyatakan bahwa

penyelenggaraan angkutan laut dalam negeri dilakukan dengan

menggunakan kapal berbendera Indonesia, dan pada ayat (2)

pada keadaan dan persyaratan tertentu, pemerintah dapat

menggunakan kapal berbendera asing untuk angkutan laut

Page 5: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengembangan Usaha Pembuatan Kapal Rakyat

37

dalam negeri. Di satu sisi, pasal ini membuka peluang bagi

industri perangkutan nasional, namun di sisi lain industri

perangkutan nasional harus bersaing dengan industri

perangkutan asing. Sementara pasal 77 mengatur mengenai

pelayaran rakyat yang merupakan usaha rakyat yang bersifat

tradisional.

INPRES No. 5 Tahun 2005 merupakan payung hukum

terbaru untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri

perkapalan, termasuk industri perkapalan rakyat baik usaha

skala besar, menengah, maupun usaha kecil, serta Koperasi.

Inpres ini menginstruksikan kepada 13 menteri, yang terkait

dengan industri pelayaran untuk menerapkan asas cabotage

(muatan domestik harus diangkut armada kapal nasional)

secara konsekuen serta merumuskan kebijakan serta

mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan

tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing guna

memberdayakan industri pelayaran nasional, misalnya dengan

mengembangkan pusat-pusat desain, penelitian, dan

pengembangan industri kapal, mengembangkan standardisasi

dan komponen kapal, mengembangkan industri bahan baku

dan komponen kapal, memberikan insentif kepada perusahaan

pelayaran nasional yang membangun, dan atau mereparasi

kapal di dalam negeri dan atau melakukan pengadaan kapal

dari luar negeri dengan menerapkan skema imbal produksi.

Diharapkan dengan dikeluarkannya Inpres ini, industri

Page 6: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Strategi & Kebijakan Daya Saing Di Era Otonomi Daerah

38

perkapalan dapat berkembang dan mendorong sektor usaha

lain, seperti industri komponen kapal, peralatan mesin, dan

industri baja. Jika industri perkapalan berkembang, jasa

pelayaran angkutan laut pada masa mendatang mungkin tidak

lagi dikuasai dan dieksploitasi pelayaran asing.

Munculnya Inpres No.5 Tahun 2005, mengenai

diberlakukannya asas cabotage membuka peluang

pengembangan usaha pembuatan kapal rakyat. Pelayaran

rakyat sebagai bagian dari industri pelayaran nasional,

diharapkan juga mampu memanfaatkan peluang pasar dari

dampak kebijakan Inpres No.5 Tahun 2005. Pelayaran rakyat

yang armadanya hampir sebagian besar menggunakan kapal

kayu tradisional produksi galangan kapal rakyat, harus mampu

bersaing dengan industri pelayaran besar dalam meraih pasar

angkutan barang domestik.

Dari sejumlah jenis komoditi angkutan yang diijinkan

melalui asas cabotage, terdapat beberapa komoditas yang

memungkinkan diangkut oleh pelayaran rakyat. Komoditas

yang dapat diangkut kapal-kapal pelayaran rakyat, antara lain

kayu olahan, pupuk, bahan-bahan bangunan (semen, besi, dsb),

bahan makanan (beras, gula, terigu), ternak, general cargo,

CPO, BBM, serta batubara (dengan syarat teknologi telah

disesuaikan). Potensi angkutan ini masih sangat besar, sebagai

contoh, kebutuhan kayu olahan untuk pembangunan dan

industri di Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT diperkirakan

Page 7: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengembangan Usaha Pembuatan Kapal Rakyat

39

jumlahnya kurang lebih 16,5 juta m3 per tahun, pupuk

diperkirakan sebesar 4,5 juta ton per tahun, CPO sebesar 9 juta

ton per tahun, dan batu bara sebesar 30 juta ton per tahun.

Hingga saat ini, angkutan batubara untuk kebutuhan dalam

negeri sebesar tersebut, masih diangkut oleh kapal asing.

Begitu juga dengan angkutan dalam bentuk curah dan cair

seperti CPO dan BBM.

Guna menghadapi persaingan dengan industri pelayaran

besar, mau tidak mau, industri pelayaran rakyat dituntut untuk

mampu meningkatkan kualitas dari armada yang dimilikinya.

Kondisi armada yang pada umumnya dimiliki oleh perusahaan

pelayaran rakyat adalah: (1) kapal terbuat dari bahan baku

kayu; (2) besaran tonagenya terbatas, yaitu maksimal 500 GT;

(3) kapal belum mendapat sertifikat dari lembaga sertifikasi

nasional (Badan Klasifikasi Indonesia); (4) kapal yang dimiliki

adalah kapal produksi galangan kapal rakyat; (5) sebagai

tenaga penggerak utama kapal adalah layar dan motor kapal

merupakan tenaga bantunya, dengan besar maksimumnya 535

hp.

Pokok permasalahan pelayaran rakyat sebenarnya

adalah sernakin tidak kompetitifnya usaha ini, karena

ketertinggalan teknologi yang dimiliki dibandingkan dengan

jenis angkutan lainnya yang lebih modern. Angkutan kapal

modern jauh lebih efisien, cepat, tepat waktu sampai di tempat

Page 8: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Strategi & Kebijakan Daya Saing Di Era Otonomi Daerah

40

tujuan, biaya terjangkau (unit biaya barang lebih rendah), serta

lebih aman karena dukungan dari pihak asuransi.

Melihat kondisi armada yang dimiliki oleh perusahaan

pelayaran rakyat, maka perlu diambil langkah konkrit sebagai

upaya meningkatkan kapasitas dari usaha pelayaran rakyat

yang ada saat ini, terutama dalam hal peningkatan kualitas

armada kapal yang dimilikinya.

Untuk itu, perlu adanya upaya pembenahan baik

permasalahan yang bersumber dari internal, seperti dalam hal

pembenahan manajemennya maupun dari eksternal. Ada

beberapa faktor eksternal yang sangat menghambat

pembangunan dan pengembangan usaha pelayaran rakyat.

Namun yang sangat terasa pengaruhnya adalah UU No. 21

tahun 1992 peraturan-peraturan turunannya (derivatif) yang

sangat membatasi modernisasi dan pengembangan teknologi

kapal-kapal pelayaran rakyat. Ini terlihat dari pembatasan

ukuran besar kapal, pembatasan tenaga penggerak yang tetap

mengharuskan menggunakan layar sebagai penggerak utama

dan tenaga rnotor hanya sebagai alat bantu, serta material untuk

pembangunan kapal pelayaran rakyat terdiri dari kayu. Padahal

bahan kayu berdasarkan spesifikasi yang dibutuhkan untuk

kapal, saat ini sangat sulit didapat. Untuk itu, perlu ditinjau

kembali peraturan-peraturan yang dinilai tidak mendukung

pengembangan pelayaran rakyat.

Page 9: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengembangan Usaha Pembuatan Kapal Rakyat

41

Di bidang sarana-prasarana pendukung usaha pelayaran

rakyat ini, juga ditemui sejumlah permasalahan, terutama

dalam hal fasilitas yang berada di dalam pelabuhan kapal

pelayaran rakyat. Kondisi yang ada, pada umurnnya pelabuhan

bagi kapal pelayaran rakyat memiliki fasilitas yang kurang

memadai dibandingkan dengan kelengkapan pelabuhan bagi

kapal non pelayaran rakyat, di antaranya: (1) tidak adanya

fasilitas pergudangan di pelabuhan bagi pelayaran tradisional;

(2) panjang dermaga pelayaran rakyat yang pada umumnya

sudah tidak memenuhi kebutuhan kapal yang akan bersandar;

(3) antrian panjang kapal pelayaran rakyat yang akan bersandar

masuk ke pelabuhan. Hal ini tentu saja menghambat kegiatan

operasional di pelabuhan, seperti kegiatan bongkar muat

barang.

Selain itu, dalam hal tata ruang, dibutuhkan adanya

kebijakan yang mengatur penataan ruang yang mendukung

kegiatan maritim. Diharapkan terdapat sebuah kawasan yang

dapat mewadahi kegiatan ‘maritim’ secara terintegrasi

(terpadu). Dalam kawasan tersebut terdapat berbagai fasilitas

baik untuk mendukung kegiatan kepelabuhan, kegiatan

perbaikan/ galangan kapal, kegiatan pengolahan ikan, dan lain-

lain. Hal ini dipandang penting, karena dengan munculnya

kebijakan tersebut, maka diharapkan dapat menjamin kepastian

berusaha bagi pelaku usaha yang berkaitan dengan kegiatan

maritim tersebut.

Page 10: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Strategi & Kebijakan Daya Saing Di Era Otonomi Daerah

42

B. Kebijakan di Sektor Perikanan

Industri kapal di Indonesia masih tergolong mahal,

termasuk sarana dan prasarananya, sehingga nelayan Indonesia

tidak mampu memiliki kapal dengan kemampuan teknologi

yang memadai. Kapal ikan buatan dalam negeri yang

kebanyakan tradisional tidak dapat menghasilkan tangkapan

secara optimal. Selain itu kualitas sumberdaya manusia masih

rendah terutama kemampuan teknologi, sehingga sebagian

besar armada kapal ikan dikuasai skala kecil dengan

kemampuan jangkauan pendek dan waktu berlayar tidak lama.

Padahal potensi ikan di Indonesia masih menjanjikan (MSY =

6.4 juta ton pertahun) sementara potensi tersebut (terutama di

ZEE) belum mampu dimanfaatkan sepenuhnya.

Terdapat beberapa kebijakan di sektor perikanan yang

mendorong pengembangan industri perkapalan rakyat.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,

merupakan penyempurnaan dari UU No. 9 Tahun 1985 tentang

Perikanan yang dipandang belum menampung semua aspek

pengelolaan sumberdaya ikan dan kurang mampu

mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum serta

perkembangan teknologi. UU No. 31 Tahun 2004 ini

merupakan salah satu solusi strategis agar sektor perikanan

mampu berperan lebih besar dalam mewujudkan perekonomian

yang tangguh dan mampu menyejahterakan rakyat. Hal ini

membuka peluang bagi pertumbuhan industri galangan kapal

Page 11: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengembangan Usaha Pembuatan Kapal Rakyat

43

rakyat, dalam rangka mendukung upaya pencapaian target

kontribusi sektor perikanan, khususnya perikanan tangkap bagi

perekortomian nasional.

Pada tahun-tahun sebelumnya, juga dikeluarkan

beberapa peraturan yang berpengaruh terhadap pengembangan

galangan kapal di Indonesia. Keputusan Menteri Pertanian No.

473a/Kpts/IK.250.6/1985 tentang Total Allowable Catch

(TAC) mengizinkan kapal ikan asing untuk beroperasi di

Indonesia dengan menggunakan sistem lisensi sebagai upaya

dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan

tangkap, yang saat itu dinilai belum optimal dimanfaatkan

karena keterbatasan jumlah armada penangkap ikan. Ha1 ini

mempengaruhi produksi kapal domestik yang memang cukup

sulit bersaing. Dalam perkembangannya sistem tersebut

kemudian diubah menjadi sistem ‘charter’ pada tahun 1990.

Kebijakan mengenai charter kapal-kapal ikan yang

mempengaruhi produksi kapal nasional tersebut dikeluarkan

melalui Keputusan Mentan No. 816/Kpts/IK-1210/11/90,

namun hanya diberlakukan untuk 3 (tiga) tahun saja.

Selanjutnya SK Mentan No.392/1999 yang mengatur

tentang pembagian jalur penangkapan ikan dan jenis-jenis alat

tangkap dan kapal perikanan yang diperbolehkan beroperasi,

yaitu jalur penangkapan ikan I, yang meliputi perairan pantai

diukur dari permukaan air laut pada surut terendah sampai

dengan 6 mil laut, jalur penangkapan II meliputi jalur

Page 12: 6-BAB-3_Pub Daya Saing

Strategi & Kebijakan Daya Saing Di Era Otonomi Daerah

44

penangkapan I sarnpai dengan 12 mil kearah laut, dan jalur

penangkapan III meliputi jalur penangkapan II sampai dengan

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Berdasarkan ketentuan

United Nations Convention on The Law of The Sea 1982,

Indonesia berhak mengelola seluruh kekayaan alam yang

terdapat di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang

200 mil.

Dengan adanya ketentuan ini, diperlukan jumlah

maupun kualitas armada perikanan yang memadai. Hal ini

tentunya merupakan peluang bagi berkembangnya industri

galangan kapal rakyat di Indonesia dengan kemampuan

teknologi yang baik agar potensi perikanan tangkap yang ada

dapat lebih dioptimalkan.