56379118 proses penjernihan air dengan an koagulan

Upload: andrew-agung-wibisono

Post on 13-Jul-2015

486 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Proses Penjernihan Air dengan Penambahan KoagulanPengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi dan absorpsi. Adsorpsi adalah penyerapan ion atau penyerapan listrik pada permukaan koloid. Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan partikel koloid. Proses koagulasi terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid; yang disebabkan penambahan zat elektrolit ke dalam sistem koloid tersebut. Sistem koloid stabil bila koloid tersebut bermuatan positif atau bermuatan negatif. Jika muatan pada sistem koloid tersebut dilucuti dengan cara menetralkan muatannya, maka koloid tersebut menjadi tidak stabil lalu terkoagulasi (menggumpal). Kegunaan koagulasi yaitu memudahkan partikel-partikel tersuspensi yang sangat lembut dan bahan-bahan koloidal di dalam air menjadi agregat/jonjot (proses sebelum penggumpalan) dan membentuk flok, sehingga dapat dipisahkan dengan proses pengendapan.. Koagulan: zat pengendap yang dtambahkan pada proses pengendapan dan penyaringan. Bahan koagulan yang sering dipergunakan yaitu: a. Tawas (Al2(SO4)3) b. Feri Sulfat (Fe2(SO4)3) c. Feri Chlorida (FeCl3) d. Fero Sulfat (FeSO4) e. Fero Chlorida (FeCl2) f. Natrium Aluminat (NaAlO2) Tawas Persenyawaan Al2(SO4)3 disebut juga tawas, merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis (murah), mudah didapatkan di pasaran, serta mudah penimpanannya. Selain itu bahan ini cukup efektif untuk menurunkan kadar karbonat Dengan demikian, makin banyak dosis tawas yang ditambahkan, pH makin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas optimum yang harus ditambahkan. Pemakaian tawas paling effektif antara pH 5,8-7,4. Untuk pengaturan (menaikkan) pH biasanya ditambahkan larutan kapor Ca(OH)2 atau soda abu (Na2CO3). Feri Sulfat dan Feri Chlorida Bahan ini bersifat korosif, serta tidak tahan penyimpanan lama dan mempunyai sifat asam. Endapan Fe(OH)3 efektif terbentuk pada pH 5,5. Untuk pengaturan pH biasanya ditambahkan larutan kapur. Reaksi yang terjadi dengan bikarbonat, dalam air atau dengan kapur. Garam feri ini biasanya dipakai untuk koagulasi air buangan industri. Tetapi setelah itu harus diolah lagi untuk menghilangkan Fe yang ada dalam air tadi. Fero Sulfat dan Fero Chlorida Koagulasi dengan ferro ini biasanya akan lebih baik dengan penambahan larutan kapur atau NaOH dengan perbandingan 1:2 Fe sebagai pengaturan kondisi koagulasi.

Reaksi yang terjadi Reaksi dengan bikarbonat dan basa membentuk Fe(OH)2 yang sedikit larut dan selanjutnya akan dioksidasi oleh Oksigen terlarut menjadi Fe(OH)3 yang tidak dapat larut. Natrium Aluminat Bahan ini masih kurang populer penggunannya. Secara tradisional untuk koagulasi air banyak dipakai seperti biji kelor (Moringa Oleifera), karat besi dan tanah gambut. Biji kelor dipilih yang sudah tua dan kering di pohon (kadar air 10%). Menurut penelitian/pengalaman Pusat Litbang Pemukiman Departemen Pekerjaan Umum bahwa 6 biji kelor kering yang sudah digerus cukup sebagai koagulan dan desinfektan 1 liter air. Biji kelor sebagai desinfektan juga karena mengandung senyawa myrosin, emulsin, asam gliserid, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, lemak, minyak dan senyawa yang bersifat bakteriosidis. Penjernihan air Biji kelor dibiarkan sampai matang atau tua di pohon dan baru dipanen setelah kering. Sayap bijinya yang ringan serta kulit bijinya mudah dipisahkan sehingga meninggalkan biji yang putih. Bila terlalu kering di pohon, polong biji akan pecah dan bijinya dapat melayang terbang ke mana-mana. Biji tak berkulit tersebut kemudian dihancurkan dan ditumbuk sampai halus sehingga dapat dihasilkan bubuk biji Moringa. Jumlah bubuk biji moringa atau kelor yang diperlukan untuk pembersihan air bagi keperluan rumah tangga sangat tergantung pada seberapa jauh kotoran yang terdapat di dalamnya. Untuk menangani air sebanyak 20 liter (1 jeriken), diperlukan jumlah bubuk biji kelor 2 gram atau kira-kira 2 sendok teh (5 ml). Tambahkan sedikit air bersih ke dalam bubuk biji sehingga menjadi pasta. Letakkan pasta tersebut ke dalam botol yang bersih dan tambahkan ke dalamnya satu cup (200 ml) lagi air bersih, lalu kocok selama lima menit hingga campur sempurna. Dengan cara tersebut, terjadilah proses aktivitasi senyawa kimia yang terdapat dalam bubuk biji kelor. Saringlah larutan yang telah tercampur dengan koagulan biji kelor tersebut melalui kain kasa dan filtratnya dimasukkan ke dalam air 20 liter (jeriken) yang telah disiapkan sebelumnya, dan kemudian diaduk secara pelan-pelan selama 10-15 menit. Selama pengadukan, butiran biji yang telah dilarutkan akan mengikat dan menggumpalkan partikel-partikel padatan dalam air beserta mikroba dan kumankuman penyakit yang terdapat di dalamnya sehingga membentuk gumpalan yang lebih besar yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air. Setelah satu jam, air bersihnya dapat diisap keluar untuk keperluan keluarga. Penggunaan karat besi jauh lebih murah dibandingkan dengan Al2SO4. Penelitian Pusat Litbang Pemukiman PU menunjukkan bahwa koagulan karat besi ternyata biayanya hanya seperdua puluh empat kali tawas (Al2SO4).

Tanah gambutpun (2-3 meter dari muka tanah) dapat dipakai sebagai koagulan 1/2 kg tanah gambut cukup untuk mengadakan proses koagulasi air sebanyak 200 liter. Bahan-bahan yang diperlukan dalam proses penjernihan air: 1. Tawas (Al2(SO4)3) 2. Karbon Aktif 3. Klorin/Kaporit 4. Kapur Tohor 5. Pasir Berikut uraian mekanisme kerja pengolahan air bersih pada bagan di atas: 1. Air sungai dipompakan ke dalam bak prasedimentasi Dalam bak prasedimentasi ini lumpur dibiarkan mengendap karena pengaruh gravitasi. 2. Lumpur dibuang dengan pompa, sedangkan air dialirkan ke dalam bak ventury Pada tahap ini dicampurkan Al2(SO4)3 (tawas) dan gas klorin (preklorinasi). Ion Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui reaksi: Al3+ + 3H2O Al(OH)3 + 3H+ Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi, sehingga lumpur lebih mudah disaring. Selain itu, tawas yang membentuk koloid Al(OH)3 dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat-zat pencermar seperti detergen dan pestisida. Sedangkan gas klorin berfungsi sebagai pembasmi hama (desinfektan). Pada air dengan tingkat kekeruhan yang tinggi, perlu ditambahkan karbon aktif. Karbon aktif ini berfungsi untuk menghilangkan bau, rasa, dan zat organik yang terkandung dalam air baku. 3. Air baku dari bak ventury yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia dialirkan ke dalam accelator Dalam bak accelator terjadi proses koagulasi, lumpur dan kotoran lain menggumpal membentuk flok-flok yang akan mengalami sedimentasi secara gravitasi. 4. Air yang setengah bersih dari accelator dialirkan ke dalam bak saringan pasir Dari bak pasir diperoleh air yang hampir bersih, karena sisa flok akan tertahan oleh saringan pasir 5. Air dalam bak pasir dialirkan ke dalam siphon Di dalam siphon air yang hampir bersih ditambahkan kapur untuk menaikkan pH dan gas klorin (post klorinasi) untuk mematikan hama. 6. Air yang sudah memenuhi standar bersih dari bak siphon dialirkan ke reservoar. 7. Air siap dikonsumsi konsumen Proses pengolahan air bersih pada industri pengolahan air bersih (PDAM) yang telah diuraikan di atas disebut sebagai pengolahan air minum system konvensional, seperti

yang dipergunakan oleh hampir seluruh PDAM di Indonesia. Proses itu disebut konvensional karena teknologi yang digunakan dalam pengolahan air tersebut kurang maju. Selain itu, dengan banyaknya industri yang tumbuh di sepanjang sungai terutama industri dengan tingkat pencemaran berat seperti tektil, logam, kimia dan lain-lain, serta tingginya tingkat pertumbuhan dan aktivitas manusia, telah mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai yang merupakan sumber air baku utama bagi produksi air minum di kota-kota besar, pengolahan air yang diterapkan oleh PDAM di Indonesia ini dinilai masih belum bisa menghasilkan air yang layak bagi konsumen karena pemurnian air belum 100% menghilangkan zat pencemar.