545-653-1-pb

Upload: ahmadsandyperwira

Post on 14-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

semoga

TRANSCRIPT

  • PUSTAKAVolume XII, No. 1 Februar 2012

    52

    ANTROPOLOGI SASTRA:Penggunaan Teori dan Metode Secara Eklektik

    dan Metodologi Campuran

    Nyoman Kutha RatnaJurusanSastraIndonesiaFaksasUnud

    Abstract:

    Literaryanthropologyhasnotdevelopedyet.Infact,asaninterdisciplinary,literaryanthropologyhasaveryimportantroleinordertoexploreanddevelopculturaldiversityinIndonesia.Inaccordancewithitsnature,literaryanthropologyservestoanalyzetheliteratureinrelationtoculturalaspects.Asaninterdisciplinary,literary anthropology requires ameans of analysis drawn from the disciplines involved, either directly orindirectly.Waysthataremeantreferredtoaseclectic,triangulation,andmixedmethodologies.

    Key words:literaryanthropology,eclectic,triangulation,mixedmethodologies.

    1. Pendahuluan

    Antropolog sastra terdr atas dua kata, yatu antropolog dan sastra. Secara etmologs antropolog (anthropos + logos) berart lmu tentang manusa, sedangkan sastra (sas + tra) berart alat untuk mengajar. Kelompok kata yang dmaksudkan belum menunjukkan art dalam pengertan yang sesungguhnya. Namun, secara luas yang dmaksud dengan antropolog sastra adalah lmu pengetahuan dalam hubungan n karya sastra yang danalss dalam katannya dengan masalah-masalah antropolog. Dengan kalmta lan, antropolog sastra adalah analss nterdspln terhadap karya sastra d dalamnya terkandung unsur-unsur antroplog. Dalam hubungan n jelas karya sastra menduduk poss domnan, sebalknya antropolog tu sendr sebaga pelengkap.

    Sebaga stlah antropolog sastra dsejajarkan dengan sekalgus dkondskan melalu stagnas pskolog sastra dan sosolog sastra, dua nterdspln yang sudah berkembang cukup lama d Indonesa. Dalam dspln lan juga dkenal luas stlah sosolog agama, sosolog hukum, sosolog ekonom, dan sebaganya. Sepanjang dketahu su mengena antropolog sastra pertama kal muncul dalam kongres Folklore and Literary Anthropology (Poyatos, 1988: xixv) yang berlangsung di Calcutta (1978), dprakarsa oleh Unverstas Kahyan dan Museum Inda. Meskpun demkan Poyatos mengaku bahwa sebaga stlah antropolg sastra pertama kal dkemukakan dalam tusannya yang yang dmuat dalam Semiotica (1977).

  • 53

    2. Penggunaan Teori dan Metode secara Eklektik

    Keterlbatan sejumlah lmu, sebaga nterdspln jelas menamplkan sejumlah teor, metode, teknk, dan berbaga peralatan lannya, termasuk objek. D snlah letak perbedaan antara model analss monodspln dengan nterdspln. Sepert dketahu dalam model pertama peneltan seolah-olah telah memlk batas-batas yang jelas, bak objek maupun metodolog yang dgunakan untuk memahamnya. Monodspln mengarahkan seorang penelt tdak keluar dar batas-batas yang telah dtentukan. Pada umumnya peneltan terbatas sebaga semata-mata bersfat ntrnsk, otonom. Dalam kehdupan sehar-har dsebut sebaga tapal pemandangan kuda. Untuk menentukan batas-batas tersebut dlakukan dengan menentukan cr, paradgma masng-masng lmu yang dsebut sebaga rumpun lmu.

    Rumpun terbesar adalah lmu kealaman dan lmu sosal, lmu nomotets dan ideografis seperti dikemukakan oleh Kuhn dan Windelband (Runes, ed., 1959: 992994; Wellek dan Warren, 1962: 1617). Dalam duna kontemporer rumpun lmu kedua kemudan dbedakan menjad dua kelompok, yatu lmu sosal tu sendr dan lmu humanora. Dalam rangka penyusunan kurkulum dengan berbaga mplkasnya Drjen Dkt membedakan lmu pengetahuan menjad 12 rumpun, yatu: a) rumpun matematka dan lmu pengetahuan alam (MIPA), b) lmu tanaman, c) lmu hewan, d) lmu kedokteran, e) lmu kesehatan, f) lmu teknk, g) lmu bahasa (linguistik), h) ilmu ekonomi, i) ilmu sosial humaniora, j) ilmu agama dan filsafat, k) lmu kesenan dan meda, dan l) rumpun lmu penddkan.

    Secara hstors eklektk (eclect, eclectus, Latn) berart seseorang yang terplh, khususnya dalam katannya dengan agama, keyaknan, dan pemerntahan. Namun, dalam perkembangan kemudan dartkan sebaga cara-cara memlh teor, metode, dan berbaga perangkat peneltan. Eklektk juga dartkan sebaga memlh objek yang terbak sesua dengan manfaat dan tujuan peneltan. Sesua dengan hakkat peneltan dengan tujuan memperoleh objektvtas, eklektk mensyaratkan suatu pemlhan dengan pertmbangan yang matang, bukan mana suka, bukan karena pertmbangan tertentu yang bersfat subjektf. Memlh lokas dan objek peneltan bukan ddasarkan dengan pertmbangan dekat dengan tempat tnggal penelt, memberkan manfaat lebh besar terhadap kepentngan penelt, dan sebaganya. Demkan juga eklektstas dalam teor dan metode. Proses eklektk dlakukan atas dasar hakkat objek sehngga yang menjad pertmbangan pokok adalah objektvtas tersebut. Oleh karena tulah, secara prakts pada dasarnya tdak ada teor yang secara khusus dgunakan untuk memaham bab tertentu, objek tertentu. Sebuah teor dapat dgunakan untuk memecahkan berbaga masalah. Demkan juga sebalknya sebuah objek atau masalah dapat dpecahkan melalu beberapa teor.

    Antropolog Sastra: Penggunaan Teor dan Metode Secara Eklektk dan Metodolog CampuranNyomanKuthaRatna

  • PUSTAKAVolume XII, No. 1 Februar 2012

    54

    Melalu uraan d atas jelas bahwa proses eklektk dalam nterdspln tdak mungkn dhndarkan, eklektk merupakan satu-satunya plhan tu sendr. Palng sedkt dtemukan tga alasan mengapa eklektk memegang peranan dalam analss nterdspln. Pertama, sebuah objek atau masalah memlk berbaga dmens sehngga memerlukan berbaga cara untuk memecahkannya. Kedua, dar seg penelt dtunjukkan adanya keluasan wawasan, kekayaan teor sekalgus kesanggupan dalam menggunakannya. Ketiga, eklektk dengan demkan berfungs untuk mengevokas makna keragaman budaya, khazanah nusa dan bangsa yang selama n belum terpecahkan.

    Secara prakts, khususnya dalam penyusunan karya lmah, sepert: skrps, tess, dan dsertas, termasuk penyusunan peneltan dalam bentuk pesanan yang lan, proses eklektk dapat dbedakan menjad dua tahap, yatu: a) pemlhan pada saat penyusunan proposal, dan b) pemlhan yang dlakukan dalam peneltan yang sesungguhnya. Proses eklektik pertama seolah-olah bersifat artifisial sebab pada dasarnya peneltan belum sepenuhnya dmula. Pemlhan dlakukan atas dasar pengetahuan berbaga teor yang sudah dmlk, sehngga seolah-olah belum ada hubungan yang bermakna antara teor dengan objek yang sesungguhnya. Eklektstas yang lebh pentng jelas pada proses kedua, d dalamnya data peneltan sudah terkumpul secara relatf lengkap, sehngga memungknkan untuk dlakukan analss secara keseluruhan. Dalam hubungan nlah dperlukan teor-teor yang danggap relevan, dalam hubungan n juga dperlukan kecermatan penelt dalam menggunakannya.

    Eklektstas jelas mengmplkaskan banyak teor. Pertanyaan yang tmbul kemudan, berapa buahkah teor yang dperlukan, teor yang tercantum secara eksplst dalam proposal? Dalam hubungan n justru dengan adanya proses eklektk, maka tdak dperlukan banyak teor, melankan cukup hanya satu teor, yatu teor yang secara eksplst tercantum dalam kerangka teor sebab akan dgandakan dalam proses peneltan selanjutnya. Analss antropologs terhadap pus-pus Rendra, msalnya, dengan menggunakan teor semotka, dengan adanya kekayaan aspek-aspek kultural d dalamnya, maka secara tdak langsung akan memerlukan teor-teor lan, sepert: reseps, nterteks, mtolog, relg, dan sebaganya. Benar, teor semotka, sebaga teor mperal telah mampu untuk mengungkap keberagaman aspek-aspek objeknya, tetap perlu dpaham bahwa kemampuan sejumlah teor jelas memlk nla tambah dbandngkan hanya menggunakan satu teor, lebh-lebh apabla dkatkan dengan model peneltan nterdspln. Kehadran teor-teor lan semata-mata sebaga akbat relevansnya terhadap hakkat objek, sebaga akbat gravtas objek terhadap proses pengungkapannya secara optmal.

    Eklektk dengan demkan tdak membatas antara teor krts I dan II, antara

  • 55

    strukturalsme dan postrukturalsme, bahkan juga teor-teor postvstk. Sepert d atas, masalah yang perlu dtekankan adalah penggunaan teor makro yang secara eksplst tercantum dalam kerangka peneltan sebab d snlah terletak kemampuan penelt yatu dalam memlh teor mana yang palng relevan dalam katannya dengan tujuan peneltan. Sepertt d atas dalam menganalss karya-karya Charl Anwar, Rendra, Panj Tsna, Oka Rusmn, dan sebaganya, dengan adanya cr-cr arkhas, maka diperlukan studi filologi, bahkan mungkin sejarah, psikologi, dan sebagainya. Charl Anwar dalam Isa (Deru Campur Debu) demkan juga Rendra dalam Ballada Penyalban (Ballada Orang-orang Tercinta) memerlukan pemahaman sstem relg, khususnya agama Krsten untuk menjelaskan makna darah, salb, bukt Golgota, perempuan (Mara), dan sebaganya. Memaham karya-karya Panj Tsna (Ni Rawit Ceti Penjual Orang), Oka Rusmn (Tarian Bumi) memerlukan pengetahuan tentang peranan taksu dalam sen tar, superortas kedudukan kelompok Brahmana dalam masyarakat Bal. Penulsan dan dengan demkan pemahaman terhadap karya sastra dapat dlakukan secara optmal apabla pengarang dan pembaca memlk pengetahuan yang memada tentang aspek-aspek sosal, pskologs, dan kebudayaan pada umumnya.

    Teor hanyalah alat, teor bukan segala-galanya sepert pendapat sejumlah orang. Oleh karena tulah, fungs dan manfaatnya tergantung bagamana menggunakannya. Penggunaan teor strukturalsme yang kemudan berkembang menjad postrukturalsme yang danggap sebaga teor-teor tercanggh d abad kontemporer, sama sekal bukan jamnan bahwa suatu peneltan akan berhasl dengan bak. Kesalahan yang serng terjad penelt terlalu banyak mengungkapkan masalah teor sehngga seolah-olah terlepas dar analss peneltan secara keseluruhan, khususnya yang berkatan dengan objek. Sebalknya, teor yang dgal melalu peneltan secara langsung, sebaga teor grounded, apabla dgunakan secara tepat akan memberkan hasl yang lebh bak. Oleh karena tu pulalah, sepanjang proses peneltan dperlukan lma langkah agar haslnya tercapa dengan bak. Pertama, bagamana ketersedaan khazanah teor dalam duna akademk, penyebarluasannya, termasuk cara-cara pelayanan yang dlakukan dalam perpustakaan. Kedua, bagamana cara memlh, dalam hubungan n secara eklektk, yatu teor-teor yang benar-benar memlk relevans yang tngg terhadap objek. Ketiga, bagamana menggunakan teor-teor yang sudah terplh sehngga benar-benar relevan dengan hakkat objek. Keempat, bagamana pembaca dapat memahamnya sehngga masuk dalam kerangka pemkrannya. Kelima, bagamana peneltan dapat dsebarluaskan, daplkaskan pada masyarakat yang berkepentngan.

    Pada dasarnya penggunaan teor secara eklektk bukanlah masalah yang baru. Sesua dengan hakkat manusa, bak secara subjektf maupun objektf, segala sesuatu

    Antropolog Sastra: Penggunaan Teor dan Metode Secara Eklektk dan Metodolog CampuranNyomanKuthaRatna

  • PUSTAKAVolume XII, No. 1 Februar 2012

    56

    yang dlakukan akan dperhadapkan pada pemlhan tertentu. Masalah baru yang dtawarkan dalam hubungan n adalah kesadaran, bahwa penelt sedang melakukan suatu pemlhan, sehngga secara sadar juga menemukan aspek-aspek postf yang akan dhaslkan. Sepert d atas, bukan canggh dan tdak cangghnya suatu teor yang akan menentukan kualtas peneltan, melankan bagamana pemlhan dlakukan, eklektstas tu sendr. Sebaga model peneltan nterdspln terakhr sesudah pskolog sastra dan sosolog sastra, antropolog sastra akan dperhadapkan dengan berbaga macam teor, bak postf maupun krts, bak struktur maupun postruktur, bak sastra maupun nonsastra, bak makro maupun mkro. Sepert d atas, pertanyaan sekalgus jawaban yang harus dberkan, bukan semata-mata pada apa yang dplh sebab memlh merupakan pekerjaan yang lebh mudah dbandngkan dengan bagamana cara menggunakannya. Keberhaslan suatu peneltan dtentukan melalu proses pemanfaatan tersebut.

    3. Penggunaan Metodologi Campuran

    Dalam menganalss karya sastra, bak monodspln maupun nterdspln metode yang palng banyak dgunakan adalah deskrptf analtk dan hermeneutka yang danggap memlk cara kerja yang hampr sama dengan nterpretas, pemahaman, verstehen, dan model-model penafsran yang lan. Dalam lmu sosal pada umumnya dsebut sebaga metode kualtatf, naturalstk (alamah), stud kasus, etnografi, etnometodologi, fenomenologi, dan analisis isi, yang secara keseluruhan dpertentangkan dengan metode kuanttatf. Metode deskrptf analtk dgunakan dengan pertmbangan, pertama, suatu analss ddasarkan atas deskrps permasalahan secara keseluruhan. Kedua, deskrps yang dmaksudkan dlanjutkan dengan analss sehngga pada akhrnya menghaslkan suatu smpulan. Hermeneutka (Grondln, 2007: 4850) bak sebaga teor maupun metode memlk sejarah yang panjang. Secara mtologs hermeneutka berasal dar nama Dewa Hermes, dewa pembawa pesan Illah ke duna. Secara hstors hermeneutka sudah ada pada zaman Plato, tetap memperoleh makna yang lebh khusus melalu buku Arstoteles yang berjudul Peri Hermeneias. Meskpun demkan, sebaga stlah dan cara kerja secara lmah, pertama kal dgunakan oleh Dannhauer (1654) dalam katannya dengan penafsran teks klask, khususnya ktab suc agama Krsten, yatu Bbel. Satu abad kemudan (1737) stlah hermeneutka sudah tercantum dalam Oxford English Dictionary.

    Masalah utama hermeneutka adalah kemampuan bahasa, sebaga wacana atau teks. Menurut Palmer (2003: 36) kemampuan yang dmaksudkan sama dengan proses penerjemahan, d dalamnya terkandung berbaga medator, sepert: pandangan duna, tema, amanat, dan berbaga pengalaman kultural yang lan. Bahkan, menurut

  • 57

    Palmer penerjemahan merupakan jantung hermeneutka sebab dalam proses tersebut berperan jarak historis, jarak dan kondisi geografis, perbedaan ras, perbedaan sistem bahasa, dan berbaga peran-peran sosal yang lan. Atas dasar kerumtan sstem yang terjad dalam proses penafsran d satu phak, untuk mengatas proses yang terjad secara terus menerus sekalgus menemukan ttk pjak dalam setap langkah di pihak lain, para filsuf, seperti Ast, Schleiermacher, dan Dilthey, menjelaskannya melalu teknk- teknk lebh prakts yang dsebut sebaga lngkaran hermeneutk (hermeneutic circle).

    Dengan sngkat, analss terhadap karya sastra lebh tepat dengan menggunakan penafsran sebab objek apa pun bentuknya danggap sebaga bahasa sebaga wacana. Antropolog sastra jelas terdr atas sastra dan antropolog. Meskpun demkan dengan adanya domnas sastra, bukan antropolog, maka metodenya dsesuakan dengan sastra tu sendr. Sama dengan dspln lan bahkan merupakan cara-cara yang palng umum, metode dbedakan menjad tga macam, yatu: a) pengumpulan data, b) analss data, dan c) penyajan hasl analss. Masng-masng metode dbedakan menjad dua macam, yatu: metode pengumpulan terdr atas metode pustaka dan lapangan, metode analss terdr atas metode kualtatf dan kuanttatf, metode penyajan hasl analss terdr atas metode nformal dan formal. Sepert d atas, setap metode dbantu dengan teknk dan nstrumen masng-masng.

    Dalam peneltan terdapat banyak jens metode. Tetap dalam katannya dengan stlah metode campuran yang dmaksudkan adalah gabungan antara metode kuanttatf (kuan) dan metode kualtatf (kual). Sepert d atas metode yang kedua danggap memlk cara kerja yang relatf sama dengan hermeneutka dan berbaga padanannya. Sepert dketahu pada umumnya metode pertama dgunakan dalam lmu postvstk, sebalknya metode kedua untuk lmu-lmu sosal humanora. Melhat perkembangan pesat peradaban dan kebudayaan manusa yang terjad sekarang n, d dalamnya seolah-olah terjad ketdaksembangan antara masalah-masalah jasmanah dengan rohanah, maka perbedaan secara dkotoms dengan model peneltan secara terpsah-psah tdak dapat dpertahankan lag. Artnya, tmbul pendapat bahwa lmu pengetahuan seharusnya dmanfaatkan dem kebutuhan manusa secara utuh. Oleh karena tu, pemahaman terhadap lmu pengetahuan perlu dgabungkan.

    Menurut Creswell (2010: 34) pada umumnya kedua metode dbedakan melalu cr-crnya yang palng menonjol, sepert kuanttatf dengan menggunakan hpotess secara eksplst, proses pengukuran dengan menggunakan angka-angka, dan pertanyaan tertutup, sehngga secara keseluruhan dsebut sebaga cara-cara penyajan formal. Sebalknya, metode kualtatf dengan menggunakan hpotess secara mplst dalam keseluruhan peneltan, analss lebh banyak dsajkan melalu kata-kata, pertanyaan terbuka sehngga secara keseluruhan dsebut sebaga cara

    Antropolog Sastra: Penggunaan Teor dan Metode Secara Eklektk dan Metodolog CampuranNyomanKuthaRatna

  • PUSTAKAVolume XII, No. 1 Februar 2012

    58

    penyajan nformal. Creswell tdak sepenuhnya sependapat dengan pernyataan tersebut. Menurutnya kedua metode pada dasarnya dbedakan melalu asums filosofis, jenis strategi dasar seperti eksperimen dalam penelitian kuantitatif, stud lapangan dan observas dalam peneltan kualtatf. Kedua metode dengan demkan bukan merupakan anttess atau dkotom, melankan semata-mata salng merepresentaskan hasl akhr yang berbeda, tetap tetap dalam satu kontnum. Pada glrannya peneltan akan lebh kuanttatf atau kualtatf, sehngga metode campuran berada dalam kontnum tersebut. Creswell (2010: 45) pada glrannya membedakan ketga jens metode sebaga berkut.1. Metode kuanttatf pada umumnya berfungs untuk menguj teor tertentu

    dengan menelt hubungan antarvarabel.2. Metode kualtatf untuk memaham makna yang danggap berasal dar masalah

    sosal kemanusaan.3. Metode campuran untuk mengkombnaskan (mixing) antara metode

    kuantitatif dan kualitatif dengan melibatkan asumsi filosofis kedua metode. Peneltan n lebh dar sekesar menggabungkan, sehngga kemampuannya lebh besar.

    Metode campuran dsebut dengan berbaga stlah, sepert: data campuran, strateg peneltan ganda, metode beragam, metode jamak, dan multmetode, termasuk trangulas. Sebaga metode yang relatf baru d satu phak, ambgutas pemaknaan dengan adanya istilah campuran di pihak lain, metode campuran jelas menmbulkan berbaga penafsran, khususnya dalam katannya dengan desan termasuk berbaga sarana peneltan lan. Metode campuran memlk dua kemungknan, pertama, hanya melbatkan metode sehngga dsebut sebaga metode campuran (mixed methods). Kedua, melbatkan semua komponen, sepert: data, teor, metode, dan berbaga sarana pendukung analss lannya, termasuk penelt, sehngga dsebut sebaga metodolog campuran (mixed methodology). Mengngat katan erat antara berbaga komponen yang dmaksudkan, pada dasarnya sult bahkan tdak mungkn semata-mata menggabungkan metodenya. Oleh karena tu, stlah metodolog campuran danggap lebh tepat. Kajan metode tunggal jelas dlakukan melalu paradgma masng-masng yang telah dyakn, sebaga paradgma domnan sehngga penelt seolah-olah bekerja secara eksklusf, lepas dar paradgma yang lan. Sebalknya metode dan metodolog campuran menggunakan metode kuanttatf dan kualtatf dengan perangkat yang menyertannya secara bersama-sama.

    Dkatkan dengan perkembangan lmu pengetahuan pada umumnya, yang lahr lebh dulu adalah metode kuanttatf. Sepert dketahu metode kuanttatf adalah cara-cara yang khas dgunakan untuk memaham lmu-lmu nomotets, lmu pengetahuan

  • 59

    kealaman, yang pada umumnya dsebut sebaga paradgma postvstk. Sebalknya, metode kualtatf dgunakan untuk memaham lmu-lmu sosal humanora yang dikategorikan sebagai postpositif, ilmu pengetahuan dengan paradigma ideografis. Secara hstors lmu kealaman telah berkembang sejak Abad Renaissance hngga sekarang. Tetap awal abad ke-20 terjad pergeseran paradgma yatu dar postvstk tu sendr ke postpostvstk. Bahkan selama hampr dua dekade, tahun 1980-an hingga 1990-an terjadi perang paradigma, di dalamnya masing-masing paradigma mencoba mempertahankan argumentasnya.

    Perkembangan paradgma dan berbaga bentuk pendekatan menyangkut pemberan hak terhadap lmu-lmu sosal humanora yang semula selalu bersfat komplementer. Artnya, dalam masyarakat kontemporer mula terjad pergeseran sudut pandang bahwa perkembangan manusa dtentukan oleh kesembangan antara kebutuhan jasman dan rohan yang dengan sendrnya harus dkut adanya kesembangan antara peneltan lmu-lmu kealaman dengan lmu sosal humanora. D antara berbaga bentuk sarana peneltan teorlah yang mengalam perkembangan palng dnams. Sejak dtemukannya teor-teor struktur awal abad ke-20, secara slh bergant lahr teor-teor baru. Struktur tu sendr berkembang menjad struktur dnamk, struktur genetk, struktur fungs, struktur semotka, dan postruktur. Teor terakhr nlah yang berkembang sangat pesat, bahkan hampr setap tahun melahrkan teor baru, sepert: reseps, nterteks, femns, postkolonal, dekonstruks, dan sebaganya. Dalam lmu humaora yang lan tentu terjad perkembangan yang berbeda, dengan teori-teori yang berbeda, seperti: teori komodifikasi, teori praktik, teor kekuasaan, dan sebaganya. Perkembangan lan membedakan antara teor postf dan krts, kemudan teor krts tu sendr dbedakan menjad teor krts I dan II. Teor terakhr nlah, teor krts II yang dsamakan dengan prostrukturalsme. Secara sederhana perkembangan yang dmaksudkan dapat dlukskan sebaga berkut.1. Teor-teor postvsme2. Teor-teor postpostvsme

    a) Teor krts I-------------Teor-teor strukturalsmeb) Teor krts II----------- Teor-teor postrukturalsme

    Menurut Creswell (2010: 21) kecenderungan untuk mencampur metode-metode yang berbeda mula dperkenalkan oleh Campbell dan Fske (1959) dengan stlah metode jamak (multimethods), pendekatan jamak (multiple approaches). Meskpun demkan, sampa saat n buku-buku teks yang berkatan dengannya belum banyak. D Indonesa dawal dengan terbtnya sebuah buku terjemahan karangan Jula Brannen berjudul Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (1997). Tahun 2010 Pustaka Pelajar menerbtkan tga buku terjemahan masng-

    Antropolog Sastra: Penggunaan Teor dan Metode Secara Eklektk dan Metodolog CampuranNyomanKuthaRatna

  • PUSTAKAVolume XII, No. 1 Februar 2012

    60

    masng berjudul Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (John Creswell), Mixed Methodology: Mengombinasikan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (Abbas Tashakkor dan Charles Tedde), dan Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research (Abbas Tashakkori dan Charles Teddie (eds.). Penggunaan metode campuran mash menmbulkan perdebatan, khususnya pada lmu-lmu nterdspln sepert kajan budaya yang pada awalnya mash bertahan untuk semata-mata menggunakan metode kualtatf. Tetap kemudan dsadar bahwa kedua metode dapat dgunakan secara bersama-sama dan peneltan sementara menunjukkan bahwa hasl yang dperoleh lebh lengkap. Intersspln, termasuk antropolog sastra justru lebh tepat menggunakan metode campuran.

    Apabla dperhatkan secara sungguh-sungguh perbedaan antara kedua metode semata-mata bersfat teorets. Dalam pelaksanaannya, bak pada saat pengumpulan dan analss data, maupun penyajan analss keduanya tdak bsa dpsahkan. Dkatkan dengan manusa sebaga penelt, perbedaan yang terjad semata-mata sebaga akbat arogans masng-masng pakar, besar kemungknan dalam rangka untuk melakukan semacam pemurnan metode. Menurut Tashakkor dan Tedde (1819) perbedaan pendapat antara kedua metode merupakan akbat kesalahpahaman antara keduanya, msalnya, antara kekuatan dan kelemahan masng-masng metode. Dalam kenyataannya, dsadar atau tdak model penggabungan, dengan memberkan ntenstas terhadap salah satu bdang sudah basa dlakukan, bahkan sudah mempengaruh berbaga kebjakan.

    Tdak ada peneltan yang murn dlakukan menurut kadah-kadah kuanttatf, demkan juga sebalknya secara murn kualtatf. Penggunaan teknk trangulas dan eklektk, msalnya, tdak jauh berbeda dengan metode campuran. Sepert dketahu trangulas (Erzberger dan Kelle, 2010: 411412; Tashakkor dan Tedde, 2010: 68) adalah stlah yang sudah basa dgunakan dalam bdang navgas dan suva tanah, sebaga hukum trgonometr, msalnya, untuk menghtung sudut dan ss dar sebuah seg tga. Sejak tahun 1950-an stlah yang dmaksudkan dadops dalam peneltan lmu-lmu sosal yang kemudan dkembangkan lebh lanjut oleh Denzn dengan membedakannya menjad empat tngkatan, yatu: trangulas data, penelt, teor, dan trangulas metode tu sendr.

    Perkembangan paradgma, pendekatan, teor, dan metode menanda dnamka lmu pengetahuan. Sebalknya dapat dkatakan, apabla tdak terjad perubahan-perubahan, bak secara ntrnsk dalam struktur lmu pengathaun maupun ekstrnsk sebaga akbat perkembangan masyarakat pendukungnya, justru menunjukkan terjadnya stagnas, nvolus, bahkan kemunduran dalam art seluas-luasnya. Dengan membandngkan jumlah sumber daya manusa, sektar dua ratus juta lebh, dengan jumlah perguruan tngg, bak swasta maupun neger, termasuk sebarannya d seluruh

  • 61

    tanah ar, secara kasar dapat dsebutkan, khususnya sejak dcapanya kemerdekaan pertengahan abad ke-20, perkembangannya mash belum memada. Kenakan anggaran penddkan menjad 20% juga belum berhasl menopang perkembangan tersebut.

    Dengan menggabungkan antara pendapat Creswell (2010: 2223) dan Tashakkor dan Tedde (2010: 28) desan metode campuran dapat dbedakan menjad lma macam, sebaga berkut.1. Kajan secara berurutan, peneltan dlakukan secara terpsah, penelt

    mula-mula melakukan peneltan kuanttatf kemudan ke kualtatf, atau sebalknya.

    2. Kajan sejajar atau bersamaan, kedua metode dlakukan secara bersama-sama.

    3. Kajan transformatf, prosedur analss dengan terlebh dulu melakukan kajan secata teorets sehngga sebelum danalss data seolah-olah telah mengalam perubahan bentuk.

    4. Kajan doman dan kurang doman, peneltan d dalamnya paradgma domnan dbantu oleh paradgma yang kurang domnan, sebaga desan alternatf.

    5. Pendekatan beragam tngkatan, yatu dengan menggunakan metode yang berbeda pada berbaga macam tngkatan.

    D antara kelma cara yang dtawarkan d atas, cara pertama danggap tdak mungkn dlakukan sebab seolah-olah akan menghaslkan dua peneltan dengan hasl yang sama. Keempat cara berkut dapat dlakukan dengan kelebhan dan kekurangannya masng-masng, tergantung dar tujuan peneltan. Sesua dengan pendapat Tashakkor dan Tedde (2010: 6-2603), dengan mempertmbangkan kelemahan sekalgus kekuatan masng-masng metode, demkan juga perkembangan lebh lanjut nterdspln, khususnya antropolog sastra, palng sedkt terkandung tga manfaat metode campuran, yatu:a) menjelaskan permasalahan yang belum terjawab dalam metode tunggal,b) menghaslkan smpulan yang lebh bak sekalgus lebh lengkap,c) memberkan kesempatan untuk menamplkan berbaga sudut pandang yang

    dengan sendrnya memlk jangkauan lebh luas.

    4. Peranan Peralatan Penelitian yang Lain

    Teor, metode, teknk, nstrumen, dan peralatan peneltan yang lan, termasuk penelt dan objek peneltan berkatan erat, setap komponen berada dalam poss yang salng mementukan, salng mempengaruh. Sebaga sarana peneltan pada

    Antropolog Sastra: Penggunaan Teor dan Metode Secara Eklektk dan Metodolog CampuranNyomanKuthaRatna

  • PUSTAKAVolume XII, No. 1 Februar 2012

    62

    umumnya dua komponen pertamalah yang palng banyak memperoleh perhatan sebab danggap sebaga komponen yang menentukan hasl suatu peneltan. Tetap, dalam kenyataannya, yang secara langsung dhadap adalah dua komponen berkut, yatu teknk dan nstrumen. Pemahaman terhadap keseluruhan komponen yang dmaksudkan akan memerlukan banyak waktu dan tenaga. Tetap apabla dlakukan dengan sungguh-sungguh dharapkan akan memberkan hasl yang memuaskan.

    Dalam peneltan pustaka, khususnya sastra, pemahaman dan dengan demkan proses analss terhadap objek seolah-olah dapat dlakukan secara langsung, yatu dengan membaca pus, novel, drama, dan sebaganya. Cara-cara analss sepert n perlu dsempurnakan, pertama dar seg pengumpulan korpus data, kedua dar seg teknk dan nstrumen tu sendr. Pus, novel, drama, dan bentuk-bentuk karya tuls lannya adalah objek materal, sebaga bahasa, sedangkan yang akan danalss adalah objek formalnya, sebaga wacana. Pus karya Rendra, Charl Anwar, novel karya Marah Rusl, Armjn Pane, dan sebaganya terlebh dahulu harus dplah-plah, dmasukkan ke dalam sstem kartu data, dengan memberkan label tertentu sesua dengan tujuan peneltan. Kartu-kartu data yang juga dsebut sebaga korpus data nlah yang danalss, yatu dengan menggunakan metode tertentu.

    Dalam nterdspln, khususnya antropolog sastra peneltan terhadap karya sastra tdak semata-mata menggunakan metode pustaka, tetap juga dapat dlakukan dengan menggunakan metode lapangan, tergantung dar model peneltan. Lebh-lebh dalam katannya dengan nterdspln, dalam hubungan n antropolog sastra. Sepert dketahu, dalam bdang antropolog peneltan lapangan merupakan satu-satunya plhan dalam rangka memperoleh data. Konsekuens logs yang dtmbulkan dalam antropolog sastra adalah dmanfaatkannya peneltan lapangan, sebaga metode sekunder dalam rangka menopang perolehan data secara optmal. Analss terhadap novel Sitti Nurbaya (Marah Rusl) perlu dlengkap dengan melakukan peneltan lapangan, melalu observas dan wawancara dalam katannya dengan keberadaan kuburan Stt Nurbaya yang terletak d sebuah gua d puncak Gunung Padang. Konon, kuburan tersebut dkeramatkan oleh masyarakat setempat dan bahkan djadkan tempat untuk bersemad dalam rangka memperoleh suatu tujuan. Sepert dketahu, novel Sitti Nurbaya jelas merupakan karya fiksi, terbit tahun 1922, tetap dalam kenyataannya masyarakat Padang memberkan apresas justru melalu bentuk nyata, yaitu kuburan dalam bentuk fisik. Kasus yang sama juga terjadi pada manifestasi benda-benda fisik yang dianggap sebagai peninggalan tokoh mitologi Malin Kundang demkan juga Sang Kuriang (Sunda) dan Jayaprana dan Layonsari (Bal).

    Sepert juga teor, tdak ada metode yang sap paka, tdak ada cara-cara yang dapat danggap sebaga bersfat unversal sehngga dapat dgunakan untuk

  • 63

    menganalss semua bdang lmu. Teor dan metode yang terbak adalah cara-cara yang sesuai dengan ciri-ciri objeknya. Hubungan bermakna antara apa yang dianalisis dengan bagaimana cara menganalisisnya inilah yang berhasil untuk menampilkan peneltan yang berkualtas.

    5. Simpulan

    Sebaga alat, teor dan metode, demkan juga berbaga prasarana yang menyertanya, sepert teknk dan nstrumen merupakan komponen-komponen utama dalam peneltan. Objek peneltan, meskpun pentng dan berharga, apabla danalss dengan peralatan yang tdak tepat tdak akan memberkan hasl secara optmal. Dalam banyak hal terjad bahwa objek yang sederhana, bahkan mungkn dlupakan orang, apabla danalss dengan cara-cara yang tepat akan menghaslkan peneltan yang bak. Peralatan yang relevan berhasl untuk mengungkap dmens-dmens objek tersembuny yang selama n belum memperoleh perhatan. Proses analss pada glrannya hampr sama dengan proses kreatf, kualtas yang dhaslkan tergantung bagaimana cara mengungkapkan, bukan apa yang diungkapkan.

    Sebaga dspln baru, belum teruj kebenarannya, bak secara ontologs dan epstemologs maupun aksologs, bahkan belum daku keberadaannya, maka teor dan metode antropolog sastra pada dasarnya belum ada. Tetap sebaga salah satu pendekatan nterdspln yang danggap memlk sejumlah persamaan bahkan dkondskan melalu keberadaan pskolog sastra dan sosolog sastra, maka dar seg teor dan metode, termasuk teknk dan nstrumennya sebagan besar dsamakan dengan kedua dspln, bahkan dengan lmu-lmu sosal humanora yang lan. Sebaga alat, sebuah teor dan metode, khususnya teor-teor yang dkategorkan sebaga telah teruj keterandalannya, sepert strukturalsme dan semotka, dapat dgunakan untuk menganalss objek dspln yang berbeda-beda.

    Daftar Pustaka

    Cresswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Erszberger, Chrstan dan Udo Kelle. 2010. Menark Kesmpulan dalam Metode Campuran: Aturan Integras (dalam Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research, Abbas Tashakkor dan Charles Teddes, eds., Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 410437).

    Palmer, Rchard E. 2003. Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi.

    Antropolog Sastra: Penggunaan Teor dan Metode Secara Eklektk dan Metodolog CampuranNyomanKuthaRatna

  • PUSTAKAVolume XII, No. 1 Februar 2012

    64

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Poyatos, Fernando. 1988. Introducton: the Geness of Lterary Anthropology

    (dalam Literary Anthropology: a New Interdisciplinary Approach to People, Signs, and Literature, Fernando Poyatos, ed., Amsterdam: John Benjamns Publshng Company, hlm. xxx).

    Runes, Dagobert D. (ed.). 1959. Treasury of World Philosophy. New Jersey: Littlefield, Adams & Co. Paterson.

    Tashakkor, Abbas dan Charles Tedde. 2010. Mixed Methodology: Mengombinasikan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitattif. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

    Wellek, Rene and Austn Warren. 1962. Theory of Literature. New York: A Harvest Book Harcourt, Brace & World, Inc.