*5 · i ndonesian i nst it ut e of s ciences: cent er f or s cient if ic document at ion and i nf...
TRANSCRIPT
I J B E
VOL . 2 NO . 1
EISSN 2549 -3280
PISSN 2549 -5933
JANUARY 2018
Facul ty of Economics
Bangka Bel i tung Univers i ty
PUBLISHER
Indones ia
ELECTRONIC PUBLICATION
H T T P : / / I J B E - R E S E A R C H . C O M /
Integrated Journal of
Business and Economics
About
I JBE i s a sc ient i f ic journa l as
a fo rum fo r academic ians
and pract i t ioners in pour ing
the resu l t s of sc ient i f ic
works , both quant i tat i ve
and qual i tat i ve . I JBE i s
publ i shed by Facul ty of
Economics , Bangka Bel i tung
Univers i ty , Indones ia . I JBE
publ i shed with two i s sues
per year in January and
June . The edi tor rece ives
ar t ic les of empir ica l
research , concept , rev iews
in bus iness and economics .
Cons i s tency and qual i ty of
sc ient i f ic work are prefer red
in order to improve the
qual i ty of better educat ion
in the future .
I JBE has been accredi ted by
the Indones ian Minis t ry of
Research , Technology and
Higher Educat ion with a
dec is ion number :
34 /E /KPT /2018 and i s
cur rent ly ranked as SINTA 3 .
The electronic publication is registered by the Indonesian Institute of Sciences: Center for Scientific Documentation and Information.
Registration certificate SK no. 0005.25493280/Jl.3.1/SK.ISSN/2017.02–9
February 2017
Mailing Address:Gedung Timah II, Fakultas Ekonomi, Universitas
Bangka Belitung, 33172, Indonesia
IJBE
Integrated Journal of Business and Economics
January 2018
Chief in EditorEcho Perdana Kusumah, Universitas Bangka Belitung, Indonesia
Executive EditorReniati, Universitas Bangka Belitung, Indonesia
Editorial BoardDevi Valeriani, Universitas Bangka Belitung, IndonesiaNizwan Zukhri, Universitas Bangka Belitung, IndonesiaHamsani, Universitas Bangka Belitung, IndonesiaSlavica Manic, University of Belgrade, SerbiaGhazi Al-Weshah, Al-Balqa Applied University, Jordan
ReviewersMohd Fauzi bin Kamarudin, Universiti Teknikal Malaysia Melaka, MalaysiaAnis Chairiri, Universitas Diponegoro, IndonesiaDarmawan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IndonesiaIvan Diryana, STIE Ekuitas, IndonesiaKamaludin, Universitas Bengkulu, IndonesiaLizar Alfansi, Universitas Bengkulu, IndonesiaSefnedi, Bung Hatta University, IndonesiaAstri Ayu Purwati, STIE Pelita, Indonesia
A V A I L A B L E O N L I N E A T H T T P S / / I J B E - R E S E A R C H . C O M
Table of contents
Technology Acceptance Model (TAM) of Statistical Package for the Social
Sciences (SPSS) Applications
Echo Perdana Kusumah
The Prediction of Bankruptcy Using Altman Z-Score Model (Case Study in
BRI Bank, BNI Bank, Mandiri Bank, BTN Bank)
Herlin
Analysis of Factors Affecting Economic Growth in Bangka Belitung Province,
Indonesia With LSDV and FGLS Methods
Darman Saputra
Role of Ratio Profits as Improvement of Realization of KPR BTN Credit on PT.
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Achmad Fauzi
Contribution Linkage and Role of Village Apparatus in Village Finance
Management to Achieve Accountability of Village Revenue Expenditure
Budget
Karmawan, Dony Yanuar
1-11
12-23
24-30
31-38
Papers Page No.
39-48
Effect of Financial Performance on Dividend Policy in Manufacturing
Companies in Indonesia Stock Exchange
Delfian Rian Zaman
Strategic Management of Organization Development and Civil Service Based
Pumpinghr Model at Ibn Khaldun University Bogor
Amir Tengku Ramly, Dudung Abdul Syukur
The Opportunity of SMEs Development by Triple Helix ABG Method in
Supporting Creative Economy in Pangkalpinang City
Hamsani, Khairiyansyah
49-63
64-75
76-83
A V A I L A B L E O N L I N E A T H T T P S / / I J B E - R E S E A R C H . C O M
Table of contents
Linkage Investment Opportunity Set (IOS) with Financial Policy in Growing
Companies in Indonesia Stock Exchange (BEI)
Marheni
Measurement of Accountability Management of Village Funds
Anggraeni Yunita, Christianingrum
Brand Image Theoretical Aspects
Margarita Išoraitė
84-98
99-103
116-122
Papers Page No.
Political and Religious Contributions in Economic Development
Lia Kian
104-115
IJBE Journal provides
immediate open access to
its content on the principle
that making research
freely available to the
public supports a greater
global exchange of
knowledge.
IJBE work is licensed under a
Creative Commons
Attribution 4.0 International
License
Available online athttps://ijbe-research.com
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
1
Technology Acceptance Model (TAM) of Statistical Package for the
Social Sciences (SPSS) Applications
Echo Perdana Kusumah Department of Management, Faculty of Economic, University of Bangka Belitung
Abstract
Department of Management, Faculty of Economics, University of Bangka Belitung has been
using SPSS application in the implementation of teaching management subjects, to improve
productivity of lecturers work by automating work in the form of SPSS applications. SPSS
application aims to provide convenience and acceleration in the process of completion research.
This study aims to find out how the user's perception of usefulness and ease of use of SPSS
applications. Respondents in this study amounted to 100 students majoring in management.
Method of collecting data using electronic questionnaire (google form), measuring tool with 5-
point Likert scale, in the validity and reliability test as well analyzed using descriptive analysis
by finding the mean value of each item statement. The research model uses Technology
Acceptance Model (TAM) with two the main constants are perceived usefulness and perceived
ease of use. The results of the discussion show the user perception of the benefits of SPSS
application on average overall get the value of Mean with a score of 4.08 and the ease of use
SPSS application on average the overall value of Mean score 4.10, so it can be concluded that
the respondents get good benefits in using SPSS applications.
Keywords: Perception, SPSS Application, Technology Acceptance Model
1. Pendahuluan
Aplikasi SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) di lingkungan Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung sudah menjadi kebutuhan mutlak yang
bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam memberikan pelayanan pada
mahasiswa. Aplikasi SPSS yang ada dibuat berdasarkan mekanisme yang panjang, melalui
berbagai proses kajian dan penyesuaian sehingga menjadi aplikasi yang comfortable, compatible,
and user friendly. Aplikasi SPSS bukan hanya sebagai aplikasi pelengkap pengajaran praktikum
tetapi aplikasi ini juga dilengkapi dengan fitur-fitur penelitian yang dibutuhkan. Seiring
perkembangannya, melalui berbagai proses penyesuaian, saat ini Aplikasi SPSS yang diproduksi
oleh perusahaan IBM sudah dimodifikasi dan mencapai bentuk aplikasi terkini yaitu SPSS versi
24. Aplikasi SPSS dirasa oleh Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka
Belitung sangat relevan dan merupakan solusi yang tepat dalam rangka menyeimbangkan peran
dan fungsi perguruan tinggi dengan kebutuhan percepatan peningkatan pelayanan terhadap
mahasiswa. Walaupun demikian masih ada mahasiswa di lingkungan Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung yang belum optimal memanfaatkan aplikasi ini
untuk mendukung pekerjaannya. Kurangnya kemampuan dan pemahaman dalam
mengoperasikan perangkat komputer baik itu perangkat keras dan perangkat lunak merupakan
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
2
salah satu penyebab belum optimalnya penggunaan aplikasi berbasis teknologi (Sari & Witono,
2014; Andriani, 2010; Wedhasmara, 2014).
Model penerimaan teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM) yang dikembangkan
oleh Davis F.D pada tahun 1986 (Kusumah, 2009), digunakan dalam penelitian ini untuk
mengukur persepsi penerimaan pengguna terhadap teknologi informasi dengan menggunakan
dua konstruk utama TAM yaitu persepsi pengguna terhadap kemanfaatan/kegunaan (Perceived
Usefulness) dan persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan (Perceived Ease Of Use).
TAM (Technology Acceptance Model) yang dikembangkan dari teori psikologis menjelaskan
perilaku pengguna teknologi informasi, yaitu berlandaskan pada kepercayaan, sikap, intensitas
dan hubungan perilaku pengguna (Kusumah, 2009). Tujuan model ini untuk menjelaskan tentang
persepsi pengguna terhadap manfaat dan kemudahan dalam penggunaan teknologi informasi itu
sendiri. Salahsatu keberhasilan dari penerapan aplikasi SPSS adalah kesiapan sumber daya
manusia. Sumber daya manusia khususnya adalah pengguna dari aplikasi tersebut. Tahap
pertama dari keberhasilan penerapan aplikasi SPSS adalah kemauan pengguna untuk menerima
aplikasi SPSS tersebut, apakah aplikasi SPSS itu bermanfaat dan memberikan kemudahan bagi
pengguna.
2. Kajian Pustaka
Persepsi
Persepsi adalah tanggapan untuk penerimaan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang
untuk mengetahui beberapa hal melalui panca indranya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2017).
Sedangkan, menurut Walgito (2010), persepsi merupakan suatu proses penginderaan, yaitu
merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses
sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan
proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Oleh Karena itu proses persepsi tidak bisa lepas
dari proses penginderaan yang merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Menurut Kotler
(2013), persepsi adalah dimana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi
untuk menciptakan gambaran dunia yangberarti. Dari beberapa pengertian persepsi sebelumnya,
dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi pengguna adalah suatu pandangan proses sebagai
pengorganisasian, penerimaan, dan penginterpretasi pengguna yang dalam penelitian disini
adalah mahasiswa.
Aplikasi SPSS
Menurut Technopedia (2017), Aplikasi SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) adalah
paket perangkat lunak yang digunakan dalam analisis statistik data. Ini dikembangkan oleh SPSS
Inc. dan diakuisisi oleh IBM pada tahun 2009. Pada tahun 2014, perangkat lunak tersebut secara
resmi berganti nama menjadi Statistik SPSS IBM. Perangkat lunak ini pada awalnya ditujukan
untuk ilmu sosial, namun telah populer di bidang lain seperti ilmu kesehatan dan terutama di
bidang pemasaran, riset pasar dan data mining. SPSS adalah program yang banyak digunakan
untuk analisis statistik dalam ilmu sosial, khususnya di bidang pendidikan dan penelitian.
Namun, karena potensinya, ini juga banyak digunakan oleh periset pasar, periset perawatan
kesehatan, organisasi survei, pemerintah dan, terutama, mahasiswa dan dosen ilmu sosial.
Sedangkan menurut Mathew Chandler (2017) dari University of Windsor, selain dari analisis
statistik, perangkat lunak SPSS juga dilengkapi dengan pengelolaan data, yang memungkinkan
pengguna untuk melakukan pemilihan kasus, membuat data yang diturunkan dan melakukan
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
3
pembentuk ulang file. Fitur lainnya adalah dokumentasi data, yang menyimpan kamus metadata
beserta datafile. Dari penjelasan diatas, aplikasi SPSS bagi mahasiswa Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung diharapkan dapat menganalisis dan menyajikan
data-data hasil penelitian mereka secara deskriptif denganlebih mudah dan informatif.
Technology Acceptance Model (TAM)
Technology Acceptance Model (TAM) merupakan teori penerimaan teknologi yang
dikembangkan oleh Davis pada tahun 1986 (Kusumah, 2009; Gefen & Larsen; 2017; Wu &
Chen, 2017). Model TAM diadopsi dari model Theory of Reasoned Action (TRA), yaitu teori
tindakan yang beralasan yang dikembangkan oleh Fishben dan Ajzen tahun 1975 (Jokar,
Noorhosseini, Allahyari & Damalas, 2017; Xu, Thong & Tam, 2017) dengan satu premis bahwa
reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang
tersebut. Teori ini membuat model perilaku seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku.
TAM secara lebih terperinci menjelaskan penerimaan teknologi informasi dengan dimensi-
dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi dengan mudah diterimanya teknologi informasi
dalam hal ini adalah aplikasi SPSS oleh pengguna. Persepsi dari tiap-tiap perilaku pengguna
ditempatkan dalam model TAM ini dengan dua pernyataan yaitu kemanfaatan dan kemudahan
penggunaan. Kesimpulannya adalah TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi mahasiswa
terhadap manfaat dan kemudahan akan menentukan penerimaan aplikasi SPSS.
3. Metode Penelitian
Tempat, Waktu dan Jenis Data Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas
Bangka Belitung, Indonesia, selama dua bulan, yaitu pada bulan November dan Desember 2017.
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer yaitu data didapatkan langsung
dari sumbernya dengan menyebarkan kuesioner elektronik (Google Form). Pengguna sistem
informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Mahasiswa semester akhir yang telah
menggunakan aplikasi SPSS yang berjumlah 100 orang.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu pada waktu penelitian menggunakan pengumpulan
data (Creswell & Creswell, 2017; Beins, 2017). Instrumen penelitian yang dipakai dalam
penelitian ini adalah kuesioner atau angket. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu: bagian
pertama berisi tentang identitas responden, bagian kedua berisi sejumlah pertanyaan dan
pernyataan yang telah terstruktur dengan menggunakan skala likert mengenai persepsi pengguna
terhadap kemanfaatan (Perceived Ease Of Use) aplikasi SPSS dan persepsi pengguna terhadap
kemudahan penggunaan aplikasi SPSS.
Tabel 1. Kuesioner Perceived Ease Of Use
No Pertanyan Likert Scale
STS TS N S SS
1 Aplikasi SPSS mempermudah tugas saya
2 Aplikasi SPSS sangat mudah diakses dari
semua spesifikasi komputer
3 Input data dapat dilakukan dengan mudah
4 Aplikasi SPSS yang ada mudah digunakan
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
4
5 Aplikasi SPSS yang disajikan jelas untuk di
pelajari dan dimengerti
6 Tata letak tampilan/display mudah dikenali
/dilihat
Tabel 2. Kuesioner Perceived Usefulness
No Pertanyan Likert Scale
STS TS N S SS
1 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS,
mempercepat penyelesaian tugas-tugas saya
2 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS,
meringankan pekerjaan saya (tugas dan ujian)
3 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS,
membuat pekerjaan (tugas dan ujian) saya
lebih mudah
4 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, Data
dapat diakses oleh bagian yang membutuhkan
seperti teman dan dosen saya.
5 Menurut saya, aplikasi SPSS berguna dalam
pekerjaan saya (tugas dan ujian)
Uji Instrumen
Uji Validitas
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.
Instrumen dikatakan valid apabila Instrumen tersebut dapat melakukan apa yang seharusnya
dilakukan dan mengukur apa yang harus diukur (Sugiyono, 2016; Ghozali, 2016). Uji validitas
digunakan untuk mengetahui tingkat kesahihan setiap butir pertanyaan dalam angket atau
kuesioner. Kuesioner yang baik harus dapat berfungsi sebagai alat pengumpul data yang tepat
dan akurat. Uji validitas dilakukan terhadap seluruh butir pertanyaan dalam instrumen, yaitu
dengan cara mengkorelasikan skor setiap butir dengan skor total melalui teknik Pearson
Correlation (Pc). Nilai Pc yang didapati akan dibandingkan dengan nilai r-tabel, dimana jika
nilai Pc lebih besar dari r-tabel (Pc > r-table) maka butir pertanyaan tersebut dianggap valid
(Kusumah, 2016).
Uji Reliabilitas
Suatu alat pengukuran dikatakan realiabel apabila mendapatkan hasil yang tetap sama dari
gejala pengukuran yang tidak berubah yang dilakukan pada waktu yang berbeda. Instrumen
dikatakan reliable apabila dipergunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama dalam
waktu yang berbeda akan menghasilkan data yang sama. Reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Ghozali,
2016; Ferdinand, 2014). Dengan kata lain, realibilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas
dari suatu skala pengukuran dengan menggunakan nilai croncbach alpha pada hasil analisis
(Kusumah, 2016).
Analisis Data
Analisis Deskriptif
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
5
Analisis deskriptif merupakan analisa terhadap konstruk instrumen penelitian dimana analisa
dilakukan berdasarkan dari hasil pernyataan responden pada masing-masing pertanyaan disetiap
indikator. Analisis deskriptif ini dikemukakan cara-cara penyajian data dalam tabel maupun
diagram yaitu penentuan rata-rata (mean). Arti dari mean atau disebut mean aritmatika adalah
salah satu tipe dari rata-rata (average). Menurut Sugiyono (2016), analisa dilakukan dengan
menggunakan nilai mean yaitu menentukan nilai besarnya kelas sebagai berikut:
Nilai maksimum = 5 ; Nilai Minimum = 1
Rentang Skor = ( 5 – 1 ) / 5 = 0,8
Kategori :
- 1,00 s.d 1,80 = sangat rendah/sangat buruk
- 1,81 s.d 2,60 = rendah/buruk
- 2,61 s.d 3,40 = sedang/cukup
- 3,41 s.d 4,20 = baik/tinggi
- 4,21 s.d 5,00 = sangat baik/sangat tinggi
Setelah mendapatkan hasil perhitungan statistika maka dilakukan penafsiran sesuai dengan
kondisi yang ada. Untuk memudahkan penghitungan tersebut peneliti menggunakan aplikasi
SPSS Versi 22.0 untuk sistem operasi Window.
4. Pembahasan Hasil
Pengujian Kuesioner
Uji Validitas Perceived Usefulness (PU)
Hasil uji validitas yang telah dilakukan terhadap perceived usefulness (PU) menunjukkan bahwa
seluruh butir pernyataan (5 butir) yang ada memiliki skor validitas di atas r-tabel (0,197),
sehingga dapat dinyatakan seluruh butir pertanyaan tersebut valid. Batasan nilai r-tabel dengan n
= 100 (df = n-2) maka di dapat nilai r-tabel sebesar 0,197 artinya jika nilai Pearson Correlation
lebih dari batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap valid, sedang jika kurang dari
batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap tidak valid.
Hasil uji validitas terhadap pernyataan butir 1 (X2.1) sampai dengan butir 5 (X2.5) dalam
dimensi perceived usefulness (PU) skor lengkapnya tersaji pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Nilai Validitas Perceived Usefulness
Correlations
X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 PU
X2.1 Pearson Correlation 1 ,778** ,791
** ,620
** ,614
** ,874
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100
X2.2 Pearson Correlation ,778** 1 ,892
** ,626
** ,696
** ,927
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100
X2.3 Pearson Correlation ,791** ,892
** 1 ,567
** ,673
** ,913
**
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
6
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100
X2.4 Pearson Correlation ,620** ,626
** ,567
** 1 ,665
** ,789
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100
X2.5 Pearson Correlation ,614** ,696
** ,673
** ,665
** 1 ,836
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100
PU Pearson Correlation ,874** ,927
** ,913
** ,789
** ,836
** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari data output Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai Pearson Correlation dari butir 1 sampai butir
5 berada di atas r-tabel 0,197 dan memiliki tanda bintang dua, artinya hal ini menunjukan bahwa
butir tersebut valid dan nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,00.
Uji Validitas Dimensi Perceived Ease of Use (PEU) Hasil uji validitas yang telah dilakukan terhadap perceived Ease of Use (PEU) menunjukkan
bahwa seluruh butir pernyataan (6 butir) yang ada memiliki skor validitas di atas r-tabel (0,197),
sehingga dapat dinyatakan seluruh butir pertanyaan tersebut valid. Batasan nilai r-tabel dengan n
= 100 (df = n-2) maka di dapat nilai r-tabel sebesar 0,197 artinya jika nilai Pearson Correlation
lebih dari batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap valid, sedang jika kurang dari
batasan r-tabel yang ditentukan maka butir dianggap tidak valid.
Hasil uji validitas terhadap pernyataan butir 1 (X1.1) sampai dengan butir 6 (X1.6) dalam
dimensi perceived usefulness (PEU) skor lengkapnya tersaji pada Tabel 4 berikut :
Tabel 4. Nilai Validitas Perceived Ease of Use
Correlations
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 PEU
X1.1 Pearson Correlation 1 ,726** ,374
** ,719
** ,626
** ,601
** ,854
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100 100
X1.2 Pearson Correlation ,726** 1 ,366
** ,602
** ,579
** ,503
** ,807
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100 100
X1.3 Pearson Correlation ,374** ,366
** 1 ,546
** ,412
** ,422
** ,635
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100 100
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
7
X1.4 Pearson Correlation ,719** ,602
** ,546
** 1 ,707
** ,566
** ,864
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100 100
X1.5 Pearson Correlation ,626** ,579
** ,412
** ,707
** 1 ,622
** ,831
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100 100
X1.6 Pearson Correlation ,601** ,503
** ,422
** ,566
** ,622
** 1 ,776
**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100 100
PEU Pearson Correlation ,854** ,807
** ,635
** ,864
** ,831
** ,776
** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 100 100 100 100 100 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari data output Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai Pearson Correlation dari butir 1 sampai butir
6 berada di atas r-tabel 0,197 dan memiliki tanda bintang dua, artinya hal ini menunjukan bahwa
butir tersebut valid dan nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,00.
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk membuktikan bahwa butir-butir pernyataan dalam kuesioner
konsisten atau tidak. Apabila nilai Cronbach Alpha > r-tabel maka butir-butir pernyataan dalam
kuesioner tersebut dapat dipercaya atau reliabel. Hasil uji reliabilitas dari kedua secara rinci
tersaji pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Perceived Ease of Use dan Perceived Usefulness
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,884 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
X1.1 20,41 11,275 ,778 ,850
X1.2 20,50 11,081 ,694 ,865
X1.3 20,56 13,178 ,503 ,891
X1.4 20,59 11,456 ,797 ,848
X1.5 20,61 11,311 ,740 ,856
X1.6 20,43 11,965 ,672 ,867
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
8
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,918 5
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
X2.1 16,22 8,678 ,806 ,898
X2.2 16,40 7,859 ,876 ,882
X2.3 16,46 7,685 ,849 ,888
X2.4 16,33 9,213 ,686 ,920
X2.5 16,19 8,782 ,746 ,909
Dari data output Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai Cronbach's Alpha dari butir pertanyaan X1.1
sampai butir X2.5 memiliki nilai diatas nilai r tabel sebesar 0,197, artinya hal ini menunjukan
bahwa butir pertanyaan yang ada tersebut dapat dipercaya atau reliabel.
Analisis Deskriptif
Persepsi Pengguna Terhadap Kemudahan Penggunaan Aplikasi SPSS
Hasil analisis deskriptif data skor perceived ease of use disajikan pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Skor Perceived Ease of Use
No Pertanyan N Min Max Mean
1 Aplikasi SPSS mempermudah tugas saya 100 1 5 4,21
2 Aplikasi SPSS sangat mudah diakses dari semua
spesifikasi komputer
100 1 5 4,12
3 Input data dapat dilakukan dengan mudah 100 1 5 4,06
4 Aplikasi SPSS yang ada mudah digunakan 100 1 5 4,03
5 Aplikasi SPSS yang disajikan jelas untuk di
pelajari dan dimengerti
100 2 5 4,01
6 Tata letak tampilan/display mudah dikenali
/dilihat
100 2 5 4,19
Rata-rata 4,10
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa untuk pernyataan butir 1 sampai dengan butir 6 untuk
persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan aplikasi SPSS (perceived ease of use)
secara rata-rata keseluruhan nilai Mean mendapatkan skor 4,10, dengan Jumlah N Valid sebesar
100 responden. Persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan aplikasi SPSS dapat
dinyatakan baik atau tinggi, ini menunjukan responden mempunyai persepsi bahwa aplikasi
SPSS mudah untuk digunakan.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
9
Persepsi Pengguna Terhadap Kemanfaatan Aplikasi SPSS
Hasil analisis deskriptif data skor Perceived Usefulness disajikan pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Skor Perceived Usefulness
No Pertanyan N Min Max Mean
1 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS,
mempercepat penyelesaian tugas-tugas saya
100 2 5 4,18
2 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS,
meringankan pekerjaan saya (tugas dan ujian)
100 1 5 4,00
3 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS,
membuat pekerjaan (tugas dan ujian) saya
lebih mudah
100 1 5 3,94
4 Dengan menggunakan Aplikasi SPSS, Data
dapat diakses oleh bagian yang membutuhkan
seperti teman dan dosen saya.
100 1 5 4,07
5 Menurut saya, aplikasi SPSS berguna dalam
pekerjaan saya (tugas dan ujian)
100 1 5 4,21
Rata-rata 4,08
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa untuk pernyataan butir 1 sampai dengan butir 5 untuk
persepsi pengguna terhadap kemanfaatan aplikasi SPSS (perceived usefulness) secara rata-rata
keseluruhan mendapatkan nilai Mean dengan skor 4,08, dengan Jumlah N Valid sebesar 100
responden. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan persepsi pengguna terhadap
kemanfaatan (Perceived Usefulness) menggunakan aplikasi SPSS baik atau menerima aplikasi
SPSS yang digunakan jurusan Manajemen FE-UBB, sehingga dapat disimpulkan bahwa
responden mendapatkan manfaat yang baik dalam menggunakan aplikasi SPSS.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data terhadap 100 responden di Jurusan Manajemen, Fakultas
Ekonomi, Universitas Bangka Belitung tentang persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan
persepsi kemudahan penggunaan (TAM) aplikasi SPSS, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Persepsi pengguna terhadap kemanfaatan aplikasi Sistem Informasi Baru (Perceived
Usefulness) sudah baik, hal ini berdasarkan pada rata-rata nilai mean mendapatkan skor 4,10
ini berarti bahwa aplikasi SPSS yang telah digunakan dalam proses pengajaran bermanfaat
dan dapat diterima oleh pengguna, dalam hal ini yaitu mahasiswa Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung.
2. Persepsi pengguna terhadap kemudahan penggunaan aplikasi SPSS (Perceived Ease Of Use)
sudah baik, hal ini berdasarkan pada rata-rata nilai mean mendapatkan skor 4,08, hal ini
menunjukan bahwa aplikasi SPSS mudah digunakan, ini berarti aplikasi SPSS memberikan
kemudahan dalam proses pembelajaran oleh mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas
Ekonomi, Universitas Bangka Belitung.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
10
Referensi
Andriani, W. (2010). Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi
Terhadap Keterandalan dan Ketepatwaktuan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada
Pemerintah Daerah Kab. Pesisir Selatan). Jurnal Akuntansi & Manajemen, 5(1), 69-80.
Beins, B. C. (2017). Research method: A tool for life. Cambridge University Press.
Chandler, M. (2017). What is SPSS? Retrieved December 11, 2017, from http://www.uwindsor.ca/its/81/
statistical-software-support-page
Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2017). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods
approaches. Sage publications.
Ferdinand, Augusty. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gefen, D., & Larsen, K. (2017). Controlling for Lexical Closeness in Survey Research: A Demonstration
on the Technology Acceptance Model. Journal of the Association for Information Systems, 18(10),
727-757.
Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro
Jokar, N. K., Noorhosseini, S. A., Allahyari, M. S., & Damalas, C. A. (2017). Consumers’ acceptance of
medicinal herbs: an application of the technology acceptance model (TAM). Journal of
Ethnopharmacology.
Kusumah, E. P. (2016). Olah Data Skripsi Dengan SPSS 22. Pangkalpinang, Bangka Belitung: LABKOM
FE-UBB. doi:https://doi.org/10.5281/zenodo.1143815
Kusumah, E. P. (2009). Ultilization of On-line Application Among International Students for Entry Into
Universiti Utara Malaysia (UUM) (Doctoral dissertation, Universiti Utara Malaysia).
Sari, S. P., & Witono, B. (2014). Keterandalan dan ketepatwaktuan pelaporan keuangan daerah ditinjau
dari sumber daya manusia, pengendalian internal dan pemanfaatan teknologi informasi.
Sugiyono. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Technopedia. (n.d.). What is the Statistical Package for the Social Sciences (SPSS)? - Definition from
Techopedia. Retrieved December 11, 2017, from https://www.techopedia.com/definition/12401/
statistical-package-for-the-social-sciences-spss
Wedhasmara, A. (2014). Langkah-langkah perencanaan strategis sistem informasi dengan menggunakan
metode Ward and Peppard. Jurnal Sistem Informasi, 1(1).
Wu, B., & Chen, X. (2017). Continuance intention to use MOOCs: Integrating the technology acceptance
model (TAM) and task technology fit (TTF) model. Computers in Human Behavior, 67, 221-232.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
11
Xu, X., Thong, J. Y., & Tam, K. Y. (2017). Winning Back Technology Disadopters: Testing a
Technology Readoption Model in the Context of Mobile Internet Services. Journal of Management
Information Systems, 34(1), 102-140.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
12
Herlin Faculty of Economic, University of Dehasen Bengkulu
Abstract
Based on the calculation of the Altman model in predicting bankrupt at PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk in 2014, 2015, 2016, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk in 2014 and 2015
and is PT.Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk in 2014 with a score of Z-score above 2.99
indicates that included in the company healthy or not potential to go bankrupt. Companies
included in the category of unhealthy or potential companies to go bankrupt with a Z-score of
less than 1.81 ie PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk in 2014 with a Z-score of 1.405
(<1.81). Companies included in the Gray Area (unpredictable) are PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk 2015 with Z-score of 2, 753 and year 2016 with Z-score 2,858. PT Bank Tabungan
Negara in 2015 and 2016 with Z-score of 2,138 and 1,906 and PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
in 2016 which shows the value of Z-score of 2,168.
Keywords: Altman Model, Financial Distress
1. Pendahuluan
Sektor perbankan merupakan sektor keuangan yang mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meningkatnya bisnis dibidang perbankan dari
tahun ketahun baik yang bergerak dibidang konvensional atau bank-bank syariah yang semakin
menapakan sayapnya di industri perbankan. Untuk itu industri perbankan berlomba-lomba untuk
menarik minat masyarakat dalam menggunakan jasa dan produk yang ditawarkan. Salah satu
yang menjadi andalan setiap bank adalah dengan meningkatkan kinerja keuangan yang sehat
yang tercermin dalam laporan Laba Rugi dan Neraca, sehingga dapat diperhitungkan di mata
masyarakat.Kinerja keuangan bank juga dapat menggambarkan kondisi keuangan pada suatu
periode yang menyangkut aspek pengimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya
diukur dengan indikator kecukupan modal likuiditas, dan profitabilitas (Jumingan, 2006:54).
Tujuan pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah mengetahui tingkat likuiditas,
solvabilitas, rentabilitas, stabilitas suatu perusahaan untuk memprediksi kebangkrutan
perusahaan di masa yang akan datang (Munawir, 2005:76).
Informasi keuangan bank yang tercermin dalam Laporan Laba Rugi dan Neraca ini, berguna bagi
pemilik perusahaan untuk mengambil keputusan tentang kepastian investasi di masa yang akan
datang untuk menghindari kerugian dalam investasi yang telah dilakukan. Jika manajemen dapat
mendeteksi kebangkrutan lebih awal biasanya tindakan merger atau restrukturisasi keuangan
yang akan dilakukan untuk menghindari kebangkrutan. Kebangkrutan atau kepailitan merupakan
(Case Study in BRI Bank, BNI Bank, Mandiri Bank, BTN Bank)
The Prediction of Bankruptcy Using
Altman Z-Score Model
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
13
kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran
kewajiban, menyatakan “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonan
sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditor.”
2. Kajian Pustaka
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang perbankan, bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak yang terdiri dari :
a. Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatannya secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas
pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau syariah dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Kasmir (2008) bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan
giro, tabungan dan deposito, kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang
(kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya, dimana jenis-jenis bank dapat ditinjau dari
berbagai segi adalah:
1. Dilihat dari segi fungsinya
a. Bank Umum, Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007 tentang bank
umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Seperti memberikan kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme
system pembayaran bagi semua sector perekonomian.
b. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
c. Bank Sentral, di pegang oleh Bank Indonesia (BI). Bank Indonesia merupakan lembaga
Negara yang berfungsi untuk mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap Bank
Umum dan bank Perkreditan Rakyat (BPR)
2. Dilihat dari segi kepemilikannya
a. Bank milik pemerintah
b. Bank milik swasta nasional
c. Bank milik asing
d. Bank milik campuran
3. Dilihat dari segi status
a. Bank Devisa
b. Bank Non Devisa
4. Dilihat dari segi menentukan harga
a. Bank dengan prinsip konvensional
b. Bank dengan prinsip syariah
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
14
Kegiatan Operasional Bank Umum Milik Pemerintah
Dalam melakukan kegiatan usahanya bank umum melayani semua keinginan nasabah baik dalam
menyimpan uang nasabah dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Menurut Kasmir
(2008) kegiatan operasional bank umum meliputi :
a. Menghimpun dana (Funding)
b. Menyalurkan dana (lending)
c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (service)
Adapun Bank Umum Milik Pemerintah (BUMN) adalah:
1) PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero), merupakan bank milik pemerintah yang
didirikan oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja di Purwokerto Jawa Tengah dengan nama De
Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau Bank Bantuan dan
Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto. Bank BRI pada saat itu adalah suatu lembaga
keuangan yang sengaja dibuat untu melayani orang-orang yang berkebangsaan Indoensia,
yang sudah berdiri semenjak tanggal 16 Desember 1895 yang akhirnya dinobatkan sebagai
hari milad BRI (Bank Rakyat Indonesia). Pada tanggal 1 Agustus 1992 berdasarkan
Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun
1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas, dimana kepemilikan BRI saat itu
masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Tahun 2003, Pemerintah Indonesia
memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik
dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
2) PT. Bank Negara Indonesia (Persero), didirikan pada tanggal 5 juli 1946, PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk atau BNI menjadi bank pertama milik Negara yang lahir setelah
kemerdekaan Indonesia. BNI sempat berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.
2/1946, sebelum akhirnya beroperasi sebagai bank komersial sejak tahun 1955. PT
Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk didirikan oleh Margono Djojohadikusumo, yang
merupakan satu dari anggota BPUPKI, lalu mendirikan bank sirkulasi/sentral yang
bertanggung jawab menerbitkan dan mengelola mata uang RI.
3) Bank Tabungan Negara, didirikan 09 Februari 1950 yang didirikan oleh Bapak
Darmosoetanto dengan nama “Bank Tabungan Pos”. Kantor Tabungan Pos dibuka pada
tahun 1949 yang diganti menjadi Bank Tabungan RI. Banyak kejadian bernilai sejarah
sejak 1950. Perubahan nama dari Bank Tabungan Pos menjadi BTN didasarkan pada Perpu
No.4 Tahun 1964 tanggal 23 Juni 1963 yang kemudian dikuatkan dengan UU No. 2 Tahun
1964 tanggal 25 Mei 1964.
4) Bank Mandiri, didirikan pada tanggal 2 Oktober 1998 yang bagian dari program
restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Bank Mandiri
merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN),
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Ekspor Impor Indonesia (Ban Exim).
Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999, dimana masing-masing
bank tersebut memiliki peran yang tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian
Indonesia. Sampai dengan hari ini, Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140
tahun memberikan kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
15
Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 Paragraf ke 7 (revisi 2009) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah
suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Munawir
(2014) laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat
untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut. Sawir (2005), laporan
keuangan adalah hasil akhir proses akuntansi, dimana setiap transaksi yang dapat diukur dengan
nilai uang, dicatat dan diolah sedemikian rupa. Laporan keuangan dibuat dengan tujuan untuk
memberikan informasi atau gambaran tentang perusahaan secara periodic yang dilakukan oleh
pihak manajemen yang bersangkutan.
Tujuan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikutip oleh Sawir
(2005), adalah:
a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
b. Laporan keuangan disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama oleh sebagian besar
pemakainya, yang secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu.
c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang dilakukan manajemen atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya.
d. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal yang dimiliki
perusahaan saat ini.
e. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam suatu periode.
f. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang perubahan netto dari kekayaan sebagai
hasil dari aktivitas usaha.
Menurut Gitman dan Xutter (2012) Jenis–jenis laporan keuangan adalah: “The four key financial
statements required by the SEC for reporting to shareholders are (1) the income statement, (2)
the balance sheet, (3) the statement of stockholders’ equity, and (4) the statement of cash flows.”
Terdapat empat laporan keuangan utama yang dibutuhkan untuk dilaporkan kepada para
pemegang saham, yaitu (1) laporan laba-rugi,(2) neraca, (3) laporan keuangan ekuitas pemegang
saham, dan (4) laporan arus kas. Harahap (2009) bahwa jenis-jenis laporan keuangan adalah
sebagai berikut:
1. Daftar Neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal
tertentu.
2. Perhitungan Laba/Rugi yang menggambarkan jumlah hasil, Biaya dan Laba/Rugi
perusahaan pada suatu periode tertentu.
3. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana. Di sini dimuat sumber dan penggunaan kas dalam
suatu periode.
4. Laporan arus kas. Di sini digambarkan sumber dan penggunaan kas dalam suatu periode.
5. Laporan harga pokok produksi yang menggambarkan berapa dan unsur apa yang
diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang.
6. Laporan Laba Ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
16
7. Laporan perubahan modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik saham PT atau Modal
dalam perusahaan perseroan.
Analisis Rasio Keuangan
Menurut Fahmi (2014) rasio keuangan terdiri dari :
1. Rasio Likuiditas, rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melunasi
kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu
2. Rasio solvabilitas menggambarkan tentang kemampuan perusahaan dalam melunasi
kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban saat perusahaan dilikuidasi
3. Rentabilitas/Profitabilitas, rasio inimenggambarkan kemampuan perusahaan dalam
memanfaatkan sumber daya (SDM, modal, kas) yang ada untuk menghasilkan laba untuk
perusahaan.
4. Rasio Leverage menggambarkan tentang utang perusahaan terhadap asset atau modal.
Rasio ini digunakan untuk melihat sejauh mana kemampuan perusahaan dibiayai oleh utang
jika dibandingkan dengan kemampuan perusahaan jika dilihat dengan modal sendiri atau
ekuitas.
5. Rasio aktivitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan operasinya
seperti kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya.
6. Rasio Pertumbuhan menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan posisinya di dalam industri dan dalam perkembangan ekonomi secara.
7. Penilaian pasar menggambarkan situasi/keadaan prestasi perusahaan di pasar modal.
8. Rasio produktivitas menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau kegiatan yang
dinilai dengan menilai dari segi produktivitas unit-unitnya
Financial Distress
Financial distress atau kebangkrutan atau bangkrut sering juga disebut dengan kesulitan
keuangan atau ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun
jangka panjang yang sudah jatuh tempo. Pengelolaan kesulitan keuangan jangka pendek (tidak
mampu membayar kewajiban pada saat jatuh tempo) yang tidak tepat akan menimbulkan
permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable (jumlah utang lebih besar daripada
jumlah aset) dan akhirnya mengalami kebangkrutan (Munawir, 2014). Darsono dan Ashari
(2005) mendeskripsikan bahwa secara garis besar penyebab kebangkrutan berasal dari faktor
internal seperti bagian internal manajemen perusahaan dan faktor eksternal berupa yang
berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro.
Berikut beberapa definisi financial distress yang berkaitan informasi dalam laporan keuangan
menurut beberapa ahli Sri Mulyati (2017):
1. Kristijadi (2003) menyatakan financial distress adalah kondisi dimana perusahaan
mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif selama beberapa tahun dan
selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden, pemberhentian tenaga
kerja atau menghilangkan pembayaran dividen.
2. Luciana (2006) menyatakan financial distress adalah kondisi dimana perusahaan
mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta
perusahaan tersebut telah di-merger.
3. Atmini (2005) mendefinisikan financial distress jika melakukan pemberhentian tenaga
kerja atau menghilangkan pembayaran dividen.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
17
4. Endri (2009), mengategorikan kondisi financial distress berdasarkan kriteria dari informasi
Wall Street Journal Index (WSJI). debt default, yaitu terjadinya kegagalan membayar
hutang atau terdapat indikasi kegagalan membayar hutang (debt default) dengan melakukan
negosiasi ulang dengan kreditur atau institusi keuangan lainnya.
Fachrudin (2008) kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti yaitu:
a. Kegagalan Ekonomi (Economic Failure)
b. Kegagalan Usaha (Business Failure)
c. Insolvensi Teknis (Technical Insolvency)
Menurut Permana (2007:97) membagi penyebab kebangkrutan yaitu:
1. Sektor ekonomi, dimana berawal dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan
jasa, kebijakan keuangan, suku bunga, dan devaluasi atau revaluasi mata uang asing.
2. Sektor sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya perubahan gaya hidup
masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun yang
berhubungan dengan karyawan
3. Sektor teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya yang ditanggung
perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan implementasi.
4. Sektor pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada
perusahaan dan industri, pengenaan tarif, ekspor dan impor bisa berubah, kebijakan
Undang-Undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.
5. Sektor pelanggan/nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan nasabah bank harus
melakukan identifikasi terhadap sifat nasabah atau konsumen juga menciptakan peluang
untuk mendapatkan nasabah baru.
6. Sektor kreditur, dimana kekuatan terletak pada pemberian pinjaman dan penetapan jangka
waktu pengembalian hutang piutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap
likuiditas suatu bank.
7. Sektor pesaing/bank lain, dimana merupakan hal yang harus diperhatikan karena
menyangkut perbedaan pemberian pinjaman kepada nasabah.
8. Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga menyebabkan adanya
penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar.
9. Manajemen yang tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan,
pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari manajemen.
10. Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana sering dilakukan oleh
karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun yang sangat merugikan apalagi yang
berhubungan dengan keuangan perusahaan.
3. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu. Menurut Sugiyono (2012:13)
penelitian deskriptif kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme yaitu menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel
penelitian dengan angka-angka dan melakukan analisa angka dengan pada populasi atau sampel
tertentu. Dengan pengumpulan data menggunakan penelitian serta analisis data bersifat
kuantitatif. Menurut Harun (2007:34) analisis data adalah proses menyusun data agar dapat
ditafsirkan. Metode analisis data digunakan dalam penelitian ini untuk memprediksi
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
18
kebangkrutan dengan menggunakan model prediksi Altman Z-Score (Mamduh dan Halim, 2009:
274) dengan rumus:
Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1.0 X5
Dimana :
Z = Bunkrupcy Index
X1 = Working Capital/Total Assets
X2 = Retained Earnings/Total Assets
X3 = Net Profit Margin Before Interest and Taxes/Total Assets
X4 = Market Value of Equity /Book Value of Debt
X5 = Sales/Total Asset
Keterangan :
X1 = Working Capital/Total Assets (Modal Kerja/Total Aset), Rasio ini digunakan untuk
mengukur dan membandingkan modal kerja perusahaan dengan total aset yang dimiliki
oleh perusahaan. Bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun
lebih cepat daripada total aktiva. Jika rasio ini negative, maka perusahaan mengalami
masalah dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, namun jika rasio ini positif maka
perusahaan tidak menghadapi kesulitan dalam membayar kewajibannya.
Rasio Modal kerja dengan aktiva : 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖
Total Aset
X2 = Retained Earning/Total Asset atau laba ditahan/total aset, Rasio laba ditahan terhadap
modal aktiva ini menggambarkan jumlah keseluruhan dari pendapatan perusahaan yang
diinvestasikan ke dalam perusahaan yaitu aset perusahaan yang dibiayai dengan
menggunakan laba ditahan, bila perusahaan rugi maka laba ditahan akan menjadi negatif.
Rasio laba ditahan dengan aset : 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑑𝑖𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛
Total Aset
X3 = Net Profit Margin Before Tax/total asset (laba bersih sebelum pajak/total aset), Rasio ini
untuk mengukur kemampuan tingkat pengembalian/produktifitas aktiva perusahaan
sebelum pembayaran pajak dengan total aktiva. Rasio ini merupakan rasio keuangan yang
mengukur tingkat produktifitas perusahaan dalam menghasilkan laba.
Return On Investment (ROI) = Laba Bersih sebelum 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
Total Aset
X4 = Book Value of Equity/book value of debt atau Nilai pasar modal/nilai buku utang, Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban pasar modal
sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah
lembar saham biasa yang beredar dengan harga pasar perlembar saham biasa. Nilai buku
utang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang.
modal/nilai utang atau total hutang) : Nilai Pasar Modal
Total utang
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
19
X5 = Sales/Total Asset (penjualan atau pendapatan/ total aset), Rasio ini yaitu rasio penjualan
terhadap total aktiva yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan
penjualan dari aktiva perusahaan yang merupakan suatu ukuran dari kemampuan
manajemen dalam menghadapi kondisi yang kompetitif. Jika rasio ini rendah
mengindikasikan bahwa pihak manajemen perusahaan kurang efektif dalam mengelola aset
yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan penjualan yang lebih tinggi.
Rasio perputaran aset usaha = Penjualan
Total Aset
Kriteria nilai Z-Score:
Dengan menggunakan nilai cut off 2,675 dan 1,81 Altman membagi perusahaan berdasarkan
nilai Z-score masing-masing perusahaan menjadi 3 kategori yaitu :
a. Jika Z > 2,99 maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat atau tidak
potensial bangkrut
b. Jika 1, 81 < Z < 2,99 maka perusahaan dalam grey area, yaitu perusahaan mengalami
masalah dalam keuangannya
c. Jika nilai Z < 1,81 maka perusahaan tidak sehat atau potensial bangkrut.
Adapun langkah- langkah yang dilakukan dalam proses analisis ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung rasio keuangan bank tiap tahunnya meliputi X1,X2,X3,X4, dan X5.
2. Menghitung nilai Z-Score ( Z= 1,2X1+1,4X2+3,3X3+0,6X4+1,0X5)
3. Menghitung masing-masing skor dengan menggunakan formula Altman Z-Score.
4. Mengategorikan masing-masing perusahaan sesuai dengan cut off yang sudah
ditentukan.
5. Menarik kesimpulan kinerja keuangan bank memprediksi kebangkrutan.
4. Pembahasan Hasil
Bank Umum Milik Pemerintah yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit. Bank Umum Milik Pemerintah (BUMN) merupakan bank yang seluruhnya atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah, dimana kegiatan utamanya adala :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan utang.
4. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
dan atas perintah nasabahny seperti surat wesel, obligasi, surat jaminan pemerintah dan
sertifikasi Bank Indonesia.
Model Altman Z-score Dalam Memprediksi Kebangkrutan Bank Umum Milik Pemerintah
Jumlah perusahaan perbankan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Bank Umum
Milik Pemerintah (BUMN) yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank
Tabungan Negara dan Bank Mandiri, dengan Periode pengamatan selama 3 tahun yaitu dari
tahun 2014 sampai dengan tahun 2016. Berdasarkan data dari laporan keuangan Bank Rakyat
Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara dan Bank Mandiri (Lampiran 1),
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
20
Berikut hasil perhitungan rasio keuangan Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank
Tabungan Negara dan Bank Mandiri tahun 2014, 2015 dan 2016 yang dinyatakan dalam X1,
X2, X3, X4 dan X5 yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan di masa yang akan datang
:
Tabel 1. Hasil Perhitungan Rasio Keuangan
No. Bank Tahun X1 X2 X3 X4 X5
1
Bank Rakyat Indonesia
(Persero)Tbk
2014 0,12 0,11 0,04 0,40 0,04
2015 0,13 0,12 0,04 0,37 0,03
2016 0,15 0,12 0,03 0,33 0,03
2
Bank Negara Indonesia
(Persero)Tbk
2014 0,15 0,08 0,03 0,33 0,03
2015 0,15 0,08 0,02 0,23 0,02
2016 0,15 0,08 0,02 0,21 0,02
3
Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk
2014 0,08 0,04 0,01 0,21 0,01
2015 0,08 0,29 0,01 0,19 0,01
2016 0,09 0,04 0,02 0,21 0,02
4
Bank Mandiri (Persero) Tbk
2014 0,12 0,09 0,03 0,15 0,03
2015 0,13 0,10 0,03 0,13 0,03
2016 0,15 0,09 0,02 0,01 0,02
Sumber : Data diolah peneliti, 2017
Dalam memprediksi kebangkrutan model Altman menggunakan persamaan yaitu Z = 1,2X1 +
1,4X2 +3,3X3 +0,6X4 + 1,0X5, dengan menggunakan nilai cut off sebesar 2,675 dan 1,81
artinya jika skor yang diperoleh Bank Umum Milik Pemerintah Z >2,675, maka perusahaan
dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat dan tidak mengalami financial distress (tidak
potensial bangkrut), jika skor 1,81< Z < 2,675, maka perusahaan dalam Grey Area artinya
perusahaan mengalami masalah dalam keuangannya (tidak dapat diprediksi), jika skor Z<1,81
artinya termasuk perusahaan yang tidak sehat dan mengalami masalah financial distress
(potensial bangkrut). Berikut hasil perhitungan dan persamaan model Altman untuk
memprediksi kebangkrutan pada Bank Umum Milik Pemerintah tahun 2014, 2015 dan 2016
adalah :
Tabel 2. Hasil Perhitungan Model Altman Z-Score
No. Bank Tahun Z-Score Keterangan
1
Bank Rakyat Indonesia (Persero)Tbk
2014 4,200 Tidak Potensial
Bangkrut
2015 4,144 Tidak Potensial
Bangkrut
2016 4,047 Tidak Potensial
Bangkrut
2
Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk
2014 3,803 Tidak Potensial
Bangkrut
2015 2,753 Grey area
2016 2,858 Grey area
3 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk 2014 1,405 Potensial Bangkrut
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
21
2015 2,138 Grey area
2016 1,906 Grey area
4
Bank Mandiri (Persero) Tbk
2014 3,497 Tidak Potensial
Bangkrut
2015 3,364 Tidak Potensial
Bangkrut
2016 2,168 Grey area
Sumber : Data diolah peneliti, 2017
Hasil perhitungan nilai Z-score pada tabel 2 di atas dengan menggunakan persamaan model
Altman dalam memprediksi kebangkrutan pada Bank Umum Milik Pemerintah yaitu PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat atau tidak
potensial bangkrut, dimana nilai Z-score tahun 2014 sebesar 4,200, tahun 2015 sebesar 4,144
dan tahun 2016 sebesar 4,047 ini menunjukkan bahwa nilai Z-score berada di atas 2, 99 artinya
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk termasuk dalam perusahaan yang sehat.
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, pada tahun 2014 termasuk perusahaan yang sehat
atau tidak potensial bangkrut ini ditunjukkan dengan nilai Z-score sebesar 3,803, sedangkan
tahun 2015 dan 2016 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berada pada kondisi grey area
(tidak dapat diprediksi) dengan hasil nilai Z-score tahun 2015 sebesar 2,753 dan tahun
2016sebesar 2,858 ini menunjukkan bahwa PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk termasuk
perusahaan yang tidak potensial bangkrut dan juga dapat potensial bangkrut.
PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk tahun 2014 dengan nilai Z-score 1,405 artinya
termasuk perusahaan yang tidak sehat atau potensial bangkrut, sedangkan tahun 2015 dan 2016
PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk berada pada kondisi grey area (tidak dapat
diprediksi) dengan hasil nilai Z-score tahun 2015 sebesar 2,138 dan tahun 2016 sebesar 1,906
ini menunjukkan bahwa PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk termasuk perusahaan yang
tidak potensial bangkrut dan juga dapat potensial bangkrut.
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, tahun 2014 dan tahun 2015 masuk dalam kategori perusahaan
sehat atau tidak potensial bangkrut dengan nilai Z-score tahun 2014 sebesar 3,497 dan tahun
2015 sebesar 3,364, sedangkan pada tahun 2016 berada pada posisi grey area (tidak dapat
diprediksi) ini menunjukkan bahwa PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk termasuk perusahaan yang
dapat potensial bangkrut dan juga tidak potensial bangkrut.
Prediksi kebangkrutan terhadap perusahaan Bank Umum Milik Pemerintah yang
mengakibatkan perusahaan potensial bangkrut karena perusahaan mengalami penurunan laba
bersih dan tidak mampu membayar utang jangka panjang perusahaan sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Elloumi dan Gueyie dalam Parulian (2007), potensial bangkrut dapat disebab
juga oleh ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh
tempo dan manajemen tidak bisa menggunakan modal kerja secara efektif. Nilai rasio
solvabilitas dan rasio profitabilitas perusahaan yang rendah dapat mengakibatkan perusahaan
potensial bangkrut disebabkan oleh menurunnya kondisi keuangan yang dialami perusahaan
yang terjadi sebelum kebangkrutan atau likuidasi. Menurut Munawir (2014:56) pengelolaan
kesulitan keuangan jangka panjang (tidak mampu membayar kewajiban pada saat jatuh tempo)
yang tidak tepat akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
22
(jumlah hutang lebih besar daripada jumlah aset) dan akhirnya mengalami kebangkrutan.
Kemampuan Bank Umum Milik Pemerintah dalam membayar kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang dengan menggunakan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dapat
meningkatkan kinerja perusahaan di masa yang akan datang dan perusahaan dapat terhindar dari
kondisi potensial bangkrut.
5. Kesimpulan
1. Perusahaan yang termasuk dalam perusahaan sehat atau tidak potensial bangkrut adalah PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tahun 2014 dengan nilai Z-score 4,200, tahun 2015
nilai z-score sebesar 4,144 dan tahun 2015 dengan nilai Z-score 4,047. PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk Tahun 2014 dengan nilai Z-score sebesar 3,803 dan PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk tahun 2014 dan 2015 dengan nilai Z-score sebesar 3,497 dan 3, 365.
2. Perusahaan yang termasuk dalam kategori perusahaan tidak sehat atau potensial bangkrut
adalah PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk pada tahun 2014 dengan nilai Z-score
kurang dari 1,81 yaitu sebesar 1,405.
3. Perusahaan yang termasuk dalam Grey Area (tidak dapat diprediksi) adalah PT. Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk tahun 2015 dengan nilai Z-score 2, 753 dan tahun 2016
dengan nilai Z-score 2,858. PT Bank Tabungan Negara pada tahun 2015 dan 2016 dengan
nilai Z-score 2,138 dan 1,906. dan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk tahun 2016 yang
menunjukkan nilai Z-score sebesar 2, 168.
Referensi
Beaver, William H. (1966). Financial Ratios as Predictors of Failure. Journal of Accounting
Research, Supplement
Darsono dan Ashari. (2005). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Andi Publisher
Elloumi, F. and Gueyie, J.P. (2001). Financial Distress and Corporate. Governance: An
Empirical Analysis. Corporate Governance. Universitas Sumatera Utara
Fachrudin. Amalia, K. (2008). Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Pesonal. Medan: USU
Press
Fahmi, I. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta
Gitman dan Xutter. (2012). Principle of Managerial Finance. 13th Edition. Global Edition:
Pearson Eduaction Limited
Halim. et al. (2009). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Harahap, S. S. (2011). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Harun. (2007). Statistika Sosial. Bandung:Program Pascasarjana UNPAD
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
23
Jumingan. (2006). Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Pertama, Jakarta: PT Bumi Aksara
Kasmir. (2008). Manajemen Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Martono dan Harjito, A. (2010). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Ekonesia
Munawir, S. (2005). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty
Munawir, S. (2014). Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007 Tentang Bank Umum
Permana, Y. (2009). Implementasi Metode X-Score dan Y-Score Untuk Memprediksi
Kebangkrutan Perusahaan : Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur DI BEI Periode
2003-2005. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang
Sartono, A. (2012). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan
UU RI No.4 Tahun 1998 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang kepailitan dan penundaan pembayaran kewajiban
Zu’amah, S. (2005). Perbandingan Ketepatan Klasifikasi Model Prediksi Kepailitan Berbasis
Akrual dan berbasis Aliran Kas. SNA VIII, hal 441-459.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
24
Analysis of Factors Affecting Economic Growth in Bangka
Belitung Province, Indonesia With LSDV and FGLS Methods
Darman Saputra
Departement of Management, Faculty of Economics, University of Bangka Belitung
Abstract
The Least Square Dummy Variable (LSDV) method can be used to estimate parameters in the
panel data regression model incomplete one-way fixed effect. To produce the best model with
GDP data of GRASB. Variables that do not occur heteroscedasticity and models that meet
the smallest sum square of error is the variable Mining and Processing Industry, this
variable affects the per capita income. The Feasible Generalized Least Square (FGLS)
method can be used to estimate the regression parameters for incomplete panel data for a
one-way random effect. In this model produce the best model with non-oil and gas GRDP
data. The variables that fulfill it are the processing Industry, service and agriculture of
Forestry and Fishery. Therefore looking at the above model can be concluded non-oil and
Gas GRDP has three factors that affect per capita income in Bangka Belitung. This should be
a reference of local governments to further improve the quality or production in agriculture
and services because this potential is more promising for the future. Software used to analyze
data in this paper is with R.
Keywords: Heteroscedasticity, Panel data is not complete, Least Square Dummy Variable
(lSDV), Feasible Generalized Least Square (FGLS), R.
1. Pendahuluan
Pembangunan daerah harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang
tumbuh dan berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka pemanfaatan
sumber daya yang ada menjadi kurang optimal. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. (Prishardoyo, 2008).
Data panel memiliki banyak kelebihan yang terdiri dari data yang lebih informatif (bervariasi,
lebih besar dan efisien), mendalami efek-efek ekonomi yang tidak dapat diperoleh jika hanya
menggunakan data time series atau cross section saja (Hsiao, 1986). Data panel disebut tidak
lengkap (unbalanced panel data) jika jumlah observasi berbeda untuk unit cross-section atau
dengan kata lain ada data atau nilai yang hilang (missing value). Secara singkat : { , }it itx y
untuk i = 1,2,..,N ; t = 1,2,...,T atau T1 = T2 = ... = TN sehingga banyaknya keseluruhan
observasi data panel adalah 1
N
i
i
T
.
Heteroskedastisitas dalam model panel merupakan suatu keadaan atau fenomena
penyimpangan asumsi dimana variansi dari masing-masing komponen itu adalah suatu
konstanta yang bernilai tidak sama atau lebih sering dikenal dengan nama homoskedastisitas.
Komponen itu sendiri memiliki dua komponen yang mempengaruhi model panel tersebut
yaitu iu yang merupakan efek khusus individual yang tidak tampak dan komponen galat itv
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
25
yang merupakan nilai nilai galat dari model panel linear untuk semua observasi unit cross-
sectional untuk semua periode (Baltagi, 2005). Didalam penulisan ini, permasalahan yang
akan dibahas difokuskan pada pembentukan model data panel tidak lengkap (unbalanced
panel data) : Satu arah (one-way) pada fixed effect menggunakan Least Square Dummy
Variable (LSDV) dan pada random effect menggunakan Feasible Generalized Least
Square (FGLS).
2. Kajian Pustaka
Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah fenomena penyimpangan asumsi dimana variansi dan masing
masing komponen galat itu (bersyarat terhadap pemilihan prediktor) merupakan suatu
konstanta yang bernilai tidak sama. Nama lain untuk heteroskedastisitas adalah variansi galat
yang tidak konstan. Dalam konteks model panel linear, diasumsikan sedemikian sehingga
variansi dari masing-masing galat itu (bersyarat terhadap pemilihan prediktor) merupakan
suatu konstanta yang bernilai sama. Keadaan ini disebut dengan homoskedastisitas.
Teori Hipotesis
Pengujian terdapat atau tidaknya data yang bersifat heteroskedastisitas dapat mengunakan uji
White. Dalam uji White, diuji hipotesis null H0: asumsi homoskedastisitas dari komponen
error terpenuhi versus H1: error bersifat heteroskedastisitas.
Model Regresi Data Panel Tidak Lengkap
Didefinisikan model regresi untuk data panel tidak lengkap yaitu : 0 ,
1
k
it k it k it
k
y X u
dengan komponen error itu satu arah didefinisikan : it i itu v dan komponen error itu dua
arah didefinisikan : it i t itu v dimana i = 1,2,...N ; t = 1,2,...Ti ; k = 1,2,...K.
Estimasi Parameter Data Panel Tidak Lengkap
Fixed Effect Satu Arah dengan Least Squeare Dummy Variable (LSDV)
Pada model ini mengasumsikan intersep bervariasi antar individu maupun antar waktu,
sedangkan slope-nya konstan. Sehingga dapat dibentuk menjadi dua model, yaitu model efek
individu dan model efek waktu. Untuk perbedaan intersep-nya digunakan varaiabel dummy.
Model Efek Individu
Pada model efek individu, intersep diperbolehkan berbeda antar individu, sedangkan slope-
nya diasumsikan bersifat konstan. Sehingga dalam model ini variabel dummy hanya berperan
untuk penggolongan unit individu. 0it it i ity X v dengan i = 1,2,...,N ; t = 1,2,...Ti
dan n = 1
N
i
i
T
atau jika dinyatakan dalam bentuk matriks adalah : 0nY X M v .
Model Efek Waktu
Pada model efek waktu intersep diperbolehkan berbeda antar unit waktu dan slope-nya
diasumsikan konstan. Sehingga variabel dummy dalam model ini hanya berperan dalam
penggolongan waktu. Model data panel tidak lengkap waktu adalah sebagai berikut :
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
26
0it it t ity X u v dengan i = 1,2,...,N ; t = 1,2,...,Ti dan 1
N
i
i
n T
atau jika ditulis dalam
bentuk matriks : 0nY X M v .
Random Effect Satu Arah dengan Feasible Generalized Least Square (FGLS)
Pada model data panel, efek dari level berasal dari individu dan waktu. Oleh karena itu
individu dan waktu dipilih secara random, maka efek dari individu dan waktu diasumsikan
suatu variabel acak akan dilihat variabilitas masing-masing efek. Dengan demikian, pada
model efek random perbedaan karakteristik individu dan waktu terletak pada error dari
model. Diasumsikan bahwa komponen error i ~
2(0, )IID dan komponen error itv ~ IID
2(0, )v . Didefinisikan model regresi untuk data panel tidak lengkap :
0 ,
1
K
it k it k it
k
y X u
dengan i = 1,...N ; t = 1,...Ti dan k = 1,...,K dimana komponen error
itu dengan : itu i itv merupakan komponen error satu arah.
Data dan Variabel
Studi kasus ini menggunakan data yang dikumpulkan dari BPS Provinsi Bangka Belitung
yaitu terdiri dari pendapatan per kapita, jumlah penduduk, kemiskinan, PDRB MIGAS
(industri pengolahan, pertambangan dan listrik,gas dan air) dan Penduduk sedangkan untuk
PDRB NON MIGAS (pertanian, perternakan, kehutanan dan perikanan (PPKP),
perdagangan, hotel dan restaurant (PHR), idustri pengolahan dan jasa-jasa) dan Penduduk.
3. Metode Penelitian
Effect Model pada Data Panel
Suatu effect dikatakan fixed effect, jika level dari faktor-faktornya dipilih tertentu berdasarkan
keinginan peneliti dari populasi yang ada. Pada model data panel, effect dari level-level
antara lain berasal dari individu dan waktu. Oleh karena individu dan waktu yang dipilih
tersebut.
Random Effect Model pada Data Panel
Sedangkan suatu effect disebut random effect, jika level dari faktor-faktornya dipilih secara
acak dari populasi level yang ada. Effect dari level-level antara lain dari individu dan waktu.
Oleh karena itu individu dan waktu dipilih secara random maka effect dari individu dan
waktu diasumsikan suatu variabel acak dan akan dilihat variabilitas masing-masing effect.
Ordinary Least Square (OLS)
Model linear statistik: y = 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + ⋯ + 𝛽2𝑘 𝑋𝑘 + 𝑢. Dengan sejumlah n data
observasi maka model linear ini dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:
(
𝑦1
𝑦2
⋮𝑦𝑡
) = (
𝑥11 ⋯ 𝑥1𝑘
⋮ ⋱ ⋮𝑥1𝑡 ⋯ 𝑥𝑡𝑘
) (
𝛽1
𝛽2
⋮𝛽𝑡
) + (
𝑢1
𝑢2
⋮𝑢𝑡
)
Sehingga model ini dapat disederhanakan sebagai
y = X𝛽 + 𝑢
Generalized Least Square (GLS)
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
27
Pada penaksiran OLS, asumsi-asumsi yang digunakan dalam model regresi linear
Y X u adalah E (u) = 0 dan Var (u) = 2I . Asumsi variansi error 2I disebut
asumsi error spherical, yakni error tidak berkorelasi dan mempunyai variansi yang sama
(pada diagonal utama terdapat entri yang sama). Namun tidak tertutup kemungkinan variansi
tidak sama atau dengan kata lain terjadi heteroscedastic, sehingga dapat dinyatakan bahwa
Var (u) = 2 .
4. Hasil dan Pembahasan
Analisis Data Fixed Effect
Untuk mengilustrasikan komponen model panel dengan R, model-model panel yang akan
diestimasi sebagai berikut:
Model II:
Pendapatan = b1 IDP + b2 Pertambangan + b3 Kemiskinan + b4 Penduduk + ci + dt + Ԑi,t
Analisis Model Fixed Effect
Tabel 1. Uji Haussman
Model 2 64.7728 2.873e-13 Hipotesis H0 ditolak,
digunakan efek tetap
Sumber: Data diolah peneliti, 2017
Tabel 2. Uji Breusch-Pagan
Model 2 H0:ci=0,dt=0 62.0638 3.334e-
14
H0 ditolak, ada
efek dua arah.
H0:ci=0 60.5119 7.313e-
15
H0 ditolak, ada
efek individu
Ho:dt=0 1.5519 0.2129 H0 diterima,
tidak ada efek
waktu. Sumber: Data diolah peneliti, 2017
Dari hasil uji Hausmann dan Breusch-Pagan di atas, dapat disimpulkan bahwa model-model
berikut akan diestimasi.
Model 2: Model efek tetap, dengan efek individu
Pendapatan = b1 IDP + b2 Pertambangan + b3 Kemiskinan + b4 Penduduk + ci + dt + Ԑi,t
Heteroscedasticity Robust Covariance Estimator
Model 2:
Pendapatan = b1 IDP + b2 Pertambangan + b3 Kemiskinan + b4 Penduduk + ci + dt + Ԑi,t
Test of coefficients:
Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)
IDP 2.68575 0.88069 3.0496 0.0038316 **
Kemiskinan 20.15842 4.78441 4.2134 0.0001193 ***
Penduduk 166.63158 35.59426 4.6814 2.636e-05 ***
Pertambangan 4.68360 1.27267 3.6801 0.0006210 ***
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
28
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Dalam model ini tidak terdapat heteroskedatisitas karena semua variabel independen
menunjukkan p-value lebih kecil dari tingkat siginfikan α = 0.05.
Analisis Data Random Effect
Tabel 3. Uji Hausmann
Model 3 7.3089 0.06268 Hipotesis H0
diterima, digunakan
efek random
Sumber: Data diolah peneliti, 2017
Tabel 4. Uji Breusch-Pagan
Model 3 H0:ci=0,dt=0 34.5345 3.169e-
08
H0
ditolak,
ada efek
dua
arah.
H0:ci=0 34.3543 4.594e-
09
H0
ditolak,
ada efek
individu
Ho:dt=0 0.1803 0.6711 H0
diterima,
tidak
ada efek
waktu. Sumber: Data diolah peneliti, 2017
Dari hasil uji Hausmann dan Breusch-Pagan di atas, dapat disimpulkan bahwa model-model
berikut akan diestimasi.
Model efek random, dengan efek individual
Pendapatan = b1 IDP + b2 Jasa + b5 PPKP + ci + dt + Ԑi,t
Estimasi Model
Berdasarkan hasil uji Hausman dan Breusch-Pagan menjelaskan hanya terdapat pada model 3
yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Model 3 mempunyai efek random dengan efek
tetap dimana variabel independennya adalah IDP, Jasa dan PPKP.
Berdasarkan hasil analisis data untuk model 3, diperoleh hasil pengujian berikut.
Effects: var std.dev share
idiosyncratic 5.582e+12 2.363e+06 0.365
individual 9.723e+12 3.118e+06 0.635
theta: 0.7412
Residuals :
Min. 1st Qu. Median 3rd Qu. Max.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
29
-6380000 -980000 -32600 1470000 5750000
Coefficients :
Estimate Std. Error t-value Pr(>|t|)
(Intercept) 4.3257e+06 1.5766e+06 2.7437 0.008317 **
IDP 5.4171e+00 8.8567e-01 6.1164 1.260e-07 ***
Jasa 1.0989e+01 1.9802e+00 5.5495 9.810e-07 ***
PPKP 6.3713e+00 1.3337e+00 4.7771 1.494e-05 ***
Signif. codes: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
Total Sum of Squares: 1.3871e+15
Residual Sum of Squares: 3.1726e+14
F-statistic: 58.4491 on 3 and 52 DF, p-value: < 2.22e-16
Hasil dari perhitungan estimasi ini dapat disimpulkan bahwa semua independen berpengaruh
terhadap variabel dependen. Variabel IDP, Jasa, PPKP p-value lebih kecil dari tingkat
signifikan α = 0.05.
Uji Diagnostik
Tabel 5. Uji Korelasi Serial
Model p-value Kesimpulan
Model 3 0.01392 H0 ditolak,
terdapat
korelasi
serial
Sumber: Data diolah peneliti, 2017
Hasil perhitungan statistik diatas menunjukkan terdapat korelasi serial pada komponen galat.
Model 3 tersebut menunjukkan p-value yang lebih besar dari tingkat signifikansi = 0.05.
Pemilihan Model Terbaik
Studi kasus ini bertujuan untuk melihat tingkat pengaruh pendapatan per kapita terhadap
variabel-variabel fixed effect terdiri dari PDRB Migas dan random effect terdiri dari PDRB
Non Migas. Perbandingan setiap model diambil dari setiap hasil estimasi model yang terbaik.
Penjelasan variabel-variabel apa saja yang berpengaruh terhadap pendapatan per kapita di
provinsi Bangka Belitung akan dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Hasil Perbandingan Fixed Effect dan Random Effect
Nama Variabel
dilihat dari PDRB
Migas dan Non
Migas
Model Total Sum of
Squares
Residual Sum of
Squares
Idp, Pertambangan Fixed effect 1.2352e+15 9.2734e+13
Idp, Jasa, PPKP Random effect 1.3871e+15 3.1726e+14 Sumber: Data diolah peneliti, 2017
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
30
Melihat hasil tabel di atas model random effect memiliki variabel yang paling banyak
berpengaruh terhadap pendapatan per kapita atau pertumbuhan ekonomi di provinsi Bangka
Belitung yaitu Industri pengolahan, Jasa-jasa dan Pertanian Peternakan Kehutanan Perikanan,
sedangkan model fixed effect hanya dipengaruhi oleh Industri pengolahan dan Pertambangan.
Dengan demikian PDRB Non Migas seharusnya lebih diperhatikan dan ditingkatkan hasilnya
secara maksimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung.
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan Dari pembahasan penelitian ini dapat dsimpulkan bahwa metode Least Square Dummy
Variable (LSDV) dapat digunakan untuk menaksir parameter pada model regresi data panel
tidak lengkap fixed effect satu arah. Untuk menghasilkan model terbaik dengan data PDRB
Migas. Variabel yang tidak terjadi heteroskedastisitas dan model yang memenuhi sum square
of error yang terkecil adalah variabel Pertambangan dan Industri Pengolahan, variabel ini
berpengaruh terhadapat pendapatan per kapita. Oleh karena itu melihat model di atas dapat
dsimpulkan PDRB Non Migas memiliki tiga faktor yang mempengaruhi pendapatan per
kapita di Bangka Belitung. Hal ini seharusnya menjadi acuan pemerintah daerah untuk lebih
meningkatkan kualitas atau produksi dibidang pertanian dan jasa-jasa karena potensi ini lebih
menjanjikan untuk masa yang akan datang.
Saran
Beberapa saran yang bermanfaat untuk menindaklanjuti penelitian ini adalah perlunya
dipelajari metode lain dalam penaksiran parameter pada model regresi untuk data panel tidak
lengkap, antara lain metode penaksiran yang menggunakan efek dua arah, Maximum
Likelihood dan Restricted Maximum Likelihood.
Referensi
Baltagi. H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data. 3rd
ed. John Wiley & Sons Ltd,
Chichester.
Baltagi. H., Seuck H.Song. (2006). Unbalanced Panel Data : A Survey, Statistical
Paper 47, 493-523.
BPS.Bangka Belitung.(2015). Data Pertumbuhan Ekonomi di Bangka Belitung 2006-2013
Gujarati. D.(1978), Ekonometrika Dasar (terj.Dra.Ak.Sumarno Zain, MBA). Jakarta :
Erlangga
Greene. W. (2003). Econometic Analysis. 5th
ed. Prentice Hall, New Jersey.
Irmaningtiyas. Widya.(2014). Estimasi Parameter Model Data Panel Dinamik dengan
Kovariat Menggunakan Metode Arellano-Bonal, Tesis, FMIPA, Yogyakarta
Malau, A. (2008). Heteroskedastisitas Dalam Model Panel Fixed Effect Untuk Komponen
Galat Cross-Section, Skripsi, FMIPA, Yogyakarta
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
31
Achmad Fauzi University of BSI Bandung
Abstract
Mortgages are used as credit services provided by banks to customers who want a special loan
to meet the needs in the construction of houses or home renovations that must be in accordance
with the procedures that have been specified as a condition of completeness of KPR. Data
collection methods in the preparation of this research is a qualitative research method with one
case study in calculating the profit generated by Bank BTN (Bank Tabungan Negara) can be
calculated by using the ratio. One of the ratios used is the profitability ratio. In the ratio of
profitability there are ratios such as: ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM
(Net Interest Margin), and BOPO (Operational Cost). To find out the ROA (Return On Asset)
ratio, net income after tax and income is required. As for calculating ROE (Return On Equity)
ratio required net income after interest and taxes and capital. And for NIM (Net Interest Margin)
ratio required total net profit after tax and income, while BOPO (Operational Cost) required
operational and operational income. Analysis of financial statements is very important to do
because at this stage the financial statements that have been calculated on the ratio already
described, the ratio results obtained by PT. Bank BTN (Bank Tabungan Negara) may be decided
to comply with the provisions of the BI standard provisions.
Keywords: Credit Realization, KPR, Rentability Ratio
1. Pendahuluan
Bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial
assets) serta bermotif profit juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja (Hasibuan,
2005:2). Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara
keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana
(idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit
unit) pada waktu yang ditentukan (Lukman, 2009:14). Bank dikenal sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga
dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya
(Kasmir, 2012:24).
Salah satu fungsi bank adalah menyalurkan kredit baik kepada perorangan maupun badan usaha.
Pemerintah sangat mendorong, mendukung dan membantu kepada sector UKM (usaha Kecil
Menengah atau istilah asing SME “Small Medium Entrerprise”), agar UKM menjadi penopang
tatanan perekonomian Indonesia. Artinya Pemerintah menginginkan agar perekonomian
Indonesia berkembang terutama melalui sector UKM (Maryanto, 2011:3). Kredit sebagai
penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
Role of Ratio Profits as Improvement of Realization of KPR
BTN Credit on PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
32
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut Sigit dan Totok (2006:114)
Kredit nasabah berdasarkan kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan
suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang
disepakati”. Kredit merupakan suatu reputasi yang dimiliki seseorang yang memungkinkan ia
bisa memperoleh uang, barang-barang atau tenaga kerja, dengan jalan menukarkannya dengan
suatu perjanjian untuk membayarnya disuatu waktu yang akan datang” (Firdaus dan Ariyanti,
2009:2).
KPR atau Kredit Pemilikan Rumah merupakan salah satu jenis pelayanan kredit yang diberikan
oleh bank kepada para nasabah yang menginginkan pinjaman khusus untuk memenuhi
kebutuhan dalam pembangunan rumah atau renovasi rumah (Hardjono, 2008:25). KPR suatu
fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan
membeli atau memperbaiki rumah (Bank Indonesia, 2011). KPR merupakan salah satu bentuk
dari kredit konsumer yang dikenal pula dengan housing loan, pemberian fasilitas ini untuk
konsumen yang memerlukan papan, digunakan untuk kepentingan pribadi keluarga atau rumah
tangga, tidak ditujukan untuk yang bersifat komersial dan tidak memiliki pertambahan nilai
barang atau jasa di masyarakat (Nasrun, 2012:14).
Laporan keuangan merupakan laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, terutama
pihak di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.. Soemarso
(2005:34). Laporan keuangan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan
sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau
aktifitas perusahaan (Sundjaya, 2006:47). Laporan keuangan merupakan bagian dari proses
pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba
rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti
misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta materi
penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan” (Ikatan Akuntan Indonesia,
2009:1)
2. Kajian Pustaka
Analisis rasio rentabilitas merupakan suatu rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi usaha
untuk memperoleh laba semaksimal mungkin (Jumingan, 2011:122). Rentabilitas suatu
perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan
laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu (Prastowo, 2008:90). Rentabilitas adalah hasil
perolehan dari investasi (penanaman modal) yang dikatakan dengan persentase dari besarnya
investasi” (Veithzal. dkk., 2007:720)
Menurut Veithzal. dkk. (2007:720) Faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen berikut:
1. ROA (Return On Asset )
ROA (return on asset) adalah kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya
untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan
oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya. Rasio ini dapat di
bandingkan dengan tingkat bunga bank yang berlaku. Rumus yang dipergunakan adalah:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
33
Laba sebelum pajak
ROA = x 100 %
Rata-rata total asset
Semakin besar ROA, berarti semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dari semakin
baiknya posisi bank dari segi penggunaan assetnya.
2. ROE ( Return On Equity)
Merupakan indikator yang sangat penting bagi para pemegang saham dan calon investor
untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan
pembayaran deviden. Rumus yang digunakan adalah:
Laba setelah pajak
ROE = x 100 %
Rata-rata Equity
Apabila terjadi kenaikan dalam rasio ini, berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang
bersangkutan kenaikan ini menyebabkan naiknya harga saham bank, yang akan membuat para
pemegang sahan bank dan para investor di pasar modal ingin membeli saham bank tersebut.
3. NIM (Net Interest Margin)
Rasio ini menunjukan kemampuan earning assets dalam menghasilkan pendapatan bunga.
Rumus yang digunakan adalah:
Pendapatan Bunga Bersih
NIM = x 100 %
Rata-rata Aktiva Produktif
NIM harus cukup besar untuk menutupi kerugian-kerugian pinjaman, kerugian-kerugian
sekuritas dan pajak untuk dijadikan profit dan meningkatkan pendapatan.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan studi kasus, dengan objek penelitian
adalah persepsi informan Accounting, Finance, Treasury, dan Marketing.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengambilan informasi, obyek penelitian di ambil sesuai dengan kriteria data yang
diperlukan dan di butuhkan oleh peneliti sendiri. Dimana kriteria tersebut menjadi sebuah sampel
dalam penelitian sebagai berikut: Pengambilan sampel yang memperhatikan pertimbangan
unsur-unsur atau kategori dalam populasi penelitian. Seperti Aspek Keuangan, yaitu meliputi
perhitungan ROA, Laba Sebelum pajak, Rata- rata total asset. ROE yang merupakan indikator
yang sangat penting untuk para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih. NIM (Net Interest Margin), menunjukkan
kemampuan earning asset dalam menghasilkan pendapatan bunga, dimana indikator yang
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
34
dibutuhkannya adalah pendapatan bunga bersih, dan rata- rata aktiva produktif. BOPO,
perbandingan antara biaya variabel operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur
tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasional, indikator yang
dibutuhkan antara lain, total beban operasional dan total pendapatan operasional.
Teknik Analisis Data
Pengambilan sampel dengan menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan. Seperti aspek teoritis,
yang meliputi keterkaitan obyek yang diteliti dengan teori - teori perpajakan yang berlaku untuk
menghindari kesalahan penyajian. Data Rekap laporan keuangan pada bank BTN. Melakukan
Grand Tour dengan cara wawancara kepada bagian Finance, Treasury, Accounting dan
Manager.Hal ini dilakukan sebagai salah satu sahnya persyaratan dalam metodologi penelitian
kualitatif dengan studi kasus.
Teknik sampel digunakan adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Dimana kriteria tersebut menjadi sebuah sampel dalam penelitian sebagai berikut :
1. Data perusahaan yang meliputi laporan keungan laba/rugi , Neraca, dan laporan posisi
keuangan bank BTN
2. Data laporan keuangan 2013 -2016
3. Laporan keuangan 2013 – 2016
4. Mewawancarai staf perusahaan yang berkaitan langsung dengan peneliti seperti bagian
Accounting, finance, Treasury, Manager.
4. Pembahasan Hasil
Penelitian dilakukan pada bagian Accounting, Finance, Treasury, dan Marketing pada bank BTN
(Persero), Tbk. Intervensi peneliti terhadap jawaban informan dihindari sehingga diperoleh
pendapat yang asli. Sebanyak 10 informan yang diwaancarai mengenai persepsi mereka
mengenai Kredit KPR. Laporan Keuangan yang terkait dengan rasio Rentabilitas. Rangkuman
jawaban informan dikelompokkan menjadi 5 bahagian yaitu: perhitungan realisasi kredit,
perhitungan rasio rentabilitas yang terdiri atas: ROA (Return On Asset), ROE (Return on
Equity), NIM (NET Interest Margin) dan BOPO (By Operasional),
Realisasi Kredit
Tabel 1. Realisasi Kredit
Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015
(Dalam Persentase)
Keterangan 2013 Naik Turun 2014 Naik Turun 2015 Naik Turun
Konsumer 106% - - 73% - 33% 131.39% 58.39% -
Komersial 76% - - 60% - 16% 89.74% 29.74% -
Realisasi 90% - - 67% - 23% 92.83% 25.83% -
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
35
Kredit
Sumber: Data diolah, 2017
Berdasarkan tabel III.1 diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 realisasi kredit senilai
90%, dan terjadi penurunan sebesar 23% pada tahun 2014 sehingga realisasi kredit di tahun 2014
senilai 67%. Pada tahun 2015 terjadi kenaikan realisasi kredit sebesar 25.83% sehingga realisasi
kredit di tahun 2015 senilai 92.83%.
ROA (Return On Asset)
Tabel 2. Rasio ROA (Return On Asset)
Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015
(Dalam Milliaran Rupiah)
Sumber : Data diolah, 2017
Dari tabel diatas juga dapat diketahui Total Aset terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2015
yaitu sebesar 171.807.592, sedangkan Total Aset terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2013
yaitu sebesar 131.169.730. Dari tabel diatas juga dapat diketahui besarnya ROA Bank BTN pada
periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui ROA terbesar Bank BTN terdapat pada tahun
2013 yaitu sebesar 1.63 %, sedangkan ROA terendah Bank BTN terdapat pada tahun 2014 yaitu
sebesar 1.07 %.
ROE ( Return On Equity)
Tabel 3. Rasio ROE (Return On Equity)
Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015
( Dalam Milliaran Rupiah )
Komponen Rasio ROE
(Return On Equity) 2013 2014 2015
Laba setelah pajak 1.443.057 1.115.625 1.811.337
Rata-rata Equity 11.556.753 12.206.406 13.860.107
Total ROE (dalam %) 12.50% 9.13 % 13.08 % Sumber: Data diolah, 2017
Dari tabel diatas juga dapat diketahui Rata-rata Equity terbesar Bank BTN terdapat pada tahun
2015 yaitu sebesar 13.860.107, sedangkan Rata-rata Equity terendah Bank BTN terdapat pada
tahun 2013 yaitu sebesar 11.556.753. Dari tabel diatas juga dapat diketahui besarnya ROE Bank
BTN pada periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui ROE terbesar Bank BTN terdapat
pada tahun 2015 yaitu sebesar 13.08 %, sedangkan ROE terendah Bank BTN terdapat pada tahun
2014 yaitu sebesar 9.13 %.
Komponen Rasio ROA
(Return On Asset) 2013 2014 2015
Laba sebelum pajak 2.140.771 1.548.172 2.541.886
Rata-rata Total Asset 131.169.730 144.575.961 171.807.592
Total ROA (dalam %) 1.63 % 1.07 % 1.47 %
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
36
NIM (Net Interest Margin)
Tabel 4. Rasio NIM (Net Interest Modal)
Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015
( Dalam Milliaran Rupiah )
Komponen Rasio NIM
(Net Interest Margin) 2013 2014 2015
Pendapatan bunga bersih 5.653.323 5.464.581 6.811.076
Rata-rata Aktiva Produktif 103.571.051 122.557.185 132.398.433
Total NIM (dalam %) 5.45 % 4.45 % 5.14 % Sumber: Data diolah, 2017
Dari tabel diatas juga dapat diketahui Rata-rata Aktiva Produktif tebesar Bank BTN terdapat
pada tahun 2015 yaitu sebesar 132.398.433, sedangkan Rata-rata Aktiva Produktif terendah Bank
BTN terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 103.571.051. Dari tabel diatas juga dapat diketahui
besarnya NIM Bank BTN pada periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui NIM terbesar
Bank BTN terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 5.45 %, sedangkan NIM Bank BTN terendah
terdapat pada tahun 2014 yaitu sebesar 4.45 %.
BOPO (Biaya Operasional)
Tabel 5. Rasio BOPO (Beban Operasional)
Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015
( Dalam Milliaran Rupiah )
Komponen Rasio BOPO
(Biaya Operasional) 2013 2014 2015
Total Beban Operasional 9.859.630 12.752.550 3.295.986
Total Pendapatan Operasional 11.995.539 14.298.763 3.853.712
Total BOPO (dalam %) 82.19 % 89.19 % 85.53 % Sumber: Data diolah, 2017
Dari tabel diatas juga dapat diketahui Total Pendapatan Operasional tebesar Bank BTN terdapat
pada tahun 2014 yaitu sebesar 14.298.763, sedangkan Total Pendapatan Operasional terendah
Bank BTN terdapat pada tahun 2015 yaitu sebesar 3.853.712. Dari tabel diatas juga dapat
diketahui besarnya BOPO Bank BTN pada periode 2013 sampai dengan 2015, dan diketahui
BOPO terbesar Bank BTN terdapat pada tahun 2014 yaitu sebesar 89.19 %, sedangkan BOPO
Bank BTN terendah terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 82.19 %.
Analisa Perkembangan
Pada analisa perkembangan kinerja laporan keuangan periode 31 desember 2013 sampai 31
desember 2015 pada PT. Bank BTN dapat dilihat pada tabel rasio sebagai berikut:
Tabel 6. Perkembangan Rasio Rentabilitas Menurut Standar BI
Periode 31 desember 2013 sampai 31 desember 2015
(Dalam milliaran rupiah )
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
37
Rasio Tahun Standar BI Ket
2013 2014 2015
ROA 1.63% 1.07% 1.47% 0,5%-1,25% ( jika hasil rasio
ini lebih tinggi maka
dikatakan perolehan laba
sangat tinggi).
Perolehan laba
sangat tinggi
ROE 12.50% 9.13% 13.08% 5%-12,5% ( jika hasil
rasionya di lebih besar maka
dikatakan perolehan laba
sangat tinggi).
Perolehan laba
sangat tinggi
NIM 5.45% 4.45% 5.14% 1,5%-2% ( jika hasil rasio ini
diatasnya maka dikatakan
margin bunga bersih sangat
tinggi).
Margin bunga
bersih sangat
tinggi
BOPO 82.19% 89.19% 85.53% ≤ 94 % (jika hasil rasio ini
dbawahnya maka dikatakan
semakin efisien biaya
operasional bank).
Biaya operasional
sangat tinggi
Sumber : Laporan Tahunan PT.Bank BTN ( Bank Tabungan Negara )
5. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :Semakin
meningkatnya rentabilitas maka semakin baik perusahaan dalam memperoleh kenaikan laba
bersih dan semakin baik pula perusahaan dalam pemberian kredit.Semakin rendahnya biaya
operasional perusahaan, maka semakin efisien bank dalam kegiatan operasionalnya.Keberhasilan
bank BTN pada tahun 2013 sampai dengan 2015 dapat dikatakan berhasil karena kondisi
rentabilitas dan realisasi kredit yang meningkat sesuai dengan ketetapan SE BI No. 6/23/DPNP
2004.Dalam segi KPR (Kredit Pemilikan Rumah), bank BTN mampu menjadi pesaing dalam
dunia perbankan.
Referensi
Arianti, M. dan Firdaus, R. (2009). Manajemen Perkreditan Bank Umum. Alfabeta
Budisantoso, T dan Sigit. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Empat
Haroen, N. (2012). Pembiayaan Musyarakah dari segi KPR. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi
Hasibuan, M. SP. 2005. Dasar-dasar Perbankan . Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ikatan Akuntansi Indonesia. (2009). Standar Akuntansi Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Jumingan. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
38
Kasmir. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Muljono, P. T. (2007). Manajemen Perkreditan bagi Bank komersil. Yogyakarta: Liberty
Prastowo, D. (2008). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan
YKPN
Rivai, V. (2007). Bank dan Financial Institution Management. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Sastrohamidjojo, H. (2008). Mudah Memiliki Rumah Idaman Lewat KPR. Jakarta: Galang Press
Supriyono, M. (2011). Buku Pintar Perbankan. Jakarta: Andi Publisher
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
39
Contribution Linkage and Role of Village Apparatus in Village
Finance Management to Achieve Accountability of Village Revenue
Expenditure Budget
Karmawan1 and Dony Yanuar
2
1Departement of Accountancy, Faculty of Economic, University of Bangka Belitung 2Department of Management, Faculty of Economic, University of Bangka Belitung
Abstract
This Empirical Research aims to look at the contribution and role of Management Village
Finance by village apparatus, overall activities including planning, Implementation,
administration, reporting and accountability of village finances and Funds Villages sourced
from the State Revenue and Expenditure Budget are designated For villages transferred through
the District / City Revenue and Expenditure Budget And used to finance the administration,
development, Community development, and community empowerment based on Ministerial
Regulation Internal Affair of Ministry Number 113 of 2014. The results of this study are expected
to contribute to the device Village in district of West Bangka Regency about Strategies to create
financial statements and manage a good budget, deliver Training on information technology for
village apparatus, training documenting ways and orderly administration and ways of making
numbers/codes and codes Documents / archives and others. The population in this study is all of
the villages in Mentok and Parit Tiga District of West Bangka Regency while the sample in this
study are geographically located villages in Mentok and Parit Tiga Districts of West Bangka
Regency. This study uses Primary Data in the form of interviews and Secondary Data taken
directly from Object of Research with statistics test. Descriptive and Quantitative Test
Correlation (relationship) with Pearson Correlation between research variable.
Keywords: Contributions, Role of Village Apparatus, Village Finance Management,
Accountability, Village of Revenue and Expenditure Budget.
1. Pendahuluan
Proses Pengelolaan Keuangan Desa merupakan rangkaian keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa
dan Dana Desa yaitu dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 113 tahun 2014 terutama implementasinya pada beberapa desa-
desa yang ada di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga di Kabupaten Bangka Barat.
Banyak pendapat dan persepsi dari Masyarakat awam biasanya mendeskripsikan Desa identik
dengan masyarakatnya yang miskin, tradisionalis, dan kurang terpelajar, namun sebenarnya desa
mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
40
yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme
pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini pembangunan desa masih
dianggap seperempat mata oleh pemerintah. Desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah, bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-
usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di
Daerah Kabupaten, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat tempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam persepktif sosiologis, desa adalah komunitas yang
menempati wilayah tertentu dimana warganya saling mengenal satu sama lain dengan baik,
bercorak homogen, dan banyak tergantung pada alam (Anwar dan Jatmiko, 2010).
Peraturan memberikan landasan bagi semakin otonomnya desa secara praktek, bukan hanya
sekedar normatif. Dengan adanya pemberian kewenangan pengelolaan keuangan desa
(berdasarkan Permendagri 37/ 2007) dan adanya alokasi dana desa (berdasarkan PP 72/2005),
seharusnya desa semakin terbuka (transparan) dan responsibel terhadap proses pengelolaan
keuangan. Dalam ketentuan umum Permendagri No.37 tahun 2007 juga disampaikan bahwa
pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan,
penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa,
sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa dapat mengelola keuangannya secara
mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan, juga mengelola
pembelanjaan anggaran. Akan tetapi pada kenyataanya sangat banyak desa yang belum dapat
memanfaatkan keistimewaanya tersebut, ketergantungan dana dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah sangat kuat.
Desa belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan desa dengan berbasis pada
kekayaan dan potensi desanya. Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) yang seharusnya diisi dengan kegiatan/program-program yang dibutuhkan oleh
masyarakat belum dapat diwujudkan, misalnya: kegiatan pembangunan fisik tersebut tidak
dilaksanakan sesuai dengan yang tercantum di dalam APBDes, contoh adanya kecurangan
terlihat mulai dari adanya perbedaan volume, kualitas, harga dan sebagainya. Kontribusi dari
penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, efektifitas dan ekonomis bagi
perangkat desa dalam pengelolaan dana desa di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga
Kabupaten Bangka Barat serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan terkait
perencanaan, program dan juga evaluasi terkait perkembangan daerah.
Berbagai penelitian tentang fenomena tersebut di atas sudah dilakukan oleh beberapa diantaranya
Putriyanti (2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan otonomi desa di Desa
Aglik memuat tiga agenda pokok yaitu kewenangan desa, perencanaan pembangunan desa, dan
keuangan desa. Penguatan akuntabilitas pemerintahan Desa Aglik dilakukan melalui tiga bentuk
pertanggungjawaban yaitu Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa kepada Bupati, Laporan
Pertanggungjawaban Kepala Desa kepada BPD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa kepada Masyarakat. Penguatan pemberdayaan masyarakat desa di Desa
Aglik dilakukan melalui program PNPM Mandiri Pedesaan, Kelompok Tani, Kelompok Ternak,
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
41
dan pembuatan pupuk organik dan masih kurang tanggapnya masyarakat terhadap informasi
Laporan Penyelenggaraan Desa serta kurangnya pengawasan terhadap pertanggungjawaban
pemerintah desa merupakan kendala dalam menguatkan akuntabilitas pemerintahan Desa Aglik.
Sedangkan dalam hal penguatan pemberdayaan masyarakat desa, tidak adanya pembukuan atas
penyelenggaraan program serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat atasprogram yang
dicanangkan merupakan kendala utama yang dihadapi dalam proses pemberdayaan masyarakat
di Desa Aglik.
Furqani (2010) dari hasil penelitiannya tentang manajemen keuangan dari Desa Kalimo
Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, transparansi terjadi hanya ketika perencanaan saja.
Hampir semua proses tidak memenuhi prinsip tanggung jawab karena ada beberapa hal dalam
proses yang tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37/2007. Sementara akuntabilitas sangat
rendah karena tanggung jawab tidak melibatkan masyarakat dan BPD (Badan Permusyawaratan
Desa/Badan Permusyawaratan Desa) sedangkan Anwar dan Jatmiko (2010) dapat menjelaskan
bahwa pemerintahan desa telah memperhatikan kesejahteraan desa serta dalam memperlakukan
keseluruh masyarakat dilakukan secara adil dan bijak. Penelitian ini merupakan pengembangan
dari beberapa penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk di terapkan di Desa-Desa
Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat.
2. Kajian Pustaka
Anggaran
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), menerangkan bahwa anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan
dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang
diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk
suatu periode. Menurut Nordiawan (2006) Anggaran merupakan sebuah rencana financial yang
menyatakan rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain dapat
mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan, estimasi besarnya biaya yang harus
dikeluarkan dalam merealisasikan rencana tersebut, perkiraan sumber-sumber mana saja yang
akan menghasilkan pemasukan serta seberapa besar pemasukan tersebut. Menurut Halim (2007)
anggaran (budget) adalah suatu rencana operasional yang dinyatakan dalam suatu uang dari suatu
organisasi, dimana suatu pihak menggambarkan perkiraan pendapatan atau penerimaan guna
menutupi pengeluaran tersebut untuk periode tertentu yang umumnya satu tahun. Menurut
Munandar (2001) Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi
seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk
jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.
Berbagai pengertian anggaran yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa
anggaran merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk dijadikan
pedoman atas rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain dapat
mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan, meliputi rencana pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasi
tertentu secara sistematis untuk suatu periode. Sedangkan menurut Adisaputo dan Asri (2003)
anggaran merupakan suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan
tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan. Dari pengertian
di atas dapat diambil kesimpulan yaitu: (a) Bahwa anggaran harus bersifat formal, artinya bahwa
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
42
anggaran disusun dengan sengaja dan bersungguh-sungguh dalam bentuk tertulis. (b) Bahwa
anggaran harus bersifat sistematis, artinya bahwa anggaran disusun dengan berurutan dan
berdasarkan suatu logika, (c) Bahwa setiap saat manajer dihadapkan pada suatu tanggung jawab
untuk mengambil keputusan, sehingga anggaran merupakan suatu hasil pengambilan keputusan
yang berdasar beberapa asumsi tertentu, (d) Bahwa keputusan yang diambil oleh manajer
tersebut merupakan pelaksanaan fungsi manajer dari segi perencanaan, koordinasi dan
pengawasan.
Transparansi
Salah satu unsur utama dalam pelaporan keuangan pemerintahan adalah transparansi.
Transparansi artinya dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah mengungkapkan hal-hal
yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk itu,
dalam hal ini yaitu masyarakat luas. Menurut Mardiasmo (2010), pengertian transparansi adalah
”Keterbukaan Pemerintah dalam membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan keuangan daerah
sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat”. Menurut Nordiawan (2006)
menyatakan “Transparansi memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara
terbuka dan menyeluruh atas pertanggung-jawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya
yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan”. Dari
uraian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa transparansi suatu negara dapat tercipta apabila
sistem pemerintahan negara tersebut memberikan kebebasan bagi masyarakatnya untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat luas.
Akuntabilitas
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntunan masyarakat yang harus
dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Sabeni dan Ghozali (2001)
menyatakan “Akuntabilitas atau pertanggungjawaban (accountability) merupakan suatu bentuk
keharusan seseorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan kewajiban
yang diemban nya sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Akuntabilitas dapat dilihat
melalui laporan tertulis yang informatif dan transparan”. Mardiasmo (2010) mengatakan
”Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (Principal) yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggung-jawaban tersebut”. Menurut Nordiawan (2006)
mengatakan ”Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan secara periodik”. Seperti yang telah dijabarkan, dari beberapa definisi tersebut
menurut Mardiasmo (2010) menjelaskan terdapat lima dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi
oleh organisasi sektor publik, yaitu: (1) Akuntabilitas Keuangan, Akuntabilitas keuangan terkait
dengan penghindaran penyalahgunaan dana publik; (2) Akuntabilitas Kejujuran dan
Akuntabilitas Hukum, akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan
jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan dengan adanya kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik; (3)
Akuntabilitas Proses, akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem
informasi manajemen dan prosedur administrasi; (4) Akuntabilitas Program, akuntabilitas
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
43
program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan dapat ditetapkan dapat dicapai atau tidak,
dan apakah telah mempertimbangkan alternative program yang memberikan hasil yang optimal
dengan biaya yang minimal; (5) Akuntabilitas Kebijakan, akuntabilitas kebijakan terkait dengan
pertanggung-jawaban Pemerintah, baik Pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Berdasarkan beberapa definisi di
atas mengenai pengertian akuntabilitas maka pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang terdiri atas Surplus/Defisit, LRA, Neraca
dan CaLK. Laporan keuangan tersebut merupakan komponen penting untuk menciptakan
akuntabilitas sektor publik dan merupakan salah satu alat ukur kinerja Financial Pemerintah
Pusat dan Pemerintah daerah.
Pemerintahan Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten dalam Widjaya HAW,
(2003), rumusan definisi Desa secara lengkap terdapat dalam Undang-Undang No.22/1999
tentang Pemerintah daerah: “Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai satu kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat
istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945. Landasan
pemikiran dalam pengaturan Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi
asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”. Desa dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan
Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat tempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengelolaan Keuangan Desa
Pengelolaan Keuangan Desa yaitu keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, ketatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa serta Dana Desa
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa
yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat, menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 113 tahun 2014.
Gambar 1. Rerangka Berpikir
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
44
3. Metode Penelitian
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Desa yang ada di Kecamatan Mentok dan
Kecamatan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah
Desa-desa yang letak geografisnya ada di Kecamatan Mentok dan Kecamatan Parit Tiga
Kabupaten Bangka Barat Hal ini dilakukan karena Desa–desa tersebut pertimbangannya
menerima dan juga mengelola Dana Desa.
Sampel Menurut Sugiyono (1999) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).
Sedangkan untuk pengambilan sampel teknik yang digunakan adalah Sampel dipilih dengan
menggunakan metode purposive sampling dimana populasi yang akan dijadikan sampel
penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu. Kriteria-kriteria tersebut
adalah Desa – Desa di Kecamatan yang dijadikan obyek penelitian tersebut sudah menerima dan
mengelola Alokasi Dana Desa baik dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat yaitu
Kementerian terkait.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan Data Primer berupa wawancara dan Data Sekunder yang diambil
langsung dari Obyek Penelitian. Metode pengumpulan data lainnya yang digunakan adalah studi
pustaka yaitu melalui jurnal, buku teks, artikel, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang masih
berkaitan dengan topik penelitian ini.
Metode Analisis Data
Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis Statistik
Deskriptif & Uji Kuantitatif. Statistik deskriptif merupakan metode untuk mengumpulkan,
mengolah, menyajikan, dan menganalisa data kuantitatif secara deskriptif. Statistik deskriptif
memberikan gambaran atau deskripsi dari suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan
distribusi) dan Uji Kuantitatif Korelasi (hubungan) dengan Pearson Correlation antar Variabel
Penelitian (Ghozali, 2013).
4. Pembahasan Hasil
Karakteristik responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori yaitu karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin dan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
terakhir. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Total Persentase (%)
Laki-laki 20 44.5
Perempuan 25 55.5
Total 45 100 Sumber : Data Primer diolah, 2017
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
45
Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase responden pria adalah 44,5% dan persentase responden
wanita adalah 55,5%. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dalam
penelitian ini terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu Sarjana S1 dan SMA. Jumlah tingkat pendidikan
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tingkat Pendidikan Total Persentase (%)
S1 12 26.7
Diploma 18 40.0
SLTA 15 33.3
Total 45 100 Sumber : Data Primer diolah, 2017
Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah responden dengan tingkat pendidikan terakhir adalah
Sarjana 12 orang atau sebanyak 26,7%, jumlah responden dengan tingkat pendidikan SLTA
adalah 15 orang atau 33,3%, dan jumlah responden dengan tingkat pendidikan Diploma adalah
18 orang atau 40,0%.
Dalam pembahasan ini, peneliti menekankan dampak alat analisis korelasi, yaitu peneliti
meneliti hubungan antara variabel yang akhirnya peneliti dapat menentukan faktor yang paling
dominan, sedangkan untuk mengetahui hasil korelasi dapat dilihat dengan rangking berikut. :
Tabel 3. Tingkat Korelasi Koefisien
Koefisien Tingkat Korelasi
0 Tidak berkorelasi
0.01-0.20 Sangat rendah
0.21-0.40 Rendah
0.41-0.60 Moderat
0.61-0.80 Kuat
0.81-0.99 Sangat Kuat
1 Sempurna
Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa kontribusi dan peran aparat desa di
kecamatan Mentok dan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat dapat dijelaskan hanya 20% aparatur
desa yang berkontribusi dan berkontribusi dalam pengelolaan dana kelurahan. Sedangkan dari
variabel perencanaan, dapat diketahui bahwa Aparatur Desa yang ada di Kabupaten Mentok dan
Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat dari sisi perencanaan dijelaskan 15,98% Aparatur
Desa yang terlibat dalam Pengelolaan Dana Desa. Sebanyak 46,42% Aparat Desa di Kecamatan
Mentok dan Parit Tiga di Bangka Barat telah menerapkan anggaran sesuai dengan Akuntabilitas
Pengelolaan Dana Desa.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
46
Tabel 4. Descriptive Statistics
Sumber : Data Primer diolah, 2017
Dalam hal Administrasi Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa berdasarkan hasil hanya 12,89%
aparatur desa yang sudah melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan dengan baik. Dalam
hal Pelaporan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa berdasarkan hasil 22,98% Aparat Desa yang
ada telah menerapkan Pelaporan Keuangan Desa Fund dengan baik. Sedangkan
pertanggungjawaban dapat disimpulkan bahwa 12.42% Perangkat Desa telah dilaksanakan
dengan baik untuk mewujudkan Dana Pengelolaan Akuntabilitas Desa di Kabupaten Mentok dan
Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat.
Tabel 5. Pearson Correlation Analysis
Sumber : Data Primer diolah, 2017
Berdasarkan hasil Uji Korelasi Pearson diperoleh r = 0,620 atau (hubungan kuat) antara,
Kontribusi dan Peran Perangkat Desa dengan Perencanaan di APBD untuk mewujudkan
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
47
Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Mentok dan Kabupaten Parit Tiga
Kabupaten Bangka Barat. Sedangkan hubungan antara Perencanaan APBD dengan Implementasi
diperoleh Nilai r = 0,655 atau (hubungan kuat), dalam upaya mewujudkan Akuntabilitas
Pengelolaan Dana Desa. Variabel Implementasi hubungannya dengan Administrasi APBD
diperoleh Nilai r = 0,731 atau (Relasi Kuat), dalam upaya mewujudkan Akuntabilitas
Pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka
Barat. Hubungan antara Administrasi Variabel dengan Dana Akuntabilitas APBD memperoleh
Nilai Korelasi r = 0,895 atau (Sangat Kuat) dalam mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Dana
Desa di Kabupaten Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat.
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kontribusi dan peran aparatur desa di
kecamatan Mentok dan Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat sudah dalam perencanaan APBD,
pelaksanaannya, administrasi dan akuntabilitas APBD Dana APBD juga baik. sedang
berlangsung dalam mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Dari Hasil Perhitungan
Hubungan Korelasi antara Variabel Administrasi dengan Akuntabilitas Dana APBD di
Kecamatan Mentok dan Kabupaten Parit Tiga Kabupaten Bangka Barat Sangat Kuat dalam
Mencapai Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Kecamatan Mentok dan Kabupaten Parit Tiga
Kabupaten Bangka Barat .
Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini hanya mengambil dua obyek Kecamatan saja di Kabupaten
Bangka Barat, sehingga menyebabkan hasilnya belum begitu sempurna, Waktu dan Biaya juga
menjadi masalah membatasi ruang, pergerakan dan waktu pelaksanaan studi ini.
Saran
Diharapkan peneliti lebih lanjut menambahkan obyek dan populasi dan sampel untuk
memperbaiki penelitian ini.
Referensi
Abdullah, S. dan Halim, A. (2006). Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah dalam
Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi
Pemerintahan, 2(2), pp. 1-18.
Anwar, M. dan Jatmiko, B. (2010). Pengelolaan Keuangan Desa Untuk Mewujudkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa Yang Transparan dan Akuntabel.
Putriyanti. A. (2012). Penerapan Otonomi Desa dalam Menguatkan akuntabilitas Pemerintahan
Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aglik Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo. Yogyakarta: UNY.
Bastian, I. (2007). Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi kedua. Jakarta: Salemba Empat
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
48
Furqani, A. (2010). Tesis: Pengelolaan Keuangan Desa dalam Mewujudkan Good governance
(Studi pada Pemerin-tahan Desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget Kabupaten
Sumenep). Jatim: UPN.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS. 20, Edisi Keenam,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, A. (2007). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo. (2010). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.
Nordiawan, D. (2006). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Sabeni, A. dan Ghozali, I. (2001). Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Yogyakarta: BPFE.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Pengelolaan Keuangan Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang berasal dari APBN.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Undang-undang Otonomi Daerah, (1999:47).
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
49
Effect of Financial Performance on Dividend Policy in
Manufacturing Companies in Indonesia Stock Exchange
Delfian Rian Zaman STIE Prakarti Mulya
Abstract
This study aims to examine the effect of cash ratio, debt to equity ratio, and return on the asset to
dividend payout ratio on manufacturing companies listed on Indonesia Stock Exchange with
observation period 2010-2014. The sampling technique used is purposive sampling so that the
number of samples is 27 companies. The analysis technique used in this research is multiple
linear regression and hypothesis test using t-statistic to test partial regression coefficient and f-
statistic to test the feasibility of research model with a level of significance 5%. Besides, there is
also a classic assumption test that includes normality test, multicollinearity test,
heteroscedasticity test and autocorrelation test. The result of the analysis shows that the
variables of cash ratio and return on asset have positive and significant influence, while the
variable of debt to equity ratio has a negative and significant effect to dividend payout ratio.
Keywords: Cash Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Dividend Payout Ratio.
1. Pendahuluan
Cash ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini berarti
setiap peningkatan nilai cash ratio maka pada umumnya akan terjadi pula peningkatan pada nilai
dividend payout ratio. Jumlah kas dan setara kas yang dipunyai perusahaan juga secara tidak
langsung akan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membagi dividen kepada para
pemegang saham. Debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend
payout ratio. Hal ini berarti dengan rendahnya nilai debt to equity ratio perusahaan maka pada
umumnya kemampuan perusahaan untuk membayar dividen akan semakin tinggi. Peningkatan
dan penurunan hutang sangat mempengaruhi jumlah laba bersih yang pada akhirnya akan
mempengaruhi nilai laba ditahan yang tercatat, jika nilai hutang tinggi tentu saja akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. Return on asset berpengaruh
signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini bermakna bahwa setiap kenaikan nilai return
on asset maka pada umumnya akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membayarkan
dividen kepada pemegang saham. Ini disebabkan karena meningkatnya kemampuan profitabilitas
perusahaan maka akan diikuti kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang
tinggi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah dividen yang akan dibagikan kepada para
pemegang saham.
Rumusan Masalah
1. Seberapa besar pengaruh Likuiditas Cash Ratio terhadap Dividen Payout Ratio?
2. Seberapa besar pengaruh Leverage debt to equity ratio terhadap Dividen Payout Ratio?
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
50
3. Seberapa besar pengaruh Profitabilitas Return On Aset terhadap Dividen Payout Ratio?
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh Likuiditas Cash Ratio terhadap kebijakan Dividen Payout Ratio?
2. Terdapat pengaruh Leverage Debt to Equity Ratio terhadap kebijakan Dividen Payout
Ratio?
3. Terdapat pengaruh Profitabilitas Return On Aset terhadap kebijakan Dividen Payout
Ratio?
2. Kajian Pustaka
Rasio Likuiditas
Menurut Kasmir (2012:130), Rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal
kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan.
Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar
dengan total passiva lancar (utang jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa
periode sehingga terlihat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
Tujuan dan manfaat rasio likuditas untuk perusahaan menurut Kasmir (2012:132) adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang secara jatuh
tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah
waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan
tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva
lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur di bawah satu tahun atau
sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total ktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva
lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi
sediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja
perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan
utang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan
membandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada
di aktiva lancar dan utang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat
rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
Bagi pihak luar perusahaan, seperti pihak penyandang dana (kreditor), investor, istributor, dan
masyarakat luas, rasio likuiditas bermanfaat untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban kepada pihak ketiga.
Jenis-jenis rasio likuiditas adalah sebagai berikut:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
51
1. Rasio lancar (current ratio) menurut Kasmir (2012:134) adalah sebagai berikut:
Rasio lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat
ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia
untuk menutupi kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo.
Rumus untuk mencari rasio lancar atau current ratio dapat yang digunakan
sebagai berikut :
2. Rasio Kas (Cash Ratio) menurut Kasmir (2012:138) adalah sebagai berikut :
Rasio kas atau (cash ratio) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat
ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau setara dengan kas seperti rekening giro atau
tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini menunjukkan
kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka
pendeknya.
Rumus untuk mencari rasio kas atau cash ratio dapat digunakan sebagai berikut:
Rasio Leverage
Rasio Leverage adalah mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansialnya yang terdiri dari utang jangka pendek dan utang jangka panjangnya. Data yang
digunakan untuk menilai leverage dalam penelitian ini adalah laporan keuangan pada perusahaan
manufakur yang secara berturut-turut membagikan dividen pada tahun 2010-2014 yang diperoleh
melalui (www.idx.co.id). Leverage didalam penelitian ini diwakili oleh debt to equity ratio. Debt
to equity ratio adalah rasio yang merupakan perbandingan antara total utang dengan modal
sendiri. Secara matematis, debt to equity ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2012:196) Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan
pendapatan investasi. Intinya adalah enggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan,
yaitu:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
52
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode
tertentu.
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjman
maupun modal sendiri.
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal
sendiri.
Jenis- jenis rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
1. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) menurut Kasmir (2012:200) Margin laba bersih
merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak
dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih perusahaan atas
penjualan.
Rumus untuk menghitung margin laba bersih (net profit margin) adalah sebagai berikut:
2. Hasil Pengembalian Investasi (Return On Investment/ROI) menurut Kasmir (2012:201) adalah
sebagai berikut:
Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return on investment (ROI) atau
return on assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva
yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas
manajemen dalam mengelola investasinya. Semakin kecil rasio ini semakin kurang baik,
demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari
keseluruhan operasi perusahaan.
Rumus untuk mencari return on investment (ROI) adalah sebagai berikut :
3. Hasil Pengembalian Ekuitas (Return On Equity/ROE) menurut Kasmir (2012:201) adalah
sebagai berikut:
Hasil pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) atau rentabilitas modal sendiri merupakan
rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan
efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi
pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.
Rumus untuk mencari return on equity (ROE) adalah sebagai berikut:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
53
Dividen
Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang
dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba di tahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan,
tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis.
Menurut Stice et al (2004:902) Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham dari suatu
perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing
pemilik. Sementara menurut Skousen et al (2001:757) yang dikutip oleh Manurung dan Siregar
(2008:3) Dividen adalah pendistribusian laba secara proporsional kepada para pemegang saham
sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
Menurut Martono dan Harjito (2005:253), menyatakan bahwa ”Kebijakan dividen merupakan
keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi di masa yang akan datang”. Warsono (2003:271) menjelaskan, Dividen
merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for
common stockholder) yang dibagikan kepada para pemegang saham. Hanafi (2004:361),
mengemukakan bahwa Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham,
disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dari
keuntungan dari laba perusahaan. Dyckman, et al. (2001: 439) menjelaskan bahwa dividen
merupakan distribusi laba kepada pemegang saham dalam bentuk aktiva atau saham perusahaan
penerbit. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dividen
merupakan bagian laba yang dihasilkan oleh perusahaan, baik berasal dari laba periode saat ini
ataupun laba periode sebelumnya yang dibagikan kepada pemegang saham sebagai hasil atas
investasi.
Menurut Warsono (2003:275), indikator untuk mengukur kebijakan dividen yang secara luas
digunakan ada dua macam, yaitu:
1. Hasil Dividen (Dividend Yield). Dividend Yield adalah suatu rasio yang menghubungkan
dividen yang dibayar dengan harga saham biasa. Dividend Yield menyediakan suatu
ukurankomponen pengembalian total yang dihasilkan dividen, dengan menambahkan
apresiasi harga yang ada. Beberapa investor menggunakan dividend yield sebagai suatu
ukuran risiko dan sebagai suatu penyaring investasi, yaitu mereka akan berusaha
menginvestasikan dananya dalam saham yang menghasilkan dividend yield yang tinggi.
2. Rasio Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio/DPR)
DPR merupakan rasio hasil perbandingan antara dividen dengan laba yang tersedia bagi para
pemegang saham biasa. DPR banyak digunakan dalam penilaian sebagai cara pengestimasian
dividen untuk periode yang akan datang, sedangkan kebanyakan analis mengestimasikan
pertumbuhan dengan menggunakan laba ditahan lebih baik daripada dividen
3. Metode Penelitian
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
54
Metode Penelitian ini untuk memperoleh gambaran tentang cash ratio, debt to equity ratio dan
retun on assets kebijakan dividen serta mengukur pengaruh kinerja keuangan terhadap kebijakan
dividen melalui pengujian hipotesis. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan
verifikatif. Penelitian deskriptif adalah penilitan yang bertujuan mendapatkan gambaran tentang
ciri-ciri variable penelitian sedangkan sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji
kebenaran suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan. Dalam
penelitian ini akan menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia.
Tipe penelitian ini adalah kausalitas, yaitu tipe penelitian adanya hubungan sebab akibat antara
variable bebas (independent variable) dan variable terikat (depedent variable). Unit analisis
dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI), melalui website : www.idx.co.id dan melalui situs-situs resmi perusahaan. Data dalam
penelitian ini menurut jenisnya merupakan data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu
skala numerik (angka). Menurut sumbernya, data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh melalui laporan tertulis berupa laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari Neraca,
Laporan Rugi/Laba, dan Laporan Perubahan Modal/Ekuitas yang diperoleh dari Bursa Efek
Indonesia. Laporan Keuangan yang menjadi objek analisis diambil selama kurun waktu 2010-
2014.
Populasi dan Sample
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini populasinya adalah perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2014. Periode 2010-2014 (5 tahun) digunakan
sebagai periode pengamatan karena dengan rentang waktu tersebut diharapkan akan didapatkan
jumlah sampel penelitian yang cukup dan dapat digeneralisasi. Sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel dalam penelitian
ini dipilih dengan metoda purposive sampling dengan menggunakan kriteria sebagai berikut. :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI berturut-turut dari tahun 2010-2014.
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangannya untuk periode yang berakhir 31
Desember.
3. Perusahaan yang membagikan dividen lima tahun berturut-turut dari tahun 2010-2014.
Berdasarkan data dari ICMD perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI adalah 170
perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut diseleksi kembali sesuai dengan kriteria purposive
sampling yang telah ditetapkan sebelumnya. Seleksi sampel penelitian disajikan pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Seleksi Sampel Penelitian
No. Kriteria Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI berturut-
turut dari tahun 2010-2014
170
2. Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangannya
untuk periode yang berakhir pada 31 Desember
(1)
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
55
3. Perusahaan yang tidak membagikan dividen lima tahun
berturut-turut dari 2010-2014.
(57)
Jumlah sample akhir 27
Jumlah Pengamatan 135 Sumber: Data peneliti, 2014
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 170 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari
tahun 2010-2014 hanya terpilih 27 perusahaan yang akan digunakan sebagai sampel penelitian
dan jumlah pengamatan sebanyak 108 pengamatan.
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
kuantitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan
dengan situasi yang terjadi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta
hubungan antar variabel untuk mendapatkan kebenaran, sedangkan metode kuantitatif bertujuan
untuk mengangkat fakta, keadaan variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang
dan menyajikan apa adanya (Sugiyono 2012). Adapun kriteria-kriteria yang harus dianalisis
dalam penelitian ini dijelaskan pada sub bab berikutnya.
4. Pembahasan Hasil
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi karakteristik
variabel penelitian khususnya mengenai mean dan deviasi standar. Pengukuran mean merupakan
cara yang paling umum digunakan untuk mengukur nilai sentral dari suatu distribusi data.
Deviasi standar merupakan perbedaan antara nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya.
Berikut ini disajikan hasil statistik deskriptif pengujian pengaruh cash ratio, debt to equity ratio,
dan return on asset terhadap dividend payout ratio pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CR 135 ,07 57,73 2,9789 5,10583
DER 135 ,14 3,24 ,8300 ,67565
ROA 135 -1,52 78,64 15,8411 14,06736
DPR 135 ,68 141,55 39,3160 22,34825
Valid N (listwise) 135
Sumber: Data peneliti diolah, 2014.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2 tersebut nampak bahwa dari perusahaan dengan
sampel sebanyak 135 pengamatan, nilai rata-rata DPR selama periode pengamatan sebesar
39,3160 dengan standar deviasi sebesar 22,34825. Hasil itu menunjukkan bahwa nilai standar
deviasi lebih kecil dari rata-rata DPR, demikian pula jarak yang cukup besar antara nilai
minimum dan maximum dari DPR dimana nilai minimum sebesar 0,68 dan nilai maksimum
sebesar 141,55. Hasil yang sama juga didapat oleh variabel cash ratio sedangkan untuk variabel
debt to equity ratio memiliki nilai rata-rata lebih besar dari 0,8300 > 0,67565 dan return on asset
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
56
memiliki rata-rata lebih besar dari 15,8411> 14,06736, hal tersebut menunjukkan penyimpangan
data yang rendah.
Hasil Asumsi Klasik
Uji normalitas
Uji normalitas yang bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau
residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Statistik uji yang digunakan untuk menguji
normalitas adalah One-Sample Kolmogorov–Smimov (K-S) Test seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Residual
N 135
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std.
Deviation 20,83336345
Most Extreme
Differences
Absolute ,062
Positive ,062
Negative -,047
Kolmogorov-Smirnov Z ,062
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Data diolah peneliti, 2014.
Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov - Smirnov menunjukkan tingkat signifikansi
sebesar 0,200. Angka ini lebih besar dari α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
yang digunakan memiliki distribusi data normal.
Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi
antarvariabel bebas. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance
inflaction factor (VIF) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
CR ,908 1,101
DER ,901 1,110
ROA ,991 1,010
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
57
Sumber : Data diolah peneliti, 2017.
Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada Tabel 4, nilai tolerance variabel bebas tidak
kurang dari 10% atau 0,1 dan nilai variance inflation factor (VIF) semuanya kurang dari 10 yang
berarti tidak ada multikolineritas antarvariabel bebas.
Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Untuk dapat
mengetahui adanya autokorelasi dilakukan dengan metode Durbin-Watson (DW). Hasil uji DW
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Uji Autokolerasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,362a ,131 ,111 21,07056 1,771
Sumber : Data diolah peneliti, 2014.
Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson yang diperoleh adalah sebesar 1,771.
Nilai ini terletak diantara DU<DW<4-DU yaitu 1,845<1,771< 2,303 sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi.
Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian
heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Glejser yang
ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 14,562 2,408 6,047 ,000
CR ,151 ,232 ,059 ,649 ,517
DER -,188 1,761 -,010 -,107 ,915
ROA ,086 ,081 ,093 1,066 ,288
Sumber : Data diolah peneliti, 2014.
Hasil pengujian menunjukkan seluruh variabel bebas tidak berpengaruh pada nilai absolut
residual yang dilihat dari nilai signifikan masing-masing variabel bebas diatas 0,05. Hal ini
berarti model regresi bebas dari heteroskedastisitas.
Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
58
Hasil analisis pengujian dengan menggunakan program SPSS 22 dirangkum dalam tabel 7
berikut ini.
Tabel 7. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 43,965 3,882 11,325 ,000
CR ,613 ,374 ,140 1,638 ,104
DER -9,734 2,839 -,294 -3,429 ,001
ROA ,101 ,130 ,064 ,779 ,437
Adjusted R2
= 0,111
F-test = 6,581
Signifikansi F = 0,000
a. Dependent Variable: DPR Sumber : Data diolah peneliti, 2014.
Berdasarkan Tabel 7 diatas terlihat bahwa nilai adjusted R2 adalah 0,111 atau 11,1 persen. Ini
berarti varian variabel bebas cash ratio, debt to equity ratio, dan return on asset memengaruhi
variabel terikat dividend payout ratio sebesar 11,1 persen sedangkan sisanya 88,9 persen
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai F test digunakan
untuk melihat hubungan variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 6,581 dengan signifikansi
0,000. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05, hal ini berarti model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah layak.
Dilihat dari Tabel 7 diatas maka dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai
berikut.
DPR = 43,965 + 0,374CR – 2,839DER + 0,130 ROA + ε
Hasil pengujian masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) Variabel cash ratio
Dari hasil penghitungan uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar 1,638 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,104. Karena nilai t hitung (1,638) lebih besar dari nilai t tabel
(1,978) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0,3% maka hipotesis 1
diterima. Ini berarti bahwa variabel cash ratio berpengaruh positif dan signifikan secara
statistik terhadap dividend payout ratio. Tanda positif pada koefisien menunjukkan bahwa
meningkatnya nilai cash ratio pada umumnya akan meningkatkan dividend payout ratio.
2) Variabel debt to equity ratio
Hasil penghitungan uji t diperoleh nilai t hitung sebesar -3,429 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,001. Karena nilai t hitung (-3,429) lebih kecil dari t tabel (1,978) dan nilai
signifikansi lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0,1% maka hipotesis 2 diterima. Ini berarti
bahwa variabel debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
59
terhadap dividend payout ratio. Tanda negatif yang terdapat pada koefisien regresi
menunjukkan bahwa menurunnya nilai debt to equity ratio pada umumnya akan
menyebabkan peningkatan dividend payout ratio.
3) Variabel return on asset
Hasil pengujian uji t diperoleh nilai t hitung sebesar 0,779 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,437. Karena nilai t hitung (0,779) lebih besar dari t tabel (1,978) dan nilai
signifikansi lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 43,7% maka hipotesis 3 diterima. Hal ini
berarti bahwa variabel return on asset berpengaruh positif dan signifikan secara statistic
terhadap dividend payout ratio. Tanda positif yang terdapat pada koefisien regresi
menunjukkan bahwa setiap peningkatan nilai return on asset pada umumnya akan
menyebabkan meningkatnya dividend payout ratio.
Pengaruh cash ratio (X1) terhadap dividend payout ratio (Y)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa cash ratio berpengaruh positif dan signifikan
secara statistik terhadap dividend payout ratio. Variabel cash rasio memiliki koefisien positif, ini
berarti bahwa apabila cash ratio meningkat maka kemungkinan dibagikannya dividen akan
semakin besar. Hasil pengujian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sutrisno (1999) yang menguji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dividend payout ratio.
Penelitian tersebut menggunakan sampel dari perusahaan publik yang listed di Bursa Efek
Jakarta periode tahun 1991-1996. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel cash
ratio berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini juga juga
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Andriyani (2008) yang melakukan penelitian
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada perusahaan otomotif
yang listed di Bursa Efek Indonesia periode 2002-2004. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa variabel cash ratio mempunyai pengaruh yang positif terhadap dividend payout ratio.
Hasil penelitian lainnya yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan
oleh Prihantoro (2003) yang menyimpulkan bahwa posisi kas perusahaan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Sunarto dan Kartika (2003) dan Chasanah (2008)
melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan hasil penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Sunarto dan Kartika (2003) menghasilkan kesimpulan bahwa
cash ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap terhadap dividend payout ratio, pada penelitian
yang dilakukan oleh Chasanah (2008) menunjukkan hasil bahwa cash ratio berpengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap dividend payout ratio pada perusahaan yang sebagian sahamnya
dimiliki manajemen sedangkan cash ratio berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
dividen payout ratio`pada perusahaan yang sahamnya tidak dimiliki manajemen.
Nilai positif dalam variabel cash ratio ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan jumlah kas
dan setara kas dalam perusahaan maka akan meningkatkan dividend payout ratio. Semakin likuid
perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan
tersebut. Meningkatnya cash ratio juga dapat meningkatkan harapan investor terhadap
kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. Mollah dan Keasen (2000) menyatakan
bahwa cash ratio merupakan variabel penting yang dipertimbangkan oleh manajemen dalam
penentuan kebijakan dividen. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar sehingga free cash
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
60
flow yang tinggi akan memungkinkan perusahaan lebih berfokus pada pembiayaan dividen atau
pelunasan hutang untuk mengurangi biaya keagenan (Mollah dan Keasen,2000).
Pengaruh debt to equity ratio (X2) terhadap dividend payout ratio (Y)
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap
debt to equity ratio. Semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya. Hal ini disebabkan karena semakin besar proporsi hutang yang
digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah
kewajibannya. Peningkatan hutang pada gilirannya akan memengaruhi besar kecilnya laba bersih
yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividend yang akan diterima, karena
kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividen. Jika beban hutang semakin
tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga
DER mempunyai pengaruh negatif dengan dividend payout ratio. Dilihat dari perkembangan
periode pengamatan, perusahaan manufaktur rata-rata memiliki nilai debt to equity ratio yang
rendah, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur lebih menyukai pmbiayaan dengan
modal sendiri daripada menggunakan dana dari pihak luar. Hal tersebut sejalan dengan pecking
order theory yang menyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari
hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan) daripada pendanaan dari luar. Hal ini tidak
terlepas dari usaha untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata pihak eksternal karena
hutang memberikan risiko yang tinggi, artinya perusahaan harus mampu mengambil keputusan
di tengah tawaran akan manfaat dari leverage atau menjaga kesejahteraan pemegang saham,
dengan menjauhkannya dari risiko tersebut.
Hasil pengujian penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Ismiyanti dan Hanafi (2004) yang meneliti tentang pengaruh kebijakan utang, kepemilikan
manajerial, risiko dan kepemilikan institusional dengan variabel kontrol ROA dan IOS
(Investment Opportunity Set) yang diproksi dengan Book Value Equity/ Market Value Equity)
terhadap dividen.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan hutang (diproksi dengan leverage)
berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Prihantoro (2003), Andriyani (2008), dan Appannan dan Sim (2011).
Prihantoro (2003) yang meneliti tentang estimasi pengaruh dividend payout ratio pada
perusahaan publik di Indonesia menyatakan bahwa debt equity ratio mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal
sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER akan
semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Jika beban
hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah
sehingga DER mempunyai hubungan negatif dengan dividend payout ratio. Andriyani (2008)
menghasilkan kesimpulan bahwa debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap dividend payout ratio. Kesimpulan ini didapat setelah meneliti pengaruh cash ratio, debt
to equity ratio, insider ownership, investment opportunity set, dan profitability terhadap
kebijakan dividen yang dilakukan pada perusahaan otomotif yang listed di Bursa Efek Indonesia.
Appannan dan Sim (2011) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada
lima perusahaan yang masuk kedalam kategori industri pengolahan makanan (konsumsi) yang
listed di Kuala Lumpur Stock Exchange. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel debt
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
61
to equity ratio dan past dividend per share adalah variabel yang paling kuat berpengaruh terhadap
dividend payout ratio.
Pengaruh return on asset (X3) terhadap dividend payout ratio (Y)
Pada variabel ini tanda positif pada koefisien regresi menunjukkan bahwa apabila return on asset
meningkat maka dividend payout ratio juga meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengaruh positif variabel return on asset terhadap dividend payout ratio menjelaskan bahwa
tingkat profitabilitas perusahaan akan berdampak pada peningkatan pembagian dividen yang
akan dibayarkan. Tanda positif dalam penelitian ini sesuai dengan teori information content or
signaling hypothesis yang dikemukan oleh Miller dan Mondigliani dalam Sartono (2010) yang
menyatakan bahwa kenaikan dividen merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa
manajemen meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Berdasarkan
teori tersebut, dapat ditunjukkan bahwa penghasilan yang tinggi melalui asset yang dimiliki yang
tercermin dari nilai return on asset menunjukkan pengaruh yang positif terhadap kebijakan
dividen. Dalam perkembangannya rata-rata return on asset pada industri manufaktur
menunjukkan hasil yang baik (data terlampir). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang tentunya akan meningkatkan nilai
perusahaan dan memberikan sinyal baik kepada investor tentang kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amidu
dan Abor (2006), Anil dan Kapoor (2008), dan Puspita (2009). Amidu dan Abor (2006) meneliti
tentang faktor-faktor yang memengaruhi dividend payout ratio pada 22 perusahaan yang listed di
Ghana Stock Exchange pada periode tahun 1998-2003. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
profitabilitas berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Anil dan Kapoor (2008)
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi dividend payout ratio pada
perusahaan-perusahaan IT di India. Hasil penelitian Anil dan Kapoor (2008) menunjukkan
bahwa variabel profitabilitas berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Puspita (2009)
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen dengan studi
kasus pada perusahaan yang terdaftar di Busa Efek Indonesia periode 2005-2007.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel return on asset berpengaruh positif dan
signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian kali ini bertolak belakang dengan
hasil penelitian sebelumnya. Damayanti dan Achyani (2006) yang melakukan penelitian terhadap
seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 1999-2003 dengan
menguji pengaruh antara variabel independen investasi perusahaan, likuiditas, profitabilitas,
pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan dan variabel dependen dividen payout ratio. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas tidak berpengaruh siginifikan terhadap
dividend payout ratio.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini:
1) Cash ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini berarti
setiap peningkatan nilai cash ratio maka pada umumnya akan terjadi pula peningkatan pada
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
62
nilai dividend payout ratio. Jumlah kas dan setara kas yang dipunyai perusahaan juga secara
tidak langsung akan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membagi dividen kepada
para pemegang saham.
2) Debt to equity ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal
ini berarti dengan rendahnya nilai debt to equity ratio perusahaan maka pada umumnya
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen akan semakin tinggi. Peningkatan dan
penurunan hutang sangat mempengaruhi jumlah laba bersih yang pada akhirnya akan
mempengaruhi nilai laba ditahan yang tercatat, jika nilai hutang tinggi tentu saja akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen.
3) Return on asset berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Hal ini bermakna
bahwa setiap kenaikan nilai return on asset maka pada umumnya akan meningkatkan
kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada pemegang saham. Ini
disebabkan karena meningkatnya kemampuan profitabilitas perusahaan maka akan diikuti
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang tinggi, yang pada akhirnya
akan mempengaruhi jumlah dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham.
Referensi
Damayanti, S. dan Achyani, F. (2006). Analisis Pengaruh Investasi, Likuiditas, Profitabilitas,
Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Payout Ratio.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 5(1), 51-62.
Dyckman, T. R., Roland E. D., Charles, J. D. (2002). Akuntansi Intermediate. Edisi Kesepuluh. Jilid I.
Terjemahan Emil Salim. Jakarta: Erlangga.
Elloumi, F. dan Jena-Pierre Gueyle, J. (2003). “CEO Compensation, IOS, and The Role of Corporate
Governance,” Corporate Governance, (1)2, 23-33.
Gaver, J. J. dan Gaver, K. M. (1993). “Additional Evidence on The Association Between The Investment
Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend and Compensation Policies, Journal of
Accounting and economics, 1, 233-265.
Ghozali, I. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi II. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Gill, Amarjit., Biger, N. dan Tibrewala, R. (2010). Determinants of Dividend Payout Ratios: Evidence
fro United States. The Open Business Journal, 3, 8-14.
Gitman, L. J. (2003), Principles of Managerial Finance. Edisi Kesepuluh. Massachusetts: Addison
Wesley Publishing Company.
Hafeez, A. dan Javid, A. Y. (2009). The Determinants of Dividend Policy in Pakistan. International
Research Journal of Finance and Economics, 29.
Hanafi, M. M. dan Halim, A. (2009). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: YKPN.
Harahap. (2012). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
63
Harahap, S. S. (2009). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.
Harahap, S. S. (2010). Teori Akuntansi Edisi Revisi 2011. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hatta, A. J. (2002). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen: Investasi Pengaruh Teori
Stakeholder. JAAI, (6)2.
Helfert, E. A. (1993). Analisa Laporan Keuangan. Edisi Ketujuh. Terjemahan oleh Herman Wibowo.
Jakarta: Erlangga.
Ghozali, I. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit
UNDIP.
Ismiyanti, F. dan Hanafi, M. (2003). Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institutional, Risiko,
Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen: Analisa Persamaan Simultan,” Makalah Seminar,
Simposium Nasional Akuntansi VI, Ikatan Akuntansi Indonesia, 260-276.
Jensen, M., and Meckling, W. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency, and Ownership
Structure, Journal of Financial Economics, 305-360.
Jensen, S. and Zorn. (1992). Simultaneous Determination of Insider Ownership, Debt and Dividend
policies, Journal of Financial and Quantitative Analysis, (27)2, 247-263.
Karen, F.R. (2003). A Blue Print for Corporate Governance. New York: American Management
Assosiation.
Wibowo, H. (1995). Akuntansi Intermediate. Edisi ke 7. Jakarta:. Bina Rupa Aksara.
Mahadwartha, P. A. dan Jogiyanto, H. (2002). Uji Teori Keagenan Dalam Hubungan Interdependensi
Antara Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen, Makalah Seminar, Simposium Nasional
Akuntansi V, Ikatan Akuntansi Indonesia, p.635-647 .
Manurung, I. A. dan Siregar, H. S. (2009). Pengaruh Laba Bersih Dan Arus Kas Operasi Terhadap
Kebijakan Dividen. Jurnal Akuntansi 3.
Martono dan Harjito, A. (2002). Manajemen Keuangan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Yogyakarta:
Ekonista.
Kasmir. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Prihantoro. (2003). Estimasi Pengaruh Dividen Payout Ratio pada Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, (1)8.
Puspita, F. (2009). “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividend Payout Ratio (Studi
Kasus pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2007)” ”(tesis).
Semarang : Universitas Diponegoro Semarang.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
64
Strategic Management of Organization Development and Civil
Service Based Pumpinghr Model at Ibn Khaldun University Bogor
Amir Tengku Ramly and Dudung Abdul Syukur
Ibn Khaldun Bogor University
Abstract
Ibn Khaldun University which is the oldest Islamic campus in the city of Bogor founded by ulama
leaders has a future interest to be a modern, leading-edge private campus with strong Islamic
roots. This study aims to get UIKA's human resource management strategy that can become a
strategic human resource for the achievement of UIKA's mission vision. This study is evaluative-
descriptive, scientific literature search results with secondary data and modern theories of
strategic management. UIKA's human resource development starts from creating strategic plan,
UIKA's future organizational structure and determining three important competency standards,
namely (1) core competency standard, and (2) managerial competency standard, and (3)
Supporting Competency.
Keywords: Human Resources, Strategic Management, Competence
1. Pendahuluan
Manajemen strategis adalah seni dan ilmu dalam penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian.
Manajemen strategis merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh
dewan direksi dan dilaksanakan oleh CEO serta tim eksekutif organisasi tersebut. Manajemen
strategis memberikan arahan menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat dengan bidang
perilaku organisasi. Manajemen strategis berfokus pada proses penetapan tujuan organisasi,
pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran, serta mengalokasikan
sumber daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi.
Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu
bisnis/aktifitas untuk mencapai tujuan organisasi. Ada tiga tahapan dalam manajemen strategis,
yaitu perumusan strategi, pelaksanaan strategi, dan evaluasi strategi.
Manajemen strategis berbicara tentang gambaran besar. Inti dari manajemen strategis adalah
mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber dayanya, dan bagaimana sumber daya yang ada
tersebut dapat digunakan secara paling efektif untuk memenuhi tujuan strategis. Manajemen
strategis di saat ini harus memberikan fondasi dasar atau pedoman untuk pengambilan keputusan
dalam organisasi. Ini adalah proses yang berkesinambungan dan terus-menerus. Rencana
strategis organisasi merupakan dokumen hidup yang selalu dikunjungi dan kembali dikunjungi.
Bahkan mungkin sampai perlu dianggap sebagaimana suatu cairan karena sifatnya yang terus
harus dimodifikasi. Seiring dengan adanya informasi baru telah tersedia, dia harus digunakan
untuk membuat penyesuaian dan revisi.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
65
Universitas Ibn Khaldun Bogor yang lahir tahun 1961 merupakan universitas tertua swasta di
Bogor yang didirikan oleh para pejuang bangsa lintas ilmu dengan mengedepankan nilai-nilai
syar‟i dalam visi dan misi pengajarannya. Visi universitas ibn khaldun menjadi "Universitas
Unggul Berbasis keislaman dan Teknologi Pada Tahun 2025". Adapun misi universitas Ibn
Khaldun adalah: (1) menyelenggarakan program pendidikan tinggi yang unggul berbasis nilai-
nilai keislaman dan penerapan teknologi, (2) mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni untuk kesejahteraan masyarakat sebagai perwujudan keagungan ajaran Islam, dan (3)
mengembangkan kerjasama dalam lingkungan nasional, regional, dan internasional dalam
pelaksanaan program tridharma perguruan tinggi.
Tujuan universitas Ibn Khaldun adalah (1) menjadi Universitas Islam yang memiliki keunggulan
dalam proses pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis nilai-
nilai keislaman dan penerapan teknologi, (2) menghasilkan insan akademik yang berakhlak
mulia, kreatif, inovatif, dan relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat, (3) menghasilkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan ajaran Islam, dan (4) terjalinnya kerjasama dalam lingkup nasional,
regional, dan internasional dalam pelaksanaan program tridharma perguruan tinggi. Berdasarkan
visi, misi dan tujuan tersebut maka UIKA dalam pengelolaannya membutuhkan SDM pegawai
(tenaga kependidikan) dan dosen yang berkualitas yang memiliki peran strategis dalam
pencapaian visi, misi dan tujuan Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pentingnya UIKA dalam pengembangan organisasinya
kedepan menggunakan strategic management dengan memperhatikan sejarah berdirinya UIKA,
visi misi, dan tridharma perguruan tinggi. Penelitian ini akan menjawab 3 permasalahan dasar,
yaitu (1) apakah yang menjadi focus pengembangan UIKA kedepan?, (2) apakah yang menjadi
strategic plan UIKA dalam pengembangan organisasinya?, dan (3) bagaimana menerapkan
prinsip pengembangan SDM PumpingHR Model dalam MSDM strategic UIKA?
2. Kajian Pustaka
Manajemen Strategik
Manajemen strategic menurut Harrrison (2003) sangat erat hubungannnya dengan keunggulan
kompetitif yang dalam prakteknya terdiri dari analisis, keputusan dan aksi dari organisasi.
Menurut sampurno (2011) definisi tersebut mencakup dua elemen penting yang menjadi inti dari
manajemen startegik, yaitu (1) tiga ongoing process (analisis, keputusan, aksi) dan (2) studi
mengetahui mengapa organisasi dapat mempunyai kinerja yang lebih baik dibanding dengan
yang lain. Manajemen strategic focus pada pertanyaan fundamental: “bagaimana organisasi
dapat bersaing dengan menciptakan keunggulan bersaing di pasar, tidak hanya sekedar karena
unik dan bernilai tetapi juga sulit bagi pesaing untuk menirunya?” (Sampurno, 2011).
Menurut Michael Porter dalam Sampurno (2011) keunggulan bersaing yang berkelanjutan, yang
tidak bisa di tiru tidak dapat diperoleh hanya melalui efektifitas operasional. Keunggulan daya
saing yang berkelanjutan (sustainable) hanya dapat dicapai melalui aktifitas dengan strategi yang
baik. Menurut Barney (1991) keunggulan daya saing yang berkelanjutan dapat dicapai apabila
organisasi melaksanakan value creating strategy. Barney menekankan keunggulan bersaing
berkelanjutan sangat ditentukan oleh sumberdaya strategis (strategic asset) dengan ciri-ciri:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
66
bernilai (valuable), langka (rare), tidak dapat ditiru (imperfectly imitable) dan tidak tergantikan
(non Subtitutiable).
Ada empat atribut penting manajemen strategic, yaitu (1) terarah langsung pada tujuan
organisasi, (2) melibatkan berbagai stakeholder dalam pengambilan keputusan, (3)
diinkoporasikan pada perspektif jangka pendek maupun jangka panjang, dan (4) menengarai
trade off antara efisiensi dan efektifitas (Des, Lumpkin & Eishner dalam Sampurno, 2011).
Dalam mempraktekkan manajemen strategic terdapat 5 tugas manajerial yang harus
dilaksanakan, yaitu (1) mengartikulasikan visi strategic dan misi organisasi, (2) merumuskan
tujuan yang merupakan konversi visi strategic menjadi kinerja spesifik yang harus dicapai oleh
organisasi, (3) menyusun strategi untuk mencapai outcome yang dikehendaki, (4) implementasi
dan eksekusi strategi, dan (5) evaluasi dan monitoring kinerja dan inisiasi corrective adjustment
terhadap arah lembaga jangka panjang, tujuan, strategi atau eksekusi dan implementasi strategi
(Thomson & Strickland, 2003).
MSDM Strategik
Manajemen Sumberdaya Manusia (MSDM) strategic menurut Mangkuprawira (2004) mengacu
pada bagaimana organisasi menggunakan karyawan dalam rangka memenangkan atau
mempertahankan keunggulan bersaing terhadap pesaing. MSDM Strategik merupakan suatu
system dimana terjadi keterkaitan antara MSDM dengan sasaran dan tujuan strategic organisasi
dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan serta mengembangkan budaya organisasi yang
mengadopsi inovasi dan fleksibilitas (Mathis & Jackson, 2003). MSDM strategic berbicara
mengenai integrase dan adaptasi yang konsentrasinya untuk memastikan bahwa (1) SDM
sepenuhnya terintegrasi dengan strategi dan kebutuhan strategic organisasi, (2) Kebijakan SDM
melekat baik melampaui area kebijakan maupun hierarki, (3) praktik SDM telah disesuaikan,
diterima, dan digunakan oleh manajer lini dan karyawan sebagai bagian dari pekerjaan sehari-
hari (Mangkuprawira, 2011).
Menurut Mello (2002) MSDM strategic meliputi 5-P, yaitu philosophy, policy, program,
practice, dan process. Secara rinci kegiatan 5 P itu adalah seperti pada Gambar 1 berikut ini
(Mangkuprawira, 2011).
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
67
Gambar 1. Kegiatan 5-P dalam Kebutuhan Manajemen dan MSDM Strategik
Manajemen sumberdaya manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian
yang memfokuskan diri pada unsur sumberdaya manusia (Umar, 2005). Tugas MSDM adalah
mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya.
PumpingHR Model
Pumping model merupakan karya intelektual peneliti yang telah diuji cobakan pada program-
program training selama 10 tahun sejak tahun 2004. Pumping model telah mendapat hak
kekayaan intelektual (HAKI) dari kemenkumham dengan No Haki: IDM000427876, tanggal 15
Agustus 2011. Kerangka Pumping Model terbentuk dalam 3 fondasi utama yaitu pumping
principle, pumping competence dan pumping action yang bersumber dari pendekatan-
pendekatan teori yang telah ada dan teruji secara ilmiah, yaitu:
Menggunakan perumpamaan pohon yang baik yang terdiri dari akar, batang dan buah/daun
(QS 14: 24)
Bersandar pada prinsip-prinsip model milky way (tata surya) yang terdiri dari pusat orbit,
titik orbit dan garis orbit.
Bersandar pada teori Iceberg yang memperlihatkan 3 alam manusia, yaitu bawah sadar
(unconsious) , prasadar (pra-consious) dan alam sadar (consious).
Bersandar pada teori-teori modern tentang anugerah manusiawi, yaitu pancaindera, otak, dan
hati.
Tabel 1. Komponen PumpingHR model dalam berbagai Analogi
Struktur/Komponen
Pumping HR model
Analogi
Pohon Tata Surya Manusia
Pumping Principle Akar Pusat Orbit Hati Ikhsan Iman
Pumping Competency Batang Titik Orbit Otak Iman Ilmu
Pumping Action Buah/daun Garis Orbit Pancaindera Islam Amal
Secara konsep Pumping model mengacu pada Al Qur‟an dan teori-teori talent management serta
competency management para pakar seperti David McClelland, Michael Armstrong, Gary S
Becker, Angela Barron, Dave Ulrich, R Palan, Lance A Berger, Dorothy R Berger, Michael
Zwell, dan lain-lain. Pumping model menggunakan konsep modal manusia, dimana didalamnya
memadukan potensi bakat, perilaku, personal ability, professional ability, kompetensi intangible
dan kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan emosional (EQ), serta kecerdasan adversity (AQ).
Pumping model sebagai konsep human capital menekankan pentingnya pengembangan unsur
manusia melalui penguatan nilai-nilai (value) menjadi kekuatan keyakinan (belief system), proses
kesadaran diri (self awareness processs) dan mengeksplor (memompa) potensi-potensi
terbaiknya sebagai perilaku dan karakter menuju pada kesuksesan diri.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
68
Gambar 2. Konsep Pengembangan SDM based Pumping HR Model (Ramly, 2016)
PumpingHR model mengandung aset-aset penting yang tidak tampak (intangible) yang sangat
dibutuhkan individu dan organisasi, yaitu 4 prinsip sukses, 12 kompetensi dan 5 langkah
tindakan (aksi) untuk sukses. Unsur-unsur nilai, kompetensi dan tindakan yang ada pada struktur
pumping model yang dimaksu adalah seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Intangible asset dari Pumping HR Model
Prinsip Sukses
Kompetensi Sukses
Tindakan Sukses K- Utama K-pendukung
1. Belief System
2. Core Values
3. Self Awareness
Process
4. Personality
(Perilaku dan
Karakter Sukses)
1. Visi 7. Mentality 1. Statement
2. Personality
Change
3. Self Controling
4. Network-
Collaboration
5. Continuous
Improvement
2. Leaderhip 8. Morality
3. Manajemen 9. Spirituality
4. Knowledge 10. Intuiting
5. Motivasi 11. thingking
6. Exercise 12. Feeling
Pumping HR model merupakan model pengembangan SDM dengan menggunakan prinsip-
prinsip Human Capital. Baron & Armstrong (2007) mengatakan “Human capital is an important
element of the intangible assets of an organization”. Human capital tidak dimiliki oleh
organisasi tetapi didapatkan melalui hubungan kerja dengan karyawan. Manusia mempunyai
kemampuan bawaan, perilaku dan energy pribadi. Unsur-unsur ini membentuk human capital
yang mereka bawa kedalam pekerjaannya (Davenport dalam Baron & Armstrong, 2007). Hasil
penelitian yang dilakukan Ramly (2016) menunjukkan bahwa pengembangan SDM dalam
organisasi harus memperhatikan 3 hal penting, yaitu (1) karakter SDM, (2) kompetensi SDM,
dan (3) perilaku SDM. Tiga komponen penting dalam Pumping HR Model tersebut
mempengaruhi terhadap kesuksesan, motivasi dan produktifitas kerja karyawan. Sange (1996)
mengajukan lima komponen penting dalam pengembangan diri dan organisasi pembelajar, yaitu
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
69
(1) membangun visi bersama, (2) kompetensi (keahlian) pribadi, (3) berpikir system, (4) model
mental, dan (5) pembelajaran tim.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dua tahap, tahap pertama bersifat kualitatif-deskriptif melalui
penelusuran literatur terkait hasil penelitian, sejarah, pedoman organisasi, kebijakan dan
pendapat para pakar manajemen organisasi. Tahap kedua bersifat evaluative dengan survey dan
wawancara. Menurut Sugiono (2005) penelitian kualitatif merupakan sebuah metode penelitian
yang digunakan untuk mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi sehingga
dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksankan demi kesejahteraan bersama. Masalah dalam
penelitian kualitatif bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau berganti setelah
peneliti berada di lapangan.
Sumber Data Penelitian
Dalam metodologi penelitian kualitatif, ada berbagai metode pengumpulan data/sumber yang
biasa digunakan. Menurut Millan dan Schumacer (2001) paling sedikit ada empat strategi
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) observasi partisipatif, (2) wawancara
mendalam, (3) studi literatur dan artefak, serta (4) teknik pelengkap. Menurut Bugin (2008)
metode literatur adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi
penelitian sosial untuk menelusuri data histories. Literatur merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang
(Sugiono, 2005).
Metode atau studi literatur, meski pada mulanya jarang diperhatikan dalam metodologi penelitian
kualitatif, pada masa kini menjadi salah satu bagian yang penting dan tak terpisahkan dalam
metodologi penelitian kualitatif. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran dan pemahaman baru
yang berkembang di para peneliti, bahwa banyak sekali data-data yang tersimpan dalam bentuk
literatur dan artefak. Sehingga penggalian sumber data lewat studi literatur menjadi pelengkap
bagi proses penelitian kualitatif (Dapur Ilmiah, 2014). Bahkan Guba dalam Bugin (2008)
menyatakan bahwa tingkat kredibilitas suatu hasil penelitian kualitatif sedikit banyaknya
ditentukan pula oleh penggunaan dan pemanfaatan literatur yang ada.
Metode Studi Literatur
Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008). Studi
kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian
akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat
praktis. Studi kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama yaitu mencari
dasar pijakan / fondasi utnuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir,
dan menentukan dugaan sementara atau disebut juga dengan hipotesis penelitian. Dengan
demikian para peneliti dapat menggelompokkan, mengalokasikan mengorganisasikan, dan
menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya.
Dengan melakukan studi kepustakaan, para peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan
mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti. Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
70
peneliti antara setelah mereka menentukan topik penelitian dan ditetapkannya rumusan
permasalahan, sebelum mereka terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan
(Darmadi, 2011).
Analisis
Dari literatur yang didapatkan, peneliti membandingkan dengan hasil penelitian, pendapat para
pakar dan visi-misi UIKA yang ada. Peneliti juga menggunakan prinsip-prinsip pengembangan
institusi yang dalam sejarah UIKA sangat erat kaitannya satu sama lain, yaitu manajemen
organisasi IPB. IPB banyak menghasilkan tokoh yang kemudian mengabdikan dirinya di UIKA
sebagai bukti komitmen ke Islaman dan rasa tanggungjawab terhadap amanah para tokoh dan
ulama pendiri UIKA. Dengan visi-misi yang ada, sejarah tokoh Ibn Khaldun dan motivasi para
pendiri UIKA serta system manajemen organisasi UIKA saat ini yang ada, peneliti memetakan
dalam teori-teori manajemen strategic dan hasil penelitian Pengembangan SDM berbasis
Pumping HR model serta pendapat para pakar manajemen organisasi dan manajemen SDM
strategic.
4. Pembahasan Hasil
Berdasarkan literatur sejarah pendirian, UIKA merupakan organisasi (universitas) tertua di
Bogor yang membawa visi keislaman dalam pendidikan tinggi. Dilihat dari tokoh-tokoh yang
menjadi pendiri UIKA merupakan orang-orang besar yang memiliki latarbelakang yang
beragam, namun memiliki visi dan misi yang sama. Para pendiri UIKA dimaksud adalah (1) dr.
Marzuki Mahdi, yang berlatarbelakang sebagai seorang dokter, yang namanya diabadikan
sebagai RS Marzuki Mahdi di kota Bogor, (2) KH. Sholeh Iskandar, berlatarbelakang ulama dan
pejuang yang namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di kota bogor, (3) RSA Karta
Djumena, (4) Ir. Prijono Hardjosentono, (5) Djunus Dali, (6) Ir. Imam Rahardjo, (7) RSA
Suwigyo, dan (8) H.M Djunaedi.
Berdasarkan literatur nama Ibn Khaldun Bogor diambil dari nama seorang ilmuwan muslim
bernama Ibn Khaldun yang hidup pada abad ke 14 Masehi, tepatnya beliau dilahirkan di Tunis 1
Ramadhan 732 Hijriyah (27 Mei 1332 Masehi) dan wafat di Kairo pada tanggal tanggal 25
Ramadhan 808 Hijriyah (19 Maret 1406 Masehi). Ibn Khaldun mempunyai nama lengkap Abu
Zaid Abdurrahman Ibn Khaldun. Ibn Khaldun juga seorang Sosiolog dan Sejarawan terkenal
dengan bukunya Mukaddimah. Beliau merupakan perintis filsafat sejarah dan sosiologi yang
tidak ada tandingan pada zamannya. Mengingat beliau seorang ilmuwan besar muslim dan juga
karena kebesaran jiwanya, maka para pendiri Yayasan Ibn Chaldun (Ibn Chaldun Foundation)
mengabadikan namanya sebagai nama Yayasan maupun nama Universitas. Ibn Khaldun yang
lahir di Tunisia dan besar di Mesir ini merupakan tokoh yang menguasai ilmu pengetahuan
multidisipliner. Salah satu bukunya “The Muqadimah” yang disebutkan diatas, menjadi bacaan
penting abad 21, bahkan CEO Facebook, Mark Zuckerberg, memasukan buku tersebut dalam 11
buku bacaan wajibnya.
Berdasarkan literatur visi misi lembaganya, UIKA memiliki visi misi “Menjadi Universitas
Unggul Berbasis Keislaman dan Teknologi Pada Tahun 2025”.
Sedikitnya ada 3 hal besar dalam visi misi UIKA, yaitu:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
71
(1) universitas unggul, yakni berdaya saing kompetitif,
(2) nilai-nilai Islam, dan
(3) penguasaan teknologi modern.
Selain visi misi tersebut, hasil literatur UIKA juga memiliki konsep program Islamisasi sains
dan kampus. Selain itu juga ada motto „Toward leading Isamic University dan juga ada motto
“iman, ilmu dan amal”. Berdasarakan literatur yang ada UIKA memiliki struktur organisasi
seperti Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Struktur Organisasi UIKA
Sumber: Buku Pedoman Akademik UIKA (telah diolah)
Berdasarkan literatur, UIKA memiliki norma-norma kehidupan (perilaku/artefak) yaitu: (1)
mengembangkan sikap 3 S (Senyum-Salam-Sapa) saat bertemu; (2) berpenampilan rapih dan
berpakaian Islami; (3) saling menghormati dan bertutur kata sopan santun sesuai Kaidah “Akhlak
al-karimah”; (4) menghentikan semua kegiatan apabila terdengar kumandang “Adzan” dan
bergegas untuk menunaikan sholat berjama‟ah di masjid; (5) menjaga dan melestarikan
lingkungan kampus; (6) menyelesaikan studi tepat waktu; (7) cinta dan haus ilmu pengetahuan
serta berfikir kritis sesuai kaidah ilmiah; (8) senang dan aktif berorganisasi dalam kebaikan; (9)
menjaga nama baik dan integritas almamater; (10) tidak berkhalwat di dalam lingkungan
kampus. (11) tidak merokok di area kampus.
Para pendiri UIKA yang merupakan perpaduan tokoh dari berbagai profesi menunjukkan bahwa
UIKA lahir atas keberagaman dan latarbelakang pendirinya yang mempersatukan mereka karena
visi dan aqidah yang sama. Sebagai penghormatan pada para pendiri, maka fakultas-fakultas
yang ada bisa mencerminkan keprofesian para pendirinya. Misalnya KH Sholeh Iskandar maka
dicerminkan dengan ada nya fakultas agama Islam. Yang roh pendidikan harus diisi dengan
semangat dan daya juang beliau sebagai pendakwah dan pejuang nasional. Fakultas yang sangat
penting untuk menjaga semangat pendirian UIKA adalah fakultas kedokteran. Dengan adanya
FK akan menjadi kekuatan bagi UIKA untuk terus maju dengan melahirkan dokter-dokter yang
tidak hanya menguasai teknologi tetapi juga nilai-nilai Islam dalam praktek para dokter.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
72
Dari nama Ibn Khaldun yang digunakan pendiri menunjukkan kesungguhan para pendiri untuk
melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam yang akan menjadi penerus ibn khaldun dalam perjuangan
dan keilmuwannya. UIKA melahirkan sosok-sosok manusia pembelajar dengan berbagai
penguasaan disiplin ilmu. Oleh karenanya sosok dan figure Ibn Khaldun harus menjadi motivasi
awal mahasiswa UIKA. UIKA membutuhkan perubahan organisasi dan manajemen sesuai
dengan kemajuan zaman dan tuntutan perubahan itu sendiri.
Untuk mewujudkan visi-misinya, UIKA perlu merancang strategic plan pengembangan UIKA
dalam jangka panjang 25 sd 50 tahun kedepan. Sehingga setiap pergantian rektor akan menjadi
pelanjut pencapaian visi-misi tersebut, dalam bentuk focus kebijakan tahunan dan 5 tahunan.
UIKA tidak boleh mapan secara penataan lembaga dan pengembangan SDM nya, karena
organisasi yang tidak siap berubah, maka akan mati. UIKA perlu mempraktekkan disiplin
kelima sebagai organisasi pembelajar (Senge, 1995).
Organisasi yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan pendekatan badan hukum milik negara
(BHMN) atau untuk UIKA dapat disebut Badan Hukum Milik Yayasan (BHMY). Mengacu pada
organisasi BHMN (IPB, 2013) setidaknya UIKA memiliki 5 organ utama, yaitu: (1) Majelis-
UIKA dan Senat Akademik, (2) Pengelola yaitu Rektor dan wakil rektor, (3) Pelaksana
Akademik, terdiri dari Fakultas, lembaga Penjamin Mutu, LPPM, departemen, dan pusat studi,
(4) Pelaksana Administrasi, yaitu direktorat dan kantor, dan (5) Penunjang Akademik yang
meliputi perpustakaan, lab/bagian, bengkel, rumah sakit, satuan usaha, satuan keamanan-
ketertiban, dan bentuk lainnya.
Pimpinan UIKA perlu membangun visi bersama civitas akademika melalui kepemimpinan
kampus yang inspiratif, intelektual dan transformative. Membangun visi bersama dapat dimulai
dari pengembangan dosen dalam manajemen system dan strategic. Menurut Arwildayanto
(2013) pengembangan SDM dosen sudah menjadi kebutuhan nyata bagi usaha perbaikan mutu
perguruan tinggi melalui proses yang sistematis, runtut, terukur dan terorganisir dibawah
kepemimpinan kampus yang baik.
Untuk norma-norma dan perilaku akademisi kampus (mahasiswa, karyawan dan dosen) perlu
dilakukan penguatan 3 hal utama, yaitu (1) pemahaman secara prinsip (core values) UIKA
sebagai Islamic University Culture, (2) perilaku dan tindakan-tindakan para akademisi sebagai
individu dan tim UIKA, (3) kompetensi unggul sebagai ciri intelektual dan pekerja keras, cerdas
dan ikhlas. UIKA harus merumuskan 3 standar kompetensi dasar bagi para civitas akademika
UIKA, yaitu (1) core competency UIKA, (2) managerial competency UIKA, dan (3) supporting
Competency UIKA.
Dalam penguatan kompetensi UIKA perlu mengembangkan manajemen kinerja dan indicator
kinerja kunci dalam berbagai perspektif, seperti perspektif stakeholder, academic dan research,
perspektif Quality Control Internal Process, dan perspektif ketokohan dan tim yang kuat.
Seperti contohnya IPB dalam menyusun manajemen kinerja selalu dimulai dengan pertanyaan,
bagaimana IPB dipandang oleh pemangku kepentingan, bagaimana cara menerjemahkan visi dan
misi IPB melalui kegiatan yang menghasilkan keunggulan riset dan akademik (IPB, 2012).
Sebagai gambaran standar penjaminan mutu secara komprehensif yang dimulai dari visi,
akademik, non akademik sampai ke indicator kerja adalah seperti Gambar 4 berikut.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
73
Gambar 4. Penentuan Kinerja UIKA secara menyeluruh
Sumber: IPB (2012) telah diolah.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
1. UIKA organisasi yang focus sebagai universitas dengan menghasilkan sarjana-sarjana
yang menguasai ilmu multidispliner dengan basis nilai-nilai Islam yang kuat.
2. UIKA dalam mewujudkan visi misi nya membuat strategic plan terkait manajemen dan
pengembangan organisasi kampus menuju Modern Islamic University sinergis dengan
gagasan pemikiran Ibn Khaldun.
3. UIKA menerapkan pengembangan SDM strategic berbasis PumpingHR Model dengan 3
competency utama, yaitu (1) membangun core competency dengan nilai-nilai luhur
pendiri dan muqadimahnya Ibn Khaldun, (2) mengembangkan managerial competency
bagi dosen dan karyawan serta lulusan UIKA yang sinergis dengan Standar Kerja
Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI), dan (3) menggunakan supporting competency
individu dan tim civitas akademika dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai
masalah.
Rekomendasi
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memahami efektifitas SDM dan penataan
organisasi UIKA saat ini dan disain organisasi serta MSDM strategic untuk mewujudkan
visi misi dan tujuan pendirian UIKA.
VISI UIKA
Standar Mutu
Eksternal
STANDAR MUTU UIKA
STANDAR AKADEMIK
STANDAR NON AKADEMIK
KOMPETENSI INTI, MANAGERIAL
DAN PENUNJANG
INDIKATOR KINERJA KUNCI UIKA
KINERJA UIKA
Perb
aik
an
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
74
Penataan organisasi UIKA dapat mencontoh system penataan perguruan tinggi BHMN
yang ada di Indonesia.
Perlu revitalisasi nilai-nilai keIslaman dan university culture yang bersumber dari nilai-
nilai dan gagasan ilmuwan Ibn Chaldun
Nilai-nilai “Muqadimah” dapat dijadikan materi wajib dalam masa perkenalan kampus
UIKA bagi mahasiswa baru, baik dalam bentuk ceramah, video, drama dan tau rekam
jejak perjuangan ilmuwan Ibn Khaldun
UIKA perlu membangun taman rektorat dengan artifak Ibn Khaldun sebagai semangat
dalam menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan keahlian para civitas
akademika dan alumni UIKA Bogor
Referensi
Alquranulkarim. (2016). Alquran dan Terjemahan nya Edisi tahun 2002 oleh Kementrian Agama RI.
Jakarta: CV Darus Sunnah.
Arwildayanto. (2013). Manajemen Sumberdaya Manusia Perguruan Tinggi, Pendekatan Budaya Kerja
Dosen Profesional. Bandung: Alfabeta.
Baron, A. & Armstrong, M. (2007). Human capital Management, Achieving Added Value Through
People. London & Philadelphia: Kogan Page.
Barney, J. (1991). Firm resources and sustained competitive advantage. Jurnal: Management Science, 17,
99-120.
Bugin, B. (2008). Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial
Lainnya. Jakarta: Kencana.
Darmadi, H. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Dapur Ilmiah. (2014). Penelitian Literatur. Online:http://dapurilmiah.blogspot.co.id/ 2014/06/penelitian-
literatur.html. Diunggah tanggal 9 November 2017.
Harrison, J. S. (2003). Strategic Management of Resources and Relationship. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
IPB. (2008). Strategic Plan Bogor Agricultural University 2008-2013. Bogor: IPB
IPB. (2012). Indikator Kinerja Kunci Menuju IPB sebagai Learning Organization Unggul. Bogor:
Simaker IPB
Jauhari, Heri. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: CV. Pustakasetia.
Khaldun, I. (2015). Mukaddimah. Terjemahan. Jakarta: Alkautsar.
Mangkuprawira, S. (2011). Manajemen Sumberdaya Manusia Strategik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mathis, R. L. & Jackson, J. H. (2003). Human Resource Management. 10th Edition, Ohio: Thompson
South-Western.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
75
Mello, J. A. (2002). Strategic Human Resource Management, Cincinati: South Western.
McMillan, J. H. & Schumacher, S. (2001). Research in Education: A Conceptual Introduction. New
York: Addison Wesley Longman Inc.
Palan, R. (2008). Competency Management. Jakarta: Penerbit PPM
Ramly, A. T. (2016). Disertasi: Evaluasi Program Pelatihan Pengembangan Sumberdaya Manusia
berbasis Pumping HR Model. Jakarta: Pascasarjana UNJ.
Sampurno. (2011). Manajemen Strategik: Menciptakan Keunggulan Bersaing yang Berkelanjutan.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Senge, P. M. (1996). Disiplin kelima. Jakarta: Binarupa Aksara.
Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Ruhenda, dkk. (2013). Pedoman Akademik Universitas Ibn Khaldun Bogor. Bogor: UIKA.
Tafoya, D.W. (2010). The Effective Organization. New York: Routledge.
Thomson & Strickland. (2003). Strategic Management, Concept &Ccases. Newyork: McGraw Hill
Higher Education.
Umar, H. (2005). Riset Sumberdaya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
76
The Opportunity of SMEs Development by Triple Helix ABG
Method in Supporting Creative Economy in Pangkalpinang City
Hamsani and Khairiyansyah
Department of Management, Faculty of Economics, University of Bangka Belitung
Abstract
Creative industries based on local wisdom are born from the creativity of the community who see
the potential and unique characteristics in its region. Pangkalpinang City is the capital of the
province of Bangka Belitung Islands always strives to improve economic development in
improving the level of welfare of its people, one of them through the creation of SMEs. This study
aims to identify and analyze how SMEs development opportunities by Tripple Helix ABG method
in supporting creative economy in Pangkalpinang City. Kind of this research is descriptive
qualitative approach by data collecting. This study is one of Small Research and Development (R
& D) category. Respondents of this research are the beginner perpetrator of SMEs Creative
Industry in Pangkalpinang City. The SMEs‟ men are 61 persons. In this research, creative
economy field covers 9 (nine) sectors: Advertising, Publishing and Printing, Fashion, Design,
Research and Development, Information Technology, Architecture, Craft, and Interactive
Games. The results of this study indicate the efforts and roles of each aspect of Triple Helix have
not been so maximal, so further development opportunities can still be done.
Keywords: SMEs, Creative Economy, Triple Helix ABG
1. Introduction
The creative industries developed in Indonesia are based on GDP, employment, as well as
corporate and international trade activities. In 2009-2014, Indonesia's creative industry is
targeted to contribute between 7-8%. Its GDP growth is calculated based on GDP growth that
has been targeted by the government and also the target of creative industry GDP contribution to
national GDP. Until now the GDP growth trend in creative industry sub-sector is 2.7% for
architecture; 2.4% for design; 2.6% for fashion; 5.9% for film, video and photography; 5.5% for
handicrafts; 12.5% for computer and software services; 0.6% for music; -3.9% for market and art
goods; -0.2% for publishing and printing; 12% for advertising; 14.9% for interactive games;
7.2% for research and development; 6.6% for performing arts; and 6% for television and radio.
Developing Creative Industry Based on Local Wisdom Through According to Desperindag in
blueprint printed 1 2009 "Creative Industries Development of 2025" mentions that the main
problem which becomes the focus of creative industry development plan to 2015 is the quality
and quantity of humanity of creative industry, business climate, technology, business networks
and capital. Capital is not the main problem to stimulate the development of this creative
industry but the most important is how the creative industry players can add soft skills that
support their business, technology, and information related to the industry. In an effort to
overcome the problems to develop creative industry in Indonesia can not only depend on
government efforts and programs only but there must be support from various parties such as
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
77
economic institutions, academics, business people, and society. Creative industries based on
local wisdom are born from the creativity of the community who see the potential and unique
characteristics if a product in association with local wisdom in the area. Pangkalpinang City is
the capital of the province of Bangka Belitung Islands always strives to increase economic
development in improving the welfare level of its people. Various efforts to improve the welfare
of the community through the development and empowerment of SMEs in Pangkalpinang city.
2. Literature Reviews
Definition of SMEs
In Indonesia, there are different definitions of SMEs based on the institutional interests that
define them:
a. Central Bureau of Statistics (BPS): SME is a company or industry with workers between
5-19 people.
b. Bank Indonesia (BI): SME is a company or industry with the following characteristics:
(a) its capital is less than Rp. 20 million; (b) for one round of his effort requires only Rp 5
juts; (c) having a maximum asset of Rp 600 million outside land and buildings, and (d)
annual turnover ≤ Rp 1 billion.
c. Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises (UU No. 9/1995): SMEs are
small and traditional economic activities of the people, with a net worth of RP 50 million
- Rp. 200 Million (excluding land and building of business place) and annual turnover ≤
Rp 1 billion; in the UMKM / 2008 law with a net worth of Rp 50 million to Rp 500
million and annual net sales of Rp 300 million to Rp 2.5 billion.
d. Keppres No. 16/ 1994: SMEs are companies with a maximum net worth of Rp. 400
million.
e. Ministry of Industry and Trade: 1) The Company has maximum assets of Rp 600 million
outside land and building (Ministry of Industry before merged), 2) The Company has
working capital below Rp 25 million.
f. Ministry of Finance: SMEs are companies that have a maximum turnover of Rp 600
million per year and or a maximum asset of Rp 600 million outside land and buildings.
g. Ministry of Health: companies that have quality standard marking in the form of
Certificate of Extension (SP), Domestic Brand (MD) and Foreign Brand (ML).
Definition of Triple Helix
This creative economic enterprise cannot develop by itself. "It" requires the touch of three
stakeholders known as the triple helix, ie businessmen, intellectuals, and government in a
holistic, concrete and sustainable networking.
Definition of the Creative Economy
The term creative economy began to be known globally since the advent of The How to Make
Money From Ideas (2011) by John Howkins. Howkins concisely defines the Creative Economy
as: "The Creation of Value as a Result Ideas". Howkins more clearly defines the creative
economy as an economic activity in which input and output are ideas. Or in one short sentence,
the essence of creativity is the idea. In other cases Howkins explains that creative economy is an
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
78
economic activity in a society that spends most of its time generating ideas, not just doing
routine and repetitive things.
Definition of the Creative Industry
According to DCMS (Creative Digital Industries National Mapping Project ARC Center of
Excellent for Creative Industries and Innovation, 2007) creative industry is an industry derived
from the utilization of creativity, skills and individual talents to create welfare and employment
through the creation and utilization of creativity and creativity such individuals (NAF / WRT /
001 / I / 2009 January issue). The same thing was also expressed by Mohammad Adam
Jerusalem (2009), that the creative industry is an industry that has authenticity in individual
creativity, skills and talents that have the potential to generate income and job creation through
the exploitation of intellectual property.
Figure 1. Research Framework
Research Purposes
To analyze and know how SMEs development opportunities through Tripple Helix ABG method
in supporting the creative economy in Pangkalpinang City.
Benefits of Research
A. Practical Benefits
1. Providing inputs for SMEs to be able to expand their business through Tripple Helix
ABG Method in supporting creative economy in Pangkalpinang City.
2. Providing inputs to local governments that there is a need for greater support in SME
development in Pangkalpinang City.
B. Theoretical Benefits
Application in SME development and empowerment strategy.
3. Research Methods
Type of Research
The approach taken in this research is the qualitative descriptive approach to data collection in
the field. This study belongs to the category of Small Research and Development (R & D). On
the aspect of the research will be revealed the profile of SMEs in the city of Pangkalpinang,
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
79
mapping potential creative industry players, and needs analysis through Triple Helix ABG
approach.
Time and Place of Study
The time of the research is conducted for 1 year, starting from January 2014 until December
2014. The place of research implementation is to SME creative industry players in
Pangkalpinang city.
Data Collection Technique
Data collection techniques, both primary and secondary data are done by:
a. Interview
The interview is collecting data obtained through questionnaire and answer with SME
Creative Industry players in Pangkalpinang city.
b. Field Research
Undertake the process of introduction to the object of research that includes activities at
the location of SMEs Creative Industries
c. Library Study
Techniques of collecting data sought the basics of thought through books, information,
and previous studies.
Population and Sample
Population and Sample in this research are SMEs Creative industry Beginner category in
Pangkalpinang City, with 9 sectors of study are: Advertising, Publishing and Printing, Craft,
Design, Fashion, Technology and Information, Interactive Game, Research and Development,
Architecture.
Data Analysis Technique
Because the data are related to behavioral exposure and statements and perceptions, the data are
generally qualitative data, while some data in the form of numbers or quantitative will be used to
complement and assist the descriptions of qualitative data.
4. Results
Recapitulation of interview result:
Table 1. Interview Results 61 Respondents – Yes/No Questions
NO YES (%) NO (%) MAJORITY
1 60 40 YES
2 40 60 NO
3 20 80 NO
4 40 60 NO
6 70 30 YES
7 60 40 YES
8 80 20 YES
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
80
9 80 20 YES
11 70 30 YES
12 60 40 YES
13 30 70 NO
14 80 20 YES
Source: Data processed by researchers, 2014.
Based on the above table can be obtained data as follows:
1. Most respondents answered that the universities (PT) have visited and do observation in
their place of business.
2. Most respondents answered that the PT never provided assistance and guidance to their
business.
3. Most respondents replied that the PT was never involved in the operationalization of their
business.
4. Most respondents answered that the PT has never given advocacy and consultancy related
to capital, technology, human resources, or managerial in their business.
5. Most respondents answered that the level of competition in their business is quite high.
6. Most respondents answered that their business also depends on other types of business.
7. Most respondents replied that their business has good prospects.
8. Most respondents answered that their business contributed to the growth of creative
industries.
9. Most respondents replied that the Government of Pangkalpinang City (Related Office)
had visited and made observations to their place of business.
10. Most respondents replied that the Government of Pangkalpinang City (Related Office)
once provided assistance and guidance to their business.
11. Most respondents answered that the relevant Dinas never made policies that complicate
the operationalization of their businesses.
12. Most respondents replied that the relevant Dinas provided formal training on capital,
technology, human resources, or managerial in their business.
The interview results are based on questions with explanations
Based on the results of interviews on respondents, obtained information as follows:
1. Respondents gave their opinion that what can be done by universities to support the growth
of creative industry are:
a. Participate and do their business assistance
b. Synergize with the government to provide counseling and training for their businesses
c. Can contribute to the facilitation of creative industries supporting equipment
d. Facilitate apprenticeship programs for students to assist their businesses
2. Respondents argue that what their business can do to support the creative industry is:
a. Improve their business performance with the achievement of profit that continues to
grow with positive progress
b. As inspiring business for follower development for similar business
c. Continue to grow up to support the tourism sector as a superior sector alternative
3. Respondents argued that the Pangkalpinang City Government to support the growth of the
creative industries could do the following:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
81
a. Strengthening government functions as mediators and regulators to enhance the
growth of creative industries.
b. To facilitate socialization to strengthen market share and coverage of creative
industries marketing area.
c. Facilitating the training of SMEs in the creative industry sector must be targeted and
appropriate benefits.
d. The Government may provide incentives or capital access facilities for the
development of creative industries in Pangkalpinang.
Urgency of Creative Industry Development in Pangkalpinang City
Here are some items that explain how the creative industry has a crucial role for the development
of several aspects of life:
1. Aspects of economic contribution: creating employment, creating prosperity of the
people of Pangkalpinang City.
2. Business aspects: creating markets for other industries and supporting other business
sectors in Pangkalpinang City.
3. Social impact: improving Human Development Index (HDI) and quality of life of the
people of Pangkalpinang City.
4. Identity: cultural heritage, build culture, keep the values that have been crystallized to the
people of Pangkalpinang City.
5. Innovation and Creativity: improving innovation, helping problem solving, and
stimulating creativity of the people of Pangkalpinang City.
6. Communication: strengthen ideas and ideas, as a discussion forum, and the outlook on
the people of Pangkalpinang City.
Creative Industry Development Opportunity in Pangkalpinang City
Source: primary data processed, 2014
Figure 2. Scheme of Development of 9 Creative Industries Sector in Pangkalpinang
From the schematic above picture can be explained the process of strengthening the development
of 9 creative industry sectors in Pangkalpinang can be pursued through Triple Helix method,
with detail explanation as follows:
Triple Helix
Academic
GovermentBusiness
R & D
Fashion
Percetakan
Iklan
ArsitekturIT
Kerajinan
Desain
Games
Industri Kreatif
Pe
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
82
1. From the Academic dimension, the efforts that can be done to strengthen the development of
creative industries include business assistance, counselling and training, equipment
facilitation, student internship program.
2. From the Business dimension, efforts that can be done is to improve business performance,
as a model (inspiring business), and support other business sectors
3. From the Government dimension, the strengthening of activities that can be done in
strengthening the function of mediator and regulator, facilitation of marketing, training, as
well as government incentives and easy access to capital.
5. Conclusions and Recommendations
Conclusions
Based on the explanation and discussion and the previous analysis can be concluded several
things as follows:
1. Efforts and synergy of academic, business, and government in developing creative industry
in Pangkalpinang felt not maximal yet.
2. Each Triple Helix dimension has a function and role in the development of Creative Industry
in Pangkalpinang
3. The creative industry is a crucial entity in improving the quality of life in some aspects of
life.
4. The existence of opportunities and gap efforts that still felt necessary to improve the creative
industry sector in Pangkalpinang.
Recommendations
1. The synergy of ABG needs to be continuously improved for the purpose of improving the
quality of Creative Industry in Pangkalpinang.
2. Any development opportunities suggested by respondents for the development of Creative
Industry need to get special attention from Pangkalpinang City Government.
3. One sector of Creative Industry such as craft should be a vehicle that can inherit and
strengthen the culture and values and norms prevailing in the community of Pangkalpinang
City.
References
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. (2008). Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia 2025: Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-202.
Etzkowitz, H. and Leydesdorff, L. (2000). The Dynamics of Innovation: From National Systems
and „Mode 2‟ to a Tripple Helix of University-Industry Government. Research Policy 29.
Ginanjar, S. (2010). Analisis Pengaruh Inovasi Produk Melalui Kinerja Pemasaran Untuk
Mencapai Keunggulan Bersaing Berkelanjutan (Studi Kasus Pada Industri Kecil
danMenengah Batik Pekalongan). Jurnal Fakultas Ekonomi Magister Manajemen UNDIP
Semarang.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
83
Kementrian Koperasi dan UKM. (2010). Renstra (RencanaStrategis) Kementrian Koperasi dan
UKM Tahun 2010 – 2014. Jakarta.
Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kuncoro, M. (2004). Otonomi & Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan
Peluang. Jakarta: Erlangga.
Muniarti, D. E. (2009). Peran Perguruan Tinggi Dalam Tripple Helix Sebagai Upaya
Pengembangan Industri Kreatif”. Seminar Nasional Jurusan PTBB FT UNY.
Purnama. dkk. (2003). Analisis Pengaruh Sumber-sumber Keunggulan Bersaing Bidang
Pemasaran Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis,
(2)8.
Sukarno, G. (2013). Pertumbuhan Industri Kreatif Di Surabaya Melalui Upaya Triple Helix Dan
Keunggulan Bersaing. Seminar Nasional & Sidang Pleno ISEI XVI.
Sukarno. dkk. (2012). Competitive Advantage Throught “SANTRI” Community In Improving
Performance, GLOBAL NETWORK. International Journal of Business Management, (5)2.
Tambunan, T. (2000), Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, Jakarta: PT Mutiara
Sumber Widya.
Tambunan, T. (2003). Perkembangan UKM dalam Era AFTA: Peluang, Tantangan,
Permasalahan dan Alternatif Solusinya. Paper Diskusi pada Yayasan Indonesia Forum
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
84
Linkage Investment Opportunity Set (IOS) with Financial Policy in
Growing Companies in Indonesia Stock Exchange (BEI)
Marheni STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung
Abstract
The aims of this study were to analyze the influence of disclosure policy, funding policy, dividend
policy on IOS and to analyze the difference of IOS influence on disclosure policy, fund policy
and dividend policy in the company grow and not grow. The population in this study were
companies listed on the Indonesia Stock Exchange there are 509 companies. The sample was
chosen by purposive sampling method as many as 88 companies. Methods of data analysis used
multiple linear regression analysis and independent t-test. The result of data analysis shows that
the company disclosure policy has no effect on IOS. Funding policies as measured by Book Debt
Equity companies had a significant effect on IOS. The dividend policy measured by the House of
Representatives had no significant effect on IOS. There were IOS differences, disclosure policies,
funding policies and dividend policies in the company growing and not growing.
Keywords: Disclosure, Funding, Dividends, IOS
1. Introduction
Determination of the right investment can be done based on the analysis of investment in the
capital market, one way to use fundamental analysis. This approach assumes that any securities
have intrinsic value, that dividends, capital structure, and growth potential of the company
(Hartono, 2007). The intrinsic value is also called the fundamental value of the value that reflects
the true value of the company (Hartono, 2007). The intrinsic value of shares also shows the
characteristics of the firm as a basis for knowing whether a stock is rated undervalued or
overvalued. Differences in the value of the shares are influenced by the company's internal
condition which the company is a growing or not growing company and growth potential can be
shown by the comparison between the value of stock market and the value of the book (Hartono,
2007). According to Smith and Watts (1992), company growth can be proxied by a combination
of various values of Investment Opportunity Set (IOS).
IOS is a collection of investment options in the future. Gaver and Gaver (1993) argue that an
enterprise's IOS is inherently unobservable, so IOS needs a proxy for interpreting it. IOS scores
are in the form of book values of assets and firm equity and the value of future growth
opportunities of a company (in the form of the market value of the firm). IOS shows the present
value of the company's choices to make future investments (Chung and Charoenwong, 1991).
Chung and Charoenwong (1991) who say that the essence of growth for the company is the
existence of investment opportunities that can generate profits. Furthermore, growing companies
will respond positively to the market (Nugroho and Hartono, 2002).
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
85
IOS is related to policies made by management, including disclosure policy, funding policy and
dividend policy. Disclosure policy related to the financial statements and various information
submitted by the issuer to know the growth of the company. The company's funding policy is
used to finance the company's operations, development and research as well as improving the
company's performance. Cristian Herdinata (2007) explains that firms tend to determine the
selection of funding sources that is with internal equity first, if internal equity is considered not
sufficient new use external finance. Companies tend to determine the selection of funding
sources that is with internal equity first, if internal equity is considered not sufficient new use
external finance.
Pecking Order Theory states that the company prioritizes funding of investment opportunities
with internal financing and subsequently with external financing (Keown et al., 2001: 355). This
is in line with the contracting hypotheses that the company's funding grew more sourced
internally ie retained earnings, rather than external factors such as debt and stock expenses.
Martati (2010) that rises investment options prefer internal funding rather than expensive
external funding. Meanwhile, according to signalling hypothesis, growing companies have
higher debt, assuming the company has better conditions in the face of financial distress (Smith
and Watts, 1992). IOS is related to disclosure policy. Skinner (1993) also conducted a study of
the relationship between the choice of corporate accounting procedures with IOS. Some studies
provide encouraging evidence that the content of financial reporting practices is significantly
influenced by organizational characteristics. Disclosure policy of each company is different
according to the level of importance. The average issuer on the Indonesia Stock Exchange fulfills
the obligation to submit reports in accordance with the OJK rules on mandatory disclosure.
Conversely, voluntary disclosure depends on the policies of each company. Investors use the
financial statements and various information submitted by each issuer to know the growth of the
company. This is related to the possibility of investment opportunity for the company. Hadi and
Sabeni (2002) undertook research on factors affecting the voluntary disclosure of firms that went
public on the Indonesia Stock Exchange. The results of this study concluded that the larger the
size of a company the more extensive the voluntary disclosure of the company.
The IOS linkage to the disclosure policy is explained by the efficient contracting perspective
which states that acceptance of accounting arrangements and disclosure options is developed to
maximize corporate value and managers voluntarily select accounting policies and disclosures to
reduce intensive conflict between managers, shareholders and owner of debt (Watts and
Zimmerman 1990). Transparency of management report disclosure is required to avoid such
conflicts. Management is required to convey various information about the company openly so
as to know the performance of management and growth of the company. Companies in addition
to submitting routine financial reports also need to submit other information that can add value to
the company's performance put into disclosure. The growth conditions of the company affect the
funding policy and the dividends made. Gaver and Gaver (1993) and Skinner (1993) found
evidence that growing and non-growing companies adopted different funding policies. Funding
policies in a company should aim to maximize prosperity. The policy should consider and
analyze the combination of sources of funding economically for the company to finance
investment needs for the company. The company's decision on debt usage is also intended to
maximize the prosperity of the company owners by maximizing profits. Maximizing the
prosperity of the company owner is measured by the earnings per share. Firms that grow have
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
86
less leverage than firms that do not grow with consideration to reduce the risk of their business,
in case of failure so unable to pay interest on the debt. Prasetyo (2000), Isnaeni (2005), Herdinata
(2007), Kusumawati and Sodiq (2008) stated that the funding policy is relatively small for the
growing companies. The results of this study suggest that there is a difference in terms of
funding policies between growing companies and companies that do not grow. The funding
policy is proxies with the book value of debt to equity associated with IOS.
Dividend policy is a policy that is done with a fairly expensive expense, because the company
must provide funds in large amounts for dividend payout purposes. Companies generally make
stable dividend payouts and refuse to reduce dividend payouts. Only companies with high profits
and bright future prospects are able to pay dividends. Many companies are always
communicating that the company has a perspective and facing financial problems will certainly
be difficult to pay dividends. This has an impact on companies that pay dividends, marking the
market that the company has a bright future prospect and is able to maintain the level of dividend
policy set in the previous period. Companies with bright future prospects will have higher stock
prices. Fijrijanti and Hartono (2000) also proved that firms that grew smaller dividends than
firms that did not grow because the retained earnings generated by the company were mostly
allocated for expansion. The purposes of this study are:
1. To analyze the effect of disclosure policy on IOS.
2. To analyze the effect of funding policy on IOS.
3. To analyze the effect of dividend policy on IOS.
4. To analyze the differences in IOS, disclosure policy, funding policy and dividend policy in the
company grow and not grow.
2. Literature Reviews
Investment Opportunity Set (IOS)
Understanding investment, in general, is the activity of investing capital by investors on a
particular asset to get a greater return than the sacrificed. Aharony (2010) defines investment as a
current commitment in money, for a period of time in order to obtain future payments that will
compensate investors for: (1) the time when funds are used, (2) expected inflation rate and (3)
uncertainty over future payments. Investors in the meaning can be individuals, companies or
governments. Dharmapala et. al. (2008) mentions investment is the current commitment to
money or other resources in the hope of making a profit in the future. To invest, a company
needs an opportunity, a plan or project to choose from to achieve its goal of making more
money. A set of investment opportunities (sets of investment opportunities) are the investment
options available to the individual or company that the company can do. The firm's investment
opportunities affect the way managers, owners, investors and creditors think about the value of a
company. Future investment options are related to company growth rates. The growth of the
company is expected to provide a positive aspect for the company as there is an opportunity to
invest in the future. Smith and Watts (1992) argue that the company's growth opportunities are
seen in investment opportunities proxied with various Investment Opportunity Set (IOS) value
combinations. Smith and Watts (1992) explain that IOS is a component of company value
derived from the choice to make the investment in the future. The Kallapur and Trombley (1999)
research states that the company's IOS influences the way companies are rated by managers,
owners, investors and creditors.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
87
From the above definition, it can be interpreted that the IOS contains two terms. First, IOS is an
investment decision by the company to provide positive growth, so IOS is considered a growth
prospect. Secondly, IOS is the company's ability to determine the type of investment to be
performed. For a company that is not able to choose the right investment, then the expenditure
will be higher than the value of the lost opportunity. Therefore, it can be concluded that IOS is
the relationship between current expenditure and future value/return/prospect as a result of
investment decision to generate shareholder value. Future investment options are not solely
indicated by projects supported by research and development activities (Gaver and Gaver, 1993).
But it is also demonstrated by the company's deeper ability to exploit the opportunity to take
advantage of other firms in its industry group. This high corporate capability is unobservable.
Future investment options are related to the company's growth rate. The growth of the company
is expected to provide a positive aspect for the company as there is an opportunity to invest in the
future. The growth opportunities will be seen on investment opportunities proxied with various
combinations of investment opportunity set value. Companies that make various investment
choices signal that the company is in its infancy.
Companies that are growing are not always small companies that are actively conducting
research and development activities. Small firms face a limited choice in determining and
executing new projects or if they want to restructure existing assets. Large companies tend to
have dominance in restructuring their potential markets (Gaver and Gaver, 1993). Large
companies often have a competitive advantage in exploring emerging investment opportunities.
The variation of corporate strategy choices in order to gain a competitive advantage as well as
the difference in investment decisions taken by firms to deal with competing companies entering
the market lead to investment opportunity sets (Gaver and Gaver, 1993). Various iOS proxies
have been used in many previous studies and always indicate that there are always unusable IOS
proxies, so there is no agreement on the proxies that can represent an appropriate investment
opportunity set (Gaver and Gaver, 1993). The measurement of the measurement of the firm's
market value at the book value of the asset is measured by the percentage of firm value
associated with asset-in-place. The higher this ratio indicates a lack of dependence on assets and
higher growth options. The growth opportunities and the firm's market value on the asset book
value should be positively correlated. The difference between the book value and the equity
market will occur because the growth opportunities in the firm (Anindita and Prashant, 2010),
the market value of the book value of equity, measure the value of the firm as the proportion of
non-growth opportunities so that the market value of the book value of equity is expected to
increase along with increasing growth opportunities.
The market value of the firm on the book value of assets (MKTBKA) is measured from the
percentage of firm value associated with the assets-in-place. The higher the ratio indicates the
lack of dependence on the asset and the higher the growth option. Growth opportunities and
MKTBKA should be positively correlated. Chung and Chaeroewong (1991) show that the price
to earnings ratio will increase as the percentage of earnings coming from the assets-in-place
increases. The earnings-to-price ratio tends to be inversely related to growth options. If the ratio
is used to reverse ratio, Price to Earnings Ratio (P / E), it is expected to have a positive
relationship between P / E and growth options. The impact of these measures was tested
collectively not individually because the results found no significant difference between the two.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
88
Identify the size of IOS, in general, using analytical factors such as those done by Gaver and
Gaver (1993).
IOS Relationships with Disclosure Policy
According to Chairiri and Imam Ghozali (2000) disclosure means that the financial statements
should provide sufficient information and explanation about the activities of a business unit. The
information must be complete, clear and can describe accurately the economic events that affect
the results of operations unit. Disclosed information should be used and not confuse the users of
financial statements in economic decision-making. Hossain et. al. (2000) revealed that IOS has a
positive and significant impact on disclosure. Hossain et. al. (2005) examines the effect of IOS
against voluntary disclosure of simultaneous approaches to firms in New Zealand, they found
IOS to positively and significantly influence the level of voluntary disclosure. Akhtaruddin and
Hossian (2008), show that companies with high-profit growth rates, the higher the voluntary
disclosure by ownership control.
Kumalahadi (2004) measured IOS using these six proxies. These ratios are expected to reflect
the company's investment opportunities, the higher the IOS ratios, the higher the growth
opportunity of the company, because the IOS ratios are a good description for the company's
growth. If the company has a good growth opportunity, will signal through the disclosure. In
order to control the size of the company, the use of natural log market capillarization (LMCAP),
dichotomous indicator variable (OFF), is coded 1 for firms issuing securities in year 1 or
intending to issue securities in year t + 1 and 0 besides. The measure of the percentage of shares
held by the public (OWNST) is to control stock spread.
IOS Relations with Funding Policies
Funding and dividend policies are corporate policy forms based on contracting theory.
According to Imam Subekti (2000) contracting theory in principle uses the main assumption that
the company's policy selection aims to maximize the value of the company. Companies that
grow need funding where the funding can be obtained from internal financing resources as well
as external financing resources. Internal funding is funding derived from within the enterprise
itself derived from retained earnings that are not distributed as dividends to shareholders, while
external funding is financed from outside the enterprise ie debt obtained from the creditor. Each
company has its own policy of providing funding to invest. Gaver and Gaver (1993) have found
evidence of a link between IOS and the funding policy. Subekti and Kusuma (2000) who stated
that growing companies have smaller funding policies than non-growth companies. Prasetyo
(2000), Isnaeni (2005), Herdinata (2007), Kusumawati and Sodiq (2008) stated that the funding
policy is relatively small for the growing companies. The results of this study suggest that there
is a difference in terms of funding policies between growing companies and companies that do
not grow. The funding policy is proxied with the book value of debt to equity associated with
IOS.
Determination of funding and dividend policy according to Barclay et. al. (1998) relates to the
problem of the company's free cash flow. High growth companies have a profitable opportunity
to fund investments internally so that companies are not tempted to pay more profits to outsiders.
Conversely, low-growth companies seek to withdraw funds from the outside to fund investments
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
89
at the expense of most of their earnings in the form of dividends or interest. This requirement
according to Barclay et. al. (1998) is consistent with the prediction of contracting theory which
suggests that firms that have the option to grow larger will have less debt because the company
prefers solutions to its debt-related problems.
IOS Relationships with Dividend Policy
The dividend policy concerns the issue of the use of profits that are the rights of shareholders.
Basically, such profits may be divided into dividends or held for reinvestment. Thus the question
should be when (meaning, under what circumstances) the profit will be distributed and when it
will be withheld, keeping in mind the company's goal of increasing the value of the company.
The problem sometimes becomes complicated because of external funding alternatives. Thus it is
possible to divide the profits as dividends, and at the same time issue new shares. Or is it better
not to share dividends and also not to issue new shares? Another problem is that the company
can distribute dividends not in cash but in the form of shares (known as stock dividends) or buy
back (partial) shares (known as the repurchase of stock) (Husnan, 2003). The payment of
dividends in the past will affect the number of funds that can be used for investment in the
future. Asymmetric information causes the company's behavior in determining dividend policy
to be a signal as a future prospect of the company. Investment opportunities owned by the
company will be related to the number of dividends distributed. Companies that have many
opportunities for investment will encourage the company to make a small dividend payout, so
the company has internal equity to fund the investment. Conversely, companies lacking
investment opportunities will encourage companies to make high dividend payouts. Thus seen
the relationship between IOS and dividend payout ratio. The research to find out the relationship
between investment and dividend payout ratio has been done by Fijrijanti and Hartono (2000)
support the research of Subekti and Kusuma (2000) that dividend policy is relatively small for
the company to grow. The results of their research found that investment is negatively related to
dividends meaning that companies with high IOS will pay smaller dividends.
The Company Grows and Does not Grow
Stage of life journey of the company will experience 2 conditions that company grow and
company not grow. Kallapur and Trombley (1999) examined the tested ratios of market to book
value assets (MTBVA), on the premise that the company's growth prospects were reflected in
stock prices, the market rated the growing company larger than its book value, market to book
value of equity (MTBVE) reflects the market rate of return on future corporate investment to be
greater than expected return of equity, price to earnings (PER), capital expenditure to book value
assets (CAPBVA) and capital expenditure to market value of assets (CAPMVA). Based on the
explanation shows that the ratio between book value and market value of a stock can show
growth of a company. A comparison between the book value and the market value of the stock
can be used as a growing company's gauge and can provide opportunities for future investment
options for investors. Stock market price is the stock price that occurs in the stock market at a
certain moment, while the book value is the value recorded by the company (Hartono, 2007). It
causes investors to have a lucrative investment opportunity by analyzing the growth of a
company that is visible from the book value and market value of the company's stock.
The hypothesis of this study is described as follows:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
90
Hypothesis 1: Disclosure policy has a positive and significant impact on IOS.
Hypothesis 2: The book value of debt to equity has a negative and significant impact on IOS.
Hypothesis 3: Dividend Payout (DP) has a negative and significant effect on IOS.
Hypothesis 4: Dividend Yield (DY) has a negative and significant effect on IOS.
Hypothesis 5: There is a significant difference between a disclosure policy in a growing
company or not growing.
Hypothesis 6: There is a significant difference between the funding policies at the company
growing or not growing.
Hypothesis 7: There is a significant difference between the dividend policy in a growing
company or not growing.
3. Research Methods
Research on Investing Opportunity Set (IOS) Test With Disclosure Policy, Funding Policy and
Dividend Policy In Indonesia Stock Exchange (IDX) is an explanatory research based on
hypothesis testing. The population in this study are companies listed on the Indonesia Stock
Exchange. There are 509 companies listed on the Indonesia Stock Exchange which are divided
into sectors according to the type of business. Samples are taken from companies submitting
annual reports on the Indonesia Stock Exchange. The sample is chosen by purposive sampling
method, with criteria such as:
1. Companies listing on Indonesia Stock Exchange in 2014. The selection of sample listing
indicates that the company is not flawed in the BEI because it never came out of BEI.
2. The Company does not engage in corporate actions such as acquisitions or mergers during the
period of observation. If the company conducts acquisitions and mergers during the
observation period it will cause the variables in the study to experience changes that are not
comparable with the previous period. Meanwhile, if a company is liquidated then the results
of the research will not be used because the company in the future will no longer operate.
3. Financial services firms (such as banks, financial institutions, securities firms, insurance
companies, and mutual funds) are not included because their activities cannot be directly
comparable by BI because of health criteria such as NPLs, CARs and others.
4. Have no profit and total negative equity, because the negative balance of earnings and equity
as denominator becomes meaningless.
5. The Company shall divide the dividend at the time of the research period because, in the
disclosure of the dividend policy, the company shall dividend in 2014.
The variables of this research are:
1. IOS as a set of investment opportunities as measured by market book value asset (MBVA)
proxies.
2. Disclosure policies are measured in accordance with the time of disclosure and presentation
contained in the company's annual report on the Indonesia Stock Exchange in accordance with
the National Standardization Body.
3. Company's funding policy is the company's financing policy as measured by the book value of
debt to equity proxy. The dividend policy is the decision shared by the shareholders as
dividends and those held are measured by dividend payout and dividend yield proxies.
4. Companies growing and not growing are companies that have grown measured by the market
to book value market ratio.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
91
The research variables are calculated by the following steps:
1. IOS as a set of investment opportunities that require proxies with market book value asset
size, namely:
MBVA=
Disclosure Policy
Disclosure Information Prospective is measured in accordance with the disclosures and
presentations contained in the annual reports of companies in the Indonesia Stock Exchange in
accordance with the National Standardization Agency, namely the timeliness in the delivery of
financial statements. Disclosure of Prospective Information is measured by the date of
submission of audited annual financial statements to OJK. Disclosure Prospective information is
the timeliness in the delivery of financial statements. This variable is measured by the date of
submission of audited annual financial statements to OJK with dummy variables with categories
i.e. for companies that have timeliness (submitting their financial statements less than 90 days
after the end of the year or before March 30) into category 1 and companies that are not on time
(submitting its financial statements more than 90 days after the end of the year or after 30
March) is categorized as 0.
Funding Policy
The funding policy is produced with the following ratios:
Book value of debt to equity:
Dividend Policy
The dividend policy is proxied to the following ratio:
Payout Dividend:
Dividend Yield:
The Company Grows and Does not Grow
In this study, the opportunity to grow the company (growth) is measured by the ratio of market
value of equity to the book value of equity of the company at the beginning of the year of
observation (Market to book ratio). Market to book ratio (MTBR) can be calculated using the
following formula (Scott, 2009):
MTBR = NPE ÷ NBE
In this case:
NPE = Market value of equity (Stock price x Number of shares outstanding)
NBE = Book value of equity
MTBR criteria include: if MTBR < 1 then the company does not grow if MTBR > 1 then the
company grows.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
92
Testing hypothesis in this research, researcher use statistical analysis tool that is linear regression
method which is a linear correlation between two or more independent variable (X1, X2, ... Xn)
with the dependent variable (Y). This analysis to know the direction of the relationship between
independent variables with dependent variable whether each independent variable is positive or
negative and to predict the value of the dependent variable if the value of independent variables
increases or decrease. This analysis is done by a group of a sample that is whole company
sample all year, the sample of the company grew and the sample of the company did not grow.
Regression model in this research is expressed as follows:
Y = β0 + β1.DISC + β2.BDE + β3.DP + β4.DY + e
Information:
Y : IOS (with MBVA proxy)
DISC : Disclosure policy
BDE : Book debt equity
DP : Dividend payout
DY : Dividend yield
E : Error term
β0 : Constants
β1s/d β3 : Regression coefficient
4. Results
This study uses a public company population listed on the Indonesia Stock Exchange during
2014 as many as 509 companies. Selection of research sample is done by purposive sampling to
get a sample which can represent criteria specified in research. The grouping of firms growing
and not growing is explained by the growth opportunity of the company (growth) measured by
the ratio of market value of equity to the book value of equity of the company at the beginning of
Market to book ratio (MTBR). MTBR criteria include: if MTBR <1 then the company does not
grow but if MTBR> 1 then the company grows. After the criteria stage, then groupings of
companies grow and do not grow. The grouping of research samples is explained by the results
of 30 companies growing and there are 57 companies that do not grow. The process of grouping
research samples to be processed as described in the following table:
Table 1. Grouping of Company Observation Samples
No Jenis Observasi Jumlah Perusahaan
1 All samples of the study 88
2 The company is growing 58
3 The company does not grow 30 Source: Data processed by researchers
Multiple linear regression methods, that is a method used to test the influence of two or more
independent variable to a dependent variable with measurement or ratio scale in a linear equation
(Indriantoro and Supomo, 2002). Independent variable in this research is corporate disclosure,
Book Value to Debt of Equity, House of Representatives and dividend yield. While the
dependent variable is IOS.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
93
Table 2. Results of Multiple Linear Regression Analysis
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t hitung Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -0,229 0,353 -0,648 0,519
Diclosure -0,098 0,227 -0,047 -0,432 0,667
Ln Book Debt
Equity
-0,085 0,057 -0,124 -2,149 0,025
Ln DPR -0,119 0,103 -0,239 -2,317 0,019
Ln Dividen
Yield
-0,032 0,057 -0,103 -0,567 0,572
Source: Data processed by researchers
Based on the analysis result obtained by regression equation as follows:
Y = -0.222 - 0.098DIS - -0.085BDE - 0.119DPR - 0.032Yield
Hypothesis Testing Influence of Corporate Disclosure Variables, Book Value to Debt of Equity,
House of Representatives and Dividend Yield.
T-test
Hypothesis test used in this research use partial regression test (t-test). The t-test is conducted to
find out whether the independent variables contained in the regression equation individually
affect the dependent variable. Based on the results of multiple regression analysis in Table 2 with
the t-test obtained the results can be stated:
a. Corporate disclosure has a significance level (sig t) of 0.667. This value is more than α (=
0.05), then the first hypothesis that states disclosure firm significantly affect the IOS is
rejected. That is, corporate disclosure has no effect on IOS on the company.
b. Book Value to Debt of Equity has a significance level (sig t) of 0.025 with a negative sign.
This value is less than α (= 0.05), then the second hypothesis which states Book Value to
Debt of Equity has a negative and significant effect on IOS accepted. That is, the Book Value
of Debt of Equity Company has a negative and significant impact on IOS on the company.
c. DPR has a significance level (sig t) of 0.019 with a sign of negative coefficient. This value is
more than α (= 0.05), then the third hypothesis that states House significant effect on the IOS
is rejected That is, the House of Representatives has a significant effect on IOS on the
company.
d. The yield dividend has a significance level (sig t) of 0.572 with a positive coefficient sign.
This value is more than α (= 0.05), then the fourth hypothesis that states Dividend yield
significant effect on IOS is rejected. That is, Dividend yield companies have no significant
effect on IOS on the company.
Based on the result of the t-test, the coefficients of multiple linear regression equations can be
interpreted as follows:
1. Corporate disclosure statistically does not affect the IOS means any increase or decrease in
corporate disclosure variables have no effect on IOS increase and decrease.
2. Book Value to Debt of Equity statistically has a negative and significant influence on IOS
means that any increase or decrease of Book Value to Debt of Equity of company has the
influence to increase and decrease IOS.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
94
3. The House of Representatives statistically has a negative and significant influence on IOS
means any increase or decrease in the House of Representatives has an influence on the
increase and decrease of IOS.
4. Dividend Yield statistically has no significant effect on IOS means any increase or decrease in
Corporate Dividend Yield has no effect on IOS increase and decrease.
Disclosure Differences Companies, Book Value to Debt of Equity, House and Dividend
Yield for Growing and Not Growing Companies.
The disclosure discrepancies, Book Value to Debt of Equity, House of Representatives and
Dividend Yields for growth and non-growing companies used the Whitney Man test for non-
distributed and independent t-test data due to normal data distribution. This test is used to test
whether there is a corporate disclosure, Book Value to Debt of Equity, House of Representatives
and Dividend Yield for the company grows and does not grow. The t-test results are presented in
the following table:
Table 3. Independent Test Result of T-test Sample
Variables Criteria N P value Information
Diclosure Not Growing 58 0,000 Significant
Growing 30
Book Value to
Debt of Equity Not Growing 58
0,920 Not Significant Growing 30
DPR Not Growing 58 0,620 Not Significant
Growing 30
n Dividen
Yield Not Growing 58
0,074 Not Significant Growing 30
Source: Data processed by researchers
Table 3 shows that for the disclosure variable there is a significant difference as the company
grows at 1.00 and does not grow by 0,00 with the value of P-Value of 0.000 which is less than
0.05. The different test result of book Value to Debt of Equity of company grow and not grow
that point value P value equal to 0,920 more than 0,05 so there is no significant difference.
Different test results for variable DPR in company grow at -2,2456 and do not grow equal to -
2,1017 shows value of P Value equal to 0,748 more than 0,05 so there is no difference
significant. Dividend Yield different test result at company grow equal to -7,22212 and the
company did not grow by -7.73585 which shows the value of P Value of 0.472 which is more
than 0.05 so there is no significant difference.
Influence of Disclosure Policy on IOS
Based on the results of hypothesis testing shows that disclosure policy has no significant effect
on IOS. It shows that the first hypothesis that the company disclosure affect IOS is rejected.
Disclosure policy actually implies that the financial statements should provide sufficient
information and explanation about the activities of a business unit. The information is complete,
clear and can accurately describe the economic events that affect the unit's operating results.
Disclosure policy has no significant effect on IOS, it can be caused because in this research only
see from time side of disclosure of financial statement so as not to give just about financial
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
95
statement contents. In fact, for decision-making about investment should consider the contents of
financial statements such as profit and asset growth.
The results of this study are not the same as the findings of Hossain et.al. (2000) found that
disclosure of financial statement disclosure affects iOS for future corporate prospects.
The Influence of Funding Policies on IOS
The funding policy measured by Book Value to Debt of Equity statistically positively affects
IOS means that any increase in Book Value to Debt Equity causes IOS to increase and vice
versa. Funding policy measured by book value of debt to equity has positive effect on IOS, the
company's high funding source with debt indicates that the company signaled the ability to seize
investment opportunities and be able to pay interest expenses on the debt. So it shows that
companies dare to take risks to increase funding with debt. This is consistent with the findings of
Adi Prasetyo (2000), Isnaeni (2005), Cristian Herdinata (2007), Rita Kusumawati and M. Shodiq
(2008) stating that the company's funding policy has a positive effect on IOS which is proxied by
Book Value to Debt of Equity and Market Value to Debt of Equity.
Effect of Dividend Policy on IOS
The results of this study indicate that dividend policy has no effect on IOS. This is evidenced by
the House of Representatives does not statistically significant effect on IOS means any increase
or decrease in the House of Representatives does not affect the increase or decrease IOS.
Likewise, Dividend Yield statistically has no significant effect on IOS means any increase or
decrease Dividend Yield does not affect to increase or decrease IOS. Investment opportunities
owned by the company will be related to the number of dividends distributed. Companies that
have many opportunities for investment will encourage the company to make a small dividend
payout, so the company has internal equity to fund the investment. Conversely, companies
lacking investment opportunities will encourage companies to make high dividend payouts. Thus
seen the relationship between IOS and dividend payout ratio. The results of this study indicate
that dividend policy has no significant effect on IOS. That's because investors think dividend
policy indicates that the company does not seem to have a better investment opportunity. The
results of this study are inconsistent with Tettet Fijrijanti and Jogiyanto Hartono (2000)
supporting the research of Imam Subekti and Indra Wijaya Kusuma (2000) that investment is
negatively related to dividend means that companies with high IOS will pay a smaller dividend.
Differences in IOS, Disclosure Policy, Funding Policies and Dividend Policy in Growing
and Non-Growing Companies
The result of data analysis indicates that there is difference between IOS, disclosure policy,
funding policy and dividend policy at growing and a not growing company which tested by
paired sample t-test. Disclosure test results of different companies grow and grow show no
significant difference. This shows that disclosure which is the time of disclosure of financial
statements is not enough to give effect to IOS. The company grows more consistently to be on
time than the small company in informing its financial statements, because large companies are
much highlighted by the public. The company grew more knowledgeable about the existing
regulations. Therefore, firms that grow more in compliance with regulations on timeliness than
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
96
firms do not grow. The results found empirical evidence that there is a disclosure difference
between firms growing and not growing.
Different test results of Book Value to Debt of Equity between companies growing and not
growing showed no significant difference. This indicates that the book value of equity for the
company grows and does not grow does not affect the IOS. Different test results of the House
grew and grew showed no significant difference. Increased companies have smaller financing
policies than firms that do not grow. This is similar to the findings of Prasetyo (2000), Isnaeni
(2005), Herdinata (2007), Kusumawati and Sodiq (2008) stating that funding policies are
relatively smaller in growing companies. Different test results Dividend Yield of the company
grew and grew showed no significant difference between Dividend Yield between the companies
grow and not grow. Companies with low growth rates are more likely to pay larger dividends, in
order to divert the company's funding sources from being invested in projects with a negative net
present value.
5. Limitations of Research
This study shows results that have not been entirely able to answer the purpose of research. This
is because this study has the following limitations:
1. This research pro- poses disclosure, funding and dividend policy without considering other
factors such as profit, macro condition, stock ownership and company policy.
2. This study only uses variables that reflect the company's financial condition, in this case, this
study does not compare existing data with variables outside the company such as government
regulation, tax system and legal system of a country where the variables it can be a factor
affecting the company's IOS.
3. This study only uses the sample of distributed dividend companies, without considering the
sample of dividends for the non-distributed.
6. Conclusions and Suggestions
Conclusions
Based on the results of data analysis can be concluded things as follows:
1. Corporate disclosure policy has no effect on IOS means any increase or decrease of corporate
disclosure variable has no effect on IOS increase and decrease.
2. Book Value to Debt of Equity companies significantly influence IOS means any increase or
decrease in Book Value to Debt of Equity companies have an influence on IOS increase and
decrease.
3. The dividend policy measured by the House of Representatives has no significant effect on
IOS means that any increase or decrease in the House of Representatives has no effect on the
increase and decrease of IOS. Corporate Dividend Yields have no significant effect on IOS on
growing companies and do not grow meaning any increase or decrease Dividend Yield
companies have no effect on IOS increase and decrease.
4. There are differences in IOS, disclosure policy, funding policy and dividend policy in the
company grow and not grow. Different test results of Book Value to Debt Equity of
companies grow and grow show no significant difference Book Value to Debt of Equity
between companies growing and not growing. Different test results of the House of
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
97
Representatives grew and grew showed no significant difference between the House of
companies growing and not growing. Different test results Dividend Yield of the company
grew and grew showed no significant difference between Dividend Yield between the
companies grow and not grow.
Suggestions
Suggestions that can be asked in the research include:
1. For investors
Investors should consider the policies related to IOS so that in investing the necessary
consideration with the policies.
2. For further research
a. Future research should increase the population by comparing it so that the study is more
comparable.
b. Variables of this study coupled with other variables such as other proxies so that further
research is expected to show the effect of the above variables that may be able to give a much
greater influence in predicting the number of deposits.
c. Should be able to find more information by using a longer period, so it is hoped that future
research can give maximum results, varied and representative.
References
Aharony, J. , J. W. Wang, and Yuan, H. Q. (2010). Tunneling as an incentive for earnings
management during the IPO process in China. Journal of Accounting and Public Policy. Vol.
29.
Akhtaruddin, M. and Hossian, M. (2008). Investment Opportunity Set, Ownership Control and
Voluntary Disclosures in Malaysia. JOAAG. Vol. 3. No. 2.
Anindita, K. and Prashant, K. (2010). Advertising And Firm Value: Mapping The Relationship
Between Advertising, Profitability and Business Strategy in India. M.A.N.K.
Keown, A. J., et al. (2001). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Edisi ke 7. Terjemahan Chaerul
D. Djakman. Jakarta: Salemba Empat.
Barclay., et. al. (1998). The Determinant of Corporate Leverage and Dividend Policies.
University of Rochester.
Chairiri, A. and Ghozali, I. (2000). Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Chung, K. H and Charoenwong, C. (1991). Investment Options, assets in place and the risk of
Stock. Financial Management. Vol. 20, pp. 21-33.
Dharmapala, D. and Khanna, V. (2008). Corporate governance, enforcement, and firm value:
evidence from India. Working Paper Series. No. 8, Vol. 5.
Fijrijanti, T. and Hartono, J. (2000). Analisis Korelasi Pokok IOS dengan Realisasi
Pertumbuhan, Kebijakan Pendanaan dan Dividen. Simposium Nasional Akuntansi III. p.
851–877.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
98
Gaver, J. J and Gaver, K. M. (1993). Additional Evidence on the Association between the IOS
and corporate financing, dividend, and compensation policies. Journal of Accounting and
Economics, Vol. 16 (1-3),p. 127-160.
Ghozali, I. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Hadi, N. and Sabeni, A. (2002). Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas. Pengungkapan
Sukarela Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Go Publik di Bursa. Efek Jakarta. Jurnal
Maksi 1, pp. 90-105.
Hartono, J. (2007). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 5. Yogyakarta: BPFE.
Herdinata, C. (2007). Kebijakan Pendanaan dan Dividen dengan Pendekatan IOS. Jurnal
Keuangan dan Perbankan, Vol. 13, No.2 Mei 2009, hal. 237– 248.
Hossain, M., Kamran, A. and Godfrey, J. M. (2005). Investment Opportunity Set and Voluntary
Disclosure of Prospective Information: A Simultaneous Equations Approach. Journal of
Business Finance and Accounting, Volume 32, Issue 56, pp.871-907.
Hossain, M., Cahan, S. F. and Adams, M. B. (2000). The Investment Opportunity Set and The
Voluntary Use of Outside Directors: New Zealand Evidence. Accounting and Business
Research, Volume 30, No. 4, pp.263-273.
Indriantoro, N. and Bambang, S. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan. Kedua,
Yogyakara: BFEE UGM.
Kallapur, S. and Trombley, M. A. (1999). The Association between IOS Proxies and Realized
Growth. Journal of Bussiness Finance and Accounting, pp. 505-519.
Kumalahadi. (2004). Pengaruh Pemoderasi Aliran Kas Kejutan terhadap Hubungan Antara Set
Kesempatan Investasi dan Reaksi Pasar. Disertasi Program Pasca Sarjana UGM tidak
dipublikasikan.
Kusumawati, R. and Shodiq, M. (2008). Analisis Hubungan Kebijakan Utang, Kebijakan
Dividen, dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap Set Kesempatan Invetasi (IOS). Jurnal
Manajemen dan Bisnis, Vol. XVI, No. 1, pp. 75-82.
Martati, I. (2010). Faktor Penentu Dividend Per Share Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
Pada Bursa Efek Indonesia. Jurnal Eksis, Vol. 6, No. 2, pp. 1440–1605.
Nugroho, A. J. and Hartono, J. (2002). Confirmatory Factor Analysis Gabungan Proksi
Invesment Opportunity Set dan Hubungannya Terhadap Realisasi Pertumbuhan. Simposium
Nasional Akuntansi, pp. 204 –212.
Prasetyo, A. (2000). Asosiasi antara IOS dengan Kebijakan Pendanaan, Kebijakan Dividen, Beta
dan perbedaan Reaksi Pasar: Bukti Empiris dari Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional
Akuntansi III. pp. 878-905.
Isnaeni, R. (2005). Analisis Hubungan Investment Opportunity Set (IOS) dengan Realisasi
Pertumbuhan Serta Perbedaan Perusahaan yang Tumbuh dan Tidak Tumbuh Terhadap
Kebijakan Pendanaan dan Dividen Di Bursa Efek Jakarta. SMART, Vol. 1, No. 2, pp. 41-60.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
99
Measurement of Accountability Management of Village Funds
Anggraeni Yunita1 and Christianingrum
2
1Accounting Department, Faculty of Economy, University of Bangka Belitung
2Management Department, Faculty of Economy, University of Bangka Belitung
Abstract
The purpose of this study is to measure the accountability of village funds management in
Kabupaten Bangka. In relation to the Village Funds program which is a government program,
the measurement of accountability of Village Funds management uses accountability principles
consisting of Transparency, Liability, Controlling, Responsibility and Responsiveness which are
the principles of accountability developed by the United Nations Development Program in
measuring bureaucratic accountability. This research is a qualitative research by taking data
from several villages in Bangka Regency. As well as qualitative research, the data taken in this
study using snowball sampling method, where researchers take data by conducting in-depth
interviews until the data obtained until the condition is saturated, meaning there is a repetition
of the same information at the time of data collection. The results of this study indicate that
villages in Bangka Regency have met the accountability principles of 5 (five) starting from
planning, implementation and reporting when measured from 5 (five) accountability principles
consisting of Transparency, Obligation, Controlling, Responsibility and Responsiveness.
Keywords: Village Fund, Accountability, Transparency, Liability, Controlling, Responsibility,
Responsiveness
1. Introduction
The government of President Joko Widodo (Jokowi) has one of the visions of building Indonesia
from the fringe within the framework of the Unitary State of the Republic of Indonesia, so to
realize that vision needs to be allocated larger funds in order to strengthen regional and village
development. According to Law no. 6 the Year 2014 on the Village, the meaning is the village or
another so-called customary village, hereinafter referred to as the Village, is a legal community
unity that has the boundaries of the territory authorized to regulate and administer government
affairs. The State Revenue and Expenditure Budget is a source of Village Funds intended for
villages transferred through the Regency / City Revenue and Expenditure Budget and is used to
finance the implementation of governance, development implementation, community
development and community empowerment (Regulation of the Minister of Finance of the
Republic of Indonesia No. 49 / PMK.07 / 2016). Village Funds Program is for the purpose of
realizing economic growth and equity of income with priority to finance the development and
empowerment of the community, for example, Program and activities especially in the field of
Sharing Village Owned Enterprise (BUMDesa) activities, water storage facilities for village
irrigation, superior products Village or rural area and sport facilities Village . The priority of the
Village Fund is for the benefit of the local community based on community initiatives, rights of
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
100
origin, and/or traditional rights recognized and respected within the system of government of the
Unitary State of the Republic of Indonesia.
A new product related to the disbursement and use of funds may potentially cause a loss of state
derived from misuse of realization to the liability of funds committed by the person concerned in
the mechanism of disbursement, use and liability for the use of funds. The Corruption
Eradication Commission (KPK), based on the results of a review conducted by the institution in
2014, finds the potential problems of managing village funds both related to the Village Fund
Allocation (ADD) which is an obligation of the Regency / City Government to allocate budgets
for the Village taken from the Revenue Sharing Fund (DBH) and General Allocation Fund
(DAU) which is part of Balancing Fund and Village Fund divided into 4 (four) aspects, namely
regulation and institutional aspect, management aspect, supervision aspect and human resources
aspect. Potential issues related to regulatory and institutional aspects are the regulations and
technical guidelines for village financial management are not yet complete. In addition, the other
problem is the possibility of overlapping authority between the Ministry of Village and the
Directorate General of Village Administration of the Ministry of Home Affairs, the formula for
the distribution of village funds has not been transparent, the revenue sharing of the village
apparatus has not been fair and the responsibility of preparing the accountability report by the
village is inefficient because the regulation overlaps.
The government itself, until April 2015, has disbursed the first phase of village funds, planned in
three phases, in 63 districts with a total funding of more than Rp 898 billion. The total amount of
village funds alone has been set at Rp20.7 trillion, sourced from APBNP 2015 and will be
channelled to 74,093 villages in Indonesia. Meanwhile, the Provincial Government of Bangka
Belitung Islands in 2015 allocates village funds amounting to Rp 91,927,560,000, -. The funds
will be distributed to 309 village government coffers spread over 40 sub-districts, six districts
(BPMPD Province of Bangka Belitung Islands, 2015).
2. Literature Reviews
Accountability Theory
According to Ndraha (2003: 85), the concept of accountability begins with the concept of
accountability, the concept of accountability itself can be explained from the existence of
authority. Authority here means legitimate power. According Mardiasmo (2009: 18),
accountability is the responsibility to the public for every activity undertaken. Meanwhile,
according to Mardiasmo (2002: 20), public accountability is the obligation of the holder of the
trust to give accountability, present and disclose all its activities and activities which is its
responsibility to the principal having the right and authority to accept the accountability.
According to Rasul (2002), accountability is the ability to give answers to higher authorities over
the actions of a person/group of people to the wider community within an organization.
Meanwhile, according to the United Nations Development Program (UNDP), accountability is
the process of implementation of activities / organizational performance to be accountable and as
feedback for the leadership of the organization to be able to further improve the performance of
the organization in the future.
Accountability Principles
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
101
The principle of public accountability is a measure that shows how much the level of service
conformity with the size of the values or external norms owned by stakeholders with an interest
in the service (Hasniati, 2016). In this regard, the United Nations Development Program (UNDP)
develops a method or method for measuring bureaucratic accountability that can be seen from
the five principles of accountability, namely transparency, liability, controllability, responsibility,
and responsiveness.
Tabel 1. Principles of Accountability
No. Principles of
Accountability Key Questions
1 Transparency Is the organization concerned able to express facts about its
performance?
2 Liability Does the organization deal with the consequences of its
performance?
3 Controllability Does the organization do what the assignee wants?
4 Responsibility Does the organization have the responsibility of existing
performance standards?
5 Responsiveness Has the organization met the real expectations of the
stakeholders? Source: UNDP, 1997
Accountability Bureaucracy
The urgency of bureaucratic accountability in the implementation of programs for the benefit of
the community is something that must be addressed as mandatory. This is because the
community as the target group of a program always demands transparency and accountability in
the budget process (Carlitz, 2013).
3. Research Methods
This study was conducted in villages receiving Village Funds in Bangka Regency around August
2017. This research used qualitative methods, with in-depth interview data collection techniques.
In-depth interviews were used to explore the application of accounting principles. The
respondents are the Members of the Activity Management Team, Members of the Village
Consultative Board, the Village Head, the Village Secretary, and the Community. Data analysis
method is a qualitative analysis with reference to Miles and Huberman (1984) i.e. data reduction,
data presentation, and conclusion. Miles and Huberman (1984) argue that the activity in
qualitative data analysis is done interactively and continuously until complete so that the data is
saturated.
4. Results
Based on UNDP, there are 5 (five) principles in measuring accountability, namely transparency,
liability, controllability, responsibilities, and responsiveness. The five principles of
accountability each have an indicator of an assessment in measuring accountability.
First, Transparency is an integral part of the principle of accountability. Based on the principle of
transparency, indicators of villages receiving village funds have implemented this principle is
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
102
whether the organization concerned is able to present facts about its performance. Based on
research conducted, villages receiving the Village Fund Program have been able to present facts
about their performance. This is indicated by the realization report and accountability report on
the realization of the Revenue and Expenditure Budget (APBDesa) has been informed to the
public in writing and with the media easily accessible by the public, for example through bulletin
boards.
Secondly, based on the principle of liability, indicators of villages receiving village funds have
implemented this principle is whether the organization concerned faces the consequences of its
performance. Abuse of village financial management is an act prohibited by village apparatus. If
done then the concerned can be subject to administrative sanctions in the form of oral / written
warning, temporary dismissal can even be continued with termination. In addition, such action if
it qualifies the misuse of state finances that result in state losses, it can be categorized as an act of
corruption as regulated by Law no. 31 the Year 1999 jo. UU no. 20 The year 2001 on the
Eradication of Corruption. The community can make reports or complaints to the local Village
Consultative Board (BPD) and the Supra Desa (districts) Government, regarding the object of
activities and the estimated value of the misused loss. In the reporting or complaint, need to be
accompanied by a concrete explanation of the object of activities that became an alleged act of
misuse. In the event that there is no follow-up from the two institutions referred to the reporting
that has been done, then the community can convey the alleged misappropriation of village funds
to the District Government, in this case, the Regent cq. Regional Device Work Unit (SKPD) in
charge of fostering the implementation of village administration, and the Regional Inspectorate
of the Regency. If indeed the community has strong and accountable evidence before the law for
alleged misuse of the village funds (corruption), then the public is entitled to report the person to
the law enforcement authorities on the follow-up process.
Thirdly, based on the principle of controllability, indicators of villages receiving village funds
have implemented this principle is whether the organization concerned does what the assigning
party desires. Supervision of financial management of the implementation of village funds
program has been quite effective because it has been conducted direct supervision of the
inspectorate and BPK. But the control function undertaken by the community has not been well
managed. This is because complaints reports from the public are still delivered through SMS
only. The grievance mechanism of the community should be submitted in writing to the Village
Head.
Fourth, based on the principle of responsibility, the indicators of villages receiving village funds
have implemented this principle is whether the organization concerned has the responsibility of
existing performance standards. The obligations of the village apparatus in accountability of the
village fund program realization report include reports on income, expenditure and financing.
The reporting format has been adapted to the format set out in Permendagri No. 113 Realization
of APBDesa 2014. The format of the accountability report for the realization of APBDesa
implementation has attached the Responsibility Report on the Realization of the Implementation
of APBDescription of the related fiscal year, the Village Property Wealth Report as of 31
December of the relevant year and the format of the Government and Local Government
Program Report that goes to the village. The report was submitted to the Sub district head, the
Village Investment Coordinating Board (BKPMD) and the Regent.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
103
Fifth, based on the principle of responsiveness, indicators of villages receiving village funds
have implemented this principle is whether the organization concerned has met the real
expectations of the stakeholders. So far there has been no deviation from the management of
village funds. For the implementation of the village fund program, village apparatus has
coordinated with the community through the Village Consultative Board in planning and
budgeting in the implementation of the village fund program.
5. Conclusion
Measurement of village fund management accountability can use 5 (five) principles as developed
by UNDP, namely transparency, liability, controllability, responsibility, and responsiveness.
Based on the results of the research, the implementation of village fund management in villages
in Bangka Regency using measurement of 5 (five) accountability principles developed by UNDP
to public sector organizations that are responsible for managing certain program funds from the
government, has been uniformly categorized as complying with the principle accountability, as
based on the indicators outlined in the five principles, has been well implemented by village
officials as managers of village funding programs.
References
Carlitz, R. (2013). Improving Transparency and Accountability in the Budget Process: An Assessment of
Recent Initiatives. Development Policy Review, (31)51, 549-567.
Ndraha, T. (2013). Metodologi Ilmu Pemerintahan. Rineka Cipta.
Hasniati. (2016). Model Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa, Jurnal Analisis dan Pelayanan Publik,
(2)1, 15-29.
Rasul, Syahrudin, 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif
UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta: PNRI
UNDP. (1997). Governance for Sustainable Human Development. UNDP Policy Paper, New York:
UNDP
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
104
Political and Religious Contributions in Economic Development
Lia Kian Asia Banking Finance and Informatic Institute (ABFII) Perbanas Jakarta
Abstract
The great conclusion of this paper is to prove the synergy between religion and politics in the
economic development of a State. The more polarized the system of ethical religious and
political beliefs, the more help the economic development of a State. Based on the discourse on
the religion and politics of the author in the direction of Beng-Lan Goh (2006), Wilson Erin K
(2014), and Melleuish Gregory (2014) explaining the ideology of the state as an alternative logic
forming religious symbolism from capitalist exploitation or commoditization, the best civilian
politics in serving the people's welfare by rejecting the dichotomy of morality and interest
systems, as well as religious and political understanding limits the capacity of religious clerics
and actors in their significant influence on religious actions and rituals to the political sphere
that greatly affects economic growth. The authors oppose the opinions of Bin Hassan (2007),
San Juan (2011), Martinelli (2013) and Faux Jeff (2004) explaining that Effects of Islamic
revival around the world in the competition of political power that directly and indirectly
contribute to the development of Islam in politics, the United States and transnational
geopolitical interests as a consequence of the contradiction between emerging and conservative
nationalist impulses, the United States Congress that has successfully influenced key decisions
on regulatory policy, has so far weakened existing systems and American economic politics
flourish across borders, the same that happens in today's globalized economy. The data used in
this paper comes from secondary data obtained from books, magazines, the Internet and other
documentation relating to the study of the problems and this paper. This writing is descriptive
qualitative with approach of research library.
Keywords: Politics, Religion and Growth of State Economy
1. Pendahuluan
Agama dan Negara merupakan dua variabel penting yang memiliki hubungan dengan
pembangunan politik dan ekonomi suatu Negara. Agama dan Negara mengatur semua sisi
kehidupan masyakat. Agama merupakan bingkai kepercayaan terhadap Tuhan yang maha esa
dalam membangun karakter dan kepribadian manusia. Negara merupakan tempat tinggal
manusia hidup dimuka bumi. Negara lahir sebagai syarat lahirnya suatu pemerintahan, melalui
kedaulatan politik, maka Negara dan pemerintahan dapat diakui dan sejalan dengan sinergistas
dengan pengakuan Agama sebagai kepercayaan ketuhanan masyarakat yang diakui oleh negara.
Emile Durkheim mengatakan “ide tentang agama adalah roh masyarakat, (Pals, 2001). Beberapa
kalangan berpendapat, Islam merupakan Agama satu kesatuan yang mempunyai kesatuan sosial
politik yang tidak dapat dipisahkan, pendapat ini dipertegas oleh Abd Salam Sarif, dengan
adanya doktrin “sesungguhnya islam itu adalah agama dan negara (Inna al-islaam Din Wa
Daula)” (Abegriel, dkk, 2004).
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
105
Menurut Azyumardi Azra islam bersifat ilahiah berasal dari wahyu sakral dan suci sedangkan
politik berkenaan dengan kehidupan profan yang terkadang melibatkan trik-trik manupulatif,
(Azra, 2000). Bahtiar Efendy juga menjelaskan bahwa islam politik telah menemukan format
baru yang mencakup landasan teologis, di Indonesia prakteknya secara sintetis dapat
dikembangkan antara pemikiran politik islam dan negara, (Efendy, 2001). Besarnya negara yang
ada dalam islam, Nabi meninggalkan Madinah yang kemudian kepimpinannya diteruskan oleh
Umar Bin Khatab, dimasa Umar Bin Khatab, Islam adalah bagian imperium dunia dari pantai
timur atlantik hingga sampai pada Asia Tenggara, Menurut Abdrurahman Wahid ketidakjelasan
konsep, yang menjadi konseptual negara islam berukuran mendunia atau sebuah bangsa saja, dan
juga tidak jelas negara bangsa (nation state) ataukah negara kota (city state), (Wahid, 2006).
Konsep negara kota dalam pemikiran kenegaraan dari al-farabi yang dituangkan dalam karyanya
Ara Alh al-Madinah al-Fadhilah merupakan konsep ini secara subtansial di ilhami atau di
inspirasi atas karya plato dalam buku Republic, sehingga konsep al-Madinah al-Fadhilah, al-
farabi berpendapat bahwa manusia adalah makluk sosial yang memiliki kebutuhan dalam hidup
bermasyarakat atau bernegara yang juga membutuhkan dalam memenuhi tujuan hidup
kebahagian dunia dan akhirat. al-Farabi memberi warna islam islam dalam pada pandangan plato
dan aristoteles adalah tujuan masyarakat ukhrawi dari pembentukan negara, (Soehina, 1996).
Menurut Richard Walzer (1985), idealisasi negara al-Farabi memandang tidak memandang
realitas politik saat itu, dimana pemerintah islam berbentuk negara nasional, bagi al-Farabi
sistem yang terbaik terdapat pada negara kota. Sedangkan menurut Suharto (2007), Islam adalah
agama yang menjunjung tinggi peradaban dan harkat martabat kemanusiaan yang memadukan
antara aspek material dan spiritual, keduniawian dan keukhrowian. Islam bertujuan menciptakan
sebuah sistem dimana prinsip keadilan berada di atas keuntungan segelintir atau sekelompok
orang.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peradaban dan harkat martabat kemanusiaan. Islam
selalu menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemaslahatan. Islam merupakan bagian integral
pemikiran gerak dalam pembangunan dalam diri manusia. Islam peradaban menentang sistem
modernitas yang lebih cenderung kapitalis dan mengekploitasi sumberdaya dengan mengabaikan
prinsip kemaslahatan bangsa dan negara. Masyarakat muslim di negara islam hendaknya
menjalakan syariat dan tabiat islam. Tabiat dan risalah Islam, menunjukkan bahwa Islam
merupakan agama yang yang universial dan syari‟at yang komprehensif, dimana syari‟at Islam
tabiatnya harus memasuki seluruh aspek kehidupan, sehinggga tidak terbayangkan urusan negara
diabaikan dan diserahkan kepada kaum liberalis dan atheis. (Qardhawi, 2003).
2. Diskursus Agama dan Politik
Hubungan antara agama / religiusitas dan nilai-nilai demokrasi merupakan topik panas dalam
ilmu politik. Di satu sisi, 'sekuler' memandang agama sebagai inheren yang bertentangan dengan
sikap demokratis (karena dogmatisme dan tertutup pikiran) dan berpendapat bahwa religiusitas
intens dapat menimbulkan hambatan bagi difusi nilai-nilai demokrasi. Di sisi lain, beberapa
sarjana telah menantang keyakinan dan telah secara empiris menunjukkan bahwa agama tidak
berarti dukungan yang lebih rendah untuk demokrasi. Menurut Filetti (2014) pengaruh
religiusitas terhadap sikap politik menunjukkan bahwa agama dapat memainkan beragam peran
dalam konteks yang berbeda tergantung pada bagaimana orang melihat itu dalam konseptualisasi
yang lebih luas dari modernitas. Seperti yang terjadi di Georgia dan Azerbaijan. Menurut
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
106
Laustsen (2013) studi tentang politik dan agama saat ini terfragmentasi ke tingkat yang hampir
tidak dapat menyebutnya sebagai salah satu bidang akademik. Ada empat pendekatan yang
berbeda secara fundamental untuk studi politik dan agama yang terdiri agama politik, politik
agama, agama sipil dan teologi politik, empat pendekatan tersebut memilik hubungan antara
politik dan agama dengan segala kompleksitasnya.
Di Indonesia hubungan agama dan politik telah didominasi menjadi salah satu birokratisasi-
peraturan isu agama kebijakan terhadap agama dari institusi pelaksana (yaitu, pengadilan atau
birokrasi) dari modus delegasi (vertikal dibandingkan horizontal) yang membentuk hubungan
antara pembuat kebijakan dan lembaga mengimplementasikannya. Sedangkan menurut Sezgin
dkk, (2014) Heterogenitas agama memiliki dampak besar pada prospek pembangunan bangsa
dan demokratisasi politik, dan pentingnya kebijakan terhadap agama, dalam proses demokrasi
politik dalam suatu negara. Tradisi keagamaan termasuk penyiksaan dapat diartikan sebagai
pelanggaran hak asasi manusia. Sama halnya dalam hal penyiksaan oleh masyarakat religius
cenderung menjadi produk orientasi interpretatif. Berkaitan dengan agama, moral hak asasi
manusia telah membuatnya menjadi sulit untuk mengakui bahwa agama bisa mentolerir tindakan
kekerasan, (An-Na῾im, A. A., 2013).
Pemahaman agama dan politik membatasi kapasitas ulama dan aktor keagamaan sama-sama
untuk merasakan pengaruh yang signifikan akan tindakan dan ritual keagamaan dalam ranah
politik. Kegiatan didominasi agama, seperti shalat, zakat dan perhotelan untuk orang asing, dapat
memiliki implikasi politik yang signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
hal demikian sebagai tindakan keagamaan mengambil makna politik, (Wilson, E. K., 2014).
Hubungan antara agama sekuler di Australia sangat kompleks dan tidak ada transisi sederhana
dari masyarakat agama yang sekuler. munculnya perintah moral dari perdebatan ekonomi
dimulai pada paruh kedua abad kesembilan belas, di Australia di mana perdagangan bebas
didasarkan pada teologi natural optimis berjuang dengan keyakinan yang memiliki akar kuat
dalam bentuk sekuler Calvinisme, (Melleuish, G., 2014).
Black, Antony (2010) dalam studi nya menjelaskan bahwa Pemikir Muslim, dimulai dengan al-
Mawardi (974-1058), berusaha untuk mengembalikan subsumption politik dalam agama,
terutama selama revolusi Syiah abad keenam belas di Iran. Sementara hari ini, Barat memandang
agama dan politik sebagai kategori yang terpisah, Muslim melihat ini akibat dari kegalan barat
yang memisahkan agama dan politik. pemikiran politik Islam terutama didasarkan pada wahyu
(ditafsirkan dalam berbagai cara), sementara pemikiran politik Barat didasarkan pada filosofi.
Schall (1998) juga melihat pikiran dan keyakinan sekitarnya politik agama dari filsafat
Aristoteles dimana filsafat dan agama posisinya yang lebih tinggi daripada politik.
Pengaruh agama dan politik dan sebaliknya tidak lagi menjadi sumber kontroversi akademis.
Namun, kebanyakan ilmuwan politik dan sosiolog mengeksplorasi hubungan ini dengan
berfokus pada suatu negara, di seluruh dunia dan di seluruh waktu untuk menjelajahi sifat dari
hubungan antara agama dan politik. (Wilcox, C., 2004). Seperti komentar Haynes: "Gagasan
sekularisasi dapat dipahami untuk menjadi baik anti-agama atau netral ke arah itu" istilah
"sekularisme" membutuhkan definisi yang lebih luas. Untuk masyarakat multi-budaya dan multi-
agama, sekularisme bukan merupakan pilihan ideologis tapi strategi politik. (Kumaraswamy, P.
R, 1996).
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
107
Menurut Kramer, L. (2011) Teori politik Perancis Benjamin Constant (1767-1830), kekuasaan
pemerintah atau kepemimpinannya dari pihak liberal yang muncul dalam Restorasi era politik
Perancis, Rosenblatt menegaskan bahwa sejarah liberalisme Constant juga harus menekankan ide
agamanya Protestan dan tanggapan untuk debat agama Eropa antara tahun 1780-an dan 1820-an.
Begitu juga dengan pendapat dari Williams, R. (2001), agama di dunia dan memiliki pengaruh
politik dan kehidupan publik hal ini menunjukan pentingnya keterlibatan agama dalam politik
dunia, begitu juga menurut Niose, David. (2008:45-6) perlunya dibangun bagi kebebasan sipil
dan kebebasan beragama.
Menurut Beng-Lan, G. (2006), dalam perspektif ekonomi hubungan antara politik negara dan
dalam tindakan agama, tidak dapat dipisahkan antara sekuler dan sakral dalam konstitusi
kehidupan masyarakat di Asia Tenggara dan membuat kontribusi penting dalam antropologi
simbolik dengan penentuan kontradiksi dalam ideologi negara sebagai logika alternatif
membentuk simbolisme agama dari eksploitasi kapitalis atau komoditisasi. Islam politik adalah
fenomena modern, dengan akar dalam kondisi sosial politik dari negara-negara Muslim di abad
kesembilan belas dan kedua puluh. Ini adalah produk dari interaksi masyarkat muslim, militer,
politik, ekonomi, budaya, dan intelektual - dengan Barat selama dua ratus tahun terakhir, periode
ketika kekuasaan Barat telah dalam kekuasaan dan Muslim telah menjadi objek, bukan subyek,
dari sejarah, (Ayoob, M., 2004).
Pemimpin politik Muslim telah menegaskan prinsip dan tujuan demokrasi, good governance,
kemakmuran ekonomi, keadilan sosial-ekonomi, hak asasi manusia dan pluralisme sebagai
tujuan Islam tersebut. Dengan penetapan kebijakan mereka pada tujuan ini mereka juga telah
menarik konstituen yang lebih luas yang mencakup Muslim dan non-Muslim, sekuler dan
Islamis, dan telah mereda beberapa kekhawatiran pemerintah Barat telah dengan Islam dalam
politik Islam, (Rane, H., 2011).
Teori politik merupakan suatu cara yang digunakan untuk memahami ilmu politik, dimana
didalamnya terdapat penjelasan ilmu politik dan kaitannya dengan bagian-bagian ilmu politik
lainnya. Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theory, teori politik dibedakan
dalam dua macam, yaitu:
1. Valuational, yang merupakan teori-teori yang mengandung nilai moral dan norma politik,
dimana dalam teori ini segala sesuatunya harus mempertimbangkan baik buruk atau
konsekuensinya. Yang termasuk teori valuational adalah filsafat politik, politik sistematis
dan ideologi politik.
2. Non-Valuational, merupakan teori-teori yang membahas fakta-fakta politik tanpa
mempersoalkan nilai moral maupun norma. Teori ini memberikan gambaran dan
perbandingan fenomena politik dalam kehidupan nyata.
Di dalam teori politik terdapat konsep penentuan tujuan politik, bagaimana cara untuk mencapai
tujuan itu dengan segala konsekuensinya. Teori-teori politik yang mempunyai dasar moral
memiliki fungsi utama sebagai pedoman dalam mengatur hubungan-hubungan antara anggota
masyarakat agar berjalan stabil dan dinamik. Ada tiga golongan yang termasuk dalam teori
valuational, diantaranya adalah:
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
108
1. Filsafat Politik, menjelaskan hubungan antara sifat dari alam semesta dengan sifat dari
kehidupan politik, dimana dalam menyelesaikan persoalan politik menggunakan pandangan
yang terpusat pada alam. Menurut filsuf Yunani, Plato, keadilan merupakan hakekat dari
alam semesta yang sekaligus merupakan pedoman untuk mencapai kehidupan yang baik
yang dicita-citakan olehnya.
2. Politik Sistematis, teori ini merealisasikan filsafat politik, menerapkan norma-norma dalam
kegiatan politik.
3. Ideologi Politik
Ideologi merupakan suatu keyakinan atau ide yang muncul dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemikiran-pemikiran yang logis (masuk akal) yang kemudian menjadikan ide ini
sebagai pedoman dalam kehidupannya sesuai dengan tujuan pemikirnya. Jadi ideologi politik
merupakan suatu pedoman atau cara bertindak dalam pelaksanaan kekuasaan sesuai dengan
tujuan awal.
Di bawah ini ada beberapa macam ideologi politik dunia, antara lain:
1. Liberalisme, suatu ideologi yang memberikan kebebasan individu tanpa batasan atau
halangan dari pemerintah. Munculnya ideologi ini disebabkan karena ketatnya peraturan
sehingga membuat kekuasaan bersifat otoriter, tanpa memberikan kebebasan berpikir
kepada rakyatnya. Salah satu yang menganut ideologi liberalisme adalah Amerika.
2. Sosialisme, ideologi ini berbeda dengan liberalisme yang mengutamakan kepentingan
individu, ideologi sosialisme lebih mengutamakan kebersamaan. Dalam sosialisme setiap
individu harus berusaha untuk mendapatkan layanan yang layak untuk kebahagiaan
bersama, misalnya pemerataan kesempatan kerja, pembagian hasil secara merata, bahan
konsumsi secara menyeluruh dan lain sebagainya.
3. Demokrasi, yaitu kekuasaan ditangan rakyat. Pemerintah yang berasal dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Rakyat membuat ketetapan hukum bagi dirinya sendiri melalui
dewan perwakilan yang kemudian dilaksanakan oleh pemerintah.
3. Sinergisitas Agama dan Politik dalam Pembangunan Ekonomi
Berdasarkan konstruk teori yang diperoleh dari diskursus terhadap agama dan politik dalam
memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi suatu negara, dalam tulisan ini penulis searah
dengan pendapat Beng-Lan, G. (2006), Wilson, E. K. (2014), dan Melleuish, G. (2014) yang
menjelaskan ideologi negara sebagai logika alternatif membentuk simbolisme agama dari
eksploitasi kapitalis atau komoditisasi, perlu nya membangun tatanan politik sipil yang terbaik
yang bisa melayani kesejahteraan rakyat. Menolak dikotomi ketatnya moralitas dan sistem bunga
dalam berusaha serta pemahaman agama dan politik membatasi kapasitas ulama dan aktor
keagamaan yang memiliki pengaruh yang signifikan dalam tindakan dan keputusan keagamaan
dalam ranah politik, seperti kegiatan perintah zakat dan munculnya perintah moral dalam
moralitas ekonomi dan bisnis.
Pemerintah dalam negara memiliki andil besar dalam membangun tatanan politik sesuai dengan
ajaran Agama. Sejarah politik islam dimana daerah Balkan misalnya merupakan salah satu pusat
budaya dan seni pada Kekaisaran Ottoman, yang memberikan perhatian khusus dalam
pengembangan wilayah ini dan membuat pusat pertumbuhan investasi ekonomi dan juga menjadi
pusat politik dan budaya, (Özcan, N., 2013). Sejarah telah membuktikan bahwa politik dan
agama meerupakan aspek penting dalam memajukan perekonomian suatu negara, dan sebalik
nya bilang muncul sifat negatif dari dua aspek tersebut bisa membuat stagnan ekonomi suatu
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
109
negara. Hal ini dijelaskan oleh Bin Hassan, M dalam studinya (2007) menjelaskan bahwa efek
dari kebangkitan agama (Islam) di seluruh dunia dalam persaingan kekuasaan politik yang
secara langsung dan tidak langsung memberikan kontribusi terhadap perkembangan Islam dalam
politik. Periode awal Islam di daerah Malaysia, yang saat ini dikenal sebagai Malaysia Barat,
berbeda dengan di Nusantara. Muslim telah tiba di Nusantara pada abad kelima akibat kegiatan
perdagangan.
Menurut Jan Erik Lane dan Svante Ersson, (2002). Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
juga dipengaruhi oleh Politik, dimana politik berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi dan
begitu juga sebaliknya bahwa ekonomi berpengaruh terhadap politik. Begitu juga dengan konsep
ekonomi politik islam, menurut Masudul Alam Choudhury, Muhammad Syukri Salleh dan
Abdad (1997), konsep ekonomi politik islam telah terdapat beberapa karya-karya yang telah
dihasilkan melalui proses pengumpulan karya-karya ekonomi politik islam dengan melalui
penelitian. Karya ekonomi politik islam seperti “ Islamic Political Economy in Capitalist-
Globalization”. Menurut Choudhury pengaplikasian ekonomi politik islam berkaitan dengan
negara dan sub sistem pasarnya. Menurut Mohd Syakir Mohd Rosidi (2010) ekonomi politik
islam sebenarnya berasal dari dua bidang yang utama yaitu bidang politik islam dan bidang
ekonomi islam, begitu juga menurut Kosugi (2012) yang menyatakan bahwa ekonomi politik
islam diantaranya tentang pembiayaan ekonomi, penjagaan alam sekitar, instituisi islam,
perspektif global, sosio ekonomi dalam islam dan ekonomi islam.
Jan Erik Lane dan Svante Ersson juga mempertegas bahwa Politik sangat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dikarenakan faktor pertama kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan
oleh pemerintah dalam berbagai periode dapat memperbesar dan memperkecil pertumbuhan dan
faktor kedua politik dapat membentuk iklim politik yang dapat mewarnai faktor-faktor penentu
pertumbuhan ekonomi. Menurut Monzer Kahf, (2004), peta kekuatan baru dalam arena sosial
politik mayoritas negeri islam, ada dua hal penting yakni pertama secara jangka pendek
memperkuat jaringan untuk melebarkan pengaruh ekonomi politik gagasan ekonomi islam dan
kedua adalah secara jangka panjang mendukung orientasi gerakan politik islam.
Selain itu juga, berbagai persoalan pentingnya merawat politik dan agama dalam sosial
masyarakat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu kawasan atau suatu negara.
Sebagai contoh yang dijelaskan oleh Irogbe, K. (2013), secara umum menjelaskan bahwa
perusahaan multinasional telah secara politik telah mempengaruhi kedaulatan negara-negara
berkembang, sebagai contoh perusahaan minyak internasional di Nigeria dan termasuk kebijakan
luar negeri Amerika Serikat. Begitu juga halnya dengan promosi investasi langsung asing
(Foreign Direct Investment) misalnya yang ada di Republik Ceko dan Slovakia, Ekonomi asing
yang dipimpin di Eropa Tengah dan Timur pada akhir 1990-an dimana strategi ekonomi menuju
model yang berbeda dari negara-negara pesaingnya, (Drahokoupil, J., 2008). Konsep hubungan
material ekonomi yang juga ditentukan oleh politik, budaya, dan regulasi, hal demikian lebih
bernuansa sebagai bentuk pola keagenan yang merupakan bagian dari identitas pasar, (Roscoe,
P., 2013).
Kepentingan geopolitik Amerika Serikat dan transnasional sebagai bagian konsekuensi dari
kontradiksi antara impuls nasionalis yang muncul dan konservatif yang juga terjadi di Filipina,
(San Juan, E. 2011). Kongres Amerika Serikat yang berhasil mempengaruhi keputusan kunci
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
110
mengenai kebijakan regulasi, sejauh ini telah melemahkan sistem yang ada terhadap kontrol
kelembagaan dan untuk mencegah aturan baru untuk produk-produk keuangan baru, (Martinelli,
A., 2013). Dimana hal demikian merupakan bagian dari dampak krisis ekonomi dan keuangan
global dalam beberapa dekade terakhir ini Para analis politik telah menyatakan pentingnya pada
budaya politik sekarang dalam memberi kontribusi untuk pertumbuhan ekonomi dan
demokratisasi, (Rich, P. J., 1994). Politik ekonomi Amerika berkembang melintasi batas negara,
proses yang sama yang terjadi dalam perekonomian yang mengglobal saat ini yang
menegosiasikan perjanjian perdagangan dan investasi secara resmi mewakili kepentingan
nasional yang berbeda, (Faux, J., 2004).
Konsep pemerintahan dan New Public Management (NPM) yang dilaksanakan 7th International
Research Conference on Dilemmas for Human Services dimana masalah tata kelola
pemerintahan telah menyebabkan hubungan yang lebih fleksibel antara pemerintah dan yang
diperintah, (Radcliffe, J., dan Mike D., 2005). Kontroversi politik oleh pembiayaan publik di
mana yang tujuannya masalah keadilan sosial yang berkaitan dengan distribusi pendapatan
dengana tas dasar ini justifikasi untuk pendanaan publik, (Murray, D., 2009). Upaya
restrukturisasi perkotaan bertujuan untuk membangun kembali lingkungan dalam kota yang
umum di seluruh AS yang melibatkan koalisi aktor publik dan swasta yang memainkan peran
komplementer dalam mempromosikan investasi, Organisasi nirlaba umumnya tidak dianggap
sebagai pemain sentral dalam inisiatif ini, meskipun mereka sering melayani fungsi
pembangunan masyarakat bagi penduduk yang tinggal di low income ruang miskin kota, (Fraser,
J., 2014). Indikasi bahwa proyek-proyek yang diselenggarakan oleh pemerintah kota cenderung
menunjukkan modal yang paling sosial, tidak ada hubungan antara jumlah pembiayaan proyek
dan modal sosial, dan tingkat tinggi motivasi menyebabkan peningkatan modal sosial,
(Teilmann, K., 2012).
Sebuah penelitian dilakukan investasi asing di Slovenia untuk mengeksplorasi interaksi arus
investasi global, ketahanan terhadap kepemilikan asing, upaya proteksionis nasional, dan tekanan
dari asosiasi regional. Temuan mengungkapkan bahwa pejabat negara Slovenia bernegosiasi
dengan Uni Eropa dan tekanan domestik dengan mengesahkan decoupling praktek ekonomi dan
politik formal. (Bandelj, N., 2004). Negara Islam seperti Maroko, Dalam beberapa tahun
terakhir dimana kelompok-kelompok yang berkepentingan telah mengabaikan parlemen. Secara
signifikan, media dan analis menghabiskan banyak waktu dalam pelacakan apa yang terjadi
dalam dinding-dinding parlemen. Parlemen Maroko sebagai representasi politik dan hak
pengawasan eksekutif yang akan berpengaruh terhadap pembuatan hukum bahkan berkaitan
dengan meninjau dan menyetujui anggaran belanja. (Denoeux, G. P. dan Helen, R. D., 2007).
Kebijakan perkotaan di negara muslim seperti di Turki telah melakukan perubahan dengan
melalui analisis antara neoliberalisme dan Islamisme. Dalam hal ini, yang jelas bukan proyek
politik dengan tujuan akhirnya, melainkan kontekstasi antara neoliberalisme dan Islamisme
didekati sebagai rasionalitas politik. Rasionalitas politik antara neoliberalisme dan Islamisme
memilik perbedaan bertujuan dalam mengkonfigurasi semua aspek kehidupan sosial, (Karaman,
O., 2013). Sejarah Islam dan demokrasi liberal. Sepanjang sejarah, dimana wilayah Muslim
umumnya ditampilkan sangat sedikit fungsi demokrasinya, Namun demikian, unsur-unsur dalam
hukum Islam yang dapat mendorong pengembangan beberapa bentuk demokrasi, Demokrasi
biasanya berkembang dari gerakan menuju kebebasan. (Lewis, B., 1996).
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
111
Populasi pendudukan dunia termasuk 1,620 juta orang yang merupakan bagian dari perluasan
Ummat Islam, ditemukan dalam jumlah besar di seluruh wilayah dunia yang terkonsentrasi di
Afrika, Asia, Timur Tengah. Beberapa negara Islam kebanyakan warga Muslim hidup dalam
kondisi kemiskinan, pengangguran, buta huruf, sakit, kerusuhan sosial dan politik dan, di
beberapa daerah, ekstremisme agama. (Estes, R., dan Habib T., 2014). Peran dan pengaruh
negara pada operasi modal sosial dan politik sangatlah penting, sebagai contoh dapat dilihat
melalui studi kasus perusahaan holding Islam di Turki dan jaringan sosial mereka dalam ruang
transnasional. Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi proliferasi perusahaan Islam, bank dan
perusahaan holding yang dibentuk organisasi bisnis mereka sendiri pada tahun 1990.Pengeluaran
modal perusahaan holding tersebut diciptakan, tanpa dasar hukum, melalui mobilisasi tabungan
ratusan ribuan penabung kecil di Turki dan di seluruh Eropa. (Baki, A. E., 2009).
Negara islam seperti Suriah telah melakukan reformasi ekonomi dibawah kepemimpinan
Presiden Bashar Assad yang telah mengeluarkan kebijakan reformasi ekonomi secara bertahap
yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan keterbukaan dalam pemerintahan otoriter Suriah.
Suriah telah menarik investasi asing hanya terbatas dan pembangunan ekonomi. (Gifford, L. A.,
2009). Mudrajad Kuncoro menjelaskan berbagai hasil studi menunjukkan bahwa iklim investasi
Indonesia lebih buruk dibanding Cina,Thailand, Vietnam dan negara-negara ASEAN lainnya.
Iklim investasi dapat didefinisikan „sebagai semua kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan,
baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa mendatang, yang bisa
mempengaruhi tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi‟, investasi akan sangat
dipengaruhi stabilitas politik. (Rajagukguk, E., 2007).
Dukungan ekonomi politik di Indonesia sangat diharapkan terutama yang berkaitan dengan
investasi shariah dalam pembiayaan pembangunan perkotaan, sebagai buktinyata aspek ekonomi
politik dapat memberikan kontribusinya dalam cita-cita pengembangan lembaga ekonomi islam.
Pendirian lembaga ekonomi islam meredup disebabkan kurangnya dukungan politik. Pada tahun
1990-an menjelang jatuhnya Orde Baru titik awal menandai kelahiran ekonomi islam di
Indonesia secara kelembagaan setelah dikeluakannya Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang
perbankan secara implisit dimungkinkan penerapan bagi hasil. Kemudian peluang ini muncul
dalam praktek perbankan tentang bagi hasil setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.72
tahun 1992. (Wirdyaningsih, 2005). Sebagai contoh dari keterputusan antara norma-norma dan
hasil Ekonomi politik moral yang menawarkan lensa yang inovatif untuk penilaian kritis
hubungan Afrika, Karibia, dan Pasifik (ACP) dan Uni Eropa dimana Bank Investasi Eropa (EIB)
dan kegiatan di negara-negara ACP fokus khusus pada Fasilitas Investasi Bank (IF). (Langan,
M., 2014).
Proyek-proyek pembangunan dalam suatu wilayah tidak terlepas dari keputusan strategis dari
para penguasa ditingkat level kepemimpnan nasional maupun daerah. Proyek-proyek
pembangunan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit yang dperlukan keseriusan oleh
pemerintah maupun dari lembaga legelatif dalam melakukan sistem penganggaran yang
teralokasi secara efektif. Efektifitas penggunaan dana-dana proyek-proyek pembangunan yang
dipergunakan haruslah tepat guna dan tepat sasaran, dalam Sejarah perkembangan yang terjadi di
negara-negara dunia hal demikian ini tidak pernah terjadi, dimana hal demikian dibuktikan hasil
temuan winters yang menjelaskan bahwa proyek-proyek investasi yang didanai Bank Dunia
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
112
menunjukkan hubungan negatif antara penargetan dan dan sasaran proyek investasi
pembangunan. (Winters, M., 2014)
Begitu juga halnya dengan tren ke arah penyediaan layanan hukum hasil dari produk politik
secara khusus yanga mengatur investasi didaerah terpencil atau setingkat pedesaan, yang
memerlukan investasi yang lebih besar baik di tingkat struktural. (Franklin, A. dan Robert, G. L.,
2007), dan begitu juga dengan saluran alternatif melalui lembaga mempengaruhi pertumbuhan,
dan mempelajari hubungan empiris antara lembaga, investasi, dan pertumbuhan. (Dawson, J. W.
1998). Menurut Sri Edi Swasono Ketimpangan pembangunan wilayah antara desa dan kota,
antara jawa dan luar jawa, antara pengusaha asing dan nasional harus direstruktur secara politik
perlunya campur tangan pemerintah agar daulat pasar agar tidak menggusur daulat rakyat.
Stabilitas politik negara tetap dijaga dan dipelihara karena menurut al-Mawardi stabilitas politik
merupakan faktor penting dalam peningkatan hasil produksi dalam kemajuan ekonomi dan
peluang investor asing dalam menanamkan modalnya, welfare state menurut al-Mawardi juga
dilihat dari stabilitas nasional untuk memberikan rasa aman bagi investor, (Francis A., 1991).
4. Kesimpulan
Politik dan agama merupakan faktor penting dalam pembangunan nasional suatu bangsa begitu
juga di Indonesia. Kedua variabel ini merupakan variabel eksternal dalam mempengaruhi
kebijakan dan arah pembangunan ekonomi Negara Indonesia. Semakin baik kondisi politik dan
keyakinan serta ketaatan dalam beragama maka akan semakin baik arah pembangunan ekonomi
dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan sebalik semakin tidak adanya
sinergistas antara politik dan agama maka akan sulit bagi suatu Negara dalam melakukan
pembangunan ekonominya.
Pentingnya dua variabel ini tetap menjadi fokus perhatian bagi semua komponen bangsa
Indonesia tanpa terkecuali pemerintah akan tetapi masyarakat, pengusaha dan stakeholder
lainnya bekerjasama dalam berafiliasi untuk menjalankan politik demokrasi yang baik dan
terhormat yang selalu mengkedapan norma-norma dan aturan yang berlaku dengan dasar agama
yang diyakini. Agama merupakan suatu keyakinan dengan aturan yang harus ditaati bagi
pemeluknya, bagi agama islam Al-quran dan hadist merupakan pinjakan dan pedoman dalam
membangun bangsa dan Negara. Afiliasi dan singergistas dari konteks politik dan agama akan
memberikan kontribusi positif dalam pembangunan suatu bangsa, pinjakan politik dan keyakinan
agama yang baik maka Indonesia akan maju dalam mengembangkan dan melaksanakan program
pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkeadilan yang didasari dasar Negara Pancasila
yang juga mengatur tentang ketuhanan yang maha esa.
Referensi
Abraham, F. (1991). Perspective on Moderanization: Toward a General Theory of Third World
Development, Rusli Karim, Modernisasi di Dunia Ketiga: Suatu Teori Umum Pembangunan.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Alberto, M. (2013). Some Neglected Causes of the Global Financial Crisis and Their Implications for
Effective Crisis Governance. Fudan Journal Of The Humanities & Social Sciences, 6(3),103-136.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
113
An-Na῾im, A. A. (2013). Critical Reflections on Torture, Religion and Politics. Muslim World, 103(2),
259-266.
Ayoob, M. (2004). Political Islam: Image and Reality. World Policy Journal, (21)3, 1-14.
Azra, A. (2000). Islam subtantif: Agar Umat Tidak Jadi Buih. Bandung: Mizan.
Bandelj, N. (2004). Negotiating Global, Regional, and National Forces: Foreign Investment in Slovenia.
East European Politics & Societies (18)3, 455-480.
Beng-Lan, G. (2006). SPIRITED POLITICS: Religion and Public Life in Contemporary Southeast Asia.
Pacific Affairs (79)2. http://search.proquest.com/docview/217699678?accountid=25704
Bin Hassan, M. (2007). Explaining Islam's Special Position and the Politic of Islam in Malaysia. Muslim
World, (97)2, 287-316.
Black, A.. (2010). Religion and Politics in Western and Islamic Political Thought: A Clash of
Epistemologies?. Political Quarterly, (81)1, 116-122.
Dale, M. (2009). Reflections on Public Funding for Professional Sports Facilities. Journal of the
Philosophy of Sport, (36)1, 22-39.
Daniel, L. P. (2001). Dekontruksi kebenaran; Kritik Tujuh Teori Agama. Yogyakarta: IRCiSoD.
Dawson, J. W. (1998). Institutions, investment, and growth: new cross-country and panel data evidence.
Economic Inquiry, (36)4, 603-619.
Denoeux, G. P., and Helen, R. D. (2007). Rethinking the Moroccan Parliament: The Kingdom's
Legislative Development Imperative. Journal of North African Studies, (12)1, 79-108.
Drahokoupil, J. (2008). The Investment-Promotion Machines: The Politics of Foreign Direct Investment
Promotion in Central and Eastern Europe. Europe-Asia Studies (60)2.
Edi, S. (2007). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Dan Pekerjaan Sosial Dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia. Bandung: Alfabeta
Efendy, B. (2001). Teologi Baru Politik Islam: Pertautan Agama, Negara dan Demokrasi. Yogyakarta:
Galang Press.
Estes, R. and Habib, T. (2014). Development Trends in Islamic Societies: From Collective Wishes to
Concerted Actions. Social Indicators Research, (116)1, 67-114.
Filetti, A. (2014). Religiosity in the South Caucasus: searching for an underlying logic of religion‟s
impact on political attitudes. Journal Of Southeast European & Black Sea Studies, (14)2, 219-238.
Franklin, A. and Robert, G. L. (2007). The Embedded Nature of Rural Legal Services: Sustaining Service
Provision in Wales. Journal Of Law & Society, (34)2, 218-243.
Gifford, L. A. (2009). Syria: The Change That Never Came. Current History (108)722, 417-423.
Irogbe, K. (2013). Global Political Economy and the Power of Multinational Corporations. Journal Of
Third World Studies, (30)2, 223-247.
James, F. and Edward L. (2014). Governing urban restructuring with city-building nonprofits.
Environment & Planning A, (46)6, 1445-1461.
Jan, E. L. dan Svante, E. (2002). Ekonomi Politik Komparatif: Demokrasi dan Pertumbuhan Benarkah
Kontradiktif. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Jeff, F. (2004). Without Consent: Global Capital Mobility and Democracy. Economic Policy Institute:
Winter, (51)1, 43-50.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
114
Kahf, M. (2004). Islamic Banking: The Rise of a New Power Alliance of Wealth of Islamic and Sharia
Scholarship” dalam Henry M.Clement dan Rodney Wilson (Ed). Edinburgh: Edinburgh University
Press and Colombia University Press.
Karaman, O. (2013). Urban Neoliberalism with Islamic Characteristics. Urban Studies (Sage
Publications, (50)16, 3412-3427.
Kasper, T. (2012). Measuring social capital accumulation in rural development. Journal of Rural Studies,
(28)4, 458-465.
Kramer, L. (2011). Liberal Values: Benjamin Constant and the Politics of Religion. French Politics,
Culture & Society, (29)1.
Kumaraswamy, P. R. (1996). Religion in Third World Politics. Domes, (5)4. http://search.proquest.
com/docview/205061070?accountid=25704.
Langan, M. (2014). A moral economy approach to Africa-EU ties: the case of the European Investment
Bank. Review of International Studies, (40)3, 465-485.
Laustsen, C. B. (2013). Studying Politics and Religion: How to Distinguish Religious Politics, Civil
Religion, Political Religion, and Political Theology. Journal of Religion in Europe (6)4, 428-463.
Lewis, B. (1996). Islam and liberal democracy: a historical overview. Journal of Democracy, (7), 52-63.
Masudul, A. C., Muhammad, S. S.dan Abdad. (1997). Islamic Political Economy in Capitalist-
Globalization. Universiti Sains Malaysia: Publication and Distrutors Sdn.Bhd dan International
Project on Islamic Political Economy (IPIPE).
Melleuish, G. (2014). A Secular Australia? Ideas, Politics and the Search for Moral Order in Nineteenth
and Early Twentieth Century Australia. Journal of Religious History, (38)3, 398-412.
Mohd, S. M. R. (2010). Dr. Burhanuddin Al-Helmi dan Pembangunan Ekonomi Politik Islam di
Malaysia. Universiti Sains Malaysia: Disertasi Non Publikasi.
Niose, David. 2008, "The Stillborn God: Religion, Politics, and the Modern West." The Humanist 68, no.
1: 45-6.
Özcan, N. (2013). Şuara Tezkirelerine Göre Selanikli Divan Şairleri. (Turkish)." Journal Of International
Social Research, (6)26, 414-427.
Qardhawi, Y. (2003). Menuju Pemahaman Islam Yang Kaffah: Analisis Komprehensif Tentang Pilar,
Karakteristik, Tujuan dan Sumber-Sumber Acuan Islam. Jakarta: Insan Cemerlang.
Rajagukguk, E. (2007). Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar
Indonesia.
Rane, H. (2011). The Impact Of Maqasid Al-Shari'ah On Islamist Political Thought: Implications For
Islam-West Relations. Islam and Civilisational Renewal, (2)2, 432-433.
Roscoe, P. (2013). Economic embeddedness and materiality in a financial market setting. Sociological
Review, (61)1, 41-68.
San, J. E. (2011). Contemporary Global Capitalism and the Challenge of the Filipino Diaspora. Global
Society: Journal Of Interdisciplinary International Relations, (25)1, 7-27.
A.Maftuh, A., dkk. (2004). Negara Tuhan: The Thematic Echlopedia. Yogyakarta: SR-Ins Publishing.
Schall, J. V. (1998). Aristotle: Religion, Politics, and Philosophy. Perspectives on Political Science,
(27)1, 5-12. http://search.proquest.com/docview/194693743?accountid=25704.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
115
Sezgin, Y. and Mirjam, K. (2014). Regulation of “Religion” and the “Religious”: The Politics of
Judicialization and Bureaucratization in India and Indonesia. Comparative Studies In Society &
History, (56)2, 448-478.
Soehina. (1996). Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberti.
Wahid, A. (2006). Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta:
Wahid Institut.
Walzer, R. (1985). al-farabi on The Perfect State: Abu Nasr al-Farabi’s Mabadi Ara Ahl al-Madinah al-
Fadilah. Newyork: Oxford University, Press.
Wilcox, C. (2004). Politics & Religion. Political Science Quarterly, (119). http://search.proquest.
com/docview/208280623?accountid=25704.
Williams, R. (2001). The Desecularization of the World: Resurgent Religion and World Politics.
Sociology of Religion (62)1. http://search.proquest.com/docview/216768923?accountid =25704.
Wilson, E. K. (2014). Theorizing Religion as Politics in Postsecular International Relations." Politics,
Religion & Ideology, (15)3, 347-365.
Winters, M. (2014). Targeting, Accountability and Capture in Development Projects. International
Studies Quarterly, (58)2, 393-404.
Wirdyaningsih. (Ed). (2005). Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:Prenada Media.
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
116
Brand Image Theoretical Aspects
Margarita Išoraitė Vilniaus kolegija-The University Applied Sciences, Lithuania
Abstract
The article analyzes the image of a brand and a brand image, brand value assessment methods,
brand value, and benefits. A brand is a word or phrase that identifies and separates goods
belonging to one person from belonging to another person. A brand is one of the elements of
marketing, advertising. High-quality brand brings significant benefits to the manufacturer or the
trader. A brand name may consist of a brand name and a brand symbol. There is several brand
value evaluation model analyze in the article, like capital market-oriented brand value model,
Aaker's brand value model, the Interbrand Brand Assessment Methodology, which helps
evaluate brand value and benefit.
Keywords: Brand, Brand Image, Brand Value, Brand Value Evaluation Methods
1. Introduction
Competition between brands is intensifying. More and more businesses are aware of the
importance of branding. The image is both emotional and communicative perception of products
and services that helps ensure the company's success. One of the most important goals of the
company in order to profitably operate is to introduce its activities, the offered goods and
services to the largest possible number of users, and thus to check their favor and reputation.
According to Čereška (2004), advertising, acting as a company, product or service, can do
miracles. Often, only because of a strong positive image can compete in a saturated market and
achieve recognition of a product or service. Brand image can be perceived as emotion, which,
being an intangible asset of the company, ensures its long-term prosperity. Due to the abundance
of brands, the consumer is exposed to many promotional incentives, but he affects the strongest.
For the consumer, the value is created by brands that are able to satisfy the main elements:
visibility, quality, price, association, brand identity, loyalty, and relationships. The versatility of
these elements means that the brand itself must become diverse.
2. Brand and Brand Image Concept
Characteristics of the brand image are different in the scientific literature. At one time, the image
is understood as part of the process, elsewhere the image is associated with emotions; elsewhere,
the image is understood as the information disseminated by the organization. Brands compete
with each other, so companies must understand that a good image is the organization's success.
Table 1. Brand image concept
Brand image concept Authors
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
117
Zhang (2015) Brand image is the key driver of brand equity, which refers to
consumer’s general perception and feeling about a brand and
has an influence on consumer behavior.
Newman (1957) Brand image is everything people associate with a brand.
Martineau (1959) Brand image is in consumer’s mind of functional and
psychological attributes.
Bivainienė, Šliburytė (2008) The brand image is related to benefit to consumer,
distinguishing emotions, idionsyncrasies and associations, The
brand image orient to issue how certain group understand the
commodity, brand, policy, company or event country.
Lee ,L., J., James, J. D.,
Kim, Y. K. (2014)
Brand image forms the basis for making better strategic
marketing decisions about targeting specific market segments
and positioning a product. The phrase, brand image, however,
has been defined and applied in various ways by different
researchers. The variations in definition can be confusing with
regard to brand image measurement and subsequent
assessment of brand equity and brand positioning.
Aaker (1991) Brand image creates value in a variety of ways, helping
consumers to process information, differentiating the brand,
generating reasons to buy, giving positive feelings, and
providing a basis for extensions.
Rio,A., B., Vazquez, R. ,
Iglesias, R. (2001)
Brand image can be defined as perceptions about a brand as
reflected by the cluster of associations that consumers connect
to the brand name in memory.
Bastos, W., Levy, S., J.
(2012)
Branding as the naming of a product is essentially a simple
one, the applications of this idea and the thinking about it have
evolved in dramatic ways. To appreciate that evolution
requires awareness of the difference between a sign and a
symbol.
Grubor, A. , Milovanov, O.
(2017)
Brand is a unique blend of functional and emotional
characteristic perceived by consumers as an additional value,
unique experience and fulfilled promise. It has a symbolic
value different from everything that is available in reality, and
ability to represent interests that go beyond the brand itself.
For the company, it is the core strategic resource and most
powerful invaluable asset.
Pullig, Ch. (2008) A brand image is strongest when it is highly relevant to your
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
118
customer. Relevance is determined by what customers want as
they choose their realtor. It may be aggressive marketing, it
may be a solid reputation, or it may be a certain type of
expertise. Market research and understanding your strengths
and the needs of the segment you find most attractive will help
you to determine what type of brand image and specific
associations you want to create.
Westre, M. (2016) Branding is now more than a list of attributes from an
organisation; it is a promise to the customer. Brand marketing
is generally used to promise a unique benefit to customers.
According to Drūteikienė, Marčinskas (2000), the most convenient way would be to explain the
scheme illustrating the organization's image creation (see Figure 1).
Image
Profile
Identity
Culture
Basis
Figure 1. The organization's image creation (Drūteikienė, Marčinskas, 2000)
The culture of the organization's employees recognizes the values and attitudes that manifest
themselves in dealing with clients, choosing priorities (mostly unconsciously). Identity is a
symbolic expression of the culture. Profile identity elements relevant to public relations. An
image of the whole body of impression that a person creates about an organization.
3. Brand Image Value Models
Capital market oriented brand value model. Černikovaitė (2011) stated that capital market
oriented brand value models evaluate y that any one brand is as much as possible worth as much
as the consumer is willing to buy. The market value-driven model states that the brand value is
calculated on the basis of similar trademarks at market prices. Cost-oriented brand value the
measurement model is based on the concept of net asset value, which is often used by
corporations in the field of evaluation.
Aaker's brand value model, As stated Černikovaitė (2011) Aaker's brand value model is one
of the most popular brand value models to highlight the factors that create the product brand
value for the consumer. Brand value is understood as a value and liability related to the brand, its
name and symbol, which is an integral part or part of the consumer's receipt of the product or
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
119
service. Aaker separates five brand value factors - brand loyalty, brand understanding, perceived
quality, brand associations and other related values with the brand.
Brand awareness can be a prerequisite for buying product. The high quality of the product or
service encourages consumers to buy, and this means additional profit for the manufacturer. The
brand associations are a typical consumer attitude to the brand. Other brand values are the legal
and institutional benefits the state can afford to offer a brand and thus protect its value.
Figure 2. Aaker brand value model (Aaker (1991)
The Inter-brand Brand Assessment Methodology seeks to provide you with a rich and
insightful analysis of your brand by clearly showing how your brand contributes to business
growth today, along with an action plan for tomorrow's improvement in growth. In order to be
included in Best Global Brands, the brand must be truly global, well beyond the geographical
and cultural boundaries. It has expanded through established centers of the world economy and
entered the main growth markets. From a meaningful point of view, this requires that:
At least 30% revenue must be from the trademark location.
The trademark must be firmly established in Asia, Europe and North America, and has a
large geographic scope for emerging markets.
There must be enough publicly available trademark financial results.
Profit will be expected to be positive for a long time and profits will exceed the brand's
capital costs.
The trademark must be publicly known and known in all major world economies.
These requirements - for a brand to be global, visible, growing and relatively transparent, based
on financial results, it is explained that there are no well-known brands that may appear in the
rating.
4. Brand Value and Benefit
The most intangible brand element is its brand value, which is reflected in it changes in the
brand, user thinking, feelings and actions, as well prices, market share and profitability. The
brand value can be measured by examining it awareness, associations, expected quality and
consumer loyalty. The brand benefit can be reflected in what consumers feel, feel and behave as
regards the brand, as well as the prices, market share and profitability of the brand creates for the
company. The brand value is an important intangible asset that is provides financial value to the
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
120
company and has a psychological effect on the consumer. People choose goods that they think
are different from others, provided that the difference is meaningful to them. Different can help
to create the value of a product by allowing him to manage price supplements.
Table 2. Brand value
Author Definition
Maurya, U.K., Mishra, P. (2012) Brand values are a subject of notable interest, as shown by
reference to ―core brand values‖ in the academic literature
(e.g. Cook, 1995; Meenaghan, 1995) and the trade (e.g.
Thrift, 1997; Beckett, 1996; Southgate, 1996).Consumers'
decisions are influenced by personal and cultural values.
Business dictionary (2018) Brand value - the premium that accrues to a brand from
customers who are willing to pay extra for it.
Margarisová, K., Vokáčová, L.
(2016)
Brand value is a set of assets (and liabilities) associated
with the name and symbol of the brand that increases (or
decreases) the value, which the product or service brings
the company and/ or customer. Each brand asset forming
the brand value creates a product value in many different
ways (e.g. popularity of the known, signal of reliability
and commitment to customers, reduction of marketing
costs, attraction of new customers, a reason to buy,
differentiation/position, process of helping/obtaining
information, creation of positive attitude/feeling,
advantage over the competition, etc.)
Kaplan, K. (2016) Brand is a subjective perception of value based on the sum
of a person’s experiences with a product or company that
ultimately influences that person’s sentiment and decisions
in the marketplace. Brand is a tool for influencing choice.
Brand is not made of visuals or words alone — it’s not a
logo or a slogan.
Raggio, R.D., Leone, R., P
(2009)
Brand value must be considered from a firm’s perspective,
and generally can be thought of as the sale or replacement
price of a brand. This value will vary depending on the
owner (or potential owner) of the brand, as different
owners may be able to capture more or less of the potential
value of the brand, based on their ability to leverage brand
equity.
Weng, X.D. (2002) The core values of the brand is the main part of brand
equity, it allows consumers to clearly identify and
remember the brand personality point of interest, and even
dominantly force the consumers to fall in love with a
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
121
brand.
Zhang, X.Y. (2011) The brand core values includes the emotional value and
rational value into two parts, in which the emotional values
include historical heritage, personality characteristics,
social characteristics, personal contact degree and
perceived value, rational values include perceived quality
and functional benefits.
According business encyclopedia (2018) the brand value grows and grows due to customer
experience with the brand. The process involves a customer or user's natural relationship with the
brand, which occurs according to a predictable model:
Awareness. A brand is delivered to the target audience, often with advertising, so that it is
noticeable.
Recognition. Customers get to know the brand and recognize it at the store or elsewhere.
Investigation. Now that they recognize the brand and know what it means, they are trying
to do this.
Preference. When a user has a good brand experience, it becomes a desirable option.
5. Conclusion
Brand can be a word or a symbol, a letter, a digit, a design, an emblem, a slogan, a spatial
characteristic of the product itself (image, packaging, shape, color), which is marked and helps to
distinguish between a person or a product belonging to the company. The brand has its own
value. Initially, the value is equal to registration costs, but later, with a reputation, brand value
increases. The most expensive world's brand costs billions of euros. Nowadays brand names
become so familiar that no one else uses the name of the item, just a sign and everyone
understands what is being said, such as Toyota, Pampers, Kempinski, Facebook, and Google.
There is several brand value evaluation model like capital market oriented brand value model,
Aaker's brand value model, the Inter-brand Brand Assessment Methodology, which help evaluate
brand value and benefit.
References
Aaker, D. A. (1991). Managing Brand Equity. New York: The Free Press.
Bastos, W., and Levy, S. J. (2012). A history of the concept of branding: practice and theory.
Journal of Historical Research in Marketing, (4)3, 347-368.
Bivainienė, L., and Šliburytė, L. (2008). The Brand Image As An Element of Brand Equity
Socialiniai tyrimai/Social research, (12)2, 22-31.
Business dictionary. (n.d.). What are brand values? definition and meaning. Retrieved 2018,
from http://www.businessdictionary.com/definition/brand-values.html
Business encyclopedia (2018). What is Brand Equity?. Retrieved from https://www.shopify.com/
encyclopedia/brand-equity
IJBE: Integrated Journal of Business and Economics
e-ISSN: 2549-3280
122
Čereška, B. (2004). Reklamos teorija ir praktika. Vilnius.
Černikovaitė, M. (2011). Prekės ženklo vertės matavimo modeliai. Socialinių mokslų studijos/
Societal studies, (3)3, 967–981.
Interbrand. (n.d.). Best Global Brands. Retrieved 2018, from http://interbrand.com/best-brands/
best-global-brands/methodology/
Kaplan, K. (2016). Brand Is Experience in the Digital Age. Retrieved from https://www.Nngr
oup.com/articles/brand-experience-ux/
Lee, L., J., James, J. D., and Kim, Y. K. (2014). A Reconceptualization of Brand Image.
International Journal of Business Administration. (5)4, 1-11.
Margarisová, K., and Vokáčová, L. (2016). Regional branding: building brand value. Acta
universitatis agriculturae et silviculturae mendelianae brunensis, (64)6, 2059-2066.
Martineau, P. (1959). Sharper focus for the corporate image. Harvard Business Review, (3)1, 49-
58.
Maurya, U.K., and Mishra, P. (2012). What is a brand? A Perspective on Brand Meaning.
European Journal of Business and Management. (4)3, 122-134.
Newman, J. W. (1957). Motivation research and marketing management. Norwood: The
Plimpton Press.
Raggio, R. D., and Leone, R. P. (2009). Chasing Brand Value: Fully Leveraging Brand Equity to
Maximize Brand Value. Marketing Faculty Publications. http://scholarship.richmond.edu/
marketing-faculty-publications/8
Pullig, Ch. (2008). What is Brand Equity and What Does the Branding Concept Mean to You?
Keller Center Research Report, pp. 1-4.
Rio,A., B., Vazquez, R., and Iglesias, R. (2001). The effects of brand associations on consumer
response. Journal of consumer marketing, (18)5, 410-425.
Weng, X. D. (2002). Local Brand Strategy. Hangzhou: Zhejiang People’s Publishing House.
Westre, M. (2016). Brand associations and the Disney Magic. LSBM working paper series.
Zhang, Y. (2015). The Impact of Brand Image on Consumer Behavior: A Literature Review.
Open Journal of Business and Management, 58-62. http://dx.doi.org/10.4236/ojbm.2015
.31006
Zhang, X.Y. (2011) Analysis on the Realization of the Core Values of the Brand. Medium and
Small Business Management and Technology, 7, 9-10.
IJBEINTEGRATED JOURNAL OF BUSINESS AND ECONOMICS2 0 1 8 A C COMP L I S HMEN T S
+ 6 2 8 1 2 7 2 0 1 8 9 1 0
h t t p s : / / i j b e - r e s e a r c h . c o m
B a n g k a B e l i t u n g , I n d o n e s i a
e c h o @ i j b e - r e s e a r c h . c o m