5 hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id 5... · indikator bahwa belum adanya keberlangsungan...
TRANSCRIPT
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Peletakan Terumbu Buatan
Proses awal dalam penelitian ini adalah peletakan terumbu buatan yang terbuat
dari tempurung kelapa di daerah yang memiliki karakteristik yang cocok untuk
pertumbuhan karang.
Letak lokasi untuk terumbu buatan ini yaitu 05045045,50 LS ; 1060360380 BT,
kedalaman untuk peletakan terumbu buatan ini adalah 17 meter dan memiliki dasar
berpasir serta kondisi dasar yang datar. Karakteristik tersebut sesuai dengan kriteria
yang dibuat oleh Badan Sumberdaya Perikanan dan Perairan Filipina untuk peletakan
terumbu buatan yaitu berjarak ±100 meter dari terumbu karang alami dibangun di
daerah yang datar atau sedikit miring dan memiliki kecerahan yang baik, dan berada
pada kedalaman 5-20 meter.�
Peletakan terumbu buatan tempurung kelapa dilakukan pagi hari pada tanggal 3
Maret 2012 pukul 08.15 dengan kondisi arus, gelombang cukup baik, dimana pada
saat peletakkan terumbu buatan di perairan Kepulauan Seribu sedang mengalami
musim peralihan. Peletakan terumbu buatan tempurung kelapa dilakukan oleh 4
orang. Dua diantaranya berada di bawah kapal dan 2 lainnya berada diatas kapal.
Jarak antar terumbu buatan tempurung kelapa sekitar 5 meter, hal tersebut
dikarenakan kondisi dasar yang datar tidak terlalu luas dan apabila jarak lebih dari 5
meter akan ada kemungkinan salah satu terumbu buatan berada di kedalaman yang
berbeda.
Rancang bangun terumbu buatan tersebut memiliki bagian dan struktur yang
jelas untuk menjadi alat pengumpul ikan, penarik ikan (fish aggregating device),
sehingga dalam proses peletakan dapat diletakkan di area yang kurang produktif.
Terumbu buatan dengan bahan dasar tempurung kelapa dirancang tidak hanya
menjadi salah satu solusi dalam memperbaiki ekosistem terumbu alami, akan tetapi
dirancang untuk menjadi fish aggregating device dimana mempunyai sifat aktif. Sifat
aktif disini adalah dimana dapat mengumpulkan maupun menarik (aggregating) ikan-
ikan karang serta menjadi media pertumbuhan karang.
Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai tempurung kelapa yang
juga dibuat untuk dapat dijadikan terumbu buatan (bioreeftek) (Gambar 20)
(www.bpol.litbang.kkp.go.id), dimana dalam peletakkannya dekat dengan terumbu
alami dengan tujuan tempurung tersebut nantinya akan merekrut larva planula karang
secara alami (reproduksi seksual). Setelah larva planula karang menempel pada
substrat Bioreeftek tersebut, dilakukan pemindahan ke ekosistem terumbu karang
dengan prosentase relatif rendah. Struktur desain dari bioreeftek juga tidak memiliki
bagian-bagian tertentu hanya dilakukan penumpukan tempurung kelapa di dekat
terumbu alami.
sumber : www.bpol.litbang.kkp.go.id
Gambar 20 Bioreeftek tempurung kelapa
5.2 Komposisi dan Jumlah Ikan di Terumbu Buatan
Dari hasil pengamatan sensus visual ikan di tiga terumbu buatan (pada
kedalaman 17 meter) berhasil tercacat sebanyak 10 famili yaitu Pomancentridae,
Caesionidae, Labridae, Lutjanidae, Seranidae, Nempteridae, Holocentridae, Scaridae,
Gobiidae dan Mullidae. Komposisi ikan hasil pengamatan sensus visual dapat dilihat
pada Gambar 21. Famili tersebut merupakan beberapa famili yang erat kaitannya
dengan lingkungan terumbu karang (Hutomo, 1995). Spesies indikator
(Chaetodontidae) selama pengamatan visual tidak ditemukan, hal ini menjadi
indikator bahwa belum adanya keberlangsungan terumbu karang di sekitar terumbu
buatan tempurung kelapa.
Komposisi kelimpahan terbesar hasil sensus visual di terumbu buatan selama
penelitian adalah ikan betok dari famili Pomacentridae (59 %), sedangkan untuk
famili Labridae (16
Nemipteridae (14%).
diurnal dan termasuk
dalam rantai makana
lain berukuran kecil
warna dan bentuk ek
ikan dewasa dan mer
1998).
Gamba
Total individu i
mengalami naik turu
yang berbeda tiap p
beberapa jenis dan jum
Dari hasil pencac
hasil yang berbeda
pengamatan dengan l
Pada luasan 1 me
pada terumbu buatan
pada terumbu A.
��
6%) contohnya ikan nori merah, keeling
Famili Pomacentridae, Labridae merupakan
k dalam kelompok ikan mayor atau ikan utam
an (Adrim,1993). Ciri-ciri dari famili Poma
hanya beberapa centimeter, bergerombol dal
kor dapat berubah beberapa kali sejak juven
rupakan ikan omnivora (Kuiter, 1992 diacu d
ar 21 Komposisi ikan hasil pengamatan sensu
ikan setiap pengamatan sensus visual di ti
un. Hal ini disebabkan (1) karena perubahan
pengamatan, (2) kemungkinan saat dilakuka
mlah ikan yang berada di tempat lain.
cahan hasil sensus visual dari empat kali pen
antara pengamatan dengan luasan 1 meter
uasan 2 meter (Gambar 23).
eter diperoleh hasil bahwa jumlah individu ik
n A, walaupun terdapat fluktuasi jumlah ik
� � �����
��
����
��
����� �
�
�
�
�
�
"
#
&
�
'
g strip dan Famili
famili yang bersifat
ma dimana berperan
acentridae ini antara
lam jumlah banyak,
nile hingga menjadi
dalam Yuspardianto,
us visual
iap terumbu buatan
n cuaca atau musim
an pencacahan, ada
ngamatan, diperoleh
r (Gambar 22) dan
kan terbanyak adalah
kan yang berkumpul
�����������
���������
�������������
�������
�!������
" ������
#�$�%�������
&�$����������
�������
'�������
�
�
��
�
��
��
��
��
()*+
�
�
Gambar 22 Total idengan
Terumbu buatan
selalu diperoleh juml
buatan B dan terumb
dekat dan mengarah
alami, sehingga dap
Sumberdaya Perikana
harus berjarak sekitar
Gambar 23 Tobu
+",+�- ()*+",+�, ()*+",+��
��
��
���
��
�
�
�� �
��
%��.�$
%��.�$
%��.�$
%��.�$
individu ikan setiap pengamatan sensus visuan luasan pengamatan 1 meter
n A dalam setiap pengamatan (luasan 1 m
lah terbanyak ikan yang berkumpul dibandi
u buatan C, hal ini dikarenakan posisi terum
ke daratan serta juga lebih dekat dengan ar
pat dikatakan telah sesuai dengan kriteria
an dan Perairan Filipina untuk peletakan teru
r 50-100 meter dari terumbu alami.
otal individu ikan setiap pengamatan sensusuatan dengan luasan pengamatan 2 meter
$�����
$������
$�����
$������
al di terumbu buatan
meter dan 2 meter)
ing dengan terumbu
m bu buatan A lebih
rea terumbu karang
dibuat oleh Badan
umbu buatan dimana
s visual di terumbu
ikan5
Terlihat dari has
lebih banyak (Gamb
sehingga ikan-ikan y
menjadi kemungkinan
waktu dapat berkump
Total individu ik
pembagian berdasark
indikator yaitu famil
famili Lutjanidae (4
Labridae, famili Scar
dan lain-lain (1%).
Gambar 24 Komdi te
Tidak terdapatny
karang buatan belum
maupun spesies dapa
sampai terumbu bua
penelitian ini adalah
komunitas terumbu k
Keberadaan ikan
tersedia di terumbu b
ikan target48%
n mayor51%
lain-la1%
sil bahwa, secara keseluruhan jumlah ikan d
bar 23), dikarenakan area luasan yang dig
yang tercatat juga semakin lebih banyak,
n bahwa ikan yang berada di luasan 2 meter
pul, berlindung pada terumbu buatan dari tem
kan yang terdapat terumbu buatan selama p
kan tiga kategori kelompok ikan karang (Gam
li Chaetodontidae (0%), ikan target seperti
48%) dan ikan mayor seperti famili Pom
idae, famili Caesionidae, famili Gobiidae, fam
mposisi ikan hasil sensus visual menurut kerumbu buatan
ya ikan famili Chaetodontidae menunjukkan
m tumbuh karang batu (stony coral). Bai
at diramalkan akan bertambah apabila penel
atan mampu menghasilkan karang batu. K
h agar terumbu buatan dapat dijadikan a
karang alami.
n mayor paling banyak karena adanya sumber
buatan berupa plankton, maupun algae. Sed
ikan indikator0%
t
ain%
dari luasan 2 meter
gunakan lebih luas
hal tersebut dapat
dengan berjalannya
mpurung kelapa.
penelitian dilakukan
mbar 24), yaitu ikan
i famili Serranidae,
macentridae, famili
mili Mullidae (51%)
kategori ikan karang
n bahwa di terumbu
ik jumlah individu
itian ini dilanjutkan
Karena tujuan dari
alternatif perbaikan
rdaya makanan yang
dangkan banyaknya
ikan target disini dikarenakan adanya ikan mayor yang biasa dijadikan salah satu
target mangsa ikan target, dimana ukuran ikan mayor lebih kecil dibandingkan ikan
target, hal tersebut mengakibatkan ikan target datang ke terumbu buatan untuk
memangsa ikan-ikan kecil tersebut. Berkumpulnya ikan di terumbu karang buatan
disebabkan karena adanya proses kolonisasi dan suksesi. Kolonisasi adalah suatu
proses penempatan atau penghunian suatu daerah atau tempat oleh suatu organisme,
sedangkan suksesi merupakan suatu proses pergantian dari suatu atau sekelompok
jenis organisme oleh yang lainnya dengan komposisi dan struktur yang berbeda-beda
(Yuspardianto, 1998). Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa ikan-ikan
berkumpul di terumbu buatan antara lain disebabkan oleh proses pembentukan rantai
makanan lokal. Proses ini diawali dengan terbentuknya akumulasi atau kolonisasi
perifiton yang yang diikuti dengan terkumpulnya pemangsa perifiton, dan kemudian
plankton feeder. Kolonisasi oleh mikroorganisme, baik mikroba maupun mikroalga
akan menarik perhatian juvenil ikan, ikan berukuran kecil sampai ikan berukuran
besar sehingga akan menyebabkan terjadinya food web di sekitar terumbu buatan
(Bohnsack et al, 1991).
Tingginya kelimpahan dan hasil tangkapan 10 spesies di terumbu buatan
tempurung kelapa, diduga berkaitan dengan ukuran rongga (shelter) yang tidak terlalu
besar. Beberapa studi yang menunjukkan bahwa ukuran rongga (hole size) dan
jumlahnya mempengaruhi assemblages (Bortone dan Kimmel,1991 diacu dalam
Mayasari, 2008). Walsh (1985) menemukan komposisi rongga hanya berpengaruh
kecil terhadap assemblages pada siang hari, tetapi penting bagi ikan pada malam hari
sebagai tempat berlindung di lepas pantai Hawai. Shulman (1984) juga menemukan
bahwa rongga mampu menghindarkan ikan dari predator, kemudian meningkatkan
rekrut juvenile, jumlah spesies dan densitas total ikan pada terumbu kecil di
Kepulauan Virgin. Studi lain mengindikasikan bahwa terumbu dengan rongga ukuran
besar kurang memberikan perlindungan terhadap ikan-ikan kecil dari predator,
sehingga kelimpahan ikan dan keragaman spesiesnya rendah (Shulman, 1984; Hixon
dan Beets, 1989 diacu dalam Mayasari, 2008). Ogawa (1982) diacu dalam Mayasari
(2008) melaporkan bahwa ikan tidak akan menempati rongga dengan ukuran bukaan
2 meter atau lebih, da
perikanan adalah berk
5.3 Hasil Tangkap
Hasil tangkapan
alat tangkap bubu tam
ekor yang terdiri dar
adalah famili yang pa
famili Pomacentridae
sampai anemone, dan
siang hari terdapat d
family Pomacentrida
Chaetodontidae mem
Chaetodontidae mem
dari famili
Gambar 25 Kom
Terdapat flukt
tersebut dikarenakan
terkadang tidak sam
tangkapan tiap trip (T
35%
4%7
an merekomendasikan bukaan rongga yang t
kisar antara 0,15 m sampai 1,5 m.
pan pada Bubu Tambun
n ikan total di terumbu karang buatan dengan
mbun selama penelitian di bulan Maret-Mei
ri 13 spesies dan 10 famili (Gambar 25). Fa
aling mendominasi dalam hasil tangkapan bu
e adalah jenis ikan omnivora (pemakan segal
n dari siput laut sampai ikan) yang aktif m
di semua laut tropis dan penyebarannya lua
ae adalah ikan betok susu, betook hitam.
makan hard coral dan soft coral, alga.
mpunyai ciri khas warna tubuh yang cerah dan
mposisi hasil tangkapan bubu tambun berdasa
tuasi angka jumlah penangkapan dalam
n musim yang berubah-ubah serta posisi pe
ma dengan sebelumnya. Berikut disajikan
Tabel 5).
7%
23%
2%
17%2%
7%2% 1%
terbaik untuk tujuan
n menggunakan tiga
2012 sebanyak 92
amili Pomacentridae
ubu dimana ikan dari
lanya dari ganggang
mencari makan pada
as, contoh ikan dari
. Sedangkan famili
. Ikan dari famili
n indah, contoh ikan
arkan famili
setiap tripnya, hal
eletakan bubu yang
tabel jumlah hasil
,���������
�/������������
�������������
��������
" ��������
&�$����������
��������
����������
��.������
0���/����
�
�
�
�
�
�
�
�
��
�
�
�
�
�
�
�
� � �
���������
�� �
��
Penangkapan ke-
� � �
� � ��
� � �
Tabel 5 Jumlah hasil tangkapan tiap trip
Trip ke waktu setting waktu hauling Jumlah hasil tangkapan 1 18 Maret 2012, pukul 10.15 19 Maret 2012, pukul 13.00 21 ekor 2 10 April 2012, pukul 10.00 11 April 2012, pukul 13.14 19 ekor 3 11 April 2012, pukul 15.10 12 April 2012, pukul 13.30 17 ekor 4 12 April 2012, pukul 16.15 13 April 2012, pukul 14.00 25 ekor 5 27 April 2012, pukul 09.15 28 April 2012, pukul 13.17 10 ekor
Sumber : data diolah kembali
Fluktuasi angka penangkapan ikan tiap trip nya terjadi karena cuaca yang tidak
mendukung dalam proses penangkapan, seperti yang terjadi pada saat trip ke-3, arah
arus pada saat itu adalah arus tenggara dan kecepatan arus tergolong sangat kuat.
Menurut hasil wawancara dengan nelayan setempat bahwa hal tersebut cukup
menganggu dalam proses penangkapan dan hasil tangkapan yang diperoleh pun
menurun.
Jumlah dan komposisi ikan di bubu stasiun 2 dan stasiun 3 memang tidak
terlalu banyak seperti pada bubu stasiun 1, akan tetapi pada bubu stasiun 3 selalu
diperoleh jenis ikan dari famili Serranidae yaitu kerapu macan, kerapu lada dimana
ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Jumlah hasil tangkapan tiap
bubu pada setiap penangkapan disajikan pada Gambar 26.
Gambar 26 Jumlah hasil tangkapan bubu tiap stasiun selama penangkapan
Peletakan posisi bubu dapat dikatakan mempengaruhi hasil tangkapan, seperti
pada Gambar 26 terlihat bahwa pada bubu A lebih mendominasi dalam setiap proses
penangkapan, diduga karena peletakan bubu A dekat dengan terumbu buatan A dan
posisi tersebut dekat dengan terumbu alami serta daratan. Sehingga terdapat hasil
yang sejalan dengan pengamatan sensus visual pada terumbu buatan, dimana terumbu
buatan A jumlah ikan yang tercacah lebih banyak dibanding dengan terumbu buatan
B dan terumbu buatan C.
Dari Gambar 26, jumlah hasil tangkapan ikan pada penangkapan ke lima (5) di
terumbu karang buatan mengalami penurunan drastis. Hal ini disebabkan kecerahan
perairan pada saat itu sangat rendah, sehingga kemungkinan saat melakukan
perendaman bubu, ikan-ikan sedang bermigrasi ke tempat lain. Penurunan tersebut
juga terjadi akibat bubu pada stasiun 3 hilang karena memang arus di dalam air cukup
kuat kemungkinan bubu tersebut terbawa oleh arus.
Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan dengan
menggunakan bubu tambun (Gambar 27) yaitu ikan target (6%) yang antara lain
terdiri dari berbagai jenis ikan kerapu (Ephinephelus sp), ikan indikator (27%) yaitu
dari jenis ikan famili Chaetodontidae seperti ikan marmut dan kepe-kepe, ikan mayor
atau ikan utama (54%) yang berperan sebagai rantai makanan ikan seperti ikan famili
Pomacentridae, Scaridae, Labridae serta lain-lain (13%).
Tujuan penangkapan ikan karang di nelayan setempat diperoleh informasi bahwa
kebanyakan adalah ikan-ikan konsumsi (famili Serranidae) serta ikan-ikan hias
(famili Chaetodontidae), sehingga hasil tangkapannya dapat langsung dijual. Dengan
demikian keberadaan terumbu karang buatan sangat cocok untuk pengganti terumbu
karang alami, sehingga nelayan tidak lagi melakukan penangkapan di daerah terumbu
karang alami yang rawan akan kerusakan karang.
Gambar 27
Karena bubu ya
masuk ke dalam bubu
mendekati bubu kare
atau dikenal dengan s
sebagai area mencar
Pomacanthidae dan S
menunggu mangsa le
mangsa yang terperan
Sebagaimana has
diacu dalam Mayasa
dan Goatfish (Mulli
sedangkan jenis Parr
bubu secara individ
mengamati ikan Fo
(Pseudupeneus macu
lain terperangkap ke d
Dari hasil pengam
bubu tambun, terny
kelimpahannya berbe
sensus visual, sedang
ikan target6%
in
ikan mayor54%
lain-lain13%
7 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun se
ang dioperasikan tanpa umpan, maka kemu
u karena tingkah laku ikan tersebut. Beberapa
ena rasa keingintahuan dari ikan tersebut te
sifat thigmotaksis. Beberapa famili ikan karan
ri makan, seperti ikan dari famili Scarida
Siganidae. Selain itu diduga bubu sebagai tem
ewat, ikan karnivora masuk ke dalam bubu
ngkap dalam bubu.
sil pengamatan yang dilakukan oleh High da
ari (2008) pada bubu tanpa umpan dimana je
idae) masuk ke dalam bubu secara berge
rotfish (Scaridae) dan big eye (Priacanthida
du. High dan Ellis (1973) diacu dalam
our-eyed butterfly (Chaetodon sp) dan
latus) disekitar bubu berenang maju mundur
dalam bubu.
matan sensus visual terumbu buatan dengan i
yata terdapat kesamaan antara jenis, wal
eda. Famili Seranidae tidak termasuk dari
gkan Serranidae banyak tertangkap pada bu
ikan ndikator
27%
lama penelitian
ungkinan besar ikan
a famili ikan karang
erhadap benda asing
ng menjadikan bubu
ae, Chaetodontidae,
mpat beristirahat atau
karena tertarik oleh
an Beardsley (1970)
enis ikan Squirefish
erombol (schooling)
ae) masuk ke dalam
m Mayasari (2008)
Spotted goat fish
r ketika melihat ikan
ikan hasil tangkapan
aupun jumlah dan
i hasil pengamatan
ubu tambun. Hal ini
diduga karena ikan famili Serranidae tertarik pada bubu tambun akibat didalam bubu
tambun terdapat mangsa ikan kecil yang dijadikan makanannya.
Setelah dilakukan uji kenormalan Chi Square ternyata data yang diperoleh
menyebar normal, maka dilanjutkan dengan ‘Uji f’. Dari hasil perhitungan ‘uji f’
untuk hasil tangkapan diperoleh nilai p-value yaitu 0.3355, atau di atas 0,05
(0,335>0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan untuk jumlah hasil tangkapan pada setiap trip penangkapan.
Hasil tangkapan yang diperoleh mempunyai nilai TKG kisaran I-IV, dalam hal
ini hasil tersebut dapat dijadikan tolak ukur apakah hasil tangkapan bubu tambun
layak ditangkap atau masih belum saatnya tertangkap. Nilai tingkat kematangan
gonad (TKG) ikan hasil tangkapan bisa dijadikan sebagai tingkat pelestarian
ekosistem ikan. Dari hasil diperoleh bahwa kebanyakan ikan yang tertangkap dengan
bubu mempunyai nilai TKG I (Immature) atau termasuk ikan muda dimana masih
belum mengalami kematangan gonad yaitu sebanyak 46%, sedangkan untuk ikan
dengan nilai TKG II (developing) atau masa perkembangan diperoleh sebanyak 28%.
Untuk ikan dengan nilai TKG III berjumlah 22% dari total hasil tangkapan sedangkan
untuk ikan dengan nilai TKG IV yaitu 4%.
Jumlah total ikan hasil tangkapan yang bernilai TKG I – III sebesar 96%,
sehingga dari nilai tersebut mengindikasikan ikan-ikan yang tertangkap masih belum
layak tangkap (immature fish).
Tingkat kematangan gonad ini menjadi indikator, apakah alat tangkap bubu
baik untuk penangkapan dalam hal ini berhubungan dengan kelestarian spesies ikan.
Dari data yang diperoleh, dengan bertambahnya ukuran panjang dan berat maka akan
terdapat perkembangan gonad, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nikolsky
(1969) bahwa dalam penentuan tingkat kematangan gonad dapat berdasarkan berat
dan secara ilmiah hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat ikan (Lampiran 7).
5.4 Perbandingan Panjang dan Berat Ikan Hasil Tangkapan
Hasil analisis hubungan panjang dan berat menunjukkan tiga spesies dengan
pertumbuhan alometrik positif (pertambahan berat relatif lebih besar dari
pertambahan panjang), sementara lima spesies menunjukkan pertumbuhan alometrik
negatif (pertambahan berat relatif lebih kecil dari pertambahan panjang). Tabel 6
menunjukkan nilai b setiap spesies.
Tabel 6 Hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan bubu tambun
No. Nama Umum Spesies Famili Nilai b Keterangan 1 Betok hitam Dischistodus pseudochrysopoecilus Pomacentridae 0.930322362 Alometrik negatif 2 Marmut Chaetodontoplus mesoleucus Chaetodontidae 3.364684878 Alometrik positif 3 Triger Rhinecanthus aculeatus Balistidae 0.388420117 Alometrik negatif 4 Betok susu Dischitodus perspicillatus Pomacentridae 1.98666115 Alometrik negatif 5 Kenari merah Cheilinus fasciatus Labridae 0.776832793 Alometrik negatif
Dari data diatas diperoleh hasil ikan marmut (Chaetodontoplus mesoleucus)
mempunyai hubungan alometrik positif (b>3) dimana pertambahan berat lebih besar
dari pertambahan panjang, sedangkan ikan betok hitam, triger, betok susu dan kenari
susu mempunyai hubungan alometrik negatif (b<3) yaitu pertambahan berat lebih
kecil dari pertambahan panjang. Grafik hubungan tiap spesies ikan tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 8. Hubungan panjang dan berat ikan juga memiliki hubungan
dengan tingkat kematangan gonad ikan tersebut. Terdapat beberapa ikan yang secara
ukuran panjang dan berat masih tergolong kecil, akan tetapi ketika dilakukan
pengamatan tingkat kematangan gonad ikan tersebut masuk dalam TKG II atau TKG
III contoh dalam kasus ini adalah ikan marmut.
5.5 Analisis Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan di Terumbu Karang Alami
Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi merupakan suatu indeks yang
dapat digunakan untuk melihat tingkat kestabilan suatu komunitas.. Suatu komunitas
memiliki keseragaman tinggi jika semua jenis memiliki kelimpahan yang sama atau
hampir sama. Jika hanya satu atau beberapa jenis saja yang melimpah maka tingkat
keseragamannya akan rendah (Yuspardianto, 1998).
Hasil pencacahan diperoleh jumlah ikan di terumbu karang alami diperoleh 8
famili yaitu Caesionidae, Chaetodontidae, Haemulidae, Labridae, Nemipteridae,
Pomacentridae, Scaridae dan Serranidae, sedangkan terdapat 25 spesies dengan
luasan pengamatan 250 meter dengan kondisi terumbu karang yang dijadikan
pembanding, mempunyai kondisi yang tidak lagi 100% baik adanya. Frekuensi
terbanyak dari famili Pomacentridae yaitu spesies Pomacentrus alexanderae.
Hasil pengamatan sensus visual terumbu karang alami diperoleh indeks
keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) berturut-turut 1.707,
0.304, 0.340.
5.6 Analisis Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan di Terumbu Karang Buatan
Hasil pengamatan sensus visual terumbu karang buatan dengan luasan
pengamatan 1 meter diperoleh indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan
dominansi (C) berturut-turut berkisar antara 1.68-2.5, 0.68-1.07,dan 0.11-0.16
(Gambar 28). Nilai keanekaragaman ini tergolong kecil, hal ini menunjukkan bahwa
komposisi spesies ikan di terumbu karang buatan masih kurang. Diperkirakan
komposisi spesies ikan di terumbu karang buatan akan bertambah dengan
bertambahnya umur terumbu karang buatan di dasar perairan. Nilai indeks
keseragaman menunjukkan nilai labil mendekati stabil, berarti spesies-spesies ikan
yang terdapat di terumbu karang buatan masih dalam tahap adaptasi lingkungan,
sehingga selalu berpindah-pindah. Nilai Dominansi menunjukkan nilai rendah
(mendekati nilai nol), yang berarti tidak terdapat jenis yang mempunyai kelimpahan
yang menonjol atau dengan kata lain kelimpahan cukup merata untuk tiap spesies.
(�� $� �- (�� $� �, (�� $� ��
�1 ���� ��� �������� ������
) ������� ���������� ������ ���
� ������ ���� �� ����� � ��
�
���
��
�
���
� �����
�����
����
(�� $� �- (�� $� �, (�� $� ��
�1 �������� �������� ����� ���
) ���� �� ��� ������ ����� ����
� ��������� ��������� �������
����
���
���
� �����
�����
����
Gambar 28 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C) pada terumbu karang buatan luasan 1 meter
Hasil pengamatan sensus visual pada luasan pengamatan 2 meter, diperoleh
nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) berturut-turut
berkisar antara 1.79-2.15, 0.59-0.79, 0.09-0.16 (Gambar 29). Hasil tersebut tidak
terlalu berbeda dengan pengamatan luasan 1 meter, hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah akan terdapat perbedaan hasil dengan perbedaan luasan
pengamatan. Dengan hasil tersebut dapat dikatakan terdapat peluang yang besar pada
terumbu buatan tersebut nantinya akan semakin banyak ikan yang berada di terumbu
buatan tersebut yang menjadikan terumbu buatan menjadi tempat berlindung, tempat
mencari makan maupun shelter untuk bermain.
Gambar 29 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C) pada terumbu karang buatan pada luasan 2 meter